2, April 2023
Abstract
Responding to the spirit of Liberalism who overruled his age, Karl Barth exerted to “save” the
Scripture from the mocking of liberal theologians. One of Barth’s positive influences is that the
Scripture resumed to be respected as a media where God reveals himself. However, Barth
unfortunately treated the Scripture as no more than testimonies about God. To Barth, the Bible
is fallible because it is written by men. This is the focus of this study. This writing endeavors to
articulate Barth’s concept of the Bible (also known as neo-orthodoxy) and provides critical
analysis and arguments towards Barth’s view, especially related with the nature of the Bible.
Through this study it can be concluded that Barth's thoughts about the Bible are heavily
influenced by existentialism, and therefore are subjective.
Abstrak
Abstrak
Menyikapi semangat Liberalisme yang melanda zamannya, Karl Barth berusaha
“menyelamatkan” Kitab Suci dari hinaan para teolog liberal. Salah satu pengaruh Barth yang
positif adalah dihormatinya kembali Kitab Suci sebagai media Allah menyatakan diri-Nya.
Walaupun demikian, sangat disayangkan bahwa Barth memandang Kitab Suci tidak lebih dari
sekadar kesaksian tentang Allah. Bagi Barth, Alkitab memiliki kapasitas kesalahan karena
ditulis oleh manusia. Ini menjadi fokus penelitian penulis. Tulisan ini berusaha memaparkan
konsepsi Barth (atau yang dikenal sebagai neo-ortodoksi) tentang Alkitab dan memberikan
analisis dan argumentasi kritis terhadap pandangan ini, khususnya berkaitan dengan natur
Alkitab. Melalui kajian ini dapat disimpulkan bahwa pemikiran Barth tentang Alkitab sangat
dipengaruhi oleh eksistensialisme, dan karenanya bersifat subyektif.
Kata Kunci: Karl Barth; Alkitab; Firman Allah; wahyu; perjumpaan; neo-ortodoksi
1
Walter A. Elwell, ed., Evangelical Dictionary of Pendidikan Agama Kristen 15, no. 1 (November 30,
Theology (Grand Rapids: Baker, 1990), 126. 2019): 28–34, https://doi.org/10.46494/PSC.V15I1.
2
Denni Boy Saragih, “Reading Karl Barth in 66.
4
Indonesia: Retrospect and Prospect,” Exchange 47, Sukono.
5
no. 2 (April 18, 2018): 109–27, https://doi.org/10. Karl Barth, Church Dogmatics (Edinburgh: T&T
1163/1572543X-12341474. Clarck, 1975), I/2, 528-29.
3
Djoko Sukono, “Alkitab: Penyataan Allah Yang
Diilhamkan,” PASCA: Jurnal Teologi Dan
Barth memandang Alkitab tidak identik de- san ini penulis berharap dapat menguraikan
ngan Firman Allah. Baginya, Alkitab tidak problematika topik ini dengan jelas, khu-
lebih dari sekadar “witnesses” atau kesaksi- susnya mengenai konsepsi Barth tentang
an tentang Allah. 6 Dalam kapasitas yang Alkitab. Fokus pembahasan dipilih dengan
demikian, Barth menilai, tentu saja Alkitab mempertimbangkan bahwa pengaruh Barth
memiliki berbagai kesalahan. Dengan sen- (dan neo-ortodoksi) masih sangat terasa da-
dirinya, Barth menolak ineransi Alkitab se- lam mimbar-mimbar gereja, di mana Al-
bagai Firman Allah. Yang dimaksud de- kitab seringkali diperlakukan bukan sebagai
ngan ineransi di sini adalah bahwa pada Firman Allah yang kekal karena memuat tu-
waktu semua fakta diketahui, maka Kitab lisan manusia yang mungkin salah. Akhir-
Suci dalam tulisan aslinya, apabila diinter- nya, analisis kritis yang dilakukan diharap-
kan menghasilkan kontribusi yang signifi-
pretasikan dengan benar akan terlihat sepe-
kan bagi diskusi teologis. Tesis penulis ia-
nuhnya benar dalam setiap pengajarannya;
lah terlepas dari sosok dan kontribusi Barth
baik pengajaran itu berkaitan dengan dok-
yang bersifat polemik dalam konteks studi
trin, sejarah, ilmu pengetahuan, geografi,
bibliologi, penulis meyakini bahwa Alkitab
geologi atau disiplin lain, dan pengetahuan
adalah Firman Allah yang diinspirasikan
lain. Dengan demikian, ineransi merupakan
oleh Allah dan karenanya memiliki otoritas
kualitas ketidakbersalahan Alkitab, baik da-
normatif atas hidup tiap orang percaya.
lam Perjanjian Lama (PL) maupun Perjan-
jian Baru (PB), bukan hanya pada maksud METODE PENELITIAN
tapi juga pada isi penyampaian kata per kata Metode penelitian yang penulis gu-
di dalam teks aslinya (autograph).7 nakan dalam penelitian ini ialah riset pusta-
Bercermin dari polemik tersebut, ka.8 Melaluinya penulis menguraikan sum-
muncul pertanyaan: benarkah apa yang ber-sumber pertama dari pokok pikiran
Barth simpulkan bahwa Alkitab hanya se- Barth terkait isu-isu tentang Alkitab. Pe-
batas kesaksian manusia tentang Allah dan nulis juga akan menyajikan sumber-sumber
karena ditulis oleh manusia, maka rentan kedua yang mendukung pemikiran Barth.
terhadap berbagai kesalahan? Ini yang men- Pemaparan ini kemudian akan ditanggapi
jadi fokus penelitian penulis. Melalui tuli- dalam diskusi teologis tekait empat pokok
6
Barth, I/3, 112.; Klaas Runia, Karl Barth’s 8
James Danandjaja, “Metode Penelitian
Doctrine of Holy Scripture (Eugene: Wipf & Stock, Kepustakaan,” Antropologi Indonesia, no. 52
2005), 18-19. (2014): 82–92, https://doi.org/10.7454/ai.v0i52.
7
Paul Enns, The Moody Handbook of Theology 3318.
(Malang: Literatur SAAT, 2006), 203.
Konsepsi Karl Barth Tentang Alkitab ortodoksi berangkat dari suatu pemahaman
yang Barth sebut sebagai “evangelical theo-
Teologi Barth ini dikenal dengan
logy.”11
9
istilah neo-ortodoksi. Neo-ortodoksi adalah:
Dalam konsepsi Barth, evangelical
An approach or attitude that began
theology sama sekali tidak sama dengan
in a common environment but soon
expressed itself in diverse ways. It teologi Injili, sebagaimana dipahami secara
began in the crisis associated with umum sekarang ini.12 Bagi Barth, evange-
9
Mahbobeh Vahdatipoor and S. Ali Haghi, “Karl dengan istilah Teologi Dialektika atau Teologi
Barth on Neo Orthodoxy Theology,” Journal of Krisis. Beberapa tokoh neo-ortodoksi adalah
Religious Thought 12, no. 45 (2013): 19–38, Friedrich Gorgaten, Eduard Thurneysen, Heinrich
https://doi.org/10.22099/jrt.2013.2383.; Joseph L. Barth, dan Emil Brunner (Elwell, Evangelical
Mangina, “Mediating Theologies: Karl Barth Dictionary of Theology, 126.).
10
between Radical and Neo-Orthodoxy,” Scottish Elwell, Evangelical Dictionary of Theology, 754.
11
Journal of Theology 56, no. 4 (2003): 427–43, Barth, Church Dogmatics, I/3, 112.
12
https://doi.org/10.1017/S0036930603211182.; John Uraian komprehensif terkait pemahaman teologi
D. Morrison, “Barth, Barthians, and Evangelicals: Injili sekarang ini dapat diperoleh dalam tulisan
Reassessing the Question of the Relation of Holy Ferry Y. Mamahit, “Sikap Ekumenikal Dan
Scripture and the Word of God,” Trinity Journal 25, Evangelikal Terhadap Agama-Agama Lain: Sebuah
no. 2 (2004): 187–213. Neo-ortodoksi dikenal juga Analisis Perbandingan Historis-Teologis,”
lical theology bukan merupakan sebuah fa- Bagi Barth, Allah dengan segala kebenaran-
ham atau anutan teologi tertentu dari sego- Nya tidak boleh dikurung oleh konsepsi,
longan umat Kristen seperti misalnya teo- formulasi, dan sistematika doktrin buatan
logi Reformed atau teologi modern. Evan- manusia. 15 Implikasi dari pemahaman ini
gelical theology merupakan teologi yang adalah Alkitab tidak boleh dan tidak mung-
sepenuhnya bebas karena subyek dan ob- kin “mengurung” Allah dan seluruh kehen-
yeknya adalah Allah sendiri. 13 Berangkat dak-Nya (yang perlu diketahui oleh manu-
dari kebebasan ini, teologi Barth adalah teo- sia) dalam 66 kitab buatan manusia.
logi yang anti formulasi doktrin. Barth sen- Dalam Church Dogmatics, ketika
diri menegaskan bahwa teologinya adalah: Karl Barth menguraiakan tentang Alkitab
Free science . . . it is a science which sebagai kesaksian akan firman Allah, Barth
joyfully respects the mystery of the merujuk kepada para penulis Alkitab seba-
freedom of its object and which, in
gai manusia dengan segala kelemahan dan
turn is again and again freed by its
object from any dependence on sub- kekeliruan mereka. Barth menjelaskan bah-
ordinate presuppositions. . . . the wa, “for within certain limits and therefore
God of the Gospel, therefore, is nei-
relatively they are all vulnerable and there-
ther a thing , an item, an object like
others, nor an idea, a principle, a fore capable of error even in respect of reli-
truth, or sum of truths. God can be gion and theology. In view of the actual
called the truth only when ‘truth’ is constitution of the Old and New Testaments
understood in the sense of the Greek
Aletheia/manifested truth. . . . The this is something which we cannot possibly
sum of the truths about God is to be deny.”16 Para penulis Alkitab ialah manusia
found in a sequence of events, even semata dan karenanya “capable of error”
in all the events of his being glorious
bahkan dalam hal iman dan teologi. Agak
in his work. These events altough
they are distinct fro [sic] another, menghaluskan kalimatnya, Barth menulis-
must not be bracketed and consider- kan bahwa, “instead of talking about the
ed in isolation.14
‘errors’ of the biblical authors in this
sphere, if we want to go to the heart of
DUNAMIS: Jurnal Teologi Dan Pendidikan of the Evangelical Theological Society 56, no. 2
Kristiani 5, no. 1 (September 29, 2020): 71–92, (2013): 355–77.
14
https://doi.org/10.30648/DUN.V5I1.329.; dan Thio Barth, Evangelical Theology: An Introduction, 9.
Christian Sulistio, “Identitas Kaum Injili Dan Penekanan oleh penulis.
Perannya Dalam Memperkembangkan Teologi,” 15
Kevin Vanhoozer, “What Has Vienna to Do with
Stulos 18, no. 1 (2020): 1–25. Jerusalem? Barth, Brahms, and Bernstein’s
13
Karl Barth, Evangelical Theology: An Unanswered Question,” The Westminster
Introduction (New York: Holt, Rinehart and Theological Journal 63, no. 1 (2001): 123–50.
Watson, 1963), 8-9.; Gerald R. McDermott, “The 16
Barth, Church Dogmatics, I/19, 510.
Emerging Divide in Evangelical Theology,” Journal
things it is better to speak only about their Walaupun demikian, Barth tidak
‘capacity for errors’.” 17 Tetapi bukankah memandang Alkitab serendah kaum liberal
“capacity of errors” mengimplikasikan memandangnya. 20 Barth menerima bahwa
adanya kemungkinan kesalahan? Dalam ka- Alkitab berisi Firman Tuhan, dan karena-
limatnya sendiri, Barth mengakui hal ini nya tetap harus dihormati. Susabda mene-
bahwa “the vulnerability of the Bible, i.e., gaskan hal ini dengan mengatakan:
its capacity for error, also extend to its Dalam hubungan dengan Alkitab,
18
religious and theological content.” Kapa- pandangan Barth . . . berakhir pada
suatu keyakinan bahwa Alkitab . . .
sitas kesalahan teks-teks Alkitab bahkan
berisi Firman Tuhan, karena melalui
meliputi pengajaran iman dan teologis. Da- Alkitab kita bisa “berkenalan” de-
lam kalimat ini, Barth menunjukkan panda- ngan “primal history.” Yaitu berke-
nalan dengan pengalaman orang-
ngannya dengan jelas bahwa Alkitab sema-
orang percaya sebagai akibat dari
ta-mata adalah tulisan manusia yang tidak “encountering” yang mereka “per-
luput dari kesalahan dan kelemahan. Ia me- nah” alami dengan Allah.21
nyadari bahwa ada banyak perbedaan data
Senada dengan hal ini, A. B. Come
dan kontradiksi dalam Alkitab. Ia melihat
menguraikan lebih jauh:
ini sebagai hal yang harus diterima. Me-
Revelation takes place in Jesus
ngingat bahwa manusia mungkin salah, ma- Christ, and the Bible is a collection
ka Alkitab, yang adalah hasil tulisan manu- of witnesses to the event in the form
sia, juga mungkin salah. Mengenai hal ini, of expectation and recollection.
‘Witness’ means that the Biblical
suara Barth bulat mengatakan bahwa “the
writings are not revelational them-
men whom we hear as witnesses speak as selves, but are ordinary human
fallible, erring men like ourselves. What words that poin away from them-
selves. . . . ‘The Bible is the word of
they say, and what we read as their word,
God’ therefore means not a content
can of itself lay claim to be the Word of we can control but an event in
God, but never sustain the claim. We can conjunction with the Bible in which
read and try to assess their word as a purely God encounters and control us. In
this event the Bible becomes God’s
human word.19
word to us.22
17
Barth, I/9, 509. 22
A. B. Come, An Introduction to Barth’s
18
Barth. “Dogmatics” for Preacher (Philadelphia:
19
Barth, I/2, 507. Westminster, 1963), 93-94.; Johan, “Tinjauan
20
Gerald L. Bray, “Biblical Theology and From Teologis Terhadap Konsep Eksklusivisme Dan
Where It Came,” Southwestern Journal of Theology Inklusivisme Dalam Teologi Barth Mengenai
55, no. 2 (2013). Agama Berdasarkan Teologi Paulus” (SAAT,
21
Yakub B. Susabda, Seri Pengantar Teologi Malang, 2007), 36-37.
Modern I (Surabaya: LRII, 1990), 92.
Jika demikian halnya, bagi Barth, Alkitab logi Barth dapat diamati dengan jelas. Teo-
dan Firman Allah harus dipisahkan karena loginya menyatakan kemisteriusan Allah
tidak identik.23 Alkitab hanyalah kumpulan yang tidak dapat dikurung oleh konsepsi
kesaksian yang mengacu kepada Kristus.24 apa pun termasuk oleh Alkitab buatan ma-
Alkitab dapat menjadi Firman Allah hanya nusia, namun pengalaman dengan Allah da-
jika terjadi proses encountering di mana pat difasilitasi melalui encountering demi
Allah berbicara kepada pembacanya.25 menyaksikan firman.
Encountering dalam bagian ini ber- Berbicara tentang Firman Allah,
beda sekali dengan iluminasi. Dalam pe- Barth menggunakan istilah ini dengan tiga
ngertian Barth, encountering adalah sebuah pemaknaan yang berbeda: pertama, Firman
proses yang memampukan para pengkot- Allah yaitu Yesus Kristus sendiri (Jesus as
bah, pendengar, dan pembaca Alkitab untuk the word made flesh); kedua, Firman Allah
mengalami kembali wahyu Allah di masa yaitu Alkitab yang berisi kesaksian dari
lalu, seperti yang dialami oleh para penulis saksi-saksi mata tentang wahyu Allah
Alkitab. Sedangkan iluminasi adalah “pela- (Scripture which points to the word made
yanan dari Roh Kudus dimana Ia mencerah- flesh); dan ketiga, Firman Allah yaitu khot-
kan mereka dalam relasi yang benar dengan bah dalam kuasa pemberitaan gereja yang
Dia untuk memahami Firman Allah yang berdasarkan Alkitab (the sermon which is
tertulis.”26 Jadi, encountering membuat ma- the vehicle for the proclamation of the word
nusia mengalami kembali wahyu Allah, se- made flesh). Barth menyebut ketiganya se-
dangkan iluminasi membuat manusia me- bagai “the Word of God in its threefold
mahami wahyu Allah yang tertulis (yaitu form,” yaitu “the Word of God preached,
Alkitab) dengan benar sesuai dengan ke- the Word of God written, and the Word of
hendak Allah dan memampukan manusia God revealed.”27
untuk menerapkannya dalam keseharian Barth menegaskan bahwa wahyu
mereka. Dengan demikian, pergerakan teo- Allah yang sejati hanya ada di dalam diri
23
Johan, “Tinjauan Teologis Terhadap Konsep 25
Johan, “Tinjauan Teologis Terhadap Konsep
Eksklusivisme Dan Inklusivisme Dalam Teologi Eksklusivisme Dan Inklusivisme Dalam Teologi
Barth Mengenai Agama Berdasarkan Teologi Barth Mengenai Agama Berdasarkan Teologi
Paulus.” Barth bahkan mengatakan bahwa “we thus Paulus,” 37.
26
do the Bible poor and unwelcome honour if we Enns, The Moody Handbook of Theology, 213.
27
equate it directly with . . . revelation itself.” (Barth, Barth, Church Dogmatics, I/4, 88-120.; Cung Tse
Church Dogmatics, I/1, 112.). Hue, “Suatu Tinjauan Terhadap Konsepsi Wahyu
24
Stanley J. Grenz and Roger E. Olson, 20-Th Menurut Karl Barth” (SAAT, Malang, 1990), 119.
Century Theology (Downers Grove: IVP, 1996), 71-
72.
Kristus. 28 Alkitab bukanlah wahyu Allah, tas wahyu yang setara dengan Alkitab; ke-
tetapi berisi kesaksian tentang wahyu yang empat, kesimpulan-kesimpulan di atas juga
sejati itu. Dalam hal ini, Roh Kudus sangat berpijak pada teologi Barth yang menyata-
berperan untuk memfasilitasi manusia, baik kan bahwa Allah dan Firman-Nya tidak da-
di masa lalu (para penulis Alkitab) maupun pat dikurung oleh konsepsi apa pun terma-
di masa sekarang (para pembaca dan pende- suk oleh Alkitab.
ngar Alkitab) untuk bertemu dengan Wahyu Tinjauan Kritis Terhadap Konsepsi Karl
tersebut melalui proses encountering. Pro- Barth Tentang Alkitab
ses ini memampukan para pengkotbah, pen-
Tidak dapat dipungkiri bahwa Barth
dengar, dan pembaca Alkitab untuk menga-
memberikan dampak positif bagi perkem-
lami kembali kebenaran Allah di masa lalu,
bangan teologi abad ke-20. Beberapa hal
seperti yang dialami oleh para penulis Al-
yang positif dari usaha Barth menurut
kitab. Apa yang dipahami oleh manusia di
Geisler adalah “his attempt to reject
masa kini melalui encountering tersebut da-
modernism and liberalism, . . . his rejection
pat disejajarkan dengan apa yang Allah
of efforts to make God totally immanent . . .
wahyukan dalam Firman-Nya melalui para
rasul dan nabi. Malah dapat dikatakan bah- and his emphasis on calling the church back
wahyu baru yang bersifat pribadi.29 pak negatif yang dihasilkannya sangat me-
Berdasarkan uraian di atas, dapat rugikan gereja sampai pada titik yang ter-
ditarik beberapa kesimpulan mengenai kon- dalam karena menyangkut hakikat sumber
sepsi Barth tentang Alkitab: pertama, Al- kebenaran seluruh doktrin gereja, yaitu
kitab tidak identik dengan Firman Allah. Alkitab. Yakub B. Susabda menggarisba-
Walaupun demikian, Alkitab harus tetap wahi hal ini dengan tepat ketika mengata-
dihormati karena berisi kesaksian tentang kan:
firman Allah; kedua, Alkitab dapat menjadi Bagi kaum Injili/Evangelicals,
teologi Neo-Orthodox [sic] dari
Firman Allah melalui proses encountering
Barth adalah pemikiran teologi yang
yang difasilitasi oleh Roh Kudus; ketiga, paling berbahaya. Alasannya oleh
hasil dari encountering ini memiliki kuali- karena pemikiran teologi ini begitu
28
Barth, Church Dogmatics, I/13-15, 1-202.; Paul 29
Come, An Introduction to Barth’s “Dogmatics”
D. Molnar, “‘Thy Word Is Truth’: The Role of Faith for Preacher, 93-94.
30
in Reading Scripture Theologically with Karl N. L. Geisler, Baker Encyclopedia of Christian
Barth,” Scottish Journal of Theology 63, no. 1 Apologetics (Grand Rapids: Baker, 2002), 70-71.
(February 2010): 70–92, https://doi.org/10.1017/
S0036930609990238.
31
Susabda, Seri Pengantar Teologi Modern I, 81- 34
Yohanes Adrie Hartopo, “Suatu Pembelaan
93. Terhadap Ineransi Alkitab” (SAAT, Malang, 1990),
32
Barth, Church Dogmatics, I/19, 509. 153-57.; John D. Woodbridge, “Is Biblical Inerrancy
33
Cornelius Van Till, An Introduction to Systematic a Fundamentalist Doctrine?,” Bibliotheca Sacra
Theology (Phillipsburg: P&R, 2007), 241-59. 142, no. 568 (1985): 292–305.
Alkitab sebagai Firman Allah yang tanpa Berbagai kesalahan tekstual dalam Alkitab
salah dalam teks aslinya (autographs). sama sekali tidak berkorelasi dengan hi-
Dalam artikel akademis teologis langnya otoritas Alkitab. Sebaliknya, Al-
yang berjudul “Konsep Otoritas Alkitab di kitab tetap menjadi regula fidei bagi umat
Hadapan Fakta Kesalahan Tekstual: Sebuah Allah dalam segala zaman.
Diskusi Teologis,” penulis mendiskusikan Di samping itu, falibilitas dalam
problematika kelemahan aspek manusiawi teks asli ini juga tidak dimungkinkan de-
yang tertuang dalam berbagai kesalahan ngan adanya campur tangan Allah terhadap
tekstual Alkitab. 35 Senada dengan Barth, kapasitas manusia. John Calvin dengan te-
penulis tidak menampik aspek manusiawi pat sekali menyimpulkan karya Allah ini
dari Alkitab. Penulis juga menunjukkan sebagai accomodatio Dei, yaitu karya Allah
berbagai penelitian tentang kesalahan-ke- di mana Ia berbuat begitu rupa sehingga apa
salahan tekstual (atau yang Barth sebut se- yang Ia wahyukan dapat ditangkap oleh ma-
bagai “errors”) dari Perjanjian Lama dan nusia sesuai dengan kapasitas mereka, se-
Perjanjian Baru. Tetapi penulis sampai pada suai dengan yang Allah kehendaki. Runia
kesimpulan demikian: dengan bijak mengajak pembacanya bercer-
Melalui diskusi teologis yang dila- min pada apa yang Calvin katakan menge-
kukan, penulis mendapati bahwa
terlepas dari berbagai kesalahan tek- nai hal ini demikian:
stual, Alkitab tetap memiliki kepas- Let us therefore remember that our
tian makna teks. Ini dikarenakan (1) Lord has not spoken according to
perubahan teks tidak berdampak His nature. For if He would speak
signifikan pada makna teks, (2) His (own) language, would He be
jumlah varian yang banyak me- understood by mortal creatures?
mungkinkan adanya ketersalingan Alas no. But how has He spoken to
dalam verifikasi makna, dan (3) ke- us in Holy Scripture? He has stam-
tiadaan kemungkinan konspirasi mered. . . . So then God has as it
menunjukkan adanya nilai dan ru- were resigned: for as much as we
jukan historis di dalam teks. Kepas- would not comprehend what He
tian makna teks ini memiliki impli- would say, if He did not condescend
kasi kepastian otoritas dalam Al- to us. There you have the reason
kitab. Akhirnya, penulis menyim- why in Holy Scripture one sees Him
pulkan bahwa kesalahan tekstual like a nurse rather than one hears of
dalam Alkitab tidak meniadakan His high and infinite majesty.37
otoritas Alkitab.36
35
Yudi Jatmiko, “The Concept of Biblical Authority 36
Jatmiko.
in the Face of Textual Error Facts: A Theological 37
Runia, Karl Barth’s Doctrine of Holy Scripture,
Discussion,” Veritas: Jurnal Teologi Dan 69.
Pelayanan 16, no. 1 (June 1, 2017): 1–16, https://doi.
org/10.36421/VERITAS.V16I1.7.
Tanpa harus menyimpulkan bahwa Alkitab nya sendiri. Alur berpikirnya sederhana sa-
memiliki kapasitas kesalahan, di dalam Ki- ja. Sumber utama seluruh teologi Barth ada-
tab Suci, Allah “accomodated to the capa- lah Alkitab. Bagi Barth, Alkitab, yang tidak
city of men.”38 identik dengan Firman Allah itu, bersifat
Selain itu, jika Alkitab memiliki ka- fallible (memiliki kapasitas kesalahan). De-
pasitas kesalahan, maka berita Alkitab tidak ngan demikian, seluruh proposisi-proposisi
warrant (tidak sesuai antara apa yang di- teologi sistematika Barth, yang dibangun
nyatakan dalam Alkitab dengan kenyataan- atas dasar falibilitas Alkitab, dengan sendi-
nya). Jika berita Alkitab tidak warrant, ber- rinya bersifat fallible.
arti berita Alkitab tersebut tidak benar dan Teologi yang fallible bukanlah da-
tidak akurat. Jika demikian, bagaimana sar yang kokoh bagi kebenaran teologis
mungkin kebenaran-kebenaran dasar Alkitab yang universal. Misalnya, Alkitab menyata-
yang menyatakan diri dan kehendak Allah kan bahwa Yesus Kristus adalah satu-satu-
dapat dikatakan sebagai kebenaran? Ambil nya Juruselamat dunia. Jika Barth konsisten
contoh mengenai peristiwa kelahiran dari dengan logika berpikirnya, hal ini tentu ti-
anak dara. Jika memang peristiwa kelahiran dak boleh demikian. Karena Alkitab bisa
dari anak dara adalah peristiwa yang belum salah, maka mungkin saja Alkitab menga-
tentu benar (mungkin salah), maka natur jarkan hal yang lain, bahkan bertolak bela-
ketidakberdosaan Kristus menjadi diperta- kang dari poin “Yesus Kristus adalah satu-
nyakan. Jika prasuposisi ini (bahwa Alkitab satunya Juruselamat dunia.” Ini adalah hal
memiliki kapasitas kesalahan) diterapkan
yang fatal bagi teologi Barth. Tidak heran
pada seluruh proposisi Alkitab, maka selu-
Conn menyebut teologi Barth sebagai “poi-
39
ruh doktrin Kristen akan runtuh. Dengan
son in the milk.”41
demikian, ketimbang membela iman Kris-
Alkitab Bukan Firman Allah, tapi Sekadar
ten, Barth tampak terlihat sedang meruntuh-
Kesaksian tentang Firman yang Sejati,
kan seluruh fondasi kekristenan.40
yaitu Kristus
Selain dapat meruntuhkan seluruh
doktrin Kristen, Barth secara tidak langsung Tentu saja Alkitab menyaksikan
meruntuhkan fondasi teologi sistematika- tentang Kristus, karena untuk itulah Alkitab
38
Runia. 40
David A. Dorman, “Neediness: The Anthropology
39
John Riches, “Reception History as a Challenge to of Karl Barth,” Scottish Journal of Theology 71, no.
Biblical Theology,” Journal of Theological 2 (May 1, 2018): 195–211, https://doi.org/10.1017/
Interpretation 7, no. 2 (October 1, 2013): 171–85, S0036930618000078.
41
https://doi.org/10.2307/26421564. Harvie M. Conn, Contemporary World Theology
(Nutley: Presbyterian and Reformed, 1977), 23.
ditulis (Yoh. 20:31). Tapi, mengatakan bah- nya terhadap Alkitab. Mengenai hal ini,
wa Alkitab sekadar kesaksian tentang Kris- pendapat Yohanes Adrie Hartopo layak
tus merupakan hal yang lain. Pandangan untuk dipertimbangkan. Ia menyatakan
Barth mengenai hal ini jelas sangat dipe- bahwa “kelemahan dari metode historis-kri-
ngaruhi oleh prasuposisi bahwa Alkitab ti- tis adalah terlalu berdasarkan kepada keper-
dak diinspirasikan secara verbal and plena- cayaan pada rasio.” 43 Ia kemudian melan-
ry oleh Allah. Jika Alkitab tidak diinspirasi- jutkan bahwa “bagi orang-orang yang men-
kan oleh Allah, maka Alkitab tidak memi- jalankan metode historis-kritis, teologia di-
liki otoritas dan wewenang dalam hidup anggap sebagai suatu ilmu pengetahuan, ka-
manusia. Dengan demikian, tidak heran jika rena itu patokan yang dipakai untuk mengu-
Barth kemudian menyimpulkan bahwa Al- kur segala sesuatu bukanlah Firman Allah,
kitab bukanlah Firman Allah. tetapi ketentuan-ketentuan yang berlaku un-
Pandangan ini juga sangat dipenga- tuk penelitian ilmiah secara umum.”44 Me-
ruhi oleh dialektika Barth dimana terjadi nyimpulkan pengamatannya, Hartopo me-
dualisme antara Allah dan manusia. Dalam ngatakan:
pemikiran Barth, Allah dan manusia sama Jelas terlihat bahwa dalam metode
historis-kritis ini, Alkitab tidak di-
sekali terpisah dan tidak mungkin terjemba-
hargai sebagai Firman Allah. Kata-
tani. Hal ini dipaparkan oleh Susabda bahwa: kata Alkitab tidak diidentikkan de-
Penolakan Barth atas keabsahan Al- ngan Firman Allah. Tulisan yang
kitab didasarkan atas pemikiran teo- terdapat di dalam Alkitab itu hanya
logi dialektikanya yang didasarkan sewaktu-waktu menjadi Firman
pada suatu praanggapan tentang Allah bilamana bagian Alkitab itu
adanya “perceraian mutlak antara membuktikan diri sebagai Firman
Allah dan manusia.” Dampak dari Allah bagi seseorang yang memba-
pemikiran ini adalah penolakan atas ca atau mendengarkannya.45
tindakan kasih Allah yang secara
sempurna telah disaksikan bahwa Di sinilah titik kekeliruan Barth. Ia
Kristus telah menjembatani time mendekati Alkitab dengan “kacamata” his-
and gap eternity [sic], gap antara
toris-kritis. Geisler menyoroti hal ini de-
manusia dan Allah.42
ngan tepat ketika mengatakan bahwa “the
Kesimpulan Barth ini juga dipengaruhi oleh real problem is not factual but philosophical.
pendekatan historis-kritis yang dilakukan- It is the acceptance, often uncritically of philo-
42
Susabda, Seri Pengantar Teologi Modern I, 93-94. 45
Hartopo.; Richard A. Muller, “Karl Barth and The
43
Hartopo, “Suatu Pembelaan Terhadap Ineransi Path of Theology into the Twentieth Century:
Alkitab,” 153. Historical Observation,” The Westminster
44
Hartopo. Theological Journal 51, no. 1 (1989): 25–50.
sophical premises – such as inductivism, nusia untuk bertemu dan mengalami wahyu
naturalism, rationalism, or existentialism – baru, maka sia-sialah usaha kanonisasi. Ka-
that are basically irreconcilable with the doc- nonisasi dilakukan dengan tujuan menemu-
trine of the full inspiration of Scrip-ture.”46 kan dan mengumpulkan kitab-kitab yang
Sesungguhnya, Alkitab bukan seka- memiliki otoritas ilahi agar dijadikan ruju-
dar berisi firman Allah, tetapi Alkitab ada- kan atau standar kebenaran yang memagari
lah Firman Allah itu sendiri. Alkitab adalah kebenaran-kebenaran iman Kristen. Me-
Firman Allah karena Alkitab diwahyukan nyatakan bahwa encountering memampu-
oleh Allah. Keterlibatan Allah di dalam Al- kan manusia untuk mengalami wahyu kem-
kitab menunjukkan bahwa Alkitab adalah bali sama saja dengan membuka batasan ka-
Firman Allah dan karenanya memiliki oto- nonisasi tersebut.
ritas atas hidup manusia (2 Tim. 3:16; 2 Ptr Selain itu, proses encountering ini
1:20-21). Dalam hal ini, penulis setuju de- sangat membuka peluang bagi tafsiran Ki-
ngan Susabda bahwa: tab Suci sebebas-bebasnya dan dengan si-
“Keterbatasan” penulis Alkitab kap yang tidak bertanggung jawab. 48 Jika
justru merupakan bagian integral semuanya didasarkan oleh encountering,
dari rahasia cara kerja Roh Kudus
lalu bagaimanakah seseorang dapat menen-
dalam inspirasi penulis Alkitab . . .
supaya nyata bahwa keselamatan tukan apakah ia sudah benar-benar menga-
terjadi hanya oleh karena anugerah lami encountering atau tidak, khususnya ji-
(Efesus 2:8), oleh karena Allah
ka pemahaman yang didapat berbeda-beda?
berkenan menyelamatkan mereka
yang percaya oleh kebodohan Susabda menegaskan bahwa “dengan sub-
pemberitaan Injil (1 Kor. 1:21).47 jektivitas pengalaman pribadi menjadi tolak
ukur, lenyaplah kebenaran mutlak untuk
Wahyu yang Sejati, Baru, dan Bersifat membedakan antara yang benar dan yang
Pribadi dapat Dialami Kembali oleh Siapa tidak benar.” 49 Senada dengan Susabda,
pun Melalui Encountering yang Difasili- Hue mengatakan bahwa “jikalau wahyu ha-
tasi oleh Roh Kudus nya merupakan suatu tindakan Allah, yaitu
Hal ini merupakan kekeliruan yang suatu encounter yang eksistensial, ini ber-
fatal. Jika encountering memfasilitasi ma- arti wahyu dalam konsepsi Barth bersifat
46
Norman L. Geisler, Inerrancy (Grand Rapids: Resistance,” Scottish Journal of Theology 71, no. 1
Zondervan, 1982), 333. (2018): 1–15, https://doi.org/10.1017/
47
Susabda, Seri Pengantar Teologi Modern I, 105- S0036930617000631.
49
6. Susabda, Seri Pengantar Teologi Modern I, 95.
48
Angela Dienhart Hancock, “Texts in Quarantine:
Karl Barth, Biblical Interpretation and Imaginative
relatif; tidak ada norma yang obyektif bagi “jikalau Barth mengalami pengalaman yang
kebenaran wahyu yang dimengerti.”50 Apa demikian dalam hidupnya, ia tidak dapat
yang Hue katakan sangat tepat. Sebab jika menerapkan pengalaman ini secara umum.”54
demikian, “bagaimana kita dapat meyakini Penulis mengakui bahwa terkadang
bahwa kebenaran wahyu yang kita terima pengalaman pribadi bersama dengan Allah
adalah benar?”51 sangat mungkin bersifat eksistensial, dan
Selain kedua hal di atas, poin ten- karenanya otentik. Walaupun demikian, pe-
tang encountering ini justru membuka ke- nulis sekali lagi setuju dengan Hue bahwa
dok Barth bahwa teologinya diwarnai oleh “pengenalan tentang Allah bukan hanya
eksistensialisme. Conn mengamati hal ini pengenalan eksistensial, tetapi juga penge-
dengan jeli ketika mengatakan: nalan yang rasional; pengenalan ini tidak
Neo-orthodoxy’s center turns upon didapatkan dalam encounter.”55 Dengan de-
the subjective experience of man as mikian, tawaran Barth mengenai encounter-
a criterion of truth. So, in neo-
ing jelas tidak tepat.
orthodoxy, revelation is not simply
the declaration of God to man. Re- Allah Tidak dapat Diformulasikan oleh
velation is said to be meeting, con-
Sistematika, Doktrin, maupun Tulisan
frontation, dialogue. The Bible is
not revelation until it becomes reve- Tangan Manusia Termasuk oleh Alkitab
lation to us. This is to destroy the
Proposisi ini dipengaruhi oleh dual-
very concept of revelation itself. It is
especially here that one sees the isme dialektika Karl Barth. Tentu saja ke-
indebtedness of neo-orthodoxy to besaran dan misteri Allah tidak dapat se-
the so-called existentialist school of
luruhnya ditampung dalam halaman-hala-
philosophy.52
man Alkitab yang terbatas. Tetapi bukan-
Inilah yang membuat konsepsi Barth ten- kah Allah yang tidak terbatas itu dapat dan
tang wahyu bersifat sangat subyektif dan bahkan rela membatasi diri-Nya? Bukankah
eksistensial. Menanggapi hal ini, Hue de- Allah yang misterius itu dapat dan rela
ngan tepat mengatakan bahwa “penekanan memperkenalkan diri-Nya dalam bahasa
pengetahuan yang subyektif dan eksisten- manusia sehingga manusia dapat mengenal
sial konsekuensinya jatuh ke dalam subyek- Allah sejauh Allah ingin dikenal oleh ma-
tivisme.”53 Ia lebih jauh mengatakan bahwa nusia? Misteri Allah yang tidak terbatas itu
50
Hue, “Suatu Tinjauan Terhadap Konsepsi Wahyu 53
Hue, “Suatu Tinjauan Terhadap Konsepsi Wahyu
Menurut Karl Barth,” 125. Menurut Karl Barth,” 129.
51 54
Hue, 126. Hue, 126-27.
52 55
Conn, Contemporary World Theology, 23. Hue, 125.
terjembatani melalui inisiatif Allah yang kiran Barth di atas menunjukkan kekeliruan
membiarkan diri-Nya dikenal dengan baha- alur logika yang berakibat fatal bagi bangu-
sa manusia yang terbatas. Jika Karl Barth nan teologi sistematikanya sendiri.
setuju bahwa Allah adalah Allah yang “sa- DAFTAR PUSTAKA
ma sekali bebas,” bukankah itu berarti Ia
Barth, Karl. Church Dogmatics. Edinburgh:
juga bebas untuk membuat diri-Nya menja- T&T Clarck, 1975.
di tidak bebas? Dengan kata lain, Ia bebas ———. Evangelical Theology: An
untuk membatasi diri-Nya dalam wahyu Introduction. New York: Holt,
Rinehart and Watson, 1963.
khusus, yaitu Alkitab? Ini adalah pertanya-
Bray, Gerald L. “Biblical Theology and
an yang tampaknya tidak terjawab oleh From Where It Came.” Southwestern
Barth sendiri. Journal of Theology 55, no. 2 (2013).
56
Gordon Lewis and Bruce Demarest, eds., oleh Hue, “Suatu Tinjauan Terhadap Konsepsi
Challenge to Inerrancy: A Theological Response Wahyu Menurut Karl Barth,” 128.
(Chicago: Moody, 1988), 135. Sebagaimana dikutip
Grenz, Stanley J., and Roger E. Olson. 20- Lewis, Gordon, and Bruce Demarest, eds.
Th Century Theology. Downers Grove: Challenge to Inerrancy: A Theological
IVP, 1996. Response. Chicago: Moody, 1988.
Hancock, Angela Dienhart. “Texts in Mamahit, Ferry Y. “Sikap Ekumenikal Dan
Quarantine: Karl Barth, Biblical Evangelikal Terhadap Agama-Agama
Interpretation and Imaginative Lain: Sebuah Analisis Perbandingan
Resistance.” Scottish Journal of Historis-Teologis.” DUNAMIS:
Theology 71, no. 1 (2018): 1–15. Jurnal Teologi Dan Pendidikan
https://doi.org/10.1017/S0036930617 Kristiani 5, no. 1 (September 29,
000631. 2020): 71–92.
https://doi.org/10.30648/DUN.V5I1.3
Hartopo, Yohanes Adrie. “Suatu
Pembelaan Terhadap Ineransi 29.
Alkitab.” SAAT, Malang, 1990. Mangina, Joseph L. “Mediating
Theologies: Karl Barth between
Hue, Cung Tse. “Suatu Tinjauan Terhadap
Radical and Neo-Orthodoxy.” Scottish
Konsepsi Wahyu Menurut Karl
Journal of Theology 56, no. 4 (2003):
Barth.” SAAT, Malang, 1990.
427–43.
Jatmiko, Yudi. “The Concept of Biblical https://doi.org/10.1017/S0036930603
Authority in the Face of Textual Error 211182.
Facts: A Theological Discussion.”
McDermott, Gerald R. “The Emerging
Veritas: Jurnal Teologi Dan
Divide in Evangelical Theology.”
Pelayanan 16, no. 1 (June 1, 2017): 1–
Journal of the Evangelical
16. https://doi.org/10.36421/
Theological Society 56, no. 2 (2013):
VERITAS.V16I1.7.
355–77.
Johan. “Tinjauan Teologis Terhadap
Konsep Eksklusivisme Dan
Inklusivisme Dalam Teologi Barth
Mengenai Agama Berdasarkan
Teologi Paulus.” SAAT, Malang,
2007.