410 873 1 SM
410 873 1 SM
Abstract: This study aimed to examine the effect of fiscal decentralization on local economic
growth as well as view the ability of balance funds and private investment as a moderating
variable, in strengthening the positive impact of fiscal decentralization on local economic growth
in the province of Bali. The study was conducted in nine districts / municipalities in the province of
Bali with a total sample of 45 samples. The data analysis techniques used in this study is partial
least square (PLS). Hypothesis test results showed that only fiscal decentralization has a positive
and significant impact on regional economic growth. Meanwhile, two moderating variables not
proven to strengthen the positive effects of fiscal decentralization on economic growth in the
region.
Keywords: Fiscal Decentralization, Local Economic Growth, Balance Funds, Private Investment
Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh desentralisasi fiskal terhadap
pertumbuhan ekonomi daerah sekaligus menganalisis kemampuan dana perimbangan dan investasi
swasta sebagai variabel moderasi, dalam hubungan desentralisasi fiskal terhadap pertumbuhan
ekonomi daerah di Provinsi Bali. Penelitian dilakukan di sembilan kabupaten/kota di Provinsi Bali
dengan total sampel sebanyak 45 sampel. Adapun teknik analisis data yang digunakan dalam
penelitian ini yaitu partial least square (PLS). Hasil uji hipotesis menunjukkan bahwa
desentralisasi fiskal berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi daerah. Sementara, dana
perimbangan dan investasi swasta tidak memoderasi pengaruh desentralisasi fsikal terhadap
pertumbuhan ekonomi daerah.
44
Jurnal Bisnis dan Manajemen Vol. 3 No.2, Juni 2016 45
pengaruhnya tidak selalu linear. Hal ini juga Dalam penelitian ini, peneliti
didukung oleh hasil-hasil riset empiris menggunakan pendekatan kontingensi dengan
terdahulu yang masih inkonsisten, ditambah memasukkan dua variabel moderasi ke dalam
fenomena yang terjadi di Provinsi Bali bahwa, model penelitian desentralisasi fiskal terhadap
peningkatan desentralisasi fiskal misalnya saja pertumbuhan ekonomi daerah. Berbagai
PAD, tidak serta merta membawa konsistensi penelitian yang menggunakan pendekatan
peningkatan pertumbuhan ekonomi daerah. Hal kontijensi dilakukan, dengan tujuan
ini menjadi dasar bagi peneliti dalam dugaan mengidentifikasi berbagai variabel kontijensi
adanya faktor kontingensi yang bisa yang memengaruhi perancangan dan
memperkuat pengaruh positif peningkatan penggunaan sistem pengendalian.
desentralisasi fiskal terhadap pertumbuhan Hasil penelitian sebelumnya
ekonomi daerah dan dari beragam faktor, dua menunjukkan bahwa ada ketidakkonsistenan
diantaranya adalah dana perimbangan dan antara satu peneliti dengan peneliti lainnya
investasi swasta. sehingga peneliti berkesimpulan bahwa ada
Tidak semua daerah memiliki kapasitas variabel lain yang memengaruhinya.
fiskal yang memadai untuk bisa mewujudkan Govindarajan (1986) dalam Husnatarina dan
suatu peningkatan pertumbuhan ekonomi Nor (2007) mengemukakan bahwa untuk
daerah walaupun telah diberikan kewenangan menyelesaikan perbedaan dari hasil temuan
yang lebih luas dalam bentuk desentralisasi tersebut, dapat dilakukan dengan menggunakan
fiskal. Ini merupakan fakta yang terjadi di pendekatan kontijensi (Contingency Approach).
banyak daerah di Indonesia. Hal ini Berkaitan dengan hal tersebut peneliti mencoba
menyebabkan perlu adanya bantuan lain, di luar untuk menggunakan dana perimbangan (DAU
kemampuan daerah dalam menciptakan dan DAK) dan investasi swasta (PMA dan
sumber-sumber penerimaan daerah. Sumber PMDN) sebagai variabel moderasi, karena kuat
pertama tentunya dari transfer pemerintah pusat dugaan bahwa kedua variabel tersebut mampu
berupa dana perimbangan baik DAU maupun meningkatkan pengaruh positif peningkatan
DAK. Sumber lainnya tidak berasal dari kedua indikator desentralisasi fiskal terhadap
pemerintah pusat maupun daerah, akan tetapi pertumbuhan ekonomi daerah khususnya di
bersumber dari pihak swasta di luar Provinsi Bali. Adapun alur pemikiran teoritis
pemerintahan berupa investasi swasta. secara ringkas dapat dilihat pada gambar 1
berikut ini.
Keterangan:
DF : Desentralisasi Fiskal
TPAD : Penerimaan Daerah
TBM : Pengeluaran Pembangunan Daerah
DP : Dana Perimbangan
DAU : Dana Alokasi Umum
DAK : Dana Alokasi Khusus
IS : Investasi Swasta
PMDN : Penanaman Modal Dalam Negeri
PMA : Penanaman Modal Asing
PED : Pertumbuhan Ekonomi Daerah
ini adalah Dana Perimbangan berupa DAU (X1.2). Desentralisasi fiskal selanjutnya
dan DAK serta investasi swasta berupa disingkat DF dalam penelitian ini. Untuk
investasi swasta berupa penanaman modal pengukuran dari masing-masing variabel
dalam negeri (PMDN) maupun asing (PMA) adalah sebagai berikut:
a. Indikator Penerimaan Daerah (X1.1)
Variabel ini didefinisikan sebagai rasio
Definisi Operasional dan Pengukuran antara total penerimaan masing-masing
Variabel kabupaten/kota (APBD) terhadap total
Menghindari perbedaan pengertian dan penerimaan pemerintah (Philips dan
memberikan batasan yang tegas pada variabel Woller, 1997). Indikator dalam
yang diteliti, maka definisi operasional penelitian ini diukur dengan cara
terhadap masing-masing variabel dalam membagi total PAD masing-masing
penelitian ini adalah sebagai berikut : kabupaten/kota provinsi Bali dengan
total penerimaan daerah masing-
1) Pertumbuhan Ekonomi Daerah (Y) masing kabupaten/kota provinsi Bali.
Pertumbuhan ekonomi diartikan Dalam penelitian ini indikator
sebagai kenaikan jangka panjang dalam penerimaan daerah disingkat dengan
kemampuan suatu negara untuk TPAD.
menyediakan semakin banyak jenis barang- b. Indikator Pengeluaran Pembangunan
barang ekonomi kepada penduduknya, Daerah (X1.2)
kemampuan ini tumbuh sesuai dengan Variabel ini didefinisikan sebagai rasio
kemajuan teknologi dan penyesuaian antara total pengeluaran pembangunan
kelembagaan dan ideologis yang masing-masing kabupaten/kota
diperlukannya (Kuznets dalam Jhingan, terhadap total pengeluaran
2004). Pertumbuhan ekonomi dari sudut pembangunan nasional (APBN) (Zhang
tinjauan ekonomi dapat direfleksikan oleh dan Zou, 1998). Dalam penelitian
pertumbuhan Produk Domestik Bruto indiaktor pengeluaran pembangunan
(PDB). diukur dengan cara membagi total
Dalam kaitanya dengan pertumbuhan belanja modal masing-masing
ekonomi daerah, maka parameter yang kabupaten/kota provinsi Bali dengan
digunakan dalam penelitian ini yaitu PDRB total belanja daerahnya. Dalam
Per Kapita menurut harga konstan. PDRB penelitian ini indikator pengeluaran
per kapita dihitung dengan cara total PDRB pembangunan daerah disingkat dengan
masing-masing kabupaten/kota provinsi TBM.
Bali dibagi dengan jumlah penduduk dari 3) Dana Perimbangan (X2)
masing-masing kabupaten/kota provinsi Dana perimbangan (DP), adalah dana yang
Bali. Dalam penelitian ini, pertumbuhan bersumber dari APBN yang dialokasikan
ekonomi daerah disingkat PED dan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan
indikatornya disingkat PDRB Per Kapita. daerah dalam rangka pelaksanaan
2) Desentralisasi Fiskal (X1) desentralisasi. Dana perimbangan yang
digunakan dalam penelitian ini adalah total
Desentralisasi fiskal merupakan salah
sumber pendanaan dana perimbangan yang
satu cara untuk meningkatkan pertumbuhan
terdiri dari dua indikator berbentuk reflektif
ekonomi daerah dalam skema yang
yaitu DAU (X2.1) dan DAK (X2.2) di
dijelaskan oleh teori federalisme fiskal.
Provinsi Bali.
Menurut Khusaini (2006), keberhasilan
a. Indikator Dana Alokasi Umum (X2.1)
desentralisasi fiskal dapat diukur dari
Dana Alokasi Umum (DAU)
parameter penerimaan dan pengeluaran
dialokasikan kepada daerah dengan
masing-masing pemerintah daerah.
menggunakan formula DAU yang
Berdasarkan hal tersebut maka,
berdasarkan Alokasi Dasar dan Celah
desentralisasi fiskal dalam penelitian
Fiskal dengan proporsi pembagian
memiliki dua indikator atau manifest yang
DAU untuk daerah provinsi dan
berbentuk reflektif, yaitu dari sisi
kabupaten/kota masing-masing sebesar
penerimaan pemerintah daerah (X1.1) dan
10% (sepuluh persen) dan 90%
dari sisi pengeluaran pemerintah daerah
(sembilan puluh persen) dari besaran
Jurnal Bisnis dan Manajemen Vol. 3 No.2, Juni 2016 53
DAU secara nasional. Formula DAU swasta dimana arus modal berasal dari
per daerah rumusnya adalah: pihak asing di luar Negara Republik
Indonesia baik individu maupun
DAU = Alokasi Dasar + Celah Fiskal kelompok. Menurut Undang-undang
Dalam penelitian ini, nilai DAU yang PMA No. 1 tahun 1967, pengertian
digunakan sudah dalam bentuk nilai penanaman modal hanya meliputi
absolut yang tercantum dalam laporan penanaman asing secara langsung yang
realisasi APBD Provinsi Bali dari tahun dilakukan berdasarkan ketentuan
2009-2013. perundang-undangan dan pemilik
b. Indikator Dana Alokasi Khusus (X2.2) modal secara langsung menanggung
Menurut Poesoro (2008), penetapan resiko. Nilai PMA dalam penelitian ini
jumlah DAK dan alokasinya kepada menggunakan angka atau nilai yang
daerah merupakan hasil keputusan tercantum dalam realisasi PMA dari
antara panitia anggaran DPR dengan tahun 2009-2013 di sembilan
Pemerintah yang terdiri dari unsur kabupaten/kota Provinsi Bali.
Depkeu, Depdagri, Bappenas, dan
departemen teknis yang bidang Metode Analisis Data
tugasnya menerima. alokasi DAK. Penelitian ini menggunakan Partial Least
Meskipun mekanisme penetapan DAK Squares (PLS) dalam menganalisis data
melibatkan beberapa lembaga, penelitian. PLS merupakan salah satu metode
keputusan akhir mengenai total jumlah SEM berbasis varian yang didesain untuk
DAK dan alokasinya menjadi menyelesaikan regresi berganda ketika terjadi
wewenang Menteri Keuangan setelah permasalahan spesifik pada data, contohnya
berkonsultasi dengan DPR. DAK untuk ukuran sampel penelitian kecil, adanya data
masing-masing Kab/Kota dapat dilihat yang hilang (missing values) dan
dari pos dana perimbangan dalam multikolenieritas (Hartono dan Abdillah,
Laporan Realisasi APBD dari tahun 2009:11).
2009-2013. Lebih lanjut, Hartono dan Abdillah
4) Investasi Swasta (X3) (2009:16) mengungkapkan beberapa
keunggulan dari penggunaan PLS.
Adapun investasi swasta dalam penelitian Keunggulannya adalah sebagai berikut:
ini menggunakan total realisasi investasi 1) Informasi yang dihasilkan oleh PLS
swasta baik PMA maupun PMDN masing- lebih efisien dan mudah
masing kabupaten/kota provinsi Bali. diinterpretasikan terutama pada model
yang kompleks.
a. Indikator Penanaman Modal Dalam
2) Dapat dijalankan dengan sampel yang
Negeri (PMDN) (X3.1)
sedikit.
Investasi swasta berupa penanaman 3) Dapat menguji model penelitian
modal dalam negeri (PMDN) atau dengan dasar teori yang lemah
domestic investment, merupakan jenis 4) Mampu memodelkan banyak variabel
investasi swasta dimana sumber dependen dan independen (model yang
pendanaannya berasal dari warga dalam kompleks).
negeri atau masyarakat yang secara sah 5) Mampu mengelola masalah
menjadi warga negara Indonesia baik multikoleniaritas antar variabel
secara individu maupun berkelompok. independen.
Nilai PMDN dalam penelitian ini 6) Hasil tetap kokoh walaupun terdapat
menggunakan nilai atau angka yang data yang tidak normal dan hilang.
tercantum pada realisasi PMDN dari 7) Menghasilkan variabel laten
tahun 2009-2013 di Sembilan independen secara langsung berbasis
kabupaten/kota di Provinsi Bali. crossproduct yang melibatkan variabel
b. Indikator Penanaman Modal Asing laten dependen sebagai kekuatan
(PMA) (X3.2) prediksi.
Investasi swasta berupa penanaman 8) Dapat digunakan pada konstruk
modal asing (PMA) atau foreign reflektif dan formatif.
investment, merupakan jenis investasi 9) Tidak mensyaratkan data berdistribusi
Jurnal Bisnis dan Manajemen Vol. 3 No.2, Juni 2016 54
Evaluasi model struktural atau inner apabila nilai t-statistiknya lebih dari 1,64.
model bertujuan untuk memprediksi Ketentuan diterimanya hipotesis alternatif atau
hubungan antara variabel laten. Inner hipotesis nol dalam penelitian ini bisa dilihat
Model dievaluasi dengan melihat besarnya dibawah ini:
presentase variance yang dijelaskan yaitu Ha = Diterima apabila nilai t-statistik lebih dari
dengan melihat nilai R-Square (Latan dan 1,64.
Ghozali, 2013: 77). Menurut Hair (2011)
dalam Latan dan Ghozali (2013: 85), nilai HASIL DAN PEMBAHASAN
R-Square 0,75 ,0,50 dan 0,25 dapat Evaluasi Model
disimpulkan bahwa model kuat, menengah Sebelum melangkah pada pengujian
atau moderate dan lemah. Sementara hipotesis, terlebih dahulu dilakukan evaluasi
menurut Chin (1998) dalam Latan dan model. Model evaluasi PLS dilakukan dengan
Ghozali (2013: 85) nilai R-Square 0,67 menilai outer model dan inner model (Ghozali
,0,33 dan 0,19 menunjukkan model kuat, dan Latan, 2012) Untuk validitas konvergen
moderate dan lemah. Dalam penelitian ini, dinilai dari loading factor >0,70 dan AVE serta
evaluasi model structural menggunakan communality >0,50. Menurut Chin (1998), Hair
rule of thumb yang dikemukakan oleh Hair et al. (2011), Hair et al. (2012) dalam Latan
(2011). dan Ghozali (2013: 81), terdapat tiga kriteria
didalam penggunaan teknik analisis data
Pengujian Hipotesis dengan SmartPLS untuk menilai outer model
Hipotesis dalam penelitian semuanya yaitu validitas konvergen (convergent validity),
merupakan hipotesis yang telah diberi arah (one validitas diskriminan (discriminant validity),
tail). Hartono dan Abdillah (2009:63) dan reliabilitas (reliability).
mengatakan bahwa hipotesis one tail signifikan
Dari hasil output analisis yang ditampilkan nilai loading factor, evaluasi validitas
pada Gambar 5.1, dapat dilihat bahwa semua konvergen juga dapat dilihat melalui nilai
konstruk dengan indikator reflektif AVE. Dari hasil output analisis pada Tabel 5.1
menghasilkan nilai loading factor lebih besar dapat dilihat bahwa semua konstruk
dari 0,70 yang berarti bahwa semua indikator menghasilkan nilai AVE di atas 0,50 sehingga
konstruk adalah valid. Selain dengan melihat memenuhi validitas konvergen.
Jurnal Bisnis dan Manajemen Vol. 3 No.2, Juni 2016 56
Setelah menilai validitas konvergen dari nilai cross loading dari setiap variabel telah
konstruk dengan indikator berbentuk reflektif, memenuhi persyaratan, nilai cross loading
langkah selanjutnya adalah menilai validitas harus lebih besar dari 0,70, maka dapat
diskriminan. Hasil output analisis data yang disimpulkan bahwa data pada Tabel 5.3
disajikan pada Tabel 5.2 di bawah, mencerminkan adanya discriminant validity
mendapatkan nilai korelasi indikator terhadap yang baik.
konstruknya lebih tinggi dibandingkan nilai
korelasi indikator tersebut dengan konstruk
lainnya. Selain itu juga dapat dilihat bahwa
Composite
Reliability
DF 0.93
DP 0.82
IS 0.82
PED 1.00
Tabel 4 R-Square
Variabel
R Square
Endogen
PED 0.71
Sumber Data Primer Diolah: 2016
Hasil analisis data yang disajikan pada Pengujian Hipotesis
Tabel 5.4 di atas menunjukkan besarnya R- Peneliti menggunakan tiga variabel eksogen
Square adalah 0,71 sehingga dapat disimpulkan dan satu variabel endogen yang secara rinci
bahwa model kuat. Nilai R-Square 0,71 dapat terdiri atas Desentralisasi Fiskal (DF) sebagai
diartikan pula bahwa sebesar 71% varian dari variabel independen, Dana Perimbangan (DP)
variabel pertumbuhan ekonomi daerah (PED) dan Investasi Swasta (IS) sebagai variabel
dapat dijelaskan oleh variabel desentralisasi moderasi dan Pertumbuhan Ekonomi Daerah
fiskal (DF),dana perimbangan (DP) dan (PED) sebagai variabel dependen. Keempat
investasi swasta (IS), sementara sekitar 29% variabel tersebut memiliki indikator masing-
sisanya dijelaskan oleh variabel lain di luar masing. Model struktural hasil uji hipotesis
model. menggunakan teknik bootstrapping dapat
dilihat pada gambar 5.2 berikut ini:
Koefisien path adalah koefisien yang hipotesis diterima jika nilai t statistik lebih besar
menunjukkan tingkat signifikansi dalam dari 1,64. Berdasarkan Tabel 5 dapat
pengujian hipotesis. Hipotesis yang dibangun disimpulkan bahwa hanya H1 yang diterima,
dalam penelitian ini menggunakan pengujian sedangkan sisanya ditolak. Berikut hasil path
hipotesis satu ekor (one tailed). Oleh karena itu, coefficients dapat dilihat pada Tabel 5
Jurnal Bisnis dan Manajemen Vol. 3 No.2, Juni 2016 58
Ketidakmampuan investasi swasta masih fluktuatif. Hal ini terbukti jika melihat
memoderasi (memperkuat) pengaruh perbandingan data realisasi investasi swasta
desentralisasi fiskal terhadap pertumbuhan (PDMN dan PMA) menurut lokasi tahun 2009
ekonomi daerah disebabkan oleh beberapa hal. dengan tahun 2013 yang disajikan pada Tabel
Pertama, nilai realisasi investasi swasta yang 5.7.
Tabel 6 Perbandingan Realisasi PMDN dan PMA Tahun 2009 dan 2013 (dalam miliar rupiah)
PMDN PMA
LOKASI
2009 2013 2009 2013
Badung 28.3 3,126.3 1,968.5 3,021.2
Denpasar 22.5 2,932.8 58.8 95.4
Tabanan - 108.9 3.6 331.9
Jembrana - 80.3 22.1 1.4
Buleleng - 201.7 6.4 60.5
Bangli - 21.3 2.3 0.1
Klungkung - 24.0 1.4 4.9
Gianyar - 1,134.5 28.4 95.9
Karangasem - 163.4 6.7 23.5
Total Investasi
Lokasi Persentase
(dalam miliar Rupiah)
Badung 6.147,50 53,79%
Denpasar 3.028,22 26,50%
Jurnal Bisnis dan Manajemen Vol. 3 No.2, Juni 2016 60
potensi riil yang dimiliki oleh Provinsi Bali Ketimpangan Pendapatan Daerah Di
bukan berdasarkan tingkat kemudahan untuk Indonesia Setelah Desentralisasi Fiskal.
mencapainya. Terkait belanja daerah, Wibiz Economic Research Centre.
pemerintah Provinsi Bali sebaiknya Ghozali, Imam dan Hengky Latan. 2012.
mengalokasikan lebih banyak pada porsi Partial Least Squares : Konsep, Teknik
belanja modal terutama pada belanja dan Aplikasi Menggunakan Program
infrastruktur yang telah terbukti berdasarkan SmartPLS 2.0 M3. Badan Penerbit
hasil penelitian ini memberikan dampak pada Universitas Diponegoro, Semarang. Jawa
pertumbuhan ekonomi daerah. Tengah.
Pemerintah pusat sebaiknya memberikan Halim, Abdul. 2002. Analisis Diskripsi
kriteria pengalokasian DAU walaupun tidak Pengaruh Fiskal Stress pada APBD
sama persis seperti kriteria pada alokasi DAK Pemerintah Kabupaten dan Kota di Jawa
(sepenuhnya ditentukan pusat), agar Tengah. KOMPAK STIE: 127-146.
pengalokasian DAU tidak hanya habis untuk Yogyakarta.
membiayai belanja konsumsi pemerintah Hartono, J. dan W. Abdillah. 2009. Konsep dan
daerah seperti belanja gaji pegawai, melainkan Aplikasi PLS (Partial Least Square)
dapat digunakan untuk membiayai belanja Untuk Penelitian Empiris. Andi.
modal. Yogyakarta.
Saran terkait investasi swasta untuk Hidayat, Paidi dan Sirojuzilan. 2006. Kajian
pemerintah daerah hendaknya mulai membuat Tentang Keuangan Daerah Kota Medan
pengaturan mengenai penguatan kelembagaan Era Otonomi Daerah Periode 2001-
yang mendukung pelaksanaan hukum investasi. 2005. Jurnal Perencanaan dan
Pemerintah pusat maupun daerah juga pengembangan Wilayah,Vol 2,No.1
sebaiknya memberikan kemudahan yang paling Agustus
mendasar atas pelayanan yang ditujukan pada Hidayat, Syarif. 2005. Too Much Too Soon ;
para investor baik asing maupun lokal, meliputi Local States Elite’s Perspective on The
perijinan investasi, imigrasi, kepabeanan, Puzzle Of Contemporary Indonesian
perpajakan dan pertahanan wilayah juga. Regional Autonomy Policy. Rajawali
Pemerintah daerah Provinsi Bali sebaiknya Pers. Jakarta
mulai melakukan pemerataan arus investasi Hukubun, Mefi, Debby Rotinsulu dan Audie
yang masuk ke Bali Niode. 2012. Pengaruh Investasi
Untuk mewujudkan pemerataan investasi, Pemerintah dan Investasi Swasta
maka pemerintah daerah hendaknya mulai Terhadap Pertumbuhan Ekonomi dan
merevitalisasi dan menambah sarana dan Dampaknya Terhadap Tenaga Kerja
prasarana penunjang seperti infrastruktur jalan Propinsi Sulawesi Utara Tahun 2002-
dan transportasi di kabupaten/kota yang 2012. Skripsi. Fakultas Ekonomi dan
sebelumnya tidak dilirik investor, agar investor Bisnis, Jurusan Ekonomi Pembangunan
tertarik untuk berinvestasi di daerah tersebut. Universitas Sam Ratulangi. Manado.
Terakhir, pemerintah Provinsi Bali harus Husnatarina, F dan Nor, W. 2007. Pengaruh
mulai berani mengevaluasi kinerja jajarannya keterlibatan Pekerjaan dan Budget
terutama yang berkaitan dengan penanaman Imphasis dalam Hubungan atara
modal pihak swasta baik dalam negeri Partisipasi Anggaran dengan Senjangan
(PMDN), menghilangkan segala bentuk Anggaran. The 1st Accounting
ketidakefisienan dan menindak tegas oknum- Conference Faculty of Economic
oknum yang menghambat proses masuknya Universitas Indonesia, Depok:1-25. 7-9
investasi ke Bali. November.
Iimi, Atsushi, 2005. Decentralization and
DAFTAR PUSTAKA Economic Growth Revisited: An
Akai, Nobuo, Yukihiro Nishimura, Masayo Empirical Note. Journal of Urban
Sakata. 2007. Complementarity, Fiscal Economics 57.
Decentralization and Economic Growth, Jhingan, ML. 2004. Ekonomi Perencanaan dan
Economics of Governance. Heidelberg: Pembangunan. Rajawali Pers. Jakarta
Sep 2007. Vol. 8, Iss. 4; p. 339. Khusaini, Muhammad Dr. 2006. Ekonomi
Fadjar A. D dan Britany Alasen Sembiring. Publik: Desentralisasi Fiskal dan
2007. Efektifitas Faktor Input dan
Jurnal Bisnis dan Manajemen Vol. 3 No.2, Juni 2016 62