Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN PADA ANAK DENGAN KEBUTUHAN KHUSUS

AUTISME

Oleh Kelompok 6:

3B S.Tr Keperawatan

1. Kadek Ayu Ananda Redita Darma (03/P07120221052)


2. Marcella Dwi Puspita Sari (10/ P07120221059)
3. Ni Luh Putu Metri Budi Lestari (23/ P07120221072)
4. Ni Made Dwi Pradnyasari (28/ P07120221077)
5. Ni Putu Eka Bendesy (34/ P07120221083)
6. Putu Destri Josica Sari (48/ P07120221097)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR

TAHUN AJARAN 2023


A KONSEP DASAR PENYAKIT
1. Definisi
Autisme berasal dari kata autos dalam Bahasa Yunani yang berarti diri.
Penyandang autisme seakan-akan hidup di dunianya sendiri. Gangguan spektrum
autisme atau Autisme Spectrum Disorder (ASD) merupakan serangkaian gangguan
pada perkembangan otak yang mempengaruhi kemampuan komunikasi seseorang
baik verbal dan non-verbal. Selain itu, autisme juga mempengaruhi kemampuan
interakasi sosial seseorang dengan sekitarnya. Penggunaan kata spektrum disini
merujuk pada rentang yang lebar dari berbagai gejala, keterbatasan, dan
keterampilan anak-anak dengan gangguan ini. Beberapa anak mungkin memiliki
gejala ringan, sementara yang lain mungkin memiliki gejala yang berat (Kalalo et
al., 2019).
Sumiati (2016) menyebutkan bahwa penyandang autis memiliki ciri-ciri
seperti: penyandang senang menyendiri dan bersikap dingin sejak kecil atau bayi.
Misalnya bila diberi makan dan sebagainya seperti tidak menaruh perhatian
terhadap lingkungan sekitarnya, tidak mau tau atau sedikit berbicara (hanya mau
mengatakan ya atau tidak ataupun ucapan-ucapan yang tidak jelas), tidak suka
dengan stimulus pendengaran (seperti mendengar suara orang tuanya pun
menangis), tetapi senang melakukan stimulus diri (seperti memukul-mukul
kepala/gerakan-gerakan tidak wajar lainnya, kadang mudah memanipulasikan
obyek, namun sulit menangkap.
Kesimpulannya bahwa autisme adalah suatu kondisi mengenai seseorang
(anak) sejak lahir atau balita yang membuat dirinya tidak dapat membentuk
hubungan sosial atau komunikasi yang tidak normal.
2. Penyebab/Faktor Predisposisi
Hingga saat ini belum ditemukan secara pasti penyebab tunggal yang
mendasari kejadian autisme ini. Akan tetapi, para ahli sepakat bahwa autisme
disebabkan oleh ketidaknormalan pada struktur dan fungsi otak, serta pola
perkembangannya (Kalalo et al., 2019). Dalam hal ini, ketidaknormalan yang
dimaksud disebabkan oleh sejumlah faktor seperti proses autoimun, genetik,
kelainan kromosom (sindrom x yang mudah pecah atau fragil), penyakit medis,
lingkungan, dan metabolisme, dimana kondisi tersebut merupakan faktor yang saling
berkaitan pada tubuh pasien anak dengan ASD (Koesdiningsih et al., 2019)
3. Pohon Masalah

Keracunan
Pertus Lama Genetik

Neutropin dan neuropeptida


Gangguan nutrisi masuk dalam tubuh
dan oksigenasi

Gangguan Kerusakan pada sel purkinje


pada otak dan hippocampus

Abnormalitas Gangguan keseimbangan


pertumbuhan secretin dan dopamin
sel saraf

Ganggian otak kecil


Peningkatan neurokimia
secara abnormal
Reaksi atensi lebih
lambat

Autisme

Gangguan neuromuskuler Hambatan perkembangan Gangguan penglihatan dan


pendengaran

Keterlambatan dalam
berbahasa Mengabaikan dan Pertumbuhan Sensitif terhadap
menghindari orang fisik terganggu cahaya dan menutup
lain telinga bila
Bicara monoton dan tidak
mendengar suara
dimengerti orang lain
Ketidakmampuan
Acuh tak acuh terhadap fisik
Gangguan lingkungan dan orang
Komunikasi lain Gangguan Persepsi
Gangguan Sensori
Verbal
Perilaku tidak wajar Tumbuh
Kembang

Gangguan
Interaksi Sosial
4. Klasifikasi
Klasifikasi Autisme menurut beberapa ahli yaitu:
• Menurut Widyawati dalam Afdhal (2022), autisme diklasifikasikan menurut
waktu timbulnya gangguan:
1. Autisme Infantile, merupakan istilah yang digunakan untuk menyebut anak
autis yang menunjukkan kelainan sejak lahir.
2. Autisme Faksasi, merupakan anak autis yang lahir secara normal, tetapi
setelah berusia dua sampai tiga tahun menunjukkan tanda-tanda autisme.
• Menurut Sabaria (2018), berdasarkan tingkat gejalanya, autisme dibedakan
menjadi 3 yaitu:
1. Autisme Ringan: Dalam kondisi ini, anak autis masih melakukan kontak
mata, meskipun tidak berlangsung lama. Anak dengan autism ringan
mungkin dapat memberikan sedikit respon jika dipanggil dengan nama,
menunjukkan ekspresi wajah, dan komunikasi dua arah meskipun hanya
sesekali.
2. Autisme Sedang: Dalam kondisi ini, anak autis masih sedikit melakukan
kontak mata tetapi tidak merespon saat dipanggil namanya. Tindakan agresif
atau hiperaktif, menyakiti diri sendiri, ketidakpedulian, dan gangguan
gerakan stereopik cenderung sedikit sulit dikendalikan, tetapi masih dapat
dikelola.
3. Autisme Berat: Anak autis dalam kategori ini menunjukkan tindakan yang
sangat tidak terkendali. Biasanya, anak autis membenturkan kepalanya ke
tembok berulang kali dan terus menerus tanpa henti. Ketika orang tua
mencoba untuk mencegah hal ini, anak dengan autism berat tidak akan
merespon dan terus melakukannya, bahkan ketika sudah bisa digendong
oleh orang tua, anak autis tetap memukul kepalanya. Anak berhenti hanya
setelah dia merasa lelah, dan segera tertidur.
• Menurut YPAC dalam Pasaribu (2019) berikut ini adalah klasifikasi autisme
berdasarkan intelektual:
1. Autisme dengan keterbelakangan mental sedang sampai berat (IQ < 50)
memiliki prevalensi 60% dari anak dengan autisme.
2. Autisme dengan keterbelakangan mental ringan (IQ 50-70) memiliki
prevalensi 20% dari anak dengan autisme.
3. Autisme yang tidak memiliki keterbelakangan mental (kecerdasan > 70)
memiliki prevalensi 20% dari anak dengan autisme.
5. Gejala Klinis
a. Pada usia dini (bayi), akan ditemukan adanya penyimpangan perkembangan
misalnya, keterlambatan bicara, tidak suka dipeluk atau digendong, hanya
menginginkan makanan dengan konsistensi
b. Perilaku terbatas dan berulang, seperti melambaikan tangan,memutas benda,
ketertarikan pada objek tertentu dan tidak menyukai perubahan lingkungan
attau rutinitas sehari-hari
c. Perilaku hiperaktif seperti mengamuk, berteriak,memukul,menggigit,
mencakar.
d. Perilaku hipoaktif seperti gangguan bicara, perilaku kurang bersosialisasi,
menarik diri, acuh tak acuh, melamun,apatis dan menangis.
e. Mengalami kesulitan berkomunikasi,meskipun dapat berbicara dengan baik
karena tidak tahu kapan giliran berbicara,memilih topik pembicaraan,atau
melihat lawan bicara.
f. Memiliki masalah dengan komunikasi non-verbal, tidak menunjukkan atau
menggunakan Gerakan tubuh untuk menyapaikan keinginannya.
g. Ganggguan sensorik seperti menutup telingan pada suara keras, menangis
setiap kali mencuci rambut,suka menjilat atau mencium mainan.

Gambar Gejala klinis Autisme (sumber : diction.id)


6. Pemeriksaan Diagnostic Autisme
a. Anamnesis
Anamnesis dapat dilakukan pada anak dengan ASD maupun orang tua
pasien. Dokter harus secara aktif bertanya tentang tanda dan gejala kondisiini.
Hal-hal yang perlu diperiksa dalam anamnesis adalah riwayat kesehatan
umum seperti riwayat kehamilan dan persalinan, riwayat penyakit fisik dan
mental yang pernah atau sedang dialami, riwayat kejangatau kelainan
neurologis lainnya, serta riwayat keluarga
b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang perlu dilakukan pada pasien anak dengan
gangguan ASD yaitu pemeriksaan antropometri, pertumbuhan,gangguan
dismorfik tubuh,tanda gejala neurologis,serta evaluasi adanya kelainan kulit.
c. Pemeriksaan perilaku
Pemeriksaan perilaku pada anak dengan ASD meliputi tiga domain,
yaitu keterampilan interaksi sosial, keterampilan komunikasi dan bahasa, dan
perilaku berulang (repetitif). Pemeriksaan perilaku harus dilakukan
berdasarkan pada pengamatan langsung (observasi), laporan dari orang tuadan
guru, serta harus menggunakan berbagai sumber informasi.
d. Pemeriksaan Kemampuan Interaksi Sosial

Pemeriksaan kemampuan interaksi sosial dapat dilakukan melalui


wawancara atau menggunakan instrumen. Berikut ini adalah beberapa
instrumen yang telah dikembangkan untuk mendiagnosa gangguan spektrum
autisme pada anak.

1) Childhood Autism Rating Scale (CARS)

CARS adalah skala penilaian 15 item yang dilakukan oleh


dokter untuk menilai perilaku yang sering muncul pada anak dengan
gangguan spektrum autisme. Kuesioner CARS menilai adanya
keterbatasan minat dan perilaku berulang, sehingga dapat
mengidentifikasi anak yang menderita autisme.

2) The Quantitative Checklist for Autism in Toddlers (QCHAT)

QCHAT memiliki 25 elemen yang digunakan untuk menilai


karakteristik autis seperti emosional, komunikatif, perilaku, dan
ucapan. Alat skrining ini dapat merekam intensitas ciri autis yang
diamati pada skala 5 poin (0–4) dengan 0 sebagai yang terendah dan 4
sebagai yang tertinggi
3) The Ages and Stages Questionnaire, Third Edition (ASQ-3)

ASQ-3 merupakan salah satu screening tools yang


direkomendasikan oleh AAP. ASQ-3 ini mengukur 5 domain yaitu
komunikasi, motorik kasar, motorik halus, keterampilan pribadi-sosial,
dan pemecahan masalah. ASQ-3 memiliki sifat psikometrik yang kuat
(85% sensitivitas dan 86% spesifisitas) untuk mengidentifikasi anak-
anak dengan keterlambatan perkembangan.
e. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang lainnya seperti pemeriksaan genetik,
elektroensefalografi (EEG), audiometri, pencitraan otak, dan tes metabolik
yang sesuai mungkin dapat berguna tergantung pada sifat kasusnya
7. Penatalaksanaan Medis
a) Terapi Biomedik
Terapi biomedis terdiri dari pemberian obat-obatan kepada anak autis
dari psikiater anak. Jenis obat, suplemen gizi dan vitamin yang sering
digunakan saat ini antara lain risperidone, ritalin, haloperidol, pyrodoxine,
DMG, TMG, magnesium, omega-3 dan omega-6 dan sebagainya.
b) Terapi Fisik (Fisioterapi)
Terapi fisik pada anak autis bertujuan untuk mengembangkan,
memelihara dan mengembalikan fungsi gerak dan anggota tubuh secara
maksimal sepanjang hidupnya. Dalam terapi ini, seorang terapis harusdapat
mengembangkan kemampuan motorik anak seoptimal mungkin, seperti
menekuk kaki, menekuk lengan, membungkuk hingga berdiri seimbang, serta
berjalan hingga berlari.
c) Applied Behavioural Analysis (ABA)

Terapi ABA adalah terapi manajemen perilaku. Sutadi (Ardina, 2018)


menjelaskan tentang disiplin mengajar dan terus-menerus menerapkannya
untuk meningkatkan perilaku secara signifikan. Terapi ABA akan memberikan
hasil yang optimal jika dilakukan sejak dini, intensif, konsisten dengan peran
aktif orang tua dan terapis. Tujuan terapi ABA adalah memberikan penguatan
positif ketika anak dapat merespon terapis dengan benar dan sesuai instruksi
yang diberikan.

d) Terapi Bermain

Menurut Puspaningrum (Arifadhi et al., 2019), terapi bermain adalah


penggunaan pola permainan sebagai sarana efektif untuk kebebasan eksplorasi
dan ekspresi diri. Bermain adalah bagian dari masa kanak-kanak yang
merupakan wahana ekspresi bahasa, keterampilan komunikasi, perkembangan
emosi, keterampilan sosial, keterampilan pengambilan keputusan dan
perkembangan kognitif pada anak.

e) Terapi Visual

Menurut Dian Nafi (Wardhani, 2020), anak-anak dengan autisme


adalah pembelajar visual. Mereka merasa sulit untuk berpikir secara abstrak,
sehingga seringkali kesulitan untuk berkomunikasi. Terapi visual
menggunakan gambar, foto atau teks akan membantu mengatasi hambatan
komunikasi ini. Melalui visualisasi, pemahaman anak terhadap konsep-
konsep tertentu menjadi lebih konkret dibandingkan dengan ucapan lisan.
Selain itu, visualisasi dapat mengajarkan anak untuk mandiri, menjelaskan
pentingnya suara lain, meningkatkan pemahaman anak terhadaplingkungan,
memanfaatkan daya visual anak yang kuat dan gambar yang jelas dapat
membuat anak lebih fokus.

f) Terapi Wicara

Perubahan neurologis pada anak autis membuat mereka sulit untuk


berbicara, sehingga sulit untuk berkomunikasi dengan orang lain. Salah satu
upaya untuk mengatasi kesulitan berbahasa tersebut adalah dengan terapi
wicara. Terapi wicara dilakukan dengan menggunakan dua latihan utama.
Latihan pertama adalah melatih dan mengoptimalkan gerakan mulut agar
dapat mengeluarkan suara dan berbicara. Latihan kedua dari terapi wicara
adalah pengembangan pemahaman wicara dan ekspresi wicara.

g) Terapi Sensori

Terapi sensori biasanya mencakup panca indera, sendi, otot, dan fisik
agar memiliki efek positif pada penderita autisme. Terapi sensori ini dapat
diwujudkan dalam berbagai kegiatan seperti terapi fisik, latihan, pendengaran
dan pelatihan pendengaran. Biasanya, terapis menggunakan ayunan,
memberikan sentuhan taktil, dan menyesuaikan dengan kebutuhananak autis.

h) Terapi Okupasi

Menurut Irawan (Mahdalena et al., 2020), terapi okupasi merupakan


terapi yang melatih gerakan halus tangan dan integrasi gerakan dasar yang
telah dikuasai dengan alat dan permainan yang sesuai. Terapi okupasi
dilakukan untuk memperkuat, serta meningkatkan koordinasi dan
keterampilan otot pada anak autis.

i) Terapi Diet Casein dan Gluten

Menurut Oktavia dan Dewi (2020), terapi diet Casein free gluten free
(CFGF) merupakan terapi yang ditujukan untuk memperbaiki gangguan
metabolisme pada anak dengan autisme, terapi diet CFGF ini merupakan
bagian dari implementasi terapi biomedis pada anak autis, berupa pengaturan
pola makan, menghindari makanan bahan utama berupa susu sapi (coklat, es
krim, roti) dan gandum.

8. Komplikasi

Beberapa anak autis tumbuh dengan menjalani kehidupan normal atau


mendekati normal. Anak-anak dengan kemunduran kemampuan bahasa di awal
kehidupan,biasanya sebelum usia 3 tahun, mempunyai resiko epilepsy atau aktivitas
kejang otak. Selama masa remaja,beberapa anak dengan autisme dapat menjadi
depresi atau mengalami masalah perilaku.

Beberapa komplikasi yang dapat muncul pada penderita autisme antara lain :

I. Masalah sensorik

Pasien dengan autisme dapat sangat sensitife terhadap input sensorik.


Sensasi biasa dapat menimbulkan ketidaknyamanan emosi. Kadang-kadang,
pasien autis tidak berespon terhadap beberapa sensasi yang ekstrim, antara lain
panas,dingin atau nyeri.
II. Kejang

Kejang merupakan komponen yang sangat umum dari autism. Kejang


sering dimulai pada anak-anak autis muda atau remaja.

III. Masalah kesehatan mental

Menurut national autistic society, orang dengan ASD rentan terhadap


depresi, kecemasan, perilaku impulsive dan perubahan suasana hati

IV. Tuberous sclerosis

Gangguan langka ini menyebabkan tumor jinak tumbuh di organ,


termasuk otak. Hubungan antara sclerosis tuberus dan autism tidak
jelas,namun tingkat autism jauh lebih tinggi di antara anak-anak dengan
tuberous sclerosis dibandingkan mereka yang tanpa kondisi tersebut.

B KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN

Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar dari proses keperawatan.Pengkajian yang
cermat diperlukan untuk mengidentifikasi masalah pasien guna memastikan tindakan
keperawatan. Keberhasilan proses keperawatan sangat tergantung pada akurasi dan
ketelitian fase pengkajian.
a. Identitas Pasien
Pada tahan ini perawat perlu mengetahui identitas anak yang terdiri dari nama, nama
panggilan, umur, tanggal lahir, jenis kelamin.
b. Identitas Orang tua
Selain identitas pasien, perawat perlu mengetahui identitas orang tua pasien. Hal ini
disebabkan pasien yang masih anak-anak atau dibawah umur. Identitas orang tua terdiri
dari nama ayah dan ibu, umur, jenis kelamin, agama, suku, bahasa pendidikan,
pekerjaan, penghasilan, dan alamat.
c. Keluhan Utama
Pasien datang ke poli pediatri atau poli psikiatri dengan keluhan mengalami hambatan
dalam berkomunikasi dan bersosialisasi dengan orang lain.
d. Riwayat Penyakit Sekarang
Pengkajian riwayat penyakit sekarang dilakukan dengan mengajukan beberapa
pertanyaan mengenai upaya yang telah dilakukan oleh orang tua pasien dan terapi apa
yang diberikan kepada pasien. Hal ini dilakukan untuk mendukung keluhan utama
pasien.
e. Riwayat Kesehatan Dahulu
Pengkajian penyakit yang pernah dialami pasien yang memungkinkan adanya
hubungan atau menjadi predisposisi keluhan sekarang. Contohnya seperti apakah
pasien memiliki riwayat penyakit misalnya obesitas, lalu tanyakan juga mengenai
riwayat operasi, riwayat alergi, dan riwayat imunisasi.
f. Riwayat Perinatal
Dalam Riwayat perinatal ini dituliskan riwayat antenatal, intranatal, dan post natal.
Riwayat antenatal seperti apakah ibu memiliki riwayat meminum obat-obatan,
merokok dan minum alkohol. Riwayat intranatal seperti lama persalinan, komplikasi
persalinan, terapi yang diberikan, tempat dan cara melahirkan. Selanjutnya riwayat post
natal misalnya prematuritas, skor APGAR, hiperbilirubinemia, berat badan lahir rendah
(BBLR), ensefalopati dan cacat lahir.
g. Riwayat Kesehatan Keluarga
Tanyakan kepada keluarga pasien bagimana lingkungan rumah serta apakah ada
keluarga yang memiliki penyakit yang sama dengan atau memiliki penyakit keturunan
dari keluarga pasien. Serta buat genogram dari keluarga pasien.
h. Pemeriksaan Tingkat Perkembangan
Tanyakan pada keluarga apakah ada tidaknya gangguan perkembangan terkait adaptasi
sosial, motorik kasar dan halus, serta hambatan penggunaan bahasa pada pasien
sebelum di rawat inap.
i. Keadaan Lingkungan yang mempengaruhi timbulnya penyakit
Tanyakan pada keluarga terkait kondisi lingkungan yang mempengaruhi timbulnya
penyakit, contohnya paparan zat toksik seperti timbal.
j. Pola Fungsi Kesehatan

1) Pola Persepsi dan Tata Laksana

Kaji pasien mengenai status kesehatan anak sejak lahir, pemeriksaan kesehatan
secara rutin, imunisasi, penyakit yang menyebabkan anak absen dari sekolah,
kebiasaan merokok orang tua, praktek pencegahan kecelakaan (pakaian, menukar
popok), praktek keamanan orang tua (produk rumah tangga, menyimpan obat-
obatan).
2) Pola Nutrisi & Metabolisme

Kaji pasien dan ibu pasien mengenai kebiasaan pemberian ASI/PASI, jumlah
minum, kekuatan menghisap, jumlah makanan dan kudapan, jenis dan jumlah
(makanan dan minuman) adakahtambahan vitamin, pola makan 3 hari terakhir atau
24 jam terakhir, porsi yang dihabiskan, nafsu makan, BB lahir dan BB saat ini serta
status nutrisi orang tua, apakah ada masalah atau tidak
3) Pola Eliminasi

Kaji kebiasaan pola defekasi (kesulitan, kebiasaan, ada darah atau tidak),
mengganti pakaian dalam/diapers pada bayi, pola eliminasi urine (frekuensi ganti
popok basah perhari, kekuatan keluarnya urine, bau, warna).
4) Pola Aktivitas / bermain (termasuk kebersihan diri)

Kelemahan dan cenderung mengantuk, ketidakmampuan atau kurang keinginan


untuk beraktivitas.
5) Pola Istirahat tidur

Kaji pasien mengenai kebiasaan tidur sehari-hari (jumlah waktu tidur, jam tidur
dan bangun, ritual menjelang tidur, lingkungan tidur, tingkat kesegaran). Data
pemeriksaan fisik (lesu, kantung mata, keadaan umum, mengantuk).
6) Pola Kognitif dan persepsi sensori

Kaji pasien mengenai gambaran tentang indra khusus (penglihatan, penciuman,


pendengaran, perasa, peraba), penggunaan alat bantu indra, persepsi
ketidaknyamanan nyeri (pengkajian nyeri secara komprehensif), keyakinan budaya
terhadap nyeri, tingkat pengetahuan terhadap nyeri dan pengetahuan untuk
mengontrol dan mengatasi nyeri, data pemeriksaan fisik (neurologis, yang
berhubungan ketidaknyamanan)
7) Pola Konsep diri

Kaji pasien mengenai keadaan sosisal: situasi keluarga, kelompok sosial, identitas
personal: penjelasan tentang diri sendiri, kekuatan dan kelemahan yang dimiliki,
keadaan fisik, segala sesuatu yang berkaitan dengan tubuh (yang disukai dan tidak),
harga diri: perasaan mengenai diri sendiri, ancaman terhadap konsep diri (sakit,
perubahan peran), riwayat berhubungan dengan masalah fisik dan ataupun
psikologi, data pemeriksaan fisik yang berkaitan (mengurung diri, murung, tidak
mau berinteraksi)
8) Pola Hubungan peran

Kaji struktur keluarga, masalah/stressor keluarga, interaksi antaraanggota keluarga,


respon anak/ bayi terhadap perpisahan, pola bermain anak apakah ketergantungan,
dan penyusuaian ketika berada.
9) Pola Seksual seksualitas

Kaji pasien mengenai gambaran perilaku seksual (perilaku seksualitas yang aman,
pelukan, sentuhan, dll), pengetahuan yang berhubungan dengan seksualitas dan
reproduksi, efek terhadap kesehatan, riwayat yang berhubungan dengan masalah
fisik dana tau psikologi, data pemeriksaan fisik yang berkaitan (KU. genetalia,
payudara, rectum)
10) Pola Mekanisme Koping

Kaji apa yang menyebabkan stress pada anak, tingkat stress dan toleransinya, serta
kaji cara penanganan masalah.
11) Personal Nilai dan Kepercayaan
Kaji pasien mengenai perkembangan moral anak, pemilihan prilaku, komitmen,
keyakinan akan kesehatan serta keyakinan agama.
k. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum
Tingkat kesadaran pasien perlu dikaji, bagaimana penampilan pasien secara umum,
ekspresi wajah pasien selama dilakukan anamnesa, sikap dan perilaku pasien
terhadap petugas, bagaimana mood pasien untuk mengetahui tingkat kecemasan dan
ketegangan pasien. Postur tubuh anak juga perlu dikaji

2) Tanda-Tanda Vital
Melakukan pemeriksaan tanda-tanda vital pada anak seperti tekanan darah, nadi,
respirasi, dan suhu tubuh. Selain itu juga perlu dilakukanpengukuran antropometri
seperti tinggi badan, berat badan, lingkar lengan, lingkar kepala, dan lingkar dada.

3) Kepala
Kaji terkait dengan bentuk kepala, kebersihan, serta danya lesi dan edema pada
kepala anak.

4) Leher
Kaji terkait dengan apakah terdapat pembesaran pada kelenjar tiroid.
5) Thorax / dada
a. Paru

- Inspeksi: Pada inspeksi harus diperhatikan kesimetrisan dadasaat inspirasi


maupun ekspirasi.
- Palpasi: Untuk melihat apakah fremitus vocal kanan dan kirisama, serta
apakah terdapat nyeri tekan pada dada.
- Perkusi :

- Auskultasi: Saat auskultasi perlu diperhatikan apakah terdapatsuara


tambahan seperti ronkhi atau mengi.
b. Jantung
- Inspeksi : Pada inspeksi perlu diperhatikan letak ictus cordis, normal berada
pada ICS-5 pada linea medio klavikula kiri selebar 1 cm. Pemeriksaan ini
bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya pembesaran jantung.

- Palpasi : Untuk menghitung frekuensi jantung (heart rate) harus diperhatikan


kedalaman dan teratur tidaknya denyut jantung.

- Perkusi : Untuk menentukan batas jantung dimana daerah jantung terdengar


pekak. Hal ini bertujuan untuk menentukan adakah pembesaran jantung atau
ventrikel kiri.

- Auskultasi : Untuk menentukan suara jantung I dan II tunggal atau gallop dan
adakah bunyi jantung III yang merupakan gejala payah jantung serta adakah
murmur yang menunjukkan adanya peningkatan arus turbulensi darah.
6) Abdomen
- Inspeksi: Apakah abdomen membuncit atau datar, tepi perut menonjol atau
tidak, umbilicus menonjol atau tidak, selain itu juga perlu di inspeksi ada
tidaknya benjolan-benjolan atau massa. Pada pasien tetanus biasanya
abdomen akan terlihat datar

- Auskultasi: Untuk mendengarkan suara peristaltik usus dimana nilai


normalnya 5-35 kali per menit.

- Palpasi: Adakah nyeri tekan abdomen, adakah massa (tumor, feces), turgor
kulit perut untuk mengetahui derajat hidrasi pasien, apakah hepar teraba.

- Perkusi: Abdomen normal tympani, adanya massa padat atau cairan akan
menimbulkan suara pekak (hepar, asites, vesikaurinarta, tumor).

7) Keadaan punggung
Pada punggung dilakukan pengkajian terkait dengan bentuknya simetris atau tidak,
apakah terdapat lesi dan edema.

8) Ekstremitas
Pada inspeksi perlu diperhatikan adakah edema peritibial. Selain itu, palpasi pada
kedua ekstremitas untuk mengetahui tingkat perfusi perifer serta dengan
pemerikasaan capillary refiltime. Dengan inspeksi dan palpasi dilakukan
pemeriksaan kekuatan otot kemudian dibandingkan antara kiri dan kanan.

9) Genetalia & Anus


Melakukan pengkajian terkait dengan bentuk genetalia anak, kebersihan organ
genetalia, serta apakah terdapat kelainan.

10) Pemeriksaan Neurologis


Pada inspeksi, tingkat kesadaran perlu dikaji. Di samping itu juga diperlukan
pemeriksaan GCS, apakah composmentis atau somnolen atau comma. Pemeriksaan
refleks patologis dan refleks fisiologisnya. Selain itu fungsi-fungsi sensoris juga
perlu dikajiseperti pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan dan pengecapan.

2. DIAGNOSIS KEPERAWATAN

a. Gangguan komunikasi verbal (D.0119) berhubungan dengan gangguan


neuromuskuler
b. Gangguan interaksi sosial (D.0118) berhubungan dengan hambatan
perkembangan
c. Gangguan persepsi sensori (D.0085) berhubungan dengan gangguanpengelihatan
dan pendengaran
d. Gangguan tumbuh kembang (D.0106) berhubungan dengan pertumbuhan fisik
terganggu
3. INTERVENSI KEPERAWATAN

No Diagnosis Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi Rasional


Setelah dilakukan Promosi Komunikasi: Defisit Promosi Komunikasi:
1 Gangguan
intervensi keperawatan Bicara (I.13492) Defisit Bicara
komunikasi selama …x… jam, (I.13492)
Observasi
verbal diharapkan komunikasi 1. Monitor kecepatan, Observasi
verbal (L.13118) klien 1. Untuk memonitor
(D.0119) tekanan, kualitas, volume,
dapat meningkat dengan kecepatan,
berhubungan kriteria hasil: dan diksi bicara
tekanan, kualitas,
dengan 1. Kemampuan bicara 2. Monitor proses kognitif ,
meningkat volume,dan diksi
gangguan anatomis dan fisiologis
2. Kesesuaian bicara
neuromuskuler. yang berkaitan dengan
ekspresi wajah
2. Untuk memonitor
atau tubuhmeningkat bicara
3. Kontak mata proses kognitif ,
3. Monitor frustasi, marah,
meningkat anatomis dan
depresi atau hallain yang
4. Afasia menurun fisiologis yang
5. Disfasia menurun mengganggu bicara.
berkaitan dengan
6. Apraksia menurun 4. Identifikasi perilaku
7. Respon perilaku bicara
emosional dan fisik
membaik 3. Untuk memonitor
8. Pemahaman komunikasi sebagai bentuk
frustasi, marah,
komunikasi membaik Terapeutik
5. Gunakan metode depresi atau hallain
komunikasi alternatif (mis: yang mengganggu
menulis, mata berkedip, bicara.
papan komunikasi dengan 4. Untuk
gambar dan huruf, isyarat mengidentifikasi
tangan dan computer) perilaku emosional
6. Sesuaikan gaya komunikasi dan fisik
dengan kebutuhan komunikasi
7. Modifikasi lingkungan sebagai bentuk
untuk meminimalkan Terapeutik
5. Supaya komunikasi
bantuan
berjalan efektif
8. Ulangi apa yang
6. Supaya komunikasi
disampaikan klien
sesuai dengan
9. Berikan dukungan
kebutuhan individu
psikologis
10. Gunakan juru bicara, jika 7. Untuk
perlu memodifikasi
Edukasi lingkungan untuk
11. Anjurkan berbicara meminimalkan
perlahan dan tubuh. bantuan
12. Ajarkan keluarga dan 8. Agar klien merasa
pasien proses kognitif , didengar
anatomis, fisiologis 9. Untuk memberikan
Kolaborasi dukungan
13. Rujuk ke ahli patologi psikologis
bicara atau therapis Edukasi
10. Agar klien
mengerti gunakan
pembicaraan yang
santai.
11. Agar keluarga dan
pasien tahu proses
kognitif , anatomis,
fisiologis
Kolaborasi
untuk merujuk ke ahli
patologi apabila
diperlukan
Setelah dilakukan Modifikasi Perilaku Modifikasi Perilaku
2 Gangguan
intervensi keperawatan Keterampilan Sosial Keterampilan Sosial
interaksi sosial selama …x… jam,
(I.13484) (I.13484)
(D.0118) diharapkan interaksi
sosial (L.13115) klien Observasi Observasi
berhubungan
dapat meningkat dengan 1. Identifikasi fokus pelatihan 1. Untuk
dengan kriteria hasil: keterampilan sosial mengidentifikasi
hambatan 1. Perasaan nyaman fokus pelatihan
Terapeutik
dengan situasi sosial keterampilan sosial
perkembangan.
meningkat 2. Motivasi untuk keterampilan Terapeutik
2. Perasaan mudah sosial
menerima atau 2. Untuk memotivasi
mengomunikasikan 3. Beri umpan balik positif
keterampilan sosial
perasaan meningkat terhadap kemampuan
sosialisasi 3. Supaya klien merasa
3. Responsif pada orang termotivasi
4. Libatkan keluarga pelatihan
lain meningkat
berlatih selama latihan 4. Agar keluarga
4. Perasaan tertarik pada
keterampilan sosial terlibat dalam
orang lain meningkat
Edukasi latihan klien
5. Minat melakukan
Edukasi
kontak emosi 5. Edukasi dukungan
meningka keterampilan sosial 5. Agar klien
mengethaui edukasi
6. Latih keterampilan social
secara bertahap 6. Untuk melatih
keterampilan social
secara bertahap
Minimalisasi Rangsangan Minimalisasi
3 Gangguan Setelah dilakukan
(I.08241) Rangsangan (I.08241)
persepsi intervensi keperawatan
Observasi Observasi
sensori selama …x… jam,
1. Periksa status mental, 1. Untuk memeriksa
(D.0085) diharapkan persepsi
status sensori, dan tingkat status mental,
berhubungan sensori (L.13115) klien
kenyamanan status sensori, dan
dengan dapat meningkat dengan
Terapeutik tingkat
gangguan kriteria hasil:
kenyamanan
pengelihatan 2. Diskusikan tingkat
1. Verbalisasi
Terapeutik
dan toleransi terhadap beban
mendengar bisikan
pendengaran. sensori (mis. bising, terlalu 2. Untuk
menurun
terang) mendiskusikan
2. Verbalisasi melihat
3. Batasi stimulus lingkungan tingkat toleransi
bayangan menurun
(mis. cahaya, suara, terhadap beban
3. Verbalisasi
aktivitas) sensori (mis.
merasakan sesuatu
4. Jadwalkan aktivitas harian bising, terlalu
melalui indra
dan waktu istirahat terang)
perabaan menurun
5. Kombinasikan prosedur 3. Agar dibatasi
4. Verbalisasi
Tindakan dalam satu waktu stimulus
merasakan sesuatu
Edukasi lingkungan (mis.
melalui indra
6. Ajarkan cara cahaya, suara,
pengecapan menurun
meminimalisasi stimulus aktivitas)
5. Mondar mandir
(mis. mengatur 4. Agar pasien
menurun
pencahayaan ruangan, terbiasa dengan
6. Respons sesuai
mengurangi kebisingan, Jadwal aktivitas
stimulus membaik
membatasi kunjungan) harian dan waktu
Kolaborasi istirahat
7. Kolaborasi pemberian 5. Agar klien tidak
obat yang mempengaruhi bosan
persepsi stimulus Edukasi
6. Supaya pasien tahu
cara meminimalisir
stimulus
Kolaborasi

Untuk mengkolaborasi
pemberian obat yang
mempengaruhi
persepsi stimulus
Setelah dilakukan Perawatan Perkembangan Perawatan
4 Gangguan
(I.10339) Perkembangan
intervensi keperawatan
tumbuh (I.10339)
Observasi
selama 3x24 jam,
kembang Observasi
1. Identifikasi pencapaian
diharapkan status
(D.0106) tugas perkembangan anak 1. Untuk
perkembangan (L.10101) Mengidentifikasi
berhubungan Terapeutik
pencapaian tugas
klien dapat meningkat
dengan 2. Sediakan aktivitas yang perkembangan
dengan kriteriahasil: memotivasi anak anak
pertumbuhan
berinteraksi dengan anak
1. Keterampilan/perilaku Terapeutik
fisik terganggu. lainnya
sesuai usia meningkat
2. Agar memotivasi
3. Dukung anak
2. Kemampuan anak berinteraksi
mengekspresikan diri
dengan anak lainnya
melakukan melalui penghargaan positif
atau umpan balik atau 3. Agar anak mampu
perawatan diri
usahanya. mengekspresikan
meningkat Edukasi diri melalui
penghargaan positif
3. Respon sosial 4. Anjurkan orang tua
atau umpan balik
meningkat. berinteraksi dengan anaknya
atau usahanya.
4. Kontak mata
5. Ajarkan anak ketrampilan Edukasi
meningkat
berinteraksi
4. Agar orang tua lebih
Kolaborasi dekat dengan
anaknya
6. Rujuk untuk konseling, jika
perlu 5. Agar anak terbiasa
dengan ketrampilan
berinteraksi
Kolaborasi
Agar dirujuk untuk
konseling, jika perlu
DAFTAR PUSTAKA

Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI), Edisi
1, Jakarta, PersatuanPerawat Indonesia

Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), Edisi
1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), Edisi 1,
Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Afdhal, M. 2022. Peningkatan Kemampuan Mengenal Huruf Melalui Permainan Puzzle Huruf
pada Murid Autis Kelas II di SLB Arnadya Makassar. Skripsi. Fakultas Ilmu Pendidikan,
Universitas Negeri Makassar.
Kalalo, R. T., Yuniar, S. 2019. Gangguan Spektrum Autisme: Informasi untuk Orang Tua dalam
Bentuk Modul Psikoedukasi. Surabaya: Penerbit Airlangga University Press.
Koesdiningsih, T., Basoeki, L., Febriyana, N., Maramis, M., M. 2018. Pengaruh Penggunaan
Visual Support Terhadap Perbaikan Klinis Anak dengan Austism Spectrum Disorder
(ASD). Jurnal Berkala Epidemiologi, 7(1), 77-84.
Nindi, dkk. (2020). Asuhan Keperawatan (ASKEP) pada Anak Autisme. Bandung: Universitas
Aisyah Bandung. https://www.scribd.com/document/498139986/ASUHAN-
KEPERAWATAN-ANAK-AUTISME-KELOMPOK-8
Pasaribu, S. F., Siahaan, G., Lestrina, D., & Manggabarani, S. 2019. Hubungan Asupan Vitamin
A dan C Dengan Kadar Timbal (Pb) pada Rambut dan Manifestasi Klinik Penyandang
Autis. Jurnal Dunia Gizi, 2(1), 43-49.
Sabaria, S. 2019. Strategi guru PAI dalam meningkatkan kemampuan psikomotorik siswa autis
di SLB Negeri Curup Rejang Lebong. Annizom, 4(2).

Anda mungkin juga menyukai