AUTISME
Oleh Kelompok 6:
3B S.Tr Keperawatan
Keracunan
Pertus Lama Genetik
Autisme
Keterlambatan dalam
berbahasa Mengabaikan dan Pertumbuhan Sensitif terhadap
menghindari orang fisik terganggu cahaya dan menutup
lain telinga bila
Bicara monoton dan tidak
mendengar suara
dimengerti orang lain
Ketidakmampuan
Acuh tak acuh terhadap fisik
Gangguan lingkungan dan orang
Komunikasi lain Gangguan Persepsi
Gangguan Sensori
Verbal
Perilaku tidak wajar Tumbuh
Kembang
Gangguan
Interaksi Sosial
4. Klasifikasi
Klasifikasi Autisme menurut beberapa ahli yaitu:
• Menurut Widyawati dalam Afdhal (2022), autisme diklasifikasikan menurut
waktu timbulnya gangguan:
1. Autisme Infantile, merupakan istilah yang digunakan untuk menyebut anak
autis yang menunjukkan kelainan sejak lahir.
2. Autisme Faksasi, merupakan anak autis yang lahir secara normal, tetapi
setelah berusia dua sampai tiga tahun menunjukkan tanda-tanda autisme.
• Menurut Sabaria (2018), berdasarkan tingkat gejalanya, autisme dibedakan
menjadi 3 yaitu:
1. Autisme Ringan: Dalam kondisi ini, anak autis masih melakukan kontak
mata, meskipun tidak berlangsung lama. Anak dengan autism ringan
mungkin dapat memberikan sedikit respon jika dipanggil dengan nama,
menunjukkan ekspresi wajah, dan komunikasi dua arah meskipun hanya
sesekali.
2. Autisme Sedang: Dalam kondisi ini, anak autis masih sedikit melakukan
kontak mata tetapi tidak merespon saat dipanggil namanya. Tindakan agresif
atau hiperaktif, menyakiti diri sendiri, ketidakpedulian, dan gangguan
gerakan stereopik cenderung sedikit sulit dikendalikan, tetapi masih dapat
dikelola.
3. Autisme Berat: Anak autis dalam kategori ini menunjukkan tindakan yang
sangat tidak terkendali. Biasanya, anak autis membenturkan kepalanya ke
tembok berulang kali dan terus menerus tanpa henti. Ketika orang tua
mencoba untuk mencegah hal ini, anak dengan autism berat tidak akan
merespon dan terus melakukannya, bahkan ketika sudah bisa digendong
oleh orang tua, anak autis tetap memukul kepalanya. Anak berhenti hanya
setelah dia merasa lelah, dan segera tertidur.
• Menurut YPAC dalam Pasaribu (2019) berikut ini adalah klasifikasi autisme
berdasarkan intelektual:
1. Autisme dengan keterbelakangan mental sedang sampai berat (IQ < 50)
memiliki prevalensi 60% dari anak dengan autisme.
2. Autisme dengan keterbelakangan mental ringan (IQ 50-70) memiliki
prevalensi 20% dari anak dengan autisme.
3. Autisme yang tidak memiliki keterbelakangan mental (kecerdasan > 70)
memiliki prevalensi 20% dari anak dengan autisme.
5. Gejala Klinis
a. Pada usia dini (bayi), akan ditemukan adanya penyimpangan perkembangan
misalnya, keterlambatan bicara, tidak suka dipeluk atau digendong, hanya
menginginkan makanan dengan konsistensi
b. Perilaku terbatas dan berulang, seperti melambaikan tangan,memutas benda,
ketertarikan pada objek tertentu dan tidak menyukai perubahan lingkungan
attau rutinitas sehari-hari
c. Perilaku hiperaktif seperti mengamuk, berteriak,memukul,menggigit,
mencakar.
d. Perilaku hipoaktif seperti gangguan bicara, perilaku kurang bersosialisasi,
menarik diri, acuh tak acuh, melamun,apatis dan menangis.
e. Mengalami kesulitan berkomunikasi,meskipun dapat berbicara dengan baik
karena tidak tahu kapan giliran berbicara,memilih topik pembicaraan,atau
melihat lawan bicara.
f. Memiliki masalah dengan komunikasi non-verbal, tidak menunjukkan atau
menggunakan Gerakan tubuh untuk menyapaikan keinginannya.
g. Ganggguan sensorik seperti menutup telingan pada suara keras, menangis
setiap kali mencuci rambut,suka menjilat atau mencium mainan.
d) Terapi Bermain
e) Terapi Visual
f) Terapi Wicara
g) Terapi Sensori
Terapi sensori biasanya mencakup panca indera, sendi, otot, dan fisik
agar memiliki efek positif pada penderita autisme. Terapi sensori ini dapat
diwujudkan dalam berbagai kegiatan seperti terapi fisik, latihan, pendengaran
dan pelatihan pendengaran. Biasanya, terapis menggunakan ayunan,
memberikan sentuhan taktil, dan menyesuaikan dengan kebutuhananak autis.
h) Terapi Okupasi
Menurut Oktavia dan Dewi (2020), terapi diet Casein free gluten free
(CFGF) merupakan terapi yang ditujukan untuk memperbaiki gangguan
metabolisme pada anak dengan autisme, terapi diet CFGF ini merupakan
bagian dari implementasi terapi biomedis pada anak autis, berupa pengaturan
pola makan, menghindari makanan bahan utama berupa susu sapi (coklat, es
krim, roti) dan gandum.
8. Komplikasi
Beberapa komplikasi yang dapat muncul pada penderita autisme antara lain :
I. Masalah sensorik
1. PENGKAJIAN
Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar dari proses keperawatan.Pengkajian yang
cermat diperlukan untuk mengidentifikasi masalah pasien guna memastikan tindakan
keperawatan. Keberhasilan proses keperawatan sangat tergantung pada akurasi dan
ketelitian fase pengkajian.
a. Identitas Pasien
Pada tahan ini perawat perlu mengetahui identitas anak yang terdiri dari nama, nama
panggilan, umur, tanggal lahir, jenis kelamin.
b. Identitas Orang tua
Selain identitas pasien, perawat perlu mengetahui identitas orang tua pasien. Hal ini
disebabkan pasien yang masih anak-anak atau dibawah umur. Identitas orang tua terdiri
dari nama ayah dan ibu, umur, jenis kelamin, agama, suku, bahasa pendidikan,
pekerjaan, penghasilan, dan alamat.
c. Keluhan Utama
Pasien datang ke poli pediatri atau poli psikiatri dengan keluhan mengalami hambatan
dalam berkomunikasi dan bersosialisasi dengan orang lain.
d. Riwayat Penyakit Sekarang
Pengkajian riwayat penyakit sekarang dilakukan dengan mengajukan beberapa
pertanyaan mengenai upaya yang telah dilakukan oleh orang tua pasien dan terapi apa
yang diberikan kepada pasien. Hal ini dilakukan untuk mendukung keluhan utama
pasien.
e. Riwayat Kesehatan Dahulu
Pengkajian penyakit yang pernah dialami pasien yang memungkinkan adanya
hubungan atau menjadi predisposisi keluhan sekarang. Contohnya seperti apakah
pasien memiliki riwayat penyakit misalnya obesitas, lalu tanyakan juga mengenai
riwayat operasi, riwayat alergi, dan riwayat imunisasi.
f. Riwayat Perinatal
Dalam Riwayat perinatal ini dituliskan riwayat antenatal, intranatal, dan post natal.
Riwayat antenatal seperti apakah ibu memiliki riwayat meminum obat-obatan,
merokok dan minum alkohol. Riwayat intranatal seperti lama persalinan, komplikasi
persalinan, terapi yang diberikan, tempat dan cara melahirkan. Selanjutnya riwayat post
natal misalnya prematuritas, skor APGAR, hiperbilirubinemia, berat badan lahir rendah
(BBLR), ensefalopati dan cacat lahir.
g. Riwayat Kesehatan Keluarga
Tanyakan kepada keluarga pasien bagimana lingkungan rumah serta apakah ada
keluarga yang memiliki penyakit yang sama dengan atau memiliki penyakit keturunan
dari keluarga pasien. Serta buat genogram dari keluarga pasien.
h. Pemeriksaan Tingkat Perkembangan
Tanyakan pada keluarga apakah ada tidaknya gangguan perkembangan terkait adaptasi
sosial, motorik kasar dan halus, serta hambatan penggunaan bahasa pada pasien
sebelum di rawat inap.
i. Keadaan Lingkungan yang mempengaruhi timbulnya penyakit
Tanyakan pada keluarga terkait kondisi lingkungan yang mempengaruhi timbulnya
penyakit, contohnya paparan zat toksik seperti timbal.
j. Pola Fungsi Kesehatan
Kaji pasien mengenai status kesehatan anak sejak lahir, pemeriksaan kesehatan
secara rutin, imunisasi, penyakit yang menyebabkan anak absen dari sekolah,
kebiasaan merokok orang tua, praktek pencegahan kecelakaan (pakaian, menukar
popok), praktek keamanan orang tua (produk rumah tangga, menyimpan obat-
obatan).
2) Pola Nutrisi & Metabolisme
Kaji pasien dan ibu pasien mengenai kebiasaan pemberian ASI/PASI, jumlah
minum, kekuatan menghisap, jumlah makanan dan kudapan, jenis dan jumlah
(makanan dan minuman) adakahtambahan vitamin, pola makan 3 hari terakhir atau
24 jam terakhir, porsi yang dihabiskan, nafsu makan, BB lahir dan BB saat ini serta
status nutrisi orang tua, apakah ada masalah atau tidak
3) Pola Eliminasi
Kaji kebiasaan pola defekasi (kesulitan, kebiasaan, ada darah atau tidak),
mengganti pakaian dalam/diapers pada bayi, pola eliminasi urine (frekuensi ganti
popok basah perhari, kekuatan keluarnya urine, bau, warna).
4) Pola Aktivitas / bermain (termasuk kebersihan diri)
Kaji pasien mengenai kebiasaan tidur sehari-hari (jumlah waktu tidur, jam tidur
dan bangun, ritual menjelang tidur, lingkungan tidur, tingkat kesegaran). Data
pemeriksaan fisik (lesu, kantung mata, keadaan umum, mengantuk).
6) Pola Kognitif dan persepsi sensori
Kaji pasien mengenai keadaan sosisal: situasi keluarga, kelompok sosial, identitas
personal: penjelasan tentang diri sendiri, kekuatan dan kelemahan yang dimiliki,
keadaan fisik, segala sesuatu yang berkaitan dengan tubuh (yang disukai dan tidak),
harga diri: perasaan mengenai diri sendiri, ancaman terhadap konsep diri (sakit,
perubahan peran), riwayat berhubungan dengan masalah fisik dan ataupun
psikologi, data pemeriksaan fisik yang berkaitan (mengurung diri, murung, tidak
mau berinteraksi)
8) Pola Hubungan peran
Kaji pasien mengenai gambaran perilaku seksual (perilaku seksualitas yang aman,
pelukan, sentuhan, dll), pengetahuan yang berhubungan dengan seksualitas dan
reproduksi, efek terhadap kesehatan, riwayat yang berhubungan dengan masalah
fisik dana tau psikologi, data pemeriksaan fisik yang berkaitan (KU. genetalia,
payudara, rectum)
10) Pola Mekanisme Koping
Kaji apa yang menyebabkan stress pada anak, tingkat stress dan toleransinya, serta
kaji cara penanganan masalah.
11) Personal Nilai dan Kepercayaan
Kaji pasien mengenai perkembangan moral anak, pemilihan prilaku, komitmen,
keyakinan akan kesehatan serta keyakinan agama.
k. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum
Tingkat kesadaran pasien perlu dikaji, bagaimana penampilan pasien secara umum,
ekspresi wajah pasien selama dilakukan anamnesa, sikap dan perilaku pasien
terhadap petugas, bagaimana mood pasien untuk mengetahui tingkat kecemasan dan
ketegangan pasien. Postur tubuh anak juga perlu dikaji
2) Tanda-Tanda Vital
Melakukan pemeriksaan tanda-tanda vital pada anak seperti tekanan darah, nadi,
respirasi, dan suhu tubuh. Selain itu juga perlu dilakukanpengukuran antropometri
seperti tinggi badan, berat badan, lingkar lengan, lingkar kepala, dan lingkar dada.
3) Kepala
Kaji terkait dengan bentuk kepala, kebersihan, serta danya lesi dan edema pada
kepala anak.
4) Leher
Kaji terkait dengan apakah terdapat pembesaran pada kelenjar tiroid.
5) Thorax / dada
a. Paru
- Auskultasi : Untuk menentukan suara jantung I dan II tunggal atau gallop dan
adakah bunyi jantung III yang merupakan gejala payah jantung serta adakah
murmur yang menunjukkan adanya peningkatan arus turbulensi darah.
6) Abdomen
- Inspeksi: Apakah abdomen membuncit atau datar, tepi perut menonjol atau
tidak, umbilicus menonjol atau tidak, selain itu juga perlu di inspeksi ada
tidaknya benjolan-benjolan atau massa. Pada pasien tetanus biasanya
abdomen akan terlihat datar
- Palpasi: Adakah nyeri tekan abdomen, adakah massa (tumor, feces), turgor
kulit perut untuk mengetahui derajat hidrasi pasien, apakah hepar teraba.
- Perkusi: Abdomen normal tympani, adanya massa padat atau cairan akan
menimbulkan suara pekak (hepar, asites, vesikaurinarta, tumor).
7) Keadaan punggung
Pada punggung dilakukan pengkajian terkait dengan bentuknya simetris atau tidak,
apakah terdapat lesi dan edema.
8) Ekstremitas
Pada inspeksi perlu diperhatikan adakah edema peritibial. Selain itu, palpasi pada
kedua ekstremitas untuk mengetahui tingkat perfusi perifer serta dengan
pemerikasaan capillary refiltime. Dengan inspeksi dan palpasi dilakukan
pemeriksaan kekuatan otot kemudian dibandingkan antara kiri dan kanan.
2. DIAGNOSIS KEPERAWATAN
Untuk mengkolaborasi
pemberian obat yang
mempengaruhi
persepsi stimulus
Setelah dilakukan Perawatan Perkembangan Perawatan
4 Gangguan
(I.10339) Perkembangan
intervensi keperawatan
tumbuh (I.10339)
Observasi
selama 3x24 jam,
kembang Observasi
1. Identifikasi pencapaian
diharapkan status
(D.0106) tugas perkembangan anak 1. Untuk
perkembangan (L.10101) Mengidentifikasi
berhubungan Terapeutik
pencapaian tugas
klien dapat meningkat
dengan 2. Sediakan aktivitas yang perkembangan
dengan kriteriahasil: memotivasi anak anak
pertumbuhan
berinteraksi dengan anak
1. Keterampilan/perilaku Terapeutik
fisik terganggu. lainnya
sesuai usia meningkat
2. Agar memotivasi
3. Dukung anak
2. Kemampuan anak berinteraksi
mengekspresikan diri
dengan anak lainnya
melakukan melalui penghargaan positif
atau umpan balik atau 3. Agar anak mampu
perawatan diri
usahanya. mengekspresikan
meningkat Edukasi diri melalui
penghargaan positif
3. Respon sosial 4. Anjurkan orang tua
atau umpan balik
meningkat. berinteraksi dengan anaknya
atau usahanya.
4. Kontak mata
5. Ajarkan anak ketrampilan Edukasi
meningkat
berinteraksi
4. Agar orang tua lebih
Kolaborasi dekat dengan
anaknya
6. Rujuk untuk konseling, jika
perlu 5. Agar anak terbiasa
dengan ketrampilan
berinteraksi
Kolaborasi
Agar dirujuk untuk
konseling, jika perlu
DAFTAR PUSTAKA
Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI), Edisi
1, Jakarta, PersatuanPerawat Indonesia
Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), Edisi
1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), Edisi 1,
Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Afdhal, M. 2022. Peningkatan Kemampuan Mengenal Huruf Melalui Permainan Puzzle Huruf
pada Murid Autis Kelas II di SLB Arnadya Makassar. Skripsi. Fakultas Ilmu Pendidikan,
Universitas Negeri Makassar.
Kalalo, R. T., Yuniar, S. 2019. Gangguan Spektrum Autisme: Informasi untuk Orang Tua dalam
Bentuk Modul Psikoedukasi. Surabaya: Penerbit Airlangga University Press.
Koesdiningsih, T., Basoeki, L., Febriyana, N., Maramis, M., M. 2018. Pengaruh Penggunaan
Visual Support Terhadap Perbaikan Klinis Anak dengan Austism Spectrum Disorder
(ASD). Jurnal Berkala Epidemiologi, 7(1), 77-84.
Nindi, dkk. (2020). Asuhan Keperawatan (ASKEP) pada Anak Autisme. Bandung: Universitas
Aisyah Bandung. https://www.scribd.com/document/498139986/ASUHAN-
KEPERAWATAN-ANAK-AUTISME-KELOMPOK-8
Pasaribu, S. F., Siahaan, G., Lestrina, D., & Manggabarani, S. 2019. Hubungan Asupan Vitamin
A dan C Dengan Kadar Timbal (Pb) pada Rambut dan Manifestasi Klinik Penyandang
Autis. Jurnal Dunia Gizi, 2(1), 43-49.
Sabaria, S. 2019. Strategi guru PAI dalam meningkatkan kemampuan psikomotorik siswa autis
di SLB Negeri Curup Rejang Lebong. Annizom, 4(2).