Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH

SAMPLING AUDIT DALAM PENGUJIAN SUBSTANTIF


Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Auditing I

Dosen Pengampu : Yuniati S.E., M.Ak.

Disusun oleh:

Yasmine Siti Ghefira Putri

210312140

21AKSA

PROGRAM STUDI AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANDUNG

2023
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan penulis kemudahan dalam
menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Shalawat serta salam semoga senantiasa
dilimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarganya, sahabat serta
pengikutnya sampai akhir zaman.

Penulis mengucapkan rasa syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya,
sehingga makalah yang berjudul “Sampling Audit dalam Pengujian Substantif” dapat
terselesaikan dengan baik. Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah
Auditing I. Penulis berharap makalah ini dapat menjadi pengetahuan yang baru bagi
pembaca.

Penulis menyadari makalah ini perlu banyak penyempurnaan karena kesalahan dan
kekurangan. Penulis sangat terbuka terhadap kritik dan saran pembaca agar makalah ini
dapat lebih baik. Penulis mohon maaf apabila terdapat banyak kesalahan penulisan
maupun isi pada makalah ini.

Demikian yang dapat penulis sampaikan. Akhir kata, semoga makalah ini dapat
bermanfaat.

Bandung, November 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i

DAFTAR ISI ............................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................ 1

1.1 Latar Belakang ............................................................................................... 1


1.2 Kerangka Penelitian ....................................................................................... 2
1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ......................................................................................... 3

2.1 Konsep Dasar Sampling Audit ...................................................................... 3


2.2 Sampling Audit dalam Pengujian Substantif ................................................ 4

BAB III PENUTUP ................................................................................................. 23

3.1 Kesimpulan .................................................................................................... 23

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 24

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Setelah auditor memutuskan prosedur pengujian yang dipilih, auditor perlu
menentukan jumlah item yang tepat sebagai sampel dari suatu populasi untuk
pengujian tersebut. Di samping itu, auditor harus menentukan bagian populasi
mana yang dipilih sebagai sampel.
Auditor melakukan pemilihan sampel dengan maksud untuk memperoleh
sampel yang representatif. Sampel yang representatif adalah sampel yang
mempunyai karakteristik populasi. Sebagai contoh auditor menemukan 2%
kesalahan atas faktur penjualan, seandainya ia melakukan inspeksi atas seluruh
faktur penjualan. Misalkan, ada 100 faktur penjualan sebagai sampel dari suatu
populasi. Sampel tersebut dapat dikatakan sebagai sampel yang representatif
apabila auditor menemukan dua buah faktur yang mengandung kesalahan. Di
samping itu sampel harus mengandung stabilitas. Yang dimaksud disini adalah
apabila jumlah sampel ditambah atau dikurangi maka hasilnya harus sama dan
tidak berubah.
Pada kenyataannya, auditor tidak dapat mengetahui apakah sampel yang
diambil merupakan sampel yang representatif, meskipun ia telah selesai
melaksanakan seluruh pengujian. Auditor maksimal hanya dapat meningkatkan
kualitas pengambilan sampel menjadi mendekati kualitas sampel yang
representatif. Hal tersebut dapat dilaksanakan auditor dengan cara merancang dan
melakukan seleksi sampel, dan mengevaluasi hasil sampel secara cermat dan
teliti.
Menurut PSA No. 26 sampling audit adalah penerapan prosedur audit
terhadap kurang dari 100% unsur dalam suatu saldo akun atau kelompok transaksi
dengan tujuan untuk menilai beberapa karakteristik saldo akun atau kelompok
transaksi tersebut. Terdapat dua pendekatan yang dapat digunakan dalam audit
sampling yaitu non statistik dan statistik. Pada non statistik untuk menentukan
ukuran sampel, pemilihan sampel dan atau pengukuran risiko sampling pada saat

1
mengevaluasi hasil sampel. Sedangkan sampel statistik menggunakan hukum
probabilitas untuk menghitung ukuran sampel dan mengevaluasi hasil sampel,
dengan demikian memungkinkan auditor untuk menggunakan ukuran sampel
yang paling efisien dan mengkuantifikasi risiko sampling untuk tujuan mencapai
kesimpulan statistik atas populasi. Kedua pendekatan tersebut mengharuskan
auditor menggunakan pertimbangan profesionalnya dalam perencanaan,
pelaksanaan dan pengevaluasian bukti sampel.
1.2 Kerangka Penelitian
a. Bagaimana konsep dari sampling audit?
b. Bagaimana sampling audit dalam pengujian substantif?
1.3 Tujuan Penelitian
a. Untuk menjelaskan konsep dari sampling audit.
b. Untuk menjelaskan sampling audit dalam pengujian substantif.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 KONSEP DASAR SAMPLING AUDIT


A. Definisi dan Tujuan Sampling Audit
Ikatan Akuntansi Indonesia melalui Standar Profesional Akuntan Publik
Seksi 350 mendefinisikan sampling audit sebagai : “Penerapan prosedur
audit terhadap unsur-unsur suatu saldo akun atau kelompok transaksi yang
kurang dari seratus persen dengan tujuan untuk menilai beberapa
karakteristik saldo akun atau kelompok transaksi tersebut”.
Rencana sampling untuk pengujian substantif dapat dirancang untuk
memperoleh bukti bahwa saldo akun tidak mengandung salah saji material
atau membuat estimasi independen mengenai jumlah tertentu.
B. Ketidakpastian, Risiko Sampling, dan Risiko Audit
Auditor dibenarkan menerima beberapa ketidakpastian dalam pengujian
substantif jika biaya dan waktu yang diperlukan untuk melakukan pengujian
data 100% atas item dalam populasi, dalam pertimbangannya, lebih besar
daripada konsekuensi kemungkinan kesalahan pendapat karena menguji
sampel data.
Sampling audit dalam pengujian substantif ditujukan baik untuk risiko
sampling dan risiko non sampling. Risiko sampling yang berkaitan dengan
pengujian substantif adalah :
a. Risiko kesalahan penerimaan, yaitu risiko bahwa sampel yang mendukung
kesimpulan bahwa saldo akun yang dicatat tidak salah saji secara material
ketika sebenarnya saldo akun tersebut salah saji secara material.
b. Risiko kesalahan penolakan, yaitu risiko bahwa sampel yang mendukung
kesimpulan bahwa akun yang dicatat adalah salah saji material ketika
sebenarnya saldo akun tersebut tidak salah saji secara material.
Risiko kesalahan penerimaan dalam sampling audit berhubungan dengan
risiko deteksi yang berkaitan dengan pengujian substantif terinsi yang spesifik
yang diterapkan pada pemilihan item sampel. Risiko kesalahan penerimaan

3
dapat ditentukan secara kuantitatif dengan menggunakan model risiko audit
dan pemecahan untuk TD sebagai berikut :
𝐴𝑅
𝑇𝐷 =
𝐼𝑅 𝑥 𝐶𝑅 𝑥 𝐴𝑃
TD : Test of Detail Risk
AR : Audit Risk
IR : Inherent Risk
CR : Control Risk
AP : Analytical Procedure Risk
C. Pendekatan Sampling Statistik
Ada dua pendekatan yang dapat digunakan auditor, yaitu sampling PPS
(probability - proportional - to size) dan sampling variabel klasik (classical
variables sampling). Perbedaan utama antara kedua pendekatan tersebut
adalah bahwa sampling PPS didasarkan pada teori sampling atribut,
sedangkan sampling variabel klasik didasarkan pada teori distribusi normal.
Setiap pendekatan bermanfaat dalam memperoleh bukti yang cukup sesuai
standar pekerjaan lapangan.
2.2 SAMPLING AUDIT DALAM PENGUJIAN SUBSTANTIF
A. Sampling PPS (Probability - Proportional - To Size)
Sampling PPS adalah pendekatan yang menggunakan teori sampling
atribut untuk membuat kesimpulan dalam jumlah nominal, bukan dalam
tingkat penyimpanan. Bentuk sampling ini dapat digunakan dalam pengujian
substantif atas transaksi dan saldo akun. Tujuan utama atas sampling ini
adalah untuk mengestimasi secara independen nilai kelompok transaksi atau
saldo.
1. Rencana Sampling
a. Menentukan tujuan rencana
Tujuan rencana sampling PPS adalah untuk memperoleh bukti bahwa
saldo akun yang dicatat tidak salah saji secara material. Asersi laporan
keuangan tertentu yang mempengaruhi bukti sampel yang dipakai

4
tergantung pada prosedur audit yang dipakai untuk item sampel
tersebut.
b. Menetapkan populasi dan unit sampling
Populasi terdiri dari kelompok transaksi atau saldo akun yang diuji.
Untuk setiap populasi, auditor harus memutuskan apakah seluruh item
tersebut akan diikutkan. Sebagai contoh, empat populasi adalah masuk
akal apabila populasi itu didasarkan pada saldo akun dalam buku besar
piutang usaha yaitu, seluruh saldo, saldo debet, saldo kredit, dan saldo
nol. Unit sampling adalah dollar itu sendiri, dan populasinya adalah
jumlah dollar yang sama dengan jumlah total dollar pada populasi
tersebut. Setiap dollar dalam populasi ini memiliki kesempatan yang
sama untuk dipilih sebagai sampel.
c. Menentukan ukuran sampel
Rumus untuk menentukan ukuran sampel adalah :
𝐵𝑉 𝑥 𝑅𝐹
𝑛=
𝑇𝑀 − (𝐴𝑀 𝑥 𝐸𝐹)
BV : nilai buku populasi yang diuji (book value)
RF : faktor reliabilitas untuk risiko kesalahan penerimaan
TM : salah saji yang dapat ditoleransi
AM : salah saji yang diantisipasi
EF : faktor ekspansi untuk salah saji yang diantisipasi
d. Menentukan metode pemilihan sampel
Metode pemilihan sampel yang paling banyak digunakan dalam
sampling PPS adalah pemilihan sistematis. Metode ini memisahkan
total populasi dalam dollar ke interval yang sebanding dengan dollar.
Unit logis kemudian dipilih secara sistematis dari setiap interval.
Dengan demikian, interval sampling dihitung :
𝐵𝑉
𝑆𝐼 =
𝑛
e. Melaksanakan rencana sampling
Dalam fase perencanaan, auditor memakai prosedur auditing yang
sesuai untuk menentukan nilai audit setiap unit logis yang ada dalam

5
sampel. Ketika terjadi perbedaan, auditor mencatat nilai buku dan nilai
auditnya dalam kertas kerja. Informasi ini kemudian digunakan untuk
memproyeksikan salah saji dalam populasi.
f. Mengevaluasi hasil sampel
Dalam mengevaluasi hasil sampel, auditor memperhitungkan batas
atas salah saji (Upper Misstatement Limit / UML) dari data sampel dan
membandingkannya dengan salah saji yang dapat ditoleransi dalam
perancangan sampel. Jika UML lebih kecil dari atau sama dengan
salah saji yang dapat ditoleransi, hasil sampel mendukung kesimpulan
bahwa nilai buku populasi tidak dicatat melebihi TM pada risiko
kesalahan penerimaan yang ditetapkan. UML dihitung sebagai
berikut:
𝑈𝑀𝐿 = 𝑃𝑀 + 𝐴𝑆𝑅
PM : salah saji total yang diproyeksikan dalam populasi
ASR : cadangan risiko sampling
𝐴𝑆𝑅 = 𝐵𝑃 + 𝐼𝐴
BP : ketepatan dasar
IA : cadangan incremental untuk risiko sampling
Hasil sampel digunakan untuk mengestimasi proyeksi salah saji dalam
populasi. Jika tidak ada salah saji yang ditemukan dalam sampel,
faktor PM dalam rumus diatas adalah nol. Jika salah saji ditemukan
dalam sampel, auditor harus menghitung total salah saji yang
diproyeksikan dalam populasi dan cadangan risiko sampling untuk
menentukan batas atas salah saji.
2. Keuntungan dan Kekurangan Sampling PPS
a. Keuntungan :
1) Lebih mudah digunakan karena auditor dapat menghitung ukuran
sampel dan mengevaluasi hasil sampel secara langsung atau
dengan bantuan tabel.
2) Ukuran sampel PPS tidak didasarkan pada beberapa ukuran
penyimpangan yang diestimasi pada nilai audit.

6
3) Sampling PPS secara otomatis menghasilkan sampel yang sudah
distratifikasi karena item-itemnya dipilih dalam proporsi pada nilai
dollarnya.
4) Pemilihan sampel menunjukkan beberapa item yang secara
individual signifikan jika nilai-nilainya melebihi pisah batas atas
moneter.
5) Jika auditor memperkirakan tidak ada salah saji, sampling PPS
biasanya akan menghasilkan ukuran sampel yang lebih kecil
daripada hasil dari sampling variabel klasik.
6) Sampel PPS lebih mudah dirancang dan pilihan sampel dapat
dimulai sebelum tersedia populasi yang lengkap.
b. Kekurangan :
1) Sampling PPS mengandung asumsi bahwa nilai audit unit sampling
harus tidak kurang dari nol atau lebih besar dari nilai buku. Ketika
kurang saji atau nilai audit kurang dari nol diantisipasi,
pertimbangan perancangan khusus diperlukan.
2) Jika kekurangan sajian ditunjukkan dalam sampel tersebut,
evaluasi atas sampel tersebut memerlukan pertimbangan khusus.
3) Pemilihan saldo nol atau saldo dengan tanda yang berbeda
memerlukan pertimbangan khusus.
4) Evaluasi PPS dapat melebihi ASR jika salah saji ditemukan dalam
sampel.
5) Sejalan dengan meningkatnya jumlah salah saji yang diperkirakan,
ukuran sampel yang sesuai juga meningkat. Dengan demikian,
dapat terjadi ukuran sampel yang lebih besar daripada sampling
variabel klasik.
B. Sampling Variabel Klasik
Dalam pendekatan ini, teori distribusi normal digunakan dalam
pengevaluasian karakteristik populasi berdasarkan hasil sampel yang
digambarkan dari populasinya. Sampling variabel klasik bermanfaat bagi
auditor pada saat tujuan audit berkaitan dengan kemungkinan kurang saji atau

7
lebih saji dari saldo akun dan keadaan lain ketika sampling PPS tidak tepat
atau tidak efektif.
1. Jenis-jenis Teknik Sampling Variabel Klasik
a. Rata-rata per unit (Mean Per Unit / MPU)
Sampling estimasi MPU mencakup penentuan nilai audit untuk setiap
item dalam sampel. Rata-rata nilai audit ini kemudian dihitung dan
dikalikan dengan jumlah unit dalam populasi yang ditemukan pada
estimasi total nilai populasi. Cadangan risiko sampling yang berkaitan
dengan estimasi ini juga dihitung untuk digunakan dalam
mengevaluasi hasil-hasil sampel tersebut.
Tujuan rencana MPU adalah untuk memperoleh bukti bahwa catatan
saldo akun tidak salah saji secara material atau mengembangkan
estimasi independen tentang jumlah ketika tidak ada catatan nilai buku
yang tersedia.
b. Diferensiasi (difference)
Dalam teknik ini, perbedaan dihitung untuk setiap item sampel dari
nilai audit item tersebut dikurangi nilai bukunya. Rata-rata perbedaan
ini kemudian digunakan untuk memperoleh estimasi nilai total
populasi dan variabilitas perbedaan digunakan untuk menentukan
cadangan risiko sampling yang dicapai. Metode ini hanya dapat
digunakan untuk memperoleh bukti bahwa saldo yang dicatat tidak
salah saji secara material.
c. Rasio
Dalam teknik ini, pertama auditor menentukan nilai audit untuk setiap
item dalam sampel. Berikutnya, rasio dihitung dengan membagi
jumlah nilai audit dengan jumlah nilai buku untuk item sampel
tersebut. Rasio ini dikalikan dengan total nilai buku untuk
mendapatkan estimasi nilai populasi total. Cadangan risiko sampling
kemudian dihitung berdasarkan variabilitas rasio nilai audit dan nilai
buku untuk item sampel secara individual.
2. Estimasi Mean Per Unit (MPU)

8
Sampling estimasi MPU mencakup penentuan nilai audit untuk setiap
unsur dalam sampel. Rata-rata dari nilai audit tersebut kemudian dihitung
dan dikalikan dengan jumlah unit dalam populasi sehingga bisa diperoleh
taksiran total nilai populasi.
a. Menentukan Tujuan Rencana Sampling MPU
Tujuan suatu rencana sampling MPU bisa untuk (1) mendapatkan bukti
bahwa saldo rekening menurut catatan adalah tidak salah saji secara
material, (2) mengembangkan suatu estimasi independen tentang suatu
jumlah, apabila tidak tersedia buku berdasarkan catatan.
b. Menetapkan Populasi dan Unit Sampling
Dalam menetapkan populasi, auditor harus mempertimbangkan sifat
item-item yang ada dalam populasi dan apakah seluruh item memenuhi
ketentuan untuk dipilih dalam sampel tersebut. Namun demikian, tidak
perlu memverifikasi bahwa nilai buku item individual sama dengan
nilai buku populasi tersebut karena total nilai buku secara individual
bukan merupakan variabel dalam perhitungan MPU. Unit sampling
harus disesuaikan dengan tujuan audit dan prosedur audit yang
dilakukan.
c. Menentukan Ukuran Sampel
Faktor-faktor berikut menentukan ukuran sampel dalam estimasi
sampel MPU :
1) Ukuran populasi
Sangatlah penting memiliki pengetahuan yang tetap atas jumlah
unit-unit dalam populasi karena faktor ini masuk dalam
perhitungan ukuran sampel dalam hasil sampel. Ukuran populasi
secara langsung mempengaruhi ukuran sampel, semakin besar
populasi maka semakin besar ukuran sampel.
2) Estimasi penyimpangan standar populasi
Dalam estimasi MPU, ukuran sampel diperlukan untuk mencapai
tujuan statistik yang ditetapkan yang dikaitkan secara langsung
dengan variabilitas nilai-nilai pada item populasi. Ukuran

9
variabilitas yang digunakan adalah penyimpangan standar. Oleh
karena nilai audit tidak ditemukan untuk setiap populasi, maka
penyimpangan standar nilai audit untuk item-item dalam sampel
dapat digunakan sebagai pangan standar sampel tidak diketahui
sebelum sampel dipilih, maka hal ini juga harus diestimasi.
Ada tiga cara pengestimasian faktor ini. Pertama, dalam perikatan
berulang penyimpangan standar yang ditemukan dalam audit
terdahulu dapat digunakan untuk mengestimasi penyimpangan
standar tahun berjalan. Kedua, penyimpangan standar dapat
diestimasikan dari nilai buku yang tersedia. Ketiga, auditor dapat
mengambil prasempel kecil yang terdiri dari 30 sampai 50 item dan
mendasarkan estimasi tersebut populasi tahun berjalan dari nilai
audit item-item sampel ini.
3) Salah saji yang dapat ditoleransi
4) Risiko kesalahan penolakan
Faktor ini memperbolehkan auditor untuk mengendalikan risiko
bahwa hasil sampel akan mendukung kesimpulan dimana saldo
akun yang dicatat mengandung salah saji secara material pada saat
tidak terjadi salah saji. Konsekuensi penting dari risiko ini adalah
potensi terjadinya biaya tambahan berkaitan dengan prosedur audit
tambahan harus menghasilkan kesimpulan bahwa saldo tidak
mengandung salah saji secara material.
Berbeda dengan sampling PPS, auditor harus mengkuantifikasi
risiko kesalahan penolakan dalam sampling MPU, demikian juga
halnya dengan risiko penerimaan. Risiko kesalahan penolakan
mempunyai pengaruh terbalik terhadap ukuran sampel. Jika auditor
menetapkan risiko kesalahan penolakan yang sangat rendah, maka
ukuran dan biaya perlakuan sampel awal akan lebih besar.
5) Risiko kesalahan penerimaan
Faktor yang dipertimbangkan dalam menetapkan risiko ini sama
dengan sampling PPS. Risiko kesalahan penerimaan salah saji

10
saldo secara material biasanya ditetapkan dalam kisaran 5% sampai
30%, bergantung pada penilaian tingkat risiko pengendalian
auditor dan hasil pengujian substantif lainnya. Risiko kesalahan
penerimaan memiliki pengaruh terbalik terhadap ukuran sampel,
yaitu semakin rendah risiko yang ditetapkan, semakin besar ukuran
sampel.
6) Cadangan risiko sampling yang direncanakan
Cadangan risiko sampling yang direncanakan kadang-kadang
disebut sebagai “ketepatan yang diinginkan”, ditentukan sebagai
berikut :
𝐴 = 𝑅 𝑥 𝑇𝑀
A : cadangan risiko sampling yang direncanakan atau diinginkan
R : rasio cadangan risiko sampling yang diinginkan untuk salah saji
yang dapat ditoleransi
TM : salah saji yang dapat ditoleransi
Rumus ukuran sampel
Rumus ukuran sampel yang digunakan untuk menentukan ukuran
sampel untuk estimasi sampel MPU :
𝑁. 𝑈𝑟. 𝑆𝑥𝑗 2
𝑛=( )
𝐴
n : ukuran populasi
Ur : standar deviasi normal untuk risiko keliru menolak yang
diinginkan
Sxj : estimasi standar deviasi populasi
A : cadangan untuk risiko sampling direncanakan atau diinginkan

Pengaruh dari perubahan nilai suatu faktor terhadap ukuran


sampel, sementara faktor lain konstan, diringkas sebagai berikut :
Hubungan dengan Ukuran
Faktor
Sampel
Ukuran populasi Langsung

11
Variasi dalam populasi Langsung
(penyimpangan standar)
Risiko kesalahan penolakan Terbalik
Cadangan risiko sampling yang Terbalik
direncanakan
Risiko kesalahan penerimaan Terbalik
Salah saji yang dapat di Terbalik
toleransi
Meskipun dua faktor terakhir dalam daftar diatas tidak tampak
dalam rumus ukuran sampel, namun kedua faktor tersebut
mempengaruhi ukuran sampel, yang ditunjukkan dengan
pengaruhnya terhadap perhitungan cadangan risiko sampling yang
direncanakan.
a. Menentukan metode pemilihan sampel
Metode pemilihan nomor acak yang sederhana lainnya atau
metode pemilihan sistematis.
b. Melaksanakan rencana sampling
Fase pelaksanaan pada rencana sampling estimasi MPU
meliputi tahap-tahap berikut :
i. Melakukan prosedur audit yang tepat untuk menentukan
nilai audit setiap item sampel
ii. Menghitung statistik berikut berdasarkan data sampel :
• Rata-rata audit sampel
• Penyimpangan standar pada nilai audit sampel
c. Evaluasi hasil sampel
Ini merupakan langkah terakhir dalam rencana sampling,
dimana auditor melakukan perhitungan kuantitatif dan
kualitatif pada hasil-hasil sampel dan kemudian membuat
kesimpulan menyeluruh.
3. Estimasi Diferensiasi

12
Dalam sampling estimasi diferensiasi perbedaan dihitung untuk setiap
item sampel dari nilai audit item tersebut dikurangi nilai bukunya. Tiga
kondisi berikut diperlukan dalam penggunaan teknik ini :
a. Nilai buku setiap item populasi harus diketahui
b. Total nilai buku populasi harus diketahui dan sesuai dengan jumlah
nilai buku item-item secara individual
c. Terdapat perbedaan yang besar antara nilai audit dan nilai buku yang
diperkirakan
i. Menentukan tujuan dan menetapkan populasi dan unit sampling
Oleh karena nilai buku harus diketahui dalam estimasi diferensiasi,
metode ini hanya dapat digunakan untuk memperoleh bukti bahwa
saldo yang dicatat tidak salah saji secara material. Pertimbangan
lain yang relevan dengan tahap-tahap ini adalah sama dengan
sampling MPU.
ii. Menentukan ukuran sampel
Faktor-faktor yang sama diperlukan dalam menentukan ukuran
sampel untuk sampel estimasi MPU dan estimasi diferensiasi,
dengan satu pengecualian. Dalam estimasi diferensiasi, digunakan
estimasi penyimpangan standar dari perbedaan antara nilai audit
dan nilai buku, bukan estimasi penyimpangan standar nilai audit
itu sendiri. Auditor dapat mendasarkan estimasi ini pada sampel
tahun-tahun sebelumnya atau pada perbedaan yang ditemukan
dalam prasampel audit berjalan.
Perubahan-perubahan diperlukan dalam rumus-rumus sebelumnya
dalam estimasi MPU untuk menghitung standar penyimpangan
dan ukuran sampel. Dalam rumus penyimpangan standar,
diperlukan substitusi dalam simbol berikut :
a. 𝑆𝑑𝑗 (estimasi penyimpangan standar dari perbedaan populasi)
untuk 𝑆𝑥𝑗
b. dj (perbedaan antara nilai audit dan nilai buku pada item
sampel individual) untuk Xj

13
c. d (rata-rata perbedaan antara nilai audit dan nilai buku untuk
item-item sampel) untuk x
iii. Menentukan metode pemilihan sampel
Metode pemilihan dalam tahap ini sama, baik dalam estimasi MPU
maupun estimasi diferensiasi.
iv. Melaksanakan rencana sampling
Tahap awal dalam pelaksanaan rencana sampling adalah
menentukan nilai audit pada setiap item sampel. Dengan demikian,
hal ini sama dengan pada sampling MPU. Namun demikian, untuk
selanjutnya diperlukan tahap-tahap berikut :
a. Menghitung perbedaan untuk setiap item sampel yang sama
pada nilai audit item-item tersebut dikurangi nilai bukunya.
Perbedaannya mungkin positif (nilai audit melebihi nilai buku),
negatif (nilai audit lebih kecil dari nilai buku), atau nol (nilai
audit sama dengan nilai buku)
b. Jumlah perbedaan-perbedaan item sampel individual
c. Membagi jumlah perbedaan tersebut dengan jumlah item
dalam sampel untuk memperoleh rata-rata perbedaan
d. Menghitung standar penyimpangan perbedaan sampel
Untuk melakukan penilaian kuantitatif, estimasi diferensiasi
perbedaan proyeksi total dalam populasi tersebut pertama-tama
dilakukan sebagai berikut :

𝐷=𝑁𝑥𝑑

Estimasi nilai total populasi kemudian ditentukan sebagai berikut:

𝑋 = 𝐵𝑉 + 𝐷

Langkah kedua dalam penilaian kuantitatif adalah menghitung


cadangan risiko sampling yang dicapai. Dalam melakukan
perhitungan ini, diperlukan substitusi penyimpangan standar

14
perbedaan-perbedaan sampel untuk penyimpangan standar nilai
audit sampel.
Langkah terakhir dalam penilaian kuantitatif adalah menghitung
kisaran estimasi nilai populasi total dan menentukan apakah nilai
bukunya anjlok dalam kisaran tersebut.
4. Estimasi Rasio
a. Melaksanakan Rencana Sampel
Setelah dilakukan audit untuk item sampel ditentukan, dalam estimasi
rasio penting untuk :
1. Hitung rasio antara jumlah audit dengan jumlah nilai buku untuk
unsur-unsur sampel (R).
2. Hitung rasio antara nilai audit dengan nilai buku untuk setiap unsur.
3. Hitung standar deviasi untuk rasio individual dari unsur-unsur
sampel (𝑆𝑟𝑗).
b. Mengevaluasi Hasil Sampel
Dalam estimasi rasio, estimasi nilai total populasi ditentukan dengan
rumus berikut :
𝑋 = 𝑁𝐵 𝑥 𝑅
Rumus untuk menentukan cadangan untuk risiko sampling dicapai
sama dengan rumus pada estimasi selisih, kecuali standar deviasi
selisih diganti dengan standar deviasi untuk rasio individual dalam
sampel. Tahap akhir adalah melakukan penilaian kuantitatif dan
penilaian kualitatif terhadap hasil sampel sebagai dilakukan dalam
estimasi MPU dan estimasi selisih.
5. Keuntungan dan Kekurangan Sampling Variabel Klasik
a. Keuntungan :
1. Sampelnya lebih mudah untuk diperluas daripada sampel PPS.
2. Saldo nol dan saldo yang bertanda berbeda tidak memerlukan
pertimbangan perancangan khusus.

15
3. Jika ada perbedaan besar antara nilai audit dan nilai buku, tujuan
auditor dapat terpenuhi hanya dengan ukuran sampel yang lebih
kecil dibandingkan sampling PPS.
b. Kekurangan :
1. Lebih rumit dibandangkan dengan PPS. Auditor perlu bantuan
program komputer untuk merancang sampel yang efisien dan
mengevaluasi hasil sampel.
2. Untuk menentukan ukuran sampel, auditor harus mempunyai
estimasi penyimpangan standar karakteristik yang dikehendaki
dalam populasi.
C. Risiko Sampling
Perencanaan sampel
Perencanaan meliputi pengembangan strategi untuk melaksanakan audit
atas laporan keuangan. Untuk panduan umum perencanaan, lihat SA Seksi 311
(PSA No. 05) Perencanaan dan Supervisi.
Dalam perencanaan sampel untuk pengujian substantif rinci, auditor harus
mempertimbangkan :
a. Hubungan antara sampel dan tujuan audit yang relevan. Lihat SA Seksi
326 (PSA No. 07) Bukti Audit.
b. Pertimbangan pendahuluan atas tingkat materialitas.
c. Tingkat risiko keliru menerima yang dapat diterima (allowable risk of
incorrect acceptance).
d. Karakteristik populasi, yaitu unsur yang membentuk saldo akun atau
kelompok transaksi yang menjadi perhatian.

Dalam perencanaan sampel tertentu, auditor wajib mempertimbangkan


tujuan audit tertentu yang harus dicapai dan wajib menentukan apakah
prosedur atau kombinasi prosedur audit yang akan diterapkan akan mencapai
tujuan tersebut. Auditor wajib menentukan apakah populasi yang menjadi asal
suatu sampel adalah memadai untuk suatu tujuan audit. Sebagai contoh,
auditor tidak akan dapat mendeteksi penyajian akun yang terlalu rendah
karena adanya unsur dihilangkan, dengan melakukan sampling atas catatan.

16
Rencana sampling semestinya untuk pendeteksian penyajian yang terlalu
rendah tersebut melibatkan pemilihan sumber data yang mengikut sertakan
unsur yang dihilangkan. Sebagai gambaran, pengeluaran kas kemudian
mungkin perlu diambil sampelnya untuk menguji apakah utang dagang telah
disajikan terlalu rendah karena tidak dicatatnya transaksi pembelian. Atau
dokumen pengiriman mungkin diambil sampelnya untuk mendeteksi
penyajian penjualan yang terlalu rendah karena pengiriman yang telah
dilakukan belum dicatat sebagai penjualan.
Penilaian dalam satuan moneter atas hasil sampel untuk pengujian
substantif rincian akan memberikan manfaat secara langsung bagi auditor,
karena penilaian seperti itu dapat dihubungkan dengan pertimbangan auditor
atas jumlah salah saji moneter yang mungkin material. Dalam perencanaan
sampel untuk pengujian substantif rinci, auditor wajib mempertimbangkan
berapa besar salah saji moneter yang dapat terkandung dalam saldo akun atau
kelompok transaksi yang bersangkutan tanpa mengakibatkan laporan
keuangan menjadi salah saji secara material. Salah saji moneter maksimum
pada saldo atau kelompok ini disebut salah saji yang dapat diterima (tolerable
misstatement) pada sampel. Salah saji yang dapat diterima adalah suatu
konsep perencanaan dan berkaitan dengan pertimbangan pendahuluan auditor
atas tingkat materialitas, yang ditentukan sedemikian rupa sehingga salah saji
yang dapat diterima, dikombinasikan untuk seluruh rencana audit, tidaklah
melampaui estimasi tingkat materialitas tersebut.
Standar pekerjaan lapangan kedua menyatakan, “Pemahaman memadai
atas pengendalian intern harus diperoleh untuk merencanakan audit dan
menentukan sifat, saat, dan lingkup pengujian yang akan dilakukan”. Setelah
menentukan dan mempertimbangkan tingkat risiko bawaan dan risiko
pengendalian, auditor melaksanakan pengujian substantif untuk membatasi
risiko deteksi pada tingkat yang dapat diterima. Pada saat tingkat risiko
bawaan, risiko pengendalian dan risiko deteksi yang telah ditentukan untuk
prosedur audit lain yang diarahkan ke tujuan audit yang sama menurun, risiko
keliru menerima yang dapat diterima oleh auditor untuk pengujian substantif

17
rinci meningkat, sehingga ukuran sampel yang diperlukan untuk pengujian
substantif atas rincian tersebut semakin kecil. Sebagai contoh, jika risiko
bawaan dan risiko pengendalian ditentukan pada tingkat maksimum dan tidak
ada pengujian substantif lain yang diarahkan ke tujuan audit yang sama,
auditor harus menerima risiko keliru dengan tingkat yang rendah untuk
pengujian substantif rinci. Dalam hal ini, auditor memilih ukuran sampel yang
lebih besar untuk pengujian atas rincian daripada jika ia menerima risiko
keliru dengan tingkat yang lebih tinggi.
Lampiran Seksi ini menguraikan bagaimana auditor dapat
menghubungkan risiko keliru menerima untuk pengujian substantif atas
rincian dengan penentuan risiko bawaan, risiko pengendalian, dan risiko
bahwa prosedur analitik dan pengujian substantif lain yang relevan akan gagal
mendeteksi salah saji material.
Sebagaimana dibahas dalam SA Seksi 326 [PSA No. 07] Bukti Audit,
cukup atau tidaknya pengujian atas rincian saldo akun atau kelompok
transaksi tertentu, berkaitan dengan penting atau tidaknya unsur yang diuji dan
kemungkinan salah saji yang material. Dalam perencanaan sampel untuk
pengujian substantif atas rincian, auditor menggunakan pertimbangannya
untuk menentukan unsur, jika ada, yang harus diuji tersendiri dan unsur yang
harus disampling. Auditor wajib memeriksa unsur yang menurut
pertimbangannya, tidak sesuai untuk penerapan risiko sampling. Sebagai
contoh, hal tersebut meliputi unsur yang potensi salah sajinya secara
individual dapat sama atau melebihi salah saji yang dapat diterima. Semua
unsur yang telah diputuskan oleh auditor untuk diperiksa 100% bukan
merupakan bagian dari populasi yang disampling. Unsur lain yang menurut
pertimbangan auditor perlu diuji untuk memenuhi tujuan audit namun tidak
perlu diperiksa 100%, harus disampling.
Auditor mungkin dapat mengurangi ukuran sampel yang disyaratkan
dengan memisahkan unsur yang disampling ke dalam kelompok-kelompok
yang relatif homogen berdasarkan atas beberapa karakteristik yang berkaitan
dengan tujuan audit tertentu. Sebagai contoh, dasar-dasar umum untuk

18
pengelompokan tersebut adalah nilai buku atau catatan unsur, sifat
pengendalian yang terkait dengan pemrosesan unsur dan pertimbangan khusus
yang berkaitan dengan unsur tertentu. Jumlah unsur memadai kemudian
ditentukan dari masing-masing kelompok.
Untuk menentukan jumlah unsur yang harus dipilih dalam suatu sampel
pada pengujian substantif tertentu, auditor wajib mempertimbangkan salah
saji yang dapat diterima, risiko keliru menerima yang dapat diterima, dan
karakteristik populasi. Auditor menggunakan pertimbangan profesionalnya
untuk menghubungkan faktor-faktor ini dalam penentuan ukuran sampel
memadai. Lampiran Seksi ini menguraikan dampak faktor-faktor ini yang
mungkin timbul dalam ukuran sampel.
Pemilihan sampel
Unsur sampel harus dipilih sedemikian rupa sehingga sampelnya dapat
diharapkan mewakili populasi. Oleh karena itu, semua unsur dalam populasi
harus memiliki kesempatan yang sama untuk dipilih. Sebagai contoh,
pemilihan secara acak atas unsur merupakan suatu cara memperoleh sampel
yang mewakili.
Kinerja dan penilaian
Prosedur audit memadai untuk suatu tujuan audit tertentu harus diterapkan
terhadap setiap unsur sampel. Dalam beberapa situasi, auditor mungkin tidak
dapat menerapkan prosedur audit yang direncanakan terhadap unsur sampel
yang terpilih karena, misalnya, dokumentasi pendukungnya hilang. Perlakuan
auditor terhadap unsur yang tidak diperiksa ini akan tergantung pada dampak
unsur tersebut tehadap penilaian hasil sampel. Jika penilaian auditor terhadap
sampel tidak berubah dengan dipertimbangkannya unsur yang tidak diperiksa
sebagai salah saji, maka tidak perlu dilakukan pemeriksaan terhadap unsur
tersebut. Namun, jika setelah mempertimbangakn unsur yang tidak diperiksa
ternyata auditor berkesimpulan bahwa saldo atau kelompok transaksi berisi
salah saji yang material, ia wajib mempertimbangkan prosedur alternatif yang
dapat memberikan bukti yang cukup untuk mengambil kesimpulan. Auditor
berkewajiban pula untuk mempertimbangkan apakah alasan-alasan yang

19
mendasari tentang tidak dapat diperiksanya unsur tersebut memiliki implikasi
terhadap penentuan tingkat risiko pengendalian yang telah direncanakan atau
seberapa jauh ia dapat menaruh kepercayaan kepada representasi klien.
Auditor wajib memproyeksikan salah saji hasil sampel terhadap unsur
dalam populasi yang menjadi asal sampel yang dipilih. Ada beberapa cara
yang dapat diterima untuk memproyeksikan salah saji dari suatu sampel.
Sebagai contoh, auditor mungkin telah memilih sebuah sampel dari setiap
unsur yang kedua puluh (50 unsur) dari suatu populasi yang terdiri dari 1.000
unsur. Jika auditor menemukan lebih saji (overstatement) sebesar Rp 600.000
dalam sampel tersebut, maka auditor dapat memproyeksikan lebih saji sebesar
Rp 12.000.000 dengan membagi jumlah lebih saji dalam sampel tersebut
dengan pecahan antara total sampel dengan total populasi. Auditor harus
menambahkan proyeksi tersebut ke salah saji yang ditemukan dalam unsur
yang diperiksa 100%. Total salah saji projeksian tersebut harus dibandingkan
dengan salah saji saldo akun atau kelompok transaksi yang dapat diterima dan
pertimbangan memadai harus dilakukan terhadap risiko sampling. Jika total
salah saji projeksian lebih kecil daripada salah saji yang dapat diterima untuk
saldo akun atau kelompok transaksi, auditor harus mempertimbangkan pula
risiko bahwa hasil semacam ini mungkin masih diperoleh, walaupun salah saji
moneter yang sesungguhnya dalam populasi melebihi salah saji yang dapat
diterima. Sebaliknya, jika total salah saji projeksian mendekati salah saji yang
dapat diterima, auditor dapat menyimpulkan adanya risiko yang sangat tinggi
bahwa salah saji moneter yang sesungguhnya dalam populasi melebihi salah
saji yang dapat diterima. Auditor menggunakan pertimbangan profesionalnya
dalam membuat penilaian tersebut.
Sebagai tambahan terhadap penilaian atas frekuensi dan jumlah moneter
suatu salah saji, auditor harus mempertimbangkan aspek kualitatif suatu salah
saji. Hal ini meliputi (a) sifat dan penyebab salah saji, seperti apakah salah saji
disebabkan oleh perbedaan secara prinsip atau perbedaan dalam penerapan,
apakah disebabkan oleh kekeliruan atau ketidakberesan dan apakah
disebabkan oleh tidak dipahaminya instruksi atau kecerobohan, dan (b)

20
kemungkinan hubungan antara salah saji dengan tahapan audit yang lain.
Penemuan adanya ketidakberesan biasanya memerlukan pertimbangan yang
lebih luas atas kemungkinan implikasinya daripada penemuan adanya
kekeliruan.
Jika hasil sampel menunjukkan bahwa asumsi perencanaan auditor tidak
benar, maka ia harus mengambil tindakan yang dipandang perlu. Sebagai
contoh, jika salah saji moneter ditemukan dalam pengujian substantif atas
rincian jumlah atau frekuensi yang lebih besar dari tingkat risiko bawaan dan
risiko pengendalian yang ditentukan, maka auditor harus mengubah tingkat
risiko yang ditentukan sebelumnya. Auditor harus juga mempertimbangkan
apakah ia akan memodifikasi pengujian audit yang lain yang telah dirancang
atas dasar tingkat risiko bawaan dari risiko pengendalian sebelumnya. Sebagai
contoh, sejumlah besar salah saji ditemukan dalam konfirmasi piutang
mungkin merupakan indikasi perlu dipertimbangkannya kembali tingkat
risiko pengendalian yang telah ditentukan dikaitkan dengan asersi berdampak
terhadapa desain pengujian substantif atas penjualan atau penerimaan kas.
Auditor harus mengaitkan penilaian atas sampel dengan bukti audit lain
yang relevan dengan penarikan kesimpulan atas saldo-saldo akun atau
kelompok transaksi yang berkaitan. Hasil proyeksi salah saji untuk penerapan
sampling audit dan penerapan nonsampling harus dipertimbangkan secara
total, bersama-sama dengan bukti audit lain yang relevan, dalam rangka
penilaian auditor terhadap apakah laporan keuangan secara keseluruhan telah
salah saji secara material.
Dalam menyelenggarakan pengujian substantif atas rincian, auditor
memperhatikan dua aspek dari risiko sampling :
a. Risk of incorrect acceptance, risiko mengambil kesimpulan berdasarkan
hasil sampel bahwa saldo akun tidak berisi salah saji secara material,
padahal kenyataannya saldo akun telah salah saji secara material.
b. Risk of incorrect rejection, risiko mengambil kesimpulan berdasarkan
hasil sampel bahwa saldo akun berisi salah saji secara material, padahal
kenyataannya saldo aku tidak berisi salah saji secara material.

21
Risiko sampling berkaitan dengan pengambilan simpulan atas populasi
yang hanya didasarkan atas pengujian terhadap sampel. Risiko sampling
terjadi jika sampel tidak representatif terhadap populasinya.
Gambar risiko sampling
Populasi
Sampel
Salah Saji < TS Salah Saji > TS
Salah saji < TS Kesimpulan benar Kesimpulan salah –
(populasi disimpulkan salah tipe I (risiko
tidak mengandung keliru menerima)
salah saji)
Salah saji > TS Kesimpulan salah – Kesimpulan benar
(populasi disimpulkan salah tipe II (risiko
mengandung salah saji) keliru menolak)

22
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dalam melaksanakan pemeriksaan, auditor harus merencanakan pelaksanaan
auditnya secara efektif dan efisien. Auditor harus dapat mengumpulkan bukti
yang akurat dengan mempertimbangkan efisiensi biaya dan waktu. Auditor dapat
menggunakan audit sampling. Sampling audit berkaitan erat dengan
ketidakpastian. Auditor menerima ketidakpastian atas dasar adanya hubungan
antara faktor-faktor biaya dan waktu yang diperlukan untuk melaksanakan
pemeriksaan atas semua data, dengan konsekuensi negatif akibat kesalahan
keputusan yang didasarkan atas kesimpulan yang dihasilkan dari audit terhadap
data sampel semata.

23
DAFTAR PUSTAKA
H, M. M., Atang, Nugraha, S., & Rizal, D. S. (2019). Sampling Audit, Sampling Dalam
Pengujian Pengendalian Dan Sampling Dalam Pengujian Substantif. Universitas
Widyatama.
Lobo, M. T. (2014). Sampling Audit Dalam Pengujian Substantif.

24

Anda mungkin juga menyukai