Anda di halaman 1dari 30

SAMPLING AUDIT DALAM PENGUJIAN PENGENDALIAN DAN PENGUJIAN

SUBSTANTIF

Makalah Kelompok
Tugas ini dikerjakan untuk memenuhi tugas mata kuliah Audit & Assurance
Yang diampu oleh Dr. R. Wedi Rusmawan Kusumah, Dr., S.E., M.Si., Ak, CA

Oleh :
Dwita Ninzi Maiviza NPM 51622220013
Angga Pujaprayoga NPM 51622220042
Aulia Hafiizh NPM 51622220051
Camila Adistyawati NPM 231631026

MAGISTER AKUNTANSI
UNIVERSITAS WIDYATAMA
BANDUNG
2023
DAFTAR ISI

BAB 1 PENDAHULUAN........................................................................................................3
1.1 Latar Belakang..........................................................................................................3
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................................4
2.1 Definisi dan Tujuan Sampling Audit.............................................................................4
2.2 Sampling Audit...............................................................................................................4
2.2.1 Sampling dan Bukan Sampling dalam Audit........................................................4
2.2.2 Statistical dan Non-Statistical Sampling................................................................6
2.2.3 Sampling dan Risiko Audit....................................................................................11
2.2.4 Jenis Pengujian Audit yang mungkin memerlukan Sampling..........................12
2.3 Sampling dalam Pengujian Pengendalian..................................................................12
2.3.1 Perencanaan Sampling..........................................................................................12
2.3.2 Pemilihan Sampel..................................................................................................15
2.3.3 Kinerja dan Penilaian............................................................................................15
2.3.4 Risiko Sampling.....................................................................................................16
2.3.5 Statistical Sampling yang dilakukan....................................................................17
2.3.6 Non Statistical Sampling yang dilakukan...........................................................19
2.4 Sampling dalam Pengujian Substantif.......................................................................19
2.4.1 Perencanaan Sampling..........................................................................................19
2.4.2 Pemilihan Sampel..................................................................................................22
2.4.3 Kinerja dan Penilaian............................................................................................22
2.4.4 Gambar Risiko Sampling......................................................................................24
2.4.5 Probability Proportional to Size Sampling..........................................................24
2.4.6 Variable Sampling..................................................................................................26
2.4.7 Perbandingan PPS Sampling dan Variable Sampling........................................27
2.5 Contol Kasus Attribute Sampling...............................................................................28
BAB III KESIMPULAN........................................................................................................28
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam pemeriksaan akuntansi, pengujian pengendalian dan pengujian substantif
merupakan suatu bagian dari pembahasan terkait sampling audit. Setelah auditor memutuskan
jenis prosedur pengujian apa yang akan dilakukan, auditor perlu menentukan jumlah item
yang tepat sebagai sampel dari suatu populasi untuk pengujian tersebut. Disamping itu, audit
juga harus menentukan bagian populasi mana saja yang dipilih dan akan digunakan sebagai
sampel dalam proses audit.
Auditor melakukan pemilihan sampel dengan tujuan untuk memperoleh bagian dari
populasi ang representatif dalam menggambarkan keseluruhan populasi. Adapun sampel yang
dikatakan representatif yaitu sampel yang mempunyai karakteristik dari populasi yang
diaudit. Seperti contoh, auditor menemukan kesalahan sebesar 2% atas faktur penjualan.
Seandainya auditor melakukan inspeksi atas seluruh faktur penjualan. Diperoleh lah 100 buah
faktur penjualan sebagai sampel dari suatu populasi, maka sampel tersebut dapat dikatakan
sebagai sampel yang representatif apabila auditor mampu menemukan 2 buah faktur yang
mengandung kesalahan. Disamping itu, sampel juga harus mengandung stabilitas, yaitu
apabila jumlah sampel ditambah maupun dikurangi maka hasilnya haruslah sama dan tidak
berubah.
Namun pada kenyataan nya, auditor tidak dapat mengetahui apakah sampel yang diambil
merupakan sampel yang representatif meskipun auditor telah selesai melaksanakan seluruh
pengujian. Maksimalnya, auditor hanya dapat meningkatkan kualitas pengambilan sampel
menjadi mendekati kualitas sampel yang representatif. Hal tersebut dapat dilaksanakan oleh
auditor dengan merancang dan melakukan seleksi sampel, serta mengevaluasi hasil sampel
secara cermat dan teliti.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa definisi dan tujuan sampling audit?
2. Apa yang dimaksud dengan risiko sampling dan apa aja yang termasuk risiko sampling?
3. Apa saja yang dimaksud dengan pendekatan sampling audit?
4. Apa yang dimaksud dengan :
a. Sampling dalam pengujian substantif
b. Variabel sampling
c. Sampling dalam pengujian pengendalian

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi dan Tujuan Sampling Audit


Dalam Standar Profesional Akuntan Publik 530 yang dikeluarkan oleh IAI Indonesia,
sampling audit didefinisikan sebagai :

“penerapan prosedur sudit terhadap kurang dari 100% unsur dalam suatu
populasi audit yang relevan sedemikian rupa sehingga semua unit sampling
memiliki peluang yang sama untuk dipilih untuk memberikan basis memadai
bagi auditor untuk menarik kesimpulan tentang populasi secara keseluruhan”.

Sampling audit dapat dilakukan baik untuk melaksanakan pengujian pengendalian


maupun pengujian substantif. Meskipun demikian, auditor biasanya tidak menerapkan
sampling audit dalam prosedur pengujian yang berupa pengajuan pertanyaan maupun tanya
jawab, observasi, atau prosedur analitis. Sampling audit banyak diterapkan auditor dalam
prosedur pengujuan yang berupa vouching, tracing, dan konfirmasi. Jika diterapkan dengan
semestinya, akan dapat menghasilkan bukti audit yang memadai sesuai dengan
yangdiinginkan oleh standar pekerjaan lapangan.

2.2 Sampling Audit


2.2.1 Sampling dan Bukan Sampling dalam Audit
Terdapat dua pendekatan yang dapat digunakan dalam audit sampling yaitu non
statistical dan statistik. Pada non statistik untuk menentukan ukuran sampel, pemilihan
sampel dan atau pengukuran risiko sampling pada saat mengevaluasi hasil sampel.
Sedangkan sampel statistik (statistical sampling) menggunakan hukum probabilitas
untuk menghitung ukuran sampel dan mengevaluasi hasil sampel. Dengan demikian
memungkinkan auditor untuk menggunakan ukuran sampel yang paling efisien dan
menkuantifikasi risiko sampling untuk tujuan mencapai kesimpulan statistik atas
populasi.
Kedua pendekatan tersebut mengharuskan auditor menggunakan pertimbangan
profesioanal nya dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengevaluasian bukti sampel.
Adapun keuntungan utama dari sampling statistik menurut messier, Glover, dan Prawitt
(2006) yaitu membantu auditor dalam :
a. Merancang ukuran sampel yang efisien,
b. Mengukur kecukupan dari bukti yang diperoleh
c. Mengkuantifikasi risiko sampling.
Namun tidak menutuk kemungkinan bahwa sampling statistik juga memiliki kerugian
dari adanya tambahan biaya untuk :
a. Pelatihan auditor dalam menggunakan tehnik sampling yang memadai
b. Perancangan dan pelaksanaan penerapan sampling
c. Kurangnya konsistensi penerapan antara tim audit karena kompleksitas dari
konsep yang mendasarinya.

Auditor seringkali mengetahui dimana saldo akun dan transaksi yang mungkin
mengandung salah saji. Audtor mempertimbangan pengetahuan tersebut dalam
perencanaan posedur audit nya, termasuk sampling audit. Auditor biasanya tidak
memiliki pengetahuan khusus mengenai saldo akun atau transaksi lainnya yang menurut
pertimbangannya perlu diuji untuk memenuhi tujuan auditnya. Dalah hal ini sampling
audit sangatlah berguna.
Sampling audit dapat diterapkan baik untuk melakukan pengujian pengendalian,
maupun pengujian substantif. Sampling audit dapat banyak diterapkan auditor dalam
prosedur pengujian yang berupa vouching, tracing, dan konfirmasi. Sampling audit ika
diterapkan dengan semestinya akan dapat menghasilkan bukti audit yang cukup sesuai
dengan yang diinginkan standar pekerjaan lapangan.
Adapun unit-unit yang memengaruhi sampling yaitu :
a. Unit populasi, adalah banyaknya satuan anggota populasi.
b. Standar deviasi adalah angka yang menunjukkan jarak antara nilai rata-rata
populasi dengan para anggotanya secara umum, sekaligus menunjukkan tingkat
heterogenitas atau homogenitas data dalam populasi. Standar deviasi diberi symbol
σ, dihitung dengan memperhatikan jarak individual antara masing-masing anggota
populasi (Xi) dengan rata-ratanya (μ) berdasarkan rumus sebagai berikut:
σ=
√ ∑ (X i −μ)2
n

c. Tingkat keyakinan, adalah derajat keandalan sampel terhadap populasi yang


diwakilinya, ditunjukkan oleh perkiraan persentase banyaknya populasi yang
terwakili oleh sampel.

d. Kesalahan sampling adalah ketepatan atau akurasi hasil sampling (sampling


precision = A) ditentukan oleh kesalahan sampling (sampling error = E).

Semakin banyak sampel yang diambil, semakin banyak waktu dan biaya yang
diperlukan. Auditor juga mengakui adanya konsekuensi negatif dari kemungkinan
kesalahan pengambilan keputusan yang didasarkan atas kesimpulan hasil audit terhadap
data sampel semata. Apabila auditor ingin mengurangi kemungkinan kesalahan
keputusan tersebut, auditor harus menambah jumlah sampel. Hal ini mengakibatkan
peningkatan biaya dan waktu yang diperlukan. Sebaliknya, apabila auditor ingin
mengurangi biaya dan waktu untuk melakukan pemeriksaan, maka auditor harus
mengurangi jumlah sampel. Hal ini akan memperbesar kemungkinan kesalahan
pengambilan keputusan yang didasarkan atas kesimpulan hasil audit terhadap data
sampel tersebut.

2.2.2 Statistical dan Non-Statistical Sampling


Terdapat 2 pendekatan umum dalam sampling audit yang dapat dipilih auditor
untuk memperoleh bukti audit kompeten yang cukup. Kedua pendekatan tersebut
adalah:
a. Sampling statistik (statistical sampling)
b. Sampling nonstatistik (non-statistical sampling)

Kedua pendekatan tersebut mengharuskan auditor untuk menggunakan


pertimbangan profesionalnya dalam melakukan perencanaan, pelaksanaan, dan
penilaian sampel, serta dalam menghubungkan bukti audit yang dihasilkan dari
sampel dengan bukti audit lain dalam penarikan kesimpulan atas saldo akun atau
kelompok transaksi yang berkaitan.
Cukup atau tidaknya bukti audit berkaitan dengan desain dan ukuran sampel audit.
Suatu sampel akan lebih efisien daripada yang lain jika sampel tersebut dapat
mencapai tujuan yang sama dengan ukuran sampel yang lebih kecil. Penilaian
kompetensi bukti audit semata-mata merupakan pertimbangan audit. Penilaian sampel
hanya berkaitan dengan kemungkinan bahwa keberadaan salah saji, atau
penyimpangan moneter dari kebijakan dan prosedur struktur pengendalian intern yang
ditetapkan adalah dimasukkan dalam sampel secara proporsional.
Oleh karena itu, pemilihan metode sampling statistik atau sampling non-statistik
tidak secara langsung mempengaruhi keputusan auditor mengenai :

a. Prosedur audit yang akan diterapkan atas sampel yang dipilih.


b. Kompetensi bukti audit yang diperoleh berkaitan dengan item sampel individual.
c. Tanggapan auditor atas kesalahan yang ditemukan dalam item sampel.

Statistical sampling dibagi menjadi dua bagian, yaitu :


a. Attribute Sampling
Sampling ini dugunakan untuk menguji efektifitas pengendalian internal.
Terbagi menjadi 3 bagian yaitu :
1. Fixed sample size attribute sampling
Model pengambilan sampel ini paling banyak digunakan dalam audit.
Pengambilan sampel dengan model ini ditujukan untuk memperkirakan persentase
terjadinya mutu tertentu dalam suatu populasi. Misalnya, auditor dapat
memperkirakan berapa persen bukti kas keluar (voucher) yang terdapat dalam
populasi tidak dilampiri bukti pendukung yang lengkap. Model ini digunakan jika
auditor melakukan pengujian pengendalian terhadap suatu unsur pengendalian
intern, dan auditor tersebut memperkirakan akan menjumpai beberapa
penyimpangan (kesalahan). Prosedur pengambilan sampel adalah sebagai berikut :
a) Penentuan attribute yang akan diperiksa untuk menguji efektivitas
pengendalian intern. Attribute adalah karakteristik yang bersifat kualitatif
suatu unsur yang membedakan unsur tersebut dengan unsur yang lain. Dalam
hubungannya dengan pengujian pengendalian, attribute adalah penyimpangan
dari atau tidak adanya unsur tertentu dalam suatu pengendalian intern yang
seharusnya ada.
b) Penentuan populasi yang akan diambil sampelnya. Apabila attribute telah
ditentukan, auditor harus menentukan populasi yang akan diambil, misalnya
kelompok dokumen apa yang akan diambil.
c) Penentuan besarnya sampel. Untuk menentukan besarnya sampel yang akan
diambil dari populasi tersebut secara statistik, maka auditor harus
mempertimbangkan faktor-faktor berikut :
- Penentuan tingkat keandalan (realibility level) atau confidence level atau
disingkat R%. Tingkat keandalan adalah probabilitas benar dalam
mempercayai efektivitas pengendalian intern. Sebagai contoh, jika auditor
memilih R= 95% berarti bahwa ia mempunyai risiko 5% untuk
mempercayai suatu pengendalian intern yang sebenarnya tidak efektif.
- Penaksiran presentase, terjadinya attribute dalam populasi. Penaksiran
didasarkan pada pengalaman auditor dimasa yang lalu atau dengan
melakukan percobaan.
- Penentuan batas ketepatan atas yang diinginkan (desired upper precision
limit atau DUPL)
- Penggunaan tabel penentuan besarnya sampel untuk menentukan besarnya
sampel.
d) Pemilihan anggota sampel dari seluruh anggota populasi. Setelah ditentukan
besarnya sampel, langkah selanjutnya adalah menentukan anggota populasi
yang akan menjadi sampel. Agar setiap anggota populasi dapat menjadi
sampel, maka auditor dapat menggunakan tabel acak.
e) Pemeriksaan terhadap attribute yang menunjukkan efektivitas unsur
pengendalian intern. Langkah selanjutnya adalah memeriksa attribute yang
telah ditentukan sebelumnya pada sampel yang akan diambil. Auditor harus
mencatat beberapa kali menemukan attribute yang tidak sesuai dengan
pengendalian intern yang telah dilakukan.
f) Evaluasi hasil pemeriksaan terhadap attribute anggota sampel. Apabila auditor
telah mendapatkan tingkat kesalahan dalam attribute, maka auditor dapat
membandingkan tingkat kesalahan dalam sampel tersebut dengan
menggunakan tabel Achieved Upper Percision Limit (AUPL). AUPL akan
dibandingkan dengan DUPL. Jika AUPL lebih rendah dari AUPL, kesimpulan
yang dapat diambil adalah unsur pengendalian intern yang diperiksa
merupakan unsur sistem yang efektif.
2. Stop or Go Sampling
Jika auditor menggunakan fixed sample size attribute sampling, kemungkinan ia
akan terlalu banyak mengambil sampel. Hal ini dapat diatasi dengan
menggunakan model attribute sampling yang lain, yaitu stop or go sampling. Jika
auditor tidak menemukan adanya penyimpangan atau menemukan jumlah
penyimpangan tertentu yang telah ditetapkan, ia dapat menghentikan pengambilan
sampelnya.
Prosedur yang harus ditempuh oleh auditor dalam menggunakan stop or go
sampling adalah sebagai berikut :
a) Tentukan desired upper precision limit dan tingkat keandalan. Pada tahap ini
auditor menentukan tingkat keandalan yang akan dipilih dan tingkat kesalahan
maksimum yang dapat diterima. Tabel yang tersedia dalam stop or go
sampling ini menyarankan auditor untuk memilih tingkat kepercayaan 90%,
95% atau 99%.
b) Gunakan tabel besarnya sampel minimum untuk pengujian pengendalian guna
menentukan sampel pertama yang harus diambil. Setelah tingkat keandalan
dan desired upper precision limit (DUPL) ditentukan, langkah berikutnya
adalah menentukan besarnya sampel minimum yang harus diambil oleh
auditor dengan bantuan tabel besarnya sampel minimum untuk pengujian
pengendalian. Jika pengendalian intern baik, auditor disarankan untuk tidak
menggunakan tingkat keandalan kurang dari 95% dan menggunakan desired
upper precision limit lebih dari 5%. Dengan demikian pada umumnya dalam
pengujian pengendalian, auditor tidak pernah memilih besarnya sampel kurang
dari 60.
c) Buat tabel stop or go decision. Setelah besarnya sampel minimum ditentukan
langkah selanjutnya adalah membuat tabel keputusan. Dalam tabel stop or go
decision tersebut auditor akan mengambil sampel sampai 4 kali. Evaluasi hasil
pemeriksaan terhadap sampel.

3. Discovery Sampling
Umumnya kondisi yang diperlukan sebagai dasar penggunaan discovery
sampling adalah:
1. Jika auditor memperkirakan tingkat kesalahan dalam populas sebesar nol atau
mendekati nol persen
2. Jika auditor mencari karakteristik yang sangat kritis, yang jika hal ini
ditemukan, merupakan petunjuk adanya ketidakberesan yang lebih luas atau
kesalahan yang serius dalam laporan keuangan.
Discovery sampling digunakan pula oleh auditor dalam pengujian substantif. Jika
tujuan audit untuk menemukan paling tidak satu kesalahan yang mempunyai dampak
potensial terhadap suatu akun, discovery sampling umumnya dipakai untuk tujuan
tersebut. Prosedur pengambilan sampel dalam discovery sampling adalah sebagai
berikut :
- Tentukan attribute yang akan diperiksa
- Tentukan populasi dan besar populasi yang akan diambil sampelnya
- Tentukan tingkat keandalan
- Tentukan desired upper precision limit
- Tentukan besarnya sampel
- Periksa attribute sampel
- Evaluasi hasil pemeriksaan terhadap karakteristik sampel

b. Variable Sampling
Sampling ini digunakan untuk menguji nilai rupiah yang tercantum dalam
akun, digunakan dalam pengujian substantif. Variable sampling tepat untuk diterapkan
auditor, antara lain pada :
1. Observasi dan penilaian persediaan
2. Konfirmasi piutang dagang
3. Cadangan untuk piutang tak tertagih
4. Cadangan persediaan yang rusak
5. Menilai persediaan dalam proses
6. Menilai aktiva tetap dalam public utility company
7. Penilaian umur piutang

Ada tiga teknik yang dapat digunakan dalam variabel sampling, yaitu :
1. Mean-per-unit (MPU)
Langkah-langkah dalam perencanaan estimasi MPU, meliputi :
a. Menentukan tujuan rencana sampling
b. Mendefinisikan kondisi kesalahan
c. Mendefinisikan populasi dan unit sampling
d. Menentukan ukuran sampel
e. Menentukan metode pemilihan sampel
f. Melaksanakan rencana sampling
g. Mengevaluasi hasil sampel

2. Difference estimation
Dalam sampling estimasi perbedaan ini, perbedaan dihitung untuk setiap item
sampel yang sama dengan nilai audit item tersebut dikurangi nilai bukunya. Auditor
kemudian menggunakan rata-rata perbedaan untuk menghimpun estimasi nilai
populasi total. Variabilitas perbedaan tersebut digunakan untuk menentukan (achieved
precision) atau cadangan (allowance) yang dapat diterima oleh risiko sampling.
Ada empat hal yang harus dipenuhi untuk menggunakan tehnik sampling ini,
yaitu:
a. Nilai buku setiap item populasi harus dapat diketahui auditor
b. Total nilai buku populasi harus diketahui auditor
c. Jumlah keseluruhan dari nilai buku item populasi harus sama dengan total nilai
buku populasi
d. Harus ada perbedaan antara nilai audit dan nilai buku yang dapat diharapkan

3. Sampling Estimasi Rasio


Dalam sampling ini, auditor menentukan nilai audit untuk setiap item sampel.
Rasio dihitung dengan menghitung hasil pembagian jumlah nilai audit dibagi jumlah
nilai buku item sampel. Rasio tersebut kemudian dikalikan dengan nilai buku total
untuk menghasilkan nilai populasi yang diestimasikan.
Sama dengan estimasi perbedaan, ada empat hal yang harus dipenuhi untuk
menggunakan tehnik sampling ini.

Non Statistic Sampling merupakan sampel yang dilakukan berdasarkan kriteria


subyektif. Auditor dapat menentukan besarnya sampel yang diambil dalam
samplingnon statistik, dengan melakukan pertimbangan subyektif
berdasarkan pengalamanannya.
Pelaksaan evaluasi atas sampel juga dilakukan berdasar kriteria subyektif dan
pengalaman auditor yang bersangkutan.

2.2.3 Sampling dan Risiko Audit


Risiko audit terdiri dari:
a. Inhern risk, kerentanan suatu saldo akun atau golongan transaksi terhadap
suatu salah saji material, dengan asumsi bahwa tidak terdapat pengendalian
yang terkait.

b. Control risk, suatu salah saji material yang dapat terjadi dalam suatu asersi
tidak dapat dicegah atau dideteksi secara tepat waktu oleh pengendalian intern
entitas.

c. Detection risk, auditor tidak dapat mendeteksi salah saji material yang dapat
terjadi dalam suatu asersi.

Adapun aspek-aspek risiko audit:


a. Risiko sampling, timbul dari kemungkinan bahwa jika suatu pengujian
pengendalian atau pengujian substantive terbatas pada sampel, kesimpulan
auditor mungkin menjadi lain dari kesimpulan yang akan dicapainya jika cara
pengujian yang sama diterapkan terhadap semua unsur saldo akun atas
kelompok transaksi.

b. Risiko non samplig, meliputi semua aspek risiko audit yang tidak berkaitan
dengan sampling. Risiko ini tidak penah dapat diukur secara matematis. Risiko
non sampling timbul karena :
1. Kesalahan manusia seperti gagal mengakui kesalahan dalam dokumen.
2. Kesalahan pemilihan maupun penerapan prosedur audit yang tidak
sesuai dengan tujuan audit.

2.2.4 Jenis Pengujian Audit yang mungkin memerlukan Sampling


Beberapa pengujian audit yang mungkin memerlukan sampling antara lain :
a. Pengujian pengendalian
b. Pengujian substantive atas transaksi
c. Pengujian atas rincian saldo

Perbedaan utama antara pengujian pengendalian, pengujian substantive atas


transaksi dan pengujian atas rincian saldo terletak pada apa yang ingin diukur oleh
auditor.
2.3 Sampling dalam Pengujian Pengendalian
2.3.1 Perencanaan Sampling
Dalam perencanaan sampel audit tertentu untuk pengujian pengendalian, auditor
harus mempertimbangkan :
a. Hubungan antara sampel dengan tujuan pengujian pengendalian
b. Tingkat penyimpangan maksimum dari pengendalian yang ditetapkan yang akan
mendukung tingkat risiko pengendalian yang direncanakan.
c. Tingkat risiko yang dapat diterima auditor atas penentuan risiko pengendalian yang
terlalu rendah.
d. Karakteristik populasi, yaitu unsur yang membentuk saldo akun atau kelompok
transaksi yang menjadi fokus perhatian.

Terhadap berbagai pengujian pengendalian, sampling tidak dapat diterapkan.


Prosedur yangdilaksanakan untuk memperoleh pemahaman ataspengendalian intern
memadai untuk merencanakan audittidak dapat dilaksanakan dengan menggunakan
sampling. Sampling biasanya tidakdapat diterapkandalam pengujian pengendalian yang
sangat tergantung atas pemisahan tugas memadai atau yang sebaliknya tidak akan
memberikan bukti dokumenter atas kinerja. Di samping itu, sampling mungkin tidak
dapat diterapkan dalam pengujian atas pengendalian tertentu yang didokumentasikan.
Sampling tidak dapat diterapkan untuk pengujian yang ditujukan untuk memperoleh
bukti tentang desain atau operasi suatu lingkungan pengendalian atau sistem akuntansi.
Sebagai contoh, sampling tidak dapat diterapkan dalam prosedur permintaan keterangan
atau observasi mengenai penjelasan atas penyimpangan dari anggaran, jika auditor tidak
ingin mengestimasi tingkat penyimpangan dari pengendalian yang telah ditetapkan.
Dalam mendesain sampel untuk pengujian pengendalian, auditor biasanya harus
merencanakan untuk menilai efektivitas operasi dalam hubungannya dengan
penyimpangan dari pengendalian internyang telah ditetapkan, baik dalam bentuk tingkat
penyimpangan maupun jumlah moneter transaksi yang terkait.Dalam hal ini,
pengendalian tertentu adalah pengendalian yang belum dimasukkan dalam desain
pengendalian intern yang akan berpengaruh sebaliknya terhadap rencana tingkat risiko
pengendalian yang ditetapkan oleh auditor. Tingkat risiko pengendalian secara
keseluruhan yang ditetapkan oleh auditor untuk asersi tertentu melibatkan kombinasi
antara pertimbangan atas pengendalian yang telah ditetapkan, penyimpangan dari
prosedur atau kebijakan yang telah ditetapkan,dan tingkat keyakinan yang diberikan oleh
sampel dan pengujian pengendalian yang lain.
Auditor harus menentukan tingkat penyimpangan maksimum dari pengendalian
yang telah ditetapkan, yaitu, ia akan bersedia menerima tanpa mengubah rencana tingkat
risiko pengendalian yang telah ditetapkan. Inilah yang disebut tingkat penyimpangan
yang dapat diterima. Dalam penentuan tingkat penyimpangan yang dapat diterima,
auditor harus mempertimbangkan (a) tingkat risiko pengendalian yang direncanakan, dan
(b) tingkat keyakinan yang diinginkan oleh bukti audit dalam sampel. Sebagai contoh,
jika auditor merencanakan untuk menentukan tingkat risiko pada tingkat yang rendah,
dan ia menginginkan tingkat keyakinan yang tinggi dari bukti audit yang tersedia dari
sampel untuk pengujian pengendalian (yaitu, tidak melakukan pengujian pengendalian
yang lain atas asersi), ia mungkin menentukan bahwa tingkat penyimpangan yang dapat
diterima sebesar 5% atau lebih kecil makin baik. Jika auditor merencanakan tingkat
risiko pengendalian yang lebih tinggi, atau ia menginginkan tingkat keyakinan dari
pengujian pengendalian yang lain bersama-sama dengan yang disediakan oleh sampel
(seperti misalnya permintaan keterangan atas cukup atau tidaknya personalia entitas atau
pengamatan atas penerapan prosedur atau kebijakan), auditor mungkin memutuskan
bahwa tingkat penyimpangan yang dapat diterima sebesar 10% atau lebih adalah cukup
memadai.
Dalam penentuan tingkat penyimpangan yang dapat diterima, auditor harus
mempertimbangkan bahwa, sementara penyimpangan dari pengendalian tertentu
meningkatkan risiko salah saji material dalam catatan akuntansi, penyimpangan tersebut
tidak perlu menghasilkan suatu salah saji. Sebagai contoh, suatu pengeluaran yang
tercatat, yang tidak memperlihatkan adanya bukti persetujuanyang diperlukan, dapat
merupakan transaksi yang telah diotorisasi dan dicatat secara semestinya. Penyimpangan
hanya akan menyebabkan salah saji dalam catatan akuntansi jika penyimpangan dan
salahsaji tersebut terjadi dalam transaksi yang sama. Penyimpangan dari prosedur
pengendalian tertentu pada tingkat tertentu biasanya diharapkan akan menghasilkan salah
saji pada tingkat yang lebih rendah.
Dalam beberapa situasi, risiko salah saji material atas suatu asersi mungkin
berkaitan dengan kombinasi pengendalian. Jika kombinasi antaradua atau lebih
pengendalian diperlukan untuk mempengaruhi risiko salah saji material, maka
pengendalian intern tersebut harus dipandang sebagai satu prosedur, dan penyimpangan
dari kombinasi prosedur atau kebijakan harus dinilai dengan dasar tersebut.
Sampel yang diambil untuk pengujian terhadap efektivitas pelaksanaan
pengendalian ditujukan untuk memberikan dasar bagi auditor dalam menyimpulkan
apakah prosedur atau kebijakan pengendalian telah diterapkan sebagaimana yang telah
ditetapkan. Jika tingkat keyakinan tinggi diharapkan dari bukti audit yang dihasilkan dari
sampel, auditor harus menerima tingkat risiko sampling yang rendah (yaitu, risiko
pengendalian ditentukan terlalu rendah) .
Untuk menentukan jumlah unsur yang akan dipilih sebagai sampel dalam
pengujianpengendalian, auditor harus mempertimbangkan tingkat penyimpangan yang
dapat diterima dari pengendalian yang diuji, kemungkinan tingkat penyimpangan, dan
risiko yang dapat diterima dalam penentuan tingkat risiko pengendalian yang terlalu
rendah. Auditor menerapkan pertimbangan profesionalnya untuk menghubungkan
berbagai faktor tersebut dalam menentukan ukuran sampel memadai.

2.3.2 Pemilihan Sampel


Unsur sampel harus dipilih sedemikian rupa sehingga sampel yang terpilih
diharapkan dapat mewakili populasi. Oleh karena itu, semua unsur dalam populasi harus
memiliki kesempatan yang sama untuk dipilih. Pemilihan secara acak merupakan salah
satu cara pemilihan sampel tersebut. Ada tiga metode pemilihan sampel yang umum
digunakan: (1) pemilihan acak (randomselection), yaitu setiap unsur dalam populasi atau
dalam setiap strata memiliki kesempatan yangsama untuk dipilih, (2) pemilihan
sistematik (systematic selection), yaitu pemilihan unsur dengan menggunakan interval
konstan di antara yang dipilih, yang interval permulaannya dimulai secara acak, (3)
pemilihan sembarang (haphazardselection), yang merupakan alternatif pemilihan
acak,dengan syarat auditor mencoba mengambil sampel yang mewakili dari keseluruhan
populasi tanpa maksud untuk memasukkan atau tidak memasukkan unit tertentu ke
dalam sampel yang dipilih. Idealnya, auditor harus menggunakan metode pemilihan yang
memiliki kemampuan untuk memilih unsur dari seluruh periode yang diaudit. SA Seksi
319 [PSA No. 23] Pertimbangan Pengendalian Intern dalam Audit Laporan Keuangan
paragraf 73 memberikan panduan yang dapat diterapkan dalam penggunaan sampling
oleh auditor selama periode interim dan periode sisanya.

2.3.3 Kinerja dan Penilaian


Prosedur audit memadai untuk mencapai tujuan pengujian pengendalian harus
dilaksanakan terhadap setiap unsur sampel. Jika auditor tidak dapat menerapkan prosedur
audit yang direncanakan atau prosedur alternatif memadai terhadap unsur sampel yang
terpilih, ia harus mempertimbangkan penyebab keterbatasan tersebut, dan ia biasanya
harus mempertimbangkan unsur yang terpilih tersebut sebagai penyimpangan dari
prosedur atau kebijakan yang telah ditetapkan untuk tujuan penilaian sampel.
Tingkat penyimpangan dalam sampel merupakan estimasi terbaik auditor terhadap
tingkat penyimpangan dalam populasi yang menjadi asal sampel. Jika estimasi tingkat
penyimpangan lebih kecil dari tingkat penyimpangan yang dapat diterima untuk
populasi, auditor harus mempertimbangkan risiko bahwa hasil semacam itu mungkin
akan diperoleh walaupun tingkat penyimpangan yang sesungguhnya dalam populasi
melebihi tingkat penyimpangan populasiyang dapat diterima. Sebagai contoh, jika
tingkat penyimpangan populasi yang dapat diterimasebesar 5%, dan auditor tidak
menemukan penyimpangan dalam sampel sebanyak 60 unsur, auditordapat
menyimpulkan bahwa terdapat suatu risiko sampling rendah yang dapat diterima bahwa
tingkat penyimpangan sesungguhnya dalam populasi melarnpaui tingkat 5% yang dapat
diterima. Sebaliknya, jika dalam sampel tersebut terdapat satuatau lebih penyimpangan,
auditor dapat menyimpulkan bahwa terdapat risiko sampling tinggi yangtidak dapat
diterima bahwa tingkat penyimpangan dalam populasi melampaui tingkat 5% yang dapat
diterima. Auditor menggunakan pertimbangan profesionalnya dalam melakukan evaluasi
tersebut.
Di samping itu, dalam penilaian terhadap frekuensi penyimpangan dalam prosedur
tertentu, pertimbangan juga dilakukan terhadap aspek kualitatif suatu penyimpangan. Hal
ini meliputi (a) sifat dan penyebab penyimpangan, seperti misalnya, apakah
penyimpangan tersebut merupakan kekeliruan atau ketidakberesan, atau disebabkan oleh
tidak dipahaminya instruksi atau kecerobohan, dan (b) kemungkinan hubungan antara
penyimpangan dengan fase-fase lain dalam audit. Penemuan adanya suatu
ketidakberesan biasanya memerlukan pertimbangan yang lebih luas atas kemungkinan
implikasinya daripada penemuan adanya suatu kekeliruan.
Jika auditor menyimpulkan bahwa hasil sampel tidak mendukung tingkat risiko
pengendalian yang direncanakan atas suatu asersi, maka ia harus menilai kembali sifat,
waktu, dan lingkup prosedur substantif berdasarkan atas pertimbangan yang telah
direvisi atas tingkat risiko pengendalian yang ditetapkan untuk asersi laporan keuangan
yang relevan.
2.3.4 Risiko Sampling
Tingkat risiko sampling mempunyai hubungan yang terbalik dengan ukuran sampel.
Semakin kecil ukuran sampel, semakin tinggi risiko samplingnya. Sebaliknya, semakin
besar ukuran sampel, semakin rendah risiko samplingnya. Risiko sampling dapt
dibedakan atas :
a) Risiko sampling dalam pengujian substantive atas detail atau rincian.
Auditor memperhatikan dua aspek penting dari risiko sampling, yang meliputi
1. Risiko keliru menerima (risk of incorrect acceptance), yaitu risiko menentukan
tingkat risiko pengendalian, berdasarkan hasil sampel, terlalu rendah
dibandingkan dengan efektivitas operasi pengendalian yang sesungguhnya.
2. Risiko keliru menolak (risk of incorrect rejection), yaitu risiko penentuan
tingkat risiko pengendalian, berdasarkan hasil sampel, yang terlalu tinggi
dibandingkan dengan efektivitas operasi pengendalian yang sesungguhnya.

Risiko keliru menolak dan risiko penentuan tingkat risiko pengendalian yang
terlalu tinggi, berkaitan dengan efisiensi audit. sebagai contoh, jika penilaian auditor
atas sampel audit menuntunnya pada kesimpulan awal yang keliru bahwa suatu saldo
telah salah saji secara material, padahal kenyataannya tidak demikian, penerapan
prosedur tambahan dan pertimbangan atas bukti-bukti audit yang lain biasanya akan
menuntun auditor ke kesimpulan yang benar. Sama halnya, jika penilaian auditor atas
sampel menuntunnya pada penentuan tingkat risiko pengendalian yang terlalu tinggi,
maka biasanya auditor akan memperluas lingkup pengujian substantif untuk
mengkompensasi anggapannya atas ketidakefektivan pengendalian. Walaupun audit
dilaksanakan kurang efisien dalam kondisi tersebut namun tetap efektif.
Risiko keliru menerima dan risiko penentuan tingkat risiko pengendalian yang
terlalu rendah, berkaitan dengan efektivitas audit dalam pendeteksian terhadap ada
atau tidaknya salah saji yang material.

b) Risiko sampling dalam melaksanakan pengujian pengendalian


Auditor memperhatikan dua aspek penting dalam risiko sampling, yang meliputi :
1. Risiko penentuan tingkat risiko pengendalian yang terlalu rendah (risk of
assessing control risk too low), risiko menentukan tingkat risiko pengendalian,
berdasarkan hasil sampel yang terlalu tinggi dibandingkan dengan efektivitas
operasi pengendalian yang sesungguhnya.
2. Risiko penentuan tingkat risiko pengendalian yang terlalu tinggi (risk of
assessing control risk too high), risiko menentukan tingkat risiko pengendalian
berdasarkan hasil sampel yang terlalu tinggi dibandingkan dengan efektivitas
operasi pengendalian yang sesungguhnya.

2.3.5 Statistical Sampling yang dilakukan


Attribute sampling merupakan metode sampling yang meneliti sifat non angka dari
data karena pada pengujian pengendalian fokus perhatian auditor adalah pada jejak-jejak
pengendalian yang terdapat pada data/dokumen yang diuji. Attribute sampling bertujuan
untuk membuat estimasi mengenai keadaan populasi. Attribute sampling dapat dilakukan
dengan 2 cara, yaitu menggunakan rumus statistik dan menggunakan tabel.
Tahapan dan proses proses pelaksanaan attribute sampling yang menggunakan
tabel:
1. Menyusun rencana audit
o Risiko Sampling (ARO)
o Toleransi penyimpangan (TDR)
o Perkiraan kesalahan dalam populasi (EPDR)
2. Menetapkan jumlah sampel
3. Memilih sampel
4. Menguji sampel
5. Mengestimasi kedaan populasi
6. Membuat simpulan hasil audit

Langkah-langkah sampling dibagi dalam 6 tahap:


1. Menyusun Rencana Audit
o Jenis pengujian yang akan dilakukan
o Tujuan pengujian
o Populasi yang akan diteliti
o Asumsi-asumsi yang akan digunakan dalam penelitian
2. Menetapkan Jumlah/Unit Sampel
3. Memilih Sampel
4. Menguji Sampel
5. Mengestimasi Keadaan Populasi
6. Membuat Simpulan Hasil Audit

Discovery sampling, teknik sampling yang bertujuan untuk menemukan suatu


kejadian serius atau penyimpangan yang perlu mendapat perhatian dalam populasi yang
diuji. Discovery sampling diterapkan untuk menguji ketaatan terhadap ketentuan yang
tidak ada toleransi atas satu penyimpangan apapun.
Acceptance sampling, teknik sampling yang bertujuan untuk menentukan sikap
menerima atau menolak populasi. Untuk acceptance sampling, unit sampel ditetapkan
dari tabel ukuran sampel. Dalam audit, menerima populasi berarti menyatakan
pengendalian intern handal, sebaliknya menolak populasi berarti menyatakan
pengendalian intern lemah.

2.3.6 Non Statistical Sampling yang dilakukan


Pada sampling non-statistic, unit sampel dan evaluasi hasil samplingnya
dilakukan berdasarkan judgement, tanpa menggunakan formula/rumus yang baku.
Pemilihan sampelnya boleh dilakukan secara acak dan non acak. Contoh:

1. Menyusun rencana audit


o Tujuan audit. Misalnya ketaatan pengadaan barang dan jasa terhadap pagu
anggaran.
o Toleransi penyimpangan (TDR), sebagai bahan pertimbangan untuk membuat
simpulan hasil audit, misalnya ditetapkan TDR = 2%
2. Menetapkan unit sampel. Unit sampel ditetapkan berdasarkan judgement, tanpa
menggunakan rumus atau formula tertentu, misalnya n = 30 unit.

3. Memilih sampel. Pemilihan sampel boleh acak atau tidak.

4. Menguji sampel dan mengestimasi keadaan populasi, misalnya dari 30 sampel ada
satu kegiatan pengadaan yang melebihi anggaran. Sampling deviation rate adalah 1/30
= 3,3%.

5. Membuat simpulan hasil audit. Simpulan dibuat berdasarkan perbandingan SDR dan
TDR. SDR > TDR berarti pengendalian pagu anggaran pengadaan lemah.
2.4 Sampling dalam Pengujian Substantif
2.4.1 Perencanaan Sampling
Perencanaan meliputi pengembangan strategi untuk melaksanakan audit atas
laporan keuangan. Untuk panduan umum perencanaan, lihat SA Seksi 311 (PSA No.
05) Perencanaan dan Supervisi.
Dalam perencanaan sampel untuk pengujian substantif rinci, auditor harus
mempertimbangkan :
a. Hubungan antara sampel dan tujuan audit yang relevan. Lihat SA Seksi 326 (PSA
No. 07) Bukti Audit.
b. Pertimbangan pendahuluan atas tingkat materialitas.
c. Tingkat risiko keliru menerima yang dapat diterima (allowable risk of incorrect
acceptance).
d. Karakteristik populasi, yaitu unsur yang membentuk saldo akun atau kelompok
transaksi yang menjadi perhatian.
Dalam perencanaan sampel tertentu, auditor wajib mempertimbangkan tujuan
audit tertentu yang harus dicapai dan wajib menentukan apakah prosedur atau
kombinasi prosedur audit yang akan diterapkan akan mencapai tujuan tersebut. Auditor
wajib menentukan apakah populasi yang menjadi asal suatu sampel adalah memadai
untuk suatu tujuan audit. Sebagai contoh, auditor tidak akan dapat mendeteksi
penyajian akun yang terlalu rendah karena adanya unsur yang dihilangkan, dengan
melakukan sampling atas catatan. Rencana sampling semestinya untuk pendeteksian
penyajian yang terlalu rendah tersebut melibatkan pemilihan sumber data yang
mengikut sertakan unsur yang dihilangkan. Sebagai gambaran, pengeluaran kas
kemudian mungkin perlu diambil sampelnya untuk menguji apakah utang dagang telah
disajikan terlalu rendah karena tidak dicatatnya transaksi pembelian. Atau dokumen
pengiriman mungkin diambil sampelnya untuk mendeteksi penyajian penjualan yang
terlalu rendah karena pengiriman yang telah dilakukan belum dicatat sebagai penjualan.
Penilaian dalam satuan moneter atas hasil sampel untuk pengujian substantif
rincian akan memberikan manfaat secara langsung bagi auditor, karena penilaian
seperti itu dapat dihubungkan dengan pertimbangan auditor atas jumlah salah saji
moneter yang mungkin material. Dalam perencanaan sampel untuk pengujian substantif
rinci, auditor wajib mempertimbangkan berapa besar salah saji moneter yang dapat
terkandung dalam saldo akun atau kelompok transaksi yang bersangkutan tanpa
mengakibatkan laporan keuangan menjadi salah saji secara material. Salah saji moneter
maksimum pada saldo atau kelompok ini disebut salah saji yangdapat diterima
(tolerable misstatement) pada sampel. Salah saji yang dapat diterima adalah suatu
konsep perencanaan dan berkaitan dengan pertimbangan pendahuluan auditor atas
tingkat materialitas, yang ditentukan sedemikian rupa sehingga salah saji yang dapat
diterima, dikombinasikan untuk seluruh rencana audit, tidaklah melampaui estimasi
tingkat materialitas tersebut.
Standar pekerjaan lapangan kedua menyatakan, "Pemahaman memadai atas
pengendalian intern harus diperoleh untuk merencanakan audit dan menentukan sifat,
saat, dan lingkup pengujian yangakan dilakukan."Setelah menentukan dan
mempertimbangkan tingkat risiko bawaan dan risiko pengendalian, auditor
melaksanakan pengujian substantif untuk membatasi risiko deteksi pada tingkat yang
dapat diterima. Pada saat tingkat risiko bawaan, risiko pengendalian, dan risiko deteksi
yang telah ditentukan untuk prosedur audit lain yang diarahkan ketujuan audit yang
sama menurun, risiko keliru menerima yang dapat diterima oleh auditor untukpengujian
substantif rinci meningkat, sehingga, ukuran sampel yang diperlukan untuk pengujian
substantif atas rincian tersebut semakin kecil. Sebagai contoh, jika risiko bawaan dan
risiko pengendalian ditentukan pada tingkat maksimum, dan tidak ada pengujian
substantif lain yang diarahkan ke tujuan audit yang sama, auditor harus menerima risiko
keliru menerima dengan tingkat yang rendah untuk pengujian substantif rinci. Dalam
hal ini, auditor memilih ukuran sampel yang lebih besar untuk pengujian atas rincian
daripada jika ia menerima risiko keliru menerima dengan tingkat yang lebih tinggi.
Lampiran Seksi ini menguraikan bagaimana auditor dapat menghubungkan
risiko keliru menerima untuk pengujian substantif atas rincian dengan penentuan risiko
bawaan, risiko pengendalian, dan risiko bahwa prosedur analitik dan pengujian
substantif lain yang relevan akan gagal mendeteksi salah saji material.
Sebagaimana dibahas dalam SA Seksi 326 [PSA No. 07] Bukti Audit,cukup atau
tidaknya pengujian atas rincian saldo akun atau, kelompok transaksi tertentu, berkaitan
dengan penting atau tidaknya unsur yang diuji dan kemungkinan salah saji yang
material. Dalam perencanaan sampel untuk pengujian substantif atas rincian, auditor
menggunakan pertimbangannya untuk menentukan unsur, jika ada, yang harus diuji
tersendiri, dan unsur yang harus disampling. Auditor wajib memeriksa unsur yang,
menurut pertimbangannya, tidak sesuai untuk penerapan risiko sampling. Sebagai
contoh, hal tersebut meliputi unsur yang potensi salah sajinya secara individual dapat
sama atau melebihi salah saji yang dapat diterima. Semua unsur yang telah diputuskan
oleh auditor untuk diperiksa 100% bukan merupakan bagian dari populasi yang
disampling. Unsur lain yang menurut pertimbangan auditor perlu diuji untuk memenuhi
tujuan audit namun tidak perlu diperiksa 100 %, harus disampling.
Auditor mungkin dapat mengurangi ukuran sampel yang disyaratkan dengan
memisahkan unsur yang disampling ke dalam kelompok-kelompok yang relatif
homogen berdasarkan atas beberapa karakteristik yang berkaitan dengan tujuan audit
tertentu. Sebagai contoh, dasar-dasar umum untuk pengelompokan tersebut adalah nilai
buku atau catatan unsur, sifat pengendalian yang terkait dengan pemrosesan unsur, dan
pertimbangan khusus yang berkaitan dengan unsur tertentu. Jumlah unsur memadai
kemudian ditentukan dari masing-masing kelompok.
Untuk menentukan jumlah unsur yang harus dipilih dalam suatu sampel pada
pengujian substantif tertentu, auditor wajib mempertimbangkan salah saji yang dapat
diterima, risiko keliru menerima yang dapat diterima, dan karakteristik populasi.
Auditor menggunakan pertimbangan profesionalnya untuk menghubungkan faktor-
faktor ini dalam penentuan ukuran sampel memadai. Lampiran Seksi ini menguraikan
dampak faktor-faktor ini yang mungkin timbul dalam ukuran sampel.

2.4.2 Pemilihan Sampel


Unsur sampel harus dipilih sedemikian rupa sehingga sampelnya dapat diharapkan
mewakili populasi. Oleh karena itu, semua unsur dalam populasi harus memiliki
kesempatan yang sama untuk dipilih. Sebagai contoh, pemilihan secara acak atas unsur
merupakan suatu cara memperoleh sampel yang mewakili.

2.4.3 Kinerja dan Penilaian


Prosedur audit memadai untuk suatu tujuan audit tertentu harus diterapkan
terhadap setiap unsur sampel. Dalam beberapa situasi, auditor mungkin tidak dapat
menerapkan prosedur audit yang direncanakan terhadap unsur sampel yang terpilih
karena, misalnya, dokumentasi pendukungnya hilang. Perlakuan auditor terhadap unsur
yang tidak diperiksa ini akan tergantung pada dampak unsur tersebut terhadap penilaian
hasil sampel.Jika penilaian auditor terhadap hasil sampel tidak berubah dengan
dipertimbangkannya unsur yang tidak diperiksa sebagai salah saji,maka tidak perlu
dilakukan pemeriksaan terhadap unsur tersebut. Namun, jika setelah mempertimbangkan
unsur yang tidak diperiksa ternyata auditor berkesimpulan bahwa saldo atau kelompok
transaksi berisi salah saji yang material, ia wajib mempertimbangkan procedur alternatif
yang dapat memberikan bukti yang cukup untuk mengambil kesimpulan. Auditor
berkewajiban pula untuk mempertimbangkan apakah alasan-alasan yang mendasari
tentang tidak dapat diperiksanya unsur tersebut memiliki implikasi terhadap penentuan
tingkat risiko pengendalian yang telah direncanakan, atau seberapa jauh ia dapat
menaruh kepercayaan kepada representasi klien.
Auditor wajib memproyeksikan salah saji hasil sampel terhadap unsur dalam
populasi yang menjadi asal sampel yang dipilih. Ada beberapa cara yang dapat diterima
untuk memproyeksikan salah saji dari suatu sampel.Sebagai contoh, auditor mungkin
telah memilih sebuah sampel dari setiap unsur yang kedua puluh (50 unsur) dari suatu
populasi yang terdiri dari 1000 unsur. Jika auditor menemukan lebih saji (overstatement)
sebesar Rp 600.000 dalam sampel tersebut, maka auditor dapat memproyeksikan lebih
saji sebesar Rp 12.000.000 dengan membagi jumlah lebih saji dalam sampel tersebut
dengan pecahan antara total sampel dengan total populasi. Auditor harus menambahkan
proyeksi tersebut ke salah saji yang ditemukan dalam unsur yang diperiksa 100%. Total
salah saji projeksian tersebut harus dibandingkan dengan salah saji saldo akun atau
kelompoktransaksi yang dapat diterima, dan pertimbangan memadai harus dilakukan
terhadap risiko sampling. Jika total salah saji projeksian lebih kecil daripada salah saji
yang dapat diterima untuk saldo akun atau kelompok transaksi, auditor harus
mempertimbangkan pula risiko bahwa hasil semacam ini mungkin masih diperoleh,
walaupun salah saji moneter yang sesungguhnya dalam populasi melebihi salah saji yang
dapat diterima. Sebaliknya, jika total salah saji projeksian mendekati salah saji yang
dapat diterima, auditor dapat menyimpulkan adanya risiko yang sangat tinggi bahwa
salah saji moneter yang sesungguhnya dalam populasi melebihi salah saji yang dapat
diterima. Auditor menggunakan pertimbangan profesionalnya dalam membuat penilaian
tersebut.
Sebagai tambahan terhadap penilaian atas frekuensi dan jumlah moneter suatu
salah saji,auditor harus mempertimbangkan aspek kualitatif suatu salah saji. Hal ini
meliputi (a) sifat dan penyebab salah saji, sepertiapakah salah saji disebabkan oleh
perbedaan secara prinsip atau perbedaan dalam penerapan, apakah disebabkan oleh
kekeliruan atau ketidakberesan, dan apakah disebabkan oleh tidak dipahaminya instruksi
atau kecerobohan, dan (b) kemungkinan hubungan antara salah saji dengan tahapan audit
yang lain. Penemuan adanya ketidakberesan biasanya memerlukan pertimbanganyang
lebih luas atas kemungkinan implikasinya daripada penemuan adanya kekeliruan.
Jika hasil sampel menunjukkan bahwa asumsi perencanaan auditor tidak benar,
maka ia harus mengambil tindakan yang dipandang perlu. Sebagai contoh, jika salah saji
moneter ditemukan dalam pengujian substantif atas rincian jumlah atau frekuensi, yang
lebih besar dari tingkat risiko bawaan dan risiko pengendalian yang telah ditentukan,
maka auditor harus mengubah tingkat risiko yang ditentukan sebelumnya. Auditor harus
juga mempertimbangkan apakah ia akan memodifikasi pengujian audit yang lain yang
telah dirancang atas dasar tingkat risiko bawaan dan risiko pengendalian sebelumnya.
Sebagai contoh, sejumlah besar salah saji ditemukan dalam konfirmasi piutang mungkin
merupakan indikasi perlu dipertimbangkannya kembali tingkat risiko pengendalian yang
telah ditentukan dikaitkan dengan asersi yang berdampak terhadap desain pengujian
substantif atas penjualan atau penerimaan kas.
Auditor harus mengaitkan penilaian atas sampel dengan bukti audit lain yang
relevan dalam penarikan kesimpulan atas saldo-saldo akun atau kelompok transaksi yang
berkaitan. Hasil proyeksi salah saji untuk penerapan sampling audit dan penerapan
nonsampling harus dipertimbangkan secara total, bersama-sama dengan bukti audit lain
yang relevan, dalam rangka penilaian auditor terhadap apakah laporan keuangan secara
keseluruhan telah salah saji secara material.
Dalam menyelenggarakan pengujian substantive atas rincian, auditor
memperhatikan 2 aspek dari risiko sampling:

a. Risk of incorrect acceptance, risiko mengambil kesimpulan berdasarkan hasil


sampel, bahwa saldo akun tidak berisi salah saji secara material, padahal
kenyataannya saldo akun telah salah saji secara material.

b. Risk of incorrect rejection, risiko mengambil kesimpulan berdasarkan hasil sampel


bahwa saldo akun berisi salah saji secara material, padahal kenyataannya saldo akun
tidak berisi salah saji secara material.

Risiko Sampling berkaitan dengan pengambilan simpulan atas populasi yang hanya
didasarkan atas pengujian terhadap sampel. Risiko sampling terjadi jika sampel tidak
representative terhadap populasinya.

2.4.4 Gambar Risiko Sampling


Sample Populasi

Salah Saji ≤ TS Salah Saji > TS


Salah saji ≤ TS (populasi Kesimpulan Benar Kesimpulan salah - salah
disimpulkan tidak tipe I (risiko keliru
mengandung salah saji) menerima)
Salah saji > TS (populasi Kesimpulan salah – salah tipe Kesimpulan benar
disimpulkan mengandung II (risiko keliru menolak)
salah saji)

2.4.5 Probability Proportional to Size Sampling


a. Menentukan Tujuan Rencana Sampling
Tujuan rencana sampling PPS adalah untuk memperoleh bukti bahwa saldo akun yang
dicatat tidak salah saji secara material. Auditor perlu melaksanakan pengujian lain
pada sampel dalam populasi sebelum menyimpulkan bahwa seluruh asersi yang
berkaitan dengan akun tersebut telah bebas dari salah saji yang material.

b. Menetapkan Populasi dan Unit Sampling


Populasi terdiri dari kelompok transaksi atau saldo yang akan diuji. Unit sampling
dalam sampling PPS adalah rupiah itu sendiri, dan populasinya adalah jumlah rupiah
yang sama dengan jumlah total rupiah pada populasi tersebut.

c. Menentukan Ukuran Sample

BV × RF
n=
TM −( AM −EF)

BV = nilai buku populasi yang diuji

RF = faktor reliabilitas untuk risiko kesalahan penerimaan

TM = salah saji yang dapat ditoleransi

AM = salah saji yang diantisipasi

EF = faktor ekspansi untuk salah saji yang diantisipasi

d. Menentukan Metode Pemilihan Sampel


Metode pemilihan sampel yang paling banyak digunakan dalam sampling PPS adalah
pemilihan sistematis. Metode ini memisahkan total dari populasi dalam rupiah ke
interval yang sebanding dengan rupiah. Interval sampling harus dihitung sebagai
berikut:
SI = BV – nY

e. Melaksanakan Rencana Sampling


Dalam fase perencanaan, auditor memakai prosedur auditing yang sesuai untuk
menentukan nilai audit setiap unit logis yang ada dalam sampel. Ketika terjadi
perbedaan, auditor mencatat nilai buku dan nilai auditnya dalam kertas kerja.
Informasi ini kemudian digunakan untuk memproyeksikan salah saji total dalam
populasi.

f. Mengevaluasi Hasil Sampel


Dalam mengevaluasi hasil sampel, auditor memperhitungkan batas atas salah saji
(upper misstatement limit – UML) dari data sampel dan membandingkannya dengan
salah saji yang dapat ditoleransi tertentu dalam perancangan sampel. Jika UML lebih
kecil atau sama dengan salah saji yang dapat ditoleransi, hasil sampel mendukung
kesimpulan bahwa nilai buku populasi tidak dicatat melebihi TM pada risiko
kesalahan penerimaan yang ditetapkan. UML dihitung sebagai berikut:

UML = PM + ASR

PM = salah saji total yang diproyeksikan dalam populasi

ASR = cadangan risiko sampling

2.4.6 Variable Sampling


Variabel sampling adalah teknik statistik yang digunakan oleh auditor untuk
menguji kewajaran suatu jumlah atau saldo dan untuk mengestimasi jumlah rupiah suatu
saldo akun atau kuantitas yang lain. Dalam pengujian substantif, auditor dapat
menghadapi dua keputusan yaitu melakukan estimasi suatu jumlah (misalnya saldo suatu
akun) atau menguji kewajaran suatu jumlah. Jika variabel sampling digunakan untuk
memperkirakan saldo suatu akun, hasil perhitungannya akan berupa nilai rupiah (rata-
rata sampel dikalikan dengan besarnya populasi ditambah atau dikurangi dengan suatu
interval jumlah rupiah pada tingkat kepercayaan yang diinginkan. Variabel sampling
untuk memperkirakan saldo suatu akun digunakan oleh auditor dalam kondisi :
a. Jika klien tidak menyajikan suatu jumlah yang dapat dianggap benar.
b. Jika suatu akun ditentukan dengan statistical sampling.
Dalam pendekatan ini, teori distribusi normal digunakan dalam pengevaluasian
karakteristik populasi berdasarkan hasil sampel yang digambarkan dari populasinya.
Sampling variabel klasik bermanfaat bagi auditor pada saat tujuan audit berkaitan
dengan kemungkinan kurang saji atau lebih saji dari saldo akun, dan keadaan lain
ketika sampling PPS tidak tepat atau tidak efektif.

a. Estimasi Mean Per Unit (MPU), mencakup penentuan nilai audit untuk setiap item dalam
sampel. Rata-rata nilai audit dihitung dan dikalikan dengan jumlah unit dalam populasi
yang ditemukan pada estimasi total nilai populasi. Cadangan risiko sampling yang
berkaitan dengan estimasi ini juga dihitung untuk digunakan dalam mengevaluasi hasil-
hasil sampel tersebut.

b. Estimasi Diferensiasi. Diferensiasi perbedaan dihitung untuk setiap item sampel dari nilai
audit item tersebut dikurangi nilai bukunya. Rata-rata perbedaan digunakan untuk
memperoleh estimasi nilai total populasi, dan variabilitas perbedaan digunakan untuk
menentukan cadangan resiko sampling yang dicapai. Tiga kondisi berikut diperlukan
dalam penggunaan estimasi diferensiasi:
 Nilai buku setiap item populasi harus diketahui.
 Total nilai buku populasi harus diketahui dan sesuai dengan jumlah nilai buku item-
item secara individual.
 Terdapat perbedaan yang besar antara nilai audit dan nilai buku yang diperkirakan.

c. Estimasi Rasio. Dalam sampling estimasi rasio, pertama auditor menentukan nilai audit
untuk setiap item dalam sampel. Berikutnya, rasio dihitung dengan membagi jumlah nilai
audit dengan jumlah nilai buku untuk item sampel tersebut. Rasio ini dikalikan dengan
total nilai buku untuk mendapatkan estimasi nilai populasi total. Cadangan risiko
sampling kemudian dihitung berdasarkan variabilitas rasio nilai audit dan nilai buku item
sampel secara individual.

2.4.7 Perbandingan PPS Sampling dan Variable Sampling


A. Kelebihan dan kekurangan sampling PPS
1. Adapun kelebihan sampling PPS adalah :
a) Sampling PPS umumnya lebih mudah digunakan daripada sampling variabel
klasik karena auditor dapat menghitung ukuran sampel dan mengevaluasi hasil
sampel secara langsung atau dengan bantuan tabel.
b) Ukuran sampel PPS tidak didasarkan pada beberapa ukuran penyimpangan
yang diestimasi pada nilai audit.
c) Sampling PPS secara otomatis menghasilkan sampel yang sudah distratifikasi
karena item-itemnya dipilih dalam proporsi pada nilai rupiahnya.
d) Pemilihan sampel sistematis PPS secara otomatis menujukkan beberapa item
yang secara individual signifikan jika nilai-nilainya melebihi pisah batas atas
moneter.
e) Jika auditor memperkirakan tidak ada salah saji, sampling PPS biasanya akan
menghasilkan ukuran sampel yang lebih kecil daripada hasil dari sampling
variabel klasik.
f) Sampel PPS lebih mudah dirancang, dan pemilihan sampel dapat dimulai
sebelum tersedia populasi yang lengkap.

2. Sampling PPS juga mempunyai kekurangan sebagai berikut:


a) Sampling PPS mengandung asumsi bahwa nilai audit unit sampling harus
tidak kurang dari nol atau lebih besar dari nilai bukti.
b) Jika kekurangsajian ditunjukkan dalam sampel tersebut, evaluasi atas sampel
tersebut memerlukan pertimbangan khusus.
c) Pemilihan saldo nol atau saldo dengan tanda yang berbeda memerlukan
pertimbangan khusus.
d) Evaluasi PPS dapat melebihi ASR jika salah saji ditemukan dalam sample.

B. Kelebihan dan kekurangan variable sampling


1. Kelebihan utama sampel variabel klasik adalah sebagai berikut :
a) Sampel-sampelnya lebih mudah untuk diperluas daripada sampel PPS, jika
diperlukan.
b) Saldo nol dan saldo yang bertanda berbeda tidak memerlukan pertimbangan
perancangan khusus.
c) Jika ada perbedaan yang besar antara nilai audit dan nilai buku, tujuan auditor
dapat terpenuhihanya dengan ukuran sampel yang lebih kecil dibandingkan
sampling PPS

2. Sedangkan kekurangan utamanya adalah yaitu :


a) Sampling variabel klasik lebih rumit dibanding sampling PPS, umumnya,
auditor memerlukan bantuan program komputer untuk merancang sampel yang
efisien dan mengevaluasi hasil sample.
b) Untuk menentukan ukuran sampel, auditor harus mempunyai estimasi
penyimpangan standar karakteristik yang populasi.

2.5 Contoh Kasus Attribute Sampling

BAB III
KESIMPULAN
Dalam melaksanakan pemeriksaan, auditor harus merencanakan pelaksanaan audit nya
secara efektif dan edisien. Auditor pun harus dapat mengumpulkan bukti-bukti yang akurat
dengan mempertimbangkan efisiensi biaya juga waktu, yaitu dengan menggunakan Audit
Sampling.
Sampling audit sendiri merupakan penerapan prosedur audit terhadap unsur-unsur saldo
akun atau kelompok transaksi yang kurang dari 100% dengan tujuan untuk menilai beberapa
karakteristik saldo akun atau kelompok transaksi tersebut. Dilakukannya sampling audit
adalah agar sampel yang diperoleh representatif, dimana sampel memiliki karakteristik yang
sama dengan populasi, yang juga harus memiliki sifat stabilitas.
Sampling audit berkaitan erat dengan ketidakpastian. Auditor menerima ketidakpastian
atas dasar ada nya hubungan antara faktor-faktor biaya dan waktu yang diperlukan untuk
melaksanakan pemeriksaan atas semua data, dengan konsekuensi negatif akibat adanya
kesalahan keputusan yang didasarkan atas kesimpulan yang dihasilkan dari audit terhadap
data sampel semata. Ketidakpastian tersebut meliputi ketidakpastian yang disebabkan
langsung oleh pengguna maupun disebabkan oleh faktor lain selain sampling.
Risiko sampling berkaitan dengan kemungkinan bahwa sampel yang diambil bukanlah
sampel yang representative. Risiko ini dibedakan atas risiko sampling dalam pengujian
substantif atas detail. Dan risiko sampling dalam melaksanak pengujian pengendalian. Bila
dalam pengujian substantive risiko sampling meliputi risiko keleru menerima (risiko beta),
dan risiko keliru menolak (risiko alpha), maka dalam pengujian risiko sampling meliputi
risiko penentuan tingkat risiko pengendalian terlalu tinggi.
Risiko non sampling meliputi semua aspek risiko audit yang tidak berkaitan dengan
sampling. Risiko ini tidak akan pernah di ukur secara matematis, karena timbul akibat hal-hal
seperti kesalahan manusia, salah interprestasi dan lain sebagainya.
Dalam sampling audit terdapat dua pendekatan yaitu sampling statistik, dan sampling
non statistik. Sampling statistik lebih banyak biayanya daripada sampling non statistik,
namun manfaaatnya lebih tinggi daripada sampling non statistik. Ada dua teknik: sampling
statistik yakni attribute sampling dan variable sampling. Attribute sampling digunakan untuk
pengujian pengendalian, dan variable sampling digunakan untuk pengujian substantive.
Sampling non statistik merupakan pengambilan sampel berdasarkan kriteria subjektif.
Demikian pula evaluasinya juga berdasarkan kriteria subjektif.
Variable sampling digunakan untuk memperkirakan saldo akun dan mengusulkan
penyesuaian saldo akun agar sesuai dengan hasil estimasi statistik. Ada tiga tehnik dalam
variable sampling yakni mean per unit, different estimation, dan sampling estimasi rasio.
Attribute sampling digunakan untuk memperkirakan tingkat deviasiatau penyimpangan dari
pengendalian yang ditentukan dalam populasi. Dalam merancang sampel dalam keadaan
tertentu auditor dapat merancang dua jenis tujuan sekaligus, yaitu menentukan risiko
pengendalian dan menguji kebenaran jumlah moneter transaksi yang dicatat. Hal ini dikenal
dengan istilah sampel dengan tujuan ganda.

Anda mungkin juga menyukai