Anda di halaman 1dari 10

Mendiskripsikan Perkembangan

Paradigma Kepemimpinan

KELOMPOK 1

Nama Anggota :

1. Ni Made Sri Maharani Dewi (202232121025)


2. Anak Agung Istri Pratiwianjani (202232121037)
3. Ida Bagus Mas Bawa Tresna Ananda (202232121038)
4. Kadek Dwik Hery Purnama Dewi (202232121044)
5. Putu Kusuma Dewi (202232121379)
6. Dewa Made Darma Wiguna (202132121839)

EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS WARMADEWA

2023/2024
PENGERTIAN
Perkembangan paradigma kepemimpinan adalah perubahan cara pandang terhadap
kepemimpinan yang terjadi dari waktu ke waktu. Perubahan ini disebabkan oleh berbagai
faktor, seperti perubahan lingkungan, perkembangan ilmu pengetahuan, dan teknologi.
Paradigma kepemimpinan telah mengalami perkembangan yang signifikan selama
beberapa dekade terakhir. Pada masa lalu, paradigma kepemimpinan didomininasi oleh
pendekatan otoriter (kepemimpinan yang mengacu pada gaya kepemimpinan) dan juga
hierarkis (kepemimpinan yang mengacu pada struktur organisai). Di mana pemimpin
dianggap sebagai sosok yang memiliki kekuasaan mutlak dan memberikan instruksi kepada
bawahan tanpa banyak ruang untuk partisipasi atau inisiatif.
Seiring perkembangan zaman, paradigma dan konsepsi mengenai kepemimpinan terus
mengalami pergeseran hal itu tentunya merupakan penyesuaian dari zaman yang serba
modern, seseorang yang menganut konsepsi kepemimpinan yang telah lama tentunya tidak
salah, tetapi organisasi yang mereka pimpin tidak akan mampu bersaing dengan organisasi-
organisasi yang pemimpinnya bisa menyesuaikan diri dengan perubahan zaman. Perubahan
konsepsi atau paradigma ini tentunya berlaku bagi mereka yang organisasinya ingin
mengalami perkembangan yang lebih baik.

A. Perkembangan Paradigma Kepemimpinan


Secara umum, perkembangan paradigma kepemimpinan dapat dibagi menjadi
tiga periode, yaitu:
 Periode tradisional (abad ke-19 dan awal abad ke-20)
Pada periode ini, kepemimpinan dipandang sebagai suatu sifat atau
karakter yang dimiliki oleh seseorang sejak lahir. Pemimpin adalah orang
yang memiliki bakat atau talenta kepemimpinan, sehingga mereka akan
menjadi pemimpin secara alami.
 Periode modern (abad ke-20)
Pada periode ini, kepemimpinan dipandang sebagai suatu keterampilan
atau kemampuan yang dapat dipelajari dan dikembangkan. Pemimpin
tidak hanya dilahirkan, tetapi juga dapat dibentuk melalui pendidikan dan
pelatihan.
 Periode kontemporer (akhir abad ke-20 dan awal abad ke-21)
Pada periode ini, kepemimpinan dipandang sebagai suatu hubungan antara
pemimpin dan pengikut. Pemimpin yang efektif adalah pemimpin yang
mampu membangun hubungan yang positif dan produktif dengan
pengikutnya.
Pada tahun 1970, terjadi lahirnya sebuah karya baru dari Burns (seorang ahli
politik) yang menginspirasi perkembangan paradigma kepemimpinan baru. Paradigma
ini menggantikan cara berpikir lama yang telah usang dan memberikan penjelasan
yang lebih baik dari pada paradigma sebelumnya. Paradigma baru ini menggabungkan
elemen yang baik dari paradigma lama dan dikenal sebagai kepemimpinan
transformasional.
Kepemimpinan transformasional ini dikembangkan oleh seorang ahli politik
bernama McGregor Burns. Burns, yang pada saat itu adalah seorang anggota staf
muda dalam pemerintahan Presiden Roosevelt, menulis sebuah buku biografi tentang
Roosevelt. Dalam proses menulis buku tersebut, ia mendapatkan ide untuk menulis
tentang kepemimpinan. Burns mempelajari sejumlah pemimpin nasional dan sosial
yang memiliki prestasi dan karisma yang luar biasa. Beberapa pemimpin yang
menjadi objek penelitiannya seperti Gandhi, Martin Luther King, Abraham Lincoln,
Hitler, Stalin, dan Franklin Delano Roosevelt.
Dalam bukunya, Burns menekankan bahwa pemimpin-pemimpin tersebut
mampu mentransformasi para pengikutnya menjadi pemimpin-pemimpin yang
mampu mengarahkan diri mereka sendiri. Pemimpin-pemimpin ini juga mampu
melakukan transformasi dalam masyarakat secara keseluruhan.
Berdasarkan uraian di atas nampak bahwa paradigma kepemimpinan
merupakan bagian dari pola pikir yang mewakili cara berpikir, mempersepsikan,
mempelajari, meneliti dan memahami kepemimpinan secara fundamental. Keempat
klasifikasi teori kepemimpinan utama tersebut juga mewakili perubahan paradigma
kepemimpinan (Lussier dan Achua, 2001: 14-19).

B. Pembahasan Mengenai Empat Teori Paradigma Kepemimpinan

1. Paradigma Teori Pembawaan (Sifat)


Pada awalnya, studi kepemimpinan didasarkan pada asumsi bahwa pemimpin
memiliki sifat bawaan dan tidak dapat dibentuk. Peneliti kemudian
mengidentifikasi serangkaian karakteristik kepemimpinan yang membedakan
pemimpin dengan pengikutnya, serta pemimpin yang efektif dengan pemimpin
yang tidak efektif. Teori pembawaan kepemimpinan berusaha menjelaskan
karakteristik khusus yang dimiliki oleh pemimpin yang efektif. Para peneliti
menganalisis faktor fisik, psikologis, dan kualitas lainnya seperti tingkat
kemampuan, agresivitas, kepercayaan diri, kemampuan persuasif, dan kekuasaan
untuk mengidentifikasi serangkaian sifat yang dimiliki oleh pemimpin yang
sukses. Banyak sumber menyatakan bahwa keberhasilan seorang pemimpin
ditentukan oleh sifat dan perilaku pemimpin tersebut, baik itu sifat fisik, sosial,
maupun psikologis.
Berdasarkan pemikiran tersebut, terdapat anggapan bahwa kemampuan pribadi
seorang pemimpin sangat menentukan keberhasilannya. Oleh karena itu, para ahli
melakukan upaya untuk meneliti dan mengidentifikasi kualitas-kualitas yang
dimiliki oleh pemimpin yang berhasil dalam menjalankan tugas
kepemimpinannya, dan kemudian merumuskannya menjadi sifat-sifat umum
seorang pemimpin. Upaya tersebut berkembang menjadi apa yang dikenal sebagai
"teori sifat kepemimpinan".
 Teori Sifat atau Pembawaan
Dimana bakat-bakat para pemimpin dapat dibedakan dari bawahannya.
Temuan historis menunjukkan bahwa pemimpin dan bawahan dibedakan
berdasarkan:
– inteligensi.
– dominasi.
– kepercayaan diri.
– tingkat energi dan aktivitas.
– pengetahuan yang relevan dengan tugas.
Temuan kontemporer menunjukkan bahwa :
– orang cenderung mempersepsikan seseorang selaku pemimpin ketika
menunjukkan bakat yang berhubungan dengan inteligensi, maskulinitas
dan dominasi.
– orang mengharapkan pemimpin tersebut menjadi kredibel.
– pemimpin yang kredibel adalah pemimpin yang jujur dan berpandangan
jauh ke depan.
Daftar sifat ini digunakan sebagai persyaratan untuk mengusulkan calon
pemimpin yang cocok untuk posisi kepemimpinan. Calon yang memiliki semua sifat
yang diidentifikasi dianggap berpeluang untuk menduduki posisi kepemimpinan.
Namun, tidak ada daftar sifat yang universal yang dimiliki oleh semua pemimpin
sukses atau yang dapat menjamin keberhasilan kepemimpinan. Namun, tidak ada
daftar sifat yang universal yang dimiliki oleh semua pemimpin sukses atau yang dapat
menjamin keberhasilan kepemimpinan. Pertanyaannya adalah, perilaku seperti apa
yang perlu dimiliki oleh setiap pemimpin?. Hasil penelitian yang dilakukan oleh para
ahli sangat beragam, sehingga menimbulkan keraguan terhadap hasil tersebut. Sisi
positifnya adalah meskipun tidak ada daftar yang menjamin keberhasilan
kepemimpinan, sifat-sifat yang terkait dengan keberhasilan kepemimpinan dapat
diidentifikasi.

2. Paradigma Teori Kepemimpinan Perilaku


Pada awal tahun lima puluhan, setelah diketahui bahwa penyelidikan
mengenai ciri-ciri kepemimpinan tidak berhasil, para pakar dan peneliti
kepemimpinan mulai mempelajari tingkah laku pemimpin sebagai pendekatan
yang lebih relevan.
 Teori Gaya Prilaku antara lain :
- Studi Ohio State University mengidentifikasi dua dimensi penting perilaku
pemimpin
1) Konsiderasi: menciptakan respek dan kepercayaan timbal-balik dengan
bawahan.
2) Inisiasi struktur: mengorganisir dan meredefinisi apa-apa yang akan
dikerjakan oleh anggota kelompok.
- Studi Michigan University mengidentifikasi dua gaya kepemimpinan yang
sama dengan studi yang dilakukan oleh Ohio State University. Salah satu
gaya terfokus pada pekerja dan gaya yang satunya terfokus pada
pekerjaan. Sementara gaya yang lain terfokus pada pekerjaan itu sendiri.
- Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada satu gaya kepemimpinan
yang terbaik. Efektivitas gaya kepemimpinan tertentu tergantung pada
situasi di mana gaya tersebut diterapkan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada satu gaya kepemimpinan yang
terbaik secara mutlak. Efektivitas suatu gaya kepemimpinan tergantung pada situasi di
mana gaya tersebut diterapkan. Dalam konteks konsiderasi, perilaku pemimpin yang
efektif dalam menciptakan hubungan saling menghormati dan saling percaya akan
mempengaruhi kepuasan pengikut terhadap pemimpin. Konsiderasi pemimpin
memiliki pengaruh yang lebih besar ketika tugas-tugas pekerjaan sulit dan mendesak
dibandingkan dengan tugas-tugas yang menyenangkan dan tidak mendesak.
Pemimpin yang menunjukkan konsiderasi juga dapat menerapkan inisiasi struktur
yang lebih banyak tanpa mengurangi kepuasan pengikutnya. Konsiderasi yang
diberikan sebagai respons terhadap kinerja yang baik juga dapat meningkatkan
kemungkinan kinerja yang baik di masa depan.
Sementara itu, dalam konteks inisiasi struktur, perilaku pemimpin yang efektif
dalam mengorganisir dan mengatur tugas-tugas akan mempengaruhi kepuasan
pengikut. Inisiasi struktur yang memperjelas peran tambahan dapat meningkatkan
kepuasan, namun inisiasi struktur akan menurunkan kepuasan pengikut jika struktur
tersebut tidak jelas.

3. Paradigma Teori Kepemimpinan Kotigensi


Awalnya, teori kepemimpinan yang dikembangkan oleh Fiedler
mengedepankan dua tujuan. Pertama, mengidentifikasi faktor-faktor penting
dalam situasi tertentu. Kedua, memperkirakan gaya atau perilaku kepemimpinan
yang paling efektif dalam situasi tersebut. Penelitian Fiedler menyimpulkan
bahwa ada tiga elemen yang selalu mempengaruhi gaya kepemimpinan yang
efektif dalam situasi kerja, yaitu hubungan antara pemimpin dan bawahan,
struktur tugas, dan kekuatan posisi pemimpin.
Teori kepemimpinan kontigensi menjelaskan bahwa gaya kepemimpinan yang
tepat akan bergantung pada pemimpin, pengikut, dan situasi yang ada. Paradigma
teori ini menekankan pentingnya faktor-faktor situasional, seperti sifat pekerjaan,
lingkungan eksternal, dan karakteristik pengikut. Selain itu, ada juga teori
kepemimpinan situasional yang dikembangkan dari model kepemimpinan
kontigensi Fiedler. Teori ini, yang dikemukakan oleh Robbins. pada tahun 1994,
menyatakan bahwa gaya kepemimpinan yang paling efektif adalah gaya yang
disesuaikan dengan tingkat kedewasaan bawahan. Namun, Hersey dan Blanchard
tidak memberikan definisi yang rinci tentang kedewasaan, hanya menyebutnya
sebagai tingkat kemantapan emosional.

4. Paradigma Teori Kepemimpinan Integratif


Pada paruh kedua hingga akhir tahun 1970-an, terjadi perubahan
paradigma dalam kepemimpinan menuju paradigma integratif atau teori
kepemimpinan karismatik baru. Teori kepemimpinan integratif ini, sesuai dengan
namanya, menggabungkan teori pembawaan, perilaku, dan kontigensi untuk
menjelaskan keberhasilan dan pengaruh hubungan antara pemimpin dan pengikut.
Peneliti berupaya menjelaskan mengapa pengikut dari pemimpin tertentu memiliki
motivasi untuk bekerja keras dan bersedia berkorban untuk mencapai tujuan
kelompok mereka. Selain itu, teori ini juga menjelaskan bagaimana seorang
pemimpin secara efektif memengaruhi perilaku pengikutnya, serta mengapa
perilaku yang sama dari seorang pemimpin dapat memiliki dampak yang berbeda
pada pengikutnya dalam situasi tertentu.

C. Pendekatan Paradigma Baru Terhadap Kepemimpinan


Saat ini, sejumlah peneliti kepemimpinan kembali menggunakan teori sifat
kepemimpinan, meskipun dengan perspektif yang berbeda (Robbins, at.al., 1994:
497). Tiga teori kepemimpinan menurut pendekatan baru ini ialah teori atribusi, teori
kepemimpinan kharismatik dan teori kepemimpinan transaksional versus
transformasional. Selain itu, teori kepemimpinan pengembangan (Gilley dan
Maycunich, 2000) dan teori kepemimpinan super (Manz dan Sims, 2001) juga
merupakan gaya atau tipe kepemimpinan yang tergolong dalam perspektif ini.
 Teori Atribusi Kepemimpinan
Teori atribusi kepemimpinan menjelaskan bagaimana perbedaan dalam
hubungan sebab-akibat mempengaruhi individu. Ketika terjadi suatu peristiwa,
seorang pemimpin berusaha untuk menghubungkannya dengan penyebab yang
bisa bersifat internal atau eksternal. Dalam konteks kepemimpinan, teori atribusi
menyatakan bahwa kepemimpinan dipandang sebagai atribusi yang dibuat oleh
orang lain mengenai individu tersebut. Dengan menggunakan kerangka atribusi
ini, para peneliti menemukan bahwa orang cenderung menggambarkan pemimpin
dengan karakteristik seperti kecerdasan, kepribadian, kehangatan, keterampilan
verbal yang kuat, keagresifan, pemahaman, dan kerajinan. Salah satu tema
menarik dalam literatur mengenai teori atribusi kepemimpinan adalah persepsi
bahwa pemimpin yang efektif umumnya konsisten atau tidak goyah dalam
membuat keputusan.
 Teori Kepemimpinan Kharismatik
Teori kepemimpinan karismatik merupakan perluasan dari teori atribusi. Teori
ini menyatakan bahwa para pengikut melakukan atribusi terhadap kemampuan
kepemimpinan yang heroik atau luar biasa ketika mereka mengamati perilaku
tertentu. Beberapa penulis telah mengidentifikasi karakteristik pribadi dari
pemimpin karismatik ini. Misalnya, Robert House, yang terkenal dengan teori
jalur-tujuannya, mengidentifikasi tiga karakteristik pemimpin karismatik, yaitu
tingkat kepercayaan diri yang sangat tinggi, kekuasaan, dan keteguhan pada
keyakinan yang mereka anut (Robbins, et.al., 1994: 499-500).
Setelah melakukan studi terhadap 90 pemimpin yang paling efektif dan
sukses di Amerika Serikat, Warren Bennis menyimpulkan bahwa pemimpin
karismatik memiliki empat kompetensi yang sama, yaitu memiliki visi atau
pemahaman tentang tujuan, mampu mengkomunikasikan visi tersebut dengan
kata-kata yang jelas sehingga pengikutnya dapat dengan mudah memahaminya,
menunjukkan konsistensi dan fokus dalam mengejar visi kepemimpinannya, dan
menyadari kekuatan pribadinya dan memanfaatkannya.
Selain itu, analisis yang paling komprehensif dilakukan oleh Conger dan Kanungo
dari Universitas McGill. Beberapa kesimpulan yang dihasilkan menyatakan
bahwa pemimpin karismatik memiliki tujuan ideal yang ingin dicapai, memiliki
komitmen pribadi yang kuat terhadap tujuan tersebut, bersifat tidak konvensional,
tegas, percaya diri, dan berperan sebagai agen perubahan radikal.
Bass (1985) berpendapat bahwa karisma adalah bagian penting dari
kepemimpinan transformasional, tetapi karisma itu sendiri tidak cukup untuk
proses transformasional. Seorang pemimpin karismatik lebih dari sekadar
memiliki keyakinan yang kuat, mereka juga melihat diri mereka memiliki tujuan
dan takdir yang melebihi batas-batas manusia. Di sisi lain, pengikutnya tidak
hanya mempercayai dan menghormati pemimpin karismatik, tetapi mereka juga
mengagumi dan menyembah pemimpin mereka sebagai pahlawan yang melebihi
manusia atau tokoh spiritual. Pemimpin karismatik dipandang memiliki kebesaran
dan berfungsi sebagai katalisator dalam mekanisme psikodinamik pengikutnya.
Seorang pemimpin karismatik akan muncul dengan lebih besar kemungkinan
ketika para pengikut berbagi norma, keyakinan, dan fantasi yang dapat menjadi
dasar bagi seruan emosional dan rasional oleh pemimpin tersebut. Namun, Bass
juga mencatat bahwa tanggapan terhadap pemimpin karismatik cenderung
terpolarisasi, dengan beberapa orang mencintai pemimpin tersebut sementara yang
lain membencinya. Tanggapan yang terpolarisasi ini dapat menjelaskan mengapa
begitu banyak pemimpin politik yang karismatik menjadi sasaran pembunuhan.
Penting untuk dipahami bahwa kepemimpinan karismatik mungkin tidak
selalu diperlukan untuk mencapai tingkat kinerja karyawan yang tinggi. Namun,
pemimpin karismatik mungkin paling tepat dalam situasi di mana tugas pengikut
memiliki komponen ideologis. Hal ini dapat menjelaskan mengapa pemimpin
karismatik lebih sering muncul dalam konteks politik, agama, situasi perang, atau
ketika sebuah perusahaan memperkenalkan produk yang benar-benar baru (seperti
produk kreatif dan inovatif) atau menghadapi krisis yang mengancam
kelangsungan hidupnya.
 Kepemimpinan Transaksional versus Transformasional
Penelitian terbaru menyoroti perbedaan antara kepemimpinan
transformasional dan kepemimpinan transaksional. Kepemimpinan transformasional
mencakup aspek karismatik, sementara sering kali terjadi tumpang tindih dengan
kepemimpinan karismatik. Burns membedakan kedua jenis kepemimpinan ini, dengan
kepemimpinan transaksional berfokus pada kepentingan diri sendiri, sedangkan
kepemimpinan transformasional berfokus pada pengaruh yang mentransformasi. Bass
mengembangkan teori kepemimpinan transformasional yang didasarkan pada konsep
Burns.
Pemimpin transformasional memotivasi pengikutnya dengan
mengkomunikasikan arti penting tugas mereka, mendorong kerja tim, dan memenuhi
kebutuhan pengikut pada level yang lebih tinggi. Pemimpin transaksional, di sisi lain,
melakukan pertukaran imbalan untuk mendapatkan kepatuhan. Bass mengakui bahwa
seorang pemimpin dapat menggunakan kedua jenis kepemimpinan ini dalam situasi
yang berbeda.
Kepemimpinan transaksional berfokus pada hubungan antara pemimpin dan
pengikut, di mana pemimpin menggunakan imbalan kontingen untuk memotivasi
pengikut dan melakukan koreksi saat tujuan kinerja tidak tercapai. Sementara itu,
kepemimpinan kharismatik menekankan perilaku simbolik pemimpin yang mengubah
pengikut untuk mengutamakan tujuan bersama daripada kepentingan pribadi.
Pemimpin kharismatik menggunakan pesan-pesan visioner dan inspirasional,
komunikasi non-verbal, serta mengajukan nilai-nilai ideologis. Mereka juga berusaha
merangsang pengikut secara intelektual, menunjukkan kepercayaan diri, dan
menetapkan harapan kinerja yang tinggi.
Banyak teori kepemimpinan sebelumnya, seperti studi Ohio, model Fiedler,
teori jalur tujuan, dan model partisipasi pemimpin, memperkuat konsep
kepemimpinan transaksional. Pemimpin transaksional ini memandu dan memotivasi
pengikut menuju tujuan yang telah ditetapkan. Kepemimpinan transformasional, di
sisi lain, dibangun di atas dasar kepemimpinan transaksional dan menghasilkan
tingkat upaya dan kinerja yang melebihi pendekatan transaksional biasa. Lebih dari
itu, kepemimpinan transformasional tidak hanya tentang kepemimpinan kharismatik
semata. Seorang pemimpin yang hanya bersifat kharismatik dapat berharap agar
pengikutnya mengadopsi perspektif pemimpin tersebut tanpa melampaui itu. Namun,
pemimpin transformasional berusaha menanamkan kemampuan dalam diri
pengikutnya untuk tidak hanya mempertanyakan pandangan yang telah mapan, tetapi
juga pandangan yang ditetapkan oleh pemimpin.
PENUTUP

KESIMPULAN

Berdasarkan dengan penjelasan diatas, maka adapun kesimpulan dalam


penulisan ini yaitu bahwa Perkembangan paradigma kepemimpinan adalah perubahan
cara pandang terhadap kepemimpinan yang terjadi dari waktu ke waktu. paradigma
kepemimpinan merupakan bagian dari pola pikir yang mewakili cara berpikir,
mempersepsikan, mempelajari, meneliti dan memahami kepemimpinan secara
fundamental. Gaya kepemimpinan dari seorang pemimpin, pada dasarnya dapat
diterangkan melalui tiga aliran teori. pemimpin dan pengikut merupakan dua sisi dari
proses yang sama. Dalam hal yang lebih spesifik,tidak ada satu pendekatan
kepemimpinan yang sempurna untuk semua situasi. Berbagai teori kepemimpinan,
seperti kepemimpinan karismatik, transaksional, dan transformasional, memiliki
kelebihan dan kelemahan masing-masing. Penting bagi seorang pemimpin untuk
menggabungkan elemen-elemen yang relevan dari berbagai paradigma kepemimpinan
untuk menjadi pemimpin yang efektif dan memenuhi kebutuhan kelompok atau
organisasi yang dipimpinnya.
PENUTUP

Paradigma Baru Kepemimpinan Modern. (2022, Juli 21). Retrieved September 2023, 2023,
from kompasiana: https://www.kompasiana.com

Basirun1, T. (2022). Konsep Kepemimpinan Transformasiona. Jurnal Manajemen


Pendidikan Islam, 35-40.

Haryono. (2001). Kepemimpinan Transformasional. Retrieved September 17, 2023, from


Sebuah Pendekatan Teori dan Praktik: Yogyakarta: Graha Ilmu.

Politis. (2001). Prinsip dan Praktik. Retrieved September 16, 2023, from kepemimpinan:
Politis, D. (2001). Kepemimpinan: Prinsip dan Praktik. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama.

Anda mungkin juga menyukai