Anda di halaman 1dari 40

PERAWAT MELANGGAR PRIVASI PASIEN

KONSEP DASAR KEPERAWATAN

Dosen Pengampu: Ns. Yulsnilawati, S.Kep., M.Kep

Disusun Oleh:
Kelompok 4B
Azzahwa Marta Nova G1B123034
Cintella Asia Putri G1B123098
Dimas Wahyu Mualim G1B123046
Lola Oktavia G1B123072
Luthfi Salsabila G1B123022
Luthfiah Jasman G1B123058
Meysha Febrina G1B123006
Novi Oktia Roza G1B123120
Nurul Fitri G1B123110
Pink Kan Maharani G1B123012
Putri Nur Khalimah G1B123088
Yosua Ariel G1B123084

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
TAHUN 2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena telah
melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga kami dapat
menyelesaikan Makalah Konsep Dasar Keperawatan dengan judul “Perawat Melanggar Privasi
Klien”.
Makalah ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Konsep Dasar
Keperawatan. Terima kasih kepada dosen pengampu Ibu Ns. Yulisnawati, S.Kep., M.Kep yang
telah memberikan arahan terkait tugas yang diberikan.
Terima kasih atas perhatiannya terhadap makalah ini, dan kami harap semoga makalah
ini bermanfaat. Kritik dan saran kami harapkan dari pembaca guna meningkatkan pembuatan
makalah di waktu yang mendatang.

Jambi, 09 November 2023

Kelompok

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................................... i
DAFTAR ISI ............................................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang................................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................................ 1
1.3 Tujuan ................................................................................................................................ 2
1.3.1 Tujuan Umum ....................................................................................................... 2
1.3.2 Tujuan Khusus ............................................................................................................. 2
1.4 Manfaat ............................................................................................................................. 2
BAB II Kajian Teoritis ........................................................................................................... 3
2.1 Definisi Privasi .................................................................................................................. 3
2.2 Faktor-faktor Privasi.......................................................................................................... 3
2.3 Privasi Klien ...................................................................................................................... 4
2.4 Prosedur pada Pasien yang Membutuhkan Privasi ............................................................ 5
2.5 Dampak Timbul Akibat Privasi Klien Gagal Dijaga ......................................................... 7
2.6 Contoh Kasus..................................................................................................................... 8
2.7 Review Jurnal .................................................................................................................. 11
BAB III ANALISIS JURNAL .............................................................................................. 19
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................................. 36
4.1 Kesimpulan ............................................................................................................................. 36
4.2 Saran ........................................................................................................................................ 36
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kesehatan merupakan hak asasi manusia, setiap orang mempunyai hak yang sama
dalam memperoleh akses pelayanan kesehatan. Sementara itu juga harus diiringi dengan
mendapatkan kualitas pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau. Manusia
secara umum memiliki tingkatan interaksi atau keterbukaan yang dikehendaki seseorang pada
suatu kondisi atau situasi tertentu. Ruang personal (personal space) adalah batas-batas yang
tidak jelas antara seseorang dengan orang lain dan berdekatan dengan diri sendiri.
Isu etika administratif rumah sakit menjadi potensi pertama terkait dengan
kepemimpinan dan manajemen rumah sakit. Potensi isu etika administratif yang sering muncul
adalah tentang privasi pasien, Privasi menyangkut hal-hal konfidensial tentang pasien, seperti
rahasia pribadi, kelainan atau penyakit yang diderita, keadaan keuangan dan terjaminnya pasien
dari gangguan terhadap kesendirian yang menjadi haknya.
Dalam pelaksanaan praktik tenaga kesehatan, kerap ditemukan berbagai tindakan
keperawatan yang tidak sesuai dengan kode etik, salah satunya privasi pasien. Perlindungan
hukum atas kerahasiaan dan hak privasi pasien tentang informasi penyakit pasien dalam
pelayanan kesehatan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari hak pasien. Privasi pasien
adalah bagian dari hak pasien untuk menjaga kerahasian informasi tentang penyakit mereka
dalam pelayanan medis.
Dalam UU No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit tentang hak dan kewajiban pasien
Pasal 29 ayat m menjelaskan, rumah sakit wajib melindungi dan menghormati hak dan pasien.
Selanjutnya dalam ayat i dijelaskan bahwa pasien mendapat privasi dan kerahasiaan penyakit
yang diderita termasuk data-data medisnya.
Perilaku tenaga medis menyebar informasi secara sengaja ataupun tidak sengaja
melalui media sosial berupa gambar, kondisi dan data identitas pasien merupakan hal yang
melanggar privasi pasien dan perlu dilakukan pengontrolan karena akan menjadi potensi isu
administratif dan isu bioetik.
Privasi pasien bersifat umum dan berlaku untuk setiap orang. Setiap orang berhak untuk
tidak dicampuri urusan pribadinya oleh orang lain tanpa persetujuannya. Selain itu, jika
seorang perawat melakukan kesalahan dan melanggar kode etik, mereka dapat diberi sanksi
berupa teguran lisan, denda administratif, atau bahkan dicabut izin profesi mereka.

1
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas kelompok tertarik untuk menarik isu tersebut sebagai
pembahasan makalah dikesempatan kali ini “Bagaimanakah kajian hukum yang terkait jika
seorang perawat melanggar privasi klien?”
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui kajian hukum tentang kegagalan menjaga privasi pasien di rumah
sakit dan layanan kesehatan lainnya.
1.3.2 Tujuan Khsusus
a. Menjelaskan mengenai privasi pasien, meliputi pengertian, faktor-faktor
privasi, prosedur dan dampak tidak menjaga privasi pasien
b. Contoh kasus perawat melanggar privasi pasien.
c. Kajian hukum kegagalan menjaga privasi pasien
1.4 Manfaat
Sebagai tambahan literatur mahasiswa di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Jambi. Agar mahasiswa dapat mengetahui, mengerti dan memahami akan
pentingnya prinsip kehati-hatian dalam menerapkan menjaga privasi pasien dengan
mengetahui terlebih dahulu sisi hukum jika terjadi kegagalan dalam proses penerapannya.

2
BAB II
KAJIAN TEORITIS
2.1 Definisi Privasi
Berdasarkan kamus hukum (black's law dictionary) definisi privasi adalah kondisi
dimana seseorang memiliki hak-hak pribadi (privacy right) atau dapat diartikan sebagai hak
otonom yang dimiliki seseorang untuk bebas/merdeka tanpa ada campur tangan yang
takberalasan, tetap memiliki batasan- batasan dengan publik. Allan Westin mendefinisikan
privasi sebagai hak pribadi sebagai individu, kelompok atau institusi untuk dapat menentukan
batasan atas informasi pribadi terhadap publik.
Privasi (privacy) adalah kemampuan satu atau sekelompok individu untuk
mempertahankan kehidupan dan urusan personalnya dari publik, atau untuk mengontrol arus
informasi mengenai diri mereka. Privasi merupakan kemampuan untuk mengontrol interaksi,
kemampuan memperoleh pilihan-pilihan atau untuk menjaga interaksi yang diinginkan. Privasi
merupakan tingkatan interaksi atau keterbukaan yang dikehendaki seseorang pada suatu
kondisi atau situasi tertentu. Tingkatan yang diinginkan itu menyangkut keterbukaan atau
ketertutupan, yaitu adanya keinginan untuk berinteraksi dengan orang lain atau justru ingin
menghindar atau berusaha supaya sukar dicapai orang lain.
Pada umumnya ada tiga aspek dari privasi menurut Westin, yaitu privasi mengenai
pribadi seseorang (Privacy of a Person's Persona), privasi atas data tentang seseorang (Privacy
of Data About a Person), dan privasi atas komunikasi seseorang (Privacy of a Person's
Communications), yang dimaksud data privasi adalah semua data yang berhubungan dengan
orang perorangan yang teridentifikasi dan dapat diidentifikasi.
Hak privasi melalui perlindungan data merupakan elemen kunci bagi kebebasan dan
harga diri individu. Perlindungan data menjadi pendorong bagi terwujudnya kebebasan politik,
spiritual, keagamaan bahkan kegiatan seksual. Hak untuk menentukan nasib sendiri, kebebasan
berekspresi dan privasi adalah hak-hak yang penting untuk menjadikan kita sebagai manusia.
Selain itu, data pribadi merupakan suatu aset atau komoditi bernilai ekonomi tinggi.
2.2 Faktor-faktor Privasi
Adapun beberapa hal yang mempengaruhi privasi sebagai berikut.
1. Faktor personal
Ada perbedaan jenis kelamin dalam privasi, dalam suatu penelitian, pria lebih memilih
ruangan dengan 3 orang, sedangkan wanita tidak mempermasalahkan isi dalam ruangan.
Menurut Maeshall, perbedaan dalam latar belakang pribadi akan berhubungan dengan
kebutuhan privasi

3
2. Faktor situasional
Kepuasan akan kebutuhan privasi sangat berhubungan dengan seberapa besar lingkungan
mengijinkan orang orang didalamnya untuk mandiri
3. Faktor budaya
Pada penelitian tiap-tiap budaya tidak ditemukan perbedaan dalam banyaknya privasi
yang diinginkan, tetapi berbeda dalam cara bagaimana mereka mendapatkan privasi.
Misalnya rumah orang jawa tidak terdapat pagar dan menghadap ke jalan.
2.3 Privasi Klien
Kaidah moral bagi tenaga kesehatan adalah privacy, fidelity, confidentiality dan
veracity, Privacy berarti menghormati hak privasi pasien, confidentialty berarti kewajiban
menyimpan informasi kesehatan sebagai rahasia, fidelity berarti kesetiaan dan veracity berarti
menjunjung tinggi kebenaran dan kejujuran.
Menurut Permenkes RI No. 269 tentang rekam medis pasal 10, yang harus diperhatikan
penyedia layanan kesehatan dalam mengelola informasi pasien adalah:
1. Informasi tentang identitas, diagnosis, riwayat penyakit, riwayat pemeriksaan dan riwayat
pengobatan pasien harus dijaga kerahasiaannya oleh dokter, dokter gigi, tenaga kesehatan,
petugas pengelola dan pimpinan pelayanan kesehatan.
2. Informasi tentang identitas, diagnosis, riwayat penyakit, riwayat pemeriksaan dan riwayat
pengobatan dapat dibuka dalam hal
a. Untuk kepentingan kesehatan pasien;
b. Memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka penegakan hukum
perintah pengadilan
c. Permintaan atau persetujuan pasien sendiri:
d. Permintaan institusi atau lembaga berdasar ketentuan perundang-undangan;
e. Untuk kepentingan penelitian, pendidikan dan audit medis, sepanjang tidak
menyebutkan identitas pasien.
Aturan yang mengatur privasi adalah kode etik administrator perekam medis dan
informasi kesehatan (PORMIKI, 2006) adalah:
1. Selalu menyimpan dan menjaga data rekam medis serta informasi di dalamnya sesuai
dengan ketentuan prosedur manajemen, ketetapan pimpinan institusi dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
2. Selalu menjunjung tinggi doktrin kerahasiaan dan hak atas informasi pasien yang terkait
dengan identittas individu atau sosial.

4
3. Administrator informasi kesehtan wajib mencegah terjadinya tindakan yang menyimpang
dari kode etik profesi.
Selain itu, pasien dan petutugas kesehatan memiliki hak dan kewajiban terkait privasi
pasien yaitu:
1. Klien berhak atas privasi dan kerahasiaan penyakit yang dideritanya.
2. Petugas kesehatan dan pasien mempunyai kewajiban untuk menjaga kerahasiaan informasi
kesehatan. Informasi yang terkandung dalam berkas rekam medis harus dijaga kerahasiaan
dan keamanannya. Penggunaan rekam medis berbasis komputer/elektronik harus lebih
terjaga kerahasiaan dan keamanannya dibandingkan dengan rekam medis berbasis kertas.
3. Hak untuk tidak mencantumkan identitas (anonim). Hak ini berlaku apabila pasien tersebut
membayar sendiri biaya pelayanan kesehatannya (tidak melalui penjaminan atau asuransi).
Dalam hal ini pasien berhak untuk menutup/menjaga informasi dirinya selama pelayanan
kesehatan (termasuk rencana kesehatannya). Beberapa informasi hanya boleh dibuka
kepada dokter atau pihak tertentu dengan pernyataan tertulis dan spesifik dari pasien yang
bersangkutan.
2.4 Prosedur pada Pasien yang Membutuhkan Privasi
Prosedur pesedur yang dilakukan dalam pelayanan di rumah sakit beberapa memang
menimbulkan isu etika biomedis dirumah sakit menyangkut persepsi dan perilaku profesional
dan institusional terhadap hidup dan kesehatan manuasia terhadap hidup dan kesehatan
manusia dari sejak sebelum kelahiran, pada saat sejak lahir, selama pertumbuhan, jika terjadi
cedera atau penyakit, menjadi tua sampai saat menjelang akhir hidup, kematian dan beberapa
waktu setelah itu.
Dari kesemuanya di atas membutuhkan perilaku menjaga privasi pasien sesuai dengan
kebutuhan. Privasi pasien penting, khususnya pada waktu wawancara klinis, pemeriksaan,
prosedur atau tindakan, pengobatan, dan transportasi Fasien mungkin menghendaki privasi dari
staf lain, pasien lain, bahkan dari keluarganya. Mungkin mereka juga tidak bersedia difoto,
direkam atau berpartisipasi dalam wawancara survei akreditasi.
Meskipun ada beberapa cara pendekatan yang umum dalam menyediakan privasi bagi
semua pasien, setiap individu pasien dapat mempunyai harapan privasi tambahan atau yang
berbeda dan dapat berubah dari waktu ke waktu. Jadi, ketika staf memberikan pelayanan
kepada pasien, mereka perlu menanyakan kebutuhan dan harapan pasien terhadap privasi
berkaitan dengan asuhan atau pelayanan. Komunikasi antara staf dan pasien membangun
kepercayaan dan komunikasi terbuka serta tidak perlu didokumentasi.

5
1. Privasi pada pelaksanaan anamnesis dan pemeriksaan fisik
Beberapa hal yag perlu diperhatikan ketika melakukan anamnesa kepada pasien adalah
sebagai berikut:
a. Identitas Pasien, sebelum memulai anamnesa kepada seorang pasien, pastikan bahwa
identitasnya sesuai dengan catatan medis yang sejawat bawa. Sebenarnya hal ini
dianggap ringan, tetapi sering terjadi kesalahan fatal dan terkadang berakhir ke meja
hijau karena melakukan tindakan medis kepada orang yang salah. Ada baiknya juga
sejawat memperkenalkan diri, walau hal ini jarang dilakukan oleh dokter di Indonesia.
b. Privasi, Pasien yang berhadapan dengan sejawat merupakan orang terpenting saat itu.
Oleh karena itu, pastikan bahwa anamnesa dilakukan ditempat yang tertutup dan
menjaga kerahasiaan pasien. Terlebih ketika melakukan pemeriksaan fisik pada bagian
tertentu.
c. Pendamping hadirkan pendamping pasien dan pendamping sejawat (paramedis). Hal
ini dibutuhkan untuk menghindari hal-hal yang mungkin kurang baik untuk pasien dan
juga untuk sejawat terutama ketika petugas dan pasiennya berlainan jenis kelamin.
Selain itu, pendamping pasien juga bisa membantu memperjelas informasi yang
dibutuhkan (terutama pasien lansia dan anak-anak yang susah diajak berkomunikasi).
d. Aseptik dan disinfeksi, tangan petugas adalah perantara penularan kuman dari satu
pasien ke pasien yang lain. Untuk itu, sebaiknya petugas mencuci tangan sebelum atau
sesudah memeriksa seorang pasien agar tidak terjadi penularan antar pasien.
2. Pemberian Terapi
Semua terapi pengobatan, tindakan medis dan informasi medis yang berkaitan pada
status kesehatan pasien harus dikomunikasikan dengan pasien terutama penjelasan apa
yang diderita dan tindakan yang hendak dilakukan dan meminta persetujuan pasien untuk
tindakan medis yang akan dilakukan pada pasien tersebut. Semua tindakan medis ataupun
terapi wajib dirahasiakan sesuai dengan "Declaration on the Rights of the Patients" yang
dikeluarkan oleh WMA memuat hak pasien terhadap kerahasiaan sebagai berikut:"
a. Semua informasi yang teridentifikasi mengenai status kesehatan pasion, kondisi medis,
diagnosis, prognosis dan tindakan medis serta semua informasi yang bersifat pribadi
harus dijaga kerahasiaannya, bahkan setelah kematian. Perkecualian untuk kerabat
pasien mungkin mempunyai hak untuk mendapatkan informasi mengenai risiko
kesehatan mereka.

6
b. Informasi rahasia hanya boleh dibeberkan jika pasien memberikan ijin secara eksplisit
atau memang bisa dapat diberikan secara hukum kepada penyedia layanan kesehatan
lain hanya sebatas "apa yang harus diketahui", kecuali pasien telah mengijinkan secara
eksplisit. Semua data pasien harus dilindungi. Perlindungan terhadap data harus sesuai
selama penyimpanan. Substansi manusia dimana data dapat diturunkan juga harus
dilindungi.
3. Transportasi
Transportasi merupakan tindakan pemindahan yang dilakukan kepada pasien
Pemindahan ini dapat dari tempat tidur ke brankar atau dari satu tempat tidur ke tempat
tidur lain. Ketentuan mengangkat atau memindahkan pasien:
a. Jelaskan kepada pasien prosedur kerja dan apa yang akan terjadi
b. Sediakan pakaian penutup bagi pasien
c. Siapkan tempat dimana pasien akan dipindahkan (misal brankar atau kursi)
d. Perhatikan bagian-bagian tubuh pasien yang terdapat rasa nyeri
e. Tempatkan kaki anda (perawat) pada jarak satu telapak tangan satu sama lain
f. Menjaga privasi pasien dengan menyelimuti pasien hingga bagian dada
2.5 Dampak yang Timbul Akibat Privasi Klien Gagal Dijaga
Informasi tentang privasi pasien berserta data medisnya hanya bisa dibenarkan bila
sesuai undang-undang. Di luar ketentuan tersebut dapat dikategorikan tindakan pembocoran
rahasia yang bersifat melanggar hukum, karena dapat menimbulkan kerugian dipihak pasien
baik material maupun imaterial.
Terjadinya pelanggaran hukum karena membocorkan rahasia medis mengakibatkan
kerugian dan dapat dikenai sanksi:
1. Perdata, yaitu Pasal 1365, 1366 dan 1367 KUH Perdata;
2. Pidana, yaitu Pasal 112 dan 322 KUH Pidana;
Pasal 322 Kitab Undang-undang Hukum Pidana: "Barang siapa dengan sengaja membuka
rahasia yang wajib disimpannya karena jabatan atau pencariannya, baik yang sekarang
maupun yang dahulu, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau
pidana denda paling banyak sembilan ribu rupiah."
3. Administratif, yaitu sesuai Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 10
Tahun 1966, sanksi administratif tetap diberlakukan, meskipun pasien sudah memaafkan
dan tidak mengadukan kepada yang berwajib. Sanksi akan diberikan setelah yang
bersangkutan dinyatakan melanggar kode etik profesi tergantung dari besarnya
pelanggaran yang dilakukan.

7
Sanksi 1 : Diberikan teguran secara lisan dan dilakukan pembinaan
Sanksi II : Diberikan teguran secara tertulis dan dilakukan pembinaan
Sanksi III : Diberikan sanksi hukuman (denda/penjara)
2.6 Contoh Kasus
Dokter, perawat maupun petugas administrasi ditemukan suka bergosip tentang rahasia
pasien di jejaring sosial. Staf National Health Service (NHS) mengekspos informasi yang
sangat sensitif tentang pasien hingga lima kali dalam sepekan dengan memosting pesan tentang
mereka di Facebook, membahas penyakit di depan umum atau tentang hilangnya file medis
mereka, Jumat (28/10).\
Big Brother Watch mengatakan NHS tidak dapat menjaga privasi pasien mereka. Dalam
12 bulan terakhir, dokter, perawat dan pekerja administrasi melanggar kerahasiaan pasien
hingga 802 kali, hanya 102 staf yang dipecat. Hampir setengah dari rumah sakit dan NHS
mengakui memang ada satu kejadian pada tahun lalu. Ada 23 insiden dimana staf telah secara
terbuka mendiskusikan pasien dengan rekan-rekan, teman dan keluarga pada website seperti
Facebook. Dalam satu kasus lain, seorang pekerja medis di Nottingham University Hospital
mengambil gambar seorang pasien di tempat tidur dan beredar di situs jejaring sosial.
Ada juga 91 kejadian di mana staf NHS telah mengaku mengintip melalui file medis
dari rekan-rekan mereka sendiri. Ini termasuk kasus seorang manajer NHS yang mengaku
melihat file medis dari keluarga, teman dan koleganya sebanyak 431 kali karena iseng ingin
tahu. Ada juga 57 kasus dimana catatan medis, piringan komputer atau laptop yang berisi
informasi yang sangat pribadidibiarkan tergeletak di tempat umum, hilang atau dicuri.
Sebanyak 10 ribu karyawan NHS, termasuk porter, pembersih bisa memiliki akses untuk
merekam.
Pickles Nick, Direktur Big Brother Watch, mengatakan: "Kasus-kasus ini merupakan
pelanggaran serius terhadap privasi pasien". Seringkali data pasien satu dengan lainnya terbuka
kerahasiaannya baik dengan sengaja maupun tidak sengaja. misalnya saat pasien diperiksa,
riwayat kesehatan pasien yang diungkapkan oleh dokter atau tenaga kesehatan yang
mendampingi, terdengar oleh pasien lain ataupun keluarga yang tidak berhak mengetahuinya,
terutama saat bersama-sama menunggu giliran untuk pemeriksaan dokter karena tempatnya
yang sangat berdekatan.

8
1. Faktor penyebabkan pelanggaran privasi pasien
a. Lembar persetujuan umum (general consent) tidak dilaksanakan dengan baik, sehingga
terjadi pelanggaran hak pasien, termasuk hak mendapatkan privasi dan kerahasiaan
penyakit yang diderita beserta data-data medisnya.
b. Belum atau tidak dilaksanakannya Standar Prosedur Operasional (SPO) tentang
perlindungan privasi dan data medis pasien, sehingga hak pasien tidak terlindungi
dengan baik dan pelayanan kesehatan tidak dilaksanakan sesuai standar pelayanan dan
standar profesi
c. Tidak dilaksanakannya Permenkes RI No. 24 Tahun 2016 tentang Persyaratan Teknis
dan Bangunan dan Prasarana Rumah Sakit, yaitu terkait desain ruangan pemeriksaan
pada ruang rawat harus dapat menjamin privasi pasien. Di dalam satu ruang terdapat 3-
4 tempat tidur pasien yang berdekatan dan hanya dibatasi gorden, sehingga
pembicaraan antara pasien, dokter maupun tenaga kesehatan tentang riwayat penyakit
secara sengaja bisa didengarkan oleh pasien lain.
2. Kebijakan yang berkaitan dengan privasi pasien
a. Pelanggaran hukum karena membocorkan rahasia kedokteran yang mengakibatkan
kerugian dapat dikenai sanksi:
1) Perdata, yaitu Pasal 1365, 1366 dan 1367 KUH Perdata:
2) Pidana, yaitu Pasal 112 dan 322 KUH Pidana;
3) Administratif, yaitu sesuai PP RI No. 10 tahun 1966
b. UU RI No. 44 tahun 2004 tentang Rumah Sakit pasal 32 pada butir (i) yang berisi hak-
hak pasien, termasuk hak mendapatkan privasi dan kerahasiaan penyakit yang diderita
beserta data-data medisnya.
c. Permenkes RI No. 36 tahun 2012 tentang Rahasia Kedokteran pasal 3 menyatakan
informasi identitas pasien, hasil anamnesis, pemeriksaan fisik atau tindakan kedokteran
lainnya merupakan informasi medis yang harus dijaga. Sebenarnya, tidak hanya dokter
yang harus menjaga rahasia kedoteran, tetapi semua tenaga kesehatan baik medik
maupun non medik. antara lain meliputi semua tenaga kesehatan, semua mahasiswa
kedokteran, semua murid yang bertugas dalam lapangan pemeriksaan, pengobatan atau
perawatan dan orang orang yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan.
d. UU No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran pasal 48, yaitu:
1) Setiap dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran wajib
menyimpan rahasia kedokteran;

9
2) Rahasia kedokteran dibuka hanya untuk kepentingan kesehatan pasien, memenuhi
permintaan aparatur dalam rangka penegakkan hukum, permintaan pasien sendiri
atau berdasar ketentuan perundang-undangan
e. Permenkes RI No. 1438/MENKES/PER/IX/2010 tentang Standar Pelayanan
Kedokteran Bab IV. yaitu Standar Prosedur Operasional pasal 10 dinyatakan bahwa
pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan wajib memprakarsai penyusunan SPO sesuai
dengan jenis dan strata fasilitas pelayanan kesehatan yang dipimpinnya. UU RI No. 44
tahun 2009 tentang Rumah Sakit, pada pasal 32 butir (d) disebutkan bahwa setiap
pasien mempunyai hak memperoleh layanan kesehatan yang bermutu sesuai dengan
standar profesi dan standar prosedur operasional. UU RI No. 29 tahun 2004 tentang
Praktik Kedokteran pada pasal 51 ayat 1 disebutkan dokter atau dokter gigi dalam
melaksanakan praktik mempunyai kewajiban memberikan pelayanan medis sesuai
standar profesi dan SPO serta kebutuhan medis pasien.
f. Permenkes RI No. 24 tahun 2016 tentang Persyaratan Teknis dan Bangunan dan
Prasarana Rumah Sakit, yaitu terkait desain ruangan pemeriksaan pada ruang rawat
jalan harus dapat menjamin privasi pasien.
g. UU RI No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan
1) Pasal 5 ayat 2, setiap orang mempunyai dalam hak memperoleh pelayanan yang
aman, bermutu dan terjangkau\
2) Pasal 7. setiap orang berhak untuk mendapatkan informasi dan edukasi tentang
kesehatan yang seimbang dan bertanggung jawab
3) Pasal 8, berbunyi setiap orang berhak memperoleh informasi tentang data kesehatan
dirinya termasuk tindakan dan pengobatan yang telah maupun yang akan
diterimanya dari tenaga kesehatan
h. UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen pasal 4, yaitu:
1) Hak kenyamanan, keamanan, keselamatan mengkonsumsi barang/jasa
2) Hak untuk memilih dan mendapatkan barang/jasa sesuai yang dijanjikan;
3) Hak informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi barang/jasa;
4) Hak didengar pendapat dan keluhannya atas barang/jasa yang digunakan
5) Hak mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa
perlindungan konsumen secara patut;
6) Hak diperlakukan dan dilayani secara benar, jujur dan tidak diskriminatif
7) Hak mendapat kompensasi, ganti rugi atau penggantian, bila barang/jasa yang
diterima tidak sesuai perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.

10
3. Pencegahan terhadap pelanggaran privasi
a. Rumah Sakit bertanggung membuat kebijakan dan peraturan yang menunjang
perlindungan hukum terhadap hak privasi dan data medis pasien dengan mengacu pada
sumber hukum yang telah ada, agar dapat mewujudkan tertib hukum dengan segala
aspek pertanggungjawabannya.
b. Kombinasi berbagai peraturan dalam layanan kesehatan secara khusus mempengaruhi
perilaku ketaatan dan kepatuhan terhadap perintah maupun larangan perbuatan yang
berlaku bagi para pihak yang saling berkaitan/ dalam menunjang pelayanan kesehatan
yang profesional dan terpercaya.
c. Membuat SPO terkait hak privasi dan data medis pasien agar tenaga kesehatan yang
melakukan pelayanan kesehatan mempunyai acuan dasar yang jelas terhadap apa yang
menjadi kewajibannya sesuai pedoman dalam memberikan hak pasien sesuai batas
kewenangannya;
d. Perlindungan hukum terhadap pasien ditunjang oleh peraturan, sarana pendukung yang
memadai dan kedisiplinan tenaga kesehatan di rumah sakit.
2.7 Review Jurnal
JUDUL REGULASI PROTEKSI DATA PRIBADI PASIEN COVID-19 DI
INDONESIA
PENULIS Natasha Olivia Aliza, Yuwono Prianto, R. Rahaditya
JURNAL Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni
REVIEWER Novi Oktia Roza
METODOLOGI Artikel ini ditulis menggunakan metode penelitian hukum normatif, dan
menggunakan data sekunder yakni peraturan perundang-undangan, teori,
putusan pengadilan, serta doktrin para pakar hukum terkemuka (Prananda,
2020).
HASIL Hasil penelitian dari artikel ini menunjukkan bahwa perlindungan data pribadi
pasien COVID-19 di Indonesia masih belum diatur secara komprehensif oleh
regulasi yang mengikat. Meskipun pemerintah Indonesia telah memiliki RUU
Perlindungan Data Pribadi yang diharapkan segera disahkan, penelitian ini
menyoroti perlunya dukungan luas untuk RUU tersebut karena data pasien
merupakan hak asasi manusia yang fundamental yang dijamin oleh negara
demokratis seperti Indonesia.

11
JUDUL TINDAKAN MEMBUKA IDENTITAS PASIEN TERKONFIRMASI
COVID-19 OLEH RUMAH SAKIT BERDASARKAN HAK ASASI
MANUSIA DAN HUKUM PIDANA
PENULIS Hwian Christianto, Ervin Dyah Ayu Masita Dewi
JURNAL Jurnal HAM
REVIEWER Luthfiah Jasman
METODOLOGI metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian yuridis normatif
yang menekankan penelaahan peraturan perundang undangan (statute
approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach).
HASIL Hasil penelitian menunjukkan tindakan membuka identitas pasien Covid-19
menurut prinsip nonmaleficence dalam konteks bonum commune dapat
dibenarkan danmemenuhi hak aasimanusia demi kepentingan
penanggulangan pandemi Covid-19. Namun publikasi identitas pasien Covid-
19 harus dilakukan dengan memperhatikan kerahasiaan data pasien dan
persetujuan dari pasien tersebut. Rumah sakit harus memperhatikan aturan
hukum pidana dan etika kedokteran dalam melaksanakan publikasi atau
pelepasan data dan informasi pasien Covid-19.

JUDUL Perlindungan hukum terhadap hak privasi dan data medis pasien di rumah
sakit X Surabaya.
PENULIS Indah Susilowati, Wisnaningsih Surjoseputro, Dika silviawati
JURNAL Jurnal Wiyata
REVIEWER Putri Nur Khalimah
METODOLOGI Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dan studi yang di gunakan
adalah cross sectional (notoatmodjo,2010) dengan teknik simple random
sampling. Pengambilan sampel secara acak sederhana, artinya bahwa setiap
anggota atau unit dari populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk di
seleksi sebagai sampel (notoatmodjo,2010). Populasinya seluruh pasien rawat
jalan,dengan sampel sebagai pasien rawat jalan yang berjumlah 98
pasien.Teknik pengumpulan data dengan metode angket dan
observasi.instrumen pengumpulan data penelitian ini adalah lembar angket
dan lembar observasi.

12
HASIL
Hasil penelitian rumah sakit x surabaya saat ini belum memiliki standar
operasional (spo) tentang perlindungan privasi pasien yang di gunakan
sebagai pedoman untuk menjaga privasi informasi dan data medis
pasien.Hasil observasi terhadap sarana prasarana di rumah sakit x surabaya
mengenai perlindungan hukum terhadap hak privasi dan data medis pasien
yang dilakukan di poliklinik KIA,bedah,dan penyakit dalam , diketahui
privasi pasien yang tidak terlindungi tampak saat pemantauan pemeriksaan di
poliklinik bedah dan penyakit dalam ,dimana terlihat jelas saat
pemeriksaan,pintu ruangan dalam keadaan terbuka , sehingga bisa terlihat
oleh orang lain yang lewat maupun yang menunggu.

JUDUL PERLINDUNGAN HUKUM ATAS HAK PRIVASI DAN KERAHASIAAN


IDENTITAS PENYAKIT BAGI PASIEN COVID-19
PENULIS Indah Maria Maddalena Simamora
JURNAL Sibatik Journal--Jurnal Ilmiah Bidang Sosial, Ekonomi, Budaya, Teknologi,
dan Pendidikan
REVIEWER Pink Kan Maharani
METODOLOGI Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif dengan
mengumpulkan semua data yang berada media online dan kutipan dari buku
online. Penelitian ini juga menggunakan pendekatan yang di fokuskan pada
bahan bahan pustaka, yaitu memanfaatkan undang undang kesehatan dan
aturan aturan tentang jaminan kesehatan. Pentingnya analisis ini guna untuk
melihat perkembangan negara dalam penangana jaminan kesehatan yang telah
diberikan kepada masyarakat Indonesia.
HASIL Hasil penelitian dari artikel ini menunjukkan bahwa Informasi penderita
Corona merupakan data pasien yang tidak bisa diungkap ke publik.
Kerahasiaan data pasien tersebut sesuai UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang
Keterbukaan Informasi Publik. Pengungkapan identitas penderita Corona
secara terbuka adalah pelanggaran hak-hak pribadi. Sehingga, informasi
pribadi hanya bisa diungkap atas izin yang bersangkutan atau jika terkait
pengisian jabatan publik.

13
JUDUL Case Study on Sales of Data Patients Covid‐19
PENULIS Kessa Hendriyanto
JURNAL Juridical Analysis of Illegal Information Access
REVIEWER Meysha Febrina
METODOLOGI Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan perundang-
undangan (statue approach), yaitu menelaah semua peraturan perundang‐
undangan yang terkait dengan permasalahan yang akan dibahas (Marzuki,
2019).
HASIL Bocornya data pasien covid-19 menyebabkan timbulnya ketakutan dan
kepanikan pada masyarakat. Ketakutan dan kepanikan akan jatuhnya korban
akibat virus covid-19 itu sendiri dapat menimbulkan korban karena disini kita
bicara akan emosi dan sensitivitas masyarakat (Malik & Naeen, 2020). Oleh
sebab itu, pemerintah Indonesia memposisikan data pasien covid-19 sebagai
informasi public yang dikecualikan bersifat ketat dan terbatas.

JUDUL HUBUNGAN PERSEPSI PERAWAT DENGAN TINDAKAN


TERHADAP PERLINDUNGAN HAK ATAS PRIVASI KLIEN
PENULIS Fras Hnang Hawirami,Chrisnawati,Sr.Imelda Ingir Ladjar
JURNAL Jurnal Stikes Suaka Insan
REVIEWER Lola Oktavia
METODOLOGI Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah kuantitatif.
Rancangan korelasonal yaitu penelitian yang bertujuan untuk menganalisis
tujuan persepsi peawat dengan tindakan perawat trhadap perlndungan Hak
Atas Privasi Klien di ruangg Fransiskus dan Maria Rumah Sakit Suaka Insan
Banjarmasin Tahun 2015.
HASIL Dari hasil penelitian terdapat antara hubungan persepsi perawat dengan
tindakan terhadap perlindungan privasi klien di Ruang Fransiskus dan Maria
RS Suaka Insan Banjarmasier tahun 2015 dengan nilai p= 0.000 dan nilai
r=0,72 sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak semua perawat yang
memiliki persepsi dengan kategori positif melakuka tindakan perlindugan hak
atas privasi yang baik. Dan juga diperoleh data yang menunjukan bahwa ada
sebagian kecil responden yang meiliki persepsi dalam kategori positif tetap

14
memiliki tindakan yang krang baik, hal ini dikarenakan selain faktor persepsi
yang telah dipaparkan oleh peneliti ada beberapa ada faktor lain yang
mempengaruhi tindakan selain itu ada 2 domain perilaku lain yang dapat
mempengaruhi terbentuknya perilaku yaitu domain pengetahuan dan domain
sikap, yang mengatakan selain faktor persepsi ada beberapa faktor lain yang
dapat mempengaruhi perilaku seseorang yaitu faktor emosi,faktor
motivasi,faktor belajar,dan faktor intelegensi.

JUDUL Regulasi Privasi Perlindungan Data Pasien Covid-19


PENULIS Riskha Dora Candra Dewi Politeknik Negeri Jember
JURNAL JUMANTIK—Jurnal Ilmiah Penelitian Kesehatan
REVIEWER Azzahwa Marta Nova
METODOLOGI Penelitian ini merupakan jenis tinjauan pustaka atau yang dikenal dengan
literature review. Tinjauan pustaka adalah desain yang sistematis, eksplisit,
dan dapat direproduksi untuk mengidentifikasi, mengevaluasi, dan
menafsirkan dokumen yang ada (Kesim & Yıldırım, 2017).
HASIL Pengungkapan identitas positif pasien COVID-19 menjadi polemik di
kalangan publik dan pembuat kebijakan. Beberapa percaya bahwa
mengungkapkan informasi pribadi, termasuk riwayat perjalanan pasien positif
COVID-19, dianggap sebagai salah satu langkah pencegahan yang lebih
besar. Namun, di sisi lain, ini bisa diskriminatif dan dapat mengidentifikasi
keluarga dan kerabat pasien. Menilik isu tersebut, peneliti menilai bahwa
setiap tindakan yang menangani data pribadi pasien COVID-19 harus
mematuhi prinsip terhadap kaidah regulasi perlindungan data pribadi serta
mematuhi etika kedokteran.

JUDUL Nurses Attitude Toward Patients as a Translating of Nursing Code of Ethucs


in Universitas Hasanudin Hospital
PENULIS Ismayani Safitri, Hapsah, Akbar Harisa
JURNAL Indonesian Contemporary Nursing Journal
REVIEWER Luthfi Salsabila
METODOLOGI Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan metode
survey deskriptif. Penelitian ini dilakukan di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit

15
Universitas Hasanuddin Makassar mulai dari september- November 2019
dengan populasi pasien di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Universitas
Hasanuddin dengan menggunakan purposive sampling.
HASIL Berdasarkan tabel, 76 orang (80%) menilai perilaku perawat di ruang rawat
inap RS Unhas terhadap klien sebagai penjabaran kode etik keperawatan
berada di kategori prima dan 19 orang (20%) menilai perilaku perawat
dikategori baik dan tidak ada dikategori cukup dan kurang. Berdasarkan table,
masih ada 5 item yang dinilai tidak terjabarkan yaitu item ke-1 dengan
presentase sebesar 10.5%, item ke-2 sebesar 7.4% item ke-6 sebesar 4.2%,
item ke-3 sebesar 3.2% dan item ke-4 sebesar 1.1% tidak terjabarkan.
Berdasarkan table diperoleh item ke-4 dinilai tidak terjabarkan 10.5%, item
ke-3 dinilai 6.3% tidak terjabarkan, item ke-1 dan 2 dinilai 2.1% tidak
terjabarkan dan item ke-5 dinilai 1.1% tidak terjabarkan. Tabel menjelaskan
1.1% responden menilai perilaku ini tidak terjabarkan. Berdasarkan tabel
perilaku perawat dinilai tidak terjabarkan (16 responden -16.8%).

JUDUL Attitudes Towards Gossip and Patient Privacy Among Paediatric Nurses
PENULIS Sibel Serap Ceylan and Bengu Cetinkaya
JURNAL Journals Sage
REVIEWER Luthfi Salsabila
METODOLOGI Desain dan sampel Studi ini merupakan penelitian deskriptif dan cross-
sectional. Sebanyak 141 perawat yang bekerja di unit anak-anak di Denizli /
Turki membentuk populasi penelitian ini. Ada tiga rumah sakit (satu rumah
sakit universitas dan dua rumah sakit umum) di Denizli / Turki yang memiliki
sejumlah unit anak-anak, termasuk klinik Pedietrics umum, klinik operasi
anak-anak, unit darurat anak-anak, klinik hematologi / gantung, anak-anak,
perawatan intensif, dan perawatan rawat jalan pasien. Sampling tidak selektif;
Rencananya begitu bisa mencapai semua perawat anak. Sebanyak 112
perawat mengembalikan kuesioner untuk tingkat respons 79,43%.
HASIL Usia rata-rata peserta penelitian adalah 32,81 + 7,75 tahun, rata-rata masa
kerja sebagai perawat adalah 11,5 + 8,1 tahun dan rata-rata waktu kerja di unit
anak adalah 7,5 + 6,07 tahun. Telah ditemukan bahwa 64,3% perawat sudah
menikah, 69,6% adalah sarjana, 57,1% tidak berpendidikan pasien privasi,

16
51,8% telah membaca Konvensi Hak Anak dan 55,4% telah membaca
Peraturan tentang Hak Pasien. Perawat menyatakan bahwa 66,1% unit
pediatrik berada di lingkungan yang ramah privasi, 93,2% di antaranya
dilengkapi dengan sekat atau tirai dan 6,8% berupa kamar single. Rerata skor
PPS perawat adalah 4,55 + 0,37. Perawat sebagian besar berhati-hati untuk
menjaga pasien privasi fisik. Perawat dengan tingkat pendidikan tinggi yang
telah mendapat pelatihan pasien kerahasiaan dan telah membaca peraturan
hak pasien dan Konvensi Hak Anak lebih memperhatikan kerahasiaan pasien
(p <0,05). Selain itu, perawat bekerja di perawatan intensif dan unit perawatan
rawat jalan lebih memperhatikan privasi fisik dibandingkan perawat yang
bekerja di unit anak lainnya (p <0,05). Skor rata-rata IS adalah 2,18 + 0,62.
Korelasi negatif ditemukan antara skor IS dan PPS rata-rata. Perawat yang
mendefinisikan gosip secara negatif lebih memperhatikan privasi pasien (r ¼
.414;hal ¼ 0,001). Akibat korelasi antara PPS – Kerahasiaan informasi pribadi
dan pribadi subskala kehidupan dan IS, ditemukan bahwa perawat yang
mendefinisikan gosip secara negatif lebih berhati-hati terhadapnya
kerahasiaan informasi pasien (r ¼ 0,483; p ¼ 0,001) .

JUDUL IMPLEMENTASI KERAHASIAAN INFORMASI MEDIS DALAM


REKAM MEDIS PASIEN
PENULIS Budhi Rahardjo
JURNAL Jurnal Manajemen Informasi dan Administrasi Kesehatan (J-MIAK)
REVIEWER Novi Oktia Roza
METODOLOGI enis penelitian ini adalah Deskriptif Kualitatif. Penelitian dilakukan di RSI
AT-Tin Husada Ngawi pada September 2018. Subyek penelitian adalah
petugas rekam medis, dokter dan pasien, variabel penelitian kepemilikan
rekam medis, hak pasien atas informasi medis, hak pasien atas penjagaan
informasi medis, dengan menggunakan metode Observasi dan Wawancara,
dengan menggunakan Retrospektif dan Tehnik yang digunakan adalah
Purposive Sampling. Populasi disini adalah petugas rekam medis pasien dan
dokter, analisis data dengan model alir.
HASIL enis penelitian ini adalah Deskriptif Kualitatif. Penelitian dilakukan di RSI
AT-Tin Husada Ngawi pada September 2018. Subyek penelitian adalah

17
petugas rekam medis, dokter dan pasien, variabel penelitian kepemilikan
rekam medis, hak pasien atas informasi medis, hak pasien atas penjagaan
informasi medis, dengan menggunakan metode Observasi dan Wawancara,
dengan menggunakan Retrospektif dan Tehnik yang digunakan adalah
Purposive Sampling. Populasi disini adalah petugas rekam medis pasien dan
dokter, analisis data dengan model alir.

18
BAB III
ANALISIS JURNAL
1. Nama Jurnal : Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni
Volume : Vol. 6
Nomor : No. 1
Halaman : 284-255
Tahun Penerbit : 2022
Judul Jurnal : Regulasi Proteksi Data Pribadi Pasien Covid-19 di Indonesia
Nama Penulis : Natasha Olivia Aliza, Yuwono Prianto, R. Rahaditya
Isi Jurnal :
a. Tujuan
Tujuan penelitian dari artikel ini adalah untuk membahas perlindungan data pribadi
pasien COVID-19 di Indonesia, serta urgensi pengesahan RUU Perlindungan Data
Pribadi. Penelitian ini juga bertujuan untuk menyoroti kebutuhan akan regulasi
komprehensif yang mengatur perlindungan data pribadi, terutama dalam konteks
pandemi COVID-19
b. Metode
Artikel ini ditulis menggunakan metode penelitian hukum normatif, dan menggunakan
data sekunder yakni peraturan perundang-undangan, teori, putusan pengadilan, serta
doktrin para pakar hukum terkemuka (Prananda, 2020). Semua informasi telah
dikumpulkan kemudian diolah dan dianalisis melalui pendekatan kualitatif guna
mendapatkan pemahaman atas gejala-gejala yang diteliti.
c. Hasil
Hasil penelitian dari artikel ini menunjukkan bahwa perlindungan data pribadi pasien
COVID-19 di Indonesia masih belum diatur secara komprehensif oleh regulasi yang
mengikat. Meskipun pemerintah Indonesia telah memiliki RUU Perlindungan Data
Pribadi yang diharapkan segera disahkan, penelitian ini menyoroti perlunya dukungan
luas untuk RUU tersebut karena data pasien merupakan hak asasi manusia yang
fundamental yang dijamin oleh negara demokratis seperti Indonesia.
d. Kekuatan
Kekuatan penelitian dari artikel ini adalah penggunaan metode hukum normatif dengan
sumber data sekunder yang memberikan analisis yang komprehensif terhadap regulasi
perlindungan data pribadi pasien COVID-19 di Indonesia. Artikel ini juga memberikan
gambaran yang jelas mengenai perlindungan data pribadi pasien COVID-19 dan

19
urgensi pengesahan RUU Perlindungan Data Pribadi, serta menyoroti kebutuhan akan
regulasi komprehensif dalam konteks pandemi COVID-19.
e. Kelemahan
Kelemahan penelitian ini adalah kurangnya data dan analisis empiris, karena terutama
mengandalkan metode hukum normatif dan sumber data sekunder. Hal ini mungkin
membatasi kedalaman penelitian dan kemampuan untuk memberikan analisis
komprehensif mengenai kondisi perlindungan data pasien COVID-19 di Indonesia saat
ini.
f. Kesimpulan
Di Indonesia saat ini masih kekurangan peraturan perlindungan data pribadi yang
komprehensif. Hingga saat ini, RUU Perlindungan Data Pribadi (PDP) masih belum
terselesaikan dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) untuk disahkan. Menurut
peneliti, RUU Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP) yang dikaji oleh DPR dan
pemerintah adalah RUU yang kritis dan mendesak yang harus segera disahkan. Dengan
demikian, sangat urgen untuk segera menerbitkan regulasi atau aturan yang mengatur
perlindungan data pribadi ini, kemudian perlu mendapatkan dukungan dari segala
sektor karena data pasien merupakan hak asasi dan hak ini dijamin negara demokrasi
seperti Indonesia.
2. Nama Jurnal : Jurnal HAM
Volume : Vol. 13
Nomor : No. 1
Halaman : 2022
Tahun Penerbit : Hwian Christianto, Ervin Dyah Ayu Masita Dewi
Judul Jurnal : Tindakan Membuka Identitas Pasien Terkonfrimasi Covid-19
Oleh Rumah Sakit Berdasarkan Hak Asasi Manusia dan
Hukum Pidana.
Nama Penulis : Hwian Christianto, Ervin Dyah Ayu Masita Dewi
Isi Jurnal :
a. Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah untuk membahas masalah publikasi identitas pasien Covid-
19 dari perspektif hukum pidana. Jurnal ini membahas kerahasiaan rekam medis atau
data pasien yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 Tentang
Kesehatan. Dalam keadaan pandemi Covid-19 seperti saat ini, identitas pasien yang
menjadi rahasia sedikit banyak mulai terbuka dan disebarluaskan kepada publik.

20
b. Metode
metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian yuridis normatif yang
menekankan penelaahan peraturan perundang undangan (statute approach) dan
pendekatan konseptual (conceptual approach).
c. Hasil
Hasil penelitian menunjukkan tindakan membuka identitas pasien Covid-19 menurut
prinsip nonmaleficence dalam konteks bonum commune dapat dibenarkan
danmemenuhi hak aasimanusia demi kepentingan penanggulangan pandemi Covid-19.
Namun publikasi identitas pasien Covid-19 harus dilakukan dengan memperhatikan
kerahasiaan data pasien dan persetujuan dari pasien tersebut. Rumah sakit harus
memperhatikan aturan hukum pidana dan etika kedokteran dalam melaksanakan
publikasi atau pelepasan data dan informasi pasien Covid-19.
d. Kekuatan
Kekuatan penelitian dalam artikel ini terletak pada eksplorasi komprehensif terhadap
prinsip etika dan peraturan hukum seputar kerahasiaan medis dan pengungkapan
informasi pasien. Artikel ini menggali prinsip-prinsip etika nonmaleficence,
beneficence, dan common good, memberikan analisis menyeluruh tentang
pertimbangan yang harus dilakukan ketika menyeimbangkan kerahasiaan pasien
dengan potensi risiko terhadap kesehatan masyarakat. Selain itu, pasal tersebut merujuk
pada peraturan hukum tertentu, seperti Permenkes 36/2012, untuk mendukung
argumennya dan memberikan landasan yang kuat untuk pembahasannya. Kombinasi
prinsip etika dan referensi hukum ini meningkatkan kredibilitas dan kekuatan
penelitian, menjadikannya kontribusi yang berharga dalam bidang etika kedokteran.
e. Kelemahan
Kelemahan penelitian dalam artikel ini adalah kurangnya data empiris atau studi kasus
untuk menggambarkan penerapan praktis prinsip-prinsip etika dan peraturan hukum
yang dibahas. Meskipun artikel ini memberikan analisis teoretis yang komprehensif,
tidak adanya contoh nyata membatasi kemampuan untuk menilai efektivitas dan
tantangan penerapan prinsip-prinsip ini dalam praktik medis. Selain itu, artikel ini dapat
mengambil manfaat dari diskusi yang lebih mendalam mengenai potensi konflik dan
dilema yang mungkin timbul ketika menyeimbangkan kerahasiaan pasien dengan
masalah kesehatan masyarakat, serta perspektif profesional kesehatan dan pasien
mengenai masalah ini.

21
f. Kesimpulan
Publikasi identitas pasien Covid-19 tanpa persetujuan dari pasien merupakan tindakan
yang tidak dibenarkan dalam hukum pidana. Kerahasiaan rekam medis atau data pasien
Covid-19 diatur dalam Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 Tentang Kesehatan.
Identitas pasien Covid-19 yang menjadi rahasia sedikit banyak mulai terbuka dan
disebarluaskan kepada publik, dimana identitas tersebut biasanya dibuka oleh
masyarakat dan kemudian disebarluaskan kepada semua orang di sekitar masyarakat
sebagai salah satu cara dan juga bentuk antisipasi dari masyarakat dalam menghalau
penyebaran virus dari pasien yang sudah positif terinfeksi maupun dicurigai terinfeksi
dari virus Covid-19.
3. Nama Jurnal : Jurnal Wiyata
Volume : Vol. 5
Nomor : No. 1
Halaman :-
Tahun Penerbit : 2018
Judul Jurnal : Perlindungan hukum terhadap hak privasi dan data medis
pasien di rumah sakit X Surabaya
Nama Penulis : Indah Susilowati, Wisnaningsih Surjoseputro, Dika silviawati
Isi Jurnal :
a. Tujuan
Tujuan penelitian untuk mengetahui tentang perlindungan hukum terhadap hak atas
privasi dan data medis pasien di rumah sakit x surabaya dan mengetahui standar
prosedur operasional (spo) yang berkaitan dengan hak privasi data medis di rumah sakit
x surabaya.
b. Metode
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dan studi yang di gunakan adalah cross
sectional (notoatmodjo,2010) dengan teknik simple random sampling .Pengambilan
sampel secara acak sederhana, artinya bahwa setiap anggota atau unit dari populasi
mempunyai kesempatan yang sama untuk di seleksi sebagai sampel
(notoatmodjo,2010). populasinya seluruh pasien rawat jalan,dengan sampel sebagai
pasien rawat jalan yang berjumlah 98 pasien.Teknik pengumpulan data dengan
metode angket dan observasi.instrumen pengumpulan data penelitian ini adalah
lembar angket dan lembar observasi.

22
c. Hasil
Hasil penelitian rumah sakit x surabaya saat ini belum memiliki standar operasional
(spo) tentang perlindungan privasi pasien yang di gunakan sebagai pedoman untuk
menjaga privasi informasi dan data medis pasien.Hasil observasi terhadap sarana
prasarana di rumah sakit x surabaya mengenai perlindungan hukum terhadap hak
privasi dan data medis pasien yang dilakukan di poliklinik KIA,bedah,dan penyakit
dalam , diketahui privasi pasien yang tidak terlindungi tampak saat pemantauan
pemeriksaan di poliklinik bedah dan penyakit dalam ,dimana terlihat jelas saat
pemeriksaan,pintu ruangan dalam keadaan terbuka , sehingga bisa terlihat oleh orang
lain yang lewat maupun yang menunggu.
d. Kekuatan
kekuatan penelitian dari artikel ini adalah penggunaan metode deskriptif dan studi yang
digunakan adalah cross sectional, artikel ini juga mempunyai pemberlakuan surat
keputusan tentang buku manajemen administrasi medis(buku pedoman pelanggaran
rekam medis)Revisi lV di lingkungan rumah sakit x,hak privasi pasien sudah tercantum
dalam lembar persetujuan umum (general consent)pasien rawat jalan.
e. Kelemahan
Perlunya ditetapkan kebijakan dan peraturan lain yang menunjang untuk jaminan
perlindungan hukum terhadap hak privasi dan data medis pasien dengan mengacu pada
sumber hukum yang telah ada, agar dapat mewujudkan tertib hukum dengan segala
aspek pertanggungjawabannya. Rumah sakit x Surabaya membuat standar prosedur
operasional (spo) terkait hak privasi dan data medis pasien agar tenaga kesehatan yang
melakukan pelayanan kesehatan mempunyai acuan dasar yang jelas terhadap apa yang
menjadi kewajibannya sesuai pedoman dalam memberikan hak pasien sesuai batas
kewenangannya.
f. Kesimpulan
Kebijakan mengenai perlindungan hukum terhadap hak privasi pasien di rumah sakit x
surabaya sudah tercantum pada lembar persetujuan umum, hak dan kewajiban pasien
berisi hak dan kewajiban pasien ,persetujuan pelayanan kesehatan, pembukaan rahasia
kedokteran, privasi pasien, persetujuan pelepasan informasi. Rumah sakit x surabaya
belum membuat standar prosedur operasional(spo) terkait hak privasi dan data medis
pasien untuk pasien rawat jalan. Serta melakukan pembinaan, pengaturan, pengawasan
yang menunjang pelayanan kesehatan yang profesional.

23
4. Nama Jurnal : Sibatik Journal
Volume : Vol. 1
Nomor : No. 7
Halaman :-
Tahun Penerbit : 2022
Judul Jurnal : Perlindungan Hukum atas HAK Privasi dan Kerahasiaan
Identitas Penyakit bagi Pasien Covid-19
Nama Penulis : Indah Maria Maddalena Simamora
Isi Jurnal :
a. Tujuan
Tujuan penelitian dari jurnal ini adalah untuk membahas perlindungan hukum atas hak
privasi dan kerahasiaan identitas penyakit bagi pasien covid-19. Penelitian ini ditujukan
untuk mengetahui dasar hukum pasal mengenai kerahasiian identitas pasien,
perlindungan privasi dan data pribadi dalam sistem elektronik, serta perlindungan atas
privasi dan data pribadi asyarakat.
b. Metode
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif dengan mengumpulkan
semua data yang berada media online dan kutipan dari buku online. Penelitian ini juga
menggunakan pendekatan yang di fokuskan pada bahan bahan pustaka, yaitu
memanfaatkan undang undang kesehatan dan aturan aturan tentang jaminan kesehatan.
Pentingnya analisis ini guna untuk melihat perkembangan negara dalam penangana
jaminan kesehatan yang telah diberikan kepada masyarakat Indonesia.
c. Hasil
Hasil penelitian dari artikel ini menunjukkan bahwa Informasi penderita Corona
merupakan data pasien yang tidak bisa diungkap ke publik. Kerahasiaan data pasien
tersebut sesuai UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
Pengungkapan identitas penderita Corona secara terbuka adalah pelanggaran hak-hak
pribadi. Sehingga, informasi pribadi hanya bisa diungkap atas izin yang bersangkutan
atau jika terkait pengisian jabatan publik.
d. Kekuatan
Kekuatan penelitian dari jurnal ini adalah penggunaan metode kuantitatif dengan
mengumpulkan semua data yang berada media online dan kutipan dari buku online,
sehingga mempermudah dalam proses pengambilan data. Penelitian ini lebih diperkuat
lagi dengan penelitian menggunakan pendekatan yang di fokuskan pada bahan bahan

24
pustaka, yaitu memanfaatkan undang undang kesehatan dan aturan aturan tentang
jaminan kesehatan.
e. Kelemahan
Kelemahan penelitian dalam jurnal ini adalah kurangnya data dan analisis empiris/ data
yang diperoleh berdasarkan pada peristiwa atau kejadian nyata yang pernah dialami
serta didapat dengan melalui penelitian, pengamatan ataupun juga eksperimen yang
pernah dilakukan.
f. Kesimpulan
Setiap pasien mempunyai hak mendapatkan privasi dan kerahasiaan penyakit yang
diderita termasuk data-data medisnya. Sebagaimana diatur dalam Pasal 32 huruf i
Undang- Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.Informasi penderita
Corona merupakan data pasien yang tidak bisa diungkap ke publik. Kerahasiaan data
pasien tersebut sesuai UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi
Publik. Pengungkapan identitas penderita Corona secara terbuka adalah pelanggaran
hak-hak pribadi. Sehingga, informasi pribadi hanya bisa diungkap atas izin yang
bersangkutan atau jika terkait pengisian jabatan publik. Perlindungan atas identitas
pribadi ini dijamin dalam Pasal 29 g Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
1945, menyatakan "Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga,
kehormatan, martabat dan harta benda yang berada dibawah kekuasaannya serta berhak
atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak
berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi
5. Nama Jurnal : Juridical Analysis of Illegal Information Access
Volume : Vol.7
Nomor : 2548-818X
Halaman :-
Tahun Penerbit : 2017
Judul Jurnal : Case Study on Sales of Data Patients Covid‐19
Nama Penulis : Kessa Hendriyanto
Isi Jurnal :-
a. Tujuan
Tujuan penelitian ini membahas tentang bagaimana dampak dari bocornya data pasien
covid-19 di Indonesia dan bagamaimana kebocoran data pasien covid-19 ditinjau dari
sisi hukum positif Indonesia.

25
b. Metode
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan
(statue approach), yaitu menelaah semua peraturan perundang‐undangan yang
terkait dengan permasalahan yang akan dibahas (Marzuki, 2019). Dalam hal ini
peraturan perundang‐ undangan yang ditelaah yaitu terkait dengan keterbukaan
data kesehatan pasien, baik dalam lingkup pengaturan bidang kesehatan, bidang
keterbukaan informasi publik, dan bidang informasi dan transaksi elektronik. Melalui
pendekatan ini, dapat ditelaah bentuk konsistensi dan kesesuaian antar peraturan
perundang‐undangan, baik secara vertikal maupun secara horisontal. Kemudian, hasil
telaah peraturan perundang‐undangan tersebut diharapkan dapat diambil suatu
masukan dalam menyelesaikan permasalahan yang ada di lapangan.
c. Hasil
Bocornya data pasien covid-19 menyebabkan timbulnya ketakutan dan kepanikan pada
masyarakat. Ketakutan dan kepanikan akan jatuhnya korban akibat virus covid-19 itu
sendiri dapat menimbulkan korban karena disini kita bicara akan emosi dan sensitivitas
masyarakat (Malik&Naeen,2020). Oleh sebab itu, pemerintah Indonesia
memposisikan data pasien covid-19 sebagai informasi public yang dikecualikan
bersifat ketat dan terbatas.
d. Kekuatan
Keterbukaan informasi dari pemerintah terkait dengan data pasien covid-19 untuk
mempermudah upaya mengendalikan penyebaran virus Covid-19 terutama contact
tracing.
e. Kelemahan
Keterbukaan data pasien Covid-19 ini bertentangan dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang kesehatan, terutama mengenai rahasia Kedokteran.
f. Kesimpulan
Dari pembahasan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa data pasien Covid-
19 merupakan data yang bersifat rahasia. Jika merujuk pada Undang‐Undang
Keterbukaan Informasi Publik, data pasien Covid‐19 termasuk dalam klasifikasi
informasi publik yang dikecualikan. Oleh karenanya, data tersebut tidak dapat
disebarluaskan atau dibocorkan begitu saja. Dalam hal ini, terdapat ketentuan yang
membatasinya, yaitu harus atas persetujuan pasien. Informasi yang dikecualikan
tersebut bersifat rahasia sesuai dengan undang‐undang, kepatutan, dan kepentingan
umum yang didasarkan pada pengujian mengenai konsekuensi yang timbul jika suatu

26
informasi yang diberikan kepada masyarakat serta telah dipertimbangkan dengan
seksama bahwa menutup informasi publik tersebut justru dapat melindungi
kepentingan yang lebih besar dibandingkan membukanya atau sebaliknya.
6. Nama Jurnal : Jurnal Stikes Suaka Insan
Volume :-
Nomor :-
Halaman :-
Tahun Penerbit : 2015
Judul Jurnal : HUBUNGAN PERSEPSI PERAWAT DENGAN
TINDAKAN TERHADAP PERLINDUNGAN HAK ATAS
PRIVASI KLIEN
Nama Penulis : Fras Hnang Hawirami, Chrisnawati,Sr. Imelda Ingir Ladjar
Isi Jurnal :
a. Tujuan
Tujuan penelitian ini membahas tentang bagaimana persepsi perawat dengan tindakan
terhadap perlindugan hak atas privasi klien.
b. Metode
Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah kuantitatif. Rancangan
korelasonal yaitu penelitian yang bertujuan untuk menganalisis tujuan persepsi peawat
dengan tindakan perawat trhadap perlndungan Hak Atas Privasi Klien di ruangg
Fransiskus dan Maria Rumah Sakit Suaka Insan Banjarmasin Tahun 2015.
c. Hasil
Dari hasil penelitian terdapat antara hubungan persepsi perawat dengan tindakan
terhadap perlindungan privasi klien di Ruang Fransiskus dan Maria RS Suaka Insan
Banjarmasier tahun 2015 dengan nilai p= 0.000 dan nilai r=0,72 sehingga dapat
disimpulkan bahwa tidak semua perawat yang memiliki persepsi dengan kategori
positif melakuka tindakan perlindugan hak atas privasi yang baik. Dan juga diperoleh
data yang menunjukan bahwa ada sebagian kecil responden yang meiliki persepsi
dalam kategori positif tetap memiliki tindakan yang krang baik, hal ini dikarenakan
selain faktor persepsi yang telah dipaparkan oleh peneliti ada beberapa ada faktor lain
yang mempengaruhi tindakan selain itu ada 2 domain perilaku lain yang dapat
mempengaruhi terbentuknya perilaku yaitu domain pengetahuan dan domain sikap,
yang mengatakan selain faktor persepsi ada beberapa faktor lain yang dapat

27
mempengaruhi perilaku seseorang yaitu faktor emosi,faktor motivasi,faktor
belajar,dan faktor intelegensi.
d. Kekuatan
Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan peneliti pada tanggal 30 Mei – 1
Juni 2015 dii Ruang Fransiskus dan Maria Rrumah Sakit Suaka Insan Banjarmasir
masalah yang ditemukan oleh peneliti pada klien adalah Klien kurang terlindunginya
privasi klien pada masa perawatan. Berasarkan hasil wawancana dengan 5 orang
perawat, seluruh perawat memandang privasi adalah semua informasi tentang data
kesehatan klien yang tidak boleh dibicarakan dengan orag lain di luar petugas
kesehatan yang berwenang termasuk keluarga mreka sendiri, selain merupakan suatu
kewajiban tindakan ini bertujuan membangun rasa saling percaya antara klien da
perawat.
e. Kelemahan
Hasil wawancara dengan 6 orang klien yang menjalani perawatan , mereka
mengatakan bahwa perawat memberitahukan setiap akan memberikan tindakan seperti
memberikan obat atau melakkan pemeriksaa tanda vital, tetapi perawat tidk
memberikan penjelasan lebih, hanya sebatas memberi tahu, perawat juga tidak
menutup tirai selama tindakan tersebut dilakukan. Perlindungan privas tidak hanya
sebatas melindungi privasi medis klien dari orang yang tidak berkepentingan tetapi
juga termasuk memberitahukan juga menjelaskan setiap tindakan,memperhatikan
lingkungan,menunjukkan sikap profesional serta melibatkan klien dalam setiap
tindakan keperawatan merupakan tindakan yang harus dilakukan perawat dalam
melindungi hak privasi klien.
f. Kesimpulan
Berdsarkan hasil dan pembahasan maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
a) Sebagian besar perawat diruangan Fransiskus dan Maria persepsi kategori positif
tentang perlindungan hak dan privasi klien dengan jumlah 18 orang ( 78,3%) dan
yang persepsi kategori negatf 5 orang (21,7%).
b) Sebagian beesar responden melakukan tndakan perlindungan privasi dengan baik
yaitu berjumlah 15 orang (65,2%) dan kurang baik 8 orang (34,8%).
c) Terdapat hubungan antara persepsi perawat dengan tindakan terhadap
perlindungan privasi klien di ruang Fransiskus dan Mari RS suaka indan
Banarmasir tahuun 2015. Nilai p=0.000 dan nilai r=0,722 menunjukan ada

28
hubungan yang kuat antara persepsi yang memiliki perawat dengan tindakannya
dalam perlindungan privasi klien.
7. Nama Jurnal : Riskha Dora Candra Dewi Politeknik Negeri Jember
Volume : Vol. 7
Nomor : No. 2
Halaman : 192-199
Tahun Penerbit : 2022
Judul Jurnal : Regulasi Privasi Perlindungan Data Pasien Covid-19
Nama Penulis : Riskha Dora Candra Dewi Politeknik Negeri Jember
Isi Jurnal :
a. Tujuan
Untuk mengetahui bagaimana dampak yang disebabkan oleh perawat apabila
melakukan penyebaran data pribadi pasien tanpa persetujuan dari pasien itu sendiri.
Data pribadi adalah bagian dari hak seseorang untuk memberikan akses terkait
informasi pribadi dan data yang dimiliki
b. Metode
Penelitian ini merupakan jenis tinjauan pustaka atau yang dikenal dengan literature
review. Tinjauan pustaka adalah desain yang sistematis, eksplisit, dan dapat
direproduksi untuk mengidentifikasi, mengevaluasi, dan menafsirkan dokumen yang
ada (Kesim & Yıldırım, 2017)
c. Hasil
Mengungkapan identitas positif pasien COVID-19 menjadi polemik di kalangan
publik dan pembuat kebijakan. Beberapa percaya bahwa mengungkapkan informasi
pribadi, termasuk riwayat perjalanan pasien positif COVID-19, dianggap sebagai salah
satu langkah pencegahan yang lebih besar. Namun, di sisi lain, ini bisa diskriminatif
dan dapat mengidentifikasi keluarga dan kerabat pasien. Menilik isu tersebut, peneliti
menilai bahwa setiap tindakan yang menangani data pribadi pasien COVID-19 harus
mematuhi prinsip terhadap kaidah regulasi perlindungan data pribadi serta mematuhi
etika kedokteran.
d. Kekuatan
Adanya upaya pemerintah dalam menciptakan aplikasi “Peduli Lindungi” guna
mendukung surveilans kesehatan tentang Upaya Penanganan COVID-19.

29
e. Kelemahan
Meskipun sudah terdapat jaminan keamanan dari pemerintah, namun tetap dibutuhkan
audit forensik digital. Hal ini terkait dengan regulasi untuk memaksa perusahaan atau
penyedia layanan di Indonesia memperhatikan perlindungan data pengguna secara
serius.
f. Kesimpulan
Pengungkapan identitas positif pasien COVID-19 dalam rangka mengatasi pandemi
menjadi polemik di kalangan publik dan pembuat kebijakan Dalam penanganan
COVID-19, semua praktik pengumpulan semua data pribadi (termasuk pelacakan data
lokasi) harus dilaksanakan sesuai dengan prinsip perlindungan data pribadi dan
hukum. Hal ini dikarenakan potensi penyalahgunaan data pasien COVID-19 dapat
menyebabkan terjadinya diskriminasi dan eksklusivitas semua pihak yang terlibat,
termasuk meningkatnya ketakutan publik yang berlebihan.
8. Nama Jurnal : Indonesian Contemporary Nursing Journal
Volume : Vol. 4
Nomor : No. 2
Halaman : Hal. 83-92
Tahun Penerbit :-
Judul Jurnal : Nurses Attitude Towars Patients As a Translating of Nursing
Code of Ethics in Universitas Hasanuddin Hospital
Nama Penulis : Ismayani, Hapsahh, Akbar
Isi Jurnal :
a. Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana perilaku perawat terhadap klien
sebagai penjabaran kode etik keperawatan.
b. Metode
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan metode survey
deskriptif. Penelitian ini dilakukan di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Universitas
Hasanuddin Makassar mulai dari september- November 2019 dengan populasi pasien
di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Universitas Hasanuddin dengan menggunakan
purposive sampling.
c. Hasil
Berdasarkan tabel, 76 orang (80%) menilai perilaku perawat di ruang rawat inap RS
Unhas terhadap klien sebagai penjabaran kode etik keperawatan berada di kategori

30
prima dan 19 orang (20%) menilai perilaku perawat dikategori baik dan tidak ada
dikategori cukup dan kurang. Berdasarkan table, masih ada 5 item yang dinilai tidak
terjabarkan yaitu item ke-1 dengan presentase sebesar 10.5%, item ke-2 sebesar 7.4%
item ke-6 sebesar 4.2%, item ke-3 sebesar 3.2% dan item ke-4 sebesar 1.1% tidak
terjabarkan. Berdasarkan table diperoleh item ke-4 dinilai tidak terjabarkan 10.5%,
item ke-3 dinilai 6.3% tidak terjabarkan, item ke-1 dan 2 dinilai 2.1% tidak terjabarkan
dan item ke-5 dinilai 1.1% tidak terjabarkan. Tabel menjelaskan 1.1% responden
menilai perilaku ini tidak terjabarkan. Berdasarkan tabel perilaku perawat dinilai tidak
terjabarkan (16 responden -16.8%).
d. Kekuatan
Pada penelitian ini diperoleh data hampir setengah responden memiliki pendidikan
akhir perguruan tinggi dan lebih dari setengah responden merupakan pasien yang
pertama kali dirawat di Rumah Sakit Universitas Hasanuddin sehingga kesan perawat
dalam memberikan pelayanan kesehatan, yang selama 24 jam menemani pasien perlu
memberikan kesan yang baik bagi para pasien
e. Kelemahan
Item kuesioner yang cukup banyak dinilai tidak terjabarkan ada pada poin “perawat
memberikan informasi kesehatan/ pendidikan kesehatan kepada saya/ keluarga saya”.
Hal ini didukung oleh salah satu kritik yang diberikan bahwa kurang diberikan
informasi mengenai kesehatan. Hasil penelitian inimenunjukkan bahwa mereka dan
keluarga memerlukan informasi mengenai perawatan mereka.
f. Kesimpulan
Kesimpulan pada penelitian ini adalah dari 95 responden mayoritas menilai bahwa
perilaku perawat klinik sebagai penjabaran kode etik keperawatan di Rumah Sakit
Universitas Hasanuddin Makassar telah dalam kategori yang prima dan selebihnya
menilai dalam kategori yang baik perlu dipertahankan bahkan ditingkatkan dengan
sosialisasi maupun pelatihan lebih giat lagi. Penelitian ini hanya menggunakan sudut
pandang pasien sebagai bahan penelitian sehingga bagi peneliti selanjutnya dapat
mengembangkan kuesioner dan melakukan penelitian dengan berbagai metode seperti
wawancara, observasi perilaku perawat dan studi dokumentasi untuk memvalidasi
penilaian klien dan analisa lebih mendalam.
9. Nama Jurnal : Journal Sage
Volume : Vol. 27
Nomor : No. 1

31
Halaman : Hal. 289-300
Tahun Penerbit : 2020
Judul Jurnal : Attitudes Towards Gossip and Patient Privacy Among
Paeduatric Nurses
Nama Penulis : Sibel Serap Ceylan, and Bengu Cetinkaya
Isi Jurnal :
a. Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sikap yang berlaku terhadap
gossip dan praktik privasi klien pada perawat yang bekerja di unit anak.
b. Metode
Desain dan sampel Studi ini merupakan penelitian deskriptif dan cross-sectional.
Sebanyak 141 perawat yang bekerja di unit anak-anak di Denizli / Turki membentuk
populasi penelitian ini. Ada tiga rumah sakit (satu rumah sakit universitas dan dua
rumah sakit umum) di Denizli / Turki yang memiliki sejumlah unit anak-anak,
termasuk klinik Pedietrics umum, klinik operasi anak-anak, unit darurat anak-anak,
klinik hematologi / gantung, anak-anak, perawatan intensif, dan perawatan rawat jalan
pasien. Sampling tidak selektif; Rencananya begitu bisa mencapai semua perawat
anak. Sebanyak 112 perawat mengembalikan kuesioner untuk tingkat respons 79,43%.
c. Hasil
d. Usia rata-rata peserta penelitian adalah 32,81 + 7,75 tahun, rata-rata masa kerja sebagai
perawat adalah 11,5 + 8,1 tahun dan rata-rata waktu kerja di unit anak adalah 7,5 +
6,07 tahun. Telah ditemukan bahwa 64,3% perawat sudah menikah, 69,6% adalah
sarjana, 57,1% tidak berpendidikan pasien privasi, 51,8% telah membaca Konvensi
Hak Anak dan 55,4% telah membaca Peraturan tentang Hak Pasien. Perawat
menyatakan bahwa 66,1% unit pediatrik berada di lingkungan yang ramah privasi,
93,2% di antaranya dilengkapi dengan sekat atau tirai dan 6,8% berupa kamar single.
Rerata skor PPS perawat adalah 4,55 + 0,37. Perawat sebagian besar berhati-hati untuk
menjaga pasien privasi fisik. Perawat dengan tingkat pendidikan tinggi yang telah
mendapat pelatihan pasien kerahasiaan dan telah membaca peraturan hak pasien dan
Konvensi Hak Anak lebih memperhatikan kerahasiaan pasien (p <0,05). Selain itu,
perawat bekerja di perawatan intensif dan unit perawatan rawat jalan lebih
memperhatikan privasi fisik dibandingkan perawat yang bekerja di unit anak lainnya
(p <0,05). Skor rata-rata IS adalah 2,18 + 0,62. Korelasi negatif ditemukan antara skor
IS dan PPS rata-rata. Perawat yang mendefinisikan gosip secara negatif lebih

32
memperhatikan privasi pasien (r ¼ .414;hal ¼ 0,001). Akibat korelasi antara PPS –
Kerahasiaan informasi pribadi dan pribadi subskala kehidupan dan IS, ditemukan
bahwa perawat yang mendefinisikan gosip secara negatif lebih berhati-hati
terhadapnya kerahasiaan informasi pasien (r ¼ 0,483; p ¼ 0,001) .
e. Kekuatan
Lebih mengetahui kinerja seorang perawat berdasarkan observasi dan meawancarai
perawat secara langsung.
f. Kelemahan
Tidak terlalu efektif, karena pendapat tidak bersifat universal. Seharusnya bisa
meminta responden kepada orangtua/ keluarga pasien.
g. Kesimpulan
Pengetahuan perawat tentang penyediaan kerahasiaan pasien mempengaruhi praktik
privasi mereka. Untuk alasan ini, pelatihan reguler direkomendasikan di rumah sakit.
Hal ini juga dianggap bahwa penelitian ini berkontribusi terhadap literatur tentang
privasi pada perawat anak. Selain itu, bisa menjadi sumber untuk studi lebih lanjut
yang akan fokus pada menentukan apakah anggota staf kesehatan lainnya mengamati
privasi pasien anak-anak.
10. Nama Jurnal : Jurnal Manajemen Informasi dan Administrasi Kesehatan
Volume : Vol. 02
Nomor : No. 1
Halaman : Hal. 1-8
Tahun Penerbit : 2019
Judul Jurnal : IMPLEMENTASI KERAHASIAAN INFORMASI MEDIS
DALAM REKAM MEDIS PASIEN
Nama Penulis : Budhi Rahardjo
Isi Jurnal :
a. Tujuan
Tujuan penelitian dari artikel ini adalah untuk mengevaluasi implementasi kerahasiaan
dokumen rekam medis di Rumah Sakit Islam AT-Tin Husada Ngawi, dengan fokus
pada masalah pengembalian dokumen rekam medis dan perlindungan hak pasien
terhadap kerahasiaan informasi medis. Penelitian ini bertujuan untuk menunjukkan
bahwa kerahasiaan informasi medis pasien di rumah sakit tersebut belum terjaga
dengan baik dan untuk merekomendasikan pembuatan SOP yang tegas terkait
pengembalian dokumen rekam medis serta sosialisasi bagi petugas rekam medis.

33
b. Metode
Jenis penelitian ini adalah Deskriptif Kualitatif. Penelitian dilakukan di RSI AT-Tin
Husada Ngawi pada September 2018. Subyek penelitian adalah petugas rekam medis,
dokter dan pasien, variabel penelitian kepemilikan rekam medis, hak pasien atas
informasi medis, hak pasien atas penjagaan informasi medis, dengan menggunakan
metode Observasi dan Wawancara, dengan menggunakan Retrospektif dan Tehnik
yang digunakan adalah Purposive Sampling. Populasi disini adalah petugas rekam
medis pasien dan dokter, analisis data dengan model alir.
c. Hasil
Hasil penelitian di RSI AT-Tin Husada Ngawi, kepemilikan dokumen rekam medis di
Rumah Sakit ada 3, yaitu: Milik rumah sakit, milik umum atau milik pihak ketiga,
milik pasien. Informasi yang diberikan dokter kepada pasien tentang penyakit pasien
sudah jelas dan sebelum dilakukan tindakan medis pasien harus mengisi lembar
informed consent. Tetapi untuk perlindungan hak pasien atas kerahasian isi rekam
medis di RSI AT-Tin Husada Ngawi belum sesuai Permenkes No
269/Menkes/Per/III/2008.
d. Kekuatan
Kekuatan penelitian dari artikel ini terletak pada penggunaan metode penelitian yang
tepat, yaitu metode restrospektif dengan pendekatan observasi dan wawancara. Selain
itu, penelitian ini juga mengacu pada sumber-sumber yang relevan seperti buku-buku
dan undang-undang terkait rekam medis dan kerahasiaan informasi medis. Hal ini
menunjukkan bahwa penelitian ini didasari oleh landasan teori yang kuat dan relevan.
e. Kelemahan
Terdapat beberapa kelemahan dalam penelitian ini. Salah satunya adalah penggunaan
metode purposive sampling yang dapat menyebabkan bias dalam pemilihan sampel.
Selain itu, penelitian ini juga hanya dilakukan di satu rumah sakit, sehingga
generalisasi hasil penelitian terhadap rumah sakit lain mungkin terbatas. Selain itu,
penelitian ini juga tidak mencakup pandangan dari pihak manajemen rumah sakit, yang
dapat memberikan perspektif yang lebih komprehensif terkait implementasi
kerahasiaan dokumen rekam medis.

34
f. Kesimpulan
Berdasarkan pada hasil penelitian dan analisis data, maka penulis mengambil
kesimpulan sebagai berikut:
a) Di Rumah Sakit Islam AT-Tin Husada, kepemilikan dokumen rekam medis di
Rumah Sakit ada 3, yaitu : Milik rumah sakit, milik umum atau milik pihak ketiga,
milik pasien.
b) Informasi yang diberikan dokter kepada pasien di Rumah Sakit Islam AT-Tin
Husada tentang penyakit pasien sudah jelas dan sebelum dilakukan tindakan medis
pasien harus mengisi lembar informed consent terlebih dahulu. Informasi medis
yang diperoleh pasien disampaikan dokter atau tenaga medis dengan cara informasi
tersebut diberikan dalam bentuk lisan tentang semua yang berhubungan dengan
sakitnya pasien.
c) Perlindungan hak pasien atas kerahasian isi rekam medis di Rumah Sakit Islam
AT-Tin Husada belum sesuai dengan teori yang ada, karena dokumen rekam medis
tidak langsung di kembalikan ke unit filing dalam waktu 2x 24 jam.
d) Perlu dibuat SOP yang tegas terkait pengembalian dokumen rekam medis, dan di
sosialisasi bagi petugas rekam medis secara masib.
e) Dokumen rekam medis pasien rawat inap segera di kerjakan dan segara
dikembalikan ke bagian unit rekam medis.
f) Peminjaman dan pengembalian dokumen rekam medis pasien rawat inap dibatasi
dalam waktu 2x 24 jam.

35
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Kaidah moral bagi tenaga kesehatan adalah privacy, fidelity, confidentiality dan
veracity. Privacy berarti menghormati hak privasi pasien, confidentialty berarti kewajiban
menyimpan informasi kesehatan sebagai rahasia, fidelity berarti kesetiaan dan veracity berarti
menjunjung tinggi kebenaran dan kejujuran. Informasi tentang privasi pasien berserta data
medisnya hanya bisa dibenarkan bila sesuai undang- undang. Tindakan pembocoran rahasia
yang bersifat melanggar hukum dapat menimbulkan kerugian dipihak pasien baik material
maupun imaterial.
Permenkes RI No. 36 tahun 2012 tentang Rahasia Kedokteran pasal 3 menyatakan
informasi identitas pasien, hasil anamnesis, pemeriksaan fisik atau tindakan kedokteran lainnya
merupakan informasi medis yang harus dijaga. Tidak hanya dokter yang harus menjaga rahasia
kedoteran, tetapi semua tenaga kesehatan baik medik maupun non medik, antara lain meliputi
semua tenaga kesehatan, semua mahasiswa kedokteran, semua murid yang bertugas dalam
lapangan pemeriksaan, pengobatan atau perawatan dan orang orang yang ditetapkan oleh
Menteri Kesehatan.
Informasi tentang identitas, diagnosis, riwayat penyakit, riwayat pemeriksaan dan
riwayat pengobatan dapat dibuka untuk kepentingan kesehatan pasien, memenuhi permintaan
aparatur penegak hukum dalam rangka penegakan hukum perintah pengadilan, permintaan atau
persetujuan pasien sendiri, permintaan institusi atau lembaga berdasar ketentuan perundang-
undangan dan untuk kepentingan penelitian, pendidikan dan audit medis, sepanjang tidak
menyebutkan identitas pasien.
4.2 Saran
Mahasiswa dapat membedah lebih jauh masalah-masalah yang masih belum
disampaikan dalam makalah ini. Diharapkan mencari tahu lagi isu-isu terbaru terkait
permasalahan di profesi keperawatan khususnya pelanggaran privasi klien.

36
DAFTAR PUSTAKA
Aliza, N. O., Prianto, Y., & Rahaditya, R. (2022). Regulasi Proteksi Data Pribadi Pasien Covid-
19 Di Indonesia. Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, Dan Seni, 6(1), 248-255.
Arikunto, S. (2010). Prosedur penelitian : Suatu Pendekatan Praktik. (Edisi Revisi). Jakarta:
Rineka Cipta
Asari, Andi. 2023. Pengantar Ilmu Komunikasi. Indonesia: Global Eksekutif Teknologi.
Asmadi (2008). Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: EGC
Cristianto, Hwian., Dyah, Ervin. (2022). Tindakan Membuka Identitas Pasien Terkontaminasi
Covid-19 Oleh Rumah Sakit Berdasarkan Hak Asasi Manusia dan Hukum Pidana.
Jurnal HAM, 13(1).
Dewi, R. D. C. (2022). Regulasi Privasi Perlindungan Data Pasien Covid-19. JUMANTIK
(Jurnal Ilmiah Penelitian Kesehatan), 7(2), 192-199.
Harahap MT. Standar nasional akreditasi rumah sakit. Hak pasien dan keluarga [Internet].
Rekam Ksehatan, 2018 [cited 2023 Nov 11].
Herlambang Susatyo. 2011. Etika Profesi Kesehatan. Gosyen Publishing.Yogyakarta
Indah Maria Maddalena Simamora, (2022) Perlindungan Hukum Atas Hak Privasi dan
Kerahasiaan Identitas Penyakit Bagi Pasien Covid-19, Jurnal Ilmiah Bidang Sosial,
Ekonomi, Budaya, Teknologi, dan Pendidikan, 1(7).
Kessa Hendriyanto. (2017).Juridical Analysis of Illegal Information Access: Case Study on
Sales of Data Patients Covid‐19. Master of law, Diponegoro University.
Kitab Undang - Undang Hukum Perdata, Burgerlijk Wetboek voor Indonesie. 30 April 1847.
Liputan6. Rahasia pasien jadi bahan gosip di FB [Internet]. Liputan 6. 2011
[cited 2023 Nov 11].
Rahardjo, B. (2019). Implementasi Kerahasiaan Informasi Medis Dalam Rekam Medis Pasien
(Studi Kasus di Rumah Sakit Islam AT-TIN HUSADA Ngawi Jawa Timur). Jurnal
Manajemen Informasi dan Administrasi Kesehatan, 2(1).
Sugeng. 2022. Hukum Telematika Indonesia. Jakarta: Universitas Bhayangkara.
Susilowati I. Surjoseputro W. Silviawati D. Perlindungan hukum terhadap hak privasi dan data
medis pasien di rumah sakit X Surabaya. J Wiyata. 2018:5(1):10-23.
Suwignjo AH, Mufid. Tinjauan hukum pembukaan rekam medik ddari sudut pandang asuransi
kesehatan. 2019;16(1).

Anda mungkin juga menyukai