Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Bertambahnya volume jumlah sampah setiap harinya diiringi dengan

meningkatnya pertumbuhan ekonomi, penambahan jumlah penduduk,

meningkatnya daerah permukiman dan tingkat aktifitas kegiatan sosial. Sarana

dan prasarana persampahan yang terbatas akan menimbulkan permasalahan yang

semakin kompleks sehingga banyak kesadaran masyarakat yang akhirnya

membuang sampah di jalan, saluran selokan, sungai dan lahan-lahan terbuka.

Persoalan sampah selalu menjadi bahan topik pembicaraan yang hangat untuk

dibahas karena tidak terlepas atas kaitannya dengan budaya masyarakat itu

sendiri. Sumber-sumber sampah biasanya diperoleh dari sisa sampah rumah

tangga, sampah pertanian, sampah dari pasar, sampah perkantoran, sampah rumah

sakit, sampah sekolah, sampah industri, sampah konstruksi bangunan gedung,

sampah peternakan dan sampah perikanan. Oleh sebab itu penanggulangan

sampah bukan hanya urusan pemerintah semata namun juga membutuhkan

partisipasi seluruh elemen lapisan masyarakat dan industri swasta. Dengan

meningkatnya kemajuan suatu daerah, jumlah laju produksi sampah sering kali

tidak sebanding dengan proses penangannya sehingga perlu dipikirkan bagaimana

pemerintah daerah untuk menanggulangi masalah persampahan. Saat ini

permasalahan TPA sampah di Indonesia ditemui banyak kendala antara lain:

a. TPA Leuwigajah yang masih menggunakan sistem open dumping

menyebabkan terjadinya longsor dan berada di daerah perbukitan dan

1
kemiringan agak terjal (lebih dari 30%). Warga Cireundeu yang

menempati dataran dibawah bukit dekat TPA sampah Leuwigajah tak

pernah lagi merasakan udara dan angin segar serta lindi yang tidak

dikendalikan telah mencemari badan air hilirnya (Damanhuri, 2005:2).

b. TPA di Bukit Pinang Samarinda menjadi keluhan masyarakat karena

disebabkan limbah sampah mengalir ke drainase warga sehingga membuat

air berwarna hitam pekat dan beraroma bau (Kaltim Post 14 Juni 2013).

c. TPA di Kota Sukabumi yang masih menggunakan sistem open dumping

masih menjadi polemik masalah yang terjadi di tengah masyarakat. Hal itu

disebabkan karena air limbah sampah langsung mengalir ke sungai

sehingga menimbulkan penyakit bagi warga sekitarnya. Selain itu bau

sampah yang menyengat membuat banyak penolakan pengelolaan sampah

di TPA tersebut (Kompas 17 Juni 2011, Editor: Agus Mulyadi).

Untuk menanggulangi masalah-masalah persampahan tersebut, maka

peneliti memilih lokasi penelitian di TPAS Talangagung dan TPAS Paras di

Kabupaten Malang karena kedua TPAS tersebut mampu menciptakan sampah

menjadi energi baru terbarukan (EBT) dengan menghasilkan gas metana (CH4).

Jika masalah persampahan tidak ditangani dengan baik, maka akan menimbulkan

berbagai dampak antara lain menimbulkan masalah bagi kesehatan manusia,

banjir, menimbulkan sarang penyakit, pencemaran air bersih, pencemaran tanah,

tersumbatnya saluran air, lingkungan akan menjadi kumuh serta bau yang tidak

sedap dan merusak keindahan visual kota itu sendiri.

2
Awalnya inisiatif dibangunnya TPAS Talangagung dan TPAS Paras pada

mulanya ingin mengubah cara pandang masyarakat yang selama ini menilai

bahwa pembangunan TPA itu selalu membawa dampak yang buruk terhadap

lingkungan sekitarnya baik karena dampak dari bau busuk yang tidak sedap,

kendaraan truk pengangkut sampah yang hilir mudik yang mengganggu aktifitas

warga di permukiman dan menimbulkan kerusakan jalan, dapat menimbulkan

sumber bibit penyakit dan banyaknya contoh sistem manajemen penanganan TPA

sampah di kota-kota Indonesia yang kurang baik. Pelepasan gas metana yang

disebabkan oleh pembusukan sampah organik adalah gas rumah kaca yang

berpotensial lebih besar daripada karbon dioksida (CO2) dan dapat

membahayakan penduduk dalam suatu wilayah. Sehingga ketika pemerintah

mengajak sosialisasi kepada masyarakat tentang rencana dibangunnya inovasi

TPA yang dapat menghasilkan gas metan, disambut baik oleh masyarakat

setempat karena diharapkan masyarakat setempat juga nantinya akan memperoleh

manfaat-manfaat yang diperoleh ketika pembangunan TPA itu telah berjalan (win-

win solution).

Dalam kajian penelitian ini, maka penulis meninjau dua lokasi tempat

dibangunnya TPA di Kabupaten Malang yaitu TPAS Talangagung di Kecamatan

Kepanjen dan TPAS Paras di Kecamatan Poncokusumo dengan alasan sebab

kedua pembangunan TPA tersebut memiliki sistem yang saling berbeda dalam

mengubah sampah menjadi gas metan yaitu sistem yang dibangun dilakukan

secara moderen maupun sistem yang dibangun secara tradisional.

3
TPAS Talangagung merupakan tempat pembuangan akhir sampah yang

telah beroperasi sejak tahun 1989 namun pemanfaatan gas metannya baru mulai

beroperasi pertengahan tahun 2010. TPAS Talangagung merupakan tempat

pemrosesan akhir yang dirancang dengan sistem secara moderen menggunakan

pipa peralon dengan memiliki luas sebesar 2,5 Ha yang terdiri dari tiga zona yaitu

zona 1 pasif, zona 2 pasif dan zona 3 pasif. TPAS Talangagung menerima

timbulan sampah dari Kota dan Kabupaten Malang. Jumlah rata-rata sampah yang

dihasilkan setiap jiwa sebesar 2,29 liter. Jumlah sampah yang masuk kedalam

TPAS Talangagng sebesar ±140 m3/hari dan jumlah itu belum termasuk sampah

yang sudah dipilah. TPAS Talangagung ini telah melayani 8 kecamatan di Malang

Selatan, dengan melayani 300 kepala keluarga (KK)..

TPAS Paras merupakan tempat pembuangan akhir sampah yang dirancang

dengan sistem secara tradisional menggunakan bambung petung sebagai bahan

alternatif untuk perpipaanya. TPAS Paras memiliki luas sebesar 0,9 Ha dan telah

beroperasi sejak tahun 1998 namun pemanfaatan gas metannya baru dimulai pada

tahun 2010. TPAS Paras menerima sampah dari 4 kecamatan yaitu Kecamatan

Poncokusumo, Kecamatan Tumpang, Kecamatan Pakis, dan Kecamatan Jabung.

Kapasitas pengolahan sampah yang dapat ditampung di TPAS Paras sebesar 80

m3/hari.

TPAS Talangagung dan TPAS Paras dilengkapi dengan pengolahan air

lindi dan air hasil limbah ke lingkungan dengan kondisi baik sehingga tidak

mencemari lapisan tanah. Air lindi yang dihasilkan dari proses pembusukan dapat

disalurkan melalui Instalasi Pengolahan Air Sampah (IPAS) untuk dinetralkan

4
dengan menggunakan teknologi sebelum dikembalikan ke lingkungan. Teknologi

pengolahan sampah yang akan diterapkan pada TPAS Talangagug adalah

menggunakan sistem sanitary landfill dan TPAS Paras menggunakan sistem

controlled landfill. Air lindi mengandung gas methane yang berbahaya bagi

lingkungan, selain itu juga berkontribusi terhadap pemanasan global. Oleh karena

itu terdapat sistem pengendalian gas methane dan sistem pemanfaatan gas

methane. Beberapa fungsi air lindi ini yang akhirnya akan menghasilkan

pembangkit energi listrik, penyubur tanaman dan menghasilkan elpiji (LPG).

TPAS Talangagung dan TPAS Paras ini merujuk pada hierarki sampah

dengan tahap 3R (reuse,reduce dan recycle). Rangkaian urutan hierarki sampah

dimulai dari pencegahan, pengurangan sampah, penggunaan kembali, daur ulang,

penghematan energi, pembuangan dan melakukan manajemen persampahan

secara efektif agar manusia memiliki cara pandang baru mengenai sampah.

Dipilihnya TPAS Talangagung dan TPAS Paras ini sebagai bahan

penelitian karena TPA ini sangat jauh dari gambaran kondisi TPA lain pada

umumnya. TPAS Talangagung dan TPAS Paras ini merupakan TPA dimana

pengelolaan sampah disini memberikan dampak yang sifatnya ramah terhadap

lingkungan, tidak menimbulkan bau yang menyengat, dan sampah organik dapat

dimanfaatkan sebagai bahan bakar alternatif pengganti elpiji dengan sistem

perpipaan. Pengolahan sampah organik menjadi pupuk melalui proses komposting

dan pembuatan pupuk organik plus, yaitu pencampuran pupuk komposting dengan

pupuk kandang. Limbah sampah di TPA Talangagung ini juga mampu

5
menghasilkan listrik dengan kapasitas 500 hingga 750 watt. Genset di TPA ini

juga memanfaatkan bahan bakar sampah yang menghasilkan mencapai 5000 VA.

Laju timbulan sampah baik untuk sekarang maupun di masa yang akan

datang merupakan dasar dari perencanaan dan pengkajian potensi pengelolaan

persampahan. Secara kompleks, permasalahan sampah di kota-kota besar bukan

sekedar bagaimana mengolah sampah secara teknis, tetapi juga harus mampu

dilakukan penanganan secara sosial, ekonomi, hukum dan politik. Kabupaten

Malang merupakan kota yang sedang tumbuh dan dihadapkan dengan banyak

permasalahan tentang sampah yang tentunya berkenaan dengan keasrian,

kebersihan dan keindahan kota. Keberadaan pembangunan kedua TPA ini

memberikan terobosan baru dalam masalah pengelolaan lingkungan hidup melalui

berbagai program dengan harapan bahwa TPAS Talangagung dan TPAS Paras

akan mampu memberikan manfaat yang besar sebagai penghasil energi terbarukan

dan memberikan wahana wisata edukasi sesuai dengan visi pemerintahan Kota

Malang Raya sebagai Kota Pelajar.

1.2 Rumusan Masalah

Permasalahan sampah bukanlah sesuatu hal yang mudah ditangani

sehingga pemerintah perlu membangun Tempat Pemrosesan Akhir Sampah

(TPAS) meninggalkan sistem open dumping menjadi sistem controlled landfill di

TPA Paras ataupun sistem sanitary landfill di TPA Talangagung. Kedua TPA

yang dibangun ini masing-masing memiliki sistem yang berbeda dalam cara

menangkap gas metan yang ditanam dalam zona aktif sampah. TPA Talangagung

menangkap gas metan dengan menggunakan pipa PVC (moderen) sedangkan

6
TPA Paras menangkap gas metannya dengan menggunakan bambu petung

(tradisional). Oleh sebab itu didalam penelitian kali ini maka dirumuskan

pertanyaan penelitian yaitu:

a. Apakah ada pengaruh atau manfaat pembangunan TPA Talangagung

menggunakan sistem moderen dengan TPA Paras menggunakan sistem

tradisional terhadap kondisi lingkungan, sosial dan ekonomi yang diterima

oleh masyarakat disekitarnya?

b. Berapa jumlah kepala keluarga (KK) yang menerima sambungan

pendistribusian gas metan dari kedua TPA tersebut?

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini memiliki tujuan untuk:

1. Mengetahui pesebaran distribusi pemanfaatan gas metan kepada

masyarakat

2. Mengetahui manfaat yang diperoleh dari segi lingkungan, sosial dan

ekonomi dengan adanya pembangunan TPA penghasil gas metan dan

mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhinya.

1.4 Manfaat Penelitian

Setelah merumuskan masalah dan tujuan penelitian diatas, maka manfaat

yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah:

7
1. Penelitian ini dapat menambah wawasan keilmuan yang berkaitan dengan

manajemen pengelolaan prasarana persampahan perkotaan khususnya dari

pengelolaan sampah di TPA Talangagung dan TPA Paras.

2. Dapat dijadikan bahan pembanding bagi kota-kota lainnya didalam

memberikan alternatif pemecahan permasalahan sampah agar memberi

manfaat pengelolaan sampah menjadi energi yang terbarukan.

3. Penelitian ini dapat dijadikan bahan rujukan untuk penilaian terhadap sistem

operasional dan sistem pemeliharaan TPA guna meningkatkan tingkat

pelayanan kepada masyarakat.

4. Mengetahui keuntungan dan kerugian baik dari segi lingkungan, sosial,

ekonomi dan pengaruhnya terhadapt lingkungan sekitar wilayah Kabupaten

Malang sebagai alat evaluasi TPA Talangagung dan TPA Paras.

5. Penelitian ini dapat dijadikan bahan kesadaran masyarakat bahwa tidak

selamanya pembangunan TPA sampah selalu memberi dampak kerugian bagi

masyarakat dan lingkungan sekitarnya.

1.5 Keaslian Penelitian

Studi ini disusun mengetahui prospek pengelolaan sistem TPA Sampah

menjadi gas methane di Kabupaten Malang. Sepanjang yang diketahui oleh

penulis, penelitian ini belum pernah dilakukan sebelumnya, meskipun ada

beberapa penelitian yang berkaitan dengan masalah lingkungan dan persampahan

sudah dilakukan, antara lain:

8
1. Penelitian dilakukan oleh Edy Bintardjo (1997) yaitu penelitian Manajemen

Persampahan Kota, studi komparasi Kota Caruban dengan Kota Magetan –

Jawa Timur, dalam penelitian ini menitikberatkan pada tingkat pelaksanaan

ditinjau dari aspek Kelembagaan dan Aspek Teknis dengan menggunakan

metode kualitatif dan analisa komparasi.

2. Penelitian dilakukan oleh Yuli Hartono (1999), yaitu Analisa Evaluatif

Sistem Pengelolaan Persampahan di Kotamadya Jakarta Selatan, dengan

kajian Kinerja Pengelolaan Sampah, yang dilakukan oleh Dinas Kebersihan

Kotamadya Jakarta Selatan, serta faktor-faktor yang mempengaruhi

efektifitas pengelolaan ditinjau dari keleluasan kewenangan, ketersediaan

sumber daya dan karakteristik lingkungan, dengan menggunakan metode

deskritif dan analisa kualitatif.

3. Penelitian dilakuakan oleh Abd. Rozak (1999), yaitu Efektifitas dan Efisiensi

Pelaksanaan Program Pengelolaan Persampahan di Kotamadya Palu,

difokuskan kepada 3 aspek yang terkait yaitu aspek kelembagaan, aspek

keuangan dan aspek teknis, dengan menggunakan metode deskritif.

4. Penelitian dilakukan oleh Indriati Listyorini (2000), yaitu Kajian Manfaat dan

Biaya Pengoperasian Incinerator di Kotamadya Surabaya, tujuannya untuk

mengukur efektifitas pengoperasian Incinerator, kaitannya dengan dampak

lingkungan dan penghematan, pemanfaatan lahan, dengan menggunakan

metode kualitatif.

5. Penelitian dilakukan oleh Agung Yubi Utama (2000), yaitu Dampak

Pembangunan Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS) terhadap

9
Pengembangan Ekonomi Lingkungan ( Studi Kasus; TPA Piyungan Bantul,

Yogyakarta) yang menitikberatkan pada dampak sosial, ekonomi, masyarakat

dan lingkungan, dengan menggunakan metode deskriptif.

6. Penelitian dilakukan oleh Husni Thamrin (2000), yaitu Pelaksanaan Fungsi

Pengorganisasian pada Pengelolaan Persampahan di Kota Martapura,

Kabupaten Banjar, aspek yang ditinjau pada pengorganisasian pada struktur

organisasi, tata kerja dan penempatan pegawai untuk mengetahui kinerja

pengelolaan, tingkat penggunaan fasilitas dan dampak pelayanan, dengan

menggunakan metode deskriptif kualitatif.

7. Penelitian dilakuakn oleh Rusman Hariyanto (2001), yaitu Dampak Fisik dan

Keruangan Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPA) Piyungan terhadap

kawasan sekitarnya, tujuannya mengetahui seberapa jauh perubahan fisik dan

keruangan serta pengaru dibangunnya TPA sampah Piyungan, dengan

menggunakan metode deskritif kualitatif.

8. Penelitian dilakukan oleh Luck Jamaludin. NS (2002), yaitu Kajian Sistem

Tempat Pembuangan Sementara (TPS) Sampah di Kota Bandung, tujuannya

untuk mengetahui ketepatan pengelolaan sampah dengan sistem TPS telah

memenuhi kebutuhan masyarakat dalam pengelolaan sampah di lingkungan

permukiman, dengan menggunakan metode studi kasus.

10

Anda mungkin juga menyukai