Anda di halaman 1dari 2

Peran Mahasiswa Terhadap Pengelolaan Sampah di TPA Ciangir

Tasikmalaya
(Nabila Luthfi Agusti 223401121)

Indonesia merupkan penghasil sampah terbanyak kedua setelah China di dunia. Padat dan
banyaknya penduduk di Indonesia khusus di perkotaan mengakibatkan banyaknya sampah yang
di produksi setiap harinya. Sampah yang diproduksi ini sangat berperan dalam mengotori
ekosistem lingkungan karena penanganan yang belum sesuai ketika sampai di Tempat
Pembuangan Akhir (TPA). Seperti halnya TPA Ciangir Tasikmalaya permasalahan pengelolaan
sampah masih menjadi masalah yang cukup serius, sampah-sampah yang datang masih dikelola
dengan metode open dumping, sedangkan sistem pengelolaan ini belum efektif karena banyak
menimbulkan permasalahan bagi lingkungan.

Kota Tasikmalaya adalah salah satu kota


di Jawa Barat, populasi penduduk kota
Tasikmalaya mencapai 713.537jiwa (2019)
sehingga kota ini termasuk ke dalam kategori
kota besar dan padat dengan luas wilayah 183.85
km2. Dari banyak dan padatnya penduduk Kota
Tasikmalaya timbul permasalahan yakni
sampah, produksi sampah per-kapita ada di
kisaran 3,63 liter/hari/orang sehingga jumlah (TPA Ciangir, Tasikmalaya)

produksi sampahnya berada pada kisaran 2.590.139 liter/hari/orang, sampah domestik (rumah
tangga) menyumbang 60,23% dan sisanya dari sampah non domestik seperti fasilitas umum,
perkantoran, pusat perbelanjaan dan yang lainnya.

Sampah-sampah yang berada di Kota Tasikmalaya dibawa ke Tempat Pembuangan Akhir


(TPA) Ciangir dengan luas total TPA 17 Ha dengan 12 Ha area pembuangan dan 5 Ha area
penimbunan. Pengelolaan sampah di TPA Ciangir masih belum sesuai dengan metode pengelolaan
sampah berwawasan lingkungan. Pasalnya metode pengelolaan sampah di TPA ini menggunakan
metode open dumping, metode open dumping merupakan metode paling sederhana dalam
mengelola sampah karena metode ini sampah yang datang dibiarkan begitu saja tidak diperlakukan
lebih lanjut. Metode tersebut sangat tidak ramah lingkungan yang mana akan berpotensi
mencemari udara dan juga air ketika di timbun karena dari sampah tersebut akan menyumbang gas
CH4 (Metana), CO2 dan N2O yang cukup kuat, maka dari itu diperlukan penanganan dan
pengelolaan yang lebih baik sehingga sampah tidak hanya dibiarkan namun dikelola untuk hal lain
yang lebih berguna bagi lingkungan.

Pembangkit Listrik Tenaga Sampah


(PLTSa) merupakan pembangkit listrik termal
dengan uap supercritical steam dan berbahan
bakar sampah atau gas metana sampah, PLTSa
memperoleh energi yang kemudin di konversi
menjadi listrik biasnya PLTS aini menggunakan
(Pembangkit Listrik tenaga Sampah) metode pembakaran. Metode pembakaran dapat
dilakukan dengan beberapa cara seperti insinerasi, pirolisis, dan gasifikasi, dari ketiga metode
tersebut metode gasifikasi lebih ramah lingkungan karena mereduksi sampai hingga 75%.
Berdasarkan penjelasan tersebut PLTSa dapat menjawab dan menjadi opsi untuk pengelolaan
sampah yang berwawasan lingkungan karena dapat mengurangi sampah yang berada di TPA
Ciangir selain itu juga dapat bermanfaat bagi lingkungan sekitar sebagai pembangkit listrik.

Permasalahan sampah sepertinya tidak akan ada habisnya, sebelum manusia punah di dunia
ini sampah akan selalu ada, penanganan dan pengelolaan sampah yang sesuai dan berwawasan
lingkungan dapat menyelesaikan permasalahan yang timbul ketika sampah sudah sampai di
Tempat Pembuangan Akhir (TPA) dengan membangun PLTSa bisa menjadi terobosan baru untuk
memanfaatkan sampah menjadi sumber energi listrik yang berguna bagi lingkungan sekitar. Selain
itu juga hal yang tidak kalah penting yaitu kesadaran, kesadaran ini sangat diperlukan bagi setiap
individu harus mempunyai kesadaran untuk mengurangi produksi sampah yang berlebih sehingga
dapat menciptakan lingkungan yang diinginkan dan lingkungan bebas sampah.

Anda mungkin juga menyukai