Anda di halaman 1dari 6

Pandemi

Karya: Muhammad Ridho Syaputra

Sebagai seorang anak pada umumnya, Adi bersekolah di salah


satu sekolah di kota Padang. Memulai pagi hari dengan Sholat
subuh ,bersiap-siap serta sarapan sebelum pergi ke sekolah dan
berangkat pada pukul 06:30 pagi.
Setibanya di sekolah, biasanya Adi mengobrol dengan teman
sambil membahas tugas sekolah yang akan dikumpulkan. Tetapi, ia
lupa bahwasanya tugas matematika harus dikumpulkan hari ini, tugas itu
belum dikerjakannya kemarin malam.
Untungnya Adi memiliki teman yang baik bernama Gilang, teman
sebangku Adi yang merupakan seorang yang pintar dan rajin. ia
bersedia memberikan contekan kepadanya, walaupun itu sebenarnya
bukan hal yang benar untuk dilakukan, tapi ya mau bagaimana lagi.
Sesaat sebelum bel pulang sekolah berbunyi, guru mengumumkan
bahwa minggu besok akan diadakan ujian mid semester. Agung yang
pemalas pun merasa tidak bersemangat ketika mendengarnya. Agung
berkata
“ Ah, kuharap ujian tidak ada lagi. Setiap ujian Cuma dapat nilai
itu-itu aja “.
Mendengar itu Adi pun teringat bahwa wabah virus telah
menjangkiti banyak negara di dunia, sekolah-sekolah di luar negeri
ditutup demi mencegah penularan virus yang semakin tidak terkendali.
Mungkin jika Agung mendengar itu, dia akan sangat senang,sepertinya.

Hari ini bulan Maret 2020 dilaksanakan ujian mid semester di


Sekolah Adi, namun tiba-tiba Kepala Sekolah memberitahukan kepada
seluruh siswa untuk berkumpul ke lapangan, hal itu dilakukan untuk
memberitahukan kepada siswa bahwa, sebuah virus telah menjangkiti
sejumlah penduduk dunia termasuk Indonesia. Pemerintah pun
kemudian meminta kepada seluruh Sekolah untuk melaksanakan
pembelajaran secara daring bagi seluruh siswa, Adi sebagai pelajar di
SMPN 23 Padang merasa sangat gembira atas diberlakukannya
kebijakan tersebut. Bagaimana tidak, kebijakan tersebut diberlakukan
tepat ketika ia sedang melaksanakan ujian. Sama seperti Adi para Siswa
yang lain juga sangat senang dan bersorak ketika kepala sekolah
mengumumkan sekolah akan dilaksanakan secara daring sampai
keadaan telah membaik.

Tak terbayangkan kegembiraan yang dirasakan Agung, dia


bersorak kegirangan ketika mendengar itu.
“Yahahaha, syukurlah tidak jadi ujian. Mudah mudahan wabah ini
berlangsung lama, supaya ujian nya daring. Kan mantap itu”.
Sangat tidak diduga,ternyata harapan Agung waktu itu ternyata
menjadi sebuah kenyataan, jangan-jangan dia yang berdoa agar virus
mewabah supaya tidak ada lagi Sekolah, canda Adi.
Namun,beberapa orang tua ada yang tidak setuju dengan
ditetapkannya kebijakan ini. Hal itu dikarenakan banyak Siswa yang
berasal dari keluarga yang kurang mampu. Sehingga kebijakan
pembelajaran secara daring ini tidak dapat dilakukan oleh mereka yang
tidak memiliki Handphone untuk digunakan sebagai media daring.
Belum lagi harga kuota yang mahal dan sinyal internet yang tidak
mendukung kegiatan pembelajaran daring ini. Akhirnya, siswa yang
tidak memiliki Handphone terpaksa untuk menumpang dengan
handphone tetangganya.

Gilang yang kehidupannya serba kekurangan merasa lebih


terbebani ketika wabah virus melanda,dia terpaksa membantu ekonomi
keluarganya dengan bekerja sebagai pencuci piring di Rumah makan
agar dia bisa membeli handphone untuk melaksanakan pembelajaran
secara daring. Mengetahui hal itu Adi pun bertanya kepadanya.
“kalau begitu, terus bagaimana dengan tugasmu? Bukankah
beban yang akan kamu tanggung semakin banyak? Mengerjakan tugas
sekolah dan bekerja setiap hari.”
“Ya,mau bagaimana lagi. Aku terpaksa karena kondisi ekonomi
keluarga. Terima nasib sajalah” jawab Gilang putus asa.
Walaupun keadaan yang semakin memprihatinkan, para Siswa
tetap menikmati pembelajaran secara daring karena mereka tidak perlu
bersiap-siap ke Sekolah pada pagi hari. Absensi diambil secara daring
dan tugas-tugas diberikan serta diserahkan secara daring pula.
Pembelajaran secara daring juga memanfaatkan aplikasi Zoom Meeting
yang merupakan aplikasi yang semakin populer digunakan ketika
pandemi berlansung.

“ Baiklah anak-anak, Bapak akan melakukan absensi,harap semua


mengaktifkan kameranya agar bapak bisa yakin kalau semua siswa
Bapak hadir dan menggunakan baju sekolah lengkap. “
Namun, Dari 32 siswa yang mengaktifkan kameranya hanya
beberapa orang saja, mungkin sekitar 8 orang. Entah apa yang menjadi
alasan kenapa hal itu terjadi.
“Kok yang mengaktifkan kamera cuma beberapa saja, yang lain
pada kemana? Bagi yang tidak mengaktifkan kamera nanti akan tulis
keterangan absen nya sebagai tidak hadir!”.
Para siswa pun tiba-tiba mulai mengaktifkan kameranya secara
serentak, lantas Adi tertawa dan bergumam “Hahaha.. Apa coba.”

Setelah siswa melakukan absensi, tak sedikit siswa yang memilih


untuk lanjut tidur dan membiarkan tugas menumpuk. Seperti salah
seorang teman Adi yang bernama Abi, waktu itu Adi pernah bertanya
kepadanya mengenai salah satu tugas Sekolah namun dia menjawab
”Santai aja, waktu pengumpulan tugas masih lama. Lagipula tugasnya
diserahkan juga secara daring, jadi lebih baik kita main game online aja,
tugas sekolah di H-1 juga bakalan selesai dibuat”.

Beberapa bulan setelah kebijakan tersebut ditetapkan, namun


virus tersebut belum juga mereda bahkan jumlah korban yang terjangkit
semakin meningkat setiap harinya. Hal itu mengakibatkan kegiatan
pembelajaran tetap dilaksanakan secara daring dari Rumah.Sebagian
siswa pun mulai beranggapan bahwa pandemi ini akan berlangsung
sangat lama. Bagaimana tidak, hal itu terbuktikan dengan jumlah
peningkatan korban yang terjangkit virus yang tidak disertai dengan
kesadaran masyarakat untuk mematuhi protokol kesehatan.
Bukan hanya itu, kebijakan pembelajaran secara daring juga
mengakibatkan kecanduan terhadap Handphone semakin tinggi, ini
disebabkan karena banyaknya waktu luang yang akhirnya digunakan
untuk bermain game. Banyak siswa yang lupa waktu sampai tidak
mengerjakan tugas sekolah sama sekali.

Adi pun mulai merasa bosan dengan pembelajaran daring ini, tidak
dapat bertemu teman-temannya seperti dulu. Ya, walaupun waktu itu ia
sangat senang sekali ketika pertama kali pembelajaran daring dimulai.

Ketika Adi sedang mengerjakan tugas sekolah saat siang hari, tiba-
tiba Handphone nya muncul sebuah notifikasi, alangkah terkejutnya
ketika ia melihat bahwa temannya Gilang telah mengundurkan diri dari
sekolah. Berita itu Adi dapatkan dari grup Whatsapp kelas.
Adi pun segera mencoba menghubungi Gilang untuk menanyakan
alasan kenapa dia memutuskan untuk mengundurkan diri dari sekolah.
Beberapa waktu semenjak Adi mencoba menghubunginya, akhirnya
Gilang mengangkat panggilan.
“Assalamualaikum,Gilang. Apa kabarmu?” Adi memulai dengan
menanyakan kabarnya.
“Waalaikumussalam, baik. Ada perlu apa kamu menelpon?” Jawab
Gilang
“Aku melihat berita bahwa kamu sudah mengundurkan diri dari
sekolah, apa itu benar?” Adi mencoba memastikan.
“Ya, itu memang benar..” Gilang menjawab dengan nada pelan.
“Kalau boleh tau,apa alasan kamu mengundurkan diri?” Adi
bertanya karena penasaran.
“Kamu tau kan sekarang sedang pandemi. ” Jawab Gilang
“Lalu, apa yang terjadi sampai kamu terpaksa putus sekolah? ” Adi
kebingungan.
“Ceritanya panjang, namun singkatnya. Pabrik tempat Ayahku
bekerja mengalami kebangkrutan karena dampak pandemi. Oleh karena
itu pihak pabrik memutuskan memecat beberapa karyawan untuk
menekan biaya produksi, termasuk Ayahku.”
“Tapi,kenapa sampai kamu memutuskan untuk putus sekolah?”
Adi menegaskan kembali pertanyaannya
“Setelah Ayahku dipecat, satu-satunya yang bekerja di keluargaku
hanya Aku sendiri. Ayah sudah tidak bisa lagi bekerja karena tidak ada
lagi yang mau menerima karyawan di masa pandemi . Penghasilan yang
kudapatkan setiap hari tidak cukup untuk menghidupi keluargaku. Jadi,
aku memutuskan untuk mengundurkan diri dari sekolah dan mulai fokus
bekerja untuk menghidupi keluargaku. Aku ikhlas melepaskan semua
cita-citaku yang sudah lama aku impikan.” Jawab Gilang.
“O-oh, jadi begitu. Pasti berat rasanya memikul semua beban itu,
padahal kamu masih remaja” Adi merasa kasihan atas apa yang dialami
temannya itu.

Malamnya, Adi menceritakan hal tadi kepada Ayahnya. Setelah


mengetahui hal itu, Ayahnya terkejut dan prihatin mendengarnya.
“Gilang? Maksudmu teman sekolahmu sejak SD itu?” Ayah
mencoba mengingat.
“Iya, kami memang berteman sejak SD bahkan sekarang ia
sekelas denganku” Jawab Adi
“Kalau begitu, sampaikan kepadanya kalau Ayahnya akan Ayah
terima untuk bekerja di perusahaan Ayah.” Jawab Ayah
“Baiklah Ayah.” Jawab Adi dengan rasa senang.

Keesokan harinya, Adi menyampaikan kepada Gilang bahwa


Ayahnya telah diterima oleh perusahaan Ayah Adi. Mendengar hal itu
Gilang merasa sangat gembira dan bersyukur mempunyai teman yang
baik seperti Adi.
“Benarkah? Alhamdulillah, Terima kasih banyak Adi, keluargamu
memang sangat baik.” Jawab Gilang dengan penuh rasa syukur.
“Sama-sama, Gilang. Jadi, kamu tidak jadi putus sekolah kan?”
Tanya Adi
“Tentu saja tidak, ini semua berkat kamu dan Ayahmu. Aku sangat
beruntung mempunyai teman sepertimu.” Jawab Gilang.

Bertahun-tahun telah berlalu dan pandemi pun telah berakhir, Adi


dan Gilang masih tetap menjadi teman baik. Walaupun sekarang
mereka Sekolah di tempat yang berbeda, Namun pertemanan mereka
masih tetap erat.

Anda mungkin juga menyukai