Anda di halaman 1dari 173

UAS SURVEILANS 2022

Question 1

Apa yang menjadi kelebihan dari surveilans

berbasis kejadian?

A. dapat menghasilkan kewaspadaan dini palsu

untuk KLB

B. dapat mengenali dengan cepat kejadian dari

daerah yang tidak terjangkau

C. dapat mengatasi ketidakseragaman

pengumpulan data surveilans

D. dapat menghasilkan data positif palsu

E. dapat mengatasi keterlambatan pengumpulan

data surveilans

Question 2

Bentuk informasi yang dihasilkan dalam sistem

surveilans kesehatan, kecuali

A. kualitas pelayanan

÷
B. endemisitas

C. rasio prevalen

D. besaran masalah

E. status wabah

Question 3

Contoh sasaran penyelenggaraan surveilans

masalah kesehatan adalah

A. surveilans kesehatan haji → Surveil ans Kesehatan Matta

B. surveilans sarana air bersih → Surveil ans Kesehatan Lingkungan

C. Surveilans gizi

D. surveilans bencana → Surveil ans Kesehatan Matta


E. surveilans penyakit jantung dan pembuluh

darah → Surveil ans Penyakit Tidak Menular

Question 4

Pelacakan kontak erat pada kasus terkonfirmasi

Covid-19 merupakan salah satu contoh surveilans

berbentuk

A. surveilans berbukti klinis

B. surveilans berbasis kejadian

C. studi epidemiologi

D. surveilans pasif

E. surveilans aktif

Question 5

Peraturan yang menjadi dasar hukum

penyelenggaraan sistem surveilans kesehatan

nasional di Indonesia saat ini adalah

A. Permenkes RI No.45 tahun 2018

B. Permenkes RI No.45 tahun 2014

C. Keputusan Menteri Kesehatan

No.1116/Menkes/SK/VIII/2014

D. Permenkes RI No.45 tahun 2003

E. Keputusan Menteri Kesehatan

No.1116/Menkes/SK/VIII/2003 Surveil ans F- pidemiologikesehatan


→ Sistem

Question 6

Surveilans HIV di puskesmas merupakan salah

satu contoh surveilans berbentuk

A. studi epidemiologi

B. surveilans berbasis kejadian

C. surveilans kedaruratan

D. surveilans berbukti klinis


E. surveilans berbukti laboratorium

Question 7

Surveilans kualitas air minum rumah tangga

merupakan salah satu contoh surveilans

berbentuk

A. surveilans aktif

B. surveilans pasif

C. surveilans berbukti klinis

D. studi epidemiologi

E. surveilans berbasis kejadian

Question 8

Surveilans penyakit di pintu masuk negara

dilakukan oleh kantor kesehatan pelabuhan.

Dibawah ini yang bukan menjadi dasar kajian

surveilans yang dilakukan di pintu masuk negara

atau lintas batas tersebut?

A. Global Health Security Agenda

B. Kapasitas untuk pencegahan ancaman

penularan ke negara lain

C. Surveilans pasif pada angkutan transportasi

D. International Health Regulation

E. Kesiapsiagaan menghadapi ancaman penularan

dari negara lain

Question 9

Tujuan surveilans Nasional yang tepat adalah

A. terselenggaranya investigasi yang terencana

B. terselenggaranya metode analisis data yang

tepat

C. dasar penyampaian informasi ke kementerian


D. terselenggaranya kewaspadaan dini terhadap

kemungkinan wabah

E. terselenggaranya deteksi kasus

Question 10

Yang menjadi jejaring kerja dan kemitraan dalam

sistem surveilans kesehatan nasional adalah,

kecuali

A. layanan kesehatan swasta v

B. organisasi profesi kesehatan r

C. pusat kajian penelitian

÷
D. laboratorium Kesehatan

E. UPT dinas kesehatan provinsi

Question 11

Bagaimana cara meningkatkan Nilai prediktif test

positif?

A. Melakukan test dengan harga yang mahal

B. Mengerjakan test pada populasi dengan

prevalensi penyakit lebih tinggi

C. Melakukan test secara random dipopulasi

D. Melakukan test pada orang tertentu yang

peluang mengalami penyakit relative kecil

E. Mengerjakan test pada populasi dengan

prevalensi penyakit lebih rendah

Question 12

Ciri-ciri test skrining yang baik adalah

A. Semua benar

B. Valid

C. Bianyanya murah

D. Reliabel
E. Mudah dikerjakan ✓

Question 13

Dr. Arjuna ingin mengukur kemampuan test BARU

untuk screening Ca Servik, test yang digunakan

untuk konfirmasi adalah tes Histo PA. Dipilih

2000 wanita yang telah melahirkan secara acak

sebagai sampel. Dari 2000 yang di test BARU

diketahui 150 diantaranya positif dan sisanya

negative. Dari 150 yang positif test BARU

ternyata ada 50 negatif setelah dikonfirmasi dan

sisanya positif. Dari yang dinyatakan negative


Test Dt D- Total

100 50 150
Tt

IVA ternyata ada 20 yang positif setelah T -


20 1830 1850

dikonfirmasi. Berapakah jumlah yang false Total 120 1880 2000

negative dari test BARU tersebut?

A. 120 Total sakit

B. 50 False positive

C. 150 → Total test positive

D. 20

E. 100 → True Positif

Question 14

Dr. Arjuna ingin mengukur kemampuan test BARU

untuk screening Ca Servik, test yang digunakan

untuk konfirmasi adalah tes Histo PA. Dipilih

2000 wanita yang telah melahirkan secara acak

sebagai sampel. Dari 2000 yang di test BARU

diketahui 150 diantaranya positif dan sisanya

negative. Dari 150 yang positif test BARU

ternyata ada 50 negatif setelah dikonfirmasi dan

sisanya positif. Dari yang dinyatakan negative

IVA ternyata ada 20 yang positif setelah


dikonfirmasi. Berapakah jumlah yang false positif

dari test BARU tersebut?


Test Dt D- Total

A. 100 Tt 100 50 150

T -
20 1830 1850

B. 120 Total
12°
1880 2000

C. 150

D. 20

E. 50

Question 15

Dr. Arjuna ingin mengukur kemampuan test BARU

untuk screening Ca Servik, test yang digunakan

untuk konfirmasi adalah tes Histo PA. Dipilih

2000 wanita yang telah melahirkan secara acak

sebagai sampel. Dari 2000 yang di test BARU

diketahui 150 diantaranya positif dan sisanya

negative. Dari 150 yang positif test BARU

ternyata ada 50 negatif setelah dikonfirmasi dan Test Dt D- Total

sisanya positif. Dari yang dinyatakan negative Tt 100 50 150

T -
20 1830 1850

IVA ternyata ada 20 yang positif setelah 12°


Total 1880 2000

dikonfirmasi.Berapakah sensitifitas dari test SEN TP


100%
=

TP -1 FN

BARU tersebut? = 100


✗ 100%
100-120
5

=
✗ 100% 83,33%

A. 96,5%

B. 98,9%

C. 66,7%

D. 83,3%

E. 97,3%

Question 16

Dr. Arjuna ingin mengukur kemampuan test BARU

untuk screening Ca Servik, test yang digunakan

untuk konfirmasi adalah tes Histo PA. Dipilih


2000 wanita yang telah melahirkan secara acak

sebagai sampel. Dari 2000 yang di test BARU Test Dt D- Total

diketahui 150 diantaranya positif dan sisanya Tt 100 50 150

T 20 1830 1850

negative. Dari 150 yang positif test BARU


-

12°
Total 1880 2000

ternyata ada 50 negatif setelah dikonfirmasi dan SPEC =


TN
✗ 100%
TN -1 Fp

sisanya positif. Dari yang dinyatakan negative = 1830


✗ 100%
18301-50

IVA ternyata ada 20 yang positif setelah =


1830

188¢
✗ 100% 97,3%

dikonfirmasi. Berapakah spesifisitas dari test

BARU tersebut?

A. 66,7%

B. 97,3%

C. 96,5%

D. 98,9%

E. 83,3%

Question 17

Dr. Arjuna ingin mengukur kemampuan test BARU

untuk screening Ca Servik, test yang digunakan

untuk konfirmasi adalah tes Histo PA. Dipilih

2000 wanita yang telah melahirkan secara acak

sebagai sampel. Dari 2000 yang di test BARU

diketahui 150 diantaranya positif dan sisanya

negative. Dari 150 yang positif test BARU Test Dt D- Total

ternyata ada 50 negatif setelah dikonfirmasi dan Tt 100 50 150

T 1830 1850

sisanya positif. Dari yang dinyatakan negative


-
20

12°
Total 1880 2000

IVA ternyata ada 20 yang positif setelah


Prevalensi =

D; ✗ 100%

dikonfirmasi. Berapakah prevalensi Ca serviks =


12¢ ✗ 100% → 6%
200¢

pada populasi wanita yang telah melahirkan

tersebut?

A. 7,5%
B. 12,0%

C. 15,0%

D. 6,4%

E. 6,0%

Question 18

Dr. Arjuna ingin mengukur kemampuan test BARU

untuk screening Ca Servik, test yang digunakan

untuk konfirmasi adalah tes Histo PA. Dipilih

2000 wanita yang telah melahirkan secara acak

sebagai sampel. Dari 2000 yang di test BARU

diketahui 150 diantaranya positif dan sisanya

negative. Dari 150 yang positif test BARU

ternyata ada 50 negatif setelah dikonfirmasi dan

sisanya positif. Dari yang dinyatakan negative


Test Dt D- Total

Tt 100 50 150

IVA ternyata ada 20 yang positif setelah T -


20 1830 1850

dikonfirmasi. Berapakah NPP dari test BARU Total


12°
1880 2000

pada populasi wanita yang telah melahirkan NPP TP


=
✗ 100%
TP -1 FP

100 100%
tersebut?
=

100-150

%
150×100%-1>66
= 100 >
,

A. 83,3%

B. 98,9%

C. 97,3%

D. 66,7%

E. 96,5%

Question 19

Dr. Arjuna ingin mengukur kemampuan test BARU

untuk screening Ca Servik, test yang digunakan

untuk konfirmasi adalah tes Histo PA. Dipilih

2000 wanita yang telah melahirkan secara acak

sebagai sampel. Dari 2000 yang di test BARU

diketahui 150 diantaranya positif dan sisanya


negative. Dari 150 yang positif test BARU
Test Dt D- Total

ternyata ada 50 negatif setelah dikonfirmasi dan Tt 100 50 150

sisanya positif. Dari yang dinyatakan negative T -


20 1830 1850

12°
Total

IVA ternyata ada 20 yang positif setelah


1880 2000

NPN TN
100%
dikonfirmasi. Berapakah NPN dari test BARU
=

TN + FN

pada populasi wanita yang telah melahirkan = 1830


✗ 100%
1830+20

tersebut? = 1830 ✗ 100% → 98,9%


185¢

A. 96,5%

B. 83,3%

C. 97,3%

D. 66,7%

E. 98,9%

Question 20
Test Dt D- Total

Dr. Arjuna ingin mengukur kemampuan test BARU


Tt 100 50 150

untuk screening Ca Servik, test yang digunakan T -


20 1830 1850

untuk konfirmasi adalah tes Histo PA. Dipilih


12°
Total 1880 2000

Prevalensi 20%

2000 wanita yang telah melahirkan secara acak


:

TP + FN
= 20%
n

sebagai sampel. Dari 2000 yang di test BARU TP -1 FN 20 TPTFN 400


--
=

200-0 ,#
FP -1 TN = 2000 -
400

= 1600

diketahui 150 diantaranya positif dan sisanya SEN =

TP -1
TP

FN
✗ 100%

negative. Dari 150 yang positif test BARU


83,3%1 =
TP
✗ 10-0%1 → TP =
333,2
40-0
→ 333

ternyata ada 50 negatif setelah dikonfirmasi dan SPEC =

TN -1 Fp
TN
✗ '◦ ◦ % -

D TN = 1.556,8

= 1.557

97,3410 TN 10-0%1
sisanya positif. Dari yang dinyatakan negative
=

1600

FN = 400 -
333 FP = 1.600 -
1.557

IVA ternyata ada 20 yang positif setelah


= 67 = 43

dikonfirmasi. Bila dengan test BARU tersebut Test Dt D- Total

376

(dengan sensitifitas dan spesifisitas yang


333 43
1- +

T -
67 1557 1624

didapat) dr. Arjuna ingin melakukan program Total 400 1600 2000

screening terhadap populasi wanita dengan


TP
NPP =
✗ 100%

prevalensi Ca serviks 20%, maka NPP akan


TP -1 FP

= 333_ ✗ 100%
3331-4-3

didapatkan sebesar…. = 333


✗ 100% → 88,6%
376

TN
NPN =

-
✗ cw%
TNTFN
tooth
= KI =

15571-67

.is?q-xiooZ--gsZ
A. 77,8%

B. 89,5%

C. 80,0%
?
D. 79,0%

E. 66,7%

Question 21

Karakteristik penyakit yang cocok di skrining

adalah

A. Penyakit yang sulit didiagnosis

B. Penyakit akut berat

C. Penyakit dengan detectable preclinical phase

yg lama

D. Pengobatan efektif pada semua fase

E. Penyakit yang kejadiannya berulang pada

populasi

Question 22

Kemampuan suatu test untuk menyatakan orang

yang sakit hasil testnya positif disebut

A. NPP

B. Akurasi

C. NPN

D. Sensitivitas

E. Spesifisitas

Question 23

Kemampuan suatu test untuk menyatakan orang

yang sehat hasil testnya negative disebut

A. Sensitivitas

B. Spesifisitas

C. Akurasi
D. NPN

E. NPP

Question 24

Nilai kemungkinan orang yang hasil testnya

negative benar-benar sehat disebut….

A. NPP

B. Sensitivitas

C. Akurasi

D. NPN

E. Spesifisitas

Question 25

Nilai kemungkinan orang yang hasil testnya

posititf benar-benar sakit disebut….

A. Sensitivitas

B. NPN

C. Spesifisitas

D. NPP

E. Akurasi

Question 26

Nilai positif prediktif test 83% artinya…

A. Pada orang yang sehat Kemungkinan hasil test

:
skrining positif sebesar 83%

B. Pada orang yang sakit Kemungkinan hasil test

skrining positif sebesar 83%

C. Pada orang dengan hasil test skrining positif

kemungkinan sakit sebesar 83%

D. Pada orang dengan hasil test skrining positif

kemungkinan sehat sebesar 83%


r
E. Peluang sakit pada orang yang dites sebesar

83%

Question 27

Penyakit yang di lakukan program skrining

Indonesia adalah

A. Diare ✗

B. DBD

:
C. Kanker payudara

D. Malaria

E. Kanker pankreas

Question 28

Pernyataan yg benar tentang nilai prediktif test

positif adalah….

A. Besarnya kemungkinan orang yg hasil testnya

positif, benar-benar sakit

B. Kemampuan suatu test untuk menyatakan

negative diantara orang-orang yang sehat

=
:
C. Besarnya kemungkinan orang yg hasil tesnya

negative, benar-benar sehat


_
D. Kemampuan suatu test untuk menyatakan

positif diantara orang-orang yang sakit

E. Proporsi hasil pemeriksaan benar diantara

semua yg diperiksa

Question 29

Pernyataan yg benar tentang spesifisitas adalah….

A. Kemampuan suatu test untuk menyatakan

negative diantara orang-orang yang sehat

B. Proporsi hasil pemeriksaan benar diantara

semua yg diperiksa → Akvtasi


C. Besarnya kemungkinan orang yg hasil testnya

positif, benar-benar sakit D


-
NPP

D. Besarnya kemungkinan orang yg hasil tesnya

negative, benar-benar sehat -


D NPN

E. Kemampuan suatu test untuk menyatakan

positif diantara orang-orang yang sakit → Sensitivity

Question 30

Reliabilitas hasil test dapat dinilai dengan…


↳ Percent agreement , Kappa

A. Positifity rate

B. Persen Agreement

C. Nilai prediktif

D. Spesifisitas

E. Akurasi
} Validitas

Question 31

Sensitifitas suatu tes 92% berarti….

A. Diantara 100 yang ditest, 92 orang hasilnya

benar

B. Diantara 100 orang yg sehat, 92 akan

dinyatakan negative

C. Diantara 100 orang yang negative, 92 benar

sehat

D. Diantara 100 orang yang positif, 92 benar


I
sakit

E. Diantara 100 orang yang sakit, 92 akan

dinyatakan positif

Question 32

Sinonim dari reliability adalah


↳ Kon sister / keandalan

A. Sensitifitas

B. Nilai prediktif D
-

Efikasi
C. Akurasi → validitas

D. Keandalan

E. Spesifisitas

Question 33

Sinonim dari validitas adalah

A. Akurasi

B. Keandalan Reliabilities

C. Sensitifitas

D. Nilai prediktif F- fikasi

E. Spesifisitas

Question 34

Spesifisitas suatu test IVA untuk mendeteksi

Kanker serviks sebesar 78% berarti....

A. Diantara 100 yang ditest IVA, 78 orang

hasilnyar
benar

/ 78 benar
B. Diantara 100 orang yang negative,

÷
tidak sakit kanker serviks

C. Diantara 100 orang yg tidak sakit kanker

serviks, 78 akan dinyatakan negative

D. Diantara 100 orang yang sakit kanker serviks,

78 akan dinyatakan positif

E. Diantara 100 orang yang positif, 78 benar

sakit kanker serviks

Question 35
SEN : 90%

Suatu test X dengan sensitifitas 90% dan SPEC : 80%

spesifisitas 80% digunakan untuk mendeteksi Prevalensi : 20%

20%
penyakit X dengan prevalensi 20% berapakah nilai
OTP + FN =

TP -1 FN TP + FN = 200

¥0 →
=

1000
200

prediktif test positifnya?


FP 1- TN = 1000 -

= 800

TP
◦ SEN =
✗ 100%
TPXFN

A. 47,1% go %- =
TP
✗ 1009J → TP = 180

200

o SPEC =
TN
✗ 100%
TN -1 FP

FN = 200 180
%
-

TN 640
80% TN → =
= ✗ 100

go , = 20

FP = 800 -
640

= 160
/
Test Dt D- Total NPP
,p÷,=p×ioo%
=

B. 52,9% Tt 180 160 340 =


00×100%-1> 52.94%
340

7- 20 640 660
C. 92,0% 1000
Total 200 800

D. 97,0%

E. 18,0%

Question 36

Suatu test X dengan sensitifitas 90% dan

spesifisitas 80% digunakan untuk mendeteksi

penyakit X dengan prevalensi 20% berapakah nilai

prediktif test positifnya?

A. 18,0%

B. 47,1%

C. 52,9%

D. 92,0%

E. 97,0%

Question 37

Test yang mempunyai negatif palsu rendah adalah

test dengan kemampuan…..

A. Sensitivitas tinggi

B. Spesifisitas rendah

C. Bias tinggi

D. Spesifisitas tinggi

E. Sensitivitas rendah

Question 38 False ↓ sensitivity ¥ Specificity ↑


positif

Test yang mempunyai postif palsu rendah adalah False negatiftv Specificity Sensitivity ↑

test dengan kemampuan…..

A. Sensitivitas tinggi

B. Spesifisitas tinggi

C. Spesifisitas rendah

D. Sensitivitas rendah
E. Bias tinggi

Question 39

Tujuan penelitian skrining adalah

A. Melaksanakan pencegahan tersier

B. Melaksanakan pencegahan primer

C. Melaksanakan pencegahan sekunder

D. Semua benar

E. Menilai validitas test skrining

Question 40

Tujuan program skrining adalah

A. Melaksanakan pencegahan tersier

:
B. Semua benar

C. Menilai validitas test skrining

D. Melaksanakan pencegahan sekunder

E. Melaksanakan pencegahan primer


23
101 , ,
-
di Aitawan

Skrining
I Wayan Gede Artawan Eka Putra
Epidemiology Department, School of Public Health,
Faculty of Medicine, Udayana University
Tujuan Pembelajaran

• Menjelaskan pengertian skrining


• Menjelaskan ruanglingkup skrining
• Menjelaskan konsep program skrining
• Memahami Karakteristik Test Screening yang baik
• Memahami ukuran validitas tes skrining
• Mempraktekkan test skrining
Skrining
•Penggunaan suatu test atau prosedur
tertentu untuk mendeteksi kemungkinanan
adanya suatu penyakit tertentu pada orang-
orang yang tanpa gejala sebelum periode
waktu ditemukan melalui metode klinis yang
rutin.
Definisi Screening

Orang-orang tanpa gejala

Deteksi Dini
Tinggi
Resiko f- sedang
Rendah

Klasifikasi kemungkinan terkena penyakit

Test lanjutan

Evaluasi lanjutan menggunakan test Diagnostic


awal
Menegakkan diagnosis lebih

Pengobatan lebih awal

Sembuh Noresponse Mati


RD screening
Dua komponen yang mempengaruhi kesuksesan
pencegahan sekunder

1. Skrining harus menjangkau deteksi dini dari


penyakit, program screening harus mendeteksi
orang-orang tanpa gejala atau mendeteksi lebih awal
dari perjalanan alamiah penyakit.
→ Kanker

2. Pelaksanaan deteksi dini meningkatkan efektifitas


pengobatan.
Sadari 740 tahun
Penyakit yang cocok discreening
• Penyakit serius dan dengan konsekuensi berat
• Cancer, diabetes, hypertension and HIV
• Pengobatan lebih efektif pata tahap awal
• Kanker payudara sangat cocok diskrining papsmear ,
HPV

• Kanker pankreas tidak cocok lama


Bisadideteksi dalam fase pieklinis yang

• Penyakit dengan detectable preclinical phase yg lama


• Prevalensi penyakit pada populasi tinggi
Skema Program Screening

RD Mvngkin mengalami suatu penyakit


Karakteristik Test Screening yang baik
•Ekonomis
•Mudah dikerjakan
•Bebas dari risiko dan ketidaknyamanan
•Dapat diterima
•Valid
•Reliabel
Ilustrusi Validitas vs Reliabilitas
↳ Kondisi sebenainya yang ingin Kita ketahvi ↳ Konsisten ,
keandalan

Hasil ukui Sama melalui I


prosedur walaupun diulang bet Kali ?
yang
Ilustrusi Validitas vs Reliabilitas
Indikator validitas
• Sensitifitas (☐
betharapnya negatif

• Kemampuan suatu test untuk menyatakan positif,


orang-orang yang sakit
• Menunjukkan besarnya kemungkinan orang yang
sakit mendapatkan hasil test positif atau
• Spesifisitas
• Kemapuan suatu test untuk menyatakan negatif,
orang-orang yang tidak sakit (sehat)
• Menunjukkan besarnya kemungkinan orang yang
tidak sakit mendapatkan hasil test negatif
Validitas
? sakit
→ posit if diantata Orang

Rumus Sensitifitas dan Spesifisitas


(D Desease

Test D+ D− Total
T+ TP FP TP+FP
T− FN TN FN+TN
Total TP+FN FP+TN N

• Sensitivity (SEN) ≡ Proporsi hasil test tapi tetnyata posit if


positif diantara orang
Dinyatakan negatif

yang sakit = TP / (TP + FN) x 100%



(

↳ True Positif → sakit

• Specificity (SPEC) ≡ Proporsi hasil test negatif diantara orang


Dinyatakan positif tapi teinyata negatif

yang sehat = TN / (TN + FP) x 100%


↳ True negatif Dsehat
D
negatif
- -
Accuracy
• Proporsi hasil true test diantara semua yang ditest

= (TP+TN)/(TP+FP+FN+TN) x 100%
Predictive value (Efikasi)
• Ukuran untuk menilai hasil test skrining dapat
mencerminkan kondisi sebenarnya pada saat
diterapkan pada populasi tertentu
• Predictive value tergantung pada:
• Prevalensi penyakit yang diskrining di populasi
• Validitas test skrining
Screening → memisahkan
yang sakit dengan sehat

Indikator Predictive value (Efikasi)


RD Seeing menjadipethatian →
digunakan sebagai program screening

•Positive Predictive value (PPV) atau Nilai


prediktif test positif (NPP)
Besarnya kemungkinan orang dengan hasil test
positif benar-benar sakit
•Negative Predictive value (NPV) atau Nilai
predictive test Negative (NPN)
Besarnya kemungkinan orang dengan hasil test
negatif benar-benar sehat
Rumus Predictive Value
Test D+ D− Total
T+ TP FP TP+FP
T− FN TN FN+TN
Total TP+FN FP+TN N

• Positive Predictive value (PPV) ≡ Proporsi orang yang


sakit diantara yang hasil test positif
= TP / (TP+FP) x 100%
• Negative Predictive value (NPV) ≡ Proporsi orang
yang sehat diantara yang hasil test negatif
= TN / (TN+FN) x 100%
Gers tman Cha pter 4 18
Cara meningkatkan Positive Predictive
value pada program skrining
• Menerapkan program skrining pada populasi dengan
prevalensi penyakit yang lebih tinggi
• Menerapkan test skrining dengan validitas (sensitifitas
dan spesifisitas) yang lebih tinggi
• Menerapkan test skrining yang sesuai dengan konsep
deteksi dini (mampu mendeteksi pada tahap
presymptomatic suatu penyakit)
References
• Ahmad RA, Indriani C, Arisanti RR, Wahdi AE, Hertanti NS. Buku Teks
Epidemiologi Untuk Kesehatan Masyarakat. Pertama. Yogyakarta: 2020.
• Leon Gordis (2008), Epidemiology 4th edition, W.B. Saunders Company
• B. Burt Gerstman (2003), Epidemiology Kept Simple: An Introduction to
Traditional and Modern Epidemiology second edition, Wiley-Blackwell
Terima kasih
23
241 , ,
-
di Attawan

Skrining Bagian II
I Wayan Gede Artawan Eka Putra
Epidemiology Department, School of Public Health,
Faculty of Medicine, Udayana University
Untuk hasil test berskala data kontinyu, harus dapat
ditentukan cut of point pengkategorian yang sesuai
Y

Tidak Sakit
False Positives
LD Usahakan seminimal mungkin

True Negatives

Risk factor level

Sakit

False Negatives

True Positives
Risk factor level
“Cut off point” untuk screening
Apa yang terjadi bila menggunakan cut off point yang
lebih rendah?
Tidak Sakit
False Positives

True Negatives

Sakit

False Negatives
True Positives

“Disease Cut off point”


Bila meningkatkan sensitifitas, akan menurunkan spesifisitas
Bila meningkatkan spesifisitas, akan menurunkan sensitifitas

Area of
overlap

No
glaucoma

glaucoma
Berhimpitan
14 22 26 42
Sensitifitas dan spesifisitas untuk test
screening yang kontinyu:

Penurunan cut off point sakit untuk test screening akan


menyebabkan:
true positives D
-

geser ke Kiri
sensitivity
true negatives specificity

Dan begitu juga sebaliknya


Likelihood Ratio → Salah Satu indikatoi 4 menentukan titik
potong

Kemungkinan hasil test tertentu pada orang yang sakit


dibagi kemungkinan hasil test tersebut pada orang yang
tidak sakit.
• Likelihood ratio untuk hasil test positive
Kemungkinan hasil test positif pada orang yang sakit
dibagi kemungkinan hasil test positif pada orang yang
tidak sakit.
= sensitivity / (1 – specificity)
• Likelihood ratio for a negative test result
Kemungkinan hasil test negatif pada orang yang sakit
dibagi kemungkinan hasil test negatif pada orang yang
tidak sakit.
= (1 – sensitivity) / specificity
Reliabilitas
↳ Kekonsistenan

Suatu test
gang menghasilkan basil
yang sama saat dilakukan berulang
Bias Inter Observer

Variasi hasil pembacaan test antar


observer yang berbeda

8
INTRA OBSERVER BIAS

variasi pembacaan hasil yang


berbeda oleh observer yang sama

9
E
s
t
i
ma
t
in
g
ob
s
e
r
ve
r
v
ar
i
at
i
o
n
P
e
r
c
en
t
ag
r
ee
m
e
nt
.

K
A
P
P
A

10
Percent agreement
Abnormal Suspect Normal

Abnormal A B C

Suspect D E F

Normal G H I

At F- + I

Percent agreement = (A+E+I) / Total


✗ 100%
total

X100
11
Observer variation percentage
agreement
Abnormal Suspect Doubtful Normal
Abnormal
5 8 4 6

Suspect 4 10 6 12

Doubtful 8 6 15 24

Normal 7 12 6 20

Percent agreement =( (5+10+15+20) /153 x 100%) = 32.67%

12
Reabilitas
Meningkatkan :

±
kata kunci Dati tidak per nah kadang
0 Menyederhanakan 7
jadi 3 , , seeing

Comparisons # of pairs Percentage Agreement


of films
5 categories 2 categories

A versus A 69 55.1% 91.3%

B versus B 25 46.2% 80.8%

13
Kappa
(Observed Agreement) - (Agreement Expected by chance)
Kappa =
1 - (Agreement Expected by chance)

Interpretasi nilai Kappa (Altman, 1991):

0.8 - 1 : sangat baik (very good)


0.6 - <0.8 : baik (good)
0.4 - <0.6 : moderate
0.2 - <0.4 : cukup (fair)
<0.2 : buruk (poor)
Contoh:

Klasifikasi terhadap 75 specimen subtype histology dari slide kanker paru


Yang dibaca oleh 2 observer (A and B)

Observed:
Grading by A Total by B
Grading Grade II Grade III Observed Agreement
by B Grade II 41 3 44 (58.6%) = (41+27)/75
Grade III 4 27 31 (41.4%) = 0.907
Total by A 45 (60%) 30 (40%) 75 (100%)

Expected by chance:

Grading by A Total by B
Grade II Grade III Agreement Expected
Grading Grade II (44x45)/75 (44x30)/75 44 (58.6%) by chance
by B =26.4 =0.176 = (26.4+12.4)/75
Grade III (31x45)/75 (31x30)/75 31 (41.4%) = 0.517
=0.186 =12.4
Total by A 45 (60%) 30 (40%) 75 (100%)
Contoh (Lanjutan) …

0.907 - 0.517 0.39


Kappa = ----------------------- = ------------ = 0.81
1 - 0.517 0.483

Interpretasi: Agreement antara observers A and B sangat


baik (Kappa = 0.81).
References
• Ahmad RA, Indriani C, Arisanti RR, Wahdi AE, Hertanti NS. Buku Teks
Epidemiologi Untuk Kesehatan Masyarakat. Pertama. Yogyakarta: 2020.
• Leon Gordis (2008), Epidemiology 4th edition, W.B. Saunders Company
• B. Burt Gerstman (2003), Epidemiology Kept Simple: An Introduction to
Traditional and Modern Epidemiology second edition, Wiley-Blackwell
Terima kasih
PRAKTIKUM SKRINING 2022

Kasus 1
Seorang Epidemiolog, ingin meneliti/mengetahui sensitivitas, spesifisitas, akurasi,
NPP dan NPN dari Metode/Tes skrining untuk deteksi TBC pada kontak erat. Test
tersebut diberi nama “Test Cepat TBC”. Untuk itu dipilih 2000 kontak erat TBC secara
acak dipopulasi. Dari 2000 orang yang diperiksa Tes Test Cepat TBC didapatkankan: 300
orang positif dan sisanya negative. Baik yang positif maupun yang negatif dikonfirmasi
dengan test cepat molekuler (TCM) sebagai Gold Standard dan didapatkan hasil sebagai
berikut: dari 300 orang yang positif Tes Test Cepat TBC, ternyata 25 orang yang negatif
TCM. Dari 1700 orang yang negatif Tes Test Cepat TBC, ternyata 85 orang positif TCM.
1. Buat tabel hasil penelitian skrining tersebut, kemudian hitung dan
interpretasikan sensitivitas, spesifisitas dan akurasinya!
2. Berapakah persenkah prevalensi TBC pada kontak erat pada penelitian
tersebut? Dan bagimana interpretasinya
3. Hitunglah dan interpretasikan NPP dan NPN TBC pada kontak erat sesuai
hasil penelitian skrining di atas!
4. Selanjutnya test tersebut diterapkan pada populasi orang dengan HIV/AIDS
(ODHA) dengan prevalensi TBC 30%, Hitunglah dan interpretasikan NPP dan
NPN nya!

Kasus 2
Pada populasi PSK yang berjumlah 1000 orang dilakukan skrining untuk mendeteksi
kemungkinan menderita GO (gonorhoe) menggunakan test X. Diketahui prevalens
penyakit GO pada PSK ini sebesar 20%. Dan diketahui pula test X ini mempunyai
sensitivitas 85 % dan spesifisitas 75%.
1. Berapakah Jumlah hasil pemeriksaan benar ?
2. Berapakah NPP test tersebut? Dan bagaiman interpretasinya
3. Berapakah Akurasi test tsb? Dan bagaiman interpretasinya
4. Berapakah NPN? Dan bagaiman interpretasinya
5. Coba terapkan test X tersebut pada populasi dengan prevalensi GO 10% dan
hitunglah NPPnya, dan bagaimaan interpretasinya?
6. Berdasakan kasus diatas, Apa saja yang mempengaruhi NPP?

1
Kasus 3
Suatu test X dengan sensitifitas 90% dan spesifisitas 80% digunakan untuk mendeteksi
penyakit Y dengan prevalensi 20% berapakah nilai prediktif test positifnya? Dan
bagaimana interpretasinya

Kasus 4
Terdapat 3 macam test screening untuk mendeteksi dini Ca Servik, test X, Y dan Z dengan
validitas seperti pada table dibawah ini:

TEST X TEST Y TEST Z

Sensitivitas 81% 75% 73%

Spesifisitas 70% 72% 80%

1. Bila ingin menurunkan prevalensi kasus kanker servik sebanyak mungkin maka
test yang dipilih adalah ……… dan apa alasan saudara memilih test ini?
2. Bila dana, fasilitas konfirmasi diagnostik dan tenaga spesialis PA sangat terbatas
maka test yang dipilih adalah ………. dan apa alasan saudara memilih test ini?

2
Kasus 1 SEI =
TP
✗ 100%
n =
2000
THEN

76,39%4 TP 10-0%7 TP

""=ˢ°°/
✗ → =
458,34
60€ = 458
negatif = 1700

TMC = TP -17 275

FP → 25
SPEC = TN
100%

-

TN → 1615 TN + FP

FN -1> 85
98,481% = TN
10-0%1 → TN = 1.378,72

1. Test Dt D- Total 1404 = 1.379

It 2%5 ¥5 300

T -
É 16T¥ noo FN = 600 -

458 FP = 1400 -

1379

Tota = 142 = 21

a.
Sensitivities ( SEN ) = TP -
D Ptopotsi basil tes
positif diantara orang
✗ '◦◦ %
yp FN dengan TBC sebesai 76,39% ataudiantaia
+
Test Dt D- Total

too ◦ rang teidapat "


Orang
458
Tt 21 479
,

275 275
=

✗ 100% → × "◦ ◦ %
posit if TBC
2751-85 360 T -
142 1379 1521

1400 2000
= 76,39% 7614% Total 600

↳ disepakati 1 digit belakang Koma ?


a. NPP TP Kemungkinan hasil tes TCN
positif gang
benar
100%
=


Ptopotsi basil
Spesifisitas ( SPEC )
b.
tes "
egatif
=
TN TPTFP sakit adalah 95,62% ataudiantata 100
Orang
× ,go%
diantara sehat
y ,y , , , Orang Yang
45cg 458 yang dinyatakan positif TBC Oleh
=
✗ 100% → ✗ 100%
sebesar 98,48%
479 bena ?
_ 458 -121 teidapat
TCM 96 Orang yang
1615
100% %
,
=
✗ ✗ "◦
ataudiantara
%
too
1615 -12g 1640 sakit TBC
= 95,62
Orang teidapat
98,48%
,

98,5% 98 ◦
rang dinyata -

b. / PN = TN Kemungkinanhasil tes TCN


negatif gang
benat ≈
✗ "◦ ◦ %
C. Akurasi = TP + TN
Kan negatif TN -1 FN sehat adalah 90,66% ataudiantata 100 Orang gang
× " ◦◦ %
dinyatakan negatif TBC oleh TCM
TPTFP + FN -1 -1N
1379 1379
100%
=
✗ 100% → ✗
1521 benai ±
13791-142 terdapat 91 Orang
2751-1615
100%-1>1890 100% yang
-

=
✗ ✗

2751-25-1851-1615 2000 = 90,66 % sehat

= 94,5%
kasus 2
2. Prevalensi dt Diantara teidapat 18 pendetita TBC
100% Orang atau
= 100 Orang n= tooo

n masalah kontak
besar TBC
pada etat yakni 18% 20%
.

prevalensi =

85%
= 360
✗ 100% →
18% sensitivities --

2000
? spesifisitas = 75%
benoit TBC
Pada kontak etat , basil TCN Besatnyakemungkinan Orang mengalami positif . . .

menyatakan positif .
Maka ,

→ Kemungkinan basil tes TCN


positif gang benar benar "
NPP
-

3. TP TP FN
a. =

✗ 100%
-1
= 20%
sakit adalah 91,67% atav diantata 100
Orang yang n
↳ Hasilsemakin TP -1 FP

dinyatakan TBC Oleh TCM


tinggi semakin positif
TPTFN TP FN
=2I %
275
100% + 200
=
= 20 →
✗ ☒◦ → ✗

baguslefisien zoo
teidapat 92 benat benai 1000 104
275+25 Orang Yang
-

Fp + TN 1000 -

200
padaa, ,
=
◦ pm age ,


↳ Ini menjadi fokuspenelitian ODM pada > 40
91,67% sakit TBC =
800
µ =

→ Meningkatkan : Cari pada ptevalensi yang tinggi 4791,7% SEN TP


100%
=


basil benar
Kemungkinan test
negatif gang
-
benarsehat
Tp -1 FN
b. NPN= TN
✗ 100%
adalah 95% atavdiantata 100 ◦ tang Yang dinyatakan
* + EN
85%1=1--17 ✗ ☒ % → TP = 170

negatif TBC oleh TCM


, teidapat
1615 200
=
✗ 100% → 1615
✗ 100%
1615-185 1700 95 Orang gang
benar -
benar sehat

95% SPEC TN
100%
=

=

TNTFP -
D FN = 200 -

170

-4 .
Ptevalensi : 30% 75%0 = TN

10-0%7 TN = 600 =
30

TPTFN TPTFN 80-0 FP


=
30% → =
30

TPTFN = ooo
=
800 -
Goo

n 200-0 100
FP -1-11 = n -
TP + FN = 200

= 2000-600-171400
?⃝
besar NPP semakin besar
Test Dt D- Total 6 .
Mempengarvhi ◦ Prevalensi semakin ,

170 besar Kecil NPP


Tt 2 0 370 ◦
Sensitivities semakin ,
maka nilai FN semakin dan

T - 30 600 630 semakin Kecil

Total 200 800 1000 ◦ Spesifisitas semakin besar maka nilai FP semakin besar Dan NPP
,

semakin Kecil

Jum/ ah Pemeriksaan → Hasil posit if = 170 '

KASUS 3
Hasil negatif = 600
Sensitivities : 90%
+ .

770
Spesifisitas : 80%

Prevalensi : 20%
?
benai
2 NPP TP Kemungkinan PSK
100% proporsi yang
=
1000

.

17 :

TP -1 Fp menderita GO dari basil tes ✗


positif adalah

45,94% diantata PSK


= 170
× too % → 1-70 ✗ 100% at " 100
◦ Tp + FN = g. ◦ %
170-1200 370 gang dinyatakan positif dari test n

= 45 94 % teidapat 46 PSK
gang benai ?
TP -1 FN TPTFN 200
2g
=
, =

100-0 100
FP
sakit GO -1 TN = 1000 -

200

3. Akurasi TPTTN 800


%
= =

✗ 100 →
Ptoporsi has it true test diantata PSK yang
TP -1 FPTTN -1 FN
di tes sebesai 77% atau diantara too PSK ◦ SEN =
TP

100%
Yang melakukantes ✗

-7>9×10-0 %
170-1600
,
yp + FN
=
✗ 100% →

170+301-2001-600 100A >> ◦


tang diantaianya 9070 =
TP
✗ ,
% → TP = 180

dan negatifnyata
=
77% posit if 20-0

SPEC TN
100%
=

4. NPN =
TN
✗ 100 % Kemungkinan ptoporsi
PSK
yang
benai
?
tidak * + pp

TN -1 FN menderita GO dati hasil tes ✗


negatif
80% =
TN
× , % TN = 640 -
D FN = 200-180

= 600
.
✗ too
% → 600 ✗ too % adalah 95,24% atav
• o_O =
20

630
600-130 diantaia 100 PSK Yang FP = 800 - 640

=
95,24 % dinyatakan negatifdati = 160

1604
tes ×
teidapat 95 PSK Test Dt D- Total


5. Aerate "ˢi : " % ""
b" " " " °" Tt 180 34° NPP TP
=
✗ 100%
1- p+FN
=
10% TPtFN= 10 mendetita GO
T - 20 640 660 TP -1 x-p
→ -

52,94%
n 100-0 100
Total 200 800
1000
too ✗ •◦ %
TPTFN = 100 348

FP -1 TN = 1000 -
100
→ Kemungkinan hasiltes ✗ positif yang benai ? sakit Y adalah 52,94% atau

= 900 diantara 100 Orang gang dinyatakanpositifpenyat.it Y Oleh test teidapat 53


Orang

SEI = TP benai ? sakit Y


yang
✗ 100%
TP -1 FN

85 # = TP
× 10-070 → TP = 85
Kasus 4
10T

✗ Y 2

/
SPEC = TN
% Sensitivities 81%75%7990
✗ too

TN -1 FP → FN =
100 -
85
Spesifisitas 70%72%8040

75%0 prevalensi kasus hans tinggi katena apabila


= TN
×
10-0%0 → TN = 675 = 15
1 .
Test X-p Apabilaingin menurunkan ,
sensitivitas

GOT tendah Test ✗ memiliki


FP = 900 -
675 sensitivities tinggi , menunjukkanhasil negatif palsu yang .

menuiunkan kasus Kanker seiviks


= 225 sensitivities tertinggi sehingga dapat pievalensi

Test Dt D- Total
sebanyak mungkin .

Tt 85 225 310 NPP = TP


✗ 100% 2 .
Bila dana , fasilitas konfirmasi diagnostic dan tenaga spesialis PA Sangat tetbatas maka test

15 675 TP -1 FP dipilih adalah test 2


7- 690 gang

85 spesifisitas hans tinggi


900 1000 katena
too %
Total '◦ ◦
=
✗ 100% 85 ✗ 3 .
Apabila dana ,
fasilitas
,
Dan tenaga Sangat teibatas maka

benar ? 85+225 31¢ hasil


palsu tendah Test memiliki
Kemungkinan ptopotsi PSK
yang menderita spesifisitas yang tinggi menvnjukkan positif yang . 2 spesifisitas

GO dati hasil tes ✗ adalah 27,42% atau diantaia 100 PSK 27,42 % sehingga cook digunakan kaiena dapat menghindaii basil positif palsv yang
positif
=
yang tinggi

datites PSK benat ≈ sakit GO memetkkan waktu lebih


dinyatakan positif ✗ tetdapat 2 >
Yang menyebabkanprosedui diagnostic ygtidak perlv Mahal dan
yang
.

,
,
+
-

228 14 242 NPP


t =
288
100%

686 758 288+14


-

72

300 700 1000


=
281 ✗ 100% → 95,36

302 -1>95,4 %

→ NPN 686
100%
=

6861-72

681 ✗ too
% 90,5%
758
23
11,2
-
dr. Septa

Sistem
Surveilans
Nasional
SISTEM
INFORMASI
KESEHATAN
NASIONAL
Struktur Sistem Surveilans di Indonesia berbasis:

Atribut
• Laporan Puskesmas,
• Rumah Sakit

Surveilans
• Laboratorium dan dimanfaatkan di semua tingkatan pemerintahan di

Karakteristik atau atribut Sistem Surveilans

• kesederhanaan,
• fleksibilitas,
• akseptabilitas,
• sensitivitas,
• nilai prediktif positif,
• kerepresentatifan,
• ketepatan

Kombinasi atribut surveilans ini akan menentukan kekuatan dan


kelemahan dari sistem surveilans (Romaguera, R.A., et al, 2000:
181):
Pusdatin
UPT SubDin Kesga Jejaring Surveilans
Pusat (Depkes) Unit utama Depkes
Puslitbang

UPT SubDin Kesga


Propinsi
Jejaring Surveilans
Unit kerja Dinkes Prop
Swasta :
LSM/ perusahaan

Jejaring Surveilans
UPT SubDin Kesga Unit kerja Dinkes Kab/Kota
Kabupaten/ Kota

UPT UPT
Rumah Sakit Puskesmas
Hubungan struktural/ komando

Hubungan koordinasi/ konsultatif


17
UPT Lembaga lain
Walikota/
Terkait, mis : BTKL, POM
Bupati

Unit Surveilans
Lintas Dinas

Jejaring Surveilans Kepala


Dinas Kesehatan
Unit Surveilans Bagian
Tata Usaha

Bidang Bidang Bidang Bidang

Kegiatan Kegiatan Kegiatan Kegiatan


Surveilans Surveilans Surveilans Surveilans

Jejaring Surveilans

18
Algoritma pelaporan informasi surveilans

Alur Informasi kegiatan Surveilans diadopsi dari WHO (1999)


Rincian tugas dan peran setiap tingkatan:

Tingkat Dasar

analisis data
penatalaksanaan
melaporkan dalam bentuk
diagnosis penyakit atau
kasus tabel dan grafik
kasus
sederhana
Tingkat intermediet

analisis data (hubungan


menatalaksana kasus epidemiologi,tren,
menyediakan data melakukan investigasi memberi masukan pada melaporkan data ke
yang tidak bisa diatasi capaian program
laboratorium penunjang dugaan KLB tingkat dasar tingkat pusat
pada tingkat dasar mengontrol masalah
kesehatan)
melakukan koordinasi

mendukung seluruh
kegiatan surveilans
secara nasional.

menyediakan data lab


tatalaksana kasus,
penunjang

Tingkat Pusat analisis data pada


tingkat nasional
lab,

mendukung kegiatan
epidemiologi,
penanggulangan KLB

memberi feedback pada


pendidikan dan
tingkat intermediet

melaporkan ke WHO
(International Health logistik
Regulation (IHR)).
Tingkat
Regional/Internasional

mendukung kegiatan menganalisis data pada


Memberikan feedback
surveilans di berbagai tingkat.
terhadap tingkat pusat
negara regional/internasional.
Pelibatan mitra dan jejaring dalam Kemitraan yang dimaksud yakni
pelaksanaan kegiatan surveilans • perguruan tinggi,
agar: • Badan Pusat Statistik (BPS),
• memperkuat kapasitas surveilans • Badan Mereorologi, Klimatologi dan Geofisika
(BMKG)
• mendapatkan data yang komprehensif
• Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM),
• Meningkatkan kemampuan respon cepat
• Organisasi Profesi,
• Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM),
• Kementerian terkait, dsb.
PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN ZOONOSIS DAN
PENYAKIT INFEKSIUS BARU

Oleh:
Dr. Drs. I Made Rentin, AP., M.Si.
(Kepala Pelaksana BPBD Provinsi Bali)

Bali, 9 November 2023


LATAR BELAKANG

Pandemi COVID-19 telah Telah terjadi peningkatan angka kesakitan


menurunkan kinerja dan kematian penyakit menular yang dapat
penanggulangan penyakit berdampak pada kehidupan dan
menular di Provinsi Bali penghidupan masyarakat Bali

SK Tim Koordinasi Daerah


Pencegahan dan Pengendalian Perlu membentuk Tim Koordinasi Daerah
Zoonosis dan Penyakit Infeksius Pencegahan dan Pengendalian Zoonosis
Baru di Prov Bali dan Penyakit Infeksius Baru
SK TIM
KOORDINASI
SUSUNAN KELOPOK KERJA TIM
KOORDINASI

Kelompok Kerja Surveilans Kelompok Kerja Surveilans


Berbasis Masyarakat Terpadu

Kelompok Kerja Komunikasi,


Tim Reaksi Cepat (TRC)
Informasi, dan Edukasi
TUGAS POKOK DAN FUNGSI
KELOMPOK KERJA

Kelompok Kerja Surveilans Berbasis Masyarakat

Memberikan bantuan sarana, tenaga ahli dan


Menyampaikan data dan informasi kepada pendanaan yang menunjang kewaspadaan
Masyarakat terkait kewaspadaan dini dini penyakit yang berpotensi KLB di
penyakit yang berpotensi KLB masyarakat

Meningkatkan pelayanan publik dalam kinerja


Mengembangkan teknologi informasi terkait
di bidang pelatihan, pembinaan, dan
kewaspadaan dini penyakit yang berpotensi
pemanfaatan sistem informasi serta respon
terjadinya Kejadian Luar Biasa (KLB)
terhadap laporan masyarakat

Meningkatkan pemberdayaan Masyarakat melalui kader Surveilans Berbasis


Masyarakat (SBM)
TUGAS POKOK DAN FUNGSI
KELOMPOK KERJA

Kelompok Kerja Surveilans Terpadu

Deteksi dini kejadian Penyakit


Mengetahui situasi epidemiologi Penyakit
Zoonosis dan penyakit infeksius Zoonosis dan Penyakit Infeksius Baru
baru

Menemukan patogen baru yang Mengetahui potensi Zoonosis yang


berpotensi risiko sebagai penyakit mengakibatkan kematian tinggi yang
infeksius baru zoonosis tidak terdeteksi oleh surveilans penyakit

Melakukan kegiatan pengamatan penyakit yang sistematis, terus menerus, memperoleh


dan berbagi data dan informasi secara terpadu lintas sektor
TUGAS POKOK DAN FUNGSI
KELOMPOK KERJA

Kelompok Kerja Komunikasi, Informasi, dan Edukasi

Diseminasi informasi tentang Meningkatkan kerjasama lintas


upaya pencegahan, deteksi dan sektor untuk peningkatan
respon wabah penyakit efektivitas pelaksanaan surveilans

Menyediakan sarana pertukaran Pemantauan capaian target indikator,


informasi tentang Surveilans peningkatan kemampuan surveilans dan
Berbasis Masyarakat maupun analisis risiko dalam mencegah,
mendeteksi, dan merespons potensi KLB
Surveilans Terpadu
TUGAS POKOK DAN FUNGSI
KELOMPOK KERJA

Tim Respons Cepat (TRC)

Identifikasi faktor risiko lingkungan yang Intervensi faktor risiko lingkungan yang
berpotensi menjadi ancaman KLB berpotensi menjadi ancaman KLB

Memberikan pemahaman kepada Identifikasi faktor pengetahuan, sikap,


Masyarakat tentang deteksi dini, dan perilaku masyarakat yang terkait
penanggulangan, dan pencegahan KLB dengan KLB

Memberikan rekomendasi tindak lanjut


Bersama masyarakat menetapkan tindak
upaya penanggulangan dan pencegahan
lanjut yang tepat sehubungan dengan KLB
KLB
Melaporkan hasil pelaksanaan kegiatan kepada Gubernur melalui Kepala
Dinas Kesehatan Provinsi Bali
SUSUNAN KEANGGOTAAN TIM KOORDINASI
DAERAH PENCEGAHAN DAN
PENGENDALIAN ZOONOSIS PENYAKIT
INFEKSIUS BARU PROVINSI BALI
SUSUNAN KEANGGOTAAN TIM

PENGARAH GUBERNUR BALI

KETUA SEKRETARIS DAERAH PROVINSI BALI

KEPALA PELAKSANA BADAN PENANGGULANGAN


SEKRETARIS
BENCANA DAERAH PROVINSI BALI
SUSUNAN KEANGGOTAAN TIM

Kelompok Kerja Surveilans Berbasis Masyarakat

KOORDINATOR Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan

ANGGOTA 1. Kepala Dinas PMD dan Dukcapil Prov Bali


2. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Bali
3. Kepala Dinas Pemajuan Masyarakat Adat Provinsi Bali
4. Kepala Balai Besar Veteriner Denpasar
5. Kepala Balai Karantina Pertanian Kelas I Denpasar
6. Ketua Majelis Desa Adat Provinsi Bali
7. Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam Bali
8. Ketua Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PDHI) Provinsi Bali
9. Ketua Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia Provinsi Bali
10. Ketua Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia Pengurus Daerah
Bali
11. Ketua Palang Merah Indonesia (PMI) Bali
SUSUNAN KEANGGOTAAN TIM

Kelompok Kerja Surveilans Terpadu

KOORDINATOR Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Bali

ANGGOTA 1. Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali


2. Direktur Utama Rumah Sakit Umum Pusat Prof. dr. I.G.N.G Ngoerah
3. Kepala Dinas Pemajuan Masyarakat Adat Provinsi Bali
4. Kepala Balai Besar Veteriner Denpasar
5. Kepala KKP Kelas I Denpasar
6. Kepala Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas
Udayana
7. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota se-Bali
8. Direktur RSUD Kabupaten/Kota se-Bali
9. Kepala UPTD. Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Bali
SUSUNAN KEANGGOTAAN TIM

Kelompok Kerja Komunikasi, Informasi, dan Edukasi


KOORDINATO
Kepala Dinas Komunikasi, Informatika, dan Statistik Provinsi Bali
R

ANGGOTA 1. Kepala Dinas Pendidikan, Kepemudaan, dan Olahraga Provinsi Bali


2. Kepala Dinas Pemajuan Masyarakat Adat Provinsi Bali
3. Kepala Dinas PMD dan Dukcapil Provinsi Bali
4. Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Bali
5. Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Bali
6. Association of The Indonesian Tour and Travel Agencies (ASITA)
Provinsi Bali
7. Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Provinsi Bali
8. Ketua Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia Pengurus Daerah
Bali
9. Ketua Majelis Desa Adat Provinsi Bali
10. Ketua Majelis Ulama Indonesia Provinsi Bali
SUSUNAN KEANGGOTAAN TIM

Tim Respon Cepat


Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Dinas Kesehatan
KOORDINATOR
Provinsi Bali

ANGGOTA 1. Kepala Bidang Peternakan dan Kesehatan Hewan, Dinas Pertanian


dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali
2. Kepala Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular, Dinas
Kesehatan Provinsi Bali
3. Kepala Seksi Surveilans dan Imunisasi, Dinas Kesehatan Provinsi Bali
4. Kelompok Kerja Kesehatan Hewan, Dinas Pertanian dan Ketahanan
Pangan Provinsi Bali
5. Kelompok Kerja Kesehatan Masyarakat Veteriner, Dinas Pertanian dan
Ketahanan Pangan Provinsi Bali
6. Tim Laboratorium Balai Besar Veteriner Denpasar
7. Tim Laboratorium UPTD. Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Bali
TERIMA KASIH
SISTEM SURVEILANS KESEHATAN
MASYARAKAT NASIONAL

dr. Putu Cintya Denny Yuliyatni, MPH


Dep. KMKP – FK UNUD - 2022
DEFINISI SURVEILANS

• Kegiatan pengamatan yang sistematis dan terus menerus terhadap data dan
informasi tentang kejadian penyakit atau masalah kesehatan dan kondisi yang
mempengaruhi terjadinya peningkatan dan penularan penyakit atau masalah
kesehatan untuk memperoleh dan memberikan informasi guna mengarahkan
tindakan pengendalian dan penanggulangan secara efektif dan efisien
(Permenkes 45, 2014)

• Surveillance serves as the brain and nervous system for programs to


prevent and control disease (D.A Henderson, 1976)
SKEMA ALUR SURVEILANS
DASAR HUKUM SURVEILANS NASIONAL
• Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1116/Menkes/SK/VIII/2003 tentang
Pedoman Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Kesehatan

• Permenkes RI No.45 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Surveilans


Kesehatan

• tersedia data dan informasi secara teratur, berkesinambungan, serta valid


sebagai bagian dari proses pengambilan keputusan dalam upaya
kesehatan, baik lokal maupun nasional, serta memberikan kontribusi
terhadap komitmen global
TUJUAN SURVEILANS NASIONAL

• tersedianya informasi tentang situasi, kecenderungan penyakit, dan


faktor risikonya serta masalah kesehatan masyarakat dan
faktor-faktor
yang mempengaruhinya sebagai bahan pengambilan keputusan;
• terselenggaranya kewaspadaan dini terhadap kemungkinan
terjadinya
KLB/Wabah dan dampaknya;
• terselenggaranya investigasi dan penanggulangan KLB/Wabah; dan
• dasar penyampaian informasi kesehatan kepada para pihak yang
berkepentingan sesuai dengan pertimbangan kesehatan
Jenis – Jenis Surveilans
Berdasarkan Metode Pelaksanaan Berdasarkan Pola Pelaksanaan
• Surveilans Rutin Terpadu • Pola Kedaruratan (bencana)
• Surveilans Khusus • Pola Non-Kedaruratan
• Surveilans Sentinel
• Studi Epidemiologi Berdasarkan Kualitas Pemeriksaan
• Bukti Klinis
• Bukti Laboratorium
Berdasarkan Aktivitas Pengumpulan Data
• Aktif
Berdasarkan Bentuk Penyelenggaraan
• Pasif
• Berbasis indikator
• Aktif-Pasif • Berbasis kejadian
SASARAN PENYELENGGARAAN

1. Surveilans Penyakit Menular


2. Surveilans Penyakit Tidak Menular
3. Kesehatan Lingkungan dan Perilaku
4. Masalah Kesehatan
5. Kesehatan Matra
Surveilans Penyakit Menular
a. Surveilans penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi;
b. Surveilans penyakit demam berdarah;
c. Surveilans malaria;
d. Surveilans penyakit zoonosis;
e. Surveilans penyakit filariasis;
f. Surveilans penyakit tuberkulosis;
g. Surveilans penyakit diare;
h. Surveilans penyakit tifoid;
i. Surveilans penyakit kecacingan dan penyakit perut lainnya;
j. Surveilans penyakit kusta;
k. Surveilans penyakit frambusia;
l. Surveilans penyakit HIV/AIDS;
m. Surveilans hepatitis;
n. Surveilans penyakit menular seksual;dan
o. Surveilans penyakit pneumonia, termasuk penyakit infeksi saluran pernafasan akut berat (severe acute
respiratory infection).
Surveilans Penyakit Tidak Menular

a. Surveilans penyakit jantung dan pembuluh darah;


b. Surveilans diabetes melitus dan penyakit metabolik;
c. Surveilans penyakit kanker;
d. Surveilans penyakit kronis dan degeneratif;
e. Surveilans gangguan mental; dan
f. Surveilans gangguan akibat kecelakaan dan tindak kekerasan.
Surveilans Kesehatan Lingkungan

a. Surveilans sarana air bersih;


b. Surveilans tempat-tempat umum;
c. Surveilans pemukiman dan lingkungan perumahan;
d. Surveilans limbah industri, rumah sakit dan kegiatan lainnya;
e. Surveilans vektor dan binatang pembawa penyakit;
f. Surveilans kesehatan dan keselamatan kerja; dan
g. Surveilans infeksi yang berhubungan dengan fasilitas pelayanan
kesehatan.
Surveilans Kesehatan Matra

a. Surveilans kesehatan haji;


b. Surveilans bencana dan masalah sosial; dan
c. Surveilans kesehatan matra laut dan udara
Surveilans Masalah Kesehatan
a. Surveilans kesehatan dalam rangka kekarantinaan;
b. Surveilans gizi dan sistem kewaspadaan pangan dan gizi (SKPG);
c. Surveilans gizi mikro kurang yodium, anemia gizi besi, kekurangan vitamin A;
d. Surveilans gizi lebih;
e. Surveilans kesehatan ibu dan anak termasuk reproduksi;
f. Surveilans kesehatan lanjut usia;
g. Surveilans penyalahgunaan obat, narkotika, psikotropika, zat adiktif dan bahan
berbahaya;
h. Surveilans penggunaan obat, obat tradisional, kosmetika, alat kesehatan, serta
perbekalan kesehatan rumah tangga; dan
i. Surveilans kualitas makanan dan bahan tambahan makanan.
BENTUK INFORMASI SISTEM SURVEILANS
• Penyelenggaraan Surveilans Kesehatan dilakukan melalui pengumpulan data,
pengolahan data, analisis data, dan diseminasi sebagai satu kesatuan yang tidak
terpisahkan untuk menghasilkan informasi yang objektif, terukur, dapat
diperbandingkan antar waktu, antar wilayah, dan antar kelompok masyarakat sebagai
bahan pengambilan keputusan.
• Bentuk Informasi Sistem Surveilans:
a) besaran masalah;
b) faktor risiko;
c) endemisitas;
d) patogenitas, virulensi dan mutasi;
e) status KLB/Wabah;
f) kualitas pelayanan;
g) kinerja program; dan/atau
h) dampak program.
PENYELENGGARAAN SISTEM SURVEILANS
NASIONAL

• Penyelenggaraan Surveilans Kesehatan oleh Kementerian Kesehatan


meliputi wilayah negara dan/atau kawasan antar negara, dan pintu
masuk negara di pelabuhan, bandar udara, dan pos lintas batas darat
negara.
• Penyelenggaraan Surveilans Kesehatan oleh dinas kesehatan provinsi
meliputi seluruh wilayah kabupaten/kota termasuk kawasan dalam
suatu provinsi.
• Penyelenggaraan Surveilans Kesehatan oleh dinas kesehatan
kabupaten/kota meliputi seluruh wilayah kecamatan, desa/kelurahan
atau kawasan dalam suatu kabupaten/kota.
JEJARING DAN KOORDINASI SISTEM SURVEILANS
NASIONAL

1. Jaringan kerjasama antara unit-unit surveilans dengan penyelenggara


pelayanan kesehatan, laboratorium dan unit penunjang lainnya.
2. Jaringan kerjasama antara unit-unit Surveilans Kesehatan dengan
pusat-pusat penelitian dan kajian, program intervensi kesehatan dan
unit-unit surveilans lainnya
3. Jaringan kerjasama unit-unit Surveilans Kesehatan antara
kabupaten/kota, provinsi dan nasional.
4. Jaringan kerjasama unit surveilans dengan berbagai sektor terkait
nasional, bilateral negara, regional, dan internasional.
JEJARING DAN KOORDINASI SISTEM SURVEILANS
NASIONAL

• KEMITRAAN
1. Kemitraan lintas program di lingkungan sektor kesehatan sendiri
2. Kemitraan lintas sektor di lingkungan institusi pemerintah
3. Membangun kemitraan yang lebih luas, lintas program, lintas sektor, lintas
bidang dan lintas organisasi yang mencakup :
a) Unsur pemerintah,
b) Unsur swasta atau dunia usaha,
c) Unsur LSM dan organisasi masa
d) Unsur organisasi profesi.
BENTUK PENYELENGGARAAN SISTEM SURVEILANS NASIONAL

• BERBASIS INDIKATOR
• BERBASIS KEJADIAN
• SURVEILANS BERBASIS INDIKATOR: • SURVEILANS BERBASIS KEJADIAN:
dilakukan untuk memperoleh dilakukan untuk menangkap dan
gambaran penyakit, Faktor Risiko memberikan informasi secara cepat
dan masalah kesehatan dan/atau tentang suatu penyakit, Faktor
masalah yang berdampak terhadap Risiko, dan masalah kesehatan
kesehatan yang menjadi indikator dengan menggunakan sumber data
program dengan menggunakan selain data yang terstruktur
sumber data yang terstruktur
SURVEILANS BERBASIS INDIKATOR

• SUMBER DATA:

• YANG BERPERAN = DALAM SISTEM


CONTOH: SURVEILANS BERBASIS INDIKATOR
SURVEILANS BERBASIS KEJADIAN
Contoh: kejadian yang perlu Divalidasi
PERBEDAAN SURVEILANS BERBASIS INDIKATOR DAN KEJADIAN

Berbasis indikator Berbasis kejadian


Definisi • Presentasi klinis • …kejadian yang berpotensi risiko
• Karakteristik populasi • …kejaidan yang tidak biasa terjadi di populasi
• Berdasarkan kriteria laboratorium • …isu sensitif
• Spesifik
Ketepatan Waktu • Mingguan/bulanan • Semua kejadian harus dilaporkan ke sistem secepatnya
(beberapa mungkin secepatnya)
• Pelaporan real time
• Kemungkinan terlambat antara identifikasi
dan notifikasi
Yang berperan Termasuk dalam sistem Mungkin tidak diketahui

Struktur pelaporan • didefinisikan dengan jelas • Struktur tidak terdefinisikan


• Ada formulir pelaporan • Formulir pelaporan yang fleksibel untuk data kualitatif dan
kuantitatif
• Ada waktu (tanggal) pelaporan • Bisa dilaporkan kapan saja
• Ada tim yang melakukan analisis data • Ada tim yang melakukan konfirmasi kejadian dan
secara reguler persiapan untuk respon
Yang memicu respon Batas yang ditentukan sebelumnya (target) Kejadian yang terkonfirmasi

Respon Tergantung pada waktu antara identifikasi, Tergantung pada konfirmasi kejadian tetapi idealnya
pengumpulan data, dan analisis secepatnya
FORMAT TUGAS PRESENTASI SURVEILANS
KESEHATAN
• Pelajari salah satu SISTEM SURVEILANS KESEHATAN MASYARAKAT
• Buatlah PPT terkait surveilans yang dipelajari
• FORMAT:
• PENDAHULUAN (TERMASUK GAMBARAN PENYAKIT DI MASYARAKAT)
• ISI
• Pengumpulan data (definisi kasus, cara pengumpulan data kasus, termasuk data faktor risiko, alat
ukur: Form atau material lain)
• Alur pelaporan (penyelenggaran surveilans, jejaring, peran jejaring, alur pelaporan: tanggal,
metode)
• Hasil data (indikator data/bentuk informasi yang dihasilkan)
• Diseminasi hasil, Monitoring dan evaluasi
• PENUTUP (SIMPULAN SISTEM SURVEILANS)
• DAFTAR PUSTAKA
PEMBAGIAN TUGAS SURVEILANS

• KELOMPOK 1: Surveilans TB
• KELOMPOK 2: Surveilans DBD
• KELOMPOK 3: Surveilans RABIES
• KELOMPOK 4: Surveilans HIV
• KELOMPOK 5: Surveilans GIZI
• KELOMPOK 6: Surveilans Kesehatan Haji
• KELOMPOK 7: Surveilans Penyakit Tidak Menular
• KELOMPOK 8: SKDR (Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon)
APLIKASI SISTEM SURVEILANS KESEHATAN

dr. Putu Cintya Denny Yuliyatni, MPH


Dep. KMKP – FK UNUD - 2022
APLIKASI SISTEM SURVEILANS KESEHATAN

• Mempelajari tentang pelaksanaan surveilans kesehatan di komunitas


• Memberikan contoh penerapan surveilans kesehatan di komunitas
secara nyata dan dalam berbagai situasi kesehatan masyarakat
TUJUAN SURVEILANS
• Status kesehatan masyarakat --Memantau tingkat keparahan/besaran masalah, tren
penyakit
• Early warning system (SKD)--Mendeteksi wabah/KLB dan memantau respon
• Sebagai data dasar menetapkan prioritas masalah spesifik
• Sebagai data dasar merancang program --Memberikan informasi kepada stakeholder
terkait untuk pengambilan keputusan (perencanaan, evaluasi program)
• Alat untuk evaluasi intervensi dan program– dampak, respon
ATRIBUT SISTEM SURVEILANS
STRUKTUR FUNGSI
DETEKSI KASUS
ASPEK LEGAL
PENCATATAN DAN PELAPORAN
STRATEGI
ANALISIS DAN INTERPRETASI
STAKEHOLDER
KESIAPSIAGAAN
JEJARING
RESPON DAN UMPAN BALIK

KUALITAS SURVEILANS
DUKUNGAN KEGIATAN
KELENGKAPAN KETEPATAN PEDOMAN DAN STANDAR
KEGUNAAN PENERIMAAN PELATIHAN
FLEKSIBILITAS REPRESENTATIF FASILITAS KOMUNIKASI
KESEDERHANAAN SENSITIFITAS DUKUNGAN SARANA
SPESIFISITAS NILAI PREDIKTIF POSITIF MONITORING DAN EVALUASI
KORDINASI
CONTOH APLIKASI SISTEM SURVEILANS KESEHATAN DI
INDONESIA

• TB – SITB
• HIV – SIHA
• COVID-19 – NEW-ALL RECORD-19
• MALARIA – SISMAL
• HEPATITIS B,C – SIHEPI
• SISTEM KEWASPADAAN DINI DAN RESPON – SKDR
• …..dsb
SURVEILANS COVID-19
Perjalanan alamiah Covid-19
UPAYA PENCEGAHAN : 3 T

TEST TRACING TREATMENT


Kesiapsiagaan dan Tanggap Darurat Setiap Skenario Penularan COVID-19

Sumber : Modifikasi dari Critical preparedness, readiness and response actions for COVID-19, WHO, 16 Maret 2020
PEDOMAN PENANGGULANGAN COVID-19

TERMINOLOGI KASUS COVID-19 TERBARU :


1. KASUS SUSPEK
2. KASUS PROBABLE
3. KASUS TERKONFIRMASI

Definisi Operasional:
1. Kasus Suspek,
2. Kasus Probable,
3. Kasus Konfirmasi,
4. Kontak Erat,
5. Pelaku Perjalanan,
6. Discarded,
7. Selesai Isolasi, dan
8. Kematian.
KASUS SUSPEK
• Seseorang yang memiliki salah satu dari kriteria berikut:
a. Orang dengan Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)* DAN pada 14 hari
terakhir sebelum timbul gejala memiliki riwayat perjalanan atau tinggal di
negara/wilayah Indonesia yang
melaporkan transmisi lokal**.
b. Orang dengan salah satu gejala/tanda ISPA* DAN pada 14 hari terakhir
sebelum timbul gejala memiliki riwayat kontak dengan kasus
konfirmasi/probable COVID-19.
c. Orang dengan ISPA berat/pneumonia berat*** yang membutuhkan
perawatan di rumah sakit DAN tidak ada penyebab lain berdasarkan
gambaran klinis yang meyakinkan.
KASUS probable, konfirmasi dan kematian

• Kasus Probable
Kasus suspek dengan ISPA Berat/ARDS***/meninggal dengan gambaran klinis yang meyakinkan
COVID-19 DAN belum ada hasil pemeriksaan laboratorium RT-PCR.
• Kasus Konfirmasi
Seseorang yang dinyatakan positif terinfeksi virus COVID-19 yang dibuktikan dengan pemeriksaan
laboratorium RT-PCR.
Kasus konfirmasi dibagi menjadi 2:
a. Kasus konfirmasi dengan gejala (simptomatik)
b. Kasus konfirmasi tanpa gejala (asimptomatik)

• Kematian (REV-05)
Kematian COVID-19 untuk kepentingan surveilans adalah kasus konfirmasi/probable COVID-19 yang
meninggal.
Indikator Penanggulangan Pandemi
• Unit-unit yang melakukan pencatatan kasus COVID-19 diantaranya:
a. Puskesmas
b. Rumah sakit
c. Klinik dan fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) lainnya
d. Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP)
e. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
f. Laboratorium Kesehatan yang ditunjuk

• Aplikasi online yang sudah disiapkan sebagai sistem pencatatan dan pelaporan
COVID-19 adalah:
• All Record TC-19 (https://allrecordtc19.kemkes.go.id)
• Sistem Online Pelaporan Harian COVID-19 (https://s.id/laporhariancovid).
Penemuan Kasus
• Di Pintu Masuk Negara
• Dilakukan oleh KKP
• Kegiatan di pintu masuk negara meliputi upaya detect, prevent, dan respond terhadap 2019-nCoV di
pelabuhan, bandar udara, dan PLBDN.
• Di Wilayah
• Kasus yang baru diterima oleh Fasyankes (Puskesmas, RS, Klinik, atau fasyankes lain) dan atau Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota, baik dari kunjungan pasien atau hasil penelusuran kontak erat, harus
dicatat dan dilaporkan dalam formulir notifikasi penemuan kasus COVID-19
• Deteksi dini di wilayah dilakukan melalui peningkatan kegiatan surveilans rutin dan surveilans berbasis
kejadian yang dilakukan secara aktif maupun pasif. Kegiatan ini dilakukan untuk menemukan adanya
indikasi pasien dalam pengawasan 2019-nCoV yang harus segera direspon.
Pelacakan Kontak
Erat

Tahapan pelacakan yaitu


• identifikasi kontak (contact
identification),
• pencatatan detil kontak (contact listing)
dan
• tindak lanjut kontak (contact follow up).
IDENTITAS
INFORMASI KONTAK ERAT
INFORMASI PAPARAN
GEJALA
KOMORBID
STATUS PASIEN
PEMERIKSAAN LAB
25

INDIKATOR PENANGGULANGAN COVID – 19

• INDIKATOR LAJU PENULARAN


• PRIMER
• SEKUNDER
• INDIKATOR KAPASITAS RESPON
• PRIMER
• SEKUNDER
Kategori Definisi

Transmisi komunitas Insiden rendah dari kasus yang didapat secara lokal dan tersebar luas terdeteksi
Level 1 dalam 14 hari terakhir, dengan banyak kasus tidak terkait dengan kelompok tertentu;
transmisi dapat difokuskan pada sub-kelompok populasi tertentu.
Risiko infeksi rendah untuk populasi umum.

Level 2 Insiden moderat dari kasus yang didapat secara lokal dan tersebar luas yang
terdeteksi dalam 14 hari terakhir; penularan kurang terfokus pada sub kelompok
populasi tertentu. Risiko infeksi sedang untuk populasi umum.

Level 3 Insiden tinggi dari kasus yang didapat secara lokal dan tersebar luas dalam 14 hari
terakhir; penularannya meluas dan tidak terfokus pada sub kelompok populasi. Risiko
tinggi infeksi untuk populasi umum.

Level 4 Insiden yang sangat tinggi dari kasus yang didapat secara lokal dan tersebar luas
dalam 14 hari terakhir. Risiko infeksi yang sangat tinggi untuk populasi umum.
29
Situas
ional
Definisi

0 Situasi tanpa transmisi SARS-CoV-2, 28 hari sebelumnya. Sistem kesehatan dan


otoritas kesehatan masyarakat siap untuk merespons, tetapi tidak boleh ada
pembatasan aktivitas sehari-hari.
1 Situasi di mana langkah-langkah dasar dilakukan untuk mencegah penularan; atau
jika kasus sudah ada, epidemi sedang dikendalikan melalui tindakan efektif di sekitar
kasus atau kelompok kasus, dengan pembatasan lokal yang terbatas dan sementara
terhadap kehidupan sosial dan ekonomi.

2 Situasi dengan insiden komunitas yang rendah atau risiko penularan komunitas di
luar klaster. Tindakan tambahan mungkin diperlukan untuk mengendalikan
penularan; dengan pembatasan kegiatan sosial dan ekonomi.
3 Situasi penularan komunitas dengan kapasitas tambahan yang terbatas untuk
merespons dan risiko layanan kesehatan menjadi kewalahan. Kombinasi tindakan
yang lebih besar mungkin perlu dilakukan untuk membatasi penularan, mengelola
kasus, dan memastikan pengendalian epidemi.

4 Epidemi yang tidak terkontrol dengan kapasitas respon sistem kesehatan tambahan
yang terbatas atau tidak ada, sehingga memerlukan tindakan ekstensif untuk
menghindari layanan kesehatan yang kewalahan dan morbiditas dan mortalitas
yang berlebihan.
30
31
32
Pelaksanaan Surveilans Kewaspadaan Dini KLB di
KKP
• Kajian epidemiologi secara terus-menerus dan sistematis untuk
identifikasi ancaman KLB
• Memberikan peringatan kewaspadaan dini KLB
• Meningkatkan kewaspadaan dan kesiapsiagaan menghadapi ancaman
KLB
Kajian epidemiologi berdasarkan:
• IHR tentang penyakit lintas batas negara yang perlu diwaspadai
• Perkembangan penyakit berbagai negara yang berpotensi menular ke
Indonesia
• Perkembangan penyakit di Indonesia yang berpotensi menular ke negara
lain
• Surveilans berbasis data kunjungan, pemeriksaan orang, barang dan alat
angkut
• Surveilans berbasis data kesakitan di klinik KKP dan klinik lain di lintas batas
negara/wilayah
• Surveilans berbasis lingkungan (alat angkut dan sekitarnya)
• Jejaring surveilans KKP
SURVEILANS LABORATORIUM

• Surveilans kesehatan berdasarkan data klinis dan hasil pemeriksaan


laboratorium
• Meliputi:
• Penyakit tidak menular
• Penyakit menular
• Faktor risiko kesehatan lingkungan
• Vektor dan penyakit bersumber binatang (zoonosis)
• Dilaksanakan:
• Oleh Labkesmas Tk I-V dan jejaringnya
• Terprogram dalam SATU SEHAT
• Secara rutin (indikator) dan berdasarakan event (kejadian)

Fakultas Kedokteran UNUD


• Penyakit Tidak Penyakit Menular
Menular 1. Tuberkulosis 22. Sifilis
2. Malaria 23. Clamydia
1. Anemia
2. Hiperkolesterolemia 3. Demam berdarah 24. GO
4. Chikungunya 25. Leptospirosis
3. Hiperglikemia 26. Rabies
5. COVID-19
4. Hipotiroid pada bayi baru lahir 27. Antraks
6. Mers-Cov
5. Status kekebalan 7. Flu Burung 28. Pes
6. Hasil PA serviks 8. Salmonella typhosa 29. Taeniasis
9. HIV/AIDS 30. Brucelosis
10. Hepatitis 31. Riketsionis
11. Legionella 32. Toksoplasmosis
• Faktor risiko Kesehatan 12. Campak 33. Rotavirus
Lingkungan 13. Rubella 34. EBOLA
1. Air 14. Polio 35. Hanta virus
15. Difteri 36. Nipah Virus
2. Tanah
16. Pertusis 37. Hendra Virus
3. Udara
17. Tetanus 38. Helminthiasis
4. Pangan 39.
18. Japanese Encephalitis Pneumonia
19. Filariasis 40. Monkey Pox
5. Sarana dan bangunan
20. Kusta 41. Yellow Fever
6. Limbah 42. ZIKA
21. Frambusia
TUJUAN LABORATORIUM KESEHATAN MASYARAKAT

1. Meningkatkan akses layanan laboratorium bagi masyarakat


2. Tersedianya layanan laboratorium kesehatan yang berkualitas dan terjangkau
3. Mendukung surveilans kesehatan berbasis laboratorium dalam rangka menemukan arah
kebijakan penanggulangan penyakit dan berbagai faktor kesehatan
4. Membangun kesiapsiagaan laboratorium secara sistemik dalam menghadapi ancaman biologi
dan kejadian luar biasa
PERAN LABORATORIUM KESEHATAN MASYARAKAT

• Deteksi Dini
• Surveilans Penyakit Berbasis Laboratorium
Pencegahan penyakit
• Respon KLB (detect dan response)
• Penjaminan mutu laboratorium kesehatan di dan
wilayahnya
Peningkatan Kesehatan Masyarakat

Laboratorium kesehatan masyarakat berfokus pada penyakit dan status kesehatan kelompok populasi
melalui Pengujian diagnostik terbatas, pengujian dan surveilans penyakit serta memberikan dukungan
dalam tanggap darurat, penelitian terapan serta peningkatan kapasitas personel laboratorium (CDC, public
health laboratory)
SURVEILANS KUALITAS AIR MINUM RUMAH TANGGA (SKAMRT)

• SKAMRT = kegiatan rutin yang dilakukan oleh sektor kesehatan untuk


identitas risiko dan pengelolaan risiko pada sarana air minum,
memperoleh data dan informasi tentang kualitas air minum di tingkat
rumah tangga di Indonesia dan untuk intervensi praktik pengelolaan
air minum rumah tangga
• Pelaksana: Pengelola program kesehatan lingkungan - sanitarian
(Kemenkes RI – Dinkes Prov – Dinkes Kab – Puskesmas)
• Kegiatan: Inspeksi kesehatan lingkungan pada sarana air minum,
pengambilan sampel air dan uji kualitas air
Sampling SKAMRT

• Berbentuk survey epidemiologi setiap tahun


• Sampel adalah rumah tangga
• Metode sampling= multistage random sampling
• Di seluruh provinsi di Indonesia = 1 kabupaten = seluruh puskesmas
(200 sampel/kabupaten, dengan masing-masing puskesmas = 10-20 sampel)
• Pemeriksaan: Ecoli, Coliform, TDS, pH, Nitrat, Nitrit, Kromium
SURVEILANS KUALITAS AIR MINUM RUMAH TANGGA (SKAMRT)

• Penyusunan kebijakan dan strategi yang didasari bukti yang akurat dan
jelas dibutuhkan pengelolaan data kualitas air minum secara kontinue
melalui pemantauan rutin kualitas air minum
• Manfaat: menjadi advokasi pada pemangku kepentingan tentang
pentingnya perbaikan kualitas air minum
• Diharapkan daerah kabupaten mandiri melakukan survey dengan APBD
• Terintegrasi dengan program yang lain:
• Pengawasan air minum yang aman
• Rencana pengamanan air minum aman
• Implementasi Pilar 3 STBM
• Pengamanan air minum rumah tangga

Anda mungkin juga menyukai