Anda di halaman 1dari 46

10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori Asuhan Kebidanan

Tujuan utama asuhan kebidanan yaitu mengupayakan kesejahteraan

ibu dan bayinya. Asuhan kebidanan berfokus pada pencegahan, promosi

kesehatan, diberikan dengan cara yang kreatif, fleksibel, suportif, peduli,

bimbingan, monitor dan pendidikan berpusat pada perempuan, asuhan

berkesinambungan sesuai dengan keinginan serta menghormati pilihan

perempuan (Maritalia, 2012; h. 111-112).

1. Asuhan Kebidanan pada Ibu Hamil

Masa kehamilan dimulai dari konsepsi sampai lahirnya janin.

Lamanya hamil normal adalah 280 hari (40 minggu atau 9 bulan 7 hari)

dihitung dari hari pertama haid terakhir. Kehamilan dibagi menjadi dalam

3 triwulan yaitu triwulan pertama dimulai dari konsepsi sampai 3 bulan,

triwulan kedua dari bulan keempat sampai enam bulan, dan triwulan ketiga

dari bulan ketujuh sampi sembilan bulan (Saifuddin, dkk, 2006; h. 89).

Tujuan-tujuan asuhan antenatal yaitu memantau kemajuan

kehamilan untuk memastikan kesehatan ibu dan tumbuh kembang bayi,

meningkatkan dan mempertahankan kesehatan fisik, mental, dan sosial ibu

dan bayi, mengenali secara dini adanya komplikasi yang mungkin terjadi

selama hamil, mempersiapkan persalinan cukup bulan, melahirkan dengan

selamat untuk ibu maupun bayinya, mempersiapkan ibu agar masa nifas
berjalan normal dan ibu dapat memberi asi secara eksklusif,

mempersiapkan peran ibu dan keluarga dalam menerima kelahiran bayi

agar bayi dapat tumbuh kembang secara normal (Saifuddin, dkk, 2006; h.

90).

Menurut Varney dalam Sulistyawati (2009), proses manajemen

terdiri atas tujuh langkah yang berurutan, yang setiap langkah

disempurnakan secara periodik. Setiap langkah dalam manajemen

kebidanan akan dijabarkan, sebagai berikut:

a. Langkah I : Pengumpulan Data Dasar (Pengkajian)

Pada langkah pertama dikumpulkan semua informasi (data)

yang akurat dari semua sumber yang berkaitan dengan kondisi klien,

yang meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik dan tanda-tanda vital

sesuai dengan kebutuhannya.

1) Pengkajian Data Subjektif Ibu Hamil

Anamnesa adalah mendeteksi komplikasi-komplikasi dan

menyiapkan kelahiran dengan mempelajari keadaan kehamilan

dan kelahiran terdahulu, kesehatan umum dan kondisi sosial

ekonomi (Rukiyah, 2009; h.144).

Hal-hal yang dikaji dalam anamnesa meliputi biodata yang

mencakup identitas pasien. Biodata yang diperlukan yaitu nama,

umur, agama, pendidikan, pekerjaan, suku/bangsa, alamat,

keluhan utama, riwayat menstruasi, riwayat kesehatan klien,

riwayat obstetri yang lalu, riwayat ANC, pola pemenuhan

11
kebutuhan sehari-hari, serta pola psiko sosial spiritual dari klien

(Anggraini, 2010; h.134-135).

Pada studi kasus ini berfokus pada ibu hamil trimester III

yang perlu dilakukan pengkajian tentang persiapan persalinan,

tentang penolong persalinan, tempat bersalin, pendamping

persalinan, pendonor darah jika terjadi perdarahan, transportasi

jika diperlukan rujukan, dan persiapan biaya persalinan

(Kementerian Kesehatan RI, 2010). Serta menanyakan keluhan

mengenai tanda bahaya seperti perdarahan pervaginam karena

plasenta previa, solusio plasenta, gangguan pembekuan darah,

kaji mengenai perdarahan tersebut tentang sejak kapan keluar,

seberapa banyak, apakah ada gumpalan, dan tanyakan apakah

merasakan nyeri pada saat perdarahan. Tanyakan juga mengenai

tanda gejala preeklamsi atau eklamsi dengan dilakukan

pengkajian terhadap gejala yang timbul berupa adanya keluhan

nyeri kepala hebat, bengkak pada wajah, ekstremitas, dan

merasakan gangguan pada penglihatan. Selain perdarahan

pervaginam, keluarnya cairan pervaginam juga perlu diwaspadai

terjadinya ketuban pecah dini, tanyakan mengenai jumlah, warna

dan bau (Pantiawati, Saryono, 2010; 135-141).

Riwayat kesehatan sekarang dikaji mulai keluhan utama,

ditanyakan untuk mengetahui alasan klien datang apakah untuk

memeriksakan kehamilan atau untuk memeriksakan keluhan lain,

12
riwayat kesehatan personal yaitu riwayat kesehatan/penyakit yang

diderita sekarang dan dahulu, apakah klien mempunyai riwayat

penyakit menular atau keturunan seperti ada tidaknya masalah

kardiovaskuler, hipertensi, diabetes, malaria, PMS, HIV/AIDS,

riwayat kesehatan keluarga di perlukan untuk mengetahui

kemungkinan adanya pengaruh penyakit keluarga terhadap

gangguan kesehatan pasien dan bayinya (Sulistyawati, 2010; h.

166).

Riwayat kehamilan sekarang yaitu paritas klien, dituliskan

dengan G..P..A..dimana G adalah gravida atau jumlah kehamilan

sampai dengan kehamilan saat ini, P adalah paritas atau jumlah

kelahiran dan A adalah abortus yaitu berapa kali ibu pernah

mengalami abortus atau keguguran pada kehamilan sebelumnya,

HPHT (Hari Pertama Haid Terakhir) ditanyakan untuk

memperkirakan tanggal persalinan. Apabila siklus menstruasi 28

hari HPL (Hari Perkiraan Lahir) dapat dihitung dengan rumus

Naegle: hari pertama haid terakhir +7 -3 bulan +1 = tanggal

persalinan (untuk bulan baru atau bulan maret keatas) dan +7 +9

= tanggal persalinan (januari sampai dengan maret) (Mufdlilah,

2009; h. 11-14). Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang

lalu dikaji untuk mengetahui berapa kali ibu hamil, apakah pernah

abortus, jumlah anak, cara persalinan yang lalu, penolong

persalinan, keadaan nifas yang lalu. Riwayat perkawinan berapa

13
kali menikah, status menikah syah atau tidak, karena apabila

dalam menjalankan kehamilan tanpa status yang jelas akan

berkaitan dengan psikologinya (Sulistyawati, 2010; h. 168).

2) Pengkajian Data Objektif Ibu Hamil

Pengkajian data objektif meliputi pemeriksaan umum

(keadaan umum, tinggi badan, berat badan, LILA, dan tanda-

tanda vital), pemeriksaan head to toe, serta pemeriksaan

penunjang (Sulistyawati, 2011; h.138).

Pengukuran lingkar lengan atas (LiLA) dilakukan pada

kujungan pertama di trimester 1 untuk skrining ibu hamil beresiko

Kurang Energi Kronis (KEK) jika LiLA kurang dari 23,5 cm. Ibu

hamil dengan KEK beresiko melahirkan dengan bayi berat badan

lahir rendah (Kemenkes RI, 2012; h. 9). Pada ibu hamil

khususnya trimester III memeriksa adanya oedema pada mata

kaki untuk menilai adanya tanda-tanda preekalamsia. Dengan cara

menekan jari beberapa detik apabila terjadi cekung yang tidak

mudah pulih kembali berarti oedema positif dengan kategori

apabila positif (+)1 apabila cekung 2 mm, (+)2 apabila cekung 4

mm, (+)3 apabila cekung 6 mm, (+)4 apabila cekung 6 mm

(Mufdlilah, 2009; h. 20).

Menurut Kemenkes RI, 2012 dalam buku Pedoman

Pelayanan Antenatal Terpadu dikatakan pengukuran tinggi fundus

uteri pada setiap kali kunjungan antenatal dilakukan untuk

14
mendeteksi pertumbuhan janin sesuai atau tidak dengan umur

kehamilan dengan menggunakan pita ukur setelah kehamilan 24

minggu. Sedangkan untuk menentukan presentasi janin dilakukan

pada akhir trimester II dan selanjutnya setiap kali kunjungan

antenatal. Jika pada trimester III bagian bawah janin bukan kepala

atau kepala janin belum masuk ke panggul berarti ada kelainan

letak, panggul sempit atau ada gangguan lain. Untuk penilaian

denyut jantung janin (DJJ) dilakukan pada akhir trimester I dan

selanjutnya setiapkalikunjungan antenatal. DJJ lambat kurang dari

120 kali/menit atau DJJ cepat lebih dari 160 kali/menit

menunjukkan adanya gawat janin.

Palpasi abdomen menggunakan manuver Leopold I-IV

yaitu: leopold I untuk menentukan tinggifundus uteri dan bagian

janin yang terletak di fundus uteri, leopold II untuk menentukan

bagian janin pada sisi kiri dan kanan ibu, leopold III untuk

menentukan bagian janin yang terletak di bagian bawah uterus,

dan leopold IV untuk menentukan berapajauh masuknya janin

kepintu atas panggul (Kemenkes RI, 2013; h. 26).

Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan saat antenatal

meliputi pemeriksaaan golongan darah, pemeriksaan kadar

hemoglobin darah (Hb) untuk mengetahui ibu hamil tersebut

menderita anemia atau tidak selama kehamilannya (Kemenkes RI,

2012; h. 10). Menurut stoppard (2006; h. 49) sel darah merah

15
terdiri dari besi dan mengangkut oksigen, jika tes menunjukkan

jumlah sel darah merah rendah atau sel sel darah merah

kekurangan zat besi ibu hamil dianjurkan untuk mengonsumsi

makanan kaya zat besi dan minum tablet zat besi. Kekurangan zat

besi sejak sebelum kehamilan bila tidak diatasi dapet

mengakibatkan ibu hamil menderita anemia.

Pemeriksaan protein dalam urin dilakukan pada ibu hamil

untuk mengetahui adanya proteinuria dan urin produksi pada ibu

hamil karena proteinuria pada kehamilan beresiko terjadinya

preeklamsia. Pemeriksaan kadar gula darah dilakukan khususnya

bagi ibu hamil yang mempunyai riwayat keluarga diabetes atau

dicurigai menderita diabetes. Pemeriksaan HIV dan pemeriksaan

BTA dilakukan pada ibu hamil yang dicurigai menderita HIV dan

tuberkulosis sebagai pencegahan agar infeksi tidak mempengaruhi

kesehatan janin (Kemenkes RI, 2012; h. 11).

Kunjungan minimal yang dilakukan oleh ibu hamil adalah

4 kali. 1 kali pada trimester I, 1 kali pada trimester II dan 2 kali

pada trimester III. Kunjungan ini bertujuan untuk mendeteksi jika

ada penyulit atau komplikasi (Sulistyawati, 2011; h. 4). Pada ibu

hamil trimester III, diperlukan adanya penapisan resiko yang

sering terjadi berupa perdarahan pervaginam, sakit kepala hebat,

penglihatan kabur, bengkak di wajah dan ekstremitas, keluar

cairan pervaginam, dan gerakan janin tidak terasa. Pemeriksaan

16
USG untuk memastikan diagnosis perdarahan, periksa adanya

tanda gejala dari preeklamsi yaitu memeriksa tekanan darah,

protein urin, edema, protein urin. Jika ibu mengeluh keluar cairan

dari jalan lahir sebelum terjadinya proses persalinan, periksa

jumlah, warna dan bau, kaji tentang tanda infeksi, pastikan

gerakan janin masih ada dan DJJ reguler (Pantiawati, Saryono,

2010; 135-141).

b. Langkah II : Interpretasi Data Dasar

Interpretasi data dasar dapat dilakukan bila pengkajian telah

selesai data telah terkumpul semuanya sehingga dapat dirumuskan

diagnosa atau masalah yang spesifik. Diagnosa kebidanan adalah

diagnosa yang ditegakkan bidan dalam lingkup praktik kebidanan dan

memenuhi standar nomenklatur diagnosa kebidanan. Standar

nomenklatur kebidanan yaitu diagnosa yang diakui dan telah

disyahkan oleh profesi berhubungan langsung dengan praktik

kebidanan, memiliki ciri khas kebidanan, didukung oleh clinical

judgement dalam praktik kebidanan, dapat diselesaikan dengan

pendekatan manajemen kebidanan (Maritalia, 2012; h. 119)

c. Langkah III : Mengidentifikasi diagnosa atau masalah potensial dan

mengatasi penanganannya

Pada langkah ini bidan mengidentifikasi masalah potensial

atau diagnosa potensial berdasarkan diagnosa yang sudah

diidentifikasi, langkah ini membutuhkan antisipasi, bila

17
memungkinkan dilakukan pencegahan. Bidan dituntut untuk mampu

mengantisipasi masalah potensial dan merumuskan tindakan antisipasi

agar masalah atau diagnosa potensial tidak terjadi (Maritalia, 2012; h.

120).

d. Langkah IV : Menetapkan kebutuhan terhadap tindakan segera untuk

melakukan konsultasi, kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain

berdasarkan kondisi klien

Langkah ini berhubungan dengan proses manajemen

kebidanan, karena asuhan yang diberikan bersifat berkelanjutan atau

terus menerus. Dalam hal ini bidan harus mampu mengidentifikasi

kondisi setiap klien dalam kondisi tertentu untuk menentukan kepada

siapa konsultasi atau kolaborasi yang paling tepat dalam melakukan

manajemen asuhan kebidanan. Dalam rumusan ini tindakan segera

yang mampu dilakukan secara mandiri, secara kolaborasi atau bersifat

rujukan (Maritalia, 2012; h. 121-122).

Menurut Puji Rochjati (2005) dalam penilaian skor deteksi

kehamilan beresiko (terlampir), kehamilan dengan jumlah skor 6-10

termasuk kehamilan risiko tinggi dengan periksa kehamilan bidan atau

dokter, rujukan kehamilan bidan atau puskesmas, tempat persalinan

rumah, polindes, rumah sakit, penolong bidan. Kehamilan dengan

jumlah skor > 12 termasuk kehamilan risiko sangat tinggi dengan

periksa kehamilan ke dokter, rujukan kehamilan rumah sakit dan

penolong persalinan dokter.

18
e. Langkah V : Menyusun Rencana Asuhan yang Menyeluruh

Rencana asuhan yang menyeluruh meliputi rumusan antisipasi

terhadap klien seperti apa yang akan terjadi berikutnya, apakah

dibutuhkan penyuluhan, apakah perlu merujuk klien bila ada masalah-

masalah yang berkaitan dengan sosial ekonomi atau masalah

psikologis. Asuhan terhadap klien dilakukan secara komprehensif

yang bersifat rasional dan valid mencakup seluruh hal yang berkaitan

dengan setiap aspek asuhan kesehatan (Maritalia, 2012; h. 122).

f. Langkah VI : Pelaksanaan Langsung Asuhan dengan Efisien dan

Aman

Pada langkah ini rencana asuhan yang menyeluruh dilakukan

seluruhnya oleh bidan dengan kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain

dan klien itu sendiri karena bidan yang bertanggung jawab untuk

mengarahkan pelaksanaannya. Manajemen yang efisien dan aman

akan menyangkut waktu dan biaya serta meningkatkan mutu dan

asuhan klien (Maritalia, 2012; h. 123).

Menurut kemenkes RI (2012;h.8-13), dalam melakukan

pemeriksaan antenatal trimester III, tenaga kesehatan harus

memberikan pelayanan yang berkualitas sesuai standar terdiri dari:

1) Timbang berat badan dan ukur tinggi badan

Penimbangan berat badan pada trimester III bertujuan

untuk mengetahui kenaikan berat badan setiap minggu, kenaikan

19
berat badan pada trimester III yakni sebesar 0,4-0,5 kg atau 8-16

kg selama kehamilan.

Cara Menghitung Indeks Masa Tubuh

Berat Badan (Kg)


IMT=
Tinggi Badan (m) x Tinggi Badan (m)

Perbandingan berat badan dengan tinggi badan dalam IMT

dapat digunakan untuk penentuan status gizi ibu hamil. Penentuan

status gizi menggunakan IMT hanya berlaku untuk ibu hamil

kunjungan pertama pada kehamilan trimester I. Pengelompokkan

status gizi tersebut sebagai berikut:

Tabel 2.1 Kategori Indeks Masa Tubuh (IMT)


IMT Status Gizi
< 17,0 Sangat Kurus
17,0-18,4 Kurus
18,5-25,0 Normal
25,1-27,0 Gemuk
>27,0 Sangat Gemuk
Sumber: [VCD] Turorial Layanan Antenatal Care (10T); 2015

Apabila terjadi kenaikan berat badan berlebih pada ibu

dapat menyebabkan resiko bayi besar (Makrosomia) dan

merupakan gejala penyakit diabetes melitus pada ibu hamil.

Sedangkan penurunan berat badan berlebih berbahaya karena

menyebabkan janin tidak berkembang dan ibu hamil akan kurang

gizi sehingga mengalami anemia (Mandriwati, 2008; h. 33).

Selain adanya pengaruh kenaikan berat badan ibu waktu hamil,

faktor pengukuran tinggi badan juga berpengaruh terhadap proses

persalinan. Pengukuran tinggi badan pada pertama kali kunjungan

20
dilakukan untuk menapis adanya faktor risiko pada ibu hamil.

Tinggi badan ibu hamil kurang dari 145 cm meningkatkan risiko

untuk terjadinya Cephalo Pelvic Disproportion (CPD)( Kemenkes

RI, 2012).

2) Ukur lingkar lengan atas

Tujuan mengukur lingkar lengan bagian atas untuk

menilai status gizi ibu hamil. Ukuran lingkar lengan yang normal

adalah 23,5 cm, bila lingkar lengan ibu kurang dari 23,5 berarti

status gizi ibu kurang atau KEK. Ibu hamil dengan KEK dapat

melahirkan bayi berat bayi lahir rendah (BBLR).

Pengukuran dilakukan pada lengan yang tidak aktif

digunakan sehari-hari karena tangan yang aktif digunakan

cenderung memiliki ukuran yang lebih besar (Mandriwati, 2008.

H;113)

3) Ukur tekanan darah

Tekanan darah perlu diukur untuk mengetahui

perbandingan nilai dasar selama masa kehamilan.Tekanan darah

diukur harus dalam keadaan rileks. Tekanan darah normal yaitu

110/80-140/90 mmHg, tekanan darah yang sesuai diperlukan

untuk mempertahankan fungsi plasenta, tetapi tekanan darah

140/90 mmHg pada saat awal pemeriksaan dapat

mengidentifikasikan adanya potensi hipertensi dan membutuhkan

pemantauan ketat selama kehamilan (Asrinah, dkk, 2010. h;130).

21
4) Ukur tinggi fundus uteri

Pengukuran tinggi fundus pada setiap kali kunjungan

antenatal dilakukan untuk mendeteksi pertumbuhan janin sesuai

atau tidak dengan umur kehamilan, normalnya TFU sesuai

dengan usia kehamilan.

Tinggi Fundus uteri dapat juga untuk menentukan Tafsiran

Berat Janin dengan menggunakan Rumus Johnson Toshack

namun dapat digunakan hanya untuk janin presentasi kepala yaitu

(tinggi fundus uteri dalam cm-n) x 155= berat (gram). Bila kepala

belum masuk pintu atas panggul n= 12, jika sudah masuk pintu

atas panggul n=11. Sedangkan menentukan umur kehamilan

dalam bulan menggunakan Rumus Mc. Donald yaitu dengan cara

jarak fundus dalam cm dibagi 3, 5 (Saifuddin, 2008; h. 93).

5) Tentukan Presentasi Janin dan denyut jantung janin (DJJ)

Menentukan presentasi janin dilakukan pada akhir

trimester II an selanjutnya dilakukan setiap kali kunjungan

antenatal, untuk menentukan presentasi janin dilakukan dengan

palpasi abdomen, teknik pelaksanaan palpasi menurut Leopold

terdapat 4 tahap yaitu a) Leopold 1, untuk menentukan bagian

janin yang berada di fundus, pada bagian fundus normalnya

teraba bagian bulat lunak dan bila ditekan tidak terasa lentingan

(bokong);b) Leopold II, untuk menentukan bagian-bagian janin

yang berada pada bagian samping kanan dan kiri, normalnya pada

22
salah samping kanan atau kiri teraba bagian datar dan memanjang

(punggung) dan teraba bagian-bagian kecil janin (ekstremitas); c)

Leopold III, untuk menentukan bagian yag berada di bawah

uterus, pada bagian bawah uterus normalnya teraba bagian bulat,

keras dan bila digoyangkan ada lentingan (kepala); d) Leopold

IV, untuk memastikan bagian terbawah janin sudah masuk pintu

atas panggul atau belum (Mandriwati, 2008; h. 89-92).

Selain menentukan presentasi janin perlu dilakukan

penilaian denyut jantung janin, normal atau tidaknya denyut

jantung janin ditentukan oleh irama dan frekuensi. Janin dalam

keadaan sehat bila bunyi jantungnya teratur dan frekuensinya

berkisar antara 120-140 x/menit (Mandriwati, 2008; h.103).

6) Beri Imunisasi Tetanus Toksoid (TT)

Untuk mencegah tetanus neonatorum ibu hamil harus

mendapatkan imunisasi TT. Pada kontak pertama ibu hamil di

skrining status imunisasi-nya. Pemberian imunisasi TT pada ibu

hamil harus disesuaikan dengan status imunisasi ibunya

(Kemenkes RI, 2012).

Tabel 2.2 Skrining Imunisasi TT


Riwayat Imunisasi Ibu Imunisasi
Status Imunisasi
Hamil yang Didapat
DPT-Hb1
Imunisasi Dasar Lengkap DPT-Hb2 T1 & T2
DPT-Hb3
Anak Sekolah kelas 1 SD DT T3
Kelas 2 SD Td T4
Kelas 3 SD Td T5
Calon Pengantin, Masa TT - Jika ada status T

23
Hamil di atas yang tidak
terpenuhi
- Lanjutkan T
yang belum
terpenuhi
- Perhatikan
interval
pemberian
Sumber: [VCD] Turorial Layanan Antenatal Care (10T); 2015

Dengan status imunisasi dasar dan SD lengkap artinya ibu

mendapat perlindungan selama 25 tahun. Apabila pada saat

skrining ibu tidak ingat status imunisasi saat bayi, maka skrining

dihitung mulai imunisasi saat BIAS, berarti baru terhitung status

imunisasi T3, selanjutnya dilengkapi dengan imunisasi capeng

menjadi status imunisasi T4 dan interval 1 tahun diberikan

imunisasi TT menjadi status imunisasi T5.

7) Beri Tablet Tambah Darah (Tablet Fe)

Tujuan pemberian tablet Fe adalah untuk memenuhi

kebutuhan Fe pada ibu hamil, karena pada masa kehamilan

kebutuhannya meningkat seiring dengan pertumbuhan janin. Cara

pemberian adalah satu tablet Fe per hari sebelum tidur, selama

masa kehamilan sebanyak 90 tablet. Efek samping dari

mengkonsumsi tablet Fe adalah mual dan tinja berubah menjadi

berwarna kehitaman (Pantiawati dan Saryono, 2010; h.11).

8) Pemeriksaan laboratorium (rutin dan khusus)

Pemeriksaan laboratorium dibagi menjadi dua yaitu

Pemeriksaan laboratorium rutin meliputi pemeriksaan golongan

24
darah dan kadar hemoglobin darah (Hb), danpemeriksaan

laboratorium khusus meliputi pemeriksaan protein urine dan urine

produksi, kadar gula darah, pemeriksaan malaria, tes sifilis, HIV

(Human Immuno Deficiency Virus), BTA (Kemenkes RI, 2012).

9) Tata laksana/penanganan khusus

Berdasarkan hasil pemeriksaan antenatal diatas dan hasil

pemeriksaan laboratorium, setiap kelainan yang ditemukan pada

ibu hamil harus ditangani sesuai dengan standar dan kewenangan

tenaga kesehatan. Kasus-kasus yang tidak dapat ditangani dirujuk

sesuai dengan sistem rujukan(Kemenkes RI, 2012).

10) Temu Wicara (Konseling) termasuk P4K

Konseling yang dilakukan setiap kali kunjungan antenatal

yang meliputi :

a) Tanda bahaya kehamilan, setiap ibu hamil diperkenalkan

tanda-tanda bahaya selama kehamilan, persalinan dan nifas

misalnya pada saat hamil mengalami perdarahan pervaginam,

sakit kepala yang hebat, penglihatan kabur, bengkak di wajah

dan jari-jari tangan dan gerakan janin tidak terasa

b) Asupan gizi seimbang, ibu hamil perlu meningkatkan asupan

energinya sebesar 300 kalori per hari. Tambahan energi ini

bertujuan untuk memasok kebutuhan ibu dalam memenuhi

kebutuhan janin, ibu hamil seharusnya mengkonsumsi

makanan yang mengandung protein, zat besi dan minum

25
cukup cairan karena pada 20 minggu terakhir kehamilan janin

mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang sangat

pesat

c) Kebutuhan Eliminasi, Keluhan yang sering muncul pada ibu

hamil berkaitan dengan eliminasi adalah konstipasi dan

sering buang air kecil, untuk mengatasi keluhan sering

kencing ibu dapat mengurangi minum di malam hari dan

buang air kecil terlebih dahulu sebelum tidur di malam hari

d) Pola istirahat dan tidur, ibu hamil dianjurkan untuk tidur pada

malam hari kurang lebih 8 jam dan istirahat dalam keadaan

rilaks pada siang hari selama 1 jam. Istirahat dan tidur perlu

diperhatikan dengan baik karena dapat mempengaruhi

pertumbuhan dan perkembangan janin

e) Body Mekanik, seiring dengan bertambahnya usia kehamilan,

tubuh akan mengalami perubahan tulang punggung yang

bertambah lordosis karena pembesaran rahim, kejang otot

karena tekanan terhadap akar saraf di tulang belakang,

penambahan ukuran payudara, kadar hormon yang meningkat

menyebabkan kartilago di dalam sendi-sendi besar menjadi

lembek, keletihan, dan sikap tubuh yang kurang baik saat

mengangkat atau mengambil barang.

f) Kebutuhan hubungan seksual, diperbolehkan sampai akhir

kehamilan dengan ketentuan tidak ada keluhan, dan tidak

26
diperbolehkan jika ketuban sudah pecah dan serviks telah

membuka

g) Senam hamil, dimulai pada umur kehamilan 22 minggu

ditujukkan bagi ibu hamil normal tanpa penyulit, kegunaan

senam hamil untuk mempersiapkan dan melatih otot- otot

sehingga dapat berfungsi secara optimal dalam persalinan

normal serta mengimbangi perubahan titik berat tubuh

Menurut penelitian yang dikaji oleh Dwianita,

Priyatno, dan Puji yang berjudul “Pengaruh Senam Hamil

terhadap Denyut Jantung Janin di Puskesmas Sumowono

(2013)” menunjukkan dengan melakukan senam hamil yang

teratur dapat meningkatkan kesejahteraan denyut jantung

janin pada ibu hamil.

h) Persiapan persalinan, dilakukan agar jika terjadi suatu hal

yang tidak diinginkan atau persalinan maju dari hari

perkiraan, semua perlengkapan yang dibutuhkan sudah siap

(Kusmiyati, 2010; h. 103-126)

g. Langkah VII : Mengevaluasi

Pada langkah terakhir ini mengevaluasi keefektifan dari asuhan

yang telah diberikan meliputi pemenuhan kebutuhan apakah sudah

terpenuhi sesuai kebutuhan dalam diagnosa dan masalah klien yang

telah ditetapkan sebelumnya. Karena manajemen asuhan ini

merupakan suatu kegiatan yang berkesinambungan maka perlu

27
mengulang kembali dari awal setiap asuhan yang tidak efektif melalui

manajemen untuk mengidentifikasi mengapa proses manajemen tidak

efektif kemudian melakukan penyesuaian terhadap rencana asuhan

tersebut (Maritalia, 2012; h. 123-124).

Menurut Kepmenkes No. 938 tentang Standar Asuhan

Kebidanan kriteria pencatatan asuhan kebidanan dilakukan segera

setelah melaksanakan asuhan pada formulir yang tersedia (Rekam

medis/ KMS/ Status pasien/ buku KIA) dan ditulisdalam bentuk

SOAP yaitu S adalah data subjektif, mencatat hasil anamnesa. O

adalah data objektif, mencatat hasil pemeriksaan. A adalah hasil

analisa, mencatat diagnosa dan masalah kebidanan. P adalah

penatalaksanaan, mencatat seluruh prencanaan dan penatalaksanaan

yang sudah dilakukan seperti tindakan antisipatif, tindakan segera,

tindakan secara komprehensif seperti penyuluhan, dukungan,

kolaborasi, evaluasi dan rujukan.

2. Asuhan Kebidanan pada Ibu Bersalin

Persalinan adalah proses dimana bayi, plasenta dan selaput

ketuban keluar dari uterus ibu. Persalinan dianggap normal jika

prosesnya terjadi pada usia kehamilan cukup bulan atau setelah 37

minggu tanpa disertai adanya penyulit (JNPK-KR, 2008; h. 37).

Dasar asuhan persalinan normal yaitu asuhan yang bersih dan

aman selama persalinan dan setelah bayi lahir, serta upaya pencegahan

komplikasi terutama perdarahan pasca persalinan, hipotermia, dan

28
asfiksia bayi baru lahir. Tujuan asuhan persalinan normal yaitu

mengupayakan kelangsungan hidup dan mencapai derajat kesehatan yang

tinggi bagi ibu dan bayinya, mealui berbagai upaya yang teritegrasi dan

lengkap serta intervensi minimal sehingga prinsip dan kualitas pelayanan

dapat terjaga pada tingkat yang optimal (Syaifuddin, dkk, 2009; h. 334).

a. Persalinan Kala I

Kala pembukaan yang berlangsung antara pembukaan 0-10 cm

(pembukaan lengkap). Proses ini terbagi menjadi dua fase, yaitu fase

laten dimana serviks membuka sampai 3 cm dan fase aktif sampai

dimana serviks membuka dari 3-10 cm, serta kontraksi yang terjadi

lebih kuat. Lama kala I untuk primigravida berlangsung 12 jam

sedangkan untuk multigravida sekitar 8 jam (Sulistyawati dan

Nugraheny, 2010; 7-9).

1) Data Subjekif

Keluhan pada ibu bersalin ditanyakan untuk mengetahui

alasan pasien datang ke pelayanan kesehatan. Pada kasus

persalinan, informasi yang harus didapat dari pasien adalah kapan

mulai terasa ada kencang-kencang di perut, bagaimana intensitas

dan frekuensinya, apakah ada pengeluaran cairan dari vagina yang

bebeda dari air kemih, apakah sudah ada pengeluaran cairan dari

vagina yang berbeda dari air kemih, apakah sudah ada

pengeluaran lendir yang disertai darah, serta pergerakan janin

untuk memastikan kesejahteraannya (Sulistyawati, 2010; h. 221).

29
2) Data Objektif

Pasien dikatakan dalam tahap persalinan kala I, jika sudah

terjadi pembukaan serviks, dan kontraksi terjadi teratur minimal

dua kali dalam 10 menit selama 40 detik. Kontraksi lebih kuat dan

sering terjadi selama fase aktif. Lamanya kala I untuk

primigravida berlangsung 12 jam sedangkan pada multigravida

sekitar 8 jam. Keadaan umum baik, kesadaran komposmentis,

tekanan darah, nadi, suhu, RR dalam batas normal, pemeriksaan

fisik normal tidak ada kelainan, pemeriksaan leopold, TFU dan

TBJ sesuai usia kehamilan, kontraksi uterus sering dan teratur,

DJJ normal, pemeriksaan dalam, palpasi kandung kemih.

3) Analisa

Dalam menentukan diagnosa ibu, bidan perlu megkaji

paritas ibu yaitu riwayat reproduksi seorang wanita yang

berkaitan dengan kehamilannya (jumlah kehamilan), dibedakan

menjadi primigravida (hamil pertama kali) dan multigravida

(hamil kedua atau lebih). Sebagai contoh: Primigavida (G1P0A0)

yaitu G1 (gravida 1) berarti kehamilan yang pertama, P0 (partus

nol ) berarti belum pernah partus/melahirkan, A0 (abortus nol)

berarti belumpernah mengalami abortus. Multigravida (G3P1A1)

yaitu G3 (gravida 3) berarti kehamilan yang ketiga, P1 (partus 1)

berarti sudah pernah mengalami partus satu kali, A1 (abortus 1)

berarti sudah pernah mengalami abortus satu kali. Usia kehamilan

30
(dalam minggu), kala dan fase persalinan, keadaan janin normal

atau tidak (Sulistyawati, 2010; h. 228-229).

4) Penatalaksanaan

Asuhan yang diberikan pada kala I yakni :

Sapa ibu dengan ramah dan sopan, memberikan dukungan

penuh selama persalinan dan kelahiran bayi agar merasa nyaman.

Jika ibu tegang atau gelisah, anjurkan untuk menarik napas

perlahan dan dalam. Minta ibu untuk mengosongkan kandung

kemihnya, beri keleluasaan untuk mobilisasi ke kamar mandi.

Mengatur posisi yang nyaman bagi ibu yaitu miring ke kiri atau

jalan-jalan jika ibu masih kuat dan ketuban masih utuh. Anjurkan

suami dan anggota keluarga ibu untuk hadir dan memberikan

dukungannya. Memberikan pemenuhan cairan dan nutrisi ibu.

Memijat punggung, kaki atau kepala ibu dan mengajarkan cara

relaksasi untuk mengurangi nyeri selama persalinan.

Sesuai penelitian yang dilakukan oleh Moh. Wildan,

Jamhariyah, Yuniasih Purwaningrum di BPS Wilayah Puskesmas

Patrang pada tahun 2012 yang berjudul “Pengaruh Tehnik

Relaksasi Terhadap Adaptasi Nyeri Persalinan Ibu Bersalin KalaI

Fase Aktif” dengan hasil teknik relaksasi berpengaruh terhadap

adaptasi nyeri persalinan kala I pada di BPS Wilayah Kerja

Puskesmas Patrang Kabupaten Jember.

31
Menurut Marmi (2012; h.179) Memberitahu ibu posisi

persalinan, posisi melahirkan diberikan sebelum persalinan

dengan tujuan untuk memberikan kenyamanan, mempermudah

dan memperlancar proses persalinan dan mempercepat kemajuan

persalinan.

b. Persalinan Kala II

Kala pengeluaran bayi, dimulai dari pembukaan lengkap

sampai bayi lahir. Proses ini biasanya berlangsung 2 jam pada

primigravida dan 1 jam pada multigravida (Sulistyawati dan

Nugraheny, 2010; 7-9).

1) Data Subjekif

Data ini yang mendukung bahwa pasien dalam persalinan

kala II adalah ibu mengatakan ingin meneran seperti ingin BAB

yang tidak bisa ditahan. Ibu mengatakan rasa sakit semakin sering

dan kuat di perut bagian bawah. Ibu tampak gelisah dan keluar

keringat banyak. Keinginan meneran ibu dipengaruhi oleh dua

kekuatan yaitu his dan meneran yang mendorong janin ke bawah

dan menimbulkan keregangan yang bersifat pasif. Kekuatan his

menimbulkan putaran paksi dalam, penurunan bagian terendah

akan menekan serviks dimana terdapat fleksus frankenhauser

yang menyebabkan refleks untuk meneran (Sulistyawati dan

Nugraheny, 2010; h. 28).

32
2) Data Objektif

Menurut Kemenkes RI (2008; h. 75) tanda dan gejala kala

II persalinan adalah ibu merasa ingin meneran bersamaan dengan

terjadinya kontraksi, his semakin kuat dengan interval 2-3 menit

dengan durasi 50-100 detik, kontraksi frekuensi lebih dari 3x

dalam 10 menit, DJJ kuat dan teratur, keadaan umum ibu baik,

kesadaran komposmentis, tanda-tanda vital dalam batas normal,

pemeriksaan dalam meliputi: vulva dan anus membuka, perineum

menonjol, porsio tidak teraba, pembukaan 10 cm, ketuban pecah

dengan warna air ketuban jernih, presentasi kepala, penurunan

kepala di hodge IV.

3) Analisa

Diagnosa potensial pada kala II persalinan ditegakkan

berdasarkan hasil data yang didapatkan. Sebagai contoh diagnosa

pada kasus persalinan normal yaitu dituliskan dengan “Ny. X

P1A0 dalam persalinan kala II normal” (Sulistyawati, 2010; h.

234).

4) Penatalaksaan

Asuhan kala II menurut Asuhan Persalinan Normal (APN)

(terlampir) meliputi:

Memberi kesempatan suami atau keluarga untuk

mendampingi ibu saat proses bersalin dan memberi dukungan

kepada ibu selama proses persalinan. Menurut penelitian yang

33
dikaji oleh Ni Made, Marhaeni, Adnyawati (2012) yang berjudul

“Pengaruh Dukungan Suami terhadap Lama Persalinan Kala II di

Rumah Sakit Umum Kabupaten Buleleng” menunjukkan ada

pengaruh dukungan suami terhadap lama persalinan kala II yang

menyebabkan lama persalinan dua sampai tiga kali lebih cepat.

Sehingga diharapkan pada proses persalinan senantiasa

melibatkan dan memfasilitasi suami dalam membantu

memberikan asuhan persalinan.

Mendengar dan melihat adanya tanda persalinan kala II,

meliputi ibu merasa ingin meneran, adanya tekanan pada rectum

vagina, perineum menonjol, vulva-vagina dan sfingter ani

membuka, meningkatnya pengeluaran lendir bercampur darah

(Marmi, 2012;h.169). Pastikan kelengkapan peralatan persalinan

termasuk mematahkan ampul oksitosin. Memakai celemek plastik

dan cuci tangan, menggunakan sarung tangan DTT pada tangan

kanan yang akan digunakan untuk periksa dalam. Mengambil alat

suntik dengan tangan yang bersarung tangan, masukkan oksitosin

dan letakan kembali kedalam wadah. Membersihkan vulva dan

perineum dengan kapas basah yang telah dibasahi oleh air matang

(DTT), dengan gerakan vulva ke perineum, melakukan

pemeriksaan dalam, pastikan pembukaan sudah lengkap.

Mencelupkan tangan kanan yang bersarung tangan ke dalam

larutan klorin 0,5%, membuka sarung tangan dalam keadaan

34
terbalik dan merendamnya dalam larutan klorin 0,5%. Memeriksa

denyut jantung janin setelah kontraksi uterus selesai, pastikan DJJ

dalam batas normal (120 – 160 x/menit). Memberitahu ibu

pembukaan sudah lengkap dan keadaan janin dan meminta ibu

untuk meneran saat ada his apabila ibu sudah merasa ingin

meneran. Menjelaskan ibu dan keluarga tahap persalinan

selanjutnya, dan membimbing ibu menyiapkan posisi yang

nyaman, meminta bantuan keluarga untuk menyiapkan posisi ibu

untuk meneran (pada saat ada his, bantu ibu dalam posisi

setengah duduk atauposisi yang ibu anggap nyaman).

Melakukan pimpinan meneran saat ibu mempunyai

dorongan yang kuat untuk meneran. Memberi dukungan kepada

ibu serta memimpin meneran yang benar, dan memberikan

kesempatan ibu untuk istirahat disela meneran saat his berkurang,

serta memberi makan dan minum agar ibu tidak kekurangan

energy. Meletakan handuk bersih (untuk mengeringkan bayi) di

perut ibu, jika kepala bayi telah membuka vulva dengan diameter

5 – 6 cm. Meletakan kain bersih yang dilipat 1/3 bagian bawah

bokong ibu.

Membuka partus set dan memperhatikan kembali

kelengkapan alat dan bahan, memakai sarung tangan DTT pada

kedua tangan. Saat kepala janin terlihat pada vulva dengan

diameter 5-6 cm, memasang handuk bersih pada perut ibu untuk

35
mengeringkan bayi janin pada perut ibu, melakukan perasat

stenan (perasat untuk melindungi perineum dengan satu tangan,

dibawah kain bersih dan kering, ibu jari pada salah satu sisi

perineum dan 4 jari tangan pada sisi yang lain dan tangan yang

lain pada belakang kepala bayi. Tahan belakang kepala bayi agar

posisi kepala tetap fleksi pada saat keluar secara bertahap

melewati introitus dan perineum). Memeriksa adanya lilitan tali

pusat dan menunggu hingga kepala janin selesai melakukan

putaran paksi luar secara spontan, setelah kepala melakukan

putaran paksi luar, pegang secara biparental. Dengan lembut

gerakan kepala kearah bawah dan distal hingga bahu depan

muncul dibawah arkus pubis dan kemudian gerakan arah atas dan

distal untuk melahirkan bahu belakang. Setelah bahu lahir, geser

tangan bawah kearah perineum ibu untuk menyanggah kepala,

lengan dan siku sebelah bawah. Gunakan tangan atas untuk

menelusuri dan memegang tangan dan siku sebelah atas. Setelah

badan dan lengan lahir, tangan kiri menyusuri punggung kearah

bokong dan tungkai bawah janin untuk memegang tungkai bawah

(selipkan jari telunjuk tangan kiri diantara kedua lutut janin).

Melakukan penilaian awal bayi baru lahir, mengeringkan tubuh

bayi mulai dari muka, kepala dan bagian tubuh lainnya kecuali

bagian tangan tanpa membersihkan verniks. Ganti handuk basah

dengan handuk/kain yang kering.Membiarkan bayi atas perut ibu

36
dan memberikan kesempatan ibu untuk makan dan minum

(Kemenkes RI, 2008).

c. Persalinan Kala III

Waktu untuk pelepasan dan pengeluaran plasenta. Setelah kala

II yang berlangsung tidak lebih dari dari 30 menit, kontraksi uterus

berhenti sekitar 5-10 menit (Sulistyawati dan Nugraheny, 2010; 7-9).

1) Data Subjekif

Data ini didapatkan dari respon dan keluhan pasien yaitu

pasien mengatakan bahwa bayinya telah lahir, pasien mengatakan

bahwa plasentanya belum lahir, pasien mengatakan perut bagian

bawahnya terasa mules.

2) Data Objektif

Data ini dilihat berdasarkan bayi lahir secara spontan per

vaginam, normal atau ada kelainan, menangis spontan kuat, kulit

warna kemerahan. Plasenta belum lahir, tidak teraba janin kedua,

teraba kontraksi uterus.

3) Analisa

Diagnosa dituliskan dengan “P2A0 partus kala III”jika

persalinannya yang pertama kali dengan dasar bayi lahir spontan

pervaginam, gemelli atau tunggal, plasenta belum lahir, terdapat

tanda-tanda pelepasan plasenta yaitu uterus naik dan berbentuk

bulat, tali pusat bertambah panjang, dan terdapat semburan darah

(Handayani, 2012; h. 94).

37
4) Penatalaksanaan

Asuhan Manajemen aktif kala III meliputi :

Memberi selamat kepada ibu atas kelahiran bayinya.

Memeriksa kembali uterus untuk memastikan tidak ada lagi bayi

dalam uterus. Memberitahu ibu bahwa akan disuntik oksitosin

agar uterus berkontraksi baik dan mencegah perdarahan, dalam

waktu satu menit setelah bayi lahir suntikan oksitosin 10 unit IM

(intramaskuler) di 1/3 paha atas bagian distal lateral (lakukan

aspirasi sebelum menyuntikan oksitosin). Setelah 2 menit pasca

persalinan, jepit tali pusat dengan klem kira-kira 3 cm dari pusat

bayi. Mendorong isi tali pusat ke arah distal (ibu) dan jepit

kembali tali pusat pada 2 cm distal dari klem pertama, Dengan

satu tangan. Pegang tali pusat yang telah dijepit (lindungi perut

bayi), dan lakukan pengguntingan tali pusat diantara 2 klem

tersebut, ikat tali pusat dengan benang DTT atau steril pada satu

sisi kemudian melingkarkan kembali benang tersebut dan

mengikatnya dengan simpul kunci pada sisi lainnya.

Memberi kesempatan ibu dan bayi untuk kontak kulit dan

melakukan Inisiasi Menyusui Dini (IMD) , selimuti dengan kain

hangat dan memasang topi di kepala bayi. Berdasarkan penelitian

Setyawati P, Puspita D (2013), bahwa Inisiasi Menyusu dini

(IMD) dapat mempercepat pengeluaran plasenta dikarenakan

sentuhan dan isapan pada payudara ibu mendorong terbentuknya

38
oksitosin yang berdampak pada kontraksi pada uterus sehingga

membantu keluarnya plasenta.

Memindahkan klem pada tali pusat hingga berjarak 5 - 10

cm dari vulva dan meletakan satu tangan diatas kain pada perut

ibu, di tepi atas simfisis, untuk mendeteksi. Tangan lain

menegangkan tali pusat. Memberi motivasi ibu untuk pengeluaran

plasenta. Setelah uterus berkontraksi, menegangkan tali pusat

dengan tangan kanan, sementara tangan kiri menekan uterus

dengan hati-hati kearah dorsokrainal. Jika plasenta tidak lahir

setelah 30 – 40 detik, hentikan penegangan tali pusat dan

menunggu hingga timbul kontraksi berikutnya dan mengulangi

prosedur. Melakukan penegangan dan dorongan dorsokranial

hingga plasenta terlepas, tanda pelepasan plasenta meliputi uterus

menjadi globular, ada semburan darah, uterus naik di abdomen

karena plasenta telah lepas, dan tali pusat lebih memanjang.

Minta ibu meneran sambil penolong menarik tali pusat dengan

arah sejajar lantai dan kemudian kearah atas, mengikuti poros

jalan lahir (tetap lakukan tekanan dorso-kranial). Setelah plasenta

tampak pada vulva, teruskan melahirkan plasenta dengan hati-

hati. Bila perlu (terasa ada tahanan), pegang plasenta dengan

kedua tangan dan lakukan putaran searah untuk membantu

pengeluaran plasenta dan mencegah robeknya selaput ketuban,

segera setelah plasenta lahirlakukan masase pada fundus uteri

39
hingga kontraksi uterus baik (fundus teraba keras). Periksa

bagianplasenta dengan tangan kanan untuk memastikan bahwa

seluruh kotiledon dan selaput ketuban sudah lahir lengkap, dan

masukan kedalam kantong plastik yang tersedia. Memberi

selamat dan pujian ibu karena sudah berhasil mengeluarkan

plasenta (Kemenkes RI, 2008).

d. Persalinan Kala IV

Dimulai dari lahirnya plasenta selama 1-2 jam, dilakukan

observasi terhadap perdarahan pasca persalinan, paling sering terjadi

pada 2 jam pertama (Sulistyawati dan Nugraheny, 2010; h. 9).

1) Data Subjekif

Data ini didapatkan dari respon atau keluhan pasien yaitu

pasien mengatakan bahwa ari-arinya telah lahir, pasien

mengatakan perutnya mules, pasien mengatakan merasa lelah

tetapi bahagia atas kelahiran anaknya (Handayani, 2012; h. 96).

2) Data Objektif

Data ini dilihat dari kondisi pasien yaitu plasenta telah

lahir spontan lengkap, TFU 2 jari dibawah pusat, kontraksi uterus

baik atau tidak (Handayani, 2012; h. 97).

3) Analisa

Diagnosa dituliskan dengan “P2A0 partus kala IV” dengan

dasar plasenta telah lahir (Handayani, 2012; h. 96).

40
4) Penatakasanaan

Asuhan persalinan kala IV berdasarkan APN yaitu:

Mengevaluasi kemungkinan laserasi pada vagina dan

perineum, melakukan penjahitan bila laserasi menyebabkan

perdarahan. Derajat laserasi dibagi menjadi 4 yaitu derajat I

(robekan hanya pada selaput lendir vagina dengan atau tanpa

mengenai kulit perineum), derajat II (robekan mengenai selaput

lendir vagina dan otot perineum), derajat III (robekan mengenai

seluruh perineum dan spingter ani), derajat IV (robekan sampai

mukosa rektum). Memastikan uterus berkontraksi dengan baik

dan tidak terjadi perdarahan pervaginam, untuk mencegah

terjadinya perdarahan pervaginam. Menjelaskan kepada ibu dan

keluarga sekilas mengenai tanda dan bahaya perdarahan post

partum. Melanjutkan pemantauan kontraksi dan mencegah

perdarahan pervaginam. Mengajarkan ibu/keluarga cara

melakukan masase uterus dan menilai kontraksi. Memeriksa

tanda-tanda vital ibu, keadaan kandung kemih, kontraksi ibu,

serta jumlah darah yang keluar setiap 15 menit selama 1 jam

pertama pasca persalinan dan setiap 30 menit selama jam kedua

pasca persalinan. Memeriksa kembali bayi untuk memastikan

bahwa bayi bernafas dengan baik. Menempatkan semua peralatan

bekas pakai dalam larutan klorin 0,5% untuk dekontaminasi (10

menit). Cuci dan bilas peralatan setelah di dekontaminasi.

41
Membersihkan ibu dengan menggunakan air DDT, membersihkan

sisa cairan ketuban, lendir dan darah dan mengganti pakaian ibu.

Dekontaminasi tempat persalinan dengan larutan klorin 0,5% dan

membersihkan sarung tangan di dalam larutan klorin 0,5%.

Mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir. Melengkapi

partograf (terlampir) (Kemenkes RI, 2008).

3. Asuhan Kebidanan pada Ibu Nifas

Masa nifas (puerperium) adalah masa kira-kira 6 minggu setelah

kelahiran bayi, selama tubuh ibu beradaptasi ke keadaan sebelum hamil.

Asuhan kebidanan selama masa nifas ini berfokus pada pengkajian

terhadap perkembangan komplikasi yang mungkin terjadi dan

memberikan penyuluhan terhadap pasien (Bahiyatun, 2009; h.122).

Asuhan ibu masa nifas adalah asuhan yang diberikan pada ibu

segera setelah kelahiran sampai 6 minggu setelah kelahiran. Sedangkan

tujuan dari asuhan masa nifas adalah untuk memberikan asuhan yang

adekuat dan terstandar pada ibu segera setelah melahirkan dengan

memperhatikan riwayat selama kehamilan, persalinan dan keadaan

segera setelah melahirkan (Anggraini, 2010; h. 134).

a. Data Subjektif

Keluhan utama dikaji untuk mengetahui masalah yang

dihadapi berkaitan dengan masa nifas, misalnya pasien merasa mules,

sakit pada jalan lahir, karena adanya jahitan pada perineum. Data

psikososial juga perlu dikaji untuk mengetahui respon ibu dan

42
keluarga terhadap bayinya. Wanita mengalami banyak perubahan

emosi/ psikologi selama nifas sementara ia menyesuaikan diri

menjadi seorang ibu. Ada beberapa ibu yang mengalami depresi

ringan yang sering disebut postpartum blues yang merupakan

perwujudan fenomena psikologis yang dialami oleh wanita. Mengkaji

pola istirahat dan aktifitas karena istirahat yang cukup dapat

mempercepat penyembuhan dan dengan mobilisasi sedini mungkin

dapat mempercepat proses pengembalian alat-alat reproduksi

(Anggraini, 2010; 137-138).

b. Data Objektif

Data ini mengkaji keadaan umum ibu, tanda-tanda vital,

payudara (dilakukan dengan perabaan apakah terdapat benjolan,

pembesaran kelenjar, atau abses serta keadaan putingnya), fundus,

uterus, kandung kemih, genetalia/ perineum, lokia, dan ekstremitas

bawah (Bahiyatun, 2009; h. 103-105). Mengkaji deteksi dini

adanya komplikasi yaitu adanya perdarahan pervaginam, adanya

tanda-tanda infeksi, sakit kepala, nyeri epigastritis, penglihatan

kabur, bengkak di wajah dan ekstremitas, demam, muntah, sakit

saat berkemih, kehilangan nafsu makan dalam waktu yang lama

(Marmi, 2012; h. 161-171).

43
c. Analisa

Menurut Anggraini (2010; 140) diagnosa dapat ditegakkan

yang berkaitan dengan Para, Abortus, Anak hidup, Umur ibu, dan

keadaan nifas.

d. Penatalaksanaan

Pemberian vitamin A pada ibu nifas sebanyak 2x dengan

dosis 200.000 IU. Pemberian vitamin A pertama segera setelah

melahirkan dan 24 jam pasca melahirkan yang berguna untuk

regenerasi sel epitel dan kelancaran dalam pemberian ASI.

Menurut Bahiyatun (2009; 4-5) penatalaksanaan kunjungan pada

ibu nifas (KF) yaitu:

1) Nifas 6-8 jam asuhannya berupa mencegah perdarahan masa

nifas karena atonia uteri, mendeteksi dan merawat penyebab

lain perdarahan; rujuk jika perdarahan berlanjut, memberikan

konseling pada ibu atau salah satu anggota keluarga mengenai

bagaimana cara mencegah perdarahan masa nifas karena atonia

uteri, pemberian ASI awal, melakukan hubungan antara ibu

dengan bayi yang baru lahir, menjaga bayi tetap sehat dengan

cara mencegah hipotermi, jika petugas kesehatan menolong

persalinan, ia harus tinggal dengan ibu dan bayi yang baru lahir

selama 2 jam pertama setelah kelahiran atau sampai ibu dan

bayinya dalam keadaan stabil.

44
2) Nifas 6 hari, bentuk asuhannya meliputi: memastikan involusi

uterus berjalan normal: uterus berkontraksi, fundus dibawah

umbilicus, tidak ada perdarahan abnormal, tidak ada bau,

menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi atau perdarahan

abnormal, memastikan ibu menyusui dengan baik dan tidak

memperhatikan tanda-tanda penyulit, memberikan konseling

pada ibu mengenai asuhan pada bayi, tali pusat, menjaga bayi

tetap hangat dan merawat bayi sehari-hari, memastikan ibu

mendapatkan cukup makanan, cairan dan istirahat. Ibu nifas

dianjurkan untuk mengonsumsi makanan yang bervariasi dan

seimbang, agar kebutuhan karbohidrat, protein, zat besi, vitamin

dan mineral terpenuhi yang berguna bagi tubuh ibu pasca

melahirkan dan untuk persiapan produksi ASI. Minum

sedikitnya 3 liter air per hari. Pada masa nifas ibu juga perlu

mengkonsumsi pil zat besi (fe) 40 tablet yang di minum untuk

mencegah anemia, setidaknya selama 40 hari pasca persalinan

(Maritalia, 2012; h. 47).

Menurut penelitian yang dikaji oleh Nurlama (2013)

yang berjudul “Pengaruh Senam Nifas terhadap Involusi Uterus

pada Ibu Post Partum Primipara Pervaginam” menunjukkan

adanya pengaruh senam nifas terhadap involusi uterus, dimana

ibu post partum pervaginam yang tidak senam nifas pada hari

1-3 mengalami penurunan tinggi fundus uteri sebesar 2 cm,

45
sedangkan ibu post partum yang senam nifas dengan gerakan

yang tepat pada hari 1-3 mengalami penurunan 5 cm.

3) Nifas 2 minggu, asuhan yang diberikan pada kunjungan ini

sama dengan asuhan yang diberikan pada kunjungan

sebelumnya (6 hari post partum).

4) Nifas 6 minggu, asuhan yang diberikan meliputi: menanyakan

pada ibu tentang kesulitan-kesulitan yang ia tahu bayinya alami,

memberikan konseling KB secara dini.

Menurut BKKBN dan Kemenkes RI (2012 h. 1) metode kontrasepsi

pasca persalinan dibagi menjadi 2 jenis yaitu metode kontrasepsi non

hormonal dan hormonal. Beberapa metode kontasepsi pasca persalinan

yang aman digunakan yaitu:

a. Kontrasepsi Non Hormonal

1) MAL (Metode Amenorea Laktasi)

Metode amenorhea laktasi merupakan kontrasepsi

sementara yang cukup efektif yang mengandalkan pemberian ASI

secara ekslusif. Efektivitasnya sangat tinggi (keberhasilan 98%

pada 6 bulan pasca persalinan). Keuntungan kontrasepsi ini yaitu

dapat segera efektif, tidak mengganggu senggama, tidak ada efek

samping secara sistemik, tidak perlu pengawasan medis, tidak perlu

obat/ alat dan tanpa biaya. Waktu penggunaan yaitu dapat dimulai

segera pascapersalinan.

46
2) Kondom/ spermisida

Kondom/ spermisida dapat digunakan setiap saat pasca

persalinan. Tidak ada pengaruh terhadap laktasi, dapat digunakan

sementara sambil memilih metode lain.

3) AKDR

AKDR merupakan jenis kontrasepsi jangka panjang yang

sangat efektif dan reversibel (dapat sampai 10 tahun untuk jenis

CuT 380A). Waktu pemasangan kontrasepsi AKDR

pascapersalinan yaitu dapat dipasang langsung pasca persalinan,

sewaktu seksio sesarea atau 48 jam pasca persalinan, jika tidak,

insersi ditunda sampai 4-6 minggu pasca persalinan, jika laktasi

atau haid, insersi dilakukan sesudah yakin tidak ada kehamilan.

4) Kontrasepsi mantap

Kontrasepsi mantap dibagi menjadi 2 yakni tubektomi dan

vasektosmi. Tubektomi merupakan salah satu kontrasepsi untuk

menghentikan fertilisasi (kesuburan) seorang perempuan. Pada alat

kontrasepsi tubektomi atau MOW ini tidak mempengaruhi proses

menyusui. Tubektomi dapat dilakukan dalam 48 jam

pascapersalinan, atau jika tidak tunggu sampai 6 minggu pasca

persalinan.Vasektomi merupakan salah satu cara KB untuk pria,

sangat efektif dan merupakan alat kontrasepsi jangka panjang.

Dapat dilakukan setiap saat namun tidak segera efektif perlu paling

sedikit 20 ejakulasi atau waktu 3 bulan.

47
b. Kontrasepsi Hormonal untuk Ibu Menyusui

1) Kontrasepsi progestin. Kontrasepsi progestin ada dua macam yaitu:

a) Minipil (Pil Progestin)

Minipil merupakan salah satu jenis kontrasepsi yang

cocok untuk perempuan menyusui, tidak berpengaruh pada

produksi ASI. Minipil terdiri dari dua jenis yaitu: kemasan

dengan isi 35 pil (mengandung 300 μg levonorgestrel atau 350

μg noretindron) dan kemasan dengan isi 28 pil (mengandung 75

μg desogestrel). Kontrasepsi ini sangat efektif pada masa laktasi

(98,5%) dengan catatan jangan sampai terlupa untuk

meminumnya setiap hari dan kontrasepsi ini memiliki

keuntungan lain yaitu kesuburan yang cepat kembali.

b) Suntikan progestin

Suntikan progestin juga sangat cocok digunakan pada

masa laktasi karena tidak menekan produksi ASI dan dapat

dipakai semua perempuan usia reproduksi. Efektivitas dari

kontrasepsi ini tinggi asal penyuntikannya dilakukan secara

teratur sesuai jadwal. Namun untuk kembalinya kesuburan lebih

lambat, rata-rata 4 bulan (Saifuddin; 2010; h. MK-41).

c) Implant

Implant merupakan salah satu jenis kontrasepsi yang

aman di pakai pada masa laktasi, sangat efektif (kegagalan 0,2-1

kehamilan per 100 perempuan), kontrasepsi jangka panjang

48
yang dapat efektif selama 5 tahun untuk Norplant dan 3 tahun

untuk Jadena, Indoplant/ Implanon.Waktu penggunaan implant

pada ibu pascapersalinan yaitu: (1) Bila ibu menyusui antara 6

minggu sampai 6 bulan pascapersalinan, insersi dapat dilakukan

setiap saat, bila ibu menyusui ibu tidak perlu memakai

kontrasepsi lain; (2) Bila setelah 6 minggu pascapersalinan dan

telah haid, insersi dapat dilakukan setiap saat namun dilarang

melakukan hubungan seksual selama 7 hari atau menggunakan

kontrasepsi lain untuk 7 hari.

c. Kontrasepsi Hormonal untuk Ibu tidak Menyusui

1) Suntikan Kombinasi

Suntik kombinasi merupakan kontrasepsi suntik yang berisi

hormon esterogen dan progesteron. Alat kontrasepsi ini tidak

dianjurkan untuk ibu menyusui dikarenakan dapat menekan

produksi ASI.

2) Pil Kombinasi

Pil kombinasi merupakan pil kontrasepsi yang berisi

hormon esterogen dan progesteron. Jenis dari pil ini ada tiga yaitu

monofasik, bifasik, dan trifasik.

Dalam pemilihan alat kontrasepsi pasca persalinan ini dapat

mendiskusikan dengan suaminya. Sesuai dengan peneitian yang

dilakukan oleh Risa Oktarina, Yeni Arita, Iswati melakukan

penelitian yang berjudul “Persepsi Suami Dalam Pemilihan Alat

49
Kontrasepsi” di Puskesmas Kuranji Padang pada tahun 2013

dengan hasil suami berpartisipasi dalam penggunaan alat

kontrasespsi, karena suami dapat menggantikan jika istri-istri

mereka ada yang tidak cocok dalam menggunakan alat kontrasepsi,

dengan menggunakan MOP atau kondom istri tidak merasa cemas

dalam berhubungan seksual dan dapat mengatur jarak kehamilan,

partisipasi yang diberikan oleh suami karena sekarang sudah

banyak informasi-informasi yang didapatkan baik dari media masa

maupun media elektronik tentang alat kontrasepsi.

4. Asuhan Kebidanan pada Bayi Baru Lahir

Tujuan asuhan bayi baru lahir adalah memberikan perawatan

secara komprehensif kepada bayi baru lahir pada saat masa perawatan

untuk mengajarkan orang tua bagaimana merawat bayinya, dan untuk

memberi motivasi terhadap upaya pasangan menjadi orangtua sehingga

orangtua percaya diri dan mantap (Ladewig, 2006; h. 153). Tahapan bayi

baru lahir meliputi tahap I terjadi segera setelah lahir, selama menit-menit

pertama kelahiran digunakan sistem scoring apgar untuk fisik dan scoring

gray untuk interaksi bayi dan ibu, tahap II disebut tahap transisional

reaktivitas dilakukan pengkajian selama 24 jam pertama terhadap adanya

perubahan perilaku, tahap III disebut tahap periodik, pengkajian dilakukan

setelah 24 jam pertama yang meliputi pemeriksaan seluruh tubuh (Dewi,

2010; h. 3).

50
Periode transisional mencakup tiga periode yaitu reaktivitas I

dimulai pada masa persalinan dan berakhir setelah 30 menit. Selama

periode ini detak jantung cepat. Warna kulit terlihat sianosis. Selama

periode ini mata bayi membuka dan bayi sering mengeluarkan kotoran

setelah persalinan, keluarnya kotoran tidak menunjukkan adanya gerak

peristaltik namun menunjukkan bahwa anus bayi dalam keadaan baik.

Fase tidur, berlangsung selama 30 menit sampai 2 jam persalinan.

Frekuensi pernafasan menjadi lebih lambat. Bayi dalam keadaan tidur,

suara usus muncul tapi berkurang. Reaktivitas II, berlangsung selama 2

sampai 6 jam setelah persalinan. Jantung bayi labil dan terjadi perubahan

warna kulit yang berhubungan dengan stimulus lingkungan (Ladewig,

2006; h. 153-155).

Kunjungan Neonatus (KN) adalah kunjungan yang dilakukan oleh

petugas kesehatan ke rumah ibu bersalin, untuk memantau dan memberi

pelayanan kesehatan untuk ibu dan bayinya. Pada Kemenkes RI tahun

2010 tentang standar pelayanan minimal KN dibagi menjadi 3, yaitu:

a. Subyektif

Ibu mengatakan bayinya sehat, bergerak aktif dan menangis

kuat, tidak ada penyulit dalam menyusu.

b. Obyektif

Hasil pemeriksaan umum baik dan tanda-tanda vital dalam

batas normal (nadi 120 x / menit, suhu 370C, RR 40 x / menit.

Pengukuran antropometri BB 2.500-4.000 gram, PB 45-50 cm, lingkar

51
kepala 33-35 cm, lingkar dada 32-37 cm, LILA 12-13 cm, mata sklera

putih dan konjungtiva merah muda, bayi menghisap kuat saat

menyusu, pergerakkan nafas normal, tidak ada wheezing, tali pusat

sudah lepas, bayi menghisap kuat saat menyusu, eliminasi BAK sering

dan BAB ± 5-6 x/ hari (Dewi, 2010; h. 2).

c. Analisa

Bayi baru lahir (usia bayi) normal (Handayani, 2012; h. 109).

d. Penatalaksanaan

1) KN1 adalah kunjungan pada 0-2 hari. Menurut Dewi (2010; h.26)

manajemen Bayi Baru Lahir normal, yaitu:

Menjaga bayi tetap hangat, mencegah terjadinya

kehilangan, mengeringkan tubuh bayi tanpa membersihkan

verniks, letakkan bayi di dada ibu atau perut ibu agar ada kontak

kulit ibu dengan kulit bayi, lakukan IMD, gunakan pakaian yang

sesuai, dan jangan segera menimbang atau memandikan bayi

sebelum 6 jam setelah lahir dan sebelum kondisi stabil.

Menghisap lendir dari mulut dan hidung. Pemantauan tanda

bahaya. Klem, potong dan ikat tali pusat tanpa membubuhi

apapun, kira-kira 2 menit setelah lahir. Sesuai dengan penelitian

yang dilakukan oleh Dwi Sogi SR (2012), tentang perbedaan lama

pupus tali pusat dalam hal perawatan tali pusat antara penggunaan

kasa steril dengan kasa alkohol 70%, bahwa terdapat perbedaan

waktu lama pelepasan tali pusat pada BBL yang dirawat dengan

52
menggunakan kasa steril dibanding kasa alkohol 70%. Hasil rata-

rata lama pupus tali pusat untuk kasa steril ialah 5,53 hari, hasil

rata-rata lama pupus tali pusat untuk kasa alkohol 70% yaitu 6,93

hari. Hal ini membuktikan bahwa perawatan tali pusat dengan

kasa steril lebih cepat puput dibandingkan dengan perawatan tali

pusat menggunakan kasa alkohol 70%.

Melakukan Inisiasi Menyusui Dini (IMD). Memberi

suntikan vitamin K1 1 mg intramuscular, dipaha kiri anterolateral

setelah IMD. Pemberian vitamin K pada bayi baru lahir bertujuan

untuk mencegah perdarahan, karena sistem pembekuan darah

pada bayi baru lahir belum sempurna. Perdarahan bisa ringan atau

menjadi sangat berat, berupa perdarahan pada Kejadian Ikutan

Pasca Imunisasi ataupun perdarahan intracranial. Memberi salep

mata antibiotika pada kedua mata bertujuan untuk pencegahan

infeksi mata diberikan segera setelah proses IMD dan bayi selesai

menyusu, sebaiknya 1 jam setelah lahir. Pemeriksaan fisik,

dilakukan setelah kondisi bayi stabil, biasanya 6 jam setelah lahir.

Pengkajian fisik yang dilakukan pada bayi adalah dengan menilai

keadaan umum bayi, melakukan pemeriksaan tanda vital,

memeriksa bagian kepala sampai kaki. Menurut program

Kemenkes RI (2010) pemberian imunisasi Hb0 kira-kira 1-2 jam

setelah pemberian vitamin K. Imunisasi Hepatitis B bermanfaat

53
untuk mencegah infeksi Hepatitis B terhadap bayi, terutama jalur

penularan ibu-bayi.

2) KN2 adalah kunjungan 2-7 hari. Menurut Dewi (2010; h.27) ada

hal-hal yang perlu diperhatikan dalam asuhan pada kunjungan

neonates ke dua , yaitu sebagai berikut:

a) Nutrisi, berikan ASI sesering mungkin sesuai dengan

keinginan ibu (jika payudara sudah penuh) atau sesuai

kebutuhan bayi, yaitu setiap 2-3 jam (paling sedikit setiap 4

jam), bergantian antara payudara kiri dan kanan.

b) Defekasi (BAB), jumlah feses akan berkurang pada minggu

kedua, yang awalanya frekuensi defekasi sebanyak 5 atau 6

kali setiap hari (1 kali defekasi setiap kali diberi makan)

menjadi 1 atau 2 kali sehari. Sedangkan berkemih (BAK)

sering terjadi setelah periode 12-24 jam dengan frekuensi 6-10

kali sehari dengan warna urine yang pucat. Kondisi ini

menunjukkan masukan cairan yang cukup. Umumnya bayi

cukup bulan akan mengeluarkan urine 15-16 ml/kg/hari. Untuk

menjaga bayi tetap bersih, hangat, dan kering maka setelah

BAK harus diganti popok.

c) Kebersihan kulit, kebersihan kulit bayi sangat penting dijaga.

bagian-bagian seperti muka, bokong, dan tali pusat perlu

dibersihkan secara teratur.

54
d) Tanda Bahaya Neonatus seperti, pernapasan sulit atau lebih

dari 60 kali per menit, terlalu hangat ( >380C) atau terlalu

dingin (<360C), kulit bayi kering (terutama 24 jam pertama),

biru, pucat, atau memar, isapan saat menyusu lemah, rewel,

sering muntah, dan mengantuk berlebihan, tali pusat merah,

bengkak, keluaran cairan, berbau busuk, dan berdarah, terdapat

tanda-tanda infeksi seperti suhu tubuh meningkat, merah,

bengkak, bau busuk, keluar cairan, dan pernapasan sulit.

3) KN3 adalah kunjungan setelah 7-28 hari. Asuhan yang diberikan

yaitu imunisasi bayi 1 bulan meliputi BCG dan Polio 1,

memastikan tidak terdapat tanda-tanda infeksi, memastikan

pemberian ASI ekslusif.

55

Anda mungkin juga menyukai