Anda di halaman 1dari 35

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pemeriksaan fisik pada ibu hamil dapat dilakukan dengan beberapa

pemeriksaan. Pemeriksaan fisik merupakan salah satu cara untuk mengetahui

gejala atau masalah kesehatan yang dialami oleh klien. Pemeriksaan fisik

bertujuan untuk mengumpulkan data tentang kesehatan pasien, menambah

informasi, menyangkal data yang diperoleh dari riwayat pasien, mengidentifikasi

masalah pasien, menilai perubahan status pasien, dan mengevaluasi pelaksanaan

tindakan yang telah diberikan. Adapun tujuan pemeriksaan pada ibu hamil yaitu

untuk menilai keadaan umum ibu, status gizi, tingkat keasadaran, serta ada

tidaknya kelainan bentuk badan.

Dalam melakukan pemeriksaan fisik terdapat teknik dasar yang perlu dipahami,

antara lain inspeksi (melihat), palpasi (meraba), perkusi (ketukan), dan auskultasi

(mendengar).

Observasi (pengamatan secara seksama) Pemeriksaan dilakukan pada seluruh

tubuh, dari ujung rambut sampai ujung kaki, namun tidak harus dengan urutan

tertentu. Pemeriksaan yang menggunakan alat seperti pemeriksaan tengkorak,

mulut, telinga, suhu tubuh, tekanan darah, dan lain-lainnya, sebaiknya dilakukan

paling akhir, karena dengan melihat atau memakai alat-alat.

Dalam pemeriksaan fisik ini tentunya diperlukan konsep dan prinsip dasar,
kemudian kita mengetahui bagaiamana teknik pemeriksaan fisik dengan baik agar
hasil pemeriksaan yang kita peroleh tidak akan keliru. Oleh karena alasan tersebut
,penulis membuat makalah ini yang bertujuan untuk memberi pemahaman dan
pengetahuan kepada pembaca mengenai pemeriksaan fisik pada ibu

1
1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana konsep pemeriksaan Ante Natal care ?

2. Bagaiman konsep pemeriksaan Intra Natal care ?

3. Bagamai pemeriksaan AGPGAR SCORE pada bayi?

4. Bagaimana pemeriksaan fisik pada ibu post patum

1.3 Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui dan memahami konsep dasar pemeriksaan

Antenatal care pada ibu.

2. Untuk mengetahui dan memahami konsep pemeriksaan Intra Natal

care

3. Untuk mengetahui dan memahami teknik pemeriksaan pada bayi

4. Untuk mengetahui dan memahami pemeriksaan fisik pada ibu post

patum

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Antenatal Care

Antenatal Care / ANC sering disebut dengan perawatan kehamilan.


Kehamilan adalah proses pemeliharaan janin dalam kandungan yang disebabkan
pembuahan sel telur oleh sel sperma. Dalam proses kehamilan terdapat
mata rantai yang saling berkesinambungan, terdiri dari mulai ovulasi
pelepasan ovum, terjadi migrasi spermatozoa dan ovum, terjadi konsepsi
dan pertumbuhan zigot, terjadi nidasi (implantasi) pada rahim,
pembentukan plasenta, tumbuh kembang hasil konsepsi sampai kehamilan matur
atau aterm (Susilowati dan Kuspriyanto, 2016).

Masa kehamilan dimulai dari konsepsi sampai lahirnya janin. Lamanya


hamil normal adalah 280 hari (40 minggu atau 9 bulan 7 hari) dihitung dari hari
pertama haid terakhir (Saifuddin, 2015).Trimester Kehamilan dibagi menjadi 3
yaitu (Prawirohardjo,2015) :

1) Trimester I adalah usia kehamilan 0 sampai 12 minggu

2) Trimester II adalah usia kehamilan 13 sampai 27 minggu

3) Trimester III adalah usia kehamilan diatas 28 sampai 40 minggu

Antenatal Care adalah perawatan kesehatan yang diajukan kepada ibu hamil
sebelum dan selama hamil dengan tujuan mendeteksi secara dini masalah
kesehatan ibu dan janin, memberikan penyuluhan atau pendidikan kesehatan
dan perencanaan persalinan (Madriwati, 2013). Antenatal care adalah
pelayanan kesehatan oleh tenaga profesional untuk ibu hamil selama masa

3
kehamilan yang dilaksanakan sesuai dengan standar pelayanan antenatal yang
ditetapkan (Kemenkes RI, 2016). Antenatal care merupakan pelayanan yang
diberikan pada ibu hamil untuk memonitor, mendukung kesehatan ibu dan
mendeteksi ibu apakah ibu hamil normal atau bermasalah (Ai Yeyeh, 2015)

b. Tujuan Antenatal Care

Tujuan Asuhan kehamilan pada kunjungan awal yaitu: mengumpulkan


informasi mengenai ibu hamil yang dapat membantu bidan dalam membangun
membina hubungan yang baik saling percaya antara ibu dan bidan, mendeteksi
komplikasi yang mungkin terjadi, menggunakan data untuk menghitung usia
kehamilan dan tafsiran tanggal persalinan, merencanakan asuhan khusus yang
dibutuhkan ibu (Istri Bartini, 2012). Menurut Rukiah (2013) tujuan dilakukannya
pemeriksaan antenatal yaitu:

1) Memantau kemajuan kehamilan untuk memastikan kesehatan ibu dan tumbuh


kembang bayi.
2) Meningkatkan dan mempertahankan kesehatan fisik,maternal dan sosial ibu
dan bayi.
3) Mengenali secara dini ketidaknormalan atau komplikasi yang mungkin terjadi
selama hamil, termasuk riwayat penyakit secara umum, kebidanan dan
pembedahan.
4) Mempersiapkan persalinan cukup bulan, melahirkan dengan selamat ibu
dan bayinya dengan trauma seminimal mungkin.

5) Mempersiapkan ibu agar nifas berjalan normal dan pemberian ASI eksklusif

6) Mempersiapkan peran ibu dan keluarga dapat menerima kelahiran bayi agar
dapat tumbuh kembang secara normal.

4
c .Standar Pelayanan Minimal Antenatal
Pelayanan antenatal sesuai standar adalah pelayanan yang diberikan
ibu hamil minimal 4 kali selama kehamilan dengan jadwal satu kali pada
trimester pertama, satu kali pada trimester kedua dan dua kali pada trimester
ketiga yang dilakukan oleh bidan atau dokter spesialis kebidanan baik yang
bekerja di fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah maupun swasta yang
memiliki Surat Tanda Registrasi ( STR ).
Pemeriksaan Antenatal Care terbaru sesuai dengan standar pelayanan yaitu
minimal 6 kali pemeriksaan selama kehamilan,dan minimal 2 kali pemeriksaan
oleh dokter pada trimester I dan III. 2 kali pada trimester pertama ( kehamilan
hingga 12 minggu ) , 1 kali pada trimester kedua ( kehamilan diatas 12
minggu sampai 26 minggu ) , kali pada trimester ketiga ( kehamilan diatas
24 minggu sampai 40 minggu ) (Buku KIA Terbaru Revisi tahun 2020).

Standar pelayanan antenatal adalah pelayanan yang dilakukan kepada ibu


hamil dengan memenuhi kriteria 10T yaitu :
1) Timbang berat badan dan ukur tinggi badan
2) Ukur tekanan darah
3) Nilai status gizi ( ukur lingkar lengan atas/LILA)
4) Pemeriksaan puncak rahim ( tinggi fundus uteri )
5) Tentukan presentasi janin dan denyut janin ( DJJ )
6) Skrining status imunisasi tetanus dan beikan imunisasi tetanus toksoid (TT )
7) Pemberian tablet tambah darah minimal 90 tablet selama kehamilan.
8) Tes laboratorium, tes kehamilan, pemeriksaan hemoglobin darah ( Hb),
pemeriksaan golongan darah ( bila belum pernah dilakukan sebelumnya ),
pemriksaan protein urin ( bila ada indikasi ) yang pemberian pelayanan
disesuaikn dengan trimester kehamilan.

5
1. Leopold I

Leopold I digunakan untuk menentukan usia kehamilan dan bagian apa yang ada
dalam fundus, dengan cara pemeriksa berdiri sebelah kanan dan menghadap ke
muka ibu, kemudian kaki ibu di bengkokkan pada lutut dan lipat paha,
lengkungkan jari-jari kedua tangan untuk mengelilingi bagian atas fundus, lalu
tentukan apa yang ada di dalam fundus. Bila kepala sifatnya keras, bundar, dan
melenting. Sedangkan bokong akan lunak, kurang bundar, dan kurang
melenting.tinggi normal fundus selama kehamilan dapat di tentukan.

2. Leopold II

6
Leopold II digunakan untuk menetukan letak punggung anak dan letak
bagian kecil pada anak. Caranya :
1. Kedua tangan pemeriksa berada di sebelah kanan dan kiri
perut ibu.
2. Ketika memeriksa sebelah kanan, maka tangan kanan
menahan perut sebelah kiri kea arah kanan.
3. Raba perut sebelah kanan menggunakan tangan kiri dan
rasakan bagian apa yang ada di sebelah kanan (jika teraba benda yang rata, atau
tidak teraba bagian kecil, terasa ada tahanan, maka itu adalah punggung bayi,
namun jika teraba bagian-bagian yang kecil dan menonjol maka itu adalah bagian
kecil janin)
3. Leopold III

Leopold III digunakan untuk menentukan bagian apa yang terdapat di


bagian bawah dan apakah bagian anak sudah atau belum terpegang oleh pintu atas
panggul. Caranya :
1. Tangan kiri menahan fundus uteri.
2. Tangan kanan meraba bagian yang ada di bagian bawah uterus. Jika teraba bagian
tang bulat, melenting keras, dan dapat digoyangkan maka itu adalah kepala.
Namun jika teraba bagian yang bulat, besar, lunak, dan sulit digerakkan, maka itu
adalah bokong. Jika dibagian bawah tidak ditemukan kedua bagian seperti yang
diatas, maka pertimbangan apakah janin dalam letak melintang.
3. Pada letak sungsang (melintang) dapat dirasakan ketika tangan kanan
menggoyangkan bagian bawah, tangan kiri akan merasakan ballottement

7
(pantulan dari kepala janin, terutama ini ditemukan pada usia kehamilan 5-7
bulan).
4. Tangan kanan meraba bagian bawah (jika teraba kepala, goyangkan, jika masih
mudah digoyangkan, berarti kepala belum masuk panggul, namun jika tidak dapat
digoyangkan, berarti kepala sudah masuk panggul). Lalu lanjutkan pada
pemeriksaan Leopold VI untuk mengetahui seberapa jauh kepala sudah masuk
panggul.

4. Leopold IV

Leopold IV digunakan untuk menentukan apa yang menjadi bagian bawah


dan seberapa masuknya bagian bawah tersebut ke dalam rongga punggung.
Caranya :
1. Pemeriksa menghadap ke kaki pasien
2. Kedua tangan meraba bagian janin yang ada dibawah
3. Jika teraba kepala, tempatkan kedua tangan di dua belah pihak yang berlawanandi
bagian bawah
4. Jika kedua tangan konvergen (dapat saling bertemu) berarti kepala belum masuk
ke panggul
5. Jika kedua tangan divergen (tidak saling bertemu) berarti kepala sudah masuk ke
panggul.

8
d. Kunjungan Antenatal

Kunjungan antenatal adalah kontak antara Ibu hamil dan petugas kesehatan
yang memberi pelayanan antenatal untuk mendapatkan pemeriksaan kehamilan
(Kemenkes R1, 2015).
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 43

Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Kesehatan


termasuk pelayanan kesehatan ibu hamil yaitu pelayanan antenatal sesuai
standar adalah pelayanan yang diberikan kepada ibu hamil minimal 4 kali
selama kehamilan. Minimal 1 kali pada trimester I, minimal 1 kali pada trimester
II dan minimal 2 kali pada trimester III ( Kemenkes,2013 ).

Pemeriksaan Antenatal Care terbaru sesuai dengan standar pelayanan yaitu


minimal 6 kali pemeriksaan selama kehamilan,dan minimal 2 kali pemeriksaan
oleh dokter pada trimester I dan III. 2 kali pada trimester pertama ( kehamilan
hingga 12 minggu ) , 1 kali pada trimester kedua ( kehamilan diatas 12 minggu
sampai 26 minggu ) , 3 kali pada trimester ketiga ( kehamilan diatas 24 minggu
sampai 40 minggu ) (Buku KIA Terbaru Revisi tahun 2020). Ibu hamil wajib
melakukan Screening COVID 19 dengan Rapid test yaitu 7 hari sebelum
persalinan /hari perkiraan persalinan, jika rapid test menunjukan hasil reaktif
maka ibu hamil dianjurkan untuk SWAB test dan persalinan dilakukan di
Rumah
sakit rujukan ( Kemenkes, 2020 ). Untuk lebih rincinya kunjungan
antenatal terbagi menjadi 2 yaitu kunjungan awal (K1) dan kunjungan ulang
(K4).

1) Kunjungan Awal (K1) ( Ika Pantikawati & Saryono,2014)

9
Kunjungan baru ibu hamil (K1) adalah kontak ibu hamil yang pertama
kali dengan petugas kesehatan untuk mendapatkan pemeriksaan kehamilan
(Saifuddin AB, 2012). Tujuan dari kunjungan awal yaitu:
a) Membina hubungan saling percaya antara bidan dan ibu.
b) Mendeteksi masalah yang dapat diobati.
c) Mencegah masalah dari praktek tradisional yang merugika
2) Kunjungan Ulang (K4)

Kunjungan ibu hamil yang keempat (K4) adalah kontak ibu yang keempat
atau lebih dengan petugas kesehatan untuk mendapatkan pelayanan antenatal
care (ANC) sesuai standar yang ditetapkan dengan syarat :

a) Minimal 1 kali dalam trimester pertama ( usia kehamilan 0 –12 minggu)


b) Minimal 1 kali dalam trimester kedua (usia kehamilan 13 minggu -2
7minggu)
c) Minimal 2 Kali dalam trimester ketiga (usia kehamilan 28 minggu – 40
minggu)
d) Pemeriksaan khusus bila terdapat keluhan-keluhan tertentu. (Saifuddin AB,
2012).
Tujuan dari kunjungan ulang ini yaitu:
a) Pendeteksian komplikasi-komplikasi.
b) Mempersiapkan kelahiran dan kegawatdaruratan.
c) Pemeriksaan fisik terfokus (Ika Pantikawati & Saryono,2015).

e.. Manfaat Antenatal


Asuhan antenatal memberikan manfaat yaitu dengan menemukan
berbagai kelainan yang menyertai ibu hamil secara dini, sehingga dapat
diperhitungkan dan dipersiapkan langkah –langkah dalam penolong
persalinannya. Diketahui bahwa janin dalam rahim dan ibunya
merupakan satu kesatuan yang saling mempengaruhi, sehingga kesehatan
ibu dan perkembangan janin berkaitan
( Manuaba,2018 ).

10
B. DEFINISI PERSALINAN

Persalinan adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup
bulan (37-42 minggu), lahir spontan dengan presentasi belakang kepala yang
berlangsung tidak lebih dari 18 jam tanpa komplikasi baik bagi ibu maupun janin.
(Sarwono, 2012)

Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan uri) yang telah
cukup bulan atau dapat hidup di luar kandungan melalui jalan lahir atau melalui
jalan lain, dengan bantuan atau tanpa bantuan (kekuatan sendiri). (Manuaba,
2018)

Persalinan adalah proses untuk mendorong keluar (ekspulsi) hasil pembuahan


(yaitu, janin yang viable, plasenta dan ketuban) dari dalam uterus lewat vagina ke
dunia luar. (Helen Farrer, 2011)

Persalinan adalah proses yang dimulai dengan kontraksi uterus yang


menyebabkan dilatasi progresif dari servik, kelahiran bayi dan plasenta,
sedangkan persalinan normal merupakan proses yang normal dengan janin cukup
bulan, presentasi occiput, dilakukan melalui jalan lahir spontan sesuai kurva
partograf yang normal. (Depkes RI, 2013)

a. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERSALINAN

Ada beberapa faktor yang berperan dalam persalinan :

1.   Power (Kekuatan)

Adalah tenaga atau kekuatan yang dihasilkan oleh kontraksi dan retraksi
otot-otot rahim, ditambah kerja otot-otot volunter dari ibu, yaitu kontraksi otot
perut dan diafragma sewaktu ibu mengejan.

11
2.  Passenger (Janin)

Letak janin, posisi janin, presentasi janin dan letak plasenta.

3.   Passage (Jalan Lahir)

Janin harus berjalan lewat panggul, serviks, dan vagina sebelum


dilahirkan. Untuk dapat dilahirkan janin harus mengatasi tekanan atau resistensi
yang ditimbulkan oleh struktur dasar panggul dan sekitarnya.

4.  Psikologi (Kejiwaan)

Persiapan fisik untuk melahirkan, pengalaman persalinan, dukungan orang


terdekat dan intregitas emosional.

b. TANDA PERSALINAN

1.  Tanda Permulaan Persalinan

Sebelum terjadi persalinan sebenarnya beberapa minggu sebelumnya


wanita memasuki bulannya atau minggunya atau harinya yang disebut kala
pendahuluan (preparatory stage of labor). Ini memberikan tanda-tanda sebagai
berikut :

a. Lightening atau settling atau dropping yaitu kepala turun memasuki pintu atas
panggul terutama pada primigravida. Pada multipara tidak begitu terlihat, karena
kepala janin baru masuk pintu atas panggul menjelang persalinan.

b. Perut kelihatan lebih melebar dan fundus uteri menurun.

c. Perasaan sering atau susah kencing (polakisuria) karena kandung kemih


tertekan oleh bagian terbawah janin.

12
d. Perasaan sakit di perut dan di pinggang oleh adanya kontraksi-kontraksi lemah
dari uterus (false labor pains).

e. Serviks menjadi lembek, mulai mendatar dan sekresinya bertambah bisa


bercampur darah (bloody show).

13
c.TAHAPAN DALAM PERSALINAN

Tahap persalinan meliputi 4 fase/kala :

1.  Kala I : Dinamakan kala pembukaan, pada kala ini serviks membuka sampai
terjadi pembukaan 10 cm. Proses membukanya serviks dibagi atas 2 fase :

a. Fase laten berlangsung selama 7-8 jam, pembukaan terjadi sangat lambat
sampai mencapai ukuran diameter 3 cm.

b. Fase aktif dibagi dalam 3 fase yaitu fase akselerasi dalam waktu 2 jam,
pembukaan 3 cm tadi menjadi 4 cm dan fase dilatasi maximal dalam waktu 2 jam
pembukaan berlangsung sangat cepat dari 4 menjadi 9 cm dan fase deselerasi
pembukaan menjadi lambat kembali dalam waktu 2 jam pembukaan dari 9 cm
menjadi lengkap 10 cm. Kala I ini selesai apabila pembukaan serviks uteri telah
lengkap. Pada primigravida kala I berlangsung kira-kira 12 jam sedang pada
multigravida 8 jam. Pembukaan primigravida 1 cm tiap jam dan multigravida 2
cm tiap jam.

2.  Kala II : Kala pengeluaran karena berkat kekuatan his dan kekuatan mengedan
janin didorong keluar sampai lahir. Kala ini berlangsung 1,5 jam pada
primigravida dan 0,5 jam pada multipara.

3.  Kala III : Kala uri/plasenta terlepas dari dinding uterus dan dilahirkan.
Prosesnya 6-15 menit setelah bayi lahir.

4.  Kala IV : Observasi dilakukan mulai lahirnya plasenta selama 1 jam, hal ini
dilakukan untuk menghindari terjadinya perdarahan postpartum. Observasi yang
dilakukan melihat tingkat kesadaran penderita, pemeriksaan tanda-tanda vital
(tekanan darah, nadi dan pernapasan), kontraksi uterus dan terjadinya pendarahan.

14
d.DEFINISI KOMPLIKASI PERSALINAN

Komplikasi persalinan adalah kondisi dimana nyawa ibu dan atau janin yang
ia kandung terancam yang disebabkan oleh gangguan langsung saat persalinan.
Komplikasi persalinan sering terjadi akibat dari keterlambatan penanganan
persalinan, dan dianggap sebagai salah satu penyebab terjadinya kematian ibu
bersalin. Faktor-faktor yang diduga ikut berhubungan dengan kejadian komplikasi
tersebut antara lain usia, pendidikan, status gizi dan status ekonomi ibu bersalin.

Faktor usia ibu merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya
komplikasi persalinan dikarenakan semakin muda usia ibu saat terjadi persalinan
maka semakin besar kemungkinan terjadi komplikasi akibat panggul ibu yang masih
sempit serta alat-alat reproduksi yang belum matur, usia kehamilan yang terlalu muda
saat persalinan mengakibatkan bayi yang dilahirkan menjadi premature. Status
perkawinan ibu mempengaruhi psikologis ibu selama proses kehamilan dan
persalinan serta keteraturan dalam memeriksakan kehamilan juga mempengaruhi
terjadinya komplikasi saat persalinan sebab apabila terjadi kelainan tidak dapat
terdeteksi secara dini.

e.ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO KOMPLIKASI PERSALINAN

Pada penelitian yang dilakukan tahun 1990 yang diadakan oleh Assesment Safe
Motherhood, ditemukan beberapa hal yang dianggap sebagai penyebab terjadinya
komplikasi pada persalinan. Hal tersebut antara lain:

1. Derajat kesehatan ibu rendah dan kurangnya kesiapan untuk hamil


2. Pemeriksaan antenatal yang diperoleh kurang
3. Pertolongan persalinan dan perawatan pada masa setelah persalinan dini
masih kurang

15
4. Kualitas pelayanan antenatal masih rendah dan dukun bayi belum sepenuhnya
mampu melaksanakan deteksi resiko tinggi sedini mungkin

f. MASALAH-MASALAH PENYULIT DAN KOMPLIKASI PADA


KALA I – 4 PERSALINAN

1. Komplikasi Kala I dan Kala II


a) Persalinan macet (partus tidak maju)

Secara umum, penyebab persalinan yang macet adalah kondisi tulang panggul si
ibu yang terlampau sempit dan menyebabkan bayi susah untuk lahir. Persalinan
macet ini juga bisa disebabkan oleh gangguan beberapa penyakit yang menyebabkan
sang ibu kepayahan mengeluarkan kepala bayi saat persalinan. Hal lain yang
membuat proses persalinan macet adalah faktor usia sang ibu, paritas, konsistensi
mulut rahim, berat badan sang janin, gizi ibu, psikis si ibu dan penyakit semisal
anemia.

Jika proses persalinan berlangsung sangat lama, dokter mungkin akan


memberikan cairan intravena untuk membantu mencegah dehidrasi. Jika rahim tidak
cukup berkontraksi, dokter akan memberikan oxytocin, obat yang dapat mendorong
kontraksi yang lebih kuat. Dan jika leher rahim berhenti melebar padahal kontraksi
rahim sudah menguat, operasi cesar mungkin harus dilakukan.

b) Distosia

Distosia adalah kelambatan atau kesulitan persalinan. Dapat disebabkan kelainan


tenaga, kelainan letak, dan bentuk janin, serta kelainan jalan lahir.

1) Distosia karena kelainan tenaga/his


 His Hipotonic/ Inersia Uteri
 His Hipertonic
 His yang tidak terkordinasi
2) Distosia karena kelainan letak dan bentuk janin

16
3) Distosia karena jalan lahir

2. Komplikasi Kala III dan IV


a. Atonia Uteri

Definisi

Atonia uteri (relaksasi otot uterus) adalah uteri tidak berkontraksi dalam 15
detik setelah dilakukan pemijatan fundus uteri (plasenta telah lahir). (Depkes
Jakarta;2012)

Atonia uteri adalah kegagalan serabut-serabut otot miometrium uterus untuk


berkontraksi dan memendek. Hal ini merupakan penyebab pendarahan post partum
yang paling penting dan biasa terjadi segera setelah bayi lahir hingga 4 jam setelah
persalinan. Atoria uteri dapat menyebabkan perdarahan hebat dan dapat mengarah
pada terjadinya syok hipovelemik.

Etiologi

Penyebab tersering kejadian pada ibu dengan atonia uteri antara lain :
overdistention uterus seperti : gemeli, makrosomia, polihidramnion, atau paritas
tinggi, umur yang terlalu muda atau terlalu tua, multipara dengan jarak kelahiran
pendek, partus lama, malnutrisi, dapat juga karena salah penanganan dalam usaha
melahirkan plasenta, sedangkan sebenarnya belum terlepas dari uterus.

17
C .Pengertian APGAR Skor

Apgar skor adalah suatu metode sederhana yang digunakan untuk menilai
keadaan umum bayi sesaat setelah kelahiran (Prawirohardjo, 2014). Apgar
skor  adalah suatu metode penilaian yang digunakan untuk mengkaji kesehatan
neonatus dalam menit pertama  setelah lahir sampai 5 menit setelah lahir, serta da
pat diulang pada menit ke 10 – 15. Nilai apgar merupakan standart evaluasi
neonatus dan dapat dijadikan sebagai data dasar untuk evaluasi di kemudian hari.
Penilaian ini perlu untuk mengetahui apakah bayi menderita asfiksia atau
tidak. Yang dinilai adalah frekuensi jantung (heart rate), usaha nafas (respiratory
effort), tonus otot (muscle tone), warna kulit (colour) dan reaksi terhadap
rangsang (respon to stimuli) yaitu dengan memasukkam kateter ke lubang hidung
setelah jalan nafas dibersihkan (Prawirohardjo, 2014)

a. Tujuan Dilakukannya APGAR


Hal yang penting diketahui, bahwa penilaian skor ini dibuat untuk
menolong tenaga kesehatan dalam mengkaji kondisi bayi baru lahir secara umum
dan memutuskan untuk melakukan tindakan darurat atau tidak. Penilaian ini
bukan sebagai prediksi terhadap kesehatan bayi atau intelegensi bayi dimasa
mendatang.
Beberapa bayi dapat mencapai angka 10, dan tidak jarang, bayi yang sehat
mempunyai skor yang lebih rendah dari biasanya, terutama pada menit pertama
saat baru lahir. Sampai saat ini, skor apgar masih tetap digunakan, karena, selain
ketepatannya, juga karena cara penerapannya yang sederhana, cepat, dan
ringkas.Dan yang terpenting dalam penentuan skor apgar ini adalah untuk
menetukan bayi tersebut asfiksia atau tidak. (Sujiyatini, 2014).

18
Penilaian ini dilakukan pada saat bayi lahir (menit ke 1 dan 5) sehingga
dapat menidentifikasi bayi baru lahir yang memerlukan pertolongan lebih cepat

.
1. Penilaian awal
Menangis kuat atau bernafas tanpa kesulitan, warna kulit bayi (merah
muda,pucat atau kebiruan), gerakan, posisi ekstremitas atau tonus otot bayi.
2. Penatalaksanaan awal BBL
Penilaian awal, mencegah kehilangan panas tubuh, rangsangan taktil,
merawat tali pusat, memulai pemberian asi, pencegahan infeksi, termasuk
profilaksis gangguan pada mata.
3. Mekonium pada cairan ketuban
Berkaitan dengan adanya gangguan intrauterin kesejahteraan bayi
terauma bila konsistensinya kental atau jumlahnya berlebihan, menimbulkan
masalah apabila terjadi aspirasi ke dalam saluran nafas bayi baru lahir,
walaupun bayi tampak bugar, tetap lakukan pemantuan terhadap
kemungkinkan terjadinya penyulit.
4. Kondisi yang memerlukan rujukan
Bayi dengan kelainan bawaan (hidrosefalus, mikrosefalus, megakolom,
langit-langit terbelah, bibir sumbing), bayi dengan gejala dan tanda infeksi, tidak
dapat menyusui atau keadaan umumnya jelek, asfiksia dan tidak memberi respons
yang baik terhadap tindakan resusitasi

19
b. Kriteria APGAR Skor
Dalam penilaian APGAR terdapat 5 kirteria yang dinilai, yaitu:

Keterangan 0 1 2

A Appereance Seluruh tubuh Badan merah Seluruh


(Warna biru atau putih ektremitas biru tubuh
Kulit) kemerahan

P Pulse (Nadi) Tidak ada < 100 x/ menit >100 x/


menit

G Grimace Tidak ada Gerakan Sedikit Reaksi


(Refleks) melawan

A Activity Tidak ada Ekstremitas fleksi Gerakan


(Tonus Otot) sedikit aktif

R Respiratory Tidak ada Lemah / tidak Menangis


(Pernapasan) teratur kuat / keras

Apabila nilai APGAR :


 7 – 10 : Bayi mengalami Asfiksia ringan atau dikatakan bayi dalam
keadaan normal
 4–6 : Bayi mengalami Asfiksia sedang
 0–3 : Bayi mengalami Asfiksia berat

20
Apabila ditemukan APGAR score dibawah 6 maka bayi tersebut membutuhkan
tindakan resusitasi

c. Cara Penilaian APGAR


Skor Apgar dinilai pada menit pertama, menit kelima, dan menit kesepuluh
setelah bayi lahir, untuk mengetahui perkembangan keadaan bayi tersebut.
Namun dalam situasi tertentu, Skor Apgar juga dinilai pada menit ke 10, 15, dan
20, hingga total skor 10 (Sujiyatini, 2014).

1. Appearance (warna kulit):


Menilai kulit bayi. Nilai 2 jika warna kulit seluruh tubuh bayi
kemerahan, nilai 1 jika kulit bayi pucat pada bagian ekstremitas, dan nilai 0
jika kulit bayi pucat pada seluruh badan (Biru atau putih semua) .

2. Pulse (denyut jantung/nadi):


Untuk mengetahui denyut jantung bayi, dapat dilakukan dengan
meraba bagian atas dada bayi di bagian apeks dengan dua jari atau dengan
meletakkan stetoskop pada dada bayi. Denyut jantung dihitung dalam satu
menit, caranya dihitung 15 detik, lalu hasilnya dikalikan 4, sehingga didapat
hasil total dalam 60 detik. Jantung yang sehat akan berdenyut di atas 100 kali
per menit dan diberi nilai 2. Nilai 1 diberikan pada bayi yang frekuensi denyut
jantungnya di bawah 100 kali per menit. Sementara bila denyut jantung tak
terdeteksi sama sekali maka nilainya 0.

3. Grimace (Respon Reflek) :


Ketika selang suction dimasukkan ke dalam lubang hidung bayi untuk
membersihkan jalan nafasnya, akan terlihat bagaimana reaksi bayi. Jika ia

21
menarik, batuk, ataupun bersin saat di stimulasi, itu pertanda responnya
terhadap rangsangan bagus dan mendapat nilai 2. Tapi jika bayi hanya
meringis ketika di stimulasi, itu berarti hanya mendapat nilai 1. Dan jika bayi
tidak ada respon terhadap stimulasi maka diberi nilai 0

4. Activity (tonus otot) :


Hal ini dinilai dari gerakan bayi. Bila bayi menggerakkan kedua
tangan dan kakinya secara aktif dan spontan begitu lahir, artinya tonus ototnya
bagus dan diberi nilai 2. Tapi jika bayi dirangsang ekstermitasnya ditekuk,
nilainya hanya 1. Bayi yang lahir dalam keadaan lunglai atau terkulai dinilai
0.

5. Respiration (pernapasan) :
Kemampuan bayi bernafas dinilai dengan mendengarkan tangis bayi.
Jika ia langsung menangis dengan kuat begitu lahir, itu tandanya paru-paru
bayi telah matang dan mampu beradaptasi dengan baik. Berarti nilainya 2.
Sedangkan bayi yang hanya merintih rintih, nilainya 1. Nilai 0 diberikan pada
bayi yang terlahir tanpa tangis (diam).

d. Penatalaksanaan Pada Bayi Baru Lahir


1. Asfiksia berat (nilai APGAR 0-3):
a. Kolaborasi dalam pemberian suction.
b. Kolaborasi dalam pemberian O2.
c. Berikan kehangatan pada bayi.
d. Observasi denyut jantung, warna kulit, respirasi.
e. Berikan injeksi vit K, bila ada indikasi perdarahan.

2. Asfiksia ringan sedang (nilai APGAR 4-6):


a. Kolaborasi dalam pemberian suction.

22
b. Kolaborasi dalam pemberian O2.
c. Observasi respirasi bayi.
d. Beri kehangatan pada bayi.

3. Bayi normal (nilai APGAR 7-10):


a. Berikan kehangatan pada bayi.
b. Observasi denyut jantung, warna kulit, serta respirasi pada menit
selanjutnya sampai nilai Apgar menjadi 10.

D.pengertian masa nifas

Masa nifas adalah masa dimulainya beberapa jam sesudah


lahirnya plasenta sampai 6 minggu setelah melahirkan (Yanti dan
Sundawati, 2014).

Masa nifas (puerperium) adalah masa yang dimulai setelah


plasenta keluar dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali
seperti keadaan semula (sebelum hamil) yang berlangsung selama
kira-kira 6 minggu (Saleha, 2014).

1. Tujuan masa nifas

Asuhan yang diberikan kepada ibu nifas bertujuan untuk:


a. Meningkatkan kesejahteraan fisik dan psikologis ibu dan bayi.
Pemberian asuhan, pertama bertujuan untuk memberi fasilitas dan
dukungan bagi ibu yang baru saja melahirkan anak pertama untuk
dapat menyesuaikan diri dengan kondisi dan peran barunya sebagai
seorang ibu. Kedua, memberi pendampingan dan dukungan bagi ibu
yang melahirkan anak kedua dan seterusnya untuk membentuk pola
baru dalam keluarga sehingga perannya sebagai ibu tetap
terlaksana dengan baik. Jika ibu dapat melewati masa ini maka

23
kesejahteraan fisik dan psikologis bayi pun akan meningkat
(Saiffuddin, 2012).
b. Pencegahan, diagnosa dini, dan pengobatan komplikasi

Pemberian asuhan pada ibu nifas diharapkan permasalahan


dan komplikasi yang terjadi akan lebih cepat terdeteksi sehingga
penanganannya pun dapat lebih maksimal (Saiffuddin, 2012).

c.Dapat segera merujuk ibu ke asuhan tenaga bilamana


perluPendampingan pada ibu pada masa nifas bertujuan agar
keputusan tepat dapat segera diambil sesuai dengan kondisi pasien
sehingga kejadian mortalitas dapat dicegah (Saiffuddin, 2012).
Mendukung dan mendampingi ibu dalam menjalankan peran
barunya Hal ini sangat penting untuk diperhatikan karena banyak
pihak yang beranggapan bahwa jika bayi lahir dengan selamat,
maka tidak perlu lagi dilakukan pendampingan bagi ibu, beradaptasi
dengan peran barunya sangatlah berat dan membutuhkan suatu
kondisi mental yang maksimal (Saiffuddin, 2012).

e. Mencegah ibu terkena tetanus

Pemberian asuhan yang maksimal pada ibu nifas, diharapkan tetanus


pada ibu melahirkan dapat dihindari (Saiffuddin, 2012).

f. Memberi bimbingan dan dorongan tentang pemberian makan anak


secara sehat serta peningkatan pengembangan hubungan yang
baik antara ibu dan anak.

Pemberian asuhan, kesempatan untuk berkonsultasi tentang


kesehatan, termasuk kesehatan anak dan keluarga akan sangat
terbuka.Bidan akan membuka wawasan ibu dan keluarga untuk
peningkatan kesehatan keluarga dan hubungan psikologis yang
baik antara ibu, anak, dan keluarga (Saiffuddin, 2012).

24
a. Tahapan masa nifas
Masa nifas terbagi menjadi 3 tahapan, yaitu :

1. Puerperium Dini

Suatu masa kepulihan dimana ibu diperbolehkan untuk berdiri


dan berjalan-jalan (Sundawati dan Yanti, 2011). Puerperium
dini merupakan masa kepulihan, pada saat ini ibu sudah
diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan (Ambarwati, 2012).

2. Puerperium Intermedial

Suatu masa dimana kepilihan dari organ-organ reproduksi


selam kurang le intermedial merupakan masa kepulihan ala-
alat genetalia secara menyuluruh yang lamanya sekitar 6-8
minggu (Ambarwati, 2012).

3. Remote Puerperium

Waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat kembali dalam


keadaan sempurna terutama ibu bila ibu selama hamil atau
waktu persalinan mengalami komplikasi (Sundawati dan
Yanti, 2011). Remote puerpartum merupakan masa yang
diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna, terutama bila
selama hamil atau waktu persalinan mempunyai komplikasi.
Waktu untuk sehat sempurna dapat berlangsung selama
berminggu-minggu, bulanan, bahkan tahunan (Ambarwati,
2012).bih 6 minggu (Sundawati dan Yanti, 2011).
Puerperium

25
b. Perubahan Fisiologis Masa Nifas

1.Perubahan sistm produksi

a. Involusi uterus

Menurut Yanti dan Sundawati (2011) involusi uterus atau


pengerutan uterus merupakan suatu proses dimana uterus
kembali ke kondisi sebelum hamil.Proses involusi uterus adalah
sebagai berikut :

1) Iskemia miometrium. Hal ini disebabkan oleh kontraksi dan


retraksi yang terus menerus dari uterus setelah pengeluaran
plasenta sehingga membuat uterus menjadi relative anemi dan
menyebabkan serat otot atrofi.

2) Atrofi jaringan. Atrofi jaringan terjadi sebagai reaksi


penghentian hormone estrogen saat pelepasan plasenta.

3) Autolysis Merupakan proses penghancuran diri sendiri yang


terjadi di dalam otot uterus. Enzim proteotik akan
memendekan jaringan otot yang telah mengendur sehingga
panjangnya 10 kali panjang sebelum hamil dan lebarnya 5 kali
lebar sebelum hamil yang terjadi selama kehamilan. Hal ini
disebabkan karena penurunan hormone estrogen dan
progesterone.

4) Efek oksitosin. Oksitosin menyebabkan terjadinya kontraksi dan


retraksi otot uterus sehingga akan menekan pembuluh darah dan
mengakibatkan berkurangnya suplai darah ke uterus. Proses ini
membantu untuk mengurangi situs atau tempat implantasi
plasenta serta mengurangi perdarahan (Yanti dan
Sundawati,2018)

26
c. Perubahan-perubahan normal pada uterus selama
postpartum

Involusi Uteri TFU Berat Diameter


Uterus Uterus

Plasenta lahir Setinggi 1000 12,5 cm


Pusat gram
c. 7 hari (minggu 1) Pertengahan 500 7,5 cm
pusat dan gram
Simpisis
14 hari (minggu Tidak teraba 350 5 cm
2) gram
6 minggu Normal 60 2,5 cm
Gram

d. Kebutuhan selama masa nifas


 Nutrisi

Ibu nifas memerlukan nutrisi dan cairan untuk pemulihan


kondisi kesehatan setelah melahirkan, cadangan tenaga serta
untuk memenuhi produksi air susu. Zat-zat yang dibutuhkan
ibu pasca persalinan antara lain:

Kebutuhan kalori pada masa menyusui sekitar 400 -500 kalori.


Wanita dewasa memerlukan 1800 kalori per hari.
Sebaliknya ibu nifas jangan mengurangi kebutuhan kalori,
karena akan megganggu proses metabolisme tubuh dan
menyebabkan ASI rusak. (Wiknjosastro, 2016).

27
 Kalsium dan vitamin

Kalsium dan vitamin D berguna untuk pembentukan tulang


dan gigi, kebutuhan kalsium dan vitamin D di dapat dari minum
susu rendah kalori atau berjemur di pagi hari. Konsumsi
kalsium pada masa menyusui meningkat menjadi 5 porsi per hari.
Satu setara dengan 50-60 gram keju, satu cangkir susu krim, 160
gram ikan salmon, 120 gram ikan sarden, atau 280 gram tahukalsium
(Wiknjosastro, 2016).

 Magnesium
Magnesium dibutuhkan sel tubuh untuk membantu gerak otot,
fungsi syaraf dan memperkuat tulang. Kebutuhan magnesium
didapat pada gandum dan kacang-kacangan
(Wiknjosastro,2018)
e. Deteksi Dini Komplikasi Masa Nifas dan Penangan

Infeksi masa nifa Infeksi nifas adalah infeksi yang dimulai


0
pada dan melalui traktus genetalis setelah persalinan. Suhu 38 c
atau lebih yang terjadi pada hari ke 2-10 post partum dan diukur
peroral sedikitnya 4 kali sehari (Yanti dan Sundawati,
2014).Menurut Yanti dan Sundawati (2014) Penyebab dan cara
terjadinya infeksi nifas yaitu:

28
a. Penyebab infeksi masa nifas

Macam-macam jalan kuman masuk kea lat kandungan seperti


eksogen (kuman datang dari luar), autogen (kuman masuk dari
tempat lain dalam tubuh), dan endogen (dari jalan lahir sendiri).
Penyebab terbanyak adalah streptococcus anaerob yang sebenarnya
tidak pathogen sebagai penghuni normal jalan lahir

b. Cara terjadi nya infeksi

Infeksi ini dapat terjadi sebagai

1.Tangan pemeriksa atau penolong

2.droplet infection

3.virus nosokomial

4.koitus

c. Factor presdisposisi infeksi nifas: Semua keadaan yang


menurunkan daya tahan penderita seperti perdarahan banyak,
diabetes, preeklamps, malnutrisi, anemia. Kelelahan juga
infeksi lain yaitu pneumonia, penyakit jantung dan sebagainya,
proses persalinan bermasalah seperti partus lama/macet
terutama dengan ketuban pecah lama, korioamnionitis,
persalinan traumatic, kurang baiknya proses pencegahan infeksi
dan manipulasi yang berlebihan, tindakan obstetrikoperatif baik
pervaginam maupun perabdominal, tertinggalnya sisa plasenta,
selaput.

29
f.Pencegahan Infeksi Nifas
1) Masa kehamilan: mengurangi atau mencegah factor-faktor

2)selama persalinan

a) Hindari partus terlalu lama dan ketuban pecah


lama/menjaga supaya persalinan tidak berlarut-larut

b) Menyelesaikan persalinan dengan trauma sedikit


mungkin

c) Perlukaann-perlukaan jalan lahir karena tindakan


pervaginam maupun perabddominan dibersihkan, dijahit
sebaik-baiknya dan menjaga sterilitas

d) Mencegah terjadinya perdarahan banyak, bila


terjadi darah yang hilang harus segera diganti dengan
tranfusi darah

e) Semua petugas dalam kamar bersalin harus menutup


hidung dan mulut dengan masker

30
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Pemeriksaan fisik pada ibu hamil dapat dilakukan dengan beberapa

pemeriksaan. Pemeriksaan fisik merupakan salah satu cara untuk mengetahui

gejala atau masalah kesehatan yang dialami oleh klien. Pemeriksaan fisik

bertujuan untuk mengumpulkan data tentang kesehatan pasien, menambah

informasi, menyangkal data yang diperoleh dari riwayat pasien, mengidentifikasi

masalah pasien, menilai perubahan status pasien, dan mengevaluasi pelaksanaan

tindakan yang telah diberikan. Adapun tujuan pemeriksaan pada ibu hamil yaitu

untuk menilai keadaan umum ibu, status gizi, tingkat keasadaran, serta ada

tidaknya kelainan bentuk badan.

Dalam melakukan pemeriksaan fisik terdapat teknik dasar yang perlu dipahami,

antara lain inspeksi (melihat), palpasi (meraba), perkusi (ketukan), dan auskultasi

(mendengar).

B. Saran
Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata kesempurnaan.
Kami akan memperbaiki makalah ini dengan berpedoman pada banyak
sumber yang dapat dipertanggung-jawabkan. Maka dari itu, kami
mengharapkan kritik dan saran yang membangun mengenai pembahasan
makalah ini.

31
DAFTAR PUSTAKA

 Prawirohardjo, S. 2010. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Materna


dan Neonatal. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
 Rohani, dkk. 2011. Asuhan Kebidanan Pada Masa Persalinan. Jakarta:
Salemba Medika.
 Sujiyantini, dkk. 2011. Asuhan Kebidanan II (Persalinan). Yogyakarta:
Rhima Press
 Ambarawati, 2014. Asuhan Kebidanan Nifas. Yogyakarta: Nuha Medika
Ambarawati, 2014. Asuhan Kebidanan Nifas. Yogykarta: Nuha Medika
 Dinkes, 2007. Profil Kesehatan Provinsi Nusa Tenggara Timur.NTT:
 Kemenkes RI Mansyur N, 2014. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Masa Nifas.
Malang: Selaksa Medika
 Marmi, 2012. Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas. Yogyakarta: Pustaka
Belajar Nugroho, 2014. Buku Ajar Askep Kehamilan. Yogyakarta: Nuha
Medika Pukdiknakes, 2003 dalam Yanti & Sundawati 2011. Konsep
Asuhan Kehamilan. Jakarta: Pusdiknakes
 Reeder, 2011. Keperawatan Maternitas: Kesehatan Wanita, Bayi dan
Keluarga. Jakarta: EGC
 Saiffuddin, 2006. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal
danNeontal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka

32
33
34
3

35

Anda mungkin juga menyukai