Anda di halaman 1dari 38

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. TINJAUAN ASUHAN KEBIDANAN

Menurut soepardan (2007; h. 96), manajemen kebidanan adalah suatu

metode berpikir dan bertindak secara sistematis dan logis dalam memberi

asuhan kebidanan, agar menguntungkan kedua belah pihak baik klien

maupun pemberi asuhan. Sedangkan menurut Hellen Varney (1997) dalam

buku Konsep Kebidanan (Yulianti dan Rukiyah, 2011) manajemen

kebidanan adalah proses pemecahan masalah yang digunakan sebagai

metode untuk mengorganisasikan pikiran dan tindakan berdasarkan teori

ilmiah, penemuan- penemuan, keterampilan dalam rangkaian/tahapan yang

logis untuk pengambilan suatu keputusan terfokus pada klien (Yulianti dan

rukiyah, 2011; h. 82).

1. Asuhan kebidanan kehamilan

Proses kehamilan merupakan matarantai yang bersinambung dan

terdiri dari ovulasi, migrasi spermatozoa dan ovum, konsepsi dan

pertumbuhan zigot, nidasi( implantasi), pada uterus, pembentukan

plasenta, dan tumbuh kembang hasil konsepsi sampai aterm.

(Manuaba. 2010). Menurut Soepardan (2007;h.97-102) Manajemen

asuhan kebidanan kehamilan meliputi:

10
11

a. Tahap pengumpulan data dasar (langkah I)

Pada langkah pertama dikumpulkan semua informasi (data)

yang akurat dan lengkap dari semua sumber yang berkaitan

dengan kondisi klien. Untuk memeroleh data dilakukan dengan

2 cara yaitu dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik sesuai

dengan kebutuhan.

Anamnesis dilakukan dengan untuk mendapatkan data

subjektif yang meliputi biodata klien, keluhan klien, riwayat

menstruasi, riwayat kesehatan, riwayat kehamilan, riwayat

persalinan dan riwayat nifas, psiko-sosio-spritual, serta

pengetahuan klien.

Keluhan ibu hamil pada setiap trimester berbeda-beda. Pada

trimester satu dijumpai keluhan antara lain rasa nyeri, lembek

dan geli pada payudara, sering kencing dan tidak bisa ditunda,

rasa letih, lesu, mual dan muntah, hipersalivasi, keputihan..

(Salmah, dkk. 2006; h. 70-71). Menurut Sulistyawati (2009; h.

124-124) rasa ketidaknyamanan pada ibu hamil trimester kedua

antara lain hemoroid, keputihan, sembelit, napas sesak, nyeri

pada ligamentum rotundum, panas pada perut, perut kembung,

pusing, sakit punggung dan varises pada kaki. Sedangkan

keluhan ibu hamil pada trimester ketiga antara lain sesak napas,

rasa khawatir dan cemas, rasa tidak nyaman dan tertekan pada
12

perineum, sering kontraksi, kram betis, mudah lelah dan edema

kaki sampai tungkai. (Salmah, dkk. 2006;h. 73-74).

Menurut Sulistyawati (2009; h. 149-162) tanda- tanda

bahaya trimester satu yaitu abortus, kehamilan mola, kehamilan

ektopik dan hiperemesis gravidarum. Sedangkan untuk

kehamilan lanjut atau tanda –tanda bahaya pada trimester kedua

dan ketiga yaitu perdarahan karena solusio plasenta dan plasenta

previa, sakit kepala yang hebat, penglihatan kabur, bengkak di

wajah dan jari-jari tangan, keluar cairan per vagina, gerakan

janin tidak terasa dan nyeri perut yang hebat.

Riwayat obstetri yang lalu meliputi jumlah kehamilan,

jumlah persalinan, jumlah anak hidup, cara persalinan, jumlah

keguguran, perdarahan pada kehamilan, adanya hipertensi pada

kehamilan dan riwayat penyakit dan kematian perinatal,

neonatal dan janin. Sedangkan riwayat kesehatan meliputi

adakah penyakit jantung, DM, penyakit menular dan penyakit

menurun. (kemenkes. 2013). Anamnesis ini bertujuan untuk

mengetahui hal- hal yang akan terjadi atau kemungkinan yang

akan terjadi pada masa kehamilan.

Pemeriksaan fisik sesuai dengan kebutuhan dan

pemeriksaan khusus untuk mendapatkan data objektif yang

meliputi dari inspeksi, palpasi, auskultasi, dan perkusi serta


13

pemeriksaan penunjang yang terdiri dari laboratorium dan

catatan terbaru serta catatan sebelumnya.

Pemeriksaan fisik umum pada kunjungan pertama meliputi

tanda- tanda vital, berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas,

muka apakah ada edema atau terlihat pucat dan status generalis

sedangkan pemeriksaan fisik umum pada kunjungan antenatal

berikutnya meliputi tanda- tanda vital, berat badan, edema dan

pemeriksaan terkait masalah yang telah teridentifikasi pada

kunjungan sebelumnya. Melengkapi pemeriksaan fisik obstetrik

yang meliputi pengukuran TFU menggunakan pita ukur bila usia

lebih dari 20 minggu , pemeriksaan vulva, pemeriksaan dalam,

palpasi abdomen menggunakan manuver leopold I-IV.

Pemeriksaan terakhir yaitu melakukan pemeriksaan penunjang,

pada ibu hamil melakukan pemeriksaan laboratorium rutin,

kadar hemoglobin, golongan darah, tes HIV, tes urine dan

pemeriksaan USG. (Kemenkes RI, 2013 dalam buku saku

pelayanan kesehatan ibu di fasilitas dasar dan rujukan; h. 24-

28).

Pada tahap ini merupakan tahap awal yang akan

menentukan langkah berikutnya sehingga kelengkapan data

sesuai dengan kasus yang dihadapi akan menentukan benar

tidaknya proses interpretasi pada tahap selanjutnya.


14

b. Interpretasi Data Dasar (langkah II)

Pada langkah kedua dilakukan identifikasi terhadap

diagnosis atau masalah berdasarkan interpretasi yang benar atas

data- data yang telah dikumpulkan. Data dasar tersebut

kemudian diinterpretasikan sehingga dapat dirumuskan

diagnosis dan masalah spesifik. Baik rumusan diagnosis maupun

masalah, keduanya harus ditangani. Meskipun masalah tidak

dapat diartikan sebagai diagnosis, tetapi tetap membutuhkan

penanganan.

Diagnosa dan data dasar yang dapat ditegakkan dalam

kehamilan sebagai deteksi dini meliputi perdarahan yang keluar

dari jalan lahir (abortus, solusio plasenta dan plasenta previa),

hiperemesis gravidarum (mual mutah yang berlebihan sampai

mengganggu aktivitas sehari- hari), pre eklamsi dan eklamsia

(tekanan darah meningkat dari biasanya, pandangan kabur, nyeri

ulu hati, pemeriksaan protein urine +2, edema pada wajah dan

ekstremitas) dan gerakan janin tidak dirasakan (solusio plasenta,

ruptur uteri, gawat janin dan kematian janin). (Salmah, dkk.

2006; h. 98-104)

c. Identifikasi diagnosis/ masalah potensial dan antisipasi

penangannannya (langkah III)

Pada langkah ketiga kita mengidentifikasi masalah

potensial berdasarkan diagnosis/masalah yang sudah


15

diidentifikasi. Langkah ini membutuhkan antisipasi, bila

memungkinkan dilakukan pencegahan. Langkah ini penting

sekali dalam melakukan asuhan yang aman dan bersifat

antisipasi yang rasional/ logis.(Soepardan, 2007).

Dalam tindakan antisipasi atau langkah pencegahan bidan

bisa menggunakan Skor Poedji Rochjati. Fungsi dari skor ini

adalah sebagai deteksi dini/skrining/ faktor risiko, penapisan

KRT pemantauan selama kehamilan, pedoman komunikasi

informasi edukasi/KIE, pencatatan dan pelaporan dan validasi

data. Jadi bisa dikatakan skor Poedji Rochjati ini sebagai acuan

untuk melakukan langkah selanjutnya apakah ibu hamil perlu

penanganan segera atau ibu hamil di rujuk. Skor Puji Rochjati

terlampir (www. Academia.edu)

d. Menetapkan Perlunya Konsultasi dan Kolaborasi Segera Dengan

Tenaga Kesehatan Lain (langkah IV)

Pada kondisi tertentu, seorang bidan mungkin juga perlu

melakukan konsultasi atau kolaborasi dengan dokter atau tim

kesehatan lainnya. Dalam hal ini bidan harus mampu

mengevaluasi kondisi setiap klien untuk menentukan kepada

siapa sebaiknya konsultasi dan kolaborasi dilakukan. Jadi dapat

disimpulkan bahwa dalam melakukan suatu tindakan harus

disesuaikan dengan prioritas masalah/kondisi keseluruhan yang

dihadapi klien. Setelah bidan merumuskan hal-hal yang perlu


16

dilakukan untuk mengantisipasi masalah potensial sebelumnya,

bidan juga harus merumuskan tindakan emergensi/darurat yang

harus dilakukan untuk menyelamatkan ibu dan bayi. Rumusan

ini mencakup tindakan segera yang bisa dilakukan secara

mandiri, kolaborasi atau bersifat rujukan.

Contohnya adalah ibu hamil G2P1A0 hamil 32 minggu

dengan pre eklamsia berat, maka bidan konsultasi dengan dokter

mengenai pemberian Mgso4.

e. Menyusun Rencana Asuhan Menyeluruh (langkah V)

Pada langkah kelima direncanakan asuhan menyeluruh

yang ditentukan berdasarkan langkah-langkah sebelumnya.

Langkah ini merupakan kelanjutan manajemen untuk masalah

atau diagnosis yang telah diidentifikasi atau diantisipasi. Pada

langkah ini informasi data yang tidak lengkap dapat dilengkapi.

Asuhan terhadap ibu hamil sudah mencakup setiap hal yang

berkaitan dengan semua aspek asuhan kesehatan dan sudah

disetujui oleh kedua belah pihak, yaitu bidan dan ibu hamil agar

dapat dilaksanakan secara efektif. Semua keputusan yang telah

disepakati dikembangkan dalam asuhan menyeluruh dan sesuai

dengan asumsi tentang apa yang akan dilakukan

klien.(Soepardan, 2007).

Rencana asuhan umum yang menyeluruh dan harus

diberikan ibu hamil antara lain memberikan suplemen dan


17

pencegahan penyakit, pemeberian imunisasi TT dan

memberikan materi konseling, informasi dan KIE sesuai

kebutuhan ibu hamil seperti senam hamil body mekanik,

personal hygene,istirahat dan sekresi.(Kemenkes RI, 2013 dan

Sulistyawati, 2009).

Menurut Cooper A. Margaret, dkk (2009) tentang asuhan

antenatal adalah asuhan yang diberikan kepada ibu hamil sejak

konfirmasi konsepsi hingga awal persalinan. Bidan akan

menggunakan pendekatan yang berpusat pada ibu dalam

memberikan asuhan kepada ibu dan keluarganya dengan berbagi

informasi untuk memudahkannya membuat pilihan tentang

asuhan yang ia terima. Sedangkan menurut Depkes. RI (1997)

dalam Pantikawati dan Saryono (2010;h.8-9) dikatakan

antenatal care adalah pelayanan yang diberikan oleh ibu hamil

secara berkala untuk menjaga kesehatan ibu dan bayinya.

1.) Tujuan Asuhan Antenatal

Menurut Kemenkes RI (2013) dalam buku saku

pelayanan kesehatan ibu di fasilitas kesehatan dasar dan

rujukan mengatakan bahwa tujuan asuhan antenatal

adalah untuk menghindari risiko komplikasi pada

kehamilan dan persalinan, anjurkan setiap ibu hamil

untuk melakukan kunjungan antenatal komprehensif

yang berkualitas minimal 4 kali, termasuk minimal 1


18

kali kunjungan diantar suami/pasangan atau anggota

keluarga.

2.) Standar Antenatal Care

Pelayanan antenatal care (ANC) minimal 5T,

meningkat menjadi 7T, 10T, dan sekarang menjadi 12T,

sedangkan untuk daerah gondok dan endemik malaria

menjadi 14T yaitu ukur tinggi badan/ berat badan, ukur

tekanan darah, ukur tinggi fundus uteri, pemberian

imunisasi TT, pemberian tablet zat besi(minimal 90

tablet) selama kehamilan, tes terhadap penyakit menular

seksual, temu wicara/konseling, tes/pemeriksaan HB,

tes/pemeriksaan urin protein, tes reduksi urin,

perawatan payudara, pemeliharaan tingkat kebugaran

(senam hamil) sedangkan untuk daerah gondok dan

endemik malaria ada pemeriksaan/terapi yodium kapsul

dan terapi obat malaria.(Pantikawati dan Saryono, 2010;

h. 10).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh

Uluwiyatun, dkk (2014), mengatakan bahwa ada

pengaruh konsumsi rumput laut terhadap peningkatan

kadar HB. Ini ditunjukkan melalui hasil uji- t

independen dengan p value 0,004, maka diharapkan

bidan dapat memonitor dan memotivasi ibu hamil untuk


19

mengkonsumsi tablet FE selama hamil untuk mencegah

anemia. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Esti

Handayani, dkk (2013), mengatakan bahwa terhadapat

perbedaan tingkat pengetahuan dan sikap ibu hamil

tentang penggunaan garam beryodium di wilayah

puskesmas Borobudor Kab. Magelang, semakin tinggi

tingkat pengetahuan ibu hamil tentang pentingnya

garam beryodium maka sikap ibu hamil untuk

mengkonsumsi juga semakin baik. Karena pengetahuan

sejalan dengan sikap atau perilaku seseorang. Standar

antenatal care juga diperkuat dengan penelitian yang

dilakukan oleh Aisyah Susanti, Rusnoto dan Nor

Asiyah (2013) yang mengutarakan bahwa terdapat

hubungan antara budaya pantang makanan terhadap

status gizi pada ibu hamil trimester III. Jadi diharapkan

seorang bidan maupun tenaga kesehatan harus selalu

memberi konseling tentang pentingnya kebutuhan ibu

hamil supaya ibu hamil dalam keadaan sehat dan tidak

beresiko.

3.) Kunjungan Antenatal Care

Frekuensi kunjungan ANC adalah minimal 1 kali

pada trimester 1, minimal 1 kali pada trimester 2,

minimal 2 kali pada trimester 3. Ibu hamil dapat


20

melaksanakan pemeriksaan kehamilan di sarana

kesehatan seperti rumah sakit, puskesmas, posyandu,

bidan praktek swasta dan dokter praktek.(Pantikawati

dan Saryono, 2010; h. 9).Berdasarkan penelitian yang

dilakukan oleh Titis Purboningsih (2014), mengatakan

bahwa terdapat hubungan antara pengetahuan ibu hamil

tentang ANC terhadap perilaku kunjungan ANC.

Semakin tingginya kunjungan ANC maka semakin

tinggi tingkat pengetahuan ibu hamil tentang antenatal

care. Untuk itu diharapkan tenaga kesehatan terutama

bidan senantiasa meningkatkan penyuluhan kepada ibu

hamil tentang pentingnya memeriksakan kehamilannya.

f. Pelaksanaan Langsung Asuhan Dengan Efisiensi Dan Aman

(Langkah VI)

Pada langkah keenam, rencana asuhan menyeluruh

dilakukan dengan efisien dan aman. Pelaksanaan ini bisa

dilakukan seluruhnya oleh bidan atau bidan berkolabaorasi

dengan dokter untuk menangani ibu hamil yang mengalami

komplikasi. Walaupun bidan tidak melakukan sendiri, namun ia

tetap memikul tanggung jawab untuk mengarahkan

pelaksanaannya. Penatalaksanaan yang efisien dan berkualitas

akan berpengaruh pada waktu serta biaya.


21

g. Evaluasi (langkah VII)

Evaluasi dilakukan secara siklus dan dengan mengkaji

ulang aspek asuhan yang tidak efektif untuk mengetahui faktor

mana yang menguntungkan atau menghambat keberhasilan

asuhan yang diberikan.

Pada langkah terakhir, dilakukan evaluasi keefektifan

asuhan yang sudah diberikan. Ini meliputi evaluasi pemenuhan

kebutuhan akan bantuan apakah benar- benar telah terpenuhi

sebagaimana diidentifikasi didalam diagnosis dan masalah.

Rencana tersebut dapat dianggap efektif jika memang benar

efektif dalam pelaksanaanya. Langkah evaluasi ini akan muncul

masalah sudah teratasi, masalah belum teratasi dan muncul

masalah lagi.

Ada kemungkinan bahwa sebagian rencana tersebut efektif,

sedang sebagian lagi belum efektif. Mengingat bahwa proses

manajemen asuhan kehamilan merupakan suatu kegiatan yang

berkesinambungan, maka bidan perlu mengulang kembali setiap

asuhan yang tidak efektif melalui proses manajemen untuk

mengidentifikasi mengapa rencana asuhan tidak berjalan efektif

serta melakukan penyesuaian pada rencana asuhan tersebut.

2. Catatan Perkembangan: Asuhan Ibu dalam Masa Persalinan

Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin

dan plasenta) yang telah cukup bulan atau dapat hidup diluar
22

kandungan melalui jalan lahir atau melalui jalan lain, dengan

bantuan atau tanpa bantuan (kekuatan sendiri). (Manuaba, 2010; h.

164).

Menurut Asri dan Clervo (2010;h.2-13), faktor- faktor yang

mempengaruhi persalinan adalah power (tenaga yang mendorong

anak), passage (jalan lahir), passager (fetus), plasenta dan

psikologis.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Indah Irianti

dan Enung Harni (2011), mengatakan bahwa terdapat hubungan

negatife dan signifikan antara dukungan suami dengan kecemasan

menghadapi persalinan pada ibu hamil primigravida. Semakin

tinggi dukungan suami, semakin rendah kecemasan persalinan

yang dialami ibu hamil primigravida dan begitu juga sebaliknya.

Jadi diharapkan ibu hamil dalam persalinan mendapatkan

dukungan dari orang terdekat sehingga psikologis ibu menjadi

nyaman dan nyeri saat persalinan bisa dikendalikan dengan baik.

Dalam persalinan, penatalaksanaan yang diberikan adalah

Asuhan Persalinan Normal (APN) yang terdiri dari 58 langkah

dengan menerapkan asuhan sayang ibu dan pencegahan infeksi

(kemenkes RI, 2013 dalam buku saku pelayanan kesehatan ibu di

fasilitas dasar dan rujukan).


23

a. Persalinan Kala I

Kala I adalah kala pembukaan nol sampai pembukaan lengkap.

Pada permulaan his, kala pembukaan berlangsung tidak begitu kuat

sehingga ibu hamil masih dapat berjalan- jalan.(Manuaba, 2010).

1.) Subjektif

Data subjektif ibu bersalin atau data yang diperleh dari

anamnesa antara lain biodata, data demografi, riwayat

kesehatan, riwayat menstruasi, riwayat obstetrik dan

ginekologi, keluhan pasien ,psikospritual dan pengetahuan

klien.

2.) Obyektif

Data obyektif ibu bersalin didapatkan dari hasil pemeriksaan

ibu bersalin kala I.

3.) Analisa

Setelah didapatkan data subyektif dan data obyektif ibu

bersalin maka dapat dirumuskan diagnosa ibu bersalin, masalah

dan kebutuhan ibu bersalin. Contohnya diagnosa: Ny. X

G1P0A0 umur X tahun, hamil Z minggu, janin tunggal, hidup

intrauteri, letak membujur preskep, sudah masuk PAP ,

punggung kanan dengan inpartu kala 1 fase laten. Masalah ibu

bersalin berdasarkan keluhan ibu, diagnosa ibu bersalin dan

hasil pemeriksaan ibu sedangkan kebutuhan ibu sesuai masalah

ibu.
24

4.) Penatalaksanaan

Rencana asuhan persalinan kala I yaitu mengevaluasi

kesejahteraan ibu meliputi memberi dukungan dan

mendengarkan keluhan ibu, jika ibu tampak gelisah/ kesakitan

ajarkan tekhnik bernapas, biarkan ia berjalan atau beraktivitas

ringan sesuai keinginannya, biarkan ia berganti posisi sesuai

keinginan, tapi jika di tempat tidur sarankan untuk miring ke

kiri, anjurkan suami atau keluarga memijat punggung atau

membasuh muka ibu, menjaga privasi ibu, izinkan ibu untuk

mandi atau membasuh kemaluannya setelah buang air

kecil/besar, menjaga kondisi ruangan sejuk, memberi

kebutuhan asupan gizi, sarankan ibu berkemih sesering

mungkin dan pantau parameter yang meliputi tekanan darah,

suhu, nadi, denyut jantung janin, kontraksi, pembukaan serviks,

penurunan kepala, dan warna cairan amnion secara rutin

menggunakan partograf. Jika terjadi komplikasi segeralah

melakukan rujukan.

Berdasarkan penelitian Wijayanti (2010), mengatakan

bahwa terdapat pengaruh relaksasi dan metode massage dalam

upaya mengurangi nyeri persalinan. Hasilnya ibu hamil yang

diberi relaksasi dan metode massage, tingkat nyeri berkurang.


25

Hal ini faktor psikologis juga bisa mempengaruhi tingkat nyeri

seseorang.

b. Persalinan kala II

Kala II dimulai pembukaan lengkap (10 cm) sampai bayi baru

lahir. Tanda gejala pada persalinan kala II yaitu ibu mempunyai

keinginan untuk meneran, ibu merasa tekanan yang kuat pada rectum

dan/ vagina, perineum menonjol dan menipis serta vulva-vagina dan

sfingter ani membuka.(kemenkes RI, 2013;h. 39).

Lamanya kala II untuk primigravida 2 jam dan multigravida 1 jam.

(Kemenkes RI, 2013) Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sri

Sumarni, dkk (2012), mengatakan bahwa terdapat hubungan antara

efektivitas senam hamil dengan lama waktu kala II persalinan. Hal ini

dibuktikan dengan responden dengan frekuensi senam hamil >7 kali

mengalami lama waktu persalinan kala II terbanyak kategori normal

dan lambat sebanyak 51,7%, sedangkan responden dengan frekuensi

senam hamil <7 kali lebih banyak mengalami lama waktu kala II

persalinan kategori normal dan lambat 79,3%. Jadi disimpulkan bahwa

semakin sering ibu hamil melakukan senam hamil maka mampu untuk

memperlancar proses persalinan dan diharapkan ibu hamil rutin senam

hamil minimal 7 kali mulai TM 2 selama kehamilan. Kala II yang

harus diwaspadai yaitu fase kala II memanjang yang disebut persalinan

macet yang artinya tidak ada kemajuan penurunan bagian terendah

janin pada persalinan kala II.


26

1.) Subjektif : dalam pengumpulan data subjektif ini didapatkan

dari keluhan ibu bersalin kala II seperti ibu ingin meneran.

2.) Obyektif : data obyektif ini didapatkan dari hasil pemeriksaan

ibu bersalin kala II, tanda gejala kala II dan observasi bidan

3.) Analisa: dalam analisa ini memuat diagnosa ibu dalam

persalinan kala II.

4.) Penatalaksanaan: penatalaksanaan dalam persalinan kala II

meliputi (1)mengenali tanda dan gejala kala dua (2)

menyiapkan pertolongan persalinan baik itu peralatan, bahan

dan obat-obatan esensial (3)kenakan baju penutup atau celemek

plastik yang bersih, sepatu tertutup kedap air, tutup kepala,

masker dan kacamata (4) lepas semua perhiasan pada lengan

dan tangan lalu cuci kedua tangan dengan sabun dan air bersih

kemudian keringkan dengan handuk atau tisu bersih (5) pakai

sarung tangan steril/ DTT untuk pemeriksaan dalam (6) ambil

spuit dengan tangan yang bersarung tangan, isi dengan

oksitosin 10 unit dan letakkan kembali spuit tersebut di partus

set/wadah DTT atau steril tanpa mengontaminasi spuit (7)

bersihkan vulva dan perineum, dari depan ke belakang dengan

kapas atau kasa yang dibasahi air DTT (8) lakukan

pemeriksaan dalam untuk memastikan bahwa pembukaan

serviks sudah lengkap (9) dekontaminasi sarung tangan dan

cuci tangan (10) periksa DJJ segera setelah kontraksi berakhir


27

untuk memastikan bahwa DJJ dalam batas normal (11) beritahu

ibu pembukaan sudah lengkap dan keadaan janin baik (12)

minta bantuan keluarga untuk menyiapkan posisi ibu untuk

meneran (13) melakukan pimpinan meneran saat ibu

mempunyai dorongan yang kuat untuk meneran (14) anjurkan

ibu untuk berjalan, berjongkok atau mengambil posisi yang

nyaman, jika ibu belum merasa ada dorongan untuk meneran

dalam 60 menit (15) jika kepala bayi telah membuka vulva

dengan diameter 5-6 cm, letakkan handuk bersih diatas perut

ibu untuk mengeringkan bayi (16) letakkan kain bersih yang

dilipat 1/3 bagian dibawah bokong ibu (17) buka tutup partus

set dan perhatikan kembali kelengkapan alat dan bahan (18)

pakai sarung tangan DTT atau steril pada kedua tangan (19)

setelah tampak kepala bayi dengan diameter 5-6 cm, lindungi

perineum dengan satu tangan yang dilapisi kain bersih dan

kering, sementara tangan yang lain menahan kepala bayi untuk

menahan posisi defleksi dan membantu lahirnya kepala (20)

periksa lilitan tali pusat dan lakukan tindakan yang sesuai jika

hal itu terjadi (21) tunggu hingga kepala bayi melakukan

putaran paksi luar secara spontan (22) setelah kepala

melakukan putaran paksi luar, pegang secara biparetal.

Anjurkan ibu untuk meneran saat kontraksi (23) setelah kedua

bahu lahir, geser tangan yang berada di bawah kearah perineum


28

ibu untuk menyangga kepala, lengan dan siku sebelah bawah

(24) setelah tubuh dan lengan bayi lahir, lanjutkan penelusuran

tangan yang berada diatas ke punggung, bokong, tungkai dan

kaki bayi (25) lakukan penilaian selintas dan nilai apakah bayi

mengalami asfiksia atau tidak (26) bila tidak ada tanda asfiksia,

lanjutkan manajemen bayi baru lahir normal (27) periksa

kembali perut ibu untuk memastikan tidak ada bayi lain dalam

uterus.(kemenkes RI, 2013)

c. Persalinan Kala III

Setelah kala II, kontraksi uterus berhenti sekitar 5 sampai 10 menit.

Dengan lahirnya bayi, mulai berlangsung pelepasan plasenta pada

lapisan Nitabusch, karena sifat retraksi otot rahim. (Manuaba, 2010).

1.) Subyektif: data subyektif ini berisi keluhan ibu bersalin kala III

2.) Obyektif: data obyektif ini didapatkan dari hasil pemeriksaan

dan tanda gejala kala III.Lepasnya plasenta sudah dapat

diperkirakan dengan memerhatikan tanda- tanda uterus menjadi

bundar, uterus terdorong ke atas karena plasenta dilepas ke

segmen bawah rahim, tali pusat bertambah panjang, terjadi

perdarahan. Melahirkan plasenta dilakukan dengan dorongan

ringan secara Crede pada fundus uteri.(Manuaba, 2010)

3.) Analisa: dalam analisa ini berisi diagnosa ibu dalam persalinan

kala III
29

4.) Penatalaksanaan: penatalaksanaan kala III meliputi (28)

beritahukan kepada ibu bahwa penolong akan menyuntikkan

oksitosin untuk membantu uterus berkontraksi baik (29) dalam

waktu 1 menit setelah bayi lahir , berikan suntikan oksitosin 10

unit IM di sepertiga paha atas bagian distal lateral (30) dengan

menggunakn klem, 2 menit stelah bayi lahir, jepit tali pusat

pada sekitar 3 cm dari pusat (umbilikus) bayi. Dari sisi luar

klem penjepit, dorong isi tali pusat ke arah distal (ibu) dan

lakukan penjepitan keduan pada 2 cm distal dari klem pertama

(31) potong dan ikat tali pusat (32) tempatkan bayi untuk

melakukan kontak kulit ibu ke kulit5 bayi (33) selimuti ibu dan

bayi dengan kain hangat dan kering dan pasang topi pada

kepala bayi (34) pindahkan klem pada tali pusat hingga

berjarak 5-10 cm dari vulva (35) letakkan satu tangan diatas

kain yang ada diperut ibu, tepat ditepi atas simfisis dan

tegangkan tali pusat dan klem dengan tangan yang lain (36)

setelah uterus berkontraksi, tegangkan tali pusat kea rah bawah

sambil tangan yang lain mendorong uterus ke arah dorso

kranial secara hati- hati (37) lakukan penegangan dan dorongan

dorso kranial hingga plasenta terlepas, lalu minta ibu meneran

sambil menarik tali pusat dengan arah sejajar lantai dan

kemudian ke arah atas, mengikuti poros jalan lahir dengan tetap

melakukan tekanan dorso-kranial (38) saat plasenta terlihat di


30

introitus vagina, lanjutkan kelahiran plasenta dengan

menggunakan kedua tangan (39) segera setelah plasenta dan

selaput ketuban lahir, lakukan massase uterus (40) periksa

kedua sisi plasenta baik yang menempel ke ibu maupun janin

dan pastikan bahwa selaputnya lengkap dan utuh (41) evaluasi

adanya laserasi pada vagina dan perineum dan lakukan

penjahitan bila laserasi menyebabkan perdarahan

aktif.(kemenkes RI, 2013).

d. Persalinan kala IV

Kala IV dimaksudkan untuk melakukan observasi karena

perdarahan postpartum paling sering terjadi pada 2 jam pertama.

1.) Subyektif: data subyektif ini berisi keluhan ibu bersalin kala

IV.

2.) Obyektif: data obyektif ini berisi hasil pemeriksaan ibu bersalin

pada kala IV. Observasi yang dilakukan meliputi tingkat

kesadaran penderita, pemeriksaan tanda-tanda vital, kontraksi

uterus, terjadinya perdarahan.

3.) Analisa: berisi diagnosa ibu dalam persalinan kala IV

4.) Penatalaksanaan: penatalaksanaan kala IV meliputi (42)

pastikan uterus berkontraksi dengan baik dan tidak terjadi

perdarahan pervaginam (43) mulai IMD dengan memberi

cukup waktu untuk melakukan kontak kulit ibu-bayi di dada

ibu minimal 1 jam (44) setelah kontak kulit ibu-bayi dan IMD
31

selesai, lakukan timbang ukur bayi, beri salep, suntikkan

vitamin K dan pastikan tidak ada cacat bawaan lahir serta bayi

dalam keadaan sehat (45) satu jam setelah pemberian vitamin

K, berikan suntikan imunisasi hepatitis B di paha kanan

anterolateral bayi (46) lanjutkan pemantauan kontraksi dan

pencegahan perdarahn pervaginam (47) ajarkan ibu/keluarga

cara melakukan massase uterus dan menilai kontraksi (48)

evaluasi jumlah kehilangan darah, Berdasarkan penelitian yang

dilakukan oleh Siti Koriah, dkk (2013), mengatakan bahwa

terdapat pengaruh pemijatan endorphin pada kala IV dengan

jumlah pengeluaran darah. Hal ini dibuktikan dengan

responden yang dilakukan tindakan berkisar antara 20-75 ml,

rata-rata 53,67 ml dengan standar deviasi 17,369 ml, sedangkan

responden yang tidak dilakukan tindakan berkisar antara 120 –

700 ml, rata- rata 192,733 ml, jadi dapat disimpulkan bahwa

ternyata pemijatan endorphin pada masa kala IV persalinan

normal jumlah pengeluaran darah lebih sedikit.

(49) periksa tekanan darah, nadi, dan keadaan kandung kemih

ibu setiap 15 menit selama 1 jam pertama pascasalin dan setiap

30 menit selama jam kedua pascasalin (50) periksa kembali

kondisi bayi untuk memastikan bahwa bayi bernapas dengan

baik serta suhu tubuh normal (51) tempatkan semua peralatan

bekas pakai dalam larutan klorin 0,5% untuk dekontaminasi


32

(52) buang bahan- bahan yang terkontaminasi ke tempat

sampah yang sesuai (53) bersihkan badan ibu dan bantu ibu

memakai pakaian yang bersih dan kering (54) pastikan ibu

merasa nyaman (55) dekontaminasi tempat bersalin dengan

larutan klorin 0,5% (56) celupkan sarung tangan kotor ke

dalam larutan klorin, balikkan bagian dalam keluar dan rendam

dalam larutan klorin selama 10 menit (57) cuci kedua tangan

dengan sabun dan air bersih mengalir kemudian keringkan

dengan tisu atau handuk yang kering dan bersih (58) lengkapi

partograf, periksa tanda vital dan asuhan kala IV.(kemenkes RI,

2013).

3. Catatan Perkembangan: Asuhan Ibu Masa Nifas

Masa nifas (puerperium) adalah masa setelah persalinan selesai

sampai 6 minggu atau 42 hari. Selama masa nifas, organ reproduksi

secara perlahan akan mengalami perubahan seperti keadaan sebelum

hamil. Perubahan organ reproduksi ini disebut involusi. (Maritalia,

2012; h. 11). Menurut Bahiyatun (2009;h.67-79), kebutuhan dasar

masa nifas meliputi:

a. Nutrisi dan cairan

Ibu harus mendapatkan nutrisi yang lengkap untuk pemulihan

kesehatan dan kekuatan, meningkatkan kualitas dan kuantitas

ASI, serta mencegah terjadinya infeksi. Teori ini juga diperkuat

dengan penelitian yang dilakukan oleh Panca Ratna


33

Hestianingrum, dkk (2011) yang mengatakan bahwa terdapat

hubungan tingkat kecukupan protein dengan lama penyembuhan

luka perineum ibu nifas di wilayah kerja puskesmas

Tawangharjo Kabupaten Grobogan. Penelitian ini dengan

menggunakan sampel 30 ibu nifas hari 1 -42 yang mengalami

luka jalan lahir, hasilnya sebagian besar bufas yang mengalami

luka jalan lahir pada hari 1-42 memilik tingkat kecukupan

protein pada kategori cukup 15 orang (53,3%) dan lama

kesembuhan luka perineum pada kategori per primer 15 orang

(53,3%). Hasil uji stattistik diperoleh ada hubungan mengenai

dua variabel tersebut dengan nilai koefisien korelasi sebesar -

0,776 dengan tingkat signifikan 0,05. Jadi dapat disimpulkan

bahwa kebutuhan nutrisi dan cairan pada ibu nifas haruslah

terpenuhi supaya ibu nifas dalam keadaan sehat dan tidak terjadi

masalah atau komplikasi pada waktu nifas.

b. Ambulasi

Ambulasi sedini mungkin sangat dianjurkan kecuali ada

kontraindikasi. Ambulasi dilakukan secara bertahap sesuai

kekuatan ibu. Ambulasi dapat mengurangi kejadian komplikasi.

Ambulasi dini, mobilisasi dan senam nifas sangat dianjurkan

untuk mengatasi perubahan pada sistem musculoskeletal yang

setelah proses persalinan selesai, dinding perut akan menjadi

longgar, kendur, dan melebar selama beberapa minggu atau


34

bahkan beberapa bulan. Hal ini dibuktikan oleh penelitian yang

dilakukan oleh Eti Suryati dan Nawati (2010), bahwa terdapat

pengaruh signifikan senam nifas terhadap pemulihan fisik ibu

post partum spontan, yaitu dengan dibuktikan senam nifas

dapat meningkatan sebanyak 9 kali lebih baik pada ibu yang

diberi intervensi senam nifas dibandingkan dengan ibu yang

tidak diberikan intervensi senam nifas. Senam nifas selain

mempercepat proses involusi uterus juga memperkuat kontraksi

uterus dan mempercepat pengeluaran lochea sehingga secara

keseluruhan dapat mempercepat pemulihan fisik ibu post

partum. Jadi diharapkan senam nifas pada ibu post partum

spontan lebih ditingkatkan dengan cara yang bertahap

kontinyu, senam nifas dapat dilakukan semua ibu post partum

spontan tanpa adanya komplikasi, karena ibu yang keadaan

umumnya tidak baik merupakan kontra indikasi dilakukan

senam nifas.

c. Eliminasi

Berkemih harus terjadi dalam 4-8 jam pertama sebanyak 200

cc. anjurkan ibu untuk minum banyak cairan dan ambulasi.

d. Hygiene

Bidan harus bijaksana dalam memberikan motivasi ini tanpa

mengurangi keaktifan ibu untuk melakukan personal hygiene

secara mandiri. Pada tahap awal, bidan dapat melibatkan


35

keluarga dalam perawatan kebersihan ibu. Berdasarkan

penelitian yang dilakukan oleh Pri Astuti dan Yuli

Setyaningrum (2009), mengatakan bahwa terdapat hubungan

antara praktik perawatan payudara dengan kejadian mastitis

pada ibu nifas tahun 2009 di BPS Nonuk Desa Bandungan

Kabupaten Jepara. Hal ini ditunjukkan dengan hasil analisa Chi-

Square p 0,001 (<0,005) berarti Ha diterima dan Ho ditolak.

Sebagian besar responden yang diteliti tidak melakukan praktik

perawatan payudara yaitu sebanyak 21 responden dan yang

diteliti mengalami kejadian mastitis sebanyak 24 responden.

Maka diharapkan ibu nifas mempunyai kesadaran yang lebih

mengenai perawatan diri terutama perawatan payudara dan

tenaga kesehatan diupayakan menjelaskan tentang tekhnik

perawatan payudara kepada ibu nifas supaya dapat melakukan

perawatan payudara dirumah dengan baik, karena dapat

membantu ibu untuk menghindari masalah dalam menyusui.

e. Istirahat

Ibu nifas membutuhkan istirahat dan tidur yang cukup. Wanita

dalam masa nifas dan menyusui memerlukan waktu lebih

banyak untuk istirahat karena sedang dalam proses

penyembuhan terutama organ-organ reproduksi dan untuk

kebutuhan menyusui lainnya. Ibu dianjurkan untuk


36

menyesuaikan jadwalnya dengan jadwal bayi dan mengejar

kesempatan untuk istirahat.

f. Seksualitas masa nifas

Seksualitas ibu dipengaruhi oleh derajat rupture perineum dan

penurunan hormone steroid setelah persalinan. Keinginan

seksual ibu menurun karena kadar hormon rendah, adaptasi

peran baru, keletihan (kurang istirahat dan tidur).

1.) Masa Nifas 6 Jam

a.) Subyektif:data subyektif ini didapatkan dari ibu nifas 6 jam seperti

keluhan ibu.

b.) Obyektif: data obyektif didapatkan dari observasi bidan dan hasil

pemeriksaan ibu nifas 6 jam.

c.) Analisa: setelah didapatkan data subyektif dan data obyektif maka

dapat dianalisa dengan ibu nifas 6 jam dengan kebutuhan ibu nifas

d.) Penatalaksanaan: asuhan yang diberikan kepada ibu nifas 6 jam

atau kunjungan pertama meliputi mencegah perdarahan masa nifas,

mendeteksi dan perawatan penyebab lain perdarahan, memberikan

konseling pada ibu dan keluarga tentang cara mencegah

perdarahan, pemberian ASI awal, mengajarkan cara mempererat

hubungan antara ibu dan bayi dan menjaga bayi tetap sehat dan

dalam keadaan baik.(maritalia, 2012)

2.) Masa Nifas 6 Hari

a.) Subyektif: data subyektif didapatkan dari keluhan ibu nifas 6 hari.
37

b.) Obyektif: data obyektif didapatkan dari hasil pemeriksaan ibu nifas

6 hari.

c.) Analisa: setelah didapatkan data subyektif dan data obyektif maka

dapat dianalisa ibu nifas 6 hari dengan kebutuhan ibu nifas

d.) Penatalaksanaan: asuhan yang diberikan kepada ibu nifas 6 hari

atau kunjungan kedua meliputi memastikan involus uterus berjalan

dengan normal, uterus berkontraksi dengan baik, TFU dibawah

umbilikus, tidak ada perdarahan abnormal, menilai adanya tanda-

tanda demam, infeksi dan perdarahan, memastikan ibu mendapat

istirahat yang cukup, mendapatkan makanan yang bergizi dan

cukup cairan, memastikan ibu menyusui dengan baik dan benar

serta memberikan konseling tentang perawatan bayi baru

lahir.(maritalia, 2012)

3.) Masa Nifas 2 Minggu

a.) Subyektif: data subyektif didapatkan dari keluhan ibu nifas 2

minggu

b.) Obyektif: data obyektif didapatkan dari hasil pemeriksaan fisik ibu

nifas 2 minggu.

c.) Analisa: setelah data subyektif dan data obyektif dikumpulkan

maka dapat dianalisa dengan ibu nifas 2 minggu dengan suatu

kebutuhan ibu nifas tertentu.


38

d.) Penatalaksanaan: asuhan yang diberikan kepada ibu nifas 2 minggu

atau kunjungan ketiga sama dengan asuhan yang diberikan pada

kunjungan 6 hari post partum.(Maritalia, 2012)

4.) Masa Nifas 6 Minggu

a.) Subyektif: data subyektif didapatkan dari keluhan ibu nifas 6

minggu.

b.) Obyektif: data obyektif didapatkan dari hasil pemeriksaan fisik ibu

nifas 6 minggu.

c.) Analisa: setelah data subyektif dan data obyektif dikumpulkan

maka dapat dianalisa dengan ibu nifas 6 minggu dengan suatu

kebutuhan ibu nifas tertentu.

d.) Penatalaksanaan: asuhan yang diberikan kepada ibu nifas 6 minggu

atau kunjungan keempat meliputi menanyakan penyulit- penyulit

yang dialami ibu selama masa nifas dan memberikan konseling KB

secara dini (Maritalia, 2012).

4. Asuhan Kebidanan Keluarga Berencana Pasca Bersalin

Keluarga berencana adalah suatu upaya yang dilakukan

manusia untuk mengatur secara sengaja kehamilan dalam keluarga

secara tidak melawan hukum dan moral pancasila untuk

kesejahteraan keluarga..(Maritalia, 2012; h. 101). Tujuan keluarga

berencana adalah membentuk keluarga bahagia dan sejahtera

sesuai dengan keadaan sosial ekonomi suatu keluarga dengan cara

pengaturan kelahiran anak, pendewasaan usia perkawinan,


39

peningkatan ketahanan dan kesejahteraan keluarga agar dapat

memenuhi kebutuhan hidupnya.). (Maritalia, 2012; h. 101-102).

Menurut Manuaba (2010;h.593-634) jenis – jenis KB pasca

bersalin terdiri dari KB dengan metode sederhana, metode efektif,

kontrasepsi mekanis, kontrasepsi mantap wanita dan kontrasepsi

mantap pria.

1.) KB pasca bersalin dengan metode sederhana yang

digunakan tanpa bantuan orang lain seperti kondom,

pantang berkala, senggama terputus dan spermisid.

2.) KB dengan metode efektif

a.) Kontrasepsi hormonal pil progestin. Metode ini

cocok untuk perempuan menyusui yang ingin

menggunakan pil KB dan sangat efektif pada masa

laktasi. Dosisnya rendah, tidak menurunkan

produksi ASI, tidak memberikan efek samping

estrogen. Efek samping utama ini adalah perdarahan

bercak atau perdarahan tidak teratur. (Bahiyatun,

2009;h. 86).

b.) Kontrasepsi hormonal suntikan progestin. Metode

ini sangat efektif, aman, dan dapat digunakan oleh

semua wanita dalam usia reproduksi. Suntikan

progestin cocok untuk masa laktasi karena tidak

menekan produksi ASI. Cara kerja metode ini


40

adalah mencegah ovulasi, mengentalkan lender

serviks sehingga menurunkan kemampuan penetrasi

sperma, menjadikan selaput lendir tipis dan

menghambat transportasi gamet oleh

tuba.(Bahiyatun, 2009; h. 87)

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh

Munayarokh, dkk (2014), mengatakan bahwa

terdapat hubungan antara lama pemakaian KB

suntik DMPA dengan gangguan menstruasi. Hal ini

dijelaskan bahwa responden yang KB suntik kurang

dari satu tahun mengalami gangguan menstruasi

sebanyak 4 responden sedangkan yang tidak

mengalami gangguan menstruasi sebanyak 3

responden. Maka diharapkan bidan selalu

memberikan informasi ulang mengenai efek

samping dari KB suntik tersebut sehingga ibu

peserta KB mengetahui akan hal itu.

c.) Kontrasepsi hormonal susuk (Norplant atau

Implant). Konsep mekanisme kerjanya adalah

sebagai progesterone yang dapat menghalangi

pengeluaran LH sehingga tidak terjadi ovulasi,

mengentalkan lender serviks dan menghalangi

migrasi spermatozoa dan menyebabkan situasi


41

endometrium tidak siap menjadi tempat nidasi.

Keuntungan kb susuk adalah dipasang selama lima

tahun, kontrol medis ringan, dapat dilayani didaerah

pedesaan, penyulit medis tidak terlalu tinggi dan

biaya murah. Sedangkan kerugiannya adalah

menimbulkan gangguan menstruasi yaitu tidak

mendapat menstruasi dan terjadi perdarahan yang

tidak teratur, berat badan bertambah, menilmbulkan

akne, ketegangan payudara dan liang senggama

terasa kering.

3.) Kontrasepsi mekanis(AKDR). Mekanisme kerja lokal

dari AKDR ini adalah benda asing dalam rahim

menimbulkan reaksi benda asing dengan timbunan

leukosit, makrofag dan limfosit, AKDR menimbulkan

perubahan pengeluaran cairan, prostaglandin, yang

menghalangi kapasitasi spermatozoa, pemadatan

endometrium mengakibatkan tidak mampu

melaksanakan nidasi, ion CU yang dikeluarkan AKDR

dengan Cupper menyebabkan gangguan gerak

spermatozoa sehingga mengurangi kemampuan untuk

melaksanakan konsepsi. Keuntungan AKDR adalah

pemasangan tidak memerlukan medis teknis yang sulit,

kontrol medis yang ringan, penyulit tidak terlalu berat


42

dan pulihnya kesuburan setelah AKDR dicabut

berlangsung baik. Seedangkan kerugiannya adalah

masih terjadi kehamilan dengan AKDR in situ, terdapat

perdarahan, leukorea, sehingga menguras protein tubuh

dan liang senggama terasa lebih basah, dapat terjadi

infeksi, tingkat akhir infeksi menimbulkan kemandulan

primer atau sekunder dan kehamilan ektopik serta

mengganggu hubungan seksual.

4.) Metode Kontrasepsi Mantap Wanita dan Pria.

Kontrasepsi mantap atau sterilisasi merupakan metode

KB yang paling efektif, murah, aman, dan mempunyai

nilai demografi yang tinggi. Kontap untuk wanita

disebut tubektomi yaitu dengan memotong atau

mengikat tubafallopi sehingga tidak terjadi pembuahan

sedangkan kontap untuk pria disebut vasektomi yaitu

dengan memotong atau mengikat vas deferens. Kontap

ini merupakan metode keluarga berencana secara

permanen.

5. Catatan perkembangan: asuhan bayi baru lahir (BBL)

Asuhan kebidanan pada bayi baru lahir bertujuan memberikan

asuhan komprehensif kepada bayi baru lahir pada saat ia dalam ruang

rawat, untuk mengajarkan orang tua bagaimana merawat bayi mereka

dan untuk memberi motivasi terhadap upaya pasangan menjadi orang


43

tua, sehingga orang tua percaya diri dan mantap.(Ladewig, Patricia W,

dkk, 2006; h. 153).Bayi baru lahir merupakan individu yang sedang

bertumbuh dan baru saja mengalami trauma kelahiran serta harus dapat

melakukan penyesuaian diri dari kehidupan intrauteri ke kehidupan

ekstrauteri.(Dewi, 2010;). Menurut Ibrahim Kristiana (1984) dalam

Dewi (2010;h.1) Bayi baru lahir normal adalah bayi yang lahir pada

usia kehamilan 37-42 minggu dan berat badannya 2500-4000 gram.

Ciri- ciri bayi baru lahir normal adalah lahir aterm 37-42 minggu,

berat badan 2500-4000 gram, panjang badan 48-52 cm, lingkar dada

30-38 cm, lingkar kepala 33-35 cm, lingkar lengan 11-12 cm, frekuensi

denyut jantung janin 120-160 x/menit, pernapasan 40-60 x/menit, kulit

kemerah- merahan dan licin, rambut lanugo tidak terlihat dan rambut

kepala biasanya telah sempurna, kuku agak panjang dan lemas, nilai

APGAR > 7, gerak aktif, bayi lahir langsung menangis kuat, refleks

rooting, sucking, morro, grasping sudah baik, genitalia pada laki-laki

kematangan ditandai dengan testis yang berada pada skrotum dan penis

yang berlubang dan pada perempuan kematangan ditandai dengan

vagina dan uretra yang berlubang, serta adanya labia minora dan

mayora, dan eliminasi baik ditandai dengan keluarnya meconium

dalam 24 jam pertama dan berwarna hitam kecokelatan. (Dewi, 2010;

h. 2).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Endah Sulistyowati

dan Ngadiyono (2013), mengatakan bahwa terdapat perbedaan


44

perbandingan nilai APGAR skor bayi yang lahir prematur dengan bayi

lahir yang postmatur. Hal ini dibuktikan dengan bayi prematur pada

menit pertama paling banyak adalah bayi dengan kategori

penggolongan asfiksia sedang/ringan yaitu sebanyak 41,2% sedangkan

bayi postmatur klasifikasi APGAR pada menit pertama yang paling

besar adalah normal sebanyak 94,1%. Perbedaan ini disebabkan karena

kegagalan napas pada bayi premature berkaitan dengan defisiensi

kematangan surfaktan pada paru- paru bayi.

a. Masa BBL 6 jam

1.) Subyektif: data subyektif ini didapatkan hasil wawancara

dengan orang tua bayi

2.) Obyektif : data obyektif ini didapatkan dari hasil pemeriksaan

fisik, keadaan umum bayi, menangis kuat, pergerakan aktif,

kesadaran bayi, denyut nadi bayi, pernapasan, reflek menghisap

dan apakah ada kelainan cacat bawaan bayi

3.) Analisa: dari pengkajian data subyektif dan obyektif, kemudian

dilakukan analisa data sehingga muncul diagnosa

4.) Penatalaksanaan: penatalaksanaan BBL 6 jam meliputi

mempertahankan suhu tubuh bayi agar tetap hangat dengan

memastikan bayi tetap hangat dan terjadi kontak antara kulit

bayi, perawatan mata 1 jam pertama setelah lahir dengan obat

mata eritromicin 0,5%, memberikan identitas pada bayi,

memberikan suntikan vitamin K pada 1 jam pertama lahir dan


45

memberikan imunisasi hepatitis B pada 1 jam kedua pasca

kelahiran. Jika bayi mau dipulangkan, memberikan konseling

kepada orang tua bayi tentang cara perawatan tali pusat,

pemebrian ASI, cara memulai pemberian ASI, posisi menyusui,

cara menjaga kehangatan bayi, memberikan penyuluhan tanda-

tanda bahaya pada bayi dan menjaga kebersihan serta keamanan

bayi (Rukiyah, 2012; h. 64)

b. Masa BBL 6 hari

1.) Subyektif: data subyektif ini didapatkan hasil wawancara

dengan orang tua bayi.

2.) Obyektif: data obyektif ini didapatkan dari hasil pemeriksaan

fisik, keadaan umum, gerak bayi, pernapasan, warna kulit, reflek

menghisap, frekuensi menyusu, pola bab dan bak bayi, pola

istrirahat bayi dan apakah ada tanda- tanda bahaya pada bayi.

3.) Analisa: dari pengkajian data subyektif dan obyektif, kemudian

dilakukan analisa data sehingga muncul diagnosa.

4.) Penatalaksanaan: penatalaksanaan BBL 6 hari yaitu memastikan

bayi dalam keadaan sehat dan baik, memberikan konseling

kepada orang tua bayi tentang mencegah hipotermi atau

menjaga kehangatan bayi, pemberian ASI, cara perawatan tali

pusat, memberitahu tanda- tanda bahaya pada bayi sehingga jika

ditemui tanda- tanda bahaya pada bayi, keluarga langsung


46

memeriksakan bayinya ke bidan atau fasilitas kesehatan

(Rukiyah, 2012; h. 90)

c. Masa BBL 2 minggu

1.) Subyektif: data subyektif ini didapatkan hasil wawancara

dengan orang tua bayi.

2.) Obyektif: data obyektif ini didapatkan dari hasil pemeriksaan

fisik, keadaan umum, gerak bayi, pernapasan, warna kulit, reflek

menghisap, frekuensi menyusu, pola bab dan bak bayi, pola

istrirahat bayi dan apakah ada tanda- tanda bahaya pada bayi.

3.) Analisa: dari pengkajian data subyektif dan obyektif, kemudian

dilakukan analisa data sehingga muncul diagnosa.

4.) Penatalaksanaan: penatalaksanaan BBL 2 minggu meliputi

memastikan bayi dalam keadaan baik dan sehat,

memberitahukan ibu tentang pemberian ASI eklusif,

memberitahukan ibu tentang imunisasi bayi dasar wajib untuk

bayi, dan mengajarkan ibu tentang cara merawat kebersihan

bayi.( Rukiyah, 2012;h. 102).

Jadi dapat disimpulkan bahwa bidan dalam melaksanakan asuhan harus

berdasarkan alur pikir yang jelas yaitu proses manajemen kebidanan atau

penatalaksanaan kebidanan. Dari hasil penatalaksanaan asuhan, bidan

berkewajiban untuk membuat pencatatan hasil asuhan secara akurat dan

komprehensif sehingga hasilnya berupa pendokumentasian asuhan kebidanan.

Metode pendokumentasian dengan menggunakan metode SOAP. Langkah –


47

langkah pada manajemen kebidanan sudah terdapat pada SOAP notes.

(Handayani, 2012; h. 62).

Anda mungkin juga menyukai