Anda di halaman 1dari 42

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Manajemen Asuhan Kebidanan Kehamilan

Manajemen kebidanan adalah pendekatan proses berpikir logis dan

sistematik dalam memberikan asuhan kebidanan untuk pentingan kedua belah

pihak (klien dan tenaga kesehatan). Manajemen kebidanan dengan demikian

merupakan akar dari gagasan bidan memberikan arahan atau kerangka kerja

untuk kasus-kasus yang sudah menjadi tanggung jawabnya. Manajemen

kebidanan adalah proses pemecahan masalah yang digunakan sebagai metode

pengorganisasian pemikiran dan tindakan berdasarkan teori ilmiah,

penemuan, dan keterampilan pengambilan keputusan yang berpusat pada

klien (Zaenal, 2021).

Para ahli mendefinisikan kehamilan secara berbeda, tetapi prinsip intinya

sama. Kehamilan biasanya berlangsung selama 40 minggu, atau 280 hari,

sejak hari pertama periode menstruasi terakhir. Kehamilan cukup bulan

didefinisikan sebagai usia kehamilan antara 38-42 minggu yang merupakan

masa terjadinya persalinan normal (Parwirohardjo, 2016). Manajemen asuhan

kebidanan selama kehamilan menggunakan 5 langkah varney dan SOAP

(Subjektif, Objektif, Anamnesa, Penatalaksaan). Manajemen varney adalah

solusi khusus bidan untuk masalah kesehatan ibu dan anak dalam pemberian

asuhan kebidanan individu (Hatijar et al, 2021).

10
11

1. Langkah 1 : Pengumpulan data dasar

Dilaukan pengkajian dengan mengumpulkan semua data atau

informasi yang akurat dan lengkap dari seumber yang berkaitan. Untuk

memperoleh data dilakukan dengan cara yaitu:

a. Data Subjektif (S)

Dari sudut pandang klien, data subjektif relevan dengan

masalah. Data subjektif dapat diperoleh dari wawancara dengan

pasien dan keluarga meliputi (data biologis, keluhan utama, riwayat

kehamilan saat ini, riwayat kebidanan masa lalu, riwayat kesehatan,

data psikososial, cara memenuhi kebutuhan sehari-hari, riwayat

imunisasi Tetanus Toxoid (TT) 5x selama kehamilan, pemberian

tablet Fe 400 mg minimal 90 tablet selama kehamilan dan

melakukan ANC minimal 6x dengan rincian 2x di Trimester 1, 1x di

Trimester 2, dan 3x di Trimester 3. Minimal 2x diperiksa dokter saat

kunjungan 1 di Trimester 1 dan saat kunjungan ke 5 di Trimester 3

(Dartiwen, 2019).

Menurut Amalia, Ulfa, Hikmah, dan Azizah (2022) pada

ibu hamil trimester III keluhan ketidaknyamanan selama kehamilan

akibat perubahan tubuh yang sering terjadi adalah sering buang air

kecil, insomnia, konstipasi, kram kaki, keputihan, dan nyeri ulu hati.

Ketidaknyamanan fisik secara umum biasanya meningkat seiring

dengan usia kehamilan. Hal ini sejalan dengan penelitian yang

dilakukan Sharief, 2022 yang menunjukan bahwa hampir semua ibu


12

hamil sering mengalami rasa tidak nyaman akibat sering ibu air

kecil, yang dapat dimulai pada trimester pertama dan memuncak

pada trimester kedua dan ketiga (Patimah, 2020).

Ketidaknyamanan sering buang air kecil adalah hal yang

wajar bagi ibu, dan sering dirasakan oleh ibu hamil pada trimester

ketiga, hal ini disebabkan ginjal bekerja lebih keras dari biasanya

selama kehamilan, karena organ ini harus menyaring darah lebih

banyak dari sebelum hamil. Sehingga ibu hamil harus sering ke

kamar mandi untuk buang air kecil (Megasari, 2019).

b. Pemeriksaan Fisik (Data Objektif)

Pemeriksaan fisik pertama adalah melakukan pemeriksaan umum

meliputi keadaaan umum klien, kesadaran klien, tanda-tanda vital pasien

seperti tekanan darah, suhu, nadi dan pernafasan, pemeriksaan dada, paru,

dan jantung (Riny, 2019).

Pemeriksaan berikut adalah pemeriksaan keadaan sekarang atau

pemeriksaan fisik untuk mendetekesi kelainan pada jaringan dan organ

tubuh dengan menggunakan empat cara yaitu melihat (inspeksi), meraba

(palpasi), ketukan (perkusi), mendengarkan (auskultasi), karena hasil

pemeriksaan fisik digunakan oleh bidan sebagai dasar untuk menegakkan

diagnosis asuhan kebidanan, maka pemeriksaan fisik dari ujung kepala

samapai ujung kaki harus dilakukan dengan benar (Aulia, Anjani, &

Utami, 2022).
13

Pemeriksaan palpasi pada perut menggunakan teknik palpasi

leopold. Leopold pertama mengukur tinggi fundus uteri (TFU) diperut

untuk menentukan usia kehamilan. Hasilnya bisa dibandingkan dengan tes

riwayat pada hari pertama haid terakhir (HPHT) dan kapan gerakan janin

mulai terasa. Leopold kedua untuk menentukan apakah punggung janin

berada dikanan atau kiri perut ibu, Leopold ketiga untuk menentukan

apakah kepala atau bokong janin, untuk menentukan apakah kepala janin

sudah masuk ke pintu atas panggul (PAP) atau belum masuk pintu atas

panggul (PAP) (Manuaba, 2019)

Salah satu pemeriksaan penunjang adalah pemeriksaan laboratorium

yang meliputi pemeriksaan Hb, protein urin dan reduksi urin, golongan

darah dan kadar gula darah. Selama kehamilan, pemeriksaan Hb rutin

dilakukan untuk mendekteksi anemia (Prawirohardjo, 2020).

Perubahan fisiologis yang terjadi selama kehamilan menyebabkan

penurunan Hb secara bertahap sekitar 30 minggu, yang secara fisiologis

masih dianggap normal. Tes Hb dilakukan minimal dua kali selama

kehamilan, satu kali pada trimester pertama dan satu kali pada trimester

ketiga. Standar pelayanan kebidanan ke-6 membahas penatalaksanaan

anemia selama kehamilan, yang bertujuan untuk mendeteksi anemia pada

awal kehamilan dan menindaklanjuti penatalaksanaan anemia, sebelum

melahirkan. Perilaku kesehatan masyarakat dipengaruhi oleh pengetahuan

dan sikap. Pengetahuan yang baik dan sikap yang positif mendukung

tindakan ibu hamil dalm pencegahan anemia merupakan inisiatif yang


14

dapat meningkatkan pengetahauan dan menciptakan sikap positif sehingga

pada akhirnya ibu hamil dapat terdorong untuk rutin minum tablet besi

untuk mencegah anemia (Sukmawati et al., 2019). Pemeriksaan protein

urine dilakukan untuk mengetahui adanya preeklampsia pada ibu hamil.

Tes protein urin adalah tes protein menggunakan asam asetat 5%, jika urin

menjadi keruh setelah dipanaskan, berarti urin mengandung protein.

Kriteria keluhan protein urin adalah urin jernih dan protein urine negative

(Ridwan dan Arwie, 2021).

2. Langkah II: Interpretasi Data Dasar

Pada langkah ini untuk menentukan diagnosa kehamilan yang

dilakukan menganalisa semua data dasar yang telah dikumpulkan

sehingga bisa menegakkan diagnosa atau masalah. Merumuskan Analisa

mulai dari nama ibu kemudian GPA (Gestasi, Paritas, Abortiom) umur

ibu, usia kehamilan dengan penulisan Ny… G PA Usia… tahun usia

kehamilan…minggu (Mangkuji et al, 2021).

3. Langkah III: Merencanakan asuhan yang menyeluruh

Merencanakan asuhan yang menyeluruh meliputi hasil identifiksi

dari klien dan masalah yang ditemukan, komponen dalam asuhan ini

meliputi pengobatan, pendidikan kesehatan, dan pemeriksaan lanjutan.

Perencanaan yang akan diberikan yaitu pemeriksaan secara keseluruhan

pada ibu hamil Trimester III. Memberikan pendidikan kesehatan tentang

ketidaknyamanan yang dialami ibu berupa sering buang air kecil

merupakan hal yang umum terjadi pada kehamilan Trimester III, dan
15

merencanakan pemberian informasi P4K (Meikawati dan Setyawati,

2022).

4. Langkah IV: Penatalaksaan

Penatalaksanaan merupakan tindakan yang harus dilakukan sesuai

rencana yang sudah disusun sebelumnya. Dalam melakukan tindakan ini

harus disetujui oleh pasien kecuali tidak dilaksanakan (Rizal, L.K.,

2022).

Memberikan pendidikan kesehatan tentang keluhan sering buang

air kecil yang dialami ibu. Menurut Sari (2021) bahwa hal ini umum

terjadi pada kehamilan trimester ketiga karena berat rahim yang

membesar dan disebabkan oleh kepala janin yang mulai masuk ke rongga

panggul menekan kandung kemih. Untuk mengurangi ketidaknyamanan

sering buang air kecil, menganjurkan kepada ibu untuk tidak menahan

BAK, kosongkan kandung kemih pada saat terasa ingin BAK. Perbanyak

minum pada siang hari untuk menjaga keseimbangan hidrasi, mengurangi

minum pada malam hari agar tidak sering kekamar kecil untuk BAK.

Memberitahu kepada klien minuman yang dapat meningkatkan

aktivitas buang air kecil, seperti minuman yang mengandung alkohol,

minuman bersoda atau dengan kandungan tinggi gula dan minuman

berkafein seperti kopi atau teh. Karena kandungan dalam minuman

tersebut bersifat mengiritasi kandung kemih dan membuat seseorang

lebih sering buang air kecil, sehingga akan lebih baik ibu mengurangi
16

atau menghindari minuman tersebut dan lebih banyak konsumsi air putih

(Sari, 2021).

Personal hygiene harus selalu dijaga agar tidak menjadi masalah

kesehatan jika ibu tidak menjaga kebersihan organ genetalia seperti organ

genetalia menjadi lecet atau organ genetalia akan terasa gatal dan panas

karena organ genetalia tidak bersih dan dibiarkan lembab. Keluarga harus

berperan penting bagi ibu hamil untuk selalu memperhatikan personal

hygiene untuk mengatasi keluhan masalah lainnya, keluarga dan ibu

harus mengatisipasi dengan tindakan mencuci tangan sebelum dan

sesudah buang air kecil, mengeringkan bagian genetalia dengan handuk

atau tisu bersih sesudah buang air kecil, dan menggunakan celana dalam

berbahan katun, serta mengganti celana dalam jika celana dalam sudah

dalam keadaan lembab dan basah (Megasari, 2019).

Menjelaskan kepada ibu bahwa pekerjaan yang dilakukan ibu juga

dapat berdampak kepada penyebab ibu sering buang air kecil. Saat tubuh

merasakan suhu yang dingin, tubuh merespon bahwa tubuh telalu banyak

air pada aliran darah dan hal ini membuat kadar air pada sel tubuh dan

alairan darah tidak seimbang hingga membuat ginjal lebih sering

membuang cairan yang berlebih dengan berkemih atau buang air kecil

(Sari, 2021).

Memberikan pendidikan kesehatan kepada ibu untuk melakukan

senam kegel, senam kegel adalah terapi non farmakologi yang dapat

menguatkan otot panggul, membantu mengendalikan keluarnya urin.


17

Terapi senam kegel dilakukan untuk mengurangi sering BAK, biasanya

dilakukan dengan menggunakan matras sehingga aman dilajukan pada

ibu hamil dam tidak menganggu kehidupan dirahim (Ziya & Damayanti,

2021).

Mendidik ibu tentang perencanaan persalinan dan pencegahan

komplikasi (P4K). stiker program perencaan persalianan dan pencegahan

komplikasi (P4K) diisi oleh bidan melalui media komunikasi. Ibu hamil

harus membaca buku Kesehatan Ibu dan Anak dengan seksama dan

menggunakannya dalam kehidupan sehari-hari. Ibu harus makan makanan

bergizi, olahraga dan yoga untuk ibu hamil, serta menjaga kebersihan diri

dengan baik. Ibu hamil harus minum tablet penambah darah sesuai dengan

dosis yang diberikan oleh bidan yang dirancang untuk membantu ibu

hamil dan persalinan dengan merujuk pada kemungkinan kelahiran,

tempat kelahiran yang sesuai, pendamping kelahiran, transportasi yang

digunakan dan calon pendonor darah. Persiapan ini dapat mencegah

komplikasi dan membantu ibu dengan segera (Kemenkes, 2021).

Memberikan informasi kepada ibu untuk mengikuti program dari

pemerintahan yaitu Gerakan Bumil Sehat, tujuan dari program ini selama

kehamilan ibu hamil dianjurkan tetap rutin mengonsumsi makanan bergizi

seimbang dan mengonsumsi tablet penambah darah (TTD) rutin, ibu hamil

juga diharapkan mememriksakan kehamilannya minimal 6 kali di fasilitas

kesehatan terdekat untuk memastikan kesehatan ibu dan tumbuh kembang


18

janin serta mengetahui sejak dini adanya komplikasi yang mungkin terjadi

saat kehamilan (Kemenkes, 2022).

B. Manajemen Asuhan Kebidanan Persalinan

Persalinan adalah proses pembukaan dan penipisan serviks, janin

turun kedalam jalan lahir dan diakhiri dengan keluarnya bayi cukup bulan

atau hamper cukup bulan dapat hidup diluar kandungan, diikuti oleh plasenta

dan janin yang dikeluarkan diluar rahim melalui jalan lahir dengan kekuatan

sendiri atau tanpa bantuan. Pada kehamilan aterm (usia kehamilan 37-42

minggu) yang dianggap dengan persalinan normal, pada janin letak

memanjang presentasi belakang yang disusul dengan pengeluaran plasenta

dan seluruh proses kelahiran berakhir dalam waktu kurang dari 24 jam tanpa

tindakan pertolongan bantuan dan tanpa komplikasi (Sulfianti et al, 2020).

1. Asuhan Kala 1

a. Data Subjektif

Keluhan yang biasanya dialami oleh ibu seperti keluar cairan dari

jalan lahir, terdapat lendir bercampur darah, his yang semakin sering,

adanya rasa nyeri yang menjalar dari punggung sampai perut bagian

depan. Hal ini sesuai dengan teori Yuni & Widi (2019), dimana kala I

fase aktif ditandai dengan adanya kontraksi yang adekuat, serviks yang

membuka 4 ke 10, terjadinya penurunan bagian terbawah janin dan

biasanya berlangsung selama 6 jam (Wijayanti dan Safitri, 2020).

b. Data Objektif
19

Data objektif adalah informasi yang dikumpulkan berdasarkan

hasil pemeriksaan terhadap ibu yaitu pemeriksaan fisik pasien,

pemeriksaan laboratorium/pemeriksaan diagnosis lain (utami &

fitriahadi, 2019). Pada ibu bersalin kala 1 dilakukan pemeriksaan TTV

(Tekanan darah, nadi, suhu, respirasi), leopold, denyut jantung janin,

kontraksi, dan dilakukan pemeriksaan dalam (vaginal toucher) untuk

mengetahui pembukaan serviks, kulit ketuban dan penurunan kepala.

Pada kala 1 proses ini memakan waktu yang sangat lama sekitar 18-24

jam, dibagi menjadi 2 tahap yaitu fase laten (8 jam) dari pembukaan 0-3

cm, dan fase aktif (7 jam ) dari pembukaan 4-10cm. dalam fase aktif

dibagi menjadi 3 tahapan lain yaitu fase akselerasi, dimana dalam

waktu 2 jam pembukaan 3-4 cm, fase dilatasi maksimal, yaitu dalam

waktu 2 jam pembukaan langsung sangat cepat dari 4-9 cm, dan

terakhir fase deselerasi, dimana pembukaan menjadi lambat dalam

waktu jam pembukaan 9-10 cm (Yulizawati et al,2019).

c. Analisa

Penentuan diagnosa kebidanan dibuat berdasarkan data dasar yang

sudah dikumpulkan dari hasil pengkajian kepada pasien selanjutnya

diiterprestasikan sehingga dapat dirumuskna diagnosa dan masalah

yang spesifik. Diagnosa kebidanan adalah diagnosa yang dibuat oleh

bidan dalam praktik kebidanan dan memenuhi standar nomenklaktur

(tata nama) diagnosis kebidanan (Rizal, 2021). Daignosa kebidanan ibu

hamil yaitu Ny…. Umur… tahun G..P..A.. Usia Kehamilan … minggu,


20

janin tunggal, hidup, intrauterine, preskep, puki/puka, inpartu kala 1

fase aktif/laten (Subiyatin, 2017).

d. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan asuhan persalinan pada kala I diawali dengan

memberikan informasi kepada ibu tentang hasil pemeriksaan.

Memberikan informasi kepada ibu cara mengatasi keluhan yang

dirasakan ibu. Memberikan anjuran pada ibu tidur miring ke kiri untuk

mempercepat penurunan kepala janin. Mengajarkan pada ibu cara

meneran yang benar yaitu saat ada kontraksi dagu ditempelkan kearah

dada. Kaki ditekuk kearah dada, tangan memegang tungkai kaki,

kencengkan otot perut dan mulai mengejan seperti BAB. Memberi tahu

keluarga untuk menemani ibu dan memberikan dukungan kepada ibu.

Menyiapkan partus set, bahan habis pakai, dan obat esensial untuk

proses persalinan. Melakukan observasi kemajuan persalinan (Ririn,

2021).

Memberitahu ibu untuk mengatasi nyeri dan mempercepat

kemajuan persalinan yaitu memberikan pijat oksitosin. Pijat oksitosin

adalah sentuhan ringan atau tulang belakang mulai dari costa (tulang

rusuk) 5-6 sampai scapula (tulang belikat) yang dapat menimbulkan

efek relaksasi. Relaksasi yang dialami ibu merangsang otak untuk

menurunkan kadar hormon adrenalin dan meningkatkan produksi

oksitosin yang merupakan faktor timbulkan kontraksi yang adekuat.


21

Disamping itu dengan melakukan pijatan oksitosin dapat melancarkan

peredaran darah dan meregangkan darah keotot-oto sehingga nyeri yang

dialami selama proses persalinan juga semakin berkurang (Saleha dan

Sulastriningsih, 2022)

Memberitahu ibu untuk mengurangi rasa nyeri ketika kontraksi

dengan melakukan teknik relaksasi yang benar yaitu mengambil nafas

panjang dan minta suami untuk mendampingi sehingga ibu dapat

merasa sedikit lega dan lebih tenang dalam menghadapi proses

persalinan. Menurut Hilmansyah dalam (Puspitasari, 2019) bahwa

dukungan yang baik akan membantu ibu mengurangi rasa sakit yang

harus mereka alami. Dukungan suami akan membuat ibu terasa lebih

nyaman dan menikmati setiap proses persalinan, semakin rileks ibu

maka tidak ada lagi fokus pada nyeri persalinan. Selain itu dukungan

suami dapat diekspresikan dalam berbagai cara seperti menenangkan

istri, membelainya, memotivasi istri untuk menjalani proses persalinan

(Podungge, 2020).

Intensitas nyeri kala I fase aktif pada ibu bersalin dapat diberikan

kompres hangat pada punggung bagian bawah untuk mengurangi nyeri.

Menurut Dian (2020), kompres hangat pada kelompok intervensi suhu

37 ℃ - 41 ℃ lebih efektif. Kompres hangat dilakukan dengan cara

memasukan air kedalam kantong kompres dengan suhu 37 ℃ - 41 ℃

pengompresan dilakukan selama 30 menit pada daerah punggung

sehingga nyeri yang dirasakan dapat dihambat. Panas yang ditimbulkan


22

meningkatkan sirkulasi darah ke area tersebut sehingga memperbaiki

anoksia jaringan yang disebabkan oleh tekanan (Marlina, 2020)

2. Asuhan Kebidanan Persalinan kala II

Pada kala II persalinan dimulai ketika tanda-tanda pembukaan serviks

sudah lengkap yaitu 10 cm dan berakhir dengan lahirnya bayi. Kala II

pada primipara berlangsung selama 2 jam dan pada multipara 1 jam

(Sunarsih, 2020). Saat kala II ibu dianjurkan mengejan dengan posisi

baring miring kiri untuk mempercepat penurunan kepala janin. Selain itu,

berdasarkan hasil penelitian (Ristica, 2022), posisi berbaring miring kekiri

memberikan kemudahan bagi ibu untuk istirahat diantara kontraksi jika

ibu mengalami kelelahan, dan mengurangu risiko terjadinya laserasi

perineum (Sukarta & Rosmawaty, 2020).

a. Data Subjektif

Keluhan yang biasanya dialami oleh ibu pada persalinan kala II

yaitu ibu mengatakan ingin meneran. Hal ini sesuai dengan teori

menurut Yuni & Widi (2019) dimana kala II adalah tahap yang dimulai

ketika serviks dengan pembukaan lengkap 10 cm dan berakhir dengan

lahirnya seluruh tubuh janin, lama kala II adalah 50 menit untuk

primigravida ada 30 menit untuk multigravida, dan ditandai dengan

adanya dorongan untuk meneran, adanya tekanan pada spinter anus,


23

vulva membuka, kepala turun ke dasar panggul, ibu merasa ingin buang

air besar (Aini, 2020).

b. Data Objektif

Pada persalinan kala II data objektif diperoleh dengan melakukan

pemeriksaan umum yang terdiri dari keadaan umum, kesadaran, dan

TTV (Tekanan darah, nadi, suhu, respirasi), pemeriksaan dalam untuk

menilai keadaan serviks, effecament, kulit ketuban, presentasi, dan

menghitung DJJ (Yulizawati el al, 2020).

c. Analisa

Diagnosa pada kala II ditegakkan atas dasar hasil pemeriksaan

dalam yang menunjukan pembukaan serviks telah lengkap dan terlihat

bagian kepala janin pada interoitus vagina atau sudah tampak di vulva.

Berdasarkan data subjektif dan data objektif, maka diagnosa kebidanan

menjadi Ny… G..P..A.. Umur tahun hamil… minggu janin tunggal,

hidup, intrauteri, letak membujur, preskep, puka/puki, konvergen, ipartu

kala II (Handayani &Triwik, 2018).

d. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan menajemen aktif kala II mengacu pada langkah 60

APN dengan cepat dan tepat yaitu dengan mengenali gejala dan tanda

kala II. Langkah selanjutnya adalah memastikan kelengkapan peralatan,

bahan, dan obat-obatan sesuai untuk menolong persalinan, memakai

celemek, melepaskan perhiasan yang dipakai kemudia cuci tangan dan


24

memakai sarung tangan DTT, lalu memasukkan oksitosin ke dalam

tabung suntik menggunakan teknik one hand (JNPKR-2022).

Menurut Irnawati dan Marbun (2022) salah satu asuhan sayang ibu

pada saat proses persalinan adalah memilih posisi mengejan yang

nyaman, biarkan ibu memilih posisi sesuai keinginanya karena akan

memberi banyak manfaat termasuk lebih sedikit rasa sakit dam

ketidaknyamanan, lama kala II yang lebih singkat, laserasi yang lebih

sedikit dan nilai APGAR score yang lebih baik pada bayi. Pada saat

persalinan bidan dapat memberikan asuhan dengan mengajarkan kepada

ibu untuk melakukan teknik mengejan yang benar yaitu pada saat

terjadi kontraksi ibu dianjurkan untuk mengikuti dorongan secara alami

dan tidak menahan pernapasannya (Surakarta & Rosmawaty, 2019).

Pada saat menolong persalinan kala II, ibu dianjurkan untuk

mencoba posisi yang ternyaman dikarenakan akan memudahkan bidan

dalam menolong persalinan dan memudahkan bidan untuk melahirkan

bayi. Pada penelitian yang dilakukan (Simbolong, Pangaribuan, &

Sinaga, 2017) terdapat perbedaan efektivitas lama kala II dengan posisi

setengah duduk dan miring ke kiri. Lama kala II pada posisi setengah

duduk adalah 26,87 menit, sedangkan lama kala II posisi miring kiri

adalah 23, 60 menit. Posisi miring kiri sendiri mempunyai keuntungan

memberikan rasa santai pada ibu untuk mengeluarkan bayinya. Karena

ibu merasa lebih nyaman dan efektif untuk meneran, juga membantu

perbaikan oksiput yang melntang untk berputar poisis menjadi oksiput


25

anterior dan memudahkan ibu untuk beristirahat diantara kontraksi jika

mengalami kelelahan. Tak hanya itu, posisi miring kiri dapat

mengurangi penekanan pada vena cava inferior sehingga dapat

mengurangi kemungkinan terjadinya hipoksia karena suplay oksigen

tidak terganggu, juga dapat mencegah terjadinya laserasi/robekan jalan

lahir.

Teknik meneran dapat mempengaruhi kejadian rupture perineum

dan perdarahan saat persalinan normal. Perdarahan ini penyebab utama

kematian ibu di Indonesia. Hasil penelitian Desi (2022), bahwa rupture

perineum terjadi karena kesalahan teknis dalam meneran. Rupture

perineum adalah robekan paksa pada jaringan perineum. Penyebab

tersering adalah kesalahan pimpinan persalinan, seperti pembukaan

yang tidak lengkap yang dilakukan oleh pimpinan persalinan dan

dorongan kuat pada fundus uteri. Salah satu penyebab robekan

perineum adalah Teknik mengejan. Cara meneran yang baik adalah

berbaring miring atau setengah duduk, lutut ditarik kearah dada dan

dagu ditempelkan kedada, ibu diminta tidak mengangkat bokong agar

tidak terjadinya rupture perineum, tidak dianjurkan mendorong fundus

untuk membantu persalinan, ibu harus tetap tenang dan rileks, bidan

tidak dianjrkan untuk mnegatur posisi meneran agar ibu mengatur

posisi sendiri, bidan harus membantu ibu memilih sendiri posisi

mengejan dan menjelaskan bahwa posisis mengejan lain yang dipilih

ibu tidak efektif (Amru, 2022).


26

3. Asuhan Kebidanan Persalinan Kala III

Pada kala III persalinan dimulainya setelah lahirnya bayi dan

berakhir dengan lahirnya plasenta dan selaput ketuban. Seluruh proses

biaanya berlangsung 5-30 menit setelah bayi lahir (Alvani dan Aprilliani,

2022).

a. Data subjektif

Data subjektif merupakan pernyataan atau keluhan dari yang berupa

pendokumentasian dan pengumpulan data klien melalui anamnesa. Ibu

merasa bahwa mengeluarkan semburan darah dari jalan lahir. Terdapat

semburan darah mendadak. Dilanjut dengan pengkajian dan melalui

data objektif (Pratfiawati & Nur Khayati., 2022).

b. Data objektif

Pada tahapan ini dilakukan observasi terdapat pada pelepasan

plasenta yaitu adanya semburan darah, uterus yang globuler, tali pusat

memanjang, dan TFU setinggi pusat (Kurniawati, 2022) Pada kala III,

otot Rahim berkontraksi akibat mengecilnya ukuran rongga Rahim

setelah bayi baru lahir. Pengurangan ukuran ini menyebabkan

penurunan tempat perlekatan plasenta. Saat tempat perlekatan menjadi

lebih kecil, sementara ukuran plasenta tetap tidak berubah, maka

plasenta akan terlipat, menebal dan kemudian terpisah dari dinding

Rahim setelah terpisah, palsenta bergerak turun ke bagian bawah rahim

atau vagina (Yulizawati et al, 2019).


27

c. Analisa

Diagnosa kebidanan adalah diagnosa yang dibuat oleh bidan dalam

praktik kebidanan dan memenuhi standar nomenklatur (tata nama)

diagnosis kebidanan. Diagnosa kebidanan ibu hamil yaitu Ny… umur…

G..P..A.. Inpartu Kala III (Rizal, 2021)

d. Penatalaksanaan

Melakukan manajemen aktif kala III dengan menjepit dan

menggunting tali pusat. Melakukan Manajemen Aktif Kala (MAK) III

yaitu memberikan oksitosin untuk merangsang kontraksi uterus, suntik

oksitosin 10 intra unit (IU) secara IM di sepertiga bawah dan laternal

paha. Melakukan peregangan tali pusat terkendali (PTT), lalu

melahirkan plasenta dan melakukan Masase uterus kurang ebih 15 detik

(JNPK-KR, 2022).

Penundaan penjepitan tali pusat satu sampai tiga menit dapat

mencegah anemia sampai usia dua bulan dan meningkatkan cadangan

zat besi sampai usia enam bulan. Hal ini telah dibutikan dalam

penelitian yang dilakukan oleh Novela (2022) yang mengatakan bahwa

penundaan penejepitan tali pusat dapat mencegah anemia pada bayi

baru lahir.

IMD yaitu bayi mulai menyusu sendiri segera lahir. Dengan

meletakkan bayi baru lahir tengkurap di dada ibu dalam waktu minima

1 jam hingga menimbulkan kontak kulit ibu dan kulit bayi sampai dapat

menyusu sendiri, letakkan kepala bayi ke dada ibu, sentuhan tangan


28

bayi di puting susu dan sekitarnya, emutan dan jilatan bayi pada puting

ibu merangsang pengeluaran hormon oksitosin, dimana hormon

oksitosin membantu uterus berkontraksi sehingga membantu

mempercepat pelepasan dan pengeluaran ari-ari (plasenta) dan

menurunkan resiko perdarahan pasca persalinan serta mempercepat

kembalinya uterus ke bentuk semula hormon oksitosin juga merangsang

produksi hormon lainnya yang membuat membuat ibu menjadi lebih

rileks, lebih mencintai bayinya, meingkatkan ambang nyeri, dan

perasaan sangat bahagia (Qonitun & Mariyatul, 2020)

4. Asuhan Kebidanan Persalinan Kala IV

Pemantauan kala IV setiap 15 menit pada 1 jam pertama, dan setiap

30 menit setiap 1 jam kedua. Pemeriksaan pada pengawasan kala IV

persalinan meliputi pemeriksaan keadaan umum, tekanan darah,

pernapasan, suhu, nadi, TFU, konraksi, kandung kemih, dan jumlah darah.

Penjahitan perineum dilakukan jika ada robekan dan adanya luka

episiotomi, guna mencegah kehilangan darah yang tidak perlu,

kewenangan bidan pada laserasi grade 1 dan grade 2, berikut derajat

laserasi perineum dan vagina (Muchtar, 2019).

a. Data subjektif

Pada persalinan kala IV, pasien mengetahui bahwa ari-ari sudah

lahir, perutnya masih terasa mules, ibu mudah merasa lelah dan capek,
29

namun ibu merasa bahagia karena anaknya telah lahir secara normal

dan dalam keadaan sehat (JNPK-KR, 2022).

b. Data Objektif

Setelah plasenta lahir diberikahn asuhan diantaranya periksa TTV

(tekanan darah, nadi, dan pernapasan, suhu), kontraksi uterus, kandung

kemih, robekan perineum, dan lochea. Robekan perineum dapat

disebabkan karena adanya salah dalam mengejan ibu, faktor ibu

(paritas, jarak kelahiran dan berat badan bayi), pimpinan persalinan

tidak sebagaimana semestinya, dan terdapat riwayat persalinan

(Sulfianti, (2020).

c. Analisa

Diagnosa pada kala IV ditegakkan oleh profesi bidan dalam praktik

kebidananannya dan memenuhi tata nama diagnosis kebidanan.

Berdasarkan data subjektif dan data objektif, maka diagnosa kebidanan

menjadi Ny… Umur… tahun P..A.. inpartu kala IV (Handayani

&Triwik, 2018).

d. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan asuhan kala IV yaitu dilakukannya pemantauan

kontraksi uterus, perdarahan, nadi, tinggi fundus uterus, kontraksi

uterus, dan kandung kemih, pemeriksaan dilakukan selama 2 jam setiap

1 jam pertama 15 menit dan 1 jam kedua 30 menit (Podungge, 2020).


30

Menganjurkan kepada ibu untuk Inisiasi Menyusui Dini yang dapat

meningkatkan hormon oksitosin. Menurut penelitian Irma dkk, (2020)

IMD bagi ibu adalah mempercepat involusi uterus sehingga

mengurangi volume darah selama kala IV. Hal ini disebabkan oleh efek

hormone oksitosin dan ditandai dengan rasa mulas pada perut ibu akibat

kontraksi. Kepala bayi membentur dada ibu, sentuhan tangan bayi di

putting susu dan sekitarnya, rangsangan okrositosin dari emutan dan

jilatan bayi.

Inisiasi Menyusui Dini (IMD) mempengaruhi jumlah perdarahan

postpartum yang disebabkan kontraksi rahim setelah melahirkan sangat

meminimalkan resiko perdarahan. Inisiasi Menyusui Dini (IMD)

merangsang bagian belakang kelenjar hypofiche untuk menghasilkan

oksitosin yang memicu kontraksi otot rahim sehingga resiko untuk

prevelensi perdarahan postpartum dapat diminimalkan (Nurianti,

MUrni, Bangun, & Yana, 2020).

Asuhan yang diberikan adalah mengajarkan ibu dan keluarga untuk

masasse uterus selama 15 detik, memberikan pendidikan kesehatan

tentang tanda bahaya kala IV seperti perdarahan banyak, demma, bau

busuk dari vagina, pusing yang hebat, lemas, kontraksi yang hebat,

menganjurkan ibu untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dan cairan

dengan banyak makan-makanan bergizi dan banyak minum air putih,

mengajarkan suami dan keluarga untuk memberikan dukungan

emosional pada ibu (Retnoningsih, 2022).


31

C. Manajemen Asuhan Kebidanan Nifas

Masa nifas disebut juga dengan purperineum adalah dimulai

setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti

keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung kira-kira 6 minggu, akan

tetapi, seluruh alat genital baru pulih kembali seperti keadaan sebelum hamil

dalam waktu 3 bulan (Azizah & Rosyidah et al, 2022).

1. Masa Nifas 6 jam – 2 hari (KF 1)

a. Data Subjektif

Data subjketif merupakan data yang diperoleh dari pernyataan

maupun keluhan pasien. Pengkajian meliputi anamnesis langsung oleh

pasien. Pengkajian ini berupa identitas pasien, keluhan pasien, riwayat

kehamilan, persalinan dan nifas ibu, riwayat kesehatan, riwayat

reproduksi, riwayat keluarga berencana, dan riwayat pemenuhan

kebutuhan sehari-hari (Taherong, 2022).

Masa nifas pada 6 jam - 2 hari disebut juga fase taking in yaitu

secara psikologis biasanya ibu akan mudah tersinggung dan menangis,

pada fase ini tenaga kesehatan harus menggunakan pendekatan yang

empatik agar ibu dapat melewati fase ini dengan baik dan dukungan

dari keluarga sekitar (Azizah, 2019).

Melakukan pengkajian riwayat ibu, keluhan atau masalah yang

dirasakan saat ini, biasanya ibu masih merasa mules, nyeri pada jahitan,

dan belum menyusui bayinya dengan teratur (Sulfianti, 2020).


32

b. Data Objektif

Data objektif merupakan data yang diperoleh melalui pemeriksaan

umum, pemeriksaan TTV (Tekanan darah, nadi, suhu, respirasi,

oksigen), dan pemeriksaan fisik (head to toe) yaitu keadaan payudara

(simetris atau tidak simetris, sudah keluar asi atau belum keluar asi),

pemeriksaan abdomen (uterus dan kandungan kemih), pemeriksaan

genetalia (lochea, keadaan perineum, anus, kedaan ekstermitas) dan

pemeriksaan penunjang jika terdapat komplikasi (Maryunani, 2019).

c. Analisa

Diagnosa pada masa nifas 6 jam dapat ditentukan setelah

pengumpulan data subjektif dan objektif. Dan dilanjutkan dengan

menemukan masalah dan kebutuhan ibu. Dengan diagnose Ny…

Umur… tahun P…A… 6 jam post partum fase taking in (Maryunani,

2019).

d. Penatalaksanaan

Asuhan kasih sayang yang diberikan pada ibu nifas pada fase

taking in (6-8 jam) yaitu mencegah perdarahan pada masa nifas karena

atonia uteri, mendeteksi dan merawat penyebab lain perdarahan rujuk

jika perdarahan berlanjut, memberikan konseling pada ibu atau salah

satu anggota keluarga cara mencegah perdarahan masa nifas karena

atonia uteri, memberikan ASI awal, menjaga bayi tetap sehat dengan

cara mencegah terjadinya hipotermi, menganjurkan ibu untuk

melakukan early ambulation dan bounding attachment. Bounding


33

attachment adalah kontak awal antara ibu dan bayi setelah kelahiran,

untuk memberikan kasih sayang yang merupakan dasar interaksi antara

keduanya secara terus menerus, dengan kasih sayang yang diberikan

terhadap bayinya maka akan terbentuk ikatan batin antara ibu dan bayi

(Erawati et al, 2021).

Menurut Maria (2022) sebelum dilakukan mobilisasi dini ibu nifas

belum mengalami penurunan TFU (Tinggi Fundus Uteri), setelah

dilakukan mobilisasi dini ibu akan mengalami penurunan TFU secara

bertahap dan mengembalikan organ-organ ke bentuk semula seperti

sebelum hamil, mobilisasi dapat membuat proses involusi pada ibu post

partum berjalan normal, dan perlunya untuk mempertahankan Inisiasi

Menyusui Dini (IMD) karena dari IMD dapat membuat rangsangan

pada kontraksi uterus yang dapat membantu proses involusi. Involusi

uterus merupakan peristiwa kembalinya uterus pada kondisi sebelum

hamil.

Memberikan asuhan sayang ibu yaitu pemberian zinc merupakan

salah satu cara untuk membantu penyembuhan luka perineum karena

zinc merupakan mineral utama yang dibutuhkan tubuh untuk

penyembuhan luka. Zinc berperan dalam sintesa protein dan degradasi

kolagen pembentukan kulit, metabolism jaringan ikat dan penyembuhan

luka serta proses perkembangan sel-sel tubuh. Sehingga pemberian zinc

dapat menekankan kejadian rupture perineum, suplementasi zinc

mampu memberikan pengaruh terhadap waktu penyembuhan luak


34

perineum pada ibu postpartum dikarenakan tablet zinc dengan dosis 20

mg/hari mempunyai peranan penting untuk membantu proses

penyembuhan luka perineum dan suplemen zinc dapat mempercepat

proses peneymbuhan luka sebelum hari ke 7 (Intiyani, Asturi, &

Sofiana, 2021).

Menganjurkan kepada ibu untuk mengkonsumsi makanan yang

terbuat dari daun papaya misalnya minuman jus, daun papaya juga

dapat diolah sebagai sayuran, misalnya direbus atau ditumis. Daun

pepaya dapat memperlancar produksi ASI ibu, terlebih daun kelor

mudah didapatkan disekitar masyarakat. Mengonsumsi daun pepaya

sebagai alternative dalam meningkatkan gizi ibu menyusui untuk

memperlancar produksi ASI yang akan berpengaruh terhadap status gizi

bayinya. Pemberian ASI Ekslusif pada bayi didapatkan manfaat seperi

peningkatan status kesehatan dan kecerdasan bayi. (Handayani,

Mahyunidar, Windi, 2022).

2. Masa Nifas 3-7 hari (KF 2)

a. Data Subjektif

Kunjungan masa nifas yang dilakukan pada KF 2 yaitu pada masa

nifas 6 hari setelah persalinan tujuannya untuk memastikan involusi

uterus berjalan normal, uterus berkontraksi, fundus di bawah umbilicus,

infeksi dan perdarahan abnormal, memastikan ibu mendapatkan asupan

gizi serta istirahat yang cukup, memastikan ibu menyusui yang baik dan
35

benar dan memberikan konseling pada ibu mengenai asuhan pada bayi,

perawatan tali pusat dan merawat bayi sehari-hari (Hidayah et al, 2022).

Masa nifas pada hari ke 3-10 disebut juga fase taking hold yaitu

secara psikologis biasanya ibu akan merasa khawatir akan

ketidakmampuan dalam merawat anaknya, pada fase ini, diperlukan

dukungan agar ibu dapat menerima penyuluhan merawat diri dan

bayinya (Yanti dan Sundawati, 2019).

Melakukan pengkajian riwayat ibu, keluhan atau masalah yang

dirasakan saat ini, biasanya ibu mengatakan nyeri luka bekas jahitan

yang sudah berkurang dan ibu mengatakan ASI nya sudah keluar tetapi

masih belum lancar, konsumsi tablet penambah darah (Hidayah, 2022).

b. Data Objektif

Pemeriksaan yang dilakukan meliputi keadaan umum ibu, tanda-

tanda vital, pemeriksaan payudara (kekenyalan, suhu, warna merah,

nyeri putting atau pecah pecah pada ujungnya), pemeriksaan abdomen

(tinggi fundus uteri, kekokohan dan kelembutan), lochea (warna,

banyak, dan bau), perineum (nyeri, oedema, peradangan, jahitan, pus

atau nanah, infeksi) dan tungkai atau betis (tanda-tanda human,

gumpulan darah pada otot yang menyebakan nyeri pada tungkai kaki

(Maryunani, 2019).

c. Analisa

Diagnosa masa nifas ditentukan setelah pengumpulan data

subjektif dan objektif. Menentukan masalah dan kebutuhan pada masa


36

nifas. Analisa yang bisa ditegakkan yaitu Ny… Umur… P..A… 6 hari

post partum fase taking hold (Maryunani, 2019).

d. Penatalaksanaan

Memastikan proses involusi uterus terus berjalan normal (yang

ditandai dengan uterus berkontaksi, fundus dibawah umbilicus, tidak

ada perdarahan yang abnormal dan tidak berbau), menilai adanya tanda-

tanda demam, infeksi atau perdarahan abnormal, menilai proses

menyusui atau permasalah menyusui (Maryunan,2019).

Fokus asuhan nifas selanjutnya yaitu memastikan pada ibu

mendapatkan nutrisi yang cukup, memberikan konseling tentang asuhan

pada bayi, perawatan tali pusat, menjaga bayi agar tetap hangat dan

perawatan bayi sehari-hari, mengajarkan ibu personal hygiene yang

baik dan benar, perawatan luka perineum, memastikan ibu menyusui

bayinya dengan baik (Hidayah, 2022).

Asuhan yang dilaukukan adalah mengajarkan ibu untuk personal

hygiene yang baik dan benar, perawatan luka perineum, memastikan

ibu menyusui bayinya dengan baik. Teknik marmet adalah cara untuk

merangsang payudara untuk mempercepat produksi dan pelepasan ASI.

Teknik meneran merupakan pijatan dengan menggunakan 2 jari,

membutuhkan waktu 5-7 menit untuk ASI dapat keluar. Cara ini sering

disebut juga dengan back to natur karena caranya sederhana dan tidak

membutuhkan biaya (Jannah & Fadhillah, 2022).


37

3. Masa Nifas 8 hari – 28 hari (KF 3)

a. Data Subjektif

Pada masa nifas ini biasanya ibu mengatakan sudah merasa segar,

sudah terbiasa merawat bayinya dan sudah bisa melakukan aktifitas

walaupun masih dibantu keluarga. Ibu mengatakan ASI sudah keluar

banyak dan bayi minum ASI dengan kuat (Maryunani, 2019).

Masa nifas pada hari ke 8-28 hari disebut juga fase letting go yaitu

pada fase ini ibu sudah mulai menyesuaikan diri dengan ketergantungan

bayinya. Ibu sudah memahami bahwa bayi butuh untuk disusui

sehingga ibu siap sigap untuk memenuhi kebutuhan bayinya (Marmi,

2019).

b. Data Objektif

Pemeriksaan yang dilakukan meliputi keadaan umum ibu, tanda-

tanda vital, pemeriksaan payudara (kekenyalan, suhu, warna merah,

nyeri putting atau pecah pecah pada ujungnya), pemeriksaan abdomen

(tiggi fundus uteri, kekokohan dan kelembutan), lochea (warna, banyak,

dan bau), perineum (nyeri, oedema, peradangan, jahitan, pus atau

nanah, infeksi) dan tungkai atau betis (tanda-tanda homan, gumpulan

darah pada otot yang menyebabkan nyeri pada tungkai kaki

(Maryunani, 2019).

c. Analisa
38

Analisa meliputi Ny… Umur… taun P..A.. 4 minggu post partum

fase letting go (Maryunani, 2019).

d. Penatalaksanaan

Fokus asuhan nifas yaitu memberikan konseling pada ibu

menangani asuhan pada bayi, jaga bayi agar tetap hangat dan merawat

nayi sehar-hari, penyulit dalam proses menyusui, ibu mendapatkan

makanan, minuman yang bregizi, dan istirahat yang cukup, tidak ada

tanda-tanda infeksi atau perdarahan yang abnormal, involusi uterus, dan

kontraksi uterus baik, tidak ada perdarahan yang abnormal (Maryunani,

2019).

Asuhan yang harus diberikan adalah memberikan dukungan

psikologis pada ibu dengan tetap memperhatikan kondisi ibu.

Kebutuhan istirahat bagi ibu menyusui minimal 8 jam sehari, dapat

dipenuhi mellaui istirahat malam dan siang. Kurang istirahat atau tidur

pada ibu postpartum akan berkembang menjadi insomnia kronis,

mengakibatkan rasa kantuk di siang hari, mengalami penurunan

kognitif, kelelahan, cepat marah serta mempunyai masalah dengan tidur

merupakan salah satu gejala postpartum blues (Hidayah & Fatmwati,

2019).

4. Masa Nifas 29 hari-42 hari (KF 4)

a. Data Subjektif
39

Ibu nifas pada masa ini, sudah terbiasa dengan peran barunya

sebagai orang tua yang terlatih mulai dari menjaga kebersihan,

kesehatan diri, dan bayinya serta melakukan aktivitasnya secara mandiri

tanpa bantuan orang lain. Pada fase ini disebut fase letting go (Febi et

al, 2020).

b. Data Objektif

Pemeriksaan yang dilakukaan yaitu pemeriksaan fisik pada ibu

meliputi kesehatan atau keadaan umum ibu, tanda-tanda vital (TTV),

pemeriksaan payudara (kekenyalan, suhu, warna merah, nyeri putting

atau pecah-pecah pada ujungnya), pemeriksaan abdomen (tinggi fundus

uteri, kontraksi uterus), lochea (warna, banyak, bau), perineum (edema,

peradangan, jahitan, pus atau nanah), dan tungkai atau betis (tanda-

tanda human, gumpalan darah pada otot yang menyebabkan nyeri)

(Maryunani, 2019).

c. Analisa

Analisa meliputi Ny… Umur… P..A.. 6 minggu postpartum fase

letting go (Maryunani, 2019).

d. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan masa nifas periode ini yaitu dengan memberikan

konseling pada ibu nifas untuk menggunakan alat kontrasepsi secara

dini, menganjurkan ibu untuk memilih alat kontrasepsi yang tepat.

Banyak cara untuk KB misalnya kontrasepsi yang aman dan tidak

mengandung hormon, digunakan untuk ibu menyusui yaitu MAL


40

(Metode Amenoreo Laktasi), Mini pil, suntik progestin, implant, dan

AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim) adalah kontrasepsi

nonhormonal yang hanya mengandung progesterone, sehingga pada

masa laktasi atau menyusui. Sementara kontrasepsi hormonal terdiri

dari pil kombinasi, suntik 1 bulan (mengandung estrogen dan

progesterone). Menganjurkan ibu untuk segera ber KB setelah 6

minggu post partum (Maryunani, 2019).

Kontrasepsi yang aman dan tidak mengandung hormone,

digunakan untuk ibu menyusui yaitu MAL (Metode Amenoreo Laktasi)

yaitu metode kontrasepsi sementara yang bergantung pada alamiah

proses menyusui terhadap kesuburan, metode pencegahan kehamilan

melalui proses menyusui secara langsung (bayi menyusu langsung ke

ibu), (Rindi, 2022).

Memberikan pengetahuan kepada ibu tentang pentingnya ASI

Ekslusif untuk mengurangi pemberian kegagalan ASI ekslusif. Hal ini

sesuai dengan penelitian Astuti (2020) bahwa pengetahuan ibu yang

kurang mengenai ASI ekslusif adalah salah satu faktor utama yang

menyebabkan kegagalan memberikan ASI ekslusif.

D. Manajemen Asuhan Kebidanan Bayi Baru Lahir

Bayi baru lahir normal adalah bayi yang lahir pada umur

kehamilan 37-42 minggu dengan berat badan 2500-4000 gram. Sedangkan

neonatus adalah umur bayi baru lahir dari 0 sampai 28 hari (Saputri, Rosita &
41

Dewi, 2020). Asuhan utama pada bayi baru lahir adalah menjaga suhu tubuh

bayi agar tetap hangat, dengan car mengeringkan bayi dari sisa air ketuban

dimulai dari kepala, seluruh badan dan ekstermitas bayi. Kemudian menjepit

tali pusat dengan menggunakan klem sekitar 2 cm dari pusar lalu dorong isi

tali pusar dan jepit menggunakan klem kedua sekitar 2-3cm dari klem

pertama, lalu potong tali pusar. Setelah itu melakukan IMD selama 1 jam

(Podungge, 2020).

1. Pengumpulan data dasar

a. Data Subjektif

Pengumpulan data dasar dilakukan dengan mengkaji semua

informasi secara lengkap dari berbagai sumber yang berkaitan dengan

kondisi bayi baru lahir. Pengumpulan data meliputi data subjektif dan

objektif, data subjektif diperoleh dari anamnesa langsung melalui tanya

jawab pada ibu dan keluarga bayi meliputi riwayat kehamilan ibu,

riwayat natal dan perinatal yang terdiri dari tanggal lahir, berat badan

dan panjang badan, jenis kelamin, bayi tunggal atau gemelli, lama

persalinan, komplikasi persalinan dan APGAR score, serta pola

kebiasaan sehari-hari (JNPK-KR, 2022).

b. Data Objektif

Pemeriksaan fisik bayi baru lahir diantaranya penilaian sepintas

dengan APGAR score, pengukuran antropomentri, pemeriksaan umum

dan pemeriksaan status present pada bayi baru lahir. Menurut


42

(Prawirohardjo, 2020) bayi baru lahir harus ditimbang berat lahirnya.

Dua hal yang selalu ingin diketahui orang tua tentang bayinya adalah

jenis kelamin dan berat badan bayinya. Pengukuran Panjang lahir tidak

perlu sering dilakukakn karena tidak banyak bermakna. Pengukuran

dengan pita ukuran sangat tidak akurat sebaiknya menimbang bayi

dengan menggunakan stadiometer bayi dengan tetap menjaga bayi

dalam posisi lurus dan ekstermitas dalam keadaan ekstensi. Akan tetapi,

pengukuran Panjang bayi juga penting, halnya untuk melihat apakah

bayi tersebut mengalami stunting atau tidak. Batas normal untuk

Panjang bayi adalah 48,5 cm (Hasnidiar et al, 2021).

c. Analisa

Analisa merupaka diagnosa kebidanan yang dibuat oleh bidan

praktik kebidanan dan memenuhi standar nomenklatur atau tata nama,

diagnosis kebidanan. Diagnosa kebidanan bayi baru lahir adalah mulai

dari nama bayi, umur bayi, normal atau tidak dengan penulisan Analisa

diagnose By Ny…. Umur… Neonatus cukup bulan (Sembiring, 2019).

d. Penatalaksanaan

Asuhan utama bayi baru lahir adalah menjaga suhu tubuh agar

tetap hangat, dengan cara mengeringkan bayi dari sisa air ketuban

dimulai dari kepala, seluruh badan sampai dengan ekstermitas bayi.

Kemudian jepit tali pusat dengan menggunakan klem 2 cm dari pusar

dan dorong tali pusat dan jepit menggunakan klem kedua sekitar 2-3 cm

dari klem pertama, lalu potong tali pusat. Setelah itu melakukan IMD
43

selama 1 jam. Setelah 1 jam dilakukan IMD, bayi diberikan pelabelan

nama bayi dan nama ibu yang diletakkan pada pergealangan tangan atau

kaki. Setelah itu, memberikan salep mata guna untuk mecegah infeksi

pada mata bayi, memberikan suntikan Vit.K yang bermanfaat untuk

mencegah pendarahan pada otak bayi, dengan dosis 0,5 ml dan

disuntikkan pada paha bagian dalam kaki kiri. Dan kemudian,

disuntikan HB0 yang manfaatnya untuk mencegah hepatitis pada bayi

(Marmi, 2019).

Asuhan kebidanan bayi baru lahir yaitu melakukan penialaian

sepintas, mengeringkan bayi dari sisa ketuban untuk menjaga suhu ayi

agar tetap hangat, kemudian melakukan penjempitan dan pemotongan

tali pusat sambil melakukan IMD selama 1 jam, pengukuran

antropometri, pencegahan infeski pada mata, pemberian suntikan

vitamin-K untk pencegahan pendarahan pada otak bayi dan pemberian

suntikan imunisasi HB0 untuk mencegah bayi dari penyakit hepatitis

(Chairunnisa & Juliarti, 2022).

Menurut Kemenkes (2021), pada masa neonatal (0-28 hari) terjadi

perubahan yang sangat besar dari kehidupan di dalam Rahim dan terjadi

pematangan organ hampir pada semua sistem. Bayi hingga usia kurang

satu bulan merupakan golongan umur yang memilii resiko gangguan

kesehatan bias muncul. Sehingga tanpa penanganan yang tepat, bisa

berakibat fatal. Beberapa upaya kesehatan dilakuan untuk

mengendalikan risiko pada kelompok ini diantaranya dengan


44

mengupayakan agar persalinan dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan

di fasilitas kesehatan serta menjamin tersedianya pelayanan keseshatan

sesuai standar pada kunjungan bayi baru lahir. Kunjungan neonatal

idealnya dilakukan 3 kali pada umur 6-48 jam, umur 3-7 hari dan umur

8-28 hari (Kemenkes, 2021).

Indikator yang menggambarkan upaya kesehatan yang dilakukan

untuk mengurangi resiko kematian pada periode neonatal 6-48 jam

setelah lahir adalah cakupan Kunjungan Neonatal Pertama atau KN 1

(Dinkes, 2022).

1) Kunjungan Neonatal 6-48 jam (KN 1)

a) Data Subjektif

Data subjektif merupakan data yang diperoleh dari

pernyataan ibu dan keluarga bayi meliputi riwayat kehamilan ibu,

riwayat natal dan perinatal yang terdiri dari tanggal lahir, berat

badan dan Panjang badan, jenis kelamin, bayi tunggal atau

gemelli, lama persalinan, komplikasi persalinan, dan APGAR

score, serta pola kebiasaan sehari-hari (Chairunnisa & Juliarti,

2022).

b) Data Objektif

Data objektif merupakan data yang diperoleh dari hasil

pemeriksaan yang dilakukan oleh bidan meliputi pemeriksaan

fisik bayi baru lahir dengan melakukan pengukuran antropometri,

pemeriksaan neurologis dan pemeriksaan sistem organ dari kepala


45

hingga kaki. Dengan karakteristik frekuensi jantung

120-160x/menit, RR 30-60 x/menit, tidak ada pernafasan cuping

hidung maupun retraksi dinding dada, dan bayi bias BAK dan

BAB (Sinaga, 2017).

c) Analisa

Diagnosa kebidanan adalah diagnose yang dibuat oleh

bidan dalam praktik kebidanan dan memenuhi standar

nomenklaktur atau tata nama diagnosis kebidanan. (Subiyatin,

2021). Diagnosa kebidanan bayi baru lahir adalah mulai dari

nama bayi, umur bayi, neonatal cukup umur atau kurang umur

dengan penulisan Analisa By Ny… umur… neonatus cukup umur

dengan kehamilan….. minggu (Marmi, 2019).

d) Penatalaksanaan

Asuhan yang diberikan sebelum bayi pulang kerumah

adalah memberi Pendidikan kesehatan pada ibu untuk

memberikan ASI sesuai kebutuhan bayi yaitu 2-3 jam sekali dan

bergantuan antara payudara kanan dan kiri atau disebut juga on

demand. Menjaga kebersihan dengan segera mengganti popok

setiap 4 jam sekali dan apabila basah, dan menjelaskan kepada ibu

dan keluarga bahwa bayinya dan kondisi bayi dalam keadaan

sehat dan normal, dan perawata tali pusat, dalam perawatan tali

pusat ibu harus mencuci tangan sebelum mengganti dengan kassa

yang baru, kassa tidak perlu diberi betadine atau cairan apapun,
46

menjelaskan pada ibu untuk untuk ruitn mengganti kassa pada tali

pusat ketika basah dan setelah mandi agar tidak terjadi infeksi

(Sinaga, 2017).

Tak hanya itu, menurut Kemenkes, 2022. KN 1 sangat

penting dilakukan untuk mengetahui bagaimana kondisi

pernafasan, warna kulit, keaktifan gerakan, memantau berat badan

bayi dan Panjang tubuh bayi, lingkar kepala, lengan dan dada.

Serta pemberian salep mata untuk mencegah infeksi mata,

vitamin K untuk mencegah perdarahan pada otak dan Imunisas

HB0 untuk mencegah hepatitis (Rohana, 2020).

Perawatan tali pusat merupakan salah satu factor yang

mempengaruhi pelepasan tali pusat. Waktu pelepasan tali pusat

yang berbeda beda dipengaruhi oleh proses pengeringan, serta

apakah ada kontaminasi. Perawatan tali pusat terbuka dapat

mempercepat proses pelepasan tali pusat. Tali pusat yang tertutup

akan membuat tali pusat menjadi lembab sehingga rawan terkena

infeksi dan dapat memperlambat pelpeasan tali pusat (Nujulah et

al, 2022).

Menurut penelitian Kholidati & Rohmawati, 2019,

perawatan teknik tertutup dan terbuka pada bayi baru lahir,

perawatan Teknik membuka lebih baik karena dengan tidak

memberi apapun pada tali pusat dan membiarkan tali pusat

terpapar dengan angina akan terjadi proses pengeringan sehingga


47

penyembuhannya lebih cepat. Sedang perawatan tehnik tertutup

kompres alcohol yang hanya efektif dalam 2 menit selanjutnya

menguap menyebabkan tali pusat lembab dan proses

penyembuhan akan menjadi lambat (Kholidati & Rohmawati,

2019)

2) Kunjungan Neonatus 3-7 hari (KN 2)

a) Data Subjektif

Data subjektif merupakan data yang diperoleh dari

pernyataan maupun keluhan pasien. Pengkajian ini berisi

kumpulan data mellaui anamnesa yang diperoleh dari pasien,

suami, atau keluarga (Afrida & Aryani, 2022).

b) Data Objektif

Data objektif adalah melakukan pemeriksaan fisik dan

tanda vital bayi termasuk pemeriksaan tali pusat dan tanda vital

bayi, mendeteksi adanya tanda bahaya pada bayi yang salah

satunya ada pada keadaan tali pusat, dan mengobservasi apakah

bayi sudah diberi ASI atau belum (Chairunnisa & Juliarti, 2022).

c) Analisa

Analisa adalah menentukan diagnosa dan masalah

kebidanan dari hasil data subjektif dan objektif (Subiyatin, 2021).

Maka dapat disimpulkan dengan By… Umur… Hari dengan

keadaan normal (Marmi, 2019).


48

d) Penatalaksanaan

Menurut Kemenkes (2020), pelaksanaan KN 2 merupakan

tahap lanjutan dari pemeriksaan fisik, penampilan, perilaku bayi,

serta memantau kecukupan nutrisi sehingga dapat meningkatkan

akases neonatus terhadap pelayanan kesehatan dasar, mengetahui

sedini mungkin bila ada kelianan atau masalah pada bayi

menggunakan pendekatan yang komprehensif MTBM meliputi

pemeriksaan tanda bahaya (imfeksi bakteri, icterus, diare, dan

berat bdan rendah), serta perawatan tali pusat (Rohana, 2020).

Asuhan yang diberikan pada neonatus berumur 3-7 hari

yaitu memberikan Pendidikan kesehtan kepada ibu bahwa bayi

pada umur 3-7 hari membutuhkan ASI sebanyak 45-60 ml dalam

satu kali minum dapat mneghabiskan 400-600 ml atau ½ gelas

untuk satu hari karena adanya growthpurp yang pertama pada

bayi sehingga kebutuhan ASI meningkat, memberitahu ibu jika

maksimal menyimpan ASI diudara terbuka bertahan 8 jam dan 3-

6 jam di dalam freezer, memberitahu ibu untuk menjaga popok

yang basah setelah BAK dan BAB, melatih bayi bahwa malam

hari adalah waktu untuk tidur dan siang hari adalah waktu untuk

bermain dan bangun, memberitahu kepada ibu apa saja tanda

bahaya pada bayi yaitu sulit bernafas dengan frekuensi pernafasan

>60 x/menit, suhu badan >38℃ , isapan menyusu yang melemah,

dan sering muntah, rewel, demam, tali pusat berdarah atau


49

memerah , membengkak, keluaran cairan dari tali pusat, berbau

busuk dan bernanah (Sinaga, 2017).

3) Kunjungan Neonatus 8-28 hari (KN 3)

a) Data Subjektif

Data Subjektif merupakan data yang diperoleh dari

pernyataan maupun keluhan pasien. Pengkajian ini berisi

kumpulan data melalui anamnesa yang diperoleh dari pasien,

suami atau keluarga (Dainty & Anjani (2018).

b) Data Objektif

Data objektif didapatkan dari hasil pemeriksaan fisik yang

telah dilakukan meliputi keadaan umum bayi, kesadaran, denyut

nadi bayi, pernapasan bayi, dan suhu tubuh bayi. Pemeriksaan

fisik dari ujung kepala hingga kaki atau secara head to toe, serta

pemeriksaan antropomteri pada bayi (berat bayi naik paling tidak

160gram pada minggu berikutnya minimal 300gram pada bulan

pertama). Bayi yang mendapatkan cukup ASI mempunyai

kenaikan berat badan rata-rata 500gram perbuan bila menyusi tiap

2-3 jam atau 8-12 kali sehari. Kenaikan berat badan bayi yang

mendapatkan cukup ASI pada minggu pertama yaitu antara 200-

2500 gram. Pemberian ASI sesuai dengan permintaan bayi (on

demand) (Zainal, E. (2022)).

c) Analisa
50

Analisa adalah menentukan diagnose dan masalah

kebidanna dari hasil data subjektif dan data objektif (Subiyatin,

2021). Maka dapat disimpulkan dengan By…. Umur… hari

dengan keadaan normal (Marmi, 2019).

d) Penatalaksanaan

Menurut Kemenkes, 2021. Dalam KN 3 terdapat beberapa

hal yang harus dilakukan, diantaranya yaitu pemeriksaan fisk,

penampilan dan periaku bayi, pemantauan kecukupan nutrisi bayi,

penyuluhan, identifikasi gejala penyakit, serta edukasi atau

konseling terhadap orang tua dalam perawatan neonatal (Arum,

2020).

Penatalaksanaan pada kunjungan neonates 8-28 hari,

memberitahu hasil pemeriksaan bayi, menganjurkan ibu untu

datang posyandu dan imunisasi lanjutan untuk bayi, pemantauan

kecukupan nutrisi bayi, perawatan neonatal (Rohana, 2020).

Penatalaksanaan selanjutnya adalah menganjurka ibu untuk pergi

ke puskesmas atau posyandu secara rutin untuk mendapatkan

imunisasi pada bayinya serta melakukan pemeriksaan pada

bayinya. Program imunisasi mewajibkan setiap bayi untuk

mendapatkan imunisasi dsar lengkap HB-0 satu kali, BCG satu

kali, DPT-HB tiga kali, polio empat kali dan campak satu kali

(Fauziah, Estiwidani, Kurniati, 2019).


51

Anda mungkin juga menyukai