Anda di halaman 1dari 19

HAKIKAT PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN DALAM

MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN UTUH SARJANA DAN


PROFESIONAL

MAKALAH

DISUSUN OLEH:

PADREPIO CHRISTOVER NAWANG (D1011231041)


OKTAVIANUS RIO (D1011231126)
YOSAFER SIANTURI (D1011231031)

DOSEN PENGAMPU:
SYARIF REDHA FACHMI AL QADRIE, S.IP, M.A
NIDN. 0028119007

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2024
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat - NYA sehingga makalah
ini yang berjudul "Bagaimana hakikat pendidikan kewarganegaraan dalam mengembangkan
kemampuan utuh sarjana dan profesional" dapat tersusun hingga selesai.
Laporan makalah ini dibuat untuk menyelesaikan tugas yang diberikan oleh Dosen
Pengampu, Pendidikan Kewarganegaraan (PKn). Dalam proses penyusunan tugas ini kami
menjumpai hambatan, namun berkat dukungan materil dan segala bentuk dukungan lainnya
dari berbagai pihak, akhirnya kami dapat menyelesaikan tugas ini dengan cukup baik, oleh
karena itu melalui kesempatan ini kami menyampaikan terimakasih sebagai penghargaan
kepada semua pihak terkait yang telah membantu terselesaikannya tugas ini.
Dan harapan Kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman
bagi para Mahasiswa / Mahasiswi maupun pembaca lainnya, untuk ke depannya dapat
memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi. Karena
keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman saya, saya yakin masih banyak kekurangan
dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang
membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Pontianak, 28 Februari 2024

Kelompok 1
Daftar Isi
KATA PENGANTAR.....................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN ...............................................................................................4
1.1. Latar belakang .....................................................................................................4
1.2. Rumusan Masalah............................................................................................ ....4
1.3. Tujuan Pembahasan .............................................................................................4
BAB II ..............................................................................................................................6
2.1. Konsep dan Urgensi Pendidikan Kewarganegaraan dalam pencerdasan
kehidupan bangsa ........................................................................................................6
2.2. Pertanyaan - pertanyaan tentang Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) ........8
2.3. Sumber Historis, Sosiologis, dan Politis tentang Pendidikan
Kewarganegaraan Indonesia .......................................................................................9
2.3.1. Sumber Historis ..............................................................................................10
2.3.2. Sumber Sosiologis ...........................................................................................11
2.3.3. Sumber Politis .................................................................................................11
2.4. Membangun Argumen tentang Dinamika dan Tantangan Pendidikan
Pancasila ..........................................................................................................................12
2.4.1. Dinamika Pendidikan Pancasila ....................................................................12
2.5. Esensi dan Urgensi Pendidikan Kewarganegaraan untuk masa depan ............14
2.5.1. Esensi Pendidikan Kewarganegaraan untuk masa depan ..........................15
2.5.2. Urgensi Pendidikan Kewarganegaraan untuk masa depan ........................16
2.5.3 Contoh Esensi & Urgensi Pendidikan Kewarganegaraan untuk masa
depan ..........................................................................................................................16
BAB III KESIMPULAN ....................................................................................................17
Daftar Pustaka ....................................................................................................................19
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Pendidikan kewarganegaraan merupakan salah satu mata pelajaran yang wajib dipelajari
mulai dari tingkat Sekolah Dasar, menengah, hingga Perguruan Tinggi. Adapun maksud
mempelajari mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan yaitu agar dapat memupuk
karakter siswa untuk memiliki rasa nasionalisme, juga membentuk karakter bangsa sejak
dini.
Dan untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan, kami sebagai
mahasiswa bagian dari Pendidikan tingkat tinggi juga turut melaksanakan pembelajaran
Pendidikan Kewarganegaraan, karena setiap mahasiswa merupakan bibit untuk
mempertanggung jawabkan Indonesia ke depannya. Karena itulah diperlukan pendidikan
moral dan akademis untuk menunjang sosok pribadi mahasiswa. Di masa yang akan datang
sangat diperlukan ilmu yang cukup agar dapat mendukung kokohnya pendirian suatu
Negara dan mencerdaskan kehidupan bangsa bagi warga Negara dengan cara
menumbuhkan jati diri dan moral bangsa sebagai landasan pelaksanaan hak dan kewajiban
dalam bela Negara demi kelangsungan kehidupan dan kejayaan bangsa dan Negara.
1.2. Rumusan Masalah
Belajar tentang Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) pada dasarnya adalah belajar tentang
keindonesiaan, belajar untuk menjadi manusia yang berkepribadian Indonesia,
membangun rasa kebangsaan, dan mencintai tanah air Indonesia. Oleh karena itu, seorang
sarjana atau profesional sebagai bagian dari masyarakat Indonesia yang terdidik perlu
memahami tentang Indonesia, memiliki kepribadian Indonesia, memiliki rasa kebangsaan
Indonesia, dan mencintai tanah air Indonesia.
Mengapa Pendidikan Kewarganegaraan menjadi kriteria bagi pengembangan kemampuan
utuh sarjana atau profesional? Untuk mendapat jawaban atas pertanyaan ini, kami akan
mempelajari jati diri Pendidikan Kewarganegaraan. Sejalan dengan kaidah pembelajaran
ilmiah dan aktif, maka Anda akan mengikuti proses sebagai berikut:
1. Menelusuri konsep dan urgensi Pendidikan Kewarganegaraan dalam pencerdasan
kehidupan bangsa;
2. Menanya alasan mengapa diperlukan Pendidikan Kewarganegaraan;
3. Menggali sumber historis, sosiologis, dan politis tentang Pendidikan
Kewarganegaraan di Indonesia;
4. Membangun argumen tentang dinamika dan tantangan Pendidikan
Kewarganegaraan;
5. Mendeskripsikan esensi dan urgensi Pendidikan Kewarganegaraan untuk masa
depan;

1.3. Tujuan Pembahasan


Hakikat pendidikan kewarganegaraan adalah upaya sadar dan terencana untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa bagi warga negara dengan menumbuhkan jati diri dan
moral bangsa sebagai landasan pelaksanaan hak dan kewajiban dalam bela negara, demi
kelangsungan kehidupan dan kejayaan bangsa dan negara.
Setelah melakukan pembelajaran ini, Anda sebagai calon sarjana dan profesional,
diharapkan:
1. Bersikap positif terhadap fungsi dan peran pendidikan kewarganegaraan dalam
memperkuat jati diri keindonesiaan para sarjana dan profesional;
2. Mampu menjelaskan tujuan dan fungsi pendidikan kewarganegaraan dalam
pengembangan kemampuan utuh sarjana atau profesional;
3. Mampu menyampaikan argumen konseptual dan empiris tentang fungsi dan peran
pendidikan kewarganegaraan dalam memperkuat jati diri keindonesiaan para
sarjana dan profesional.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Konsep dan Urgensi Pendidikan Kewarganegaraan dalam Pencerdasan kehidupan


bangsa
Pernahkah Anda memikirkan atau memimpikan menjadi seorang sarjana atau profesional?
Seperti apa sosok sarjana atau profesional itu? Apa itu sarjana dan apa itu profesional?
Coba kemukakan secara lisan berdasar pengetahuan awal Anda.
Bila Anda memimpikannya berarti Anda tergerak untuk mengetahui apa yang dimaksud
sarjana dan profesional yang menjadi tujuan Anda menempuh pendidikan di perguruan
tinggi ini. Meskipun demikian, pemahaman Anda perlu diuji kebenarannya, apakah
pengertian sarjana atau profesional yang Anda maksud sama dengan definisi resmi.
Cobalah Anda telusuri lebih lanjut pengertian sarjana dari berbagai dokumen kenegaraan.
Apa simpulan Anda? Selain itu, perlu jelas pula, mengapa pendidikan kewarganegaraan
penting dalam pengembangan kemampuan utuh sarjana atau profesional? Marilah kita
kembangkan persepsi tentang karakteristik sarjana atau profesional yang memiliki
kemampuan utuh tersebut dan bagaimana kontribusi pendidikan kewarganegaraan
terhadap pengembangan kemampuan sarjana atau profesional.
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan
Tinggi, program sarjana merupakan jenjang pendidikan akademik bagi lulusan pendidikan
menengah atau sederajat sehingga mampu mengamalkan ilmu pengetahuan dan teknologi
melalui penalaran ilmiah. Lulusan program sarjana diharapkan akan menjadi intelektual
dan/atau ilmuwan yang berbudaya, mampu memasuki dan/atau menciptakan lapangan
kerja, serta mampu mengembangkan diri menjadi profesional.
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan
Dosen dikemukakan bahwa profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dapat menjadi
sumber penghasilan, perlu keahlian, kemahiran, atau kecakapan, memiliki standar mutu,
ada norma dan diperoleh melalui pendidikan profesi. Apakah profesi yang akan Anda
capai setelah menyelesaikan pendidikan sarjana atau profesional? Perlu Anda ketahui
bahwa apa pun kedudukannya, sarjana atau profesional, dalam konteks hidup berbangsa
dan bernegara, bila memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam peraturan
perundangan, maka Anda berstatus warga negara.
Apakah warga negara dan siapakah warga negara Indonesia (WNI) itu? Sebelum
menjawab secara khusus siapa WNI, perlu diketahui terlebih dahulu apakah warga negara
itu? Konsep warga negara (citizen; citoyen) dalam arti negara modern atau negara
kebangsaan (nation-state) dikenal sejak adanya perjanjian Westphalia 1648 di Eropa
sebagai kesepakatan mengakhiri perang selama 30 tahun di Eropa. Berbicara warga negara
biasanya terkait dengan masalah pemerintahan dan lembaga-lembaga negara seperti
lembaga Dewan Perwakilan Rakyat, Pengadilan, Kepresidenan dan sebagainya. Dalam
pengertian negara modern, istilah “warga negara” dapat berarti warga, anggota (member)
dari sebuah negara. Warga negara adalah anggota dari sekelompok manusia yang hidup
atau tinggal di wilayah hukum tertentu yang memiliki hak dan kewajiban.
Di Indonesia, istilah “warga negara” adalah terjemahan dari istilah bahasa Belanda,
staatsburger. Selain istilah staatsburger dalam bahasa Belanda dikenal pula istilah
onderdaan. Menurut Soetoprawiro (1996), istilah onderdaan tidak sama dengan warga
negara melainkan bersifat semi warga negara atau kawula negara. Munculnya istiah
tersebut karena Indonesia memiliki budaya kerajaan yang bersifat feodal sehingga dikenal
istilah kawula negara sebagai terjemahan dari onderdaan. Setelah Indonesia memasuki era
kemerdekaan dan era modern, istilah kawula negara telah mengalami pergeseran. Istilah
kawula negara sudah tidak digunakan lagi dalam konteks kehidupan berbangsa dan
bernegara di Indonesia saat ini. Istilah “warga negara” dalam kepustakaan Inggris dikenal
dengan istilah “civic”, “citizen”, atau “civicus”. Apabila ditulis dengan mencantumkan “s”
di bagian belakang kata civic mejadi “civics” berarti disiplin ilmu kewarganegaraan.
Konsep warga negara Indonesia adalah warga negara dalam arti modern, bukan warga
negara seperti pada zaman Yunani Kuno yang hanya meliputi angkatan perang, artis, dan
ilmuwan/filsuf. Siapa saja WNI? Menurut undang-undang yang berlaku saat ini, warga
negara adalah warga suatu negara yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-
undangan.
Konsep warga negara (citizen; citoyen) dalam arti negara modern atau negara kebangsaan
(nation-state) dikenal sejak adanya perjanjian Westphalia 1648 di Eropa sebagai
kesepakatan mengakhiri perang selama 30 tahun di Eropa. Berbicara warga negara
biasanya terkait dengan masalah pemerintahan dan lembaga-lembaga negara seperti
lembaga Dewan Perwakilan Rakyat, Pengadilan, Kepresidenan dan sebagainya.
Setelah Indonesia memasuki era kemerdekaan dan era modern, istilah kawula negara telah
mengalami pergeseran. Istilah kawula negara sudah tidak digunakan lagi dalam konteks
kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia saat ini. Istilah “warga negara” dalam
kepustakaan Inggris dikenal dengan istilah “civic”, “citizen”, atau “civicus”. Apabila
ditulis dengan mencantumkan “s” di bagian belakang kata civic mejadi “civics” berarti
disiplin ilmu kewarganegaraan.
Siapa saja WNI? Menurut undang-undang yang berlaku saat ini, warga negara adalah
warga suatu negara yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan. Mereka
dapat meliputi TNI, Polri, petani, pedagang, dan profesi serta kelompok masyarakat
lainnya yang telah memenuhi syarat menurut undang-undang.
“Menurut Undang-Undang No. 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Indonesia,
yang dimaksud warga negara adalah warga suatu negara yang ditetapkan berdasarkan
peraturan perundang-undangan. Lalu siapakah yang termasuk warga negara Indonesia
itu? Telusuri kembali dari berbagai sumber, siapa saja yang termasuk warga negara
Indonesia itu. Hasilnya dipresentasikan secara kelompok.”
Untuk menelusuri konsep PKn, Anda dapat mengkajinya secara etimologis, yuridis, dan
teoritis.
Apabila PKn memang penting bagi suatu negara, apakah negara lain memiliki PKn atau
Civic (Citizenship) Education? Berikut sejumlah literatur dan hasil penelitian tentang
pendidikan kewarganegaraan di sejumlah negara. Ada istilah kunci yang sudah banyak
dikenal untuk menelusuri pendidikan kewarganegaraan di negara lain. Berikut ini adalah
istilah pendidikan kewarganegaraan hasil penelusuran Udin S. Winataputra (2006) dan
diperkaya oleh Sapriya (2013) sebagai berikut:
1. Pendidikan Kewarganegaraan (Indonesia)
2. Civics, Civic Education (USA)
3. Citizenship Education (UK)
4. Ta’limatul Muwwatanah, Tarbiyatul Watoniyah (Timur tengah)
5. Educacion Civicas (Mexico)
6. Sachunterricht (Jerman)
7. Civics, Social Studies (Australia)
8. Social Studies (USA, New Zealand)
9. Life Orientation (Afrika Selatan)
10. People and Society (Hongaria)
11. Civics and Moral Education (Singapore)
12. Obscesvovedinie (Rusia)
13. Pendidikan Sivik (Malaysia)
14. Fuqarolik Jamiyati (Uzbekistan)
15. Grajdanskiy Obrazavanie (Russian-Uzbekistan) (Kemahasiswaan, 2016)
2.2 Pertanyaan - pertanyaan tentang Pendidikan Kewarganegaraan (PKn)
Setelah kegiatan menelusuri konsep PKn, tentu Anda menemukan persoalan dalam bentuk
pertanyaan yang harus dijawab lebih lanjut. Misalnya, setelah Anda melakukan
penelusuran istilah civic/citizenship education di negara lain, apakah Anda yakin bahwa
setiap negara memiliki pendidikan kewarganegaran? Jika yakin, mengapa setiap negara
mesti menyelenggarakan pendidikan kewarganegaraan kepada warganya? Pada bagian
berikut, Anda akan diajak untuk melakukan refleksi dengan menanyakan alasan mengapa
pendidikan kewarganegaraan diperlukan. Pertanyaannya, mengapa negara, khususnya
Indonesia perlu pendidikan kewarganegaraan? Apa dampaknya bagi warga negara yang
telah belajar PKn? Sejak kapan Indonesia menyelenggarakan
pendidikan kewarganegaraan? Apakah sejak Indonesia merdeka ataukah sebelum
proklamasi kemerdekaan? Coba Anda ajukan pertanyaan lainnya. Mencermati arti dan
maksud pendidikan kewarganegaraan sebagaimana yang ditegaskan dalam Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
yang menekankan pada pembentukan warga negara agar memiliki rasa kebangsaan dan
cinta tanah air, maka muncul pertanyaan bagaimana upaya para pendiri negara dan
pemimpin negara membentuk semangat kebangsaan dan cinta tanah air?
Anda pun perlu mempertanyakan mengapa bangsa Indonesia dan negara umumnya perlu
pendidikan kewarganegaraan? Secara lebih spesifik, perlukah sarjana atau profesional
belajar pendidikan kewarganegaraan? Untuk apakah sarjana atau profesional belajar
pendidikan kewarganegaraan?
Apabila memperhatikan hasil penelusuran konsep dan urgensi pendidikan
kewarganegaraan di atas, terkesan bahwa PKn Indonesia banyak dipengaruhi oleh
pendidikan kewarganegaraan dalam tradisi Barat. Apakah benar demikian? Apakah
keberadaan pendidikan kewarganegaraan di Indonesia karena mencontoh negara lain yang
sudah lebih dahulu menyelenggarakan? Adakah model pendidikan kewarganegaraan yang
asli Indonesia? Bagaimana model yang dapat dikembangkan? Lanjutkan dengan membuat
pertanyaan-pertanyaan sejenis perihal pendidikan kewarganegaraan.
Pertanyaan-pertanyaan yang muncul tentang pendidikan kewarganegaraan (PKn) pastinya
akan berkaitan langsung dengan tujuan pendidikan kewarganegaraan itu sendiri dimana
Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) adalah mewujudkan warga negara sadar bela
negara berlandaskan pemahaman politik kebangsaan, dan kepekaan mengembangkan jati
diri dan moral bangsa dalam perikehidupan bangsa.
Dalam konteks Indonesia, pendidikan kewarganegaraan itu berisi antara lain mengenai
pluralisme yakni sikap menghargai keragaman, pembelajaran kolaboratif, dan kreatifitas.
Pendidikan itu mengajarkan nilai-nilai kewarganegaraan dalam kerangka identitas
nasional. Dengan adanya pernyataan dari tujuan Pendidikan Kewarganegaraan itu, maka
akan banyak pertanyaan yang akan muncul tentang pendidikan kewarganegaraan itu
sendiri.
Secara umum beberapa pertanyaan itu antara lain, seberapa pentingkah pendidikan ini di
terapkan di Lembaga-lembaga pendidikan termasuk universitas? Manfaat apa yang akan
didapatkan dari hasil penerapan pendidikan Kewarganegaraan ini? Bagaimana cara
penerapan pendidikan Kewarganegaraan ini? dan masih banyak lagi pertanyaan-
pertanyaan lainnya, tetapi yang paling penting yang akan dibahas yaitu tiga pertanyaan
yang akan menggambarkan keseluruhan dari pertanyaan pertanyaan yang muncul terhadap
pendidikan kewarganegaraan ini yaitu :
1. Apakah sumber historis PKn di Indonesia?
2. Apakah sumber sosiologis PKn di Indonesia?
3. Apakah sumber politis PKn di Indonesia?
2.3. Sumber Historis, Sosiologis, dan Politis tentang Pendidikan Kewarganegaraan
Indonesia
Pada subbab ini, Anda akan diajak menggali pendidikan kewarganegaraan dengan
menggali sumber-sumber pendidikan kewarganegaraan di Indonesia baik secara historis,
sosiologis, maupun politis yang tumbuh, berkembang, dan berkontribusi dalam
pembangunan, serta pencerdasan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara
hingga dapat disadari bahwa bangsa Indonesia memerlukan pendidikan kewarganegaraan.
Masih ingatkah sejak kapan Anda mulai mengenal istilah pendidikan kewarganegaraan
(PKn)? Bila pertanyaan ini diajukan kepada generasi yang berbeda maka jawabannya akan
sangat beragam. Mungkin ada yang tidak mengenal istilah PKn terutama generasi yang
mendapat mata pelajaran dalam Kurikulum 1975. Mengapa demikian? Karena pada
kurikulum 1975 pendidikan kewarganegaraan dimunculkan dengan nama mata pelajaran
Pendidikan Moral Pancasila disingkat PMP. Demikian pula bagi generasi tahun 1960 awal,
istilah pendidikan kewarganegaraan lebih dikenal Civics. Adapun sekarang ini, berdasar
Kurikulum 2013, pendidikan kewarganegaraan jenjang pendidikan dasar dan menengah
menggunakan nama mata pelajaran PPKn. Perguruan tinggi menyelenggarakan mata
kuliah Pendidikan Pancasila dan Pendidikan Kewarganegaraan.
Untuk memahami pendidikan kewarganegaraan di Indonesia, pengkajian dapat dilakukan
secara historis, sosiologis, dan politis. Secara historis, pendidikan kewarganegaraan dalam
arti substansi telah dimulai jauh sebelum Indonesia diproklamasikan sebagai negara
merdeka. Dalam sejarah kebangsaan Indonesia, berdirinya organisasi Boedi Oetomo tahun
1908 disepakati sebagai Hari Kebangkitan Nasional karena pada saat itulah dalam diri
bangsa Indonesia mulai tumbuh kesadaran sebagai bangsa walaupun belum menamakan
Indonesia. Setelah berdiri Boedi Oetomo, berdiri pula organisasi-organisasi pergerakan
kebangsaan lain seperti Syarikat Islam, Muhammadiyah, Indische Party, PSII, PKI, NU,
dan organisasi lainnya yang tujuan akhirnya ingin melepaskan diri dari penjajahan
Belanda. Pada tahun 1928, para pemuda yang berasal dari wilayah Nusantara berikrar
menyatakan diri sebagai bangsa Indonesia, bertanah air, dan berbahasa persatuan bahasa
Indonesia.
Pada tahun 1930-an, organisasi kebangsaan baik yang berjuang secara terang-terangan
maupun diam-diam, baik di dalam negeri maupun di luar negeri tumbuh bagaikan jamur
di musim hujan. Secara umum, organisasiorganisasi tersebut bergerak dan bertujuan
membangun rasa kebangsaan dan mencita-citakan Indonesia merdeka. Indonesia sebagai
negara merdeka yang dicita-citakan adalah negara yang mandiri yang lepas dari penjajahan
dan ketergantungan terhadap kekuatan asing. Inilah cita-cita yang dapat dikaji dari karya
para Pendiri Negara-Bangsa (Soekarno dan Hatta).
Akhirnya Indonesia merdeka setelah melalui perjuangan panjang, pengorbanan jiwa dan
raga, pada tanggal 17 Agustus 1945. Soekarno dan Hatta, atas nama bangsa Indonesia
menyatakan kemerdekaan Indonesia. Setelah Indonesia menyatakan kemerdekaan,
melepaskan diri dari penjajahan, bangsa Indonesia masih harus berjuang mempertahankan
kemerdekaan karena ternyata penjajah belum mengakui kemerdekaan dan belum ikhlas
melepaskan Indonesia sebagai wilayah jajahannya. Oleh karena itu, periode pasca
kemerdekaan Indonesia, tahun1945 sampai saat ini, bangsa Indonesia telah berusaha
mengisi perjuangan mempertahankan kemerdekaan melalui berbagai cara, baik
perjuangan fisik maupun diplomatis. Perjuangan mencapai kemerdekaan dari penjajah
telah selesai, namun tantangan untuk menjaga dan mempertahankan kemerdekaan yang
hakiki belumlah selesai.
2.3.1. Sumber Historis
Secara historis, pada tahun 1908 yang dikenal dengan masa Kebangkitan Nasional,
mulai timbul kesadaran masyarakat sebagai bangsa walaupun mereka belum
menamakan diri sebagai Indonesia. Karena itu, muncul semangat kebangkitan
bangsa Indonesia untuk merdeka dari penjajahan Belanda. Dan pada 20 Mei 1908
didirikanlah organisasi pertama di Indonesia bernama Budi Utomo yang
diprakarsai oleh Mr. Soepomo. Setelah berdiri Boedi Oetomo, berdiri pula berbagai
macam organisasi pergerakan kebangsaan lain. Di antaranya adalah; Sarekat Islam,
NU, Muhammadiyah, Indische Partij, PSII, PKI, dll. Organisasi-organisasi tersebut
bergerak di berbagai bidang, namun tetap berpegang pada tujuan utama yaitu ingin
memperjuangkan kemerdekaan Indonesia dari penjajahan Belanda.
Tahun 1928 para perwakilan organisasi pemuda dari berbagai penjuru Nusantara
datang dan berkumpul. Mereka mengadakan sebuah kongres yang dinamakan
dengan Kongres Pemuda II. Adapun tujuan diadakannya kongres adalah untuk:
a. Melahirkan cita cita semua perkumpulan pemuda pemuda Indonesia.
b. Membicarakan beberapa masalah pergerakan pemuda Indonesia.
c. Memperkuat kesadaran kebangsaan indonesia dan memperteguh persatuan
Indonesia.
Dari kongres pemuda inilah lahirlah ikrar yang dikenal dengan Sumpah
Pemuda,sebuah tonggak utama dalam sejarah pergerakan kemerdekaan Indonesia.
Ikrar ini dianggap sebagai kristalisasi semangat untuk menegaskan cita-cita
berdirinya negara Indonesia. Momen ini pula yang menandai lahirnya bangsa
Indonesia.
Setelah Indonesia menyatakan kemerdekaan, melepaskan diri dari penjajahan,
bangsa Indonesia masih harus berjuang mempertahankan kemerdekaan karena
ternyata penjajah belum mengakui kemerdekaan dan belum ikhlas melepaskan
Indonesia sebagai wilayah jajahannya. Oleh karena itu, periode pasca kemerdekaan
Indonesia, tahun 1945 sampai saat ini, bangsa Indonesia telah berusaha mengisi
perjuangan mempertahankan kemerdekaan melalui berbagai cara, baik perjuangan
fisik maupun diplomatik. Perjuangan mencapai kemerdekaan dari penjajah telah
selesai, namun tantangan untuk menjaga dan mempertahankan kemerdekaan yang
hakiki belumlah selesai.
2.3.2. Sumber Sosiologis
Pendidikan Kewarganegaraan pada saat permulaan atau awal kemerdekaan lebih banyak
dilakukan pada lingkup sosial kultural. Dalam pidato-pidatonya, para tokoh masyarakat
dari berbagai lapisan mengajak seluruh rakyat supaya mencintai tanah air dan bangsa
Indonesia. Mereka membacakan pidato dengan berapi-api supaya membakar semangat
rakyat untuk mengusir penjajah yang ingin merebut kembali negara Indonesia yang telah
dinyatakan merdeka. Pidato dari tokoh masyarakat yang mengajak umat berjuang
mempertahankan tanah air merupakan Pendidikan Kewarganegaraan dalam dimensi
sosial kultural. Inilah sumber Pendidikan Kewarganegaraan dari aspek sosiologis.
Karenanya, Pendidikan Kewarganegaraan dalam dimensi sosiologis sangat dibutuhkan
oleh masyarakat maupun oleh negara-bangsa guna menjaga, memelihara, serta
mempertahankan eksistensi negara-bangsa.
2.3.3. Sumber Politis
Secara politis, pendidikan kewarganegaraan mulai dikenal dalam pendidikan sekolah
dapat digali dari dokumen kurikulum sejak tahun 1957 bahwa pada masa Orde Lama
mulai dikenal istilah:
1. Kewarganegaraan (1957);
2. Civics (1962);
3. Pendidikan Kewargaan Negara (1968).
Pada masa awal Orde Lama sekitar tahun 1957, isi mata pelajaran PKn membahas cara
pemerolehan dan kehilangan kewarganegaraan, sedangkan dalam Civics (1961) lebih
banyak membahas tentang sejarah Kebangkitan Nasional, UUD, pidato-pidato politik
kenegaraan yang terutama diarahkan untuk "Nation and Character Building” bangsa
Indonesia.
Pada awal pemerintahan Orde Baru, Kurikulum sekolah yang berlaku dinamakan
Kurikulum 1968. Dalam kurikulum tersebut di dalamnya tercantum mata pelajaran
Pendidikan Kewargaan Negara. Dalam mata pelajaran tersebut materi maupun metode
yang bersifat indoktrinatif dihilangkan dan diubah dengan materi dan metode
pembelajaran baru yang dikelompokkan menjadi Kelompok Pembinaan Jiwa Pancasila.
Kurikulum Sekolah tahun l968 akhirnya mengalami perubahan menjadi Kurikulum
Sekolah Tahun 1975. Nama mata pelajaran pun berubah menjadi Pendidikan Moral
Pancasila atau disebut juga PMP dengan kajian materi secara khusus yakni menyangkut
Pancasila dan UUD 1945 yang dipisahkan dari mata pelajaran sejarah, ilmu bumi, dan
ekonomi. Hal-hal yang menyangkut Pancasila dan UUD 1945 berdiri sendiri dengan
nama Pendidikan Moral Pancasila (PMP), sedangkan gabungan mata pelajaran Sejarah,
Ilmu Bumi dan Ekonomi menjadi mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (lPS). Dan
juga, mata pelajaran PMP ditujukan untuk membentuk manusia yang Pancasilais.
Sesuai dengan perkembangan iptek dan tuntutan serta kebutuhan masyarakat, kurikulum
sekolah mengalami perubahan menjadi Kurikulum 1994. Selanjutnya nama mata
pelajaran PMP pun mengalami perubahan menjadi Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan (PPKn) yang terutama didasarkan pada ketentuan dalam Undang-
Undang Republik Indonesia No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pada
ayat 2 undang- undang tersebut dikemukakan bahwa isi kurikulumsetiap jenis, jalur, dan
jenjang pendidikan wajib memuat:
1. Pendidikan Pancasila;
2. Pendidikan Agama;
3. Pendidikan Kewarganegaraan.
Pasca Orde Baru sampai saat ini, nama mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan
kembali mengalami perubahan. Yaitu menjadi Pendidikan Kewarganegaraan (Pkn).
Walaupun menghilangkan kata Pancasila, namun esensi penanaman nilai Pancasila
kepada para siswa tidak dihilangkan.
2.4. Membangun Argumen tentang Dinamika dan Tantangan Pendidikan Pancasila
Suatu kenyataan bahwa Pendidikan Kewarganeg araan (PKn) telah mengalami beberapa
kali perubahan, baik tujuan, orientasi, substansi materi, metode pembelajaran bahkan
sistem evaluasi. Semua perubahan tersebut dapat teridentifikasi dari dokumen kurikulum
yang pernah berlaku di Indonesia sejak proklamasi kemerdekaan hingga saat ini. Mengapa
pendidikan kewarganegaraan selalu mengalami perubahan? Untuk menjawab pertanyaan
ini, Anda dapat mengkaji sejumlah kebijakan Pemerintah dalam bidang pendidikan dan
kurikulum satuan pendidikan sekolah dan pendidikan tinggi. Dengan membaca dan
mengkaji produk kebijakan pemerintah, dapat diketahui bahwa dinamika dan tantangan
yang dihadapi Pendidikan Kewarganegaraan di Indonesia sangat tinggi. Apa dinamika dan
tantangan yang pernah dihadapi oleh PKn Indonesia dari masa ke masa? Untuk mengerti
dinamika dan tantangan PKn di Indonesia, Anda dianjurkan untuk mengkaji periodisasi
perjalanan sejarah tentang praktik kenegaraan/pemerintahan Republik Indonesia (RI) sejak
periode Negara Indonesia diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945 sebagai negara
merdeka sampai dengan periode saat ini yang dikenal Indonesia era reformasi. Mengapa
dinamika dan tantangan PKn sangat erat dengan perjalanan sejarah praktik
kenegaraan/pemerintahan RI? Inilah ciri khas PKn sebagai mata kuliah dibandingkan
dengan mata kuliah lain. Ontologi PKn adalah sikap dan perilaku warga negara dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Status warga negara dapat meliputi
penduduk yang berkedudukan sebagai pejabat negara sampai dengan rakyat biasa. Tentu
peran dan fungsi warga negara berbeda-beda, sehingga sikap dan perilaku mereka sangat
dinamis. Oleh karena itu, mata kuliah PKn harus selalu menyesuaikan/sejalan dengan
dinamika dan tantangan sikap serta perilaku warga negara dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
2.4.1. Dinamika Pendidikan Pancasila
Sebagaimana diketahui upaya pembudayaan atau pewarisan nilai-nilai Pancasila
tersebut telah secara konsisten dilakukan sejak awal kemerdekaan sampai dengan
sekarang. Pada masa kemerdekaan, nilai-nilai pancasila dilakukan dalam bentuk
pidato-pidato para tokoh bangsa dalam rapat-rapat yang disiarkan melalui radio dan
surat kabar. Pada tanggal 1 Juli 1947, diterbitkan sebuah buku yang berisi pidato
Bung Karno tentang lahirnya Pancasila. Buku tersebut diterbitkan dengan maksud
membentuk manusia Indonesia baru yang patriotik melalui pendidikan. Pada tahun
1961 terbit pula buku yang berjudul penetapan Tujuh Bahan-Bahan Pokok
Indoktrinasi. Buku tersebut ditujukan kepada masyarakat umum dan aparatur
Negara.
Sejak lahirnya ketetapan MPR RI Nomor 11 / MPR / 1978, tentang Pedoman
Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P-4), P-4 tersebut kemudian menjadi salah
satu sumber pokok materi pendidikan Pancasila. Diperkuat dengan Tap MPR RI
Nomor 11/ MPR/ 1988 tentang GBHN. Dirjen Dikti, dalam rangka
menyempurnakan kurikulum inti Mata Kuliah Dasar Umum (MKDU) menerbitkan
Sk, Nomor 25/ DIKTI / KEP/ 1985. Dampak dari beberapa kebijakan pemerintah
tentang pelaksanaan penataran P-4, terdapat beberapa perguruan tinggi terutama
perguruan tinggi swasta yang tidak mampu menyelenggarakan penataran P-4 pola
100 jam sehingga tetap menyelenggarakan mata kuliah pendidikan pancasila tanpa
penataran P-4 pola 45 jam. Dirjen Dikti mengeluarkan kebijakan yang
memperkokoh keberadaan dan menyempurnakan penyelenggaraan mata kuliah
pendidikan pancasila, yaitu :
1. Sk Dirjen Dikti, Nomor 232/ U/ 2000, tentang Pedoman Penyusunan
Kurikulum Pendidikan Tinggi.
2. Sk Dirjen Dikti, Nomor 265/ Dikti/ 2000, tentang Penyempurnaan
Kurikulum Inti Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian (MKPK).
3. Sk Dirjen Dikti, Nomor 38/ Dikti/ kep/ 2002, tentang Rambu-rambu
Pelaksanaan Kelompok Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian di
Perguruan Tinggi.
Ditetapkannya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003, kembali
mengurangi langkah pembudayaan Pancasila melalui pendidikan. Dalam rangka
membudayakan nilai-nilai Pancasila kepada generasi penerus bangsa. Penguat
keberadaan mata kuliah Pancasila di perguruan tinggi ditegaskan dalam Pasal 35,
Pasal 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 tahun 2012.
1) Pasal 2, menyebutkan bahwa pendidikan tinggi berdasarkan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, Negara Kesatuan Republik
Indonesia, dan Bhineka Tunggal Ika.
2) Pasal 35 Ayat (3) menentukan bahwa kurikulum pendidikan tinggi wajib
memuat mata kuliah agama, pancasila, kewarganegaraan, dan bahasa
Indonesia.
3) Tantangan Pendidikan Pancasila.
Tantangan ialah menentukan bentuk dan format agar mata kuliah Pendidikan
Pancasila dapat diselenggarakan di berbagai program studi dengan menarik dan
efektif. Tantangan ini berasal dari perguruan tinggi, misalnya faktor ketersediaan
sumber daya. Adapun tantangan yang bersifat eksternal, untuk memahami dinamika
dan tantangan Pancasila pada era globalisasi. Mendeskripsikan Esensi dan Urgensi
Pendidikan Pancasila untuk masa depan. Dirjen Dikti mengembangkan esensi materi
pendidikan Pancasila yang meliputi :
1. Pengantar perkuliahan pendidikan Pancasila
2. Pancasila dalam kajian sejarah bangsa Indonesia.
3. Pancasila sebagai dasar Negara.
4. Pancasila sebagai ideologi Negara.
5. Pancasila sebagai sistem Filsafat.
6. Pancasila sebagai sistem Etika.
7. Pancasila sebagai dasar nilai pengembangan ilmu.
Pendekatan pembelajaran dalam mata kuliah Pendidikan Pancasila adalah
pendekatan pembelajaran yang berpusat kepada mahasiswa untuk mengetahui dan
memahami nilai-nilai Pancasila, filsafat Negara, dan ideologi-ideologi bangsa. Agar
mahasiswa menjadi jiwa pancasila dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Selain itu, urgensi pendidikan Pancasila adalah untuk membentengi dan menjawab
tantangan perubahan-perubahan dimasa yang akan datang.
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia, Nomor 20 tahun 2003, pasal 3
menegaskan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan dan membentuk
watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, pendidikan merupakan alternatif terbaik dalam melakukan sosial
secara damai. Setiap warga Negara sesuai dengan kemampuan dan tingkat
pendidikannya memiliki pengetahuan, pemahaman, penghayatan, penghargaan, dan
pola pengamalan Pancasila. Contoh urgensi pendidikan Pancasila bagi suatu
program studi, misalnya yang terkait dengan tugas menyusun atau membentuk
peraturan perundang-undangan. Orang yang bertugas untuk melaksanakan hal
tersebut, harus mempunyai pengetahuan, pengertian, pemahaman, penghayatan dan
pola pengalaman yang lebih baik daripada warga Negara yang lain karena mereka
lah yang menentukan kebujakan untuk negaranya. Begitu pula dengan mahasiswa
yang lulusan prodi perpajakan dituntut memiliki berkomitmen dan bertujuan agar
dapat memberikan kontribusi terhadap pelaksanaan kewajiban perpajakan tempat
kerja secara baik dan benar. Demikian bahwa keberadaan pendidikan Pancasila
merupakan suatu program studidi perguruan tinggi. Oleh karena itu, menjadi
keharusan Pancasila disebarluaskan secara benar, antara lain melalui mata kuliah di
perguruan tinggi. Karena mahasiswa sebagai bentuk perubahan muda di masa depan
yang akan menjadi pembangunan dan pemimpin bangsa dalam setiap tingkatan
lembaga-lembaga di Negara, lembaga daerah dan sebagainya. Dengan demikian,
pemahaman nilai-nilai Pancasila di kalangan mahasiswa amat penting, yang
berprofesi sebagai pengusaha, pegawai swasta, pegawai pemerintah, dan
sebagainya. Semua masyarakat mempunyai peran penting terhadap kejayaan bangsa
di masa depan.
2.5. Esensi dan Urgensi Pendidikan Kewarganegaraan untuk masa depan
Pernahkah Anda berpikir apa yang akan terjadi dalam kehidupan bangsa Indonesia pada
10, 30, atau 100 tahun yang akan datang? Apakah Anda berpikir bahwa kondisi bangsa
masa depan akan sama saja dengan kondisi bangsa saat ini? Pertanyaan ini memerlukan
jawaban analitis tentang kehidupan bangsa pada masa lampau dan kondisi bangsa saat ini.
Dapatkah Anda mengidentifikasi kondisi bangsa Indonesia pada 10 tahun, 30 tahun, dan
100 tahun yang lalu? Coba Anda bandingkan indikatorindikator berupa fakta, peristiwa
yang pernah terjadi, kemudian bandingkan dengan kondisi saat ini. Apa yang berubah
dalam pendidikan kewarganegaraan? Adakah hal-hal yang sama, identik, berupa fakta dan
peristiwa masa lalu dengan kehidupan yang terjadi saat ini? Anda masukkan indikator-
indikator berupa fakta dan peristiwa yang terjadi dalam pendidikan kewarganegaraan.
Apakah tuntutan, kebutuhan, dan tantangan yang akan dihadapi bangsa Indonesia di masa
depan? Bagaimana Anda dapat memprediksi kondisi Indonesia di masa depan? Apa
gagasan berupa pemikiran hasil analisis Anda untuk masa depan? Anda masukkan
indikator-indikator berupa fakta dan peristiwa yang mungkin akan terjadi dalam
pendidikan kewarganegaraan. Pernahkah Anda memprediksi apa yang akan terjadi dengan
negara-bangsa Indonesia pada tahun 2045 yakni Indonesia Generasi Emas?

Pada tahun 2045, bangsa Indonesia akan memperingati 100 Tahun Indonesia merdeka.
Bagaimana nasib bangsa Indonesia pada 100 Tahun Indonesia merdeka? Berdasarkan hasil
analisis ahli ekonomi yang diterbitkan oleh Kemendikbud (2013) bangsa Indonesia akan
mendapat bonus demografi (demographic bonus) sebagai modal Indonesia pada tahun
2045 (Lihat gambar tabel di bawah). Indonesia pada tahun 20302045 akan mempunyai
usia produktif (15-64 tahun) yang berlimpah. Inilah yang dimaksud bonus demografi.
Bonus demografi ini adalah peluang yang harus ditangkap dan bangsa Indonesia perlu
mempersiapkan untuk mewujudkannya. Usia produktif akan mampu berproduksi secara
optimal apabila dipersiapkan dengan baik dan benar, tentunya cara yang paling strategis
adalah melalui pendidikan, termasuk pendidikan kewarganegaraan.
2.5.1. Esensi Pendidikan Kewarganegaraan untuk masa depan
Prof. Dr. Nadiroh, M. Pd., seorang Guru Besar Pada Prodi PPKn FIS UNJ (Fakultas
Ilmu Sosial Universitas Negeri Jakarta) mengatakan bahwa, Pembentukan Karakter
Bangsa Sebagai Esensi Pendidikan Kewarganegaraan. Beliau mengukuhkan hal
tersebut lantaran fenomena dan fakta empiris yang diberitakan di mass media akhir-
akhir ini merupakan gambaran realita kehidupan bangsa Indonesia yang sampai saat
ini masih mengalami krisis multidimensi. Jika keadaan ini dibiarkan berlarut-larut,
kita akan sulit mengejar ketertinggalan dalam upaya mencapai Millenium
Developments Goals (MDG’s), yaitu:
1. Menghapuskan tingkat kemiskinan dan kelaparan;
2. Mencapai Pendidikan Dasar secara Universal
3. Mendorong kesetaraan gender dan memberdayakan perempuan ;
4. Mengurangi tingkat kematian anak;
5. Memerangi HIV/AIDS, malaria dan penyakit lainnya;
6. Menjamin pembangunan berkelanjutan dan pelestarian lingkungan;
7. Mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan (United Nations
Development Group, 2003).
Tujuan ini dapat tercapai jika didukung oleh masyarakat dan bangsa yang berkualitas
atau SDM Indonesia yang unggul. Untuk itulah peran pendidikan sangat penting,
sebagaimana tersirat dan tersurat dalam Undang-undang Republik Indonesia nomor
20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 1 ayat 2 dikatakan bahwa:
Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yangberakar pada nilai-nilai
agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan
zaman. Dalam pasal 3, dikatakan bahwa Pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab.
2.5.2. Urgensi Pendidikan Kewarganegaraan untuk masa depan
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan dapat dimaknai sebagai wahana untuk
mengembangkan dan melestarikan nilai luhur dan moral yang berakar pada budaya
bangsa Indonesia yang diharapkan dapat diwujudkan dalam bentuk perilaku
kehidupan sehari-hari peserta didik baik sebagai individu, maupun sebagai anggota
masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) berupaya mengantarkan warga
negara Indonesia menjadi ilmuwan dan profesional yang memiliki rasa kebangsaan
dan cinta tanah air; menjadi warga negara demokratis yang berkeadaban; yang
memiliki daya saing: berdisiplin, dan berpartisipasi aktif dalam membangun
kehidupan yang damai berdasarkan sistem nilai Pancasila. Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan berkontribusi penting menunjang tujuan bernegara Indonesia
yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. PPKn berkaitan dan berjalan seiring
dengan perjalanan pembangunan kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia.
Maka kedepannya, bangsa ini harus benar-benar berpedoman terhadap pancasila.
Untuk dapat mengentaskan kemiskinan, membasmi praktik KKN (Korupsi, Kolusi,
dan Nepotisme), berbagai bentuk kejahatan, dan lain sebagainya, keberadaan
pancasila tetap harus dipertahankan. Karena jika pancasila sudah diujung tanduk
oleh ekses-ekses negatif, maka akan menjadi apa bangsa ini kemudian. (Leman,
2018)
2.5.3 Contoh Esensi & Urgensi Pendidikan Kewarganegaraan untuk masa depan
Berikut adalah mengapa Pendidikan Kewarganegaraan dibutuhkan di masa depan :
1. Karena hancurnya berbagai macam nilai demokrasi yang dimana ada pada
masyarakat itu sendiri.
2. Terjadi sikap pemudaran terhadap berbagai kehidupan kewarganegaraan dan
juga nilai komunitas pada masyarakat.
3. Terjadi sebuah sikap kemunduran dari nilai toleransi yang dimana terjadi
pada masyarakat.
4. Terjadi sebuah sikap pelemahan terhadap nilai yang dimana ada pada sebuah
keluarga.
5. Terjadi sebuah sikap pemudaran yang dimana berada pada sebuah nilai
kejujuran.
6. Terjadi sebuah sikap maraknya praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme yang
dimana terjadi pada masyarakat dalam melakukan penyelenggaraan terhadap
pemerintahan.
7. Terjadinya sebuah kerusakan pada sistem dan juga kehidupan ekonomi. Dan;
8. Terjadinya berbagai macam pelanggaran terhadap nilai berbangsa dan juga
bernegara. (Brainly, 2018)
BAB III
KESIMPULAN

1. Secara etimologis, pendidikan kewarganegaraan berasal dari kata “pendidikan” dan


kata “kewarganegaraan”. Pendidikan berarti usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya, sedangkan kewarganegaraan adalah segala hal ihwal
yang berhubungan dengan warga negara.
2. Secara yuridis, pendidikan kewarganegaraan dimaksudkan untuk membentuk peserta
didik menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air.
3. Secara terminologis, pendidikan kewarganegaraan adalah program pendidikan yang
berintikan demokrasi politik, diperluas dengan sumber-sumber pengetahuan lainnya:
pengaruh-pengaruh positif dari pendidikan sekolah, masyarakat, dan orang tua.
Kesemuanya itu diproses guna melatih para siswa untuk berpikir kritis, analitis,
bersikap dan bertindak demokratis dalam mempersiapkan hidup demokratis
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945
4. Negara perlu menyelenggarakan pendidikan kewarganegaraan karena setiap generasi
adalah orang baru yang harus mendapat pengetahuan, sikap/nilai dan keterampilan
agar mampu mengembangkan warga negara yang memiliki watak atau karakter yang
baik dan cerdas (smart and good citizen) untuk hidup dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara sesuai dengan demokrasi konstitusional.
5. Secara historis, PKn di Indonesia awalnya diselenggarakan oleh organisasi pergerakan
yang bertujuan untuk membangun rasa kebangsaaan dan cita-cita Indonesia merdeka.
Secara sosiologis, PKn Indonesia dilakukan pada tataran sosial kultural oleh para
pemimpin di masyarakat yang mengajak untuk mencintai tanah air dan bangsa
Indonesia. Secara politis, PKn Indonesia lahir karena tuntutan konstitusi atau UUD
1945 dan sejumlah kebijakan Pemerintah yang berkuasa sesuai dengan masanya.
6. Pendidikan Kewarganegaraan senantiasa menghadapi dinamika perubahan dalam
sistem ketatanegaraan dan pemerintahan serta tantangan kehidupan berbangsa dan
bernegara.
7. PKn Indonesia untuk masa depan sangat ditentukan oleh pandangan bangsa Indonesia,
eksistensi konstitusi negara, dan tuntutan dinamika perkembangan bangsa
Secara terminologis pendidikan kewarganegaraan adalah program pendidikan yang
berintikan demokrasi politik, dan diperluas dengan sumber-sumber lain; contohnya
seperti pengaruh positif dari pendidikan sekolah, masyarakat, dan orang tua.
Pendidikan kewarganegaraan memiliki peran yang krusial dalam membentuk karakter,
sikap, dan pemahaman etika dalam tata krama bermasyarakat. Dalam konteks
pengembangan kemampuan utuh sarjana dan profesional, pendidikan kewarganegaraan
memberikan kontribusi yang signifikan dalam membentuk sikap, etika, dan keterampilan
yang diperlukan untuk menjadi warga negara yang bertanggung jawab dan
profesional yang berhasil.
Pengetahuan: Pendidikan kewarganegaraan memberikan pengetahuan yang penting
tentang hak, kewajiban, dan tanggung jawab warga negara dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara. Ini membantu sarjana dan profesional untuk memahami konteks sosial,
budaya, dan politik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam konteks
pekerjaan mereka.
Pemahaman: Selain pengetahuan, pendidikan kewarganegaraan juga memberikan
pemahaman yang lebih mendalam tentang nilai-nilai demokrasi, hak asasi manusia,
keadilan sosial, dan tanggung jawab sosial. Ini membantu dalam memahami dan
menghadapi tantangan-tantangan yang timbul dalam konteks kehidupan pribadi,
sosial, dan profesional.
Sikap: Pendidikan kewarganegaraan membentuk sikap yang positif terhadap kehidupan
berbangsa dan bernegara, seperti sikap toleransi, keadilan, dan empati. Ini membantu
untuk membangun hubungan yang baik dan produktif dalam berbagai konteks, baik di
tempat kerja, di antara sesama rekan kerja, atau dalam interaksi dengan klien, dan juga di
dalam masyarakat pada umumnya.
Keterampilan: Pendidikan kewarganegaraan juga mengembangkan keterampilan untuk
berpartisipasi aktif dalam kehidupan masyarakat, baik dalam bentuk kegiatan sosial,
politik, atau pemberdayaan masyarakat. Ini membantu dalam membangun kapasitas untuk
bekerja secara efektif dalam berbagai konteks, serta meningkatkan kapasitas untuk
mengidentifikasi, mengukur, dan menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi dalam
kehidupan sehari-hari maupun dalam konteks pekerjaan.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pendidikan kewarganegaraan adalah bagian
integral dari pembentukan kemampuan utuh sarjana dan profesional. Ini membantu dalam
membangun karakter, sikap, dan etika yang diperlukan dalam kehidupan pribadi, sosial,
dan profesional. Dalam konteks globalisasi dan kompleksitas masyarakat, pendidikan
kewarganegaraan menjadi semakin penting untuk membentuk individu-individu yang
memiliki kesadaran moral dan sosial yang kuat serta mampu berkontribusi dalam
pembangunan masyarakat yang adil, demokratis, dan berkelanjutan.
Daftar Pustaka

Brainly. (2018, Oktober 15). Deskripsi tentang Esensi dan Urgensi PKn untuk masa depan.
Diambil kembali dari Brainly:
https://brainly.co.id/tugas/18356418
Kemahasiswaan, D. J. (2016). Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta:
Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi.
Leman. (2018, Mei 19). Urgensi dan Esensi Pendidikan Pancasila untuk masa depan.
Diambil kembali dari Wordpress:
https://leman2311.wordpress.com/2018/05/19/urgensi-dan-esensi-pendidikan-
pancasila-bagi-masa-depan/
http://gatot_sby.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/63989/1_Buku_PKWN_I.pdf

Anda mungkin juga menyukai