DOSEN PENGAMPU
ORIN OKTASARI,M.H.I
DISUSUN OLEH
TOMAS WINDIRA
PROGRAM STUDI
PERBANKAN SYARIAH
Tahun 2024/2025
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami ucapkan khadirat Allah swt atas segala rahmatnya
sehingga makalah ini dapat tersususn sampai dengan terselesai.Tidak lupa kami
menggucapkan terima kasih terhadap bantuan dari pihak yang telah
berkonteribusi dengan berkontribusi sumbangan baik pikiran maupun
materinya.
DAFTAR ISI..........................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
3.1 Kesimpulan......................................................................................
3.2 Saran...............................................................................................
Daftar Pustaka.......................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
PEMBAHASAN
Oleh karna itu diperlukan proses pemikiran dan logika yang membimbing
oleh nalar sehat, pikiran jernih, nurani yang cerdas dalam pemahaman ayat-
ayat Qur’an dan sunnah nabi dalam rangka memproleh filosofi etika di
dalam masyarakat Islam. Bukankah Allah menuntut di dalam Qur’an
kepada umat manusia agar menggunakan akal dalam mensikapi kehidupan
yang dinamis ini.
Manusia dengan segala unsur potensi natural yang terdiri dari nalar,
insting, dan spiritual yang dimiliki dalam sejarah kebudayaannya sangat
potensial untuk menemukan suatu landasan filosofis dan argumentatif
untuk pengaturan di dalam perikehidupan individual dan bermasyarakat
dalam mencapai tujuan bersama. Peraturan ini dilandasi oleh temuan sebab
akibat dari kejadian di dalam pergaulan antar manusia dan lingkungannya,
sesuai dengan misi, peran manusia yang dilahirkan di dunia dan diberi
beban tugas yang harus diemban secara patut dan logis di dalam perga
Hukum alam dan hukum kuaa prima yang menyangkut asal usul alam
semesta dan manusia serta hubungan antar manusia sejak awal peradaban
dalam sejarah umat manusia secara folosofis telah lama menjadi bahan
kajian dalam rangka menemukan dan mensintesakan bagaimana sebaiknya
dan seharusnya serta sepatutnya hubungan antar manusia dan alam serta
pergaulan manusia diatur dan dikelola secara benar, baik, dan harmonis.
Islam dengan sumbeer ajaran wahyu dan sunnah nabi ( Muhammad ) telah
terlebih dahulu menjadi bahan acuan yang penting dalam mengatur
perikehidupan antar sesama manusia dalam alam. Demikian juga dalam
hubungan dengan penciptaNya (Al Kholik).
) ُأوَلِئَك اَّلِذ يَن َلَعَنُهُم22( َفَهْل َعَسْيُتْم ِإْن َتَو َّلْيُتْم َأْن ُتْفِس ُدوا ِفي األْر ِض َو ُتَقِّطُعوا َأْر َح اَم ُك ْم
} )23( ُهَّللا َفَأَص َّم ُهْم َو َأْع َم ى َأْبَص اَر ُهْم
Artinya :
“ Apabila telah tetap perintah perang (mereka tidak menyukainya). Tetapi
jikalau mereka benar (imannya) terhadap Allah, niscaya yang demikian itu
lebih baik bagi mereka. Maka apakah kiranya jika kamu berkuasa kamu akan
membuat kerusakan di muka bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan?
Mereka itulah orang-orang yang dilaknati Allah dan ditulikan-Nya telinga
mereka dan dibutakan-Nya penglihatan mereka”
Dari sini jelas bahwa landasan filosofis etika dalam Islam mengacu pada wahyu
atau Firman Allah atau Al-qur’an dan Sunnah Rasul. Disamping juga mengacu
pada hasil kajian filosofis para mujtahid yang terbimbing kemakrifatannya dan
teruji kesalihannya.
Dalam konteks filsafat Islam perbuatan baik itu dikenal dengan istilah
perbuatan ma’ruf dimana secara kodrati manusia sehat dan normal tahu dan
mengerti serta menerima sebagai kebaikan.Akal sehat dan nuraninya
mengetahui dan menyadariakan hal ini.
Nilai baik atau ma’ruf dan nilai buruk atau mungkar ini bersifat universal. Hal
ini sesuai dengan perintah Allah kepada manusia untuk melakukan perbuatan
ma’ruf dan menghindari perbuatan mungkaratau jahat dalam surat 3 ayat 104
sebagai berikut :
Artinya :
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada
kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar;
merekalah orang-orang yang beruntung.”
Maka secara filosofis Etika Islam mendasarkan diri pada nalar ilmu dan agama
untuk menilai suatu perilaku manusia. Landasan penilaian ini dalam pratek
kehidupan di masyarakat sering kita temukan bahwa secara agama dinilai baik
atau buruk sering diperkuat dengan alsan-alasan dan argumen-argumen ilmiah
atau ilmu dan agama Islam.
Landasan normatif etika bisnis dalam Islam bersumber dari al-Qur’an dan
Sunnah Nabi Muhammad SAW. Dalam konteks ini dapat dibagi menjadi empat
kelompok, yaitu : landasan tauhid, landasan keseimbangan, landasan kehendak
bebas,dan landasan pertanggung jawaban.
1. Tauhid ( Kesatuan)
Tauhid merupakan konsep serba eksklusif dan serba inklusif. Pada
tingkat absolut ia membedakan khalik dengan makhluk, memerlukan
penyerahan tanpa syarat kepada kehendak-Nya, tetapi pada eksistensi
manusia memberikan suatu prinsip perpaduan yang kuat sebab seluruh
umat manusia dipersatukan dalam ketaatan kepada Allah semata.
Konsep tauhid merupakan dimensi vertikal Islam sekaligus horizontal
yang memadukan segi politik, sosial ekonomi kehidupan manusia
menjadi kebulatan yang homogen yang konsisten dari dalam dan luas
sekaligus terpadu dengan alam luas
2. Keseimbangan (Keadilan)
Ajaran Islam berorientasi pada terciptanya karakter manusia yang
memiliki sikap dan prilaku yang seimbang dan adil dalam konteks
hubungan antara manusia dengan diri sendiri, dengan orang lain
(masyarakat) dan dengan lingkungan.
Keseimbangan ini sangat ditekankan oleh Allah dengan menyebut umat
Islam sebagai ummatan wasathan. Ummatan wasathan adalah umat yang
memiliki kebersamaan, kedinamisan dalam gerak, arah dan tujuannya
serta memiliki aturan-aturan kolektif yang berfungsi sebagai penengah
atau pembenar. Dengan demikian keseimbangan, kebersamaan,
kemodernan merupakan prinsip etis mendasar yang harus diterapkan
dalam aktivitas maupun entitas bisnis.
4. Pertanggung jawaban
Segala kebebasan dalam melakukan bisnis oleh manusia tidak lepas dari
pertanggungjawaban yang harus diberikan atas aktivitas yang dilakukan
sesuai dengan apa yang ada dalam al-Qur’an” Tiap-tiap diri bertanggung
jawab atas apa yang telah diperbuatnya” Kebebasan yang dimiliki manusia
dalam menggunakan potensi sumber daya mesti memiliki batas-batas
tertentu, dan tidak digunakan sebebas-bebasnya, melainkan dibatasi oleh
koridor hukum, norma dan etika yang tertuang dalam al-Qur’an dan
Sunnah rasul yang harus dipatuhi dan dijadikan referensi atau acuan dan
landasan dalam menggunakan potensi sumber daya yang dikuasai. Tidak
kemudian digunakan untuk melakukan kegiatan bisnis yang terlarang atau
yang diharamkan, seperti judi, riba dan lain sebagainya. Apabila
digunakan untuk melakukan kegiatan bisnis yang jelas-jelas halal, maka
cara pengelolaan yang dilakukan harus juga dilakukan dengan cara-cara
yang benar, adil dan mendatangkan manfaat optimal bagi semua
komponen masyarakat yang secara kontributif ikut mendukung dan
terlibat dalam kegiatan bisnis yang dilakukan.[10]
Artinya :
“Tiap-tiap diri bertanggungjawab atas apa yang tekah diperbuatnya.”
5. Ikhsan ( Kebenaran)
PENUTUP
A. Kesimpulan
Etika dalam Islam memegang mengacu pada dua sumber yaitu Qur’an
dan Sunnah atau Hadis Nabi. Dua sumber ini merupakan sentral segala
sumber yang membimbing segala perilaku dalam menjalankan ibadah,
perbuatan, atau aktivitas umat islam yang benar-benar menjalankan
ajaran islam. Tetapi dalam implementasi memberlakukan dua sumber
ini sesuai dengantuntunan perkembangan budaya dan zaman diperlukan
suatu proses penafsiran, ijtihad baik bersifat kontekstual maupun secara
tekstual.
Secara filosofis Etika Islam mendasarkan diri pada nalar ilmu dan
agama untuk menilai suatu perilaku manusia. Landasan penilaian ini
dalam pratek kehidupan di masyarakat sering kita temukan bahwa
secara agama dinilai baik atau buruk sering diperkuat dengan alsan-
alasan dan argumen-argumen ilmiah atau ilmu dan agama Islam.
Secara normatif terbagi menjadi tauhid, keseimbangan, kehendak bebas,
pertanggungjawaban, kebenaran (Ihsan).
B. SARAN