Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH ETIKA BISNIS ISLAM

TEORI LANDSAN FILOSOFI DAN NORMATIF ETIKA


BISNIS ISLAM

DOSEN PENGAMPU

ORIN OKTASARI,M.H.I

DISUSUN OLEH

TOMAS WINDIRA

PROGRAM STUDI

PERBANKAN SYARIAH

Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Syari’ah

Nahdatul Ulama (STIESNU BENGKULU )

Tahun 2024/2025
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami ucapkan khadirat Allah swt atas segala rahmatnya
sehingga makalah ini dapat tersususn sampai dengan terselesai.Tidak lupa kami
menggucapkan terima kasih terhadap bantuan dari pihak yang telah
berkonteribusi dengan berkontribusi sumbangan baik pikiran maupun
materinya.

Kami sangat berharap semoga mkalah ini dapat menambah pengetahuan


dan pengalaman bagi pembaca selan itu kami berharap lebih jauh lagi agar
makalah ini bisa pembaca peraktekan dalam kehidupan sehari- sehari.

Bagi kami sebagaimana penyusunan masih banyak kekurangan dalam


pembuatan makalah ini karena keterbatsanan pengetahuan dan pengalmanan
kami untuk itu kami sangat mengharapkan keritik dan saran yang menbangunan
dari pembaca demi kesempurnan makalah ini.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................

DAFTAR ISI..........................................................................................

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang.................................................................................


1.2 Rumusan Masalah.............................................................................

BAB II PEMBAHASAN

2.1 LandasanFilosofis Etika Dalam Islam.......... ......................................

2.2 Landasan Normatif Etika bisnis Islam...............................................

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan......................................................................................

3.2 Saran...............................................................................................

Daftar Pustaka.......................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Begitu pentingnya kegiatan bisnis dalam kehidupan manusia,tidak heran
jika yang bersumber pada al-Quran dan sunnah memberi tuntunan dalam
bidang bisnis.Etika bisnis sangatlah penting untuk dikemukakan dalam era
globalisasi yang seringkali mengabaikan nilai-nilai moral dan etika.

Karena itu,islam menekankan agar aktifitas bisnis manusia dimaksudkan


tidak semata-semata sebagai alat pemuas keingginan dan kebutuhan hidup
saja ,tetapi lebih pada upaya pencarian kehidupan berkeseimbangan disertai
perilaku positif sesuai etika bisnis dalam islam.Suatu bisnis akan bernilai
apabila dapat memenuhi kebutuhan material dan juga kebutuhan spiritual
secara seimbang ,tidak mengandung nilai kesaan ,keseimbangan ,kehendak
bebas,tangung jawab ,kebajikan dan kejujuran.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa saja landasan filosofis dan normatif etika bisnis islam


2. Bagaimana filosofi etika dalam islam

1.3 Tujuan Masalah


1. Untuk menjelaskan landasan filosofis dan normatif etika bisnis islam
2. Untuk menjelasakan filosofi etika dalam islam
BAB II

PEMBAHASAN

A. LANDASAN FILOSOFIS ETIKA DALAM ISLAM


Etika dalam Islam memegang mengacu pada dua sumber yaitu Qur’an dan
Sunnah atau Hadis Nabi. Dua sumber ini merupakan sentral segala sumber
yang membimbing segala perilaku dalam menjalankan ibadah, perbuatan,
atau aktivitas umat islam yang benar-benar menjalankan ajaran islam.
Tetapi dalam implementasi memberlakukan dua sumber ini sesuai
dengantuntunan perkembangan budaya dan zaman diperlukan suatu proses
penafsiran, ijtihad baik bersifat kontekstual maupun secara tekstual.

Oleh karna itu diperlukan proses pemikiran dan logika yang membimbing
oleh nalar sehat, pikiran jernih, nurani yang cerdas dalam pemahaman ayat-
ayat Qur’an dan sunnah nabi dalam rangka memproleh filosofi etika di
dalam masyarakat Islam. Bukankah Allah menuntut di dalam Qur’an
kepada umat manusia agar menggunakan akal dalam mensikapi kehidupan
yang dinamis ini.

Manusia dengan segala unsur potensi natural yang terdiri dari nalar,
insting, dan spiritual yang dimiliki dalam sejarah kebudayaannya sangat
potensial untuk menemukan suatu landasan filosofis dan argumentatif
untuk pengaturan di dalam perikehidupan individual dan bermasyarakat
dalam mencapai tujuan bersama. Peraturan ini dilandasi oleh temuan sebab
akibat dari kejadian di dalam pergaulan antar manusia dan lingkungannya,
sesuai dengan misi, peran manusia yang dilahirkan di dunia dan diberi
beban tugas yang harus diemban secara patut dan logis di dalam perga

Hukum alam dan hukum kuaa prima yang menyangkut asal usul alam
semesta dan manusia serta hubungan antar manusia sejak awal peradaban
dalam sejarah umat manusia secara folosofis telah lama menjadi bahan
kajian dalam rangka menemukan dan mensintesakan bagaimana sebaiknya
dan seharusnya serta sepatutnya hubungan antar manusia dan alam serta
pergaulan manusia diatur dan dikelola secara benar, baik, dan harmonis.
Islam dengan sumbeer ajaran wahyu dan sunnah nabi ( Muhammad ) telah
terlebih dahulu menjadi bahan acuan yang penting dalam mengatur
perikehidupan antar sesama manusia dalam alam. Demikian juga dalam
hubungan dengan penciptaNya (Al Kholik).

Pada momentum perjalan pemikiran manusia selain menggunakan alam fikiran


dan logika yang dimiliki manusia tetapi didahului dengan menggunakan
sumber-sumber wahyu yang memperkaya hasil-hasil temuan peraturan di dalam
etika Islam.

1. LANDASAN WAHYU DAN ILMU

Masalah etika merupakan pembahasan yang paling dekat dengan tuntutan


agama Islam. Karena didalam etika menjelaskan tentang perilaku dan sikap
yang baik, tidak baik atau buruk, perilaku yang berdimensi pahala dan dosa
sebagian konsekuensi perilaku baik dan buruk atau jahat menurut tuntutan
agama islam dimana di dalamnya ditentukan norm fan ketentuan-ketentuannya
atau ajaran-ajarannya sebagaiman yang telah dilakukan ketika ilmu fiqih dan
ilmu kalam oleh ulamah fiqih dan ulama kalam di zamannya.

Wahyu bagi metodologis berfikirnya manusia dalam menemukan sistem


peraturan kehidupan manusia merupakan sumber pertama yang melandasi
folosofi dalam menentukan kriteria nilai baik dan nilai buruk. Adanya misi
Nabi Muhammad dengan lamdasan wahyu Qur’an dan Hadis memperbaiki atau
menyempurnakan akhlak umat manusia. Ini jelas indikasi bahwa maslah etika
dalam kehidupan umat Islam adalah yang dicita-citakan dan dibutuhkan oleh
umat manusia dalam pergaulan hidupnya dan dalam sikap dan perilakunya
terhadap hidup dan kehidupan bersama dalam mengemban fungsi kehidupan di
dunia.
Perintah Allah di dalam wahyu-Nya memang tidak berhenti hanya pada tataran
beribadah secara ritual belaka, tetapi juga terkait erat dengan perbuatan-
perbuatan baik terhadap sesama manusia dan lingkungan sebagai implementasi
dari kesalehan sosial dari umat Islam yang dituntut untuk berlaku bauk
(beramal sholih). Di samping itu Islam dengan wahyu Al-Qur’an sangat
mencela dan melarang atas perilaku yang buruk dan merugikan terhadap diri
sendiri, sesama manusia dan lingkungan. Bahkan Allah sangat melaknat
terhadap manusia atau kaum yang melakukan kejahatan, kemungkaran, dan
membuat bencana kerusakan di muka bumi ini.

Pada Al-Qur’an surah Muhammad ayat 22 dan 23 : Allah berfirman :

‫) ُأوَلِئَك اَّلِذ يَن َلَعَنُهُم‬22( ‫َفَهْل َعَسْيُتْم ِإْن َتَو َّلْيُتْم َأْن ُتْفِس ُدوا ِفي األْر ِض َو ُتَقِّطُعوا َأْر َح اَم ُك ْم‬
} )23( ‫ُهَّللا َفَأَص َّم ُهْم َو َأْع َم ى َأْبَص اَر ُهْم‬

Artinya :
“ Apabila telah tetap perintah perang (mereka tidak menyukainya). Tetapi
jikalau mereka benar (imannya) terhadap Allah, niscaya yang demikian itu
lebih baik bagi mereka. Maka apakah kiranya jika kamu berkuasa kamu akan
membuat kerusakan di muka bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan?
Mereka itulah orang-orang yang dilaknati Allah dan ditulikan-Nya telinga
mereka dan dibutakan-Nya penglihatan mereka”

Dari sini jelas bahwa landasan filosofis etika dalam Islam mengacu pada wahyu
atau Firman Allah atau Al-qur’an dan Sunnah Rasul. Disamping juga mengacu
pada hasil kajian filosofis para mujtahid yang terbimbing kemakrifatannya dan
teruji kesalihannya.

Dengan demikian etika dalam Islam pendekatannya adalah subyektifisme,


yaitu suatu aliran dilsafat etika yang mendasarkan pada tuntutan Tuhan (Allah)
yakni Wahyu, Firman Tuhan Allah yaitu Al-Qur’an.

Dengan perkataan lain kerena Al-Quran itu merupakan wahyu (firman


Allah), dimana dijamin kebenarannya secara ilmiah, maka ia dijadikan
landassan kehidupan pribadi dan dalam hubungan dengan masyarakat dan
lingkungan.
2.FILOSOFI ETIKA DALAM ISLAM

Dalam konteks filsafat Islam perbuatan baik itu dikenal dengan istilah
perbuatan ma’ruf dimana secara kodrati manusia sehat dan normal tahu dan
mengerti serta menerima sebagai kebaikan.Akal sehat dan nuraninya
mengetahui dan menyadariakan hal ini.

Nilai baik atau ma’ruf dan nilai buruk atau mungkar ini bersifat universal. Hal
ini sesuai dengan perintah Allah kepada manusia untuk melakukan perbuatan
ma’ruf dan menghindari perbuatan mungkaratau jahat dalam surat 3 ayat 104
sebagai berikut :

‫َو ْل َت ُك ْن ِم ْنُك ْم ُأ َّم ٌة َي ْد ُع وَن ِإ َل ى ا ْل َخ ْي ِر َو َي ْأ ُم ُر وَن ِب ا ْل َم ْع ُر و ِف َو َي ْن َه ْو َن َع ِن ا ْل ُم ْن َك ِر ۚ َو ُأ و َٰل ِئ َك ُه ُم‬


‫ا ْل ُم ْف ِل ُح وَن‬

Artinya :
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada
kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar;
merekalah orang-orang yang beruntung.”
Maka secara filosofis Etika Islam mendasarkan diri pada nalar ilmu dan agama
untuk menilai suatu perilaku manusia. Landasan penilaian ini dalam pratek
kehidupan di masyarakat sering kita temukan bahwa secara agama dinilai baik
atau buruk sering diperkuat dengan alsan-alasan dan argumen-argumen ilmiah
atau ilmu dan agama Islam.

Bahkan sering terbukti dalam sejarah peradaban manusia bahwa landasan


kebenaran agama (Islam) yang telah berabad-abad dinyatakan di dalam agama
kebenaran oleh umat manusia.
bahkan sering di dalam perjalanan dan para ilmuan telah banyak membuktikan
kebenaran agama (Islam) secara ilmiah untuk berbagai bidang dan aspek
paradigma ilmu pengetahuan, termasuk ilmu pengetahuan perilaku manusia
dalam hubungannya dengan manusia dan alam sekitar.

B.LANDASAN NORMATIF ETIKA BISNIS ISLAM

Landasan normatif etika bisnis dalam Islam bersumber dari al-Qur’an dan
Sunnah Nabi Muhammad SAW. Dalam konteks ini dapat dibagi menjadi empat
kelompok, yaitu : landasan tauhid, landasan keseimbangan, landasan kehendak
bebas,dan landasan pertanggung jawaban.

1. Tauhid ( Kesatuan)
Tauhid merupakan konsep serba eksklusif dan serba inklusif. Pada
tingkat absolut ia membedakan khalik dengan makhluk, memerlukan
penyerahan tanpa syarat kepada kehendak-Nya, tetapi pada eksistensi
manusia memberikan suatu prinsip perpaduan yang kuat sebab seluruh
umat manusia dipersatukan dalam ketaatan kepada Allah semata.
Konsep tauhid merupakan dimensi vertikal Islam sekaligus horizontal
yang memadukan segi politik, sosial ekonomi kehidupan manusia
menjadi kebulatan yang homogen yang konsisten dari dalam dan luas
sekaligus terpadu dengan alam luas

Dari konsepsi ini, maka Islam menawarkan keterpaduan agama,


ekonomi, dan sosial demi membentuk kesatuan. Atas dasar pandangan
ini maka pengusaha muslim dalam melakukan aktivitas bisnis harus
memperhatikan tiga hal:
a. tidak diskriminasi terhadap pekerja, penjual, pembeli, mitra kerja atas
dasar pertimbangan ras, warna kulit, jenis kelamin atau agama.
b. Allah yang paling ditakuti dan dicintai.
c. tidak menimbun kekayaan atau serakah, karena hakikatnya kekayaan
merupakan amanah Allah.

2. Keseimbangan (Keadilan)
Ajaran Islam berorientasi pada terciptanya karakter manusia yang
memiliki sikap dan prilaku yang seimbang dan adil dalam konteks
hubungan antara manusia dengan diri sendiri, dengan orang lain
(masyarakat) dan dengan lingkungan.
Keseimbangan ini sangat ditekankan oleh Allah dengan menyebut umat
Islam sebagai ummatan wasathan. Ummatan wasathan adalah umat yang
memiliki kebersamaan, kedinamisan dalam gerak, arah dan tujuannya
serta memiliki aturan-aturan kolektif yang berfungsi sebagai penengah
atau pembenar. Dengan demikian keseimbangan, kebersamaan,
kemodernan merupakan prinsip etis mendasar yang harus diterapkan
dalam aktivitas maupun entitas bisnis.

Dalam al-Qur’an dijelaskan bahwa pembelanjaan harta benda harus


dilakukan dalam kebaikan atau jalan Allah dan tidak pada sesuatu yang
dapat membinasakan diri. Harus menyempurnakan takaran dan timbangan
dengan neraca yang benar. Dijelaskan juga bahwa ciri-ciri orang yang
mendapat kemuliaan dalam pandangan Allah adalah mereka yang
membelanjakan harta bendanya tidak secara berlebihan dan tidak pula
kikir, tidak melakukan kemusyrikan, tidak membunuh jiwa yang
diharamkan, tidak berzina, tidak memberikan kesaksian palsu, tidak tuli
dan tidak buta terhadap ayat-ayat Allah.

Agar keseimbangan ekonomi dapat terwujud maka harus terpenuhi syarat-


syarat berikut:
a. produksi, konsumsi dan distribusi harus berhenti pada titik
keseimbangan tertentu demi menghindari pemusatan kekuasaan
ekonomi dan bisnis dalam genggaman segelintir orang.
b. setiap kebahagiaan individu harus mempunyai nilai yang sama
dipandang dari sudut sosial, karena manusia adalah makhluk teomorfis
yang harus memenuhi ketentuan keseimbangan nilai yang sama antara
nilai sosial marginal dan individual dalam masyarakat.
c. tidak mengakui hak milik yang tak terbatas dan pasar bebas yang tak
terkendali.
3. Kehendak Bebas
Manusia sebagai khalifah di muka bumi sampai batas-batas tertentu
mempunyai kehendak bebas untuk mengarahkan kehidupannya kepada
tujuan yang akan dicapainya. Manusia dianugerahi kehendak bebas (free
will) untuk membimbing kehidupannya sebagai khalifah. Berdasarkan
aksioma kehendak bebas ini, dalam bisnis manusia mempunyai kebebasan
untuk membuat suatu perjanjian atau tidak, melaksanakan bentuk aktivitas
bisnis tertentu, berkreasi mengembangkan potensi bisnis yang ada.[8
Dalam mengembangkan kreasi terhadap pilihan-pilihan, ada dua
konsekuensi yang melekat. Di satu sisi ada niat dan konsekuensi buruk
yang dapat dilakukan dan diraih, tetapi di sisi lain ada niat dan
konsekuensi baik yang dapat dilakukan dan diraih. Konsekuensi baik dan
buruk sebagai bentuk risiko dan manfaat yang bakal diterimanya yang
dalam Islam berdampak pada pahala dan dosa.[9]

4. Pertanggung jawaban

Segala kebebasan dalam melakukan bisnis oleh manusia tidak lepas dari
pertanggungjawaban yang harus diberikan atas aktivitas yang dilakukan
sesuai dengan apa yang ada dalam al-Qur’an” Tiap-tiap diri bertanggung
jawab atas apa yang telah diperbuatnya” Kebebasan yang dimiliki manusia
dalam menggunakan potensi sumber daya mesti memiliki batas-batas
tertentu, dan tidak digunakan sebebas-bebasnya, melainkan dibatasi oleh
koridor hukum, norma dan etika yang tertuang dalam al-Qur’an dan
Sunnah rasul yang harus dipatuhi dan dijadikan referensi atau acuan dan
landasan dalam menggunakan potensi sumber daya yang dikuasai. Tidak
kemudian digunakan untuk melakukan kegiatan bisnis yang terlarang atau
yang diharamkan, seperti judi, riba dan lain sebagainya. Apabila
digunakan untuk melakukan kegiatan bisnis yang jelas-jelas halal, maka
cara pengelolaan yang dilakukan harus juga dilakukan dengan cara-cara
yang benar, adil dan mendatangkan manfaat optimal bagi semua
komponen masyarakat yang secara kontributif ikut mendukung dan
terlibat dalam kegiatan bisnis yang dilakukan.[10]

Pertanggunjawaban ini secara mendasar akan mengubah perhitungan


ekonomi dan bisnis karena segala sesuatunya harus mengacu pada
keadilan. Hal ini diimplementasikan minimal pada tiga hal, yaitu:
a. dalam menghitung margin, keuntungan nilai upah harus dikaitkan
dengan upah minimum yang secara sosial dapat diterima oleh
masyarakat.
b. economicreturn bagi pemberi pinjaman modal harus dihitung
berdasarkan pengertian yang tegas bahwa besarnya tidak dapat
diramalkan dengan probabilitas nol dan tak dapat lebih dahulu
ditetapkan (seperti sistem bunga)
c. Islam melarang semua transaksi alegotoris yang dicontohkan dengan
istilah gharar (penipuan).
Jika seorang Pengusaha Muslim berprilaku secara tidak etis, ia tidak dapat
menyalahkan tindakannya pada persoalan tekanan bisnis ataupun pada
setiap orang juga berprilaku tidak etis. Ia harus memikul tanggungjawab
tertinggi atas tindakannya sendiri. Berkaitan dengan ini, Allah berfirman:

‫ُك ُّل َنْف ٍس ِبَم ا َك َسَبْت َر ِه ي َن ٌة‬

Artinya :
“Tiap-tiap diri bertanggungjawab atas apa yang tekah diperbuatnya.”

Karenanya, konsep ini berkaitan dengan konsep kesatuan, keseimbangan


dan kehendak bebas. Semua kewajiban harus dihargai kecuali secara moral
salah.[11]

5. Ikhsan ( Kebenaran)

Kebajikan dan kejujuran dalam konteks ini selain mengandung makna


kebenaran lawan dari kesalahan, mengandung pula dua unsur yaitu
kebajikan dan kejujuran. Dalam konteks bisnis kebenaran
dimaksudkansebagai niat, sikap, dan prilaku yang benar yang meliputi
proses akad (transaksi) proses mencari atau memperoleh komoditas
perkembangan maupun dalam proses upayah meraih ataupun menetapkan
keuntungan. Dengan prinsip kebenaran ini maka etika bisnis islam sangat
menjaga dan berlaku preventif terhadap kemungkinan adanya kerugian
salah satu pihk yang melakukan transaksi, kerja sama, atau perjanjian
dalam bisnis.[12]
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Etika dalam Islam memegang mengacu pada dua sumber yaitu Qur’an
dan Sunnah atau Hadis Nabi. Dua sumber ini merupakan sentral segala
sumber yang membimbing segala perilaku dalam menjalankan ibadah,
perbuatan, atau aktivitas umat islam yang benar-benar menjalankan
ajaran islam. Tetapi dalam implementasi memberlakukan dua sumber
ini sesuai dengantuntunan perkembangan budaya dan zaman diperlukan
suatu proses penafsiran, ijtihad baik bersifat kontekstual maupun secara
tekstual.

Landasan wahyu dan ilmu memiliki makna wahyu bagi metodologis


berfikirnya manusia dalam menemukan sistem peraturan kehidupan
manusia merupakan sumber pertama yang melandasi folosofi dalam
menentukan kriteria nilai baik dan nilai buruk. Adanya misi Nabi
Muhammad dengan lamdasan wahyu Qur’an dan Hadis memperbaiki
atau menyempurnakan akhlak umat manusia. Ini jelas indikasi bahwa
maslah etika dalam kehidupan umat Islam adalah yang dicita-citakan
dan dibutuhkan oleh umat manusia dalam pergaulan hidupnya dan
dalam sikap dan perilakunya terhadap hidup dan kehidupan bersama
dalam mengemban fungsi kehidupan di dunia.

Secara filosofis Etika Islam mendasarkan diri pada nalar ilmu dan
agama untuk menilai suatu perilaku manusia. Landasan penilaian ini
dalam pratek kehidupan di masyarakat sering kita temukan bahwa
secara agama dinilai baik atau buruk sering diperkuat dengan alsan-
alasan dan argumen-argumen ilmiah atau ilmu dan agama Islam.
Secara normatif terbagi menjadi tauhid, keseimbangan, kehendak bebas,
pertanggungjawaban, kebenaran (Ihsan).

B. SARAN

Setelah mengetahui betapa pentingnya peranan etika bisnis dalam suatu


perusahan ,maka kami menyarankan dan mengajak kepada pembaca
agar dalam menjalalakan usaha bisnisnya menrapkan suatu etika bisnis
untuk mengurangi resiko kegagalan dan bersaing dalam eraglobalisasi
saat ini.
DAFTAR PUSTAKA

Muslich. (2010). Etika Bisnis Islami. Landasan Filosofis, Normatif, dan


substansi Implementatif. Yogyakarta: Ekonisia FE UII.
Aziz, A. (2013). Etika Bisnis Perspektif Islam. Bandung:
Alfabeta.Wijaya Yahya(2014).Etika Ekonomi dan Bisnis Persepektif
Agama-Agama di Indonesia:Globethics
Rafiq Issa Beekun, Islamic Business Ethics (Virginia: International
Institute of Islamic Thought, 1997)
Muhammad,Etika Bisnis Islam.Yogyakarta:AKADEMI MANAJEMEN
PERUSAHAAN YKPN Oktasari Orin,AL-INTAJ,Bol.4, No.1,Maret
2018: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam Iain Bengkulu

Anda mungkin juga menyukai