Anda di halaman 1dari 30

A.

KONSEP DASAR PERNYAKIT


1. Definisi Pengertian
Asfiksia pada bayi baru lahir adalah kegagalan untuk bernafas secara spontan dan
teratur segera setelah lahir. Selain dapat menyebabkan kematian, asfiksia juga dapat
mengakibatkan kecacatan. Menurut SKRT 2001, asfiksia merupakan penyebab
kematian neonatal yang paling tinggi dimana 27% kematian neonatal disebabkan oleh
asfiksia dan angka kematian sekitar 41,94% di RS pusat rujukan propinsi. Penelitian di
Sagamu, Nigeria menemukan bahwa kematian bayi dengan berat lahir <1.5 kg
berhubungan dengan kejadian asfiksia (Ogunlesi, 2011). Penelitian di Rumah Sakit
Sardjito, Yogyakarta menemukan bahwa kematian BBL 1000-2500 gram dengan
asfiksia lebih tinggi dari bayi tanpa asfiksia tapi secara statistik tidak bermakna yaitu
OR 2,59; 95%CI 0,821-5,067 (Wardani dkk, 2009).
Asfiksia neonatorum adalah keadaan bayi tidak bernapas secara spontan dan teratur
segera lahir. Seringkali bayi yang sebelumnya mengalami gawat janin akan mengalami
asfiksia sesudah persalinan. Masalah ini mungkin berkaitan dengan keadaan ibu, tali
pusat, atau masalah pada bayi selama ataupun sesudah persalinan (Depkes RI, 2009).
Asfiksia Perinatal adalah suatu stres pada janin atau bayi baru lahir karena kurang
tersedianya oksigen dan atau kurangnya aliran darah (perfusi) ke berbagai organ.
Secara klinis tampak bahwa bayi tidak dapat bernapas spontan dan teratur segera
setelah lahir. Dampak dari keadaan asfiksia tersebut adalah hipoksia, hiperkarbia dan
asidemia yang selanjutnya akan meningkatkan pemakaian sumber energi dan
menggangu sirkulasi bayi.
2. Penyebab/Factor Predisposisi
Penyebab terjadinya asfiksia menurut (Depkes 2009)
a. Faktor ibu
a) Preeklamsia dan eklamsia.
b) Perdarahan abnormal (plasenta prervia atau solutio plasenta).
c) Partus lama atau partus macet.
d) Demam selama persalinan.
e) Infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV).
f) Kehamilan post matur.
g) Usia ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun.
h) Gravida empat atau lebih
b. Faktor bayi
a) Bayi Prematur (Sebelum 37 minggu kehamilan).
b) Persalinan sulit (letak sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ektraksi vakum,
porsef).
c) Kelainan kongenital.
d) Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan).
c. Faktor tali pusat
a) Lilitan tali pusat.
b) Tali pusat pendek.
c) Simpul tali pusat.
d) Prolapsus tali pusat
3. Patofisiologi (Pohon masalah)
Hampir setiap setiap proses kelahiran selalu menimbulkan asfiksia ringan yang
bersifat sementara, proses ini dianggap perlu sebagai perangsang kemoreseptor pusat
pernafasan agar terjadi primary gasping yang kemudian berlanjut dengan pernafasan
teratur. Pada asfiksia neonatorum seperti ini tidak memiliki efek buruk karena
diimbangi dengan reaksi adaptasi pada neonatus. Namun, pada penderita asfiksia berat
usaha nafas ini tidak tampak dan bayi selanjutnya dalam periode apneu. Apneu atau
kegagalan pernafasan mengakibatkan berkurangnya oksigen dan meningkatkan
karbondioksida, pada akhirnya mengalami asidosis respiratorik. Pada tingkat ini
disamping penurunan frekuensi denyut jantung (bradikardi) ditemukan pula penurunan
tekanan darah dan bayi nampak lemas (flasid). Pada asfiksia berat bayi tidak bereaksi
terhadap rangsangan dan tidak menunjukkan upaya bernafas secara spontan. Pada
tingkat pertama gangguan pertukaran gas/transport O2 (menurunnya tekanan O2 darah)
mungkin hanya menimbulkan asidosis respiratorik, tetapi bila gangguan berlanjut
makan akan terjadi metabolisme anaerob dalam tubuh bayi sehingga terjadi asidosis
metabolik, selanjutnya akan terjadi perubahan kardiovaskuler.
Dari proses patofisiologi tersebut sehingga fase awal asfiksia ditandai dengan
pernafasan cepat dan dalam selama tiga menit (periode hiperapneu) diikuti dengan
apneu primer kira-kira satu menit dimana pada saat itu pulsasi jantung dan tekanan
darah menurun. Kemudian bayi akan mulai bernafas (gasping) 8-10x/menit selama
beberapa menit, gasping ini semakin melemah sehingga akhirnya timbul apneu
sekunder. Pada asfiksia berat bisa terjadi kerusakan pada membran sel terutama sel
susunan saraf pusat sehingga mengakibatkan gangguan elektrolit, akibatnya menjadi
hiperkalemia dan pembengkakan sel. Kerusakan sel otak terjadi setelah asfiksia
berlangsung selama 8-15 menit.
Menurun atau terhentinya denyut jantung akibat dari asfiksia mengakibatkan
iskemia. Iskemia akan memberikan akibat yang lebih hebat dari hipoksia karena
menyebabkan perfusi jaringan kurang baik sehingga glukosa sebagai sumber energi
tidak dapat mencapai jaringan dan hasil metabolisme anaerobik tidak dapat dikeluarkan
dari jaringan (Wahyuningsih et al., 2022).
Pohon Masalah

Faktor Ibu : Pre-eklampsi dan eklampsi, perdarahan Faktor Tali Pusat : Lilitan tali Faktor Bayi : Bayi prematur (sebelum 37 minggu
abnormal (plasenta previa/solusioplasenta), partus pusat, tali pusat pendek, kehamilan), persalinan dengan tindakan (sungsang,
lama/partus macet, demam selama persalinan, dan simpul tali pusat, prolapsus bayi kembar, distosia bahu, kelainan bawaan, dan
kehamilan lewat waktu (sesudah 42 minggu kehamilan) tali pusat air ketuban bercampur mekonium)

ASFIKSIA

Gangguan Ventilasi
Kadar O2 Menurun dan Kadar CO2 Janin
Spontan
meningkat

PCO2 Meningkat, PO2 Menurun, SaO2 Gangguan


Menumpuknya cairan
Menurun Pertukaran Gas
dalam alveoli

Asidosis Resiratorik
Bersihan Jalan Napas
Tidak Efektif
Suplai O2 dalam darah menurun Suplai O2 ke otak menurun

Gangguan Napas Cepat Suplai O2 Ke paru menurun


vaskularisasi paru
Apneu Kerusakan otak

Pola napas abnormal Pola Napas Tidak Kematian bayi


Efektif
Gangguan Proses Keluarga
4. Klasifikasi
Menurut WHO (dalam Mochtar, 2008) Klasifikasi klinis asfiksia dibagi dalam 2
macam, yaitu sebagai berikut :
a. Asfiksia livida adalah asfiksia yang memiliki ciri meliputi warna kulit kebiru-
biruan, tonus otot masih baik, reaksi rangsangan masih positif, bunyi jantung
regular, prognosis lebih baik.
b. Asfiksia pallida adalah asfiksia dengan ciri meliputi warna kulit pucat, tonus otot
sudah kurang, tidak ada reaksi rangsangan, bunyi jantung irregular, prognosis jelek.

Asfiksia livida lebih baik dari pada asfiksia pallida, prognosis tergantung pada
kekurangan O2 dan luasnya perdarahan dalam otak. Bayi yang dalam keadaan asfiksia
dan pulih kembali harus di pikirkan kemungkinannya menderita cacat mental seperti
epilepsi dan bodoh pada masa mendatang.

Tanda Nilai
0 1 2
A: Biru/pucat Tubuh kemerahan Tubuh dan
Appearance (warna kulit) ekstremitas
kemerahan
P: Tidak ada < 100 x/menit >100 x/menit
Pulse (Heart Rate)
G: Tidak ada Gerakan sedikit Menangis
Grimance (refleks)
A: lumpuh Fleksi lemah Aktif
Activity (tonus otot)
R: Tidak ada Lemah, merintih Tangisan kuat
Respiration (usaha napas)

Setiap bayi baru lahir dievaluasi dengan nilai APGAR-score, table di atas dapat
digunakan untuk menentukan tingkat atau derajat asfiksia, apakah ringan, sedang, atau
asfiksia berat dengan klasifikasi sebagai berikut:
a. Bayi normal atau sedikit asfiksia (Nilai Apgar 7-10)
Bayi dianggap sehat dan tidak memerlukan tindakan istimewa
b. Asfiksia sedang (Nilai Apgar 4-6 ) Memerlukan resusitasi dan pemberian oksigen
sampai bayi dapat bernapas kembali. Pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi
jantung lebih dari 100x/menit, tonus otot kurang baik atau baik, sianosis, reflek
iritabilitas tidak ada.
c. Asfiksia berat (Nilai Apgar 0-3)
Memerlukan resusitasi segera secara aktif dan pemberian oksigen terkendali. Pada
pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung 100x/menit, tonus otot jelek,
sianosis berat, dan terkadang pucat, reflek iritabilitas tidak ada. (Dewi, 2010)
5. Gejala Klinis
Pada asfiksia tingkat selanjutnya akan terjadi perubahan yang disebabkan oleh
beberapa keadaan diantaranya :
a. Hilang sumber glikogen dalam jantung akan mempengaruhi fungsi jantung.
b. Terjadinya asidosis metabolik akan mengakibatkan menurunnya sel jaringan
termasuk otot jantung sehingga menimbulkan kelemahan jantung.
c. Pengisian udara alveolus yang kurang adekuat akan menyebabkan tetap tingginya
resistensi pembuluh darah paru sehingga sirkulasi darah mengalami gangguan.
Gejala klinis :
Bayi yang mengalami kekurangan O2 akan terjadi pernapasan yang cepat dalam
periode yang singkat apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan berhenti,
denyut jantung juga menurun, sedangkan tonus neuromuskular berkurang secara
barangsur-angsur dan memasuki periode apnue primer. Gejala dan tanda asfiksia
neonatorum yang khas antara lain meliputi pernapasan cepat, pernapasan cuping
hidung, sianosis, nadi cepat.
Gejala lanjut pada asfiksia :
a. Pernafasan megap-magap dalam
b. Denyut jantung terus menurun
c. Tekanan darah mulai menurun
d. Bayi terlihat lemas (flaccid)
e. Menurunnya tekanan O2 anaerob (PaO2)
f. Meningginya tekanan CO2 darah (PaCO2)
g. Menurunnya PH (akibat asidosis respiratorik dan metabolik)
h. Dipakainya sumber glikogen tubuh anak metabolisme anaerob
i. Terjadinya perubahan sistem kardiovaskular
j. Pernapasan terganggu
k. Detik jantung berkurang
l. Reflek / respon bayi melemah
m. Tonus otot menurun
n. Warna kulit biru atau pucat
6. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
Tampak lemah, akral dingin, sianosis, tonus otot dan refleks neonatus menurun,
gerakan ekspansi dada berkurang dan lemahnya suara napas, capillary refil
time>3detik. Pada bayi yang mengalami kekurangan oksigen akan terjadi
pernapasan yang cepat dalam periode yang singkat. Apabila asfiksia berlanjut,
gerakan pernapasan akan berhenti, denyut jantung mulai menurun, sedangkan tonus
neuromuscular berkurang secara berangsur-angsur dan bayi memasuki periode
apnea primer. Apabila asfiksia berlanjut, bayi akan menunjukkan pernapasan
megap-megap yang dalam, denyut jantung terus menurun, tekanan darah bayi juga
mulai menurun dan bayi akan terlihat lemas (Kuala, 2022).
b. Tanda tanda vital
- Frekuensi pernapasan lambat Asfiksia diawali dengan pernapasan cepat dan
dalam selama tiga menit diikuti dengan apneu primer kurang lebih satu menit
dimana pada saat itu pulsasi jantung dan tekanan darah menurun. Kemudian
bayi akan mulai bernapas (gasping) 8-10 kali/menit selama beberapa menit,
gasping ini semakin melemah sehingga akhirnya timbul apneu sekunder
(Triyanti et al., 2022).
- Frekuensi denyut jantung dan tekanan darah menurun Apneu atau kegagalan
pernapasan mengakibatkan berkurangnya oksigen dan meningkatkan
karbondioksida, pada akhirnya mengalami asidosis respiratorik. Bila gangguan
berlanjut maka akan terjadi metabolisme anaerob dalam tubuh bayi sehingga
terjadi asidosis metabolik dan terjadi perubahan kardiovaskuler, 15 meliputi
hilangnya sumber glikogen jantung berpengaruh pada fungsi jantung, kurang
adekuat pengisian udara alveolus berakibat tetap tingginya resistens pembuluh
darah paru sehingga sirkulasi darah menuju paru dan sistem sirkulasi tubuh lain
mengalami gangguan, asidosis metabolik mengakibatkan turunnya sel jaringan
otot jantung berakibat terjadinya kelemahan jantung. Pada kondisi ini
mengakibatkan penurunan frekuensi denyut jantung serta diikuti penurunan
tekanan darah (Triyanti et al., 2022).
c. Pemeriksaan head to toe
- Refleks dan tonus otot menurun Saat bayi kekurangan oksigen akan
mengakibatkan pernapasan cepat dan bila terus berlanjut dapat menimbulkan
berhentinya gerakan pernapasan, denyut jantung menurun, dan tonus
neuromuscular berkurang (Legawati, 2018).
- Hidung Saat terjadi sesak napas maka hidung akan melakukan napas cuping
hidung untuk memaksimalkan jumlah udara yang masuk ke paru (Rahayu et al.,
2022).
- Kulit Kebiruan atau sianosis yang diakibatkan oleh kurangnya kadar oksigen
pada darah (Rahayu et al., 2022).
- Dada Terdapat retraksi dada sebagai tanda adanya gangguan napas dimana saat
tubuh kekurangan oksigen otot-otot pernapasan bekerja secara paksa untuk
bernapas (Rahayu et al., 2022)
7. Pemeriksaan Diagnostic / Penunjang
a. Pemeriksaan darah lengkap (Sareharto, 2010) eritrosit neonatus relative sensitive
terhadap oksidan dibandingkan eritrosit pada anak mengakibatkan mudah terjadi
kerusakan oksidatif, hal ini terjadi karena masih kurangnya kemapuan kapasitas
eritrosit neonatus terhadap stress oksidatif sebagai akibat kurangnya pertahanan
antioksidan terutama pada bayi premature.
b. Pemeriksaan kadar asam laktat adalah tes darah yang mengukur kadar asam laktat
dalam tubuh.
c. Kadar bilirubin pemeriksaan untuk mengetahui kadar bilirubin di dalam darah.
d. Kadar PaO2 (pemeriksaan analisis gas darah) pemeriksaan ini dilakukan untuk
keseimbangan basa dalam tubuh, kadar oksigen dalam darah.
e. PH.
f. Pemeriksaan fungsi paru adalah tes yang digunakan untuk pemeriksaan kondisi dan
fungsi saluran pernafasan.
g. Pemeriksaan fungsi kardiovaskuler adalah tes yang digunakan untuk memeriksa
fungsi jantung.
8. Diagnose/ Criteria Diagnosis
Diagnosis keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respon klien
terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik berlangsung
aktual maupun potensial. Diagnosis keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi
respon klien individu, keluarga dan komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan
kesehatan (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017). Diagnosa keperawatan yang biasanya
akan muncul pada pasien dengan diagnosa medis asfiksia sesuai SDKI yaitu:
1) Gangguan ventilasi spontan b.d gangguan metabolisme
2) Bersihan jalan napas tidak efektif b.d hipersekresi jalan napas
3) Pola napas tidak efektif b.d depresi pusat pernapasan
4) Gangguan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan ventilasi-perfusi
5) Gangguan proses keluarga b.d perubahan status kesehatan anggota keluarga
9. Terapi/Tindakan Penanganan
a. Pemantauan gas darah, denyut nadi, fungsi sitem jantung dan paru dengan
melaukukan resusitasi, memberikan oksigen yang cukup, serta memantau perfusi
jaringan tiap 2-4 jam.
b. Mempertahankan jalan nafas agar tetap baik, sehingga proses oksigenasi cukup
agar sirkulasi darah tetap baik.
c. Asfiksia ringan APGAR skor (7-10)
a) Bayi dibungkus dengan kain hangat
b) Bersihkan jalan nafas dengan menghisap lendir pada hidung, kemudian mulut
c) Bersihkan badan dan tali pusat
d) Lakukan observasi tanda tanda vital, pantau APGAR skor dan masukkan ke
dalam inkubator
d. Asfiksia sedang APGAR skor (4-6)
a) Bersihkan jalan nafas
b) Berikan oksigen 2 liter permenit
c) Rangsang pernafasan dengan menepuk telapak kaki, apabila belum ada reaksi,
bantu pernafasan dengan masker (ambubag)
e. Asfiksia berat APGAR skor (0-3)
a) Bersihkan jalan nafas sambil pompa melalui ambubag
b) Berikan oksigen 4-5 liter permenit
c) Bila tidak berhasil, lakukan pemasangan ETT (endrotracheal tube)
d) Bersihkan jalan nafas melalui ETT
e) Apabila bayi sudah mulai bernafas tetapi masih sianosis berikan natrium
bikarbonat sebanyak 6 cc selanjutnya berikan dekstosan 40% sebanyak 4cc
f. Terapi oksigen yang diberikan kepada bayi yang memiliki konsentrasi oksigen yang
baik, penggunaan alat alat seperti pemakaian ventilator, headbox, nasal kanul dan
modifikasi penggunaan alat CPAP.
g. Menurut (Silvia, 2015) Pencegahan hipotermi pada bayi premature dengan dapat
menggunakan metode kanguru, dalam penelitiannya perawatan metode kanguru
dapat meningkatkan suhu tubuh, menstabilkan pernafasan dan dapat meningkatkan
berat badan bayi.
10. Komplikasi
Komplikasi yang muncul pada asfiksia neonatus antara lain :
a. Edema otak & Perdarahan otak
Pada penderita asfiksia dengan gangguan fungsi jantung yang telah berlarut
sehingga terjadi renjatan neonatus, sehingga aliran darah ke otak pun akan
menurun, keadaaan ini akan menyebabkan hipoksia dan iskemik otak yang
berakibat terjadinya edema otak, hal ini juga dapat menimbulkan perdarahan otak.
b. Anuria atau oliguria
Disfungsi ventrikel jantung dapat pula terjadi pada penderita asfiksia, keadaan ini
dikenal istilah disfungsi miokardium pada saat terjadinya, yang disertai dengan
perubahan sirkulasi. Pada keadaan ini curah jantung akan lebih banyak mengalir ke
organ seperti mesentrium dan ginjal. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya
hipoksemia pada pembuluh darah mesentrium dan ginjal yang menyebabkan
pengeluaran urine sedikit.
c. Kejang
Pada bayi yang mengalami asfiksia akan mengalami gangguan pertukaran gas dan
transport O2 sehingga penderita kekurangan persediaan O2 dan kesulitan
pengeluaran CO2 hal ini dapat menyebabkan kejang pada anak tersebut karena
perfusi jaringan tak efektif.
d. Koma
Apabila pada pasien asfiksia berat segera tidak ditangani akan menyebabkan koma
karena beberapa hal diantaranya hipoksemia dan perdarahan pada otak.
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas pasien: nama bayi, umur/tanggal lahir, jenis kelamin, agama, anak
keberapa dan identitas orang tua. Yang lebih ditekankan pada umur bayi
(preterm/aterm). Usia kehamilan berkaitan dengan produksi surfaktan pada paru-
paru. Surfaktan merupakan zat yang berperan mengurangi ketegangan permukaan
paru sehingga akan mengakibatkan alveoli kolaps pada saat usaha napas menit
pertama. Surfaktan diproduksi maksimal pada usia kehamilan 35 minggu. Sehingga
prematuritas merupakan factor penyebab asfiksia neonatorum (Sulfianti et al.,
2022).
b. Keluhan utama: bayi tidak dapat bernapas secara spontan dan teratur segera setelah
lahir. Keadaan ini dapat terjadi karena hipoksia janin dalam uterus serta kurangnya
kemampuan fungsi organ bayi seperti pengembangan paru-paru sehingga dapat
menurunkan O2 dan semakin meningkatkan CO2 yang menimbulkan akibat buruk
dalam kehidupan lebih lanjut (Dwiendra, Maita, Saputri, & Yu;viana, 2015;
EduNers, 2022).
c. Riwayat kehamilan dan kelahiran : menurut (Sulfianti et al., 2022)
1. Paritas
Paritas adalah kemampuan ibu untuk melahirkan bayi yang mampu hidup
diluar uterus (available). Ibu primi dan grande memiliki peluang mengalami
asfiksia neonatorum dibandingkan dengan multigravida. Paritas pertama
memiliki risiko besar mengalami asfiksia karena ibu belum mempunyai
pengalaman melahirkan dan penyulit persalinan lebih mungkin terjadi pada
multigravida. Kemudian grandemultipara berhubungan dengan kemunduran
fungsi organ reproduksi.
2. Usia Ibu
Usia yang paling aman adalah usia reproduksi sehat yaitu usia 20 - 35 tahun.
Hal ini berkaitan dengan fungsi organ tubuh secara keseluruhan dan organ
reproduksi.
3. Hipertensi/pre-eklapsia selama kehamilan
Tekanan darah tinggi selama kehamilan menyebabkan kontriksi pada vaskular
sehingga menyebabkan gangguan suplai darah utreoplasenta dan pada kondisi
tertentu menyebabkan terjadinya hipoksia pada janin.
4. Kadar Hemoglobin
Sel darah merah merupakan sel darah yang bertugas memfasilitasi transportasi
oksigen ke aliran darah. Kadar hemoglobin yang kurang (anemia) akan
menyebabkan konsumsi oksigen tidak terpenuhi termasuk pada plasenta
sehingga menyebabkan terjadinya hipoksia pada janin. Selain itu minimnya
kadar oksigen yang ditransportasikan akan mengakibatkan penurunan dan
gangguan pada pertumbuhan dan perkembangan plasenta. Sehingga kapasitas
perfusi uteroplasenta berkurang.
5. Ketuban pecah dini (KPD)
Ibu yang mengalami komplikasi KPD mempunyai potensi 2,4 kali lipat
mengalami asfiksia neonatorum. Pecahnya selaput ketuban mengakibatkan
“barrier” antara janin dan dunia luas menjadi terbuka, sehingga potensi
terjadinya infeksi intrauterin lebih besar.
6. Faktor usia kehamilan (prematur)
Usia kehamilan berkaitan dengan produksi surfaktan pada paruparu. Surfaktan
merupakan zat yang berperan mengurangi ketegangan permukaan paru
sehingga akan mengakibatkan alveoli kolaps pada saat usaha napas menit
pertama. Surfaktan diproduksi maksimal pada usia kehamilan 35 minggu.
Sehingga prematuritas merupakan faktor penyebab asfiksia neonatorum.
7. Berat bayi baru lahir
Bayi dengan berat badan lahir rendah mempunyai risiko mengalami gangguan
pernapasan termasuk asfiksia. Kekuatan otot pernapasan dan tulang iga yang
belum optimal bisa menyebabkan gangguan dalam inspirasi dan ekspirasi,
selain itu defisiensi surfaktan dapat mengakibatkan adanya kolaps alveoli.
d. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum :
- Tampak lemah, akral dingin, sianosis, tonus otot dan refleks neonatus
menurun, gerakan ekspansi dada berkurang dan lemahnya suara napas,
capillary refil time>3detik.
Pada bayi yang mengalami kekurangan oksigen akan terjadi pernapasan
yang cepat dalam periode yang singkat. Apabila asfiksia berlanjut, gerakan
pernapasan akan berhenti, denyut jantung mulai menurun, sedangkan
tonus neuromuscular berkurang secara berangsur-angsur dan bayi
memasuki periode apnea primer. Apabila asfiksia berlanjut, bayi akan
menunjukkan pernapasan megap-megap yang dalam, denyut jantung terus
menurun, tekanan darah bayi juga mulai menurun dan bayi akan terlihat
lemas (Kuala, 2022).
2) Tanda – tanda vital :
- Frekuensi pernapasan lambat Asfiksia diawali dengan pernapasan cepat
dan dalam selama tiga menit diikuti dengan apneu primer kurang lebih satu
menit dimana pada saat itu pulsasi jantung dan tekanan darah menurun.
Kemudian bayi akan mulai bernapas (gasping) 8-10 kali/menit selama
beberapa menit, gasping ini semakin melemah sehingga akhirnya timbul
apneu sekunder (Triyanti et al., 2022).
- Frekuensi denyut jantung dan tekanan darah menurun Apneu atau
kegagalan pernapasan mengakibatkan berkurangnya oksigen dan
meningkatkan karbondioksida, pada akhirnya mengalami asidosis
respiratorik. Bila gangguan berlanjut maka akan terjadi metabolisme
anaerob dalam tubuh bayi sehingga terjadi asidosis metabolik dan terjadi
perubahan kardiovaskuler, meliputi hilangnya sumber glikogen jantung
berpengaruh pada fungsi jantung, kurang adekuat pengisian udara alveolus
berakibat tetap tingginya resistens pembuluh darah paru sehingga sirkulasi
darah menuju paru dan sistem sirkulasi tubuh lain mengalami gangguan,
asidosis metabolik mengakibatkan turunnya sel jaringan otot jantung
berakibat terjadinya kelemahan jantung. Pada kondisi ini mengakibatkan
penurunan frekuensi denyut jantung serta diikuti penurunan tekanan darah
(Triyanti et al., 2022).
3) Pemeriksaan head to toe :
- Refleks dan tonus otot menurun Saat bayi kekurangan oksigen akan
mengakibatkan pernapasan cepat dan bila terus berlanjut dapat
menimbulkan berhentinya gerakan pernapasan, denyut jantung menurun,
dan tonus neuromuscular berkurang (Legawati, 2018).
- Hidung Saat terjadi sesak napas maka hidung akan melakukan napas
cuping hidung untuk memaksimalkan jumlah udara yang masuk ke paru
(Rahayu et al., 2022).
- Kulit Kebiruan atau sianosis yang diakibatkan oleh kurangnya kadar
oksigen pada darah (Rahayu et al., 2022).
- Dada Terdapat retraksi dada sebagai tanda adanya gangguan napas dimana
saat tubuh kekurangan oksigen otot-otot pernapasan bekerja secara paksa
untuk bernapas (Rahayu et al., 2022).
2. Diagnosis Keperawatan
1. Gangguan ventilasi spontan berhubungan dengan gangguan metabolisme
dibuktikan dengan; dispnea, penggunaan otot bantu napas meningkat, volume
tidal menurun, PCO2 meningkat, PO2 menurun, SaO2 menurun, gelisah,
takikardia.
2. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan hipersekresi jalan napas
dibuktikan dengan; batuk tidak efektif, tidak mampu batuk, sputum berlebih,
mengi, wheezing dan/atau ronkhi kering, mekonium di jalan napas (pada
neonatus), dispnea, sulit bicara, ortopnea, gelisah, sianosis, bunyi napas menurun,
frekuensi napas berubah, pola napas berubah.
3. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan depresi pusat pernapasan
dibuktikan dengan; dispnea, penggunaan otot bantu pernapasan, fase ekspirasi
memanjang, pola napas abnormal (mis. takipnea, bradipnea, hiperventilasi,
kussmaul, cheyne-strokes), ortopnea, pernapasan pursed-lip, pernapasan cuping
hidung, diameter thoraks anterior-posterior meningkat, ventilasi semenit
menurun, kapasitas vital menurun, tekanan ekspirasi menurun, tekanan inspirasi
menurun, ekskursi dada berubah.
4. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan ventilasi-
perfusi dibuktikan dengan; dispnea, PCO2 meningkat/menurun, PO2 menurun,
takikardia, pH arteri meningkat/menurun, bunyi napas tambahan, pusing,
penglihatan kabur, sianosis, diaforesis, gelisah, napas cuping hidung, pola napas
abnormal (cepat/lambat, regular/iregular, dalam/dangkal), warna kulit abnormal
(mis. pucat, kebiruan), kesadaran menurun.
5. Gangguan proses keluarga berhubungan dengan perubahan status kesehatan
anggota keluarga dibuktikan dengan; keluarga tidak mampu beradaptasi
terhadap situasi, tidak mampu berkomunikasi secara terbuka dinatara anggota
keluarga, keluarga tidak mampu mengungkapkan perasaan secara leluasa,
keluarga tidak mampu memenuhi kebutuhan fisik/emosional/spiritual anggota
keluarga, keluarga tidak mampu mencari atau menerima bantuan secara tepat.
3. Rencana Asuhan Keperawatan
No Diagnosis Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan Rasional
1. Gangguan ventilasi spontan Setelah dilakukan intervensi Dukungan Ventilasi (I. 01002) Dukungan Ventilasi (I. 01002)
berhubungan dengan keperawatan selama ... x 24 jam
gangguan metabolisme maka Ventilasi Spontan Observasi : Observasi :
dibuktikan dengan dispnea, Meningkat, dengan kriteria 1. Identifikasi adanya kelelahan 1. Untuk mengetahui adanya
penggunaan otot bantu napas hasil : otot bantu napas kelelahan otot bantu napas
meningkat, volume tidal 1. Dispnea menurun 2. Identifikasi efek perubahan 2. Untuk mengetahui efek
menurun, PCO2 meningkat, 2. Penggunaan otot bantu posisi terhadap status perubahan posisi terhadap
PO2 menurun, SaO2 napas menurun pernapasan status pernapasan
menurun, gelisah, takikardia. 3. Takikardia menurun 3. Monitor status respirasi dan 3. Untuk mengetahui monitor
4. Gelisah menurun oksigenasi (mis. frekuensi dan status respirasi dan
5. Volume tidal membaik kedalaman napas, penggunaan oksigenasi (mis. frekuensi
6. PCO2 membaik otot bantu napas, bunyi napas dan kedalaman napas,
7. PO2 membaik tambahan, saturasi oksigen) penggunaan otot bantu
8. PO2 membaik napas, bunyi napas
tambahan, saturasi oksigen)

Terapeutik : Terapeutik :
4. Pertahankan kepatenan jalan 4. Untuk mempertahankan
napas kepatenan jalan napas
5. Berikan posisi semi Fowler 5. Untuk memberikan posisi
atau Fowler semi Fowler atau Fowler
6. Fasilitasi mengubah posisi 6. Untuk memfasilitasi
senyaman mungkin mengubah posisi senyaman
7. Berikan oksigenasi sesuai mungkin
kebutuhan (mis. nasal kanul, 7. Untuk memberikan
masker wajah, masker oksigenasi sesuai kebutuhan
rebreathing atau non (mis. nasal kanul, masker
rebreathing) wajah, masker rebreathing
8. Gunakan bag-valve mask, jika atau non rebreathing)
perlu 8. Untuk menggunakan bag-
valve mask, jika perlu

Edukasi : Edukasi :
9. Ajarkan melakukan teknik 9. Mengajarkan melakukan
relaksasi napas dalam teknik relaksasi napas
10. Ajarkan mengubah posisi dalam
secara mandiri 10. Mengajarkan mengubah
11. Ajarkan teknik batuk efektif posisi secara mandiri
11. Mengajarkan teknik batuk
efektif
Kolaborasi : Kolaborasi :
12. Kolaborasi pemberian 12. Mengkolaborasikan
bronkhodilator, jika perlu pemberian bronkhodilator,
jika perlu
2. Bersihan jalan napas tidak Setelah dilakukan intervensi Latihan Batuk Efektif (I. 01006) Latihan Batuk Efektif (I. 01006)
efektif berhubungan dengan keperawatan selama ... x 24 jam
hipersekresi jalan napas maka Bersihan Jalan Napas Observasi : Observasi :
dibuktikan dengan batuk Meningkat, dengan kriteria 1. Identifikasi kemampuan 1. Untuk mengetahui
tidak efektif, tidak mampu hasil : batuk kemampuan batuk
batuk, sputum berlebih, 1. Batuk efektif meningkat 2. Monitor adanya retensi 2. Untuk mengetahui adanya
mengi, wheezing dan/atau 2. Produksi sputum sputum retensi sputum
ronkhi kering, mekonium di menurun 3. Monitor tanda dan gejala 3. Untuk mengetahui tanda dan
jalan napas (pada neonatus), 3. Mengi menurun infeksi saluran napas gejala infeksi saluran napas
dispnea, sulit bicara, ortopnea, 4. Wheezing menurun 4. Monitor input dan output 4. Untuk mengetahui input dan
gelisah, sianosis, bunyi napas 5. Mekonium (pada cairan (mis. jumlah dan output cairan (mis. jumlah
menurun, frekuensi napas neonatus) menurun karakteristik) dan karakteristik)
berubah, pola napas berubah. 6. Dispnea menurun
7. Ortopnea menurun Terapeutik : Terapeutik :
8. Sulit bicara menurun 5. Atur posisi semi-Fowler atau 5. Untuk mengatur posisi
9. Sianosis menurun Fowler semi-Fowler atau Fowler
10. Gelisah menurun 6. Pasang perlak dan bengkok di 6. Untuk memasang perlak dan
11. Frekuensi membaik pangkuan pasien bengkok di pangkuan pasien
12. Pola napas membaik 7. Buang sekret pada tempat 7. Untuk membuang sekret
sputum pada tempat sputum

Edukasi : Edukasi :
8. Jelaskan tujuan dan prosedur 8. Untuk menjelaskan tujuan
batuk efektif dan prosedur batuk efektif
9. Anjurkan tarik napas dalam 9. Menganjurkan tarik napas
melalui hidung selama 4 dalam melalui hidung
detik, ditahan selama 2 detik, selama 4 detik, ditahan
kemudian keluarkan dari selama 2 detik, kemudian
mulut dengan bibir mencucu keluarkan dari mulut dengan
(dibulatkan) selama 8 detik bibir mencucu (dibulatkan)
10. Anjurkan mengulangi tarik selama 8 detik
napas dalam hingga 3 kali 10. Menganjurkan mengulangi
11. Anjurkan batuk dengan kuat tarik napas dalam hingga 3
langsung setelah tarik napas kali
dalam yang ke-3 11. Menganjurkan batuk dengan
kuat langsung setelah tarik
napas dalam yang ke-3
Kolaborasi : Kolaborasi :
12. Kolaborasi pemberian 12. Mengkolaborasikan
mukolitik atau ekspektoran, pemberian mukolitik atau
jika perlu ekspektoran, jika perlu
3. Pola napas tidak efektif Setelah dilakukan intervensi Manajemen Jalan Napas (I. 01011) Manajemen Jalan Napas (I.
berhubungan dengan depresi keperawatan selama ... x 24 jam 01011)
pusat pernapasan dibuktikan maka Pola Napas Membaik,
dengan dispnea, penggunaan dengan kriteria hasil : Observasi : Observasi :
otot bantu pernapasan, fase 1. Dispnea menurun 1. Monitor pola napas 1. Untuk mengetahui pola
ekspirasi memanjang, pola 2. Penggunaan otot bantu (frekuensi, kedalaman, usaha napas (frekuensi,
napas abnormal (mis. napas menurun napas) kedalaman, usaha napas)
takipnea, bradipnea, 3. Pemanjangan fase 2. Monitor bunyi napas 2. Untuk mengetahui bunyi
hiperventilasi, kussmaul, ekspirasi menurun tambahan (mis. gurgling, napas tambahan (mis.
cheyne-strokes), ortopnea, 4. Ortopnea menurun mengi, wheezing, ronkhi gurgling, mengi, wheezing,
pernapasan pursed-lip, 5. Pernapasan pursed-lip kering) ronkhi kering)
pernapasan cuping hidung, menurun 3. Monitor sputum (jumlah, 3. Untuk mengetahui sputum
diameter thoraks anterior- 6. Penapasan cuping hidung warna, aroma) (jumlah, warna, aroma)
posterior meningkat, ventilasi menurun
semenit menurun, kapasitas 7. Frekuensi napas Terapeutik : Terapeutik :
vital menurun, tekanan membaik 4. Pertahankan kepatenan jalan 4. Menganjurkan
ekspirasi menurun, tekanan 8. Kedalaman napas napas dengan head-tilt dan mempertahankan kepatenan
membaik jalan napas dengan head-tilt
inspirasi menurun, ekskursi 9. Ekskursi dada membaik chin-lift (jaw-thrust jika dan chin-lift (jaw-thrust jika
dada berubah 10. Ventilasi semenit curiga trauma servikal) curiga trauma servikal)
membaik 5. Posisikan semi-Fowler atau 5. Menganjurkan posisi semi-
11. Kapasitas vital membaik Fowler Fowler atau Fowler
12. Diameter thoraks 6. Berikan minum hangat 6. Mengajurkan minum hangat
anterior-posterior 7. Lakukan fisioterapi dada, jika 7. Menganjurkan melakukan
membaik perlu fisioterapi dada, jika perlu
13. Tekanan ekspirasi 8. Lakukan penghisapan lendir 8. Menganjurkan melakukan
membaik kurang dari 15 detik penghisapan lendir kurang
14. Tekanan inspirasi 9. Lakukan hiperoksigenasi dari 15 detik
membaik sebelum penghisapan 9. Menganjurkan melakukan
endotrakeal hiperoksigenasi sebelum
10. Keluarkan sumbatan benda penghisapan endotrakeal
padat dengan forsep McGill 10. Menganjurkan
11. Berikan oksigen, jika perlu mengeluarkan sumbatan
benda padat dengan forsep
McGill
11. Menganjurkan oksigen, jika
perlu

Edukasi : Edukasi :
12. Anjurkan asupan cairan 2000 12. Menganjurkan asupan
ml/hari, jika tidak cairan 2000 ml/hari, jika
kontraindikasi tidak kontraindikasi
13. Ajarkan teknik batuk efektif 13. Mengajarkan teknik batuk
efektif

Kolaborasi : Kolaborasi :
14. Kolaborasi pemberian 14. Mengkolaborasikan
bronkodilator, ekspektoran, pemberian bronkodilator,
mukolitik, jika perlu. ekspektoran, mukolitik, jika
perlu.
4. Gangguan pertukaran gas Setelah dilakukan intervensi Pemantauan Respirasi (I. 01014) Pemantauan Respirasi (I. 01014)
berhubungan dengan keperawatan selama ... x 24 jam
ketidakseimbangan ventilasi- maka Pertukaran Gas Observasi : Observasi :
perfusi dibuktikan dengan Meningkat, dengan kriteria 1. Monitor frekuensi, irama, 1. Untuk mengetahui
dispnea, PCO2 hasil : kedalaman dan upaya napas frekuensi, irama, kedalaman
meningkat/menurun, PO2 1. Tingkat kesadaran 2. Monitor pola napas (seperti dan upaya napas
menurun, takikardia, pH arteri meningkat bradipnea, takipnea, 2. Untuk mengetahui pola
meningkat/menurun, bunyi 2. Dispnea menurun hiperventilasi, Kussmaul, napas (seperti bradipnea,
napas tambahan, pusing, 3. Bunyi napas tambahan Cheyne-Stokes, Biot, ataksik) takipnea, hiperventilasi,
penglihatan kabur, sianosis, menurun 3. Monitor kemampuan batuk Kussmaul, Cheyne-Stokes,
diaforesis, gelisah, napas 4. Takikardia menurun efektif Biot, ataksik)
cuping hidung, pola napas 5. Pusing menurun 4. Monitor adanya produksi 3. Untuk mengetahui
abnormal (cepat/lambat, 6. Penglihatan kabur sputum kemampuan batuk efektif
regular/iregular, menurun 5. Monitor adanya sumbatan 4. Untuk mengetahui adanya
dalam/dangkal), warna kulit 7. Diaforesis menurun jalan napas produksi sputum
abnormal (mis. pucat, 8. Gelisah menurun 6. Palpasi kesimetrisan ekspansi 5. Untuk mengetahui adanya
kebiruan), kesadaran 9. Napas cuping hidung paru sumbatan jalan napas
menurun. menurun 7. Auskultasi bunyi napas 6. Untuk mengetahui
10. PCO2 membaik 8. Monitor saturasi oksigen kesimetrisan ekspansi paru
11. PO2 membaik 9. Monitor nilai AGD 7. Untuk mengetahui
12. pH arteri membaik 10. Monitor hasil x-ray toraks auskultasi bunyi napas
13. Pola napas membaik 8. Untuk mengetahui saturasi
14. Warna kulit membaik oksigen
9. Untuk mengetahui nilai
AGD
10. Untuk mengetahui hasil x-
ray toraks

Terapeutik : Terapeutik :
11. Atur interval pemantauan 11. Untuk mengatur interval
respirasi sesuai kondisi pasien pemantauan respirasi sesuai
12. Dokumentasikan hasil kondisi pasien
pemantauan
12. Untuk mendokumentasikan
hasil pemantauan

Edukasi : Edukasi :
13. Jelaskan tujuan dan prosedur 13. Mengedukasi tujuan dan
pemantauan prosedur pemantauan
14. Informasikan hasil 14. Menginformasikan hasil
pemantauan, jika perlu pemantauan, jika perlu
5. Gangguan proses keluarga Setelah dilakukan intervensi Dukungan Koping Keluarga (I. Dukungan Koping Keluarga (I.
berhubungan dengan keperawatan selama ... x 24 jam 09260) 09260)
perubahan status kesehatan maka Proses Keluarga
anggota keluarga dibuktikan Membaik, dengan kriteria hasil Observasi : Observasi :
dengan keluarga tidak mampu : 1. Identifikasi respons 1. Untuk mengetahui respons
beradaptasi terhadap situasi, 1. Adaptasi keluarga emosional terhadap kondisi emosional terhadap kondisi
tidak mampu berkomunikasi terhadap situasi saat ini saat ini
secara terbuka dinatara meningkat 2. Identifikasi beban prognosis 2. Untuk mengetahui beban
anggota keluarga, keluarga 2. Kemampuan keluarga secara psikologis prognosis secara psikologis
tidak mampu mengungkapkan berkomunikasi secara 3. Identifikasi pemahaman 3. Untuk mengetahui
perasaan secara leluasa, terbuka di antara anggota tentang keputusan perawatan pemahaman tentang
keluarga tidak mampu keluarga meningkat setelah pulang keputusan perawatan setelah
memenuhi kebutuhan 3. Kemampuan keluarga pulang
fisik/emosional/spiritual memenuhi kebutuhan
anggota keluarga, keluarga fisik anggota keluarga 4. Identifikasi kesesuaian antara 4. Untuk mengetahui
tidak mampu mencari atau meningkat harapan pasien, keluarga, dan kesesuaian antara harapan
menerima bantuan secara 4. Kemampuan keluarga tenaga kesehatan pasien, keluarga, dan tenaga
tepat. memenuhi kebutuhan kesehatan
emosional anggota
keluarga meningkat Terapeutik : Terapeutik :
5. Kemampuan keluarga 5. Dengarkan masalah, 5. Mendengarkan masalah,
mencari bantuan secara perasaan, dan pertanyaan perasaan, dan pertanyaan
tepat meningkat keluarga keluarga
6. Aktivitas mendukung 6. Terima nilai-nilai keluarga 6. Menerima nilai-nilai
keselamatan anggota dengan cara yang tidak keluarga dengan cara yang
keluarga meningkat menghakimi tidak menghakimi
7. Aktivitas mendukung 7. Diskusikan rencana medis 7. Mendiskusikan rencana
pertumbuhan anggota dan perawatan medis dan perawatan
keluarga meningkat 8. Fasilitasi pengungkapan 8. Memfasilitasi
8. Ketepatan peran keluarga perasaan antara pasien dan pengungkapan perasaan
pada tahap keluarga atau antar anggota antara pasien dan keluarga
perkembangan keluarga atau antar anggota keluarga
meningkat 9. Fasilitasi pengambilan 9. Memfasilitasi pengambilan
9. Sikap respek antara keputusan dalam keputusan dalam
anggota keluarga merencanakan perawatan merencanakan perawatan
meningkat jangka panjang, jika perlu jangka panjang, jika perlu
10. Minat keluarga 10. Fasilitasi anggota keluarga 10. Memfasilitasi anggota
melakukan aktivitas yang dalam mengidentifikasi dan keluarga dalam
positif meningkat menyelesaikan konflik nilai mengidentifikasi dan
11. Kemampuan keluarga 11. Fasilitasi pemenuhan menyelesaikan konflik nilai
pulih dari kondisi sulit kebutuhan dasar keluarga 11. Memfasilitasi pemenuhan
meningkat (mis. tempat tinggal, kebutuhan dasar keluarga
12. Keseimbangan otonomi makanan, pakaian) (mis. tempat tinggal,
dan kebersamaan 12. Fasilitasi anggota keluarga makanan, pakaian)
meningkat melalui proses kematian dan 12. Memfasilitasi anggota
13. Perhatian pada batasan berduka, jika perlu keluarga melalui proses
anggota keluarga 13. Fasilitasi memperoleh kematian dan berduka, jika
meningkat pengetahuan, keterampilan, perlu
14. Hubungan dengan dan peralatan yang diperlukan 13. Memfasilitasi memperoleh
masyarakat meningkat untuk mempertahankan pengetahuan, keterampilan,
15. Adaptasi keluarga keputusan perawatan pasien dan peralatan yang
terhadap perubahan 14. Bersikap sebagai pengganti diperlukan untuk
meningkat keluarga untuk menenangkan mempertahankan keputusan
pasien dan/atau jika keluarga perawatan pasien
tidak dapat memberikan 14. Bersikap sebagai pengganti
perawatan keluarga untuk
menenangkan pasien
dan/atau jika keluarga tidak
15. Hargai dan dukung dapat memberikan
mekanisme koping adaptif perawatan
yang digunakan 15. Menghargai dan dukung
16. Berikan kesempatan mekanisme koping adaptif
berkunjung bagi anggota yang digunakan
keluarga 16. Memberikan kesempatan
berkunjung bagi anggota
keluarga

Edukasi : Edukasi :
17. Informasikan kemajuan 17. Memberi informasi
pasien secara berkala kemajuan pasien secara
18. Informasikan fasilitas berkala
perawatan kesehatan yang 18. Memberi informasi fasilitas
tersedia perawatan kesehatan yang
tersedia

Kolaborasi : Kolaborasi :
19. Rujuk untuk terapi keluarga, 19. Merujuk untuk terapi
jika perlu keluarga, jika perlu
DAFTAR PUSTAKA

Anggita Nofita Sari, Arum. (2017). Asuhan Keperawatan Pada Klien Asfiksia Neonatorum
Dengan Masalah Ketidakefektifan Pola Napas Di Ruang Perinatalogi Rumah Sakit
Daerah Bangil Pasuruan. Jombang: Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Insan Cendekia
Medika

Wulandari, Siswi., Fatmawati, Lilis., dkk. 2023. Asuhan Kebidanan Komprehensif Pada Ibu
Bersalin Dan Bayi Baru Lahir. Sumatera Barat: Get Press Indonesia

Nurafif, A.H.d.H.K. 2016. Asuhan Keperawatan Praktis Brtdasarkan Penerapan Diagnosa Nanda
NIC NOC dalam berbagai kasus. Jogyakarta: Mediaction.

Rahmayanti, R. 2014. Laporan Pendahuluan Asfiksia Neonatorium Stase Keperawatan Anak.


Purwokerto.

Sareharto, K.B.R.N.W. 2010. Kadar Vitamin E Rendah Sebagai Faktor Resiko Peningkatan
Bilirubin Serum Pada Neonatus.

Sembiring, J.B. 2019. Buku Ajar Neonatus, Bayi, Balita, anak Pra Sekolah. Yogyakarta: CV Budi
Utomo.

Sharon, J.R. 2011. Keperawatan Maternitas: Kesatuan Wanita, Bayi, dan Keluarga. Jakarta: EGC.

Tim Pokja SDKI DPP. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator
Diagnostik. Jakarta : Dewan Pengurus Pusat PPNI.

Tim Pokja SIKI DPP. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan Tindakan
Keperawatan. Jakarta : Dewan Pengurus Pusat PPNI

Tim Pokja SLKI DPP. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan . Jakarta : Dewan Pengurus Pusat PPNI.

Anda mungkin juga menyukai