III. ETIOLOGI
Menurut Wajan Juni Udjianti (2010) etiologi gagal jantung kongestif (CHF)
dikelompokan berdasarkan faktor etiolgi eksterna maupun interna, yaitu:
1. Faktor eksterna (dari luar jantung); hipertensi renal, hipertiroid, dan anemia
kronis/berat.
2. Faktor interna (dari dalam jantung)
a. Disfungsi katup: Ventricular Septum Defect (VSD), Atria Septum Defect (ASD),
stenosis mitral, dan insufisiensi mitral.
b. Disritmia: atrial fibrilasi, ventrikel fibrilasi, dan heart block.
c. Kerusakan miokard: kardiomiopati, miokarditis, dan infark miokard.
d. Infeksi: endokarditis bacterial sub-akut.
IV. PATHWAY GAGAL JANTUNG
Kontraktilitas menurun
Gagal pompa
ventrikel kiri
Backward failure
Forward failure
LVED naik
Suplai darah Suplai o2 otak Renal flow menurun
jaringan menurun menurun Tek. Vena pulmonalis
RAA meningkat meningkat
Metabolisme Sinkop
anaerob Aldosteron meningkat Tek. kapiler paru
RISIKO PERFUSI meningkat
Asidosis metabolik SEREBRAL ADH meningkat
TIDAK EFEKTIF
ATP menurun Retensi Na +H2o
Fatigue HIPERVOLEMIA
Edema paru Beban ventrikel
INTOLERANSI
AKTIVITAS Ronkhi basah Hipertropi ventrikel
GANGGUAN kanan
PERTUKARAN Iritasi mukosa paru
GAS Penyempitan lumen
Reflek batuk menurun ventrikel kanan
Penumpukan secret
BERSIHAN JALAN
NAPAS TIDAK
EFEKTIF
Penyempitan lumen
ventrikel kanan
Lien Hepar
Splenomegali Hepatomegali
NYERI AKUT
V. KLASIFIKASI
1. Klasifikasi berdasarkan kelainan structural jantung
a. Stadium A : Memiliki risiko tinggi untuk berkembang menjadi gagal jantung.
Tidak terdapat gangguan struktural atau fungsional jantung, tidak terdapat
tanda atau gejala
b. Stadium B : Telah terbentuk penyakit struktur jantung yang berhubungan
dengan perkembangan gagal jantung, tidak terdapat tanda atau gejala
c. Stadium C : Gagal jantung yang simtomatik berhubungan dengan penyakit
struktural jantung yang mendasari
d. Stadium D : Penyakit jantung struktural lanjut serta gejala gagal jantung yang
sangat bermakna saat istrahat walaupun sudah mendapat terapi medis maksimal
(refrakter)
2. Klasifikasi berdasarkan kapasitas fungsional (NYHA)
(Disadur dari ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and chronic
heart failure 2008)
a. Kelas I : Tidak terdapat batasan dalam melakukan aktifitas fisik. Aktifitas fisik
sehari-hari tidak menimbulkan kelelahan, palpitasi atau sesak nafas
b. Kelas II : Terdapat batasan aktifitas ringan. Tidak terdapat keluhan saat istrahat,
namun aktifitas fisik sehari-hari menimbulkan kelelahan, palpitasi atau sesak
nafas
c. Kelas III : Terdapat batasan aktifitas bermakna. Tidak terdapat keluhan saat
istrahat, tetapi aktfitas fisik ringan menyebabkan kelelahan, palpitasi atau sesak
d. Kelas IV : Tidak dapat melakukan aktifitasfisik tanpa keluhan. Terdapat gejala
saat istrahat. Keluhan meningkat saat melakukan aktifitas.
5. Pola Napas Tidak Setelah dilakukan asuhan Manajemen Jalan Nafas (I.01011)
Efektif (D.0005)
keperawatan selama ….x… Observasi
jam diharapkan Pola Napas 1. Monitor posisi selang endotraceal
(L.01004)Membaik (EET), terutama setelah mengubah
meningkat dengan kriteria posisi
hasil : 2. Monitor tekanan balon EET setiap
1. Ventilasi semenit 4-8 jam
meningkat 3. Monitor kulit area stoma
2. Kapasitas vital trakeostomi (mis. Kemerahan,
meningkat drainase, perdarahan)
3. Diameter thoraks Terapeutik
anterior posterior 4. Kurangi tekanan balon secara
meningkat periodic setiap Shift
4. Tekanan ekspirasi 5. Pasang oropharingeal airway (OPA)
meningkat untuk mencegah EET tergigit
5. Tekanan inspirasi 6. Cegah EET terlipat (kinking)
meningkat 7. Beriak pre-oksigenasi 100% selama
6. Dispnea menurun 30 detik (3-6 kali ventilasi) sebelum
7. Penggunaan otot bantu dan sesudah penghisapan
napas menurun 8. Beriak volume pre-oksigen (bagging
8. Pemanjangan fase atau ventialasi mekanik) 1,5 kali
ekspirasi menurun volume tidal
9. Ortopnea menurun 9. Lakukan penghisapan lender kurang
10. Pernapasan pursed- tip dari 15 detik jika diperlukan (bukan
menurun secara berkala/rutin)
11. Pernapasan cuping 10. Ganti fiksasi EET setiap 24 jam
hidung menurun 11. Ubah posisi EET secara bergantian
12. Frekuensi napas (kiri dan kanan) setiap 24 jam
membaik 12. Lakukan perawatan mulut (mis.
13. Kedalaman napas 13. Dengan sikat gigi, kasa, plembab
membaik bbir)
14. Ekskursi dada 14. Lakukan perawatan stoma
membaik trakeostomi
Kolaborasi
15. Jelaksan pasien dana/atau keluarga
tujuan dan prosedur pemasangan
jalan nafas buatan.
16. Kolaborasi intubasi ulang jika
terbentuk mucous plug yang tidak
dapat dilakuikan penghisapan
Dickstein K, Cohen-Solal A, Filippatos G, et al. ESC Guidelines for the diagnosis and
treatment of acute and chronic heart failure 2008. Eur Heart J 2008;29:2388–442.
Doenges E. Marlynn.2000. Rencana Asuhan Keperawatan. EGC. Jakarta
Hidayat, A. A. A. (2013). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia Aplikasi Konsep dan Proses
Keperawatan. (D. Sjabana, Ed.). Jakarta: Salemba Medika.
Hudak dan Gallo. 2011. Keperawatan Kritis: Pendekatan Asuhan Holistik. Edisi - VIII Jakarta:
EGC
Kozier, B., Erb, G., Berman, A., & Snyder, S. J. (2010). Buku Ajar Fundamental Keperawatan
Konsep, Proses, & Praktik. (D. Widiarti, E. A. Merdella, N. B. Subekti, &
L. Helena, Eds.) (7th ed.). Jakarta: EGC.
Nursalam. (2017). Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pendekatan Praktis. (P. P.
Lestari, Ed.). Jakarta: Salemba Medika.
Smeltzer, S. C., & Bare, G. B. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah. Jakarta: EGC.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan
Indikator Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi dan
Tindakan Keperawatan (1st ed.). Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat
Nasional Indonesia.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta. Udjianti,
Wajan J. 2010. Keperawatan Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba medic
Udjianti, W . J . (2013). Keperawatan Kardiovaskuler. (S. Carolina, Ed.) (1st ed.). Jakarta
Wijaya, A. S., & Putri, Y. M. (2013). Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha Medika