Anda di halaman 1dari 14

BAB II

TINJAUAN PUSATAKA

A. Konsep Dasar Congestife Heart Failure (CHF)

1. Definisi
Congestive Heart Failure (CHF) atau yang sering disebut gagal
jantung kongestif adalah satu satunya penyakit kardiovaskuler yang insiden
angka pravalensinya terus meningakat. Gagal jantung kongestif adalah
ketidakmampuan jantung untuk memompa darah yang adekuat dalam jumlah
yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan terhadap oksigen dan
nutrisi dikarenakan adanya suatu keadaan fungsi jantung yang
mengakibatkan jantung gagal dalam memompa darah untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme jaringan atau kemampuannya hanya ada kalau
disertai peninggian tekanan pengisian ventrikel kiri (Smelzer & Bare 200)
: (Padila S.Kep, 2018)

2. Klasifikasi
Pada gagal jantung kongestif terjadi menifestasi gabungan gagal
jantung kiri dan kanan. Menurut New York Heart Association (NYHA)
membuat klasifikasi fungsional CHF dalam 4 kelas (Ns. Andra Saferi
Wijaya, S.Kep; NS. Yessie Mariza Putri, 2017)
a. Klasifikasi 1
1) Gejala
a) Aktivitas biasa tidak menimbulkan kelelahan, dyspnea,
palpitasi, tidak ada kongesti pulmonal atau hipotensi perifer.
b) Asimtomatik (suatu penyakit ketika pasien tidak menyadari
gejala apapun)
c) Kegiaatan sehari-hari tidak terbatas.
d) Prognosa : baik
b. Klasifikasi II

5
6

1) Gejala
a) Gejala tidak ada saat istirahat.
b) Kegiatan sehari-hari sedikit terbatas.
c) Ada bailar
d) Prognosa : baik
c. Klasifikasi III
1) Gejala
a) Klien merasa nyaman saat istirahat
b) Kegiatan sehari-hari terbatas.
c) Prognosa : baik
d. Klasifikasi IV
1) Gejala
a) Gejala insufisiensi jantung ada saat istirahat.
b) Prognosa : buruk

3. Etiologi
Menurut Padila S.Kep., 2018, ada beberapa etiologi /penyebab dari gagal
jantung yaitu sebagai berikut:
a. Kelainan otot jantung
Gejala jantung sering terjadi pada penderita kelianan otot jantung, yang
menyebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang
menyebabkan kelainan fungsi otot jantung ini mencakup atrelosrosis
coroner, hipertensi arterial dan penyakit degeneratif atau inflamasi.
b. Asterosklerosis coroner mengakibatkan disfungsi miokardium yaitu karena
terganggunya aliran darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis
atau akibat penumpukan asam laktat. Infark miokardium (kematian sel
jantung) biasanya mendahului terjadinya gagal jantung. Peradangan dan
penyakit miokardium degeneratif berhubungan dengan gagal jantung
karena kondisi yang secara langsung merusak serabut jantung menyebabkan
kontraktilitas menjadi menurun.
7

c. Hipertensi sistemik atau pulmonal (peningkatan after load) yang


meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya akan
mengakibatkan hipertrofi serabut otot jantung.
d. Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif, berhubungan
dengan gagal jantung karena kondisi ini terjadi secara langsung merusak
serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas menjadi menurun.
e. Penyakit jantung lain, terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang
sebenarnya, yang secara langsung akan mempengaruhi jantung.
Mekanisme biasanya terlibat mencakup gangguan aliran darah yang
masuk kedalam jantung (stenosis kutub semilunar), ketidakmampuan
jantung untuk mengisi darah, peningkatan mendadak after load.
f. Faktor sistemik terdapat sejumlah faktor yang berperan dalam
perkembangan dan beratnya gagal jantung. Meningkatnya laju
metabolisme yaitu misalnya: demam, tirotoksikosis). Hipoksia dan
anemia juga dapat menurunkan suplai oksigen ke jantung. Asidosis
respiratorik atau metabolik dan abnormalita elektronik dapat
menurunkan terjadinya kontraktilitas jantung.
Grade gagal jantung menurut New York Heart Association, terbagi
dalam 3 kelainan fungsional yaitu:
1) Timbul sesak pada aktifitas fisik berat (misalnya: olahraga berat
dan berjalan sangat cepat)
2) Timbul sesak pada aktifitas fisik sedang (misalnya: bersepeda, berlari
kecil, memindahkan perabotan ringan dan berkebun)
3) Timbul sesak pada aktifitas fisik ringan (misalnya: latihan
peregangan dan pemanasan dengan lambat.
8

4. Patofisiologi
Awal dari munculnya suatu tanda dan gejala terjadinya gagal jantung
selalu diawali dengan adanya penyebab atau etiologi, salah satunya
pemicunya adalah aterosklerosis kroner. Aterosklerosis koroner adalah
penyempitan dan pengerasan pembuluh darah arteri akibat penumpukan plak
pada dinding pembuluh darah. Adanya aterosklerosis koroner mengakibatkan
disfungsi miokardium karena tergangunya aliran darah ke otot jantung. Hal
tersebut memicu terjadinya hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan asam
laktat). Tidak hanya itu, setelah terjadinya hipoksia dan asidosis sering kali
pasien akan mengalami infark miokard sebelum terjadinya gagal jantung
(Majid, 2017 dalam Devti, n.d., 2020).
9

5. Pathway Keperawatan CHF

Gangguan aliran darah ke otot jantung, aterosklerosis koroner, faktor sistemik


penyakit jantung

CHF
Penurunan curah jantung
Gagal pompa ventrikel kiri

Forward failure Back failure

Suplai darah LVED naik


jaringan turun
Tekanan vena
Fatigue pulmonalis naik
Ronkhi basah
Intolarnsi Edema paru
Penumpukan Bendungan
aktivitas sekret artrium kanan
Gangguan
pertukaran Bendungan
gas Ketidakefektifan vena sistemik
bersihan jalan
napas

Suplai O2 otak Hepatomegali


turun
Nyeri Mendesak
Sinkop akut diafragma

Resiko penurunan Sesak nafas


fungsi jantung
Ansietas

Ketidakefektifan
pola nafas

Sumber: Devti, n.d., 2020.

Gambar 2 1 Pathways Keperawatan CHF


10

6. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis adalah sebuah gejala klinis yang ditemukan pada suatu
penyakit. Ada beberapa macam menifestasi klinis pada pasien CHF. Salah
satunya menurut (Amin Huda Nurarif, 2016) antara lain:
a. Kriteria Mayor
Proksismal nocturnal dispnea, distensia vena leher, ronki paru,
kardiomegali, edema paru akut, gallop S3, peninggian vena jugularis,
refluks hepatojugular.
b. Kriteria Minor
Edema extremitas, batuk malam hari, dispnea d’effort, hepatomegal, efusi
pleura, penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal, takikardi (>120/menit).
c. Mayor dan Minor
Penurunan BB 4, 5 kg dalam 5 hari pengobatan.

7. Pemeriksaan Diagnostik
a. EKG
Mengetahui hioertrofi atrial atau ventrikuler, infark, penyimpanan aksis,
iskemia dan kerusakan pola.
b. Tes Laboratorium Darah
Enzym heper : meningkat dalam gagal jantung / kongesti
Elektrolit : kemungkinan berubah karena perpindahan cairan
penurunan fungsi ginjal
Oksimetrri Nadi : Kemungkinan situasi oksigen rendah
AGD : Gagal ventrikel kiri ditandai dengan alkalosis
respiratorik ringan atau hipoksemia dengan peningkatan PCO2
Albumin : Mungkin menurun sebagai akibat penurunan
masukan protein
c. Radiologi
Sonogram Ekokardiogram, dapat menunjukkan pembesaran bilik perubahan
dalam fungsi struktur katup, penurunan kontraktilitas ventrikel.
11

d. Scan jantung: Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakkan


gerakan dinding.
e. Rontgen dada: pembesaran jantung. Bayangan mencerminkan dilatasi atau
hipertrofi bilik atau perubahan dalam pembuluh dara atau peningkatan
tekanan pulmonal.

8. Komplikasi
a. Syok kardiogenik
b. Episode Tromboemboli karena pembentukan bekuan vena karena stasis
darah
c. Efusi dan Tamponade Perikardium
d. Toksitosis diglatasi akibat pemakaian obat-oabtan diglatis

9. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan berdasarkan kelas NYHA:
a. Kelas I
Non Farmakologi, meliputi diet rendah garam, batasi cairan, menurunkan
berat badan, menghindari alcohol dan rokok, aktivitas fisik, manajemen
stress.
b. Kelas II, III :
Terapi pengobatan, meliputi: diuretic, vasodilator, ace inhibitor,
digitalis, dopaminerotik, oksigen.
c. Kelas IV :
Kombinasi diuretic, digitalis, ACE inhibator, seumur hidup.

B. Konsep Ketidakefektifan Pola Napas

1. Pengertian ketidakefektifan pola napas


Pola napas tidak efektif suatu keadaan dimana inspirasi dan atau ekspirasi
yang tidak memberikan ventilasi yang adekuat (Tim Pokja Standar Diagnosis
Keperawatan Indonesia, 2017).
12

2. Batasan Karakteristik Ketidakefektifan Pola Napas


Pola napas tidak efektif terdiri dari beberapa batasan karakrteristik.(Tim Pokja
Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia, 2017)
a. Gejala dan Tanda Minor
Subyektif :
1) Dyspnea
Objektif :
1) Penggunaan otot bantu
2) Fase ekspirasi memanjang
3) Pola napas abnormal
b. Gejala dan Tanda Mayor
Subyektif :
1) Ortopnea
Objektif:
1) Pernapasan cuping hidung
2) Diameter thoraks anterior-posterior meningkat
3) Ventilasi vital menurun
4) Tekanan ekspirasi menurun
5) Tekanan inspirasi menurun

3. Penyabab ketidakefektifan pola napas


Pola napas tidak efektif dapat disebabkan oleh beberapa hal menurut (Tim
Pokja Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia, 2017) yaitu:
a. Depresi pusat pernapasan
b. Hambatan upaya napas (mis: Nyeri saat bernapas, kelemahan otot
pernapasan).
c. Deformitas dinding dada
d. Deformitas tulang dada
e. Gangguan neuromuscular
f. Gangguan neorologis (mis: cedera kepala, gangguan kejang)
g. Imaturitas neurologis
13

h. Penurunan energy
i. Obesitas
j. Posisi tubuh yang menghambat ekspansi paru
k. Sindrom hipoventilasi
l. Kerusakan inervasi diafragma (kerusakan saraf C5 ke atas)
m. Cedera pada medulla spinalis
n. Efek agen farmakologis
o. Kecemasan

4. Kondisi Klinis Ketidakefektifan Pola Napas


Kondisi klinis yang terkait dalam ketidakefektifan pola napas (Tim Pokja
Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia, 2017) yaitu:
a. Depresi sistem saraf pusat
b. Cedera kepala
c. Trauma thoraks
d. Stroke
e. Intoksikasi alkohol
f. Multiple sclerosis
g. Kuadriplegia

C. Konsep Asuhan Keperawatan Ketidakefektifan Pola Nafas pada CHF

1. Pengkajian
Pengkajian mencakup pengumpulan data informasi subjektif dan objektif
seperti tanda vital, wawancara pasien atau keluarga, pemeriksaan fisik, dan
peninjauan informasi riwayat pasien yang diberikan oleh pasien atau keluarga,
atau ditemukan dalam bentuk rekam medik. Perawat juga mengumpulkan
informasi tentang kekuatan pasien / keluarga untuk mengidentifikasi peluang
promosi kesehatan dan risiko untuk mencegah atau menunda potensi masalah
(Herdman & Kamitsuru, 2018 dalam Wibowo, 2021) Pengakajian keperawatan
pada pasien dengan Congestive Heart Failure (CHF) menurut Aspiani (2015)
dalam Wibowo (2021) sebagai berikut:
14

a. Identitas pasien
Nama, alamat, jenis kelamin, tempat tangal lahir, diagnose medis, tanggal
masuk rumah sakit, dan nomor medical record.
b. Pengkajian data
1) Aktivitas dan istirahat
a) Adanya kelelahan, insomnia, latergi, kurang istirahat.
b) Sakit dada, dispnea pada saat istirahat atau saat beraktivitas.
2) Sirkulasi
a) Riwayat hipertensi, kelainan katup, bedah jantung, endocarditis,
anemia, syok septik, asites, takikardi.
b) Disritmia, fibrilasia atrial, kontraksi ventrikel prematur.
c) Adanya nyeri dada, sianosis, pucat, ronki, hepatomegali.
3) Status mental
a) Cemas, ketakutan, gelisah, marah kepo.
b) Stres berhubungan dengan penyakit, sosial, finansial.
4) Eliminasi
a) Penurunan volume urine, urine yang pekat.
b) Nokturia, diare, dan konstipasi.
5) Makanan dan cairan
a) Hilang nafsu makan, mual, dan muntah.
b) Edema di ekstremitas bawah, asites.
6) Neurologi
a) Pusing, pingsan, kesakitan.
b) Latergi, bingung, disorientasi, peka.
7) Rasa nyaman
a) Sakit dada, kronik/akut.
8) Respirasi
a) Dispnea pada waktu aktifitas.
b) Tidur dan duduk, riwayat penyakit paru
15

9) Rasa aman
a) Perubahan status mental.
b) Gangguan pada kulit/dermatitis.
10) Interaksi social
a) Aktivitas sosial berkurang.
c. Pemeriksaan fisik
1) Inspeksi
a) Respirasi meningkat, dispnea.
b) Batuk kering, sputum pekat, bercampur darah.
c) Vena leher dengan jugularis venous pressure (JVP)
meningkat.
d) Kulit bersisik, pucat.
e) Edema kaki, skortum.
f) Asites abdomen.
2) Palpasi
a) Jantung, inferior karena dilatasi atau hipertrofi ventrikel.
b) Pulfasi perifer menurun.
c) Hati teraba dibawah arkus kostum kanan.
d) Denyut jantung meningkat indikasi terkanan vena porta sistemik
meningkat.
e) Edema menyebabkan piting.
3) Auskultasi
a) Suara paru menurun, basilar rates mengakibatkan cairan pada
jaringan paru.
b) Suara jantung dengan S1, S2 menurun. Kontraksi miokard
menurun. S3 meningkat, volume sisa meningkat.
16

2. Analisa Data
Sebelum menentukan diagnosa terlebih dahulu melakukan analisa data yang
telah dikelompokan berdasarkan hasil dari wawancara dan observasi secara
langsung. Selanjutnya menentukan prioritas masalah keperawatan serta
diagnosa keperawatan.

3. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah penilaian secara klinis tentang respons
manusia terhadap gangguan kesehatan/proses kehidupan, atau kerentanan
respon dari seorang individu, keluarga, kelompok, dan komunitas
(Herdman & Kamitsuru dalam Wibowo, 2021).
Berdsarkan diagnosa yang sering muncul dalam kasus CHF. Diantaranya
resiko penurunan perfusi jantung, ketidakefektifan pola napas, ketidakefektifan
bersihan jalan napas, gangguan pertukaran gas, ansietas, intoleransi aktivitas,
nyeri akut.

4. Intervensi
Perencanaan pengelolaan keperawatan pada pasien CHF dengan
ketidakefektifan pola napas sebagai berikut.
a. Intervensi utama:
Manajemen jalan napas (I.01011)
1) Definisi
a) Mengidentifikasi dan mengelola jalan napas.
2) Observasi
a) Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas)
b) Monitor bunyi napas tambaan (misalnya gurgling, mengi,
weezing, ronkhi kering)
c) Monitor sputum ( jumlah, warna, aroma)
17

3) Terapeutik
a) Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-tilt dan chin-
tilt
b) Posisi semi fowler atau fowler
c) Berikan minum hangat
d) Lakukan fisioteraoi dada,jika perlu
e) Lakukan penghisapan lender kurang dari 15 detik
f) Latian hiperooksigenasi sebelum pengisapan endotrakeal
g) Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsep McGill
h) Berikan oksigen ,jika perlu
4) Edukasi
a) Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari,jika tidak ada
kontraindikasi
b) Ajarkan teknik batuk efektif
5) Kolaborasi
a) Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspekatoran, mukolitik, jika
perlu
b. Intervensi Tambahan
Pengaturan posisi (I.01019)
1) Definisi
a) Menempatkan bagian tubuh untuk meningkatkan kesehatan
fisiologis dan/atau psikologis.
2) Observasi
a) Monitor status oksigenasi sebelum dan sesudah mengubah posisi
b) Monitor alat traksi agar selalu tepat
3) Terapeutik
a) Atur posisi untuk mengatasi sesak napas (misalnya semi fowler)
4) Edukasi
a) Informasikan saat akan dilakukan perubaan posisi
b) Ajarkan cara menggunakan postur yang baik dan mekanika tubuh
yang baik selama melakukan perubahan posisi
18

5) Kolaborasi
a) Kolaborasi pemberian peremedikal sebelum mengubah posisi,
jika perlu

5. Implementasi
1) Memonitor kecepatan, irama, kedalaman serta kesulitan bernapas
2) Memposisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
3) Memonitor status pernapasan dan oksigenasi
4) Memonitor pola napas
Salah satu tindakan yang akan dilakukan peneliti sesuai intervensi yang telah
disusun meliputi tindakan mandiri dengan memberikan terapi pengaturan posisi
semi fowler maupun tindakan kolaborasi dengan tenaga medis lainnya. Penanganan
ketidakefektifan pola napas pasien CHF salah satunya adalah dengan
memberikan pengaturan posisi yang terapeutik, yaitu semi fowler.

6. Evaluasi
Evaluasi yang diharapkan ketidakefektifan pola napas pada pasien CHF
dapat tertangani dengan maksimal setelah dilakukan tindakan keperawatn
3x24 jam pada tiap pasien. Evaluasi disusun menggunakan metode SOAP,
yaitu:
a. S (Subjektif) berisi tentang data dari pasien melalui anamnesa
(wawancara) yang merupakan ungkapan langsung. Contoh: Pasien
mengatakan sesak napas.
b. O (Objektif) Data yang didapat dari hasil observasi melalui pemeriksaan
fisik. Contoh pasien tampak gelisah.
c. A (Assesment) Membandingkan anatara informasi subjektif dan objektif
dengan tujuan dan kriteria hasil, kemudian diambil kesimpulan masalah
teratasi, masalah teratasi sebagian dan masalah belum teratasi.
d. P (Planning): Merupakan rencana tindakan yang akan diberikan untuk
intervensi yang belum teratasi.

Anda mungkin juga menyukai