Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

DECOMPENSASI CORDIS

Disusun Oleh :
Yuliatin Soliah
113120042

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)

AL-IRSYAD AL-ISLAMIYYAH

CILACAP TAHUN AKADEMIK

2020/2021
A. Pengertian
Gagal jantung yaitu ketidakmampuan jantung untuk memompa darah ke
seluruh tubuh, sehingga tidak memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh atau
terjadinya defisit penyaluran oksigen ke organ tubuh (Asikin dkk, 2016, hal.
90).
Decompensasi Cordis yaitu keadaan dimana jantung tidak mampu
memompakan darah Decompensatio cordis disebut dengan istilah ‘gagal
jantung”yaitu ketidak mampuan jantung memompa darah secukupnya untuk
memenuhi kebutuhan sirkulasi untuk keperluan metabolisme (Manurung,
2015, hal. 109).
Dari kedua literatur dapat disimpulkan bahwa Decompensasi Cordis
adalah penurunan curah jantung sehingga jantung tidak bisa memompa darah
ke seluruh tubuh.
@. Etiologi
1. Kelainan otot jantung
Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung,
disebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari
penyebab kelainan fungsi otot mencakup ateriosklerosis koroner,
hipertensi arterial, dan penyakit degeneratif atau inflamasi.
a) Aterosklerosis Koroner
Aterosklerosis koroner mengakibatkan disfungsi miokardium karena
terganggunya aliran darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan
asidosis (akibat penumpukan asam laktat) infrak miokardium
(kematian sel jantung) biasanya mendahului terjadinya gagal jantung.
Peragangan dan penyakit miokardium degeneratif, berhubungan
dengan gagal jantung kondisi yang secara langsung merusak serabut
jantung, menyebabkan koraktilitas menurun.
b) Hipertensi Sistemik atau Pulmonal
Meningkatnya beban kerja jantung dan pada gilirannya mengakibatkan
hipertrofi serabut otot jantung.
c) Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif
Saat berhubungan dengan gagagl jantung karena kondisi ini secara
langsung merusak serabut jantung kontraktilitas menurun.
2. Penyakit Jantung lain
Gagal jantung dapat terjadi sebagain akibat penyakit jantung yang
sebenarnya, yang secara langsung memepengaruhi jantung. Mekanisme
biasanya terlibat mencakup gangguan aliran darah yang masuk jantung
(stenosis katub semiluner), ketidakmampuan jantung untuk mengisi darah
(tamponade, perikardium, perikardiktif kontriktif, atau stenosis AV),
peningkatan, mendadakan afterload.
a) Faktor sistemik
Terdapat sejumlah faktor yang berperan dalam perkeembangan dan
orangnya gagal jantung. Meningkatkan metabolisme, hipoksia dan
anemia memerlukan peningkatan curah jantung untuk memenuhi
kebutuhan oksigen sistemik. Hipoksia dan anemia juga dapat
menurunkan suplai oksigen ke jantung asidposi respiratorik atau
metabolik dan abnormalitas elektrolit dapat menurunkan kontraktilitas
jantung. (Kasron, 2012, hal. 186).
C. Manifestasi Klinis
1. Jantung Kiri
a) Dispneu
Timbul sesak pada janyung kiri di akibatkan adanya menimbunan
cairan dalam alveoli yang menyebabkan terganggunya pertukaran gas.
Bahkan, terkadang sampai terjadi ortopnoe (sesak jika gunakan
berbaring atau tidur).
b) Poroxsmal noktural dispnea
Poroxsmal noktural dispnea (sesak karena perubahan posisi) juga bisa
terjadi dikarenakan ventrikel kiri tidak mampu melakukan
pengosongan darah secara adekuat yang berakibatkan meningkatan
tekanan sirkulasi paru sehingga cairan berpindah ke alveoli.
c) Batuk
Terjadinya batuk di sebabkan gangguan pada alveoli sehingga
terkadang pasien mengalami batuk kering atau basah di sertai sputum
berbusa serta terkadang di sertai bercak darah.
d) Mudah lelah
Kelelahan terjadi akibat curah jantung yang tidak adekuat untuk
mensirkulasi oksigen dan penurunan fungsi jantung untuk
membungang sisa metabolisme.
e) Kegelisahan dan kecemasan
Kecemasan pada pasien gagal jantung terjadi akibat gangguan
oksigenasi dan terganggunya pernapasan (sesak) menjadikan
lingkaran setan dalam kejadian sesak dengan kecemasan.
f) Takikardia
Kompensasi jantung sebagai usaha pemenuhan oksigenasi jaringan
bekerja lebih kuat. ( Hariyanto & dkk, 2015, hal. 61)
2. Jantung Kanan
a) Edema
Pada jaringan perifer yang terjadi pada anggota ekstermitas bawah
yang paling sering pada tungkai seperti odema jika di tekan pada
ektermitas tetap cekung/lama kembali.odema terjadi akibat
kekegagalan jantung bagian kanan memompakan sirkulasi darah
menuju vena.
b) Hepatomegali
Pembesaran hepar terjadi akibat peningkatan atrium kanan dan
tekanan aorta menurun.
c) Anoreksia
Hilangnya selera makan di sertai mual di akibatkan pembesaran vena
dan stasis pada rongga abdomen.
d) Nokturia
Rasa ingin kencing pada malam hari di karenakan penurunan perfusi
renal dan juga di dukung karena pasien istirahat yang dapat
memperbaiki curah jantung. ( Hariyanto & dkk, 2015, hal. 62)
D. Patofisiologis
Jantung yang normal berespons terhadap peningkatan kebutuhan
metabolisme yang menggunakan mekanisme kompensasi untuk
mempertahankan kardiak output (Padila, 2012, hal. 79). Bila jantung tidak
adekuat dalam memenuhi kebutuhan metabolik tubuh, maka jantung gagal
untuk melakukan tugasnya sebagai pompa, akibatnya terjadilah
decompensasi cordis (Muttaqin, Arif, 2012, hal. 200).
Penyebab gagal jantung menurut (Karson, 2016, hal. 186-187) meliputi :
1) Preload (bebean awal).
2) Kontraktilitas.
3) After lood (beban akhir).
Decompensasi Cordis juga diakibatkan oleh kelebihan tekanan seperti
hipertensi yang menimbulkan kontraktilitas meningkat dan mengakibatkan
beban jantung meningkat sehingga jantung tidak efektif dalam memompa
darah ke seluruh tubuh (Priscilla, 2016, hal. 1208). Mekanisme yang
mendasari gagal jantung meliputi menurunnya kemampuan kontraktilitas
jantung, sehingga menyebabkan penurunan darah ke seluruh tubuh (Karson,
2016, hal. 187). Peningkatan tekanan dinding pembuluh darah akibat dilatasi
menyebabkan peningkatan tunutan oksigen dan pembesaran jantung
(hipertropi).
Kegagalan pemompaan pada jantung kiri akan menimbulkan gejala
dispnea on effort, orthopnea, sianosis, batuk, dahak berdarah, lemah,
peningkatan tekanan pulmonari kapiler, peningkatan atrium kiri (Padila,
2012, hal. 81). Apabila suplai darah tidak lancar diparu-paru (darah tidak
masuk ke jantung), menyebabkan penimbunan cairan diparu-paru yang dapat
menurunkan pertukaran oksigen dan karbon dioksida di paru-paru. Situasi ini
akan memberikan suatu gejala sesak napas dyspnea saat beraktivitas maupun
tidak sehingga mengakibatkan intoleransi aktivitas (Karson, 2016, hal. 188).
Apabila suplai darah kurang keginjal akan mempengaruhi mekanisme
pelepasan renin-angiotensin dan akhirnya terbentuk angiotensin II sehingga
terjadi ketidakseimbangan volume cairan. Gagal jantung berlanjut dapat
menimbulkan asites, dimana asites dapat menimbulkan gejala-gejala
gastrointestinal seperti mual, muntah, anoreksia (Karson, 2016, hal. 187).
Suplai darah yang kurang di daerah otot dan kulit, menyebabkan kulit
menjadi pucat dan dingin serta timbul gejala letih, lemah, lesu (Karson, 2016,
hal. 188).
E. Pathways

Beban Kelainan otot Kontraktilitas


Hipertensi
sistolik jantung menurun

Preload (derajat
peregangan
Gangguan aliran Beban serabut
Gagal pompa pengosongan
darah ke otot miokardium
ventrikel kiri ventrikel
jantung segera sebelum
kontraksi )

Decompensasi Penurunan curah


Cordis jantung

Kardiac output
turun

Penurunan
sirkulasi
sistemik
Ketidakefektifan
Asupan O2 ke otot
pola nafas
jantung menurun

Dyspnea
Iskemia otot jantung

Kapasitas paru
menurun Nyeri akut

Tekanan intrapulmonal Cadangan


meningkat energi
turun

Aliran darah pulmo menuju Intoleransi Aktivitas


jantung tertahan
F. Komplikasi
Adapun beberapa komplikasi decompensasi cordis menurut, Taqiyah
Bararah (2013):
1. Kerusakan atau kegagalan ginjal.
Gagal jantung dapat mengurangi aliran darah ke ginjal, yang akhirnya
dapat menyebabkan gagal ginjal jika tidak di tangani. Kerusakan ginjal
dari gagal jantung dapat membutuhkan dialisis untuk pengobatan.
2. Masalah katup jantung.
Gagal jantung menyebabkan penumpukan cairan sehingga dapat terjadi
kerusakan pada katup jantung.
3. Kerusakan hati.
Gagal jantung dapat menyebabkan penumpukan cairan yang
menempatkan terlalu banyak tekanan pada hati. Cairan ini dapat
menyebabkan jaringan parut yang mengakibatkan hati tidak dapat
berfungsi dengan baik.
4. Serangan jantung dan stroke.
Karena aliran darah melalui jantung lebih lambat pada gagal jantung dari
pada di jantung yang normal, maka semakin besar kemungkinan anda
akan mengembangkan pembekuan darah, yang dapat meningkatkan
risiko terkena serangan jantung atau stroke.
G. Pemeriksaan Penunjang
Adapun beberapa pemeriksaan yang dilakukan pada pasien decompensasi
cordis, menurut Karson (2016):
1. EKG
Pemeriksaan EKG dapat memberikan informasi yang sangat penting,
meliputi frekuensi debar jantung, irama jantung, sistem konduksi dan
kadang etiologi dari gagal jantung itu sendiri.
Pada elektrokardiografi 12 lead didapatkan gambaran abnormal
pada hampir seluruh penderita dengan gagal jantung (90%),
meskipun gambaran normal dapat dijumpai pada 10% kasus.
Gambaran yang sering didapatkan antara lain gelombang Q,
abnormalitas ST-T, hipertrofi ventrikel kiri, bundle branch block,
fibrilasi atrium, gangguan konduksi dan aritmia.
2. Tes Laboratorium Darah
a) Enzym hepar: meningkat dalam gagal jantung/ kongesti.
b) Elektrolit: kemungkinan berubah karena perpindahan cairan,
penurunan fungsi ginjal.
c) Oksimetri Nadi: kemungkinan situasi oksigen rendah.
d) AGD: Gagal ventrikel kiri ditandai dengan alkalosis respiratorik
ringan atau hipoksemia dengan peningkatan PCO2.
e) Albumin: mungkin menurun sebagai akibat penurunan masukan
protein.
3. Radiologis
a) Sonogram Ekokardiogram, dapat menunjukkan pembesaran bilik
perubahan dalam fungsi struktur katup, penurunan kontraktilitas
ventrikel.
b) Scan jantung: tindakan menyuntikan fraksi dan memperkirakan
gerakan dinding.
c) Rontgen dada: menunjukkan pembesaran jantung. Bayangan
mencerminkan dilatasi atau hipertrofi bilik atau perubahan dalam
pembuluh darah atau peningkatan tekanan pulmonal.
H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan decompensasi cordis berdasarkan kelas menurut New York
Heart Association (NYHA):
1. Kelas I: Non Farmakologi, meliputi diet rendah garam, batasi cairan,
menurunkan berat badan, menghindari alkohol dan rokok, aktivitas fisik,
manajemen stress.
2. Kelas II,III: Terapi pengobatan, meliputi : diuretic, vasodilator, ace
inhibator, digitalis, dopamineroik stress.
3. Kelas IV: Kombinasi diuretic, digitalis, ACE inhibator, seumur hidup.
Penatalaksanaan decompensasi cordis menurut (Sulistyowati, 2015, hal. 63)
meliputi :
1. Tirah baring: dilakukan untuk menurunkan kerja jantung.
2. Diuretik: pembatasan garam dan air serta diuretik akan menurunkan
preload dan kerja jantung (Furosemid 40 mg/hari atau bumetamid 1
mg/hari biasanya efektif).
3. Morfin: dapat berefek vasodilatasi pembuluh darah perifer menurunkan
aliran balik vena dan kerja jantung.
4. Lanotropik: memperbaiki kontraktilitas jantung dan medilatasi ginjal.
5. Digitalis: untuk meningkatkan kontraktilitas jantung.
6. Inhibitor ACE dapat menghambat perubahan angiotensin I menjadi
angiotensin II, menimbulkan vasodilatasi dan penurunan tekanan darah.
7. Bloker β seperti bisoprolol, karvedilol yang dimulai dari dosis yang sangat
rendah dan bisa ditambahkan untuk menurunkan aktivitas simpatis yang
berlebihan dan mendorong remodeling otot jantung.
8. Digoksin diindikasikan untuk mengendalikan fibrilasi atrium yang terjadi
bersamaan.
Penatalaksanaan latihan Slow Deep Breathing menurut Rahayu (2015),
langkah-langkah melakukan latihan slow deep breathing yaitu sebagai berikut:
1. Atur pasien dengan posisi duduk atau berbaring.
2. Kedua tangan pasien diletakkan di atas perut.
3. Anjurkan melakukan nafas secara perlahan dan dalam melalui hidung dan
tarik napas selama tiga detik, rasakan perut mengembang saat menarik
napas.
4. Tahan nafas selama tiga detik.
5. Kerutkan bibir, keluarkan melalui mulut dan hembuskan napas secara
perlahan selama enam detik. Rasakan perut bergerak ke bawah.
6. Ulangi langkah 1 sampai 5 selama 15 menit.
7. Latihan slow deep breathing dilakukan dua kali sehari, yaitu pagi dan sore
hari.
I. Pengkajian Keperawatan
Penyakit decompensasi cordis dapat terjadi pada laki laki maupun
perempuan, namun laki laki memiliki faktor resiko yang lebih tinggi,
biasanya klien berusia lebih dari 40 tahun (Purbianto, 2013)
1. Keadaan Umum.
Pada pemeriksaan keadaan umum klien gagal jantung biasanya didapatkan
kesadaran yang baik atau compos mentis dan akan berubah sesuai tingkat
gangguan yang melibatkan perfusi sistem saraf pusat (Muttaqin, Arif,
2012)
a. Riwayat Kesehatan.
1) Keluhan utama: Klien mengeluh sesak nafas, batuk, mudah lelah, dan
merasakan gelisah (Sulistyowati, 2015).
2) Riwayat Penyakit Sekarang: gejala yang ditimbulkan yaitu klien akan
merasakan, dispneu, batuk, mudah lelah, gelisah, sianosis (Karson,
2016).
3) Riwayat Penyakit Dahulu: klien dengan gagal jantung biasanya
memiliki riwayat penyakit hipertensi renal, angina, infark miokard
kronis, diabetes melitus, bedah jantung, dan distritmia (Udjianti,

2013).
4) Riwayat Penyakit Keluarga: riwayat didalam keluarga ada yang
menderita penyakit jantung, diabetes, stroke, hipertensi, perokok
(Padila, 2012).
b. Pemeriksaan B1-B6

1) B1 (Breathing): pengkajian yang didapat dengan adanya tanda


kongesti vaskular pulmonal adalah dispnea, ortopnea, dispnea
noktural paroksimal, batuk, dan edema pulmonal akut. Crackles atau
ronki basah alus secara umum terdengar pada dasar posterior paru.
Hal ini dikenali sebagai bukti gagal ventrikel kiri (Muttaqin, Arif,
2012).
2) B2 (Bleedlng).
a) Inspeksi: klien mengeluh lemah, mudah lelah, apatis, letargi,
kesulitan berkonsentrasi, defisit memori, dan penurunan toleransi
latihan, merupakan gejala yang timbul pada penurunan curah
jantung. Pada inspeksi ditemukan distensi νena jugularis akibat
ventrikel kanan tidak memompa darah, dan ditemukan edema
tungkai dan terdapat pitting edema (Muttaqin, Arif, 2012).
b) Palpasi: adanya perubahan nadi, takikardia, mencerminkan respon
terhadap perangsangan saraf simpatis. Penurunan yang bermakna
dari curah jantung sekuncup dan adanya vasokonstriksi perifer
mengurangi tekanan nadi (perbedaan antara tekanan sistolik dan
diastolik), sehingga menghasilkan denyut yang lemah. Jipotensi
sistolik ditemukan pada gagal jantung yang lebih berat. Selain itu,
pada gagal jantung kiri yang berat akan timbul pulsus alternans
(suatu perubahan kekuatan denyut arteri) (Muttaqin, Arif, 2012).
c) Auskultasi: tekanan darah biasanya menurun akibat penurunan isi
sekuncup. Tanda fisik yang berkaitan dengan kegagalan ventrikel
kiri adalah bunyi jantung ke 3 dan ke 4 (S3,S4) serta crackles
pada paru-paru (Muttaqin, Arif, 2012).Perkusi: batas jantung ada
pergeseran yang menandakan adanya hipertrofi jantung
(kardiomegali) (Muttaqin, Arif, 2012).
3) B3 (Brain): kesadaran biasnya compos mentis, didapatkan sianosis
perifer apabila gangguan perfusi jaringan berat, wajah tampak
meringis, menangis, dang meregang (Muttaqin, Arif, 2012)
4) B4 (Bladder): adanya oliguria merupakan tanda awal dari syok
kardiogenik. Dan adanya edema ekstermitas menandakan ada nya
retensi cairan yan g parah (Muttaqin, Arif, 2012).
5) B5 (Bowel): klien biasanya didapatkan mual dan muntah, penurunan
nafsu makan akibat pembesaran vena dan stasis vena di dalam rongga
abdomen, serta penurunan berat badan. Selain itu terjadi hepatomegali
akibat pembesaran vena dihepar dan pada akhirnya menyebabkan
asites (Muttaqin, Arif, 2012).

Anda mungkin juga menyukai