Anda di halaman 1dari 8

TUGAS 1

MEMBUAT SATU URAIAN TENTANG ANGIN PUTING BELIUNG DI


RANCAEKEK PADA TANGGAL 21 FEBRUARI 2024

Dosen Pengajar:
Budijanto Widjaja, Ph.D

Nama : Muhammad Arfan Rasyad

NPM : 6102201107

Kelas : B

Matkul : Bencana Alam Geologi

UNIVERSITAS KATOLIK PARAHYANGAN


FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
BANDUNG
2023-2024
Angin gasing raksasa 'tornado' yang berdampak terhadap lima kecamatan di Jawa Barat,
diharapkan jadi bahan penelitian lebih luas mengenai dampak perubahan iklim. Sebanyak 534
bangunan mengalami rusak ringgan hingga berat akibat bencana 'tornado' yang terjadi Rabu
sore (21/02) di Kabupaten Sumedang dan Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Badan
Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jawa Barat juga melaporkan, sebanyak 835
keluarga terdampak, dan 33 orang luka menjalani perawatan di rumah sakit. Banyak video
yang tersebar di media sosial menggambarkan angin kencang telah merobohkan pepohonan,
kendaraan roda empat terguling, dan material bangunan terangkat ke angkasa.

BMKG mengungkap bahwa terjadinya bencana angin puting beliung di Kabupaten Bandung
dan Sumedang merupakan dampak pertumbuhan awan cumulonimbus, hujan lebat disertai
angin kencang, dan sirkulasi siklonik di Samudera Hindia barat Pulau Sumatera yang
membentuk area netral poin. Di sisi lain, BRIN dalam Kajian Awal Musim Jangka Madya
Wilayah Indonesia (KAMAJAYA) telah memprediksi kemungkinan terjadinya peristiwa cuaca
ekstrem di wilayah Indonesia pada 21 Februari 2024. Akan tetapi, apabila bencana angin
puting beliung di Rancaekek selama proses pengkajian BMKG atau BRIN memenuhi
beberapa syarat tertentu, dimungkinkan akan disebut sebagai tornado. Tidak hanya itu,
bencana angin puting beliung di Rancaekek akan menjadi tornado pertama di Indonesia.

Berikut adalah beberapa penjelasan penyebab dan mengapa disebut tornado dari para ahli :

➢ Erma Yulihastin selaku Climatologist at the Research Center for Climate and
Atmosphere BRIN Bandung

Turut memberikan komentarnya "Struktur tornado Rancaekek, Indonesia, dibandingkan


dengan tornado yang biasa terjadi di belahan bumi utara, Amerika Serikat. Memiliki kemiripan
99,99% alias mirip banget!," Kronologi foto-foto dan video dari masyarakat dan media akan
membantu periset dalam mendokumentasikan extreme event yang tercatat sebagai tornado
pertama di Indonesia. Di samping itu, Erma menjelaskan bahwa tornado memiliki skala
kekuatan angin lebih tinggi dan radius lebih luas daripada puting beliung. Kecepatan angin
minimal dari suatu tornado mencapai 70 km/jam, sementara puting beliung terkuat hanya
mempunyai kecepatan angin 56 km/jam. “Selain itu juga durasi. Dalam kasus puting beliung
yg biasa terjadi di Indonesia, hanya sekitar 5-10 menit itu pun sudah sangat lama.

Sejumlah negara dunia seperti Amerika Serikat, Kanada, Prancis, China, dan Mongolia
lazimnya mengukur tornado menggunakan Skala Enhanced Fujita (EF). Skala EF menilai
intensitas tornado berdasarkan dampak kerusakan yang ditimbulkan. Artinya dari kerusakan
yang terjadi bisa diperkirakan kecepatan anginnya. Peringkat Skala EF antara 0 – 5. Semakin
besar angkanya, maka semakin besar pula kerusakannya. Dalam kasus angin yang berputar
dan bergerak di Jawa Barat, dampak kerusakannya terjadi di lima kecamatan. Kecamatan
Rancaekek, Kecamatan Cicalengka, Kecamatan Cileunyi (Kabupaten Bandung) dan
Kecamatan Jatinangor serta Kecamatan Cimanggung (Kabupaten Sumedang). Dengan
kerusakan yang ditimbulkan ini, Peneliti Pusat Riset Iklim dan Atmosfer di Badan Riset dan
Inovasi Nasional (BRIN) Erma Yulihastin memperkirakan kecepatan angin di atas 65km/jam
atau masuk kategori tornado Skala Fujita di level 0.

Makanya saya sebut sudah masuk F0 [Skala Fujita level 0] kayaknya. 65km/jam sudah
terpenuhi. Dan itu umum, bukan kata saya. Itu teori. Teori angin kencang dan tornado, karena
angin biasa, kalau tidak mutar tidak disebut tornado,” kata Erma. Selain itu, hasil pengamatan
sementara dari video-video yang beredar, Erma meyakini ini sebagai tornado karena
radiusnya melebihi dua kilometer. Berdasarkan keterangan warga, keberadaan tornado
terjadinya sekitar 15-20 menit. Kata Erma, untuk kategori puting beliung biasanya terjadi
singkat atau kurang dari 10 menit, dan radius putaran anginnya kurang dari dua kilometer.
Peneliti BRIN, Erma Yulihastin menunjukkan citra satelit yang
memperlihatkan adanya awan melingkar di atas Bandung.

➢ Peneliti Senior Pusat Riset Iklim dan Atmosfer Badan Riset dan Inovasi Nasional
(BRIN) Didi Satiadi

Mengatakan, fenomena yang terjadi di Rancaekek merupakan kejadian cuaca ekstrem yang
memperlihatkan karakteristik puting beliung yang sangat kuat. Ditandai dengan area
terdampak yang luas serta intensitas yang sangat kuat (menyebabkan bangunan rusak,
kendaraan terguling dsb). Dalam bahasa Inggris, istilah puting beliung dikenal sebagai
microscale tornado atau tornado skala kecil. Karena ukurannya yang lebih kecil daripada
tornado yang biasa terjadi di daerah lintang menengah. “Fenomena tornado menggambarkan
suatu kolom udara yang berputar sangat cepat, mulai dari awan badai hingga mencapai
permukaan tanah, dan biasanya berbentuk seperti corong,” ujar Didi.

Didi menjelaskan, hasil analisis awal menunjukkan, penyebab dari kejadian puting beliung di
Rancaekek, kemungkinan adalah terjadinya konvergensi angin dan uap air di daratan sekitar
wilayah tersebut pada sore hari, yang menyebabkan pertumbuhan awan cumulonimbus yang
sangat cepat dan meluas. Proses pembentukan awan membebaskan panas laten yang
selanjutnya meningkatkan updraft (aliran udara ke atas). Sebaliknya, updraft yang semakin
kuat akan menumbuhkan lebih banyak awan. Siklus umpan balik positif ini, menyebabkan
updraft menjadi semakin kuat dan dapat berputar karena adanya windshear (perbedaan
arah/kecepatan angin). Kolom udara yang berputar semakin kuat dapat mencapai permukaan
tanah dan menghasilkan puting beliung.

Didi menjelaskan perbedaan antara tornado dan puting beliung. Tornado biasanya terjadi
dalam awan badai yang terbentuk sepanjang front (batas antara dua massa udara yang
berbeda) atau di dalam awan badai supersel. Sedangkan puting beliung biasanya terjadi
karena proses konveksi lokal di dalam awan badai dan biasanya berkaitan dengan
downburst/microburst (aliran udara ke bawah) yang kuat. Dari segi skala, tornado biasanya
lebih besar dan lebih kuat, dengan angin yang lebih kencang dan diameter yang lebih besar.
Daripada puting beliung yang biasanya lebih kecil dan kecepatan angin yang lebih rendah.
“Sedangkan puting beliung kadang-kadang disebut sebagai microscale tornado karena lebih
kecil daripada tornado yang terjadi di lintang menengah,” lanjut Didi. Tornado dapat
berlangsung hingga beberapa jam. Sedangkan puting beliung biasanya berlangsung lebih
pendek hingga beberapa menit. Tornado biasanya terbentuk di wilayah lintang menengah
dengan gradien/perbedaan temperatur yang tinggi. Sedangkan puting beliung biasanya
terbentuk di wilayah tropis, di mana konveksi sangat aktif karena kondisi atmosfer yang hangat
dan lembap. Selain itu, dampak dari tornado biasanya lebih dahsyat dibandingkan dengan
puting beliung. Walaupun puting beliung juga cukup berbahaya karena dapat menyebabkan
kerusakan lokal terutama di wilayah padat penduduk.

➢ Profesor Riset Pusat Riset Iklim dan Atmosfer BRIN Eddy Hermawan.

Rancaekek merupakan kawasan yang terletak nyaris di tengah-tengah Pulau Jawa bagian
barat. Kawasan ini semula merupakan kawasan hijau, yang ditandai dengan banyaknya
pepohonan. Artinya, lingkungannya masih relatif bersih. Namun, sekarang kawasan ini telah
beralih fungsi, yang semula hijau, berubah menjadi kawasan industri. Kawasan seperti ini
biasanya rawan diterjang pusaran angin. “Dengan kata lain, terjadi perubahan tata guna lahan
yang semula hutan jati, kini berubah menjadi hutan beton,” tegasnya.

Menurut Eddy, industri banyak menghasilkan gas emisi, di mana gas ini tidak dapat leluasa
kembali ke atmosfer, akibat efek rumah kaca. Dengan Lama Penyinaran Matahari (LPM) lebih
dari 12.1 jam, maka kawasan ini sangat panas di siang hari dan relatif dingin di malam hari.
Perbedaan suhu antara malam dan siang sangatlah besar. Tanpa disadari, kawasan ini tiba-
tiba berubah menjadi kawasan bertekanan rendah. Kondisi seperti ini dimulai sejak 19
Februari 2024 dan di saat itulah, kumpulan massa uap air dari berbagai penjuru masuk ke
Rancaekek.
Proses ini terjadi agak lama, sekitar 24-48 jam. Diawali dengan pembentukan bayi awan-awan
Cumulus (dikenal sebagai Pre-MCS). Kemudian lambat laut membesar membentuk kumpulan
awan-awan Cumulonimbus (Cb) yang siap untuk diputar hingga membentuk pusaran besar,
dikenal sebagai puting beliung. “Walaupun mekanisme agak komplek untuk dijelaskan secara
rinci, namun dugaan kuat pusaran ini terjadi akibat adanya pertemuan dua massa uap air, dari
arah barat dan timur, lalu diperkuat dari arah selatan Samudera Indonesia. Ketiganya
berkumpul di satu kawasan yang memang telah mengalami degradasi panas yang cukup
tajam,” jelas Eddy. Hampir semua kejadian ekstrem seperti puting beliung di Rancaekek
misalnya, hingga kini relatif sulit diprediksi kehadirannya. Selain terbatasnya data yang
beresolusi tinggi, namun juga mekanisme pembentukannya, belum dipahami dengan baik dan
sempurna. “Adalah wajar jika kadangkala masing-masing kita memiliki pandangan berbeda,”
ungkap Eddy.

Menurut Eddy, ini memang kejadian langka, kebetulan yang terdampak satu kawasan yang
bernama Rancaekek. Ia mengimbau kepada masyarakat, selain tidak usah panik secara
berlebihan, yang lebih penting adalah ikuti terus informasi terkini yang diberikan oleh BMKG
atau BPBD atau lainnya, pantau secara rutin (reguler). Tidak mengaitkan kejadian ini dengan
hal-hal yang tidak masuk akal, tetap berpikir jernih dan logis. Sudah saatnya masyarakat diberi
pencerahan tentang kejadian-kejadian ektrem yang sepertinya akan bertambah di masa
mendatang. Karena kejadian ini terkait erat dengan perubahan suhu udara dan perubahan
tekanan udara yang tiba-tiba naik drastis. Maka, sudah saatnya dipasang alat pemantau
perubahan tekanan, bisa barometer atau lainnya. Dia juga berpesan, jangan menambah
kerusakan linkungan. Perbanyaklah menanam pepohonan, back to nature agar laju global
warming bisa kita redam. “Puting Beliung tidak bisa kita cegah (kita redam), namun tanda-
tanda kehadirannya bisa kita lihat, mulai dari langit mulai gelap, kecepatan angin permukaan
meningkat, suhu udara panas terik di siang hari, namun tiba-tiba mendingin di malam hari,
dan lainnya,” tambahnya.

➢ Kepala Pusat Riset Iklim dan Atmosfer Albertus Sulaiman

Angin puting beliung merupakan fenomena yang menarik dan masih merupakan buku terbuka
karena sifatnya yang unik, terjadi di ekuator, secara spasial tidak terlalu besar dan
berlangsung dalam tempo yang cukup cepat, sehingga sulit untuk di observasi. Dewasa ini
angin puting beliung terjadi dalam intensitas (kekuatan) yang semakin besar dimana mulai
mengancam masyarakat. "Mekanisme penguatan ini masih misteri, dimana masalah ini juga
terjadi pada gelombang ekstrem di laut. Penelitian yang intensif menunjukkan bahwa salah
satu sumber utama terjadinya gelombang ekstrem adalah interaksi antar gelombang
(gangguan yang menjalar) yang memenuhi Benjamin-Feir instability," ujar Sulaiman.
Menurut Sulaiman, kunci utama adalah understanding yaitu memahami mekanisme
pembentukan dan dinamika angin puting beliung dimana observasi/monitoring memegang
peranan penting. Lembaga yang dapat melakukannya dengan durabilitas tinggi adalah
BMKG. BMKG perlu lebih banyak lagi memasang intrumen seperti Automatic Weather Station
(AWS) dan radar dengan resolusi spasial dan temporal lebih tinggi di area yang sering terjadi
puting beliung. Saat ini observasi puting beliung hanya muncul dari foto dan video yang
dikirimkan dari saksi, tetapi ini juga sudah berarti.

Pusat Riset Artifisial Inteligen BRIN telah menggembangkan algoritma pengenalan pola dari
foto dan video. Pengabungan hasil pengenalan pola dan model deterministik (fluid dynamics)
dapat digunakan untuk lebih memahami mekanisme pembentukan dan dinamika angin puting
beliung dengan baik. "Kerjasama antar disiplin ilmu dan partisipasi masyarakat, diharapkan
mempercepat pemahaman kita tentang angin puting beliung sehingga deteksi dini, mitigasi
dan adaptasi dapat dilakukan," pungkasnya.

Link Referensi :

• https://tirto.id/mengapa-angin-puting-beliung-di-rancaekek-disebut-tornado-gWb1
• https://www.bbc.com/indonesia/articles/cndnnd18n4ro
• https://www.brin.go.id/press-release/117618/pusaran-angin-pada-kejadian-ekstrem-
di-rancaekek-sulit-diprediksi

Anda mungkin juga menyukai