Anda di halaman 1dari 4

Nama : Moch.

Nabil Karim Erwansyah


Nim : 420220106015
Matkul : Teknologi Pengelasan
Dosen Pengampu : Marsianus M.F. Hanmini, S.T., M.T.

Tugas

1. Pengujian yang dilakukan sebelum pengelasan meliputi. Sebutkan dan jelaskan.

2. Sebutkan dan jelaskan proses pengujian yang merusak spesimen uji?

3. Sebutkan dan jelaskan proses pengujian yang tidak merusak spesimen uji?

4. Jelaskan proses friction stir welding?

5. Jelaskan prinsip kerja Tool Material Friction Stir Welding?

Jawab

1. Sebelum proses pengelasan dilakukan, terdapat beberapa pengujian yang biasanya dilakukan
untuk memastikan bahwa material yang akan dielas sesuai dengan standar kualitas yang
diinginkan. Beberapa pengujian yang umum dilakukan sebelum pengelasan antara lain:

1. Pengujian Visual: Pengujian visual dilakukan untuk memeriksa kondisi permukaan


material, seperti keberadaan retak, keropos, atau cacat lainnya. Pemeriksaan visual ini
penting untuk menentukan apakah material memenuhi standar kebersihan dan integritas
permukaan yang diperlukan sebelum proses pengelasan dilakukan.
2. Pengujian Dimensi: Pengujian dimensi dilakukan untuk memastikan bahwa material
memiliki dimensi yang sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan. Ini melibatkan pengukuran
panjang, lebar, dan ketebalan material untuk memastikan keakuratan dimensi sebelum
dilakukan pengelasan.
3. Pengujian Kekerasan: Pengujian kekerasan dilakukan untuk menentukan kekerasan
material. Hal ini penting karena kekerasan material dapat mempengaruhi kemampuan
material untuk dielas dan kinerja struktur yang dihasilkan. Pengujian kekerasan sering
dilakukan menggunakan alat pengukur kekerasan seperti uji kekerasan Brinell, Vickers, atau
Rockwell.
4. Pengujian Kekuatan Tarik: Pengujian kekuatan tarik dilakukan untuk mengukur kekuatan
tarik material, yaitu kemampuan material untuk menahan gaya tarik sebelum mengalami
kegagalan. Pengujian ini memberikan informasi penting tentang kekuatan material dan
kemampuannya untuk menahan beban eksternal setelah dilakukan pengelasan.
5. Pengujian Kekuatan Impak: Pengujian kekuatan impak dilakukan untuk mengukur
kemampuan material untuk menahan beban impak atau benturan. Ini penting untuk
memastikan bahwa material memiliki ketahanan yang cukup terhadap benturan yang
mungkin terjadi selama operasi.

Pengujian-pengujian ini membantu memastikan bahwa material yang akan dielas memenuhi
standar kualitas yang ditetapkan sebelum proses pengelasan dilakukan. Dengan melakukan
pengujian sebelum pengelasan, dapat dihindari potensi masalah atau cacat pada pengelasan
akhir yang dapat mempengaruhi keamanan dan kinerja struktur yang dihasilkan.
2. Proses pengujian yang merusak spesimen uji dikenal sebagai pengujian destruktif. Dalam
pengujian destruktif, spesimen uji akan diubah atau rusak secara permanen selama proses
pengujian. Beberapa proses pengujian destruktif yang umum dilakukan dalam berbagai
bidang, seperti material, metalurgi, dan konstruksi, antara lain:

1. Pengujian Tarik: Dalam pengujian tarik, spesimen uji diberikan gaya tarik secara bertahap
hingga mencapai titik patah. Tujuan dari pengujian ini adalah untuk menentukan kekuatan
tarik maksimum, modulus elastisitas, dan sifat-sifat mekanik lainnya dari material. Pengujian
ini sering dilakukan untuk mengukur kekuatan dan elastisitas logam, plastik, atau bahan
komposit.
2. Pengujian Tekuk: Pengujian tekuk dilakukan untuk mengetahui kekuatan dan ketahanan
material terhadap beban tekanan. Spesimen uji diberikan beban tekanan hingga mencapai
titik patah atau terjadinya deformasi permanen. Hasil dari pengujian ini dapat memberikan
informasi tentang kekuatan material dan perilaku struktur yang terbentuk saat diberi beban
tekuk.
3. Pengujian Kekerasan: Pengujian kekerasan dilakukan dengan menekan benda uji dengan
beban tertentu menggunakan indenter atau benda keras lainnya. Pengujian ini bertujuan
untuk menentukan tingkat kekerasan material, yang mengindikasikan ketahanan material
terhadap penetrasi atau deformasi permanen. Pengujian kekerasan sering digunakan untuk
mengukur sifat-sifat mekanik material logam.
4. Pengujian Dampak: Pengujian dampak dilakukan untuk mengevaluasi ketahanan material
terhadap benturan atau beban impak. Spesimen uji diberikan gaya impak dengan energi yang
ditentukan, dan kemudian dianalisis hasilnya, seperti kecepatan patah atau energi yang
diserap oleh material. Pengujian dampak penting dalam menilai keamanan struktur yang
terkena beban impak, seperti kendaraan atau bangunan.

Pengujian-pengujian destruktif ini memberikan pemahaman yang mendalam tentang sifat-


sifat mekanik dan kualitas material. Meskipun merusak spesimen uji, informasi yang
diperoleh dari pengujian ini sangat berharga dalam pengembangan produk, penelitian
material, dan pemeliharaan struktur yang aman dan andal.

3. Proses pengujian yang tidak merusak spesimen uji dikenal sebagai pengujian non-destruktif.
Dalam pengujian non-destruktif, spesimen uji tetap utuh dan tidak mengalami perubahan
permanen selama proses pengujian. Beberapa proses pengujian non-destruktif yang umum
dilakukan dalam berbagai bidang, seperti industri manufaktur, perawatan infrastruktur, dan
bidang kedokteran, antara lain:

1. Pengujian Ultrasonik: Dalam pengujian ultrasonik, gelombang ultrasonik digunakan untuk


memeriksa keberadaan cacat atau ketidaksempurnaan dalam material, seperti retak,
porositas, atau zona yang tidak homogen. Gelombang ultrasonik dipancarkan ke dalam
material, dan pantulan gelombang ini dianalisis untuk mendeteksi keberadaan cacat dan
mengevaluasi kualitas material.
2. Pengujian Radiografi: Pengujian radiografi menggunakan sinar-X atau sinar gamma untuk
menembus material dan menghasilkan gambar radiografi. Dengan teknik ini, cacat internal
dalam material, seperti retak, porositas, atau ketebalan yang tidak merata, dapat dideteksi
tanpa merusak spesimen uji. Pengujian radiografi sering digunakan dalam inspeksi material,
pengujian struktur, dan diagnostik medis.
3. Pengujian Penetrasi Magnetik: Dalam pengujian penetrasi magnetik, spesimen uji dilumasi
dengan bahan feromagnetik, dan kemudian medan magnet diterapkan. Cacat atau
ketidaksempurnaan dalam material akan mempengaruhi medan magnet, yang kemudian
dapat dideteksi dengan pengamatan visual atau alat deteksi khusus. Pengujian ini berguna
untuk mendeteksi retak, porositas, dan ketidaksempurnaan permukaan dalam material
logam.
4. Pengujian Eddy Current: Pengujian eddy current menggunakan prinsip induksi
elektromagnetik untuk mendeteksi cacat atau perubahan dalam konduktivitas listrik
material. Arus eddy yang dihasilkan oleh medan elektromagnetik akan berubah jika ada cacat
atau ketidaksempurnaan dalam material. Pengujian ini umumnya digunakan untuk inspeksi
permukaan logam, pengujian kualitas, dan pengujian ketebalan lapisan.

Pengujian-pengujian non-destruktif ini memberikan cara yang efektif untuk memeriksa


kualitas dan integritas material tanpa merusak spesimen uji. Mereka memungkinkan
inspektur atau teknisi untuk mendeteksi cacat atau ketidaksempurnaan dalam material
dengan cepat dan akurat, yang memungkinkan tindakan korektif diambil dengan tepat waktu
untuk memastikan keamanan dan kinerja yang optimal dari material tersebut.

4. Friction Stir Welding (FSW) adalah metode pengelasan padat yang inovatif yang digunakan
untuk menggabungkan dua material logam tanpa mencairkan logam tersebut. Proses ini
melibatkan penggunaan alat berputar yang disebut "pin" untuk mengaduk dan memadatkan
material logam yang akan digabungkan. Berikut adalah penjelasan tentang proses friction stir
welding:
1. Persiapan Material: Sebelum proses pengelasan dimulai, permukaan material yang akan
digabungkan harus dipersiapkan dengan baik. Ini termasuk membersihkan permukaan
dari kotoran dan oksida, serta mengatur posisi dan orientasi material dengan tepat.
2. Pengaturan Alat: Alat friction stir welding terdiri dari pin dan bahu yang terpasang pada
mesin pengelasan. Pin terbuat dari bahan yang keras dan berputar pada kecepatan yang
tinggi, sementara bahu berfungsi untuk menekan material ke bawah. Ukuran dan bentuk
pin dapat disesuaikan sesuai dengan kebutuhan pengelasan.
3. Proses Pengelasan: Saat proses dimulai, pin akan menekan dan berputar di antara kedua
material yang akan digabungkan. Tekanan yang diberikan oleh pin akan menyebabkan
gesekan antara permukaan material, menghasilkan panas secara lokal. Namun, suhu
material tetap di bawah titik leleh, sehingga logam tetap dalam keadaan padat.
4. Pemadatan Material: Pada saat yang sama, pin juga akan memadatkan material di
sekitarnya, menghasilkan sambungan yang kuat antara dua material. Proses ini terjadi
tanpa pembentukan cacat seperti retak atau porositas, karena material tidak melewati
fase cair.
5. Pemindahan Alat: Setelah pengelasan selesai, alat digerakkan ke depan untuk
melanjutkan pengelasan ke area berikutnya. Proses ini berlanjut sampai seluruh
sambungan selesai dilakukan.

Keuntungan dari friction stir welding termasuk kekuatan sambungan yang tinggi,
kurangnya cacat seperti porositas atau retak, serta kemampuan untuk mengelas material
yang sulit dilas secara konvensional, seperti logam berlapis atau logam paduan. Proses ini
juga menghasilkan sambungan yang estetis dan seragam, karena tidak ada efek
pembakaran atau percikan yang terjadi. Friction stir welding digunakan secara luas dalam
industri otomotif, penerbangan, dan manufaktur lainnya untuk menghasilkan sambungan
yang berkualitas tinggi antara material logam.

5. Prinsip kerja alat pada Friction Stir Welding (FSW) didasarkan pada konsep aduk dan
memadatkan material logam tanpa mencairkan mereka. Alat terdiri dari sebuah pin dan
bahu yang dipasang pada mesin pengelasan. Berikut adalah penjelasan tentang prinsip kerja
alat pada FSW:
1. Pin: Pin merupakan bagian terpenting dari alat FSW. Pin ini terbuat dari bahan yang keras
dan memiliki bentuk khusus, seperti kerucut atau silinder dengan ujung runcing. Saat
proses pengelasan dimulai, pin akan menekan ke bawah dan berputar pada kecepatan
yang tinggi. Gerakan putaran pin menyebabkan gesekan yang tinggi antara pin dan
permukaan material logam.
2. Bahu: Selain pin, alat FSW juga dilengkapi dengan bahu yang berfungsi untuk menekan
material ke bawah saat proses pengelasan berlangsung. Bahu memberikan tekanan yang
diperlukan untuk menahan material di sekitarnya saat pin berputar.
3. Gesekan dan Panas: Ketika pin berputar dan menekan material, gesekan yang dihasilkan
antara pin dan permukaan material akan menghasilkan panas secara lokal. Meskipun
panas yang dihasilkan cukup tinggi, suhu material tetap di bawah titik leleh, sehingga
logam tetap dalam keadaan padat.
4. Aduk dan Pemadatan: Panas yang dihasilkan oleh gesekan memungkinkan material untuk
menjadi plastis, yang memungkinkan pin untuk "menyumbat" material ke arah
sampingnya, seperti adukan adonan. Pada saat yang sama, bahu memadatkan material
di sekitarnya. Proses ini menghasilkan sambungan yang kuat antara dua material, tanpa
pembentukan cacat seperti porositas atau retak.
5. Pemindahan Alat: Setelah pengelasan selesai, alat digerakkan ke depan untuk
melanjutkan pengelasan ke area berikutnya. Proses ini berlanjut sampai seluruh
sambungan selesai dilakukan.

Prinsip kerja alat pada FSW memungkinkan pengelasan material logam dengan cara yang
tidak memerlukan proses peleburan. Hal ini memungkinkan pembentukan sambungan yang
kuat dan seragam, serta mengurangi risiko terbentuknya cacat pada sambungan. Metode ini
telah menjadi pilihan yang populer dalam industri manufaktur untuk menghasilkan
sambungan yang berkualitas tinggi antara material logam.

Anda mungkin juga menyukai