Anda di halaman 1dari 31

MODUL KETERAMPILAN BAHASA INGGRIS

Disusun Oleh:
TIM DOSEN PRODI SARJANA TERAPAN MANAJEMEN INFORMASI KESEHATAN
STIKIM

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN MANAJEMEN INFORMASI KESEHATAN


DEPARTEMEN VOKASI
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA
MAJU JAKARTA
2019

i
Modul Keterampilan Bahasa Inggris

Nama Mahasiswa :
NPM :

Program Studi Sarjana Terapan Manajemen Informasi Kesehatan


Departemen Vokasi
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Indonesia
Maju 2019

ii
KATA PENGANTAR

Buku petunjuk praktikum ini disusun untuk memenuhi kebutuhan mahasiswa sebagai
panduan dalam melaksanakan praktikum Bahasa Inggris, untuk mahasiswa program studi D4
Manajemen Informasi Kesehatan (MIK) STIKIM. Dengan adanya buku petunjuk praktikum ini
diharapkan akan membantu dan mempermudah mahasiswa dalam memahami dan melaksanakan
praktikum Bahasa Inggris sehingga akan memperoleh hasil yang baik.
Materi yang dipraktikumkan merupakan materi yang selaras dengan materi kuliah Bahasa
Inggris. Untuk itu dasar teori yang didapatkan saat kuliah juga akan sangat membantu mahasiswa
dalam melaksanakan praktikum ini.
Buku petunjuk ini masih dalam proses penyempurnaan. Insha Allah perbaikan akan terus
dilakukan demi kesempurnaan buku petunjuk praktikum ini dan disesuaikan dengan perkembangan
ilmu pengetahuan. Semoga buku petunjuk ini dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.

Jakarta, September 2019

Penyusun

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL...........................................................................................................................i
KATA PENGANTAR..........................................................................................................................iii
DAFTAR ISI.........................................................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................................................1
BAB II LISTENING..............................................................................................................................2
BAB III SPEAKING..............................................................................................................................6
BAB IV READING.............................................................................................................................14
BAB V WRITING...............................................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................................21

iv
BAB I
PENDAHULUA
N

A. Latar Belakang
Keempat keterampilan berbahasa, yaitu Listening, Reading, Speaking, dan Writing
sering dikelompokkan menjadi dua kategori, yaitu dua keterampilan berbahasa yang disebut
pertama sebagai keterampilan reseptif, sedangkan dua yang disebut kemudian sebagai
keterampilan produktif. Dikatakan sebagai keterampilan reseptif karena ketika menyimak
dan membaca, pengguna bahasa hanya menerima informasi saja dan tidak menghasilkan
produk bahasa yang terlihat secara fisik. Sementara itu, dalam keterampilan produktif,
pengguna bahasa menghasilkan produk bahasa yang dapat diamati, yaitu berupa ujaran atau
tulisan. Namun demikian, penggolongan ke dalam dua kelompok itu sebenarnya
mengandungi kelemahan karena saat menyimak atau membaca, kita sebenarnya tidak hanya
menerima informasi saja, melainkan secara aktif menggunakan pengetahuan kita mengenai
dunia, menggunakan skema yang ada dalam benak kita, menggunakan informasi yang ada
pada teks, menebak, atau menggunakan kamus untuk memaknai tulisan yang ada di hadapan
kita. Dalam memaknai ujaran lisan, kita juga menggunakan pengetahuan kita mengenai tata
bahasa dan intonasi, serta mengabaikan ujaran yang dianggap tidak penting.
Dalam metodologi pengajaran bahasa, pembagian yang biasa digunakan bukan
berdasarkan keterampilan reseptif atau produktif, tetapi berdasarkan peristiwa yang terjadi
saat tindak komunikasi berlangsung. Saat kita menyimak tuturan teman bicara, kita tidak
hanya menyimak tetapi juga merespon secara aktif baik dalam bentuk lisan maupun tertulis,
dan mendapatkan informasi dalam bentuk teks, kita akan cenderung merasa lebih bermakna
jika merekonstruksinya kedalam bentuk tulisan. Dengan demikian, keterampilan menyimak
lebih dekat ke keterampilan berbicara, sedangkan keterampilan membaca lebih dekat ke
keterampilan menulis.
B. Tujuan Praktikum
1. Mahasiswa dapat mengidentifikasi persoalan-persoalan metodologis dalam
proses praktikum.
2. Mahasiswa dapat mengidentifikasi kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan
dalam perktikum keterampilan Bahasa Inggris.
3. Mahasiswa dapat memilih strategi pembelajaran yang tepat untuk pembelajaran
1
keterampilan Bahasa Inggris.

2
BAB II
LISTENIN
G

A. Metodologis
Mahasiswa hendaknya diberi kesempatan sebanyak mungkin untuk mendengarkan
Bahasa Inggris pada tingkat yang tepat. Tingkatannya harus mudah atau sedikit di atas
tingkat kemampuan mereka saat ini. Jika tingkatannya terlalu tinggi, mahasiswa akan
kehilangan rasa percaya diri dan menjadi pasif. Latihan mendengarkan sebaiknya dilakukan
melalui tape recorder, atau langsung dari dosen. Latihan mesti dilakukan secara merata di
antara pembelajaran yang diberikan dan tidak boleh diberikan sekaligus. Dosen harus
mendorong mahasiswa untuk menyetel kaset atau CD di mobil atau di rumah, menganjurkan
mahasiswa menonton video, atau menggunakan perangkat lunak komputer berbahasa
Inggris.
Ketika pertama kali menemukan kosakata dan pola baru dari kegiatan mendengarkan
yang dilakukan, maka dapat berinteraksi dengan sewaktu berbicara dan menyajikan
kosakata dan pola baru itu sebagai teka-teki. Misalnya, ketika dapat bertanya,” What sport
do you like?” sambil senyum sementara mereka tidak akan mampu menjawabnya. Maka
dapat mendorong untuk bertanya hal yang sama dan membuat paham dari jawaban yang
berikan. Dengan cara seperti itu, maka belajar dengan memaknai keseluruhan satuan bahasa,
melalui berpikir dan menebak. Ketika mengandalkan tape recorder, maka akan cenderung
kurang berinteraksi dan agak pasif sehingga diperlukan adanya latihan sebelum kegiatan
mendengarkan dimulai. Latihan itu mencakupi penggunaan bahasa yang digunakan dalam
kaset secara interaktif, melakukan permainan, atau meminta mahasiswa mengerjakan teka-
teki sewaktu mendengarkan kaset.
Kapanpun saat belajar bahasa Inggris, maka akan dapat memahami lebih banyak dari
apa yang dapat digunakan secara komunikatif. Terdapat sebuah pemahaman di luar tingkat
kemampuan komunikasi saat ini yang berisi kata-kata, pola-pola dan satuan bahasa yang
mudah dipahami, namun belum terinternalisasi secara mendalam sehingga belum dapat
menghasilkan ragam bahasa tertentu secara aktif dan fleksibel. Jika hal tersebut berisi
pasokan butir bahasa yang kaya yang akan segera dapat menghubungkan dengan model
mental bahasa Inggris yang ada, maka kemampuan untuk berkomunikasi akan cenderung
meningkat lebih cepat.
3
B. Scaffolding
1. Mengembangkan strategi khusus
Salah satu strategi penting yang harus dikembangkan oleh anda adalah”
menebak secara cerdik”. Sehingga terbiasa menggunakan latar pengetahuan
mereka untuk memaknai apa yang mereka tidak pahami. Anda harus menyadari
kondisi itu sehingga dapat memastikan memberi dukungan dan meningkatkan
kesadaran mengenai manfaatnya. Beberapa strategi menyimak yang penting
adalah:
a. Memperkirakan: Sebelum menyimak sesuatu, akan sangat bermanfaat
mendorong menerka apa yang akan dipelajari. Gunakan gambar untuk
mendorong menerka topik, bahasa atau beberapa hal rinci lainnya. Saat
mereka sedang menyimak, berhentilah untuk menanyakan tentang apa yang
kira-kira akan muncul kemudian. Kedua cara itu mendorong untuk mengecek
apakah perkiraannya cocok dengan kenyataan yang mereka dengar atau tidak
yang tentu saja akan menjaga motivasi mereka tetap tinggi. Kedua kegiatan
itu juga memungkinkan kata kunci atau pokok pikiran diperkenalkan
sehingga memupuk perasaan berhasil dan rasa percaya diri.
b. Menemukan makna berdasarkan konteks: Meskipun anda nantinya
menyebutkan atau bahkan menerjemahkan kosakata baru sebelum
mendengarkan sesuatu, anda harus mendorong penggunaan gambar,
pengetahuan umum, atau pesan itu sendiri untuk menemukan makna kosakata
yang belum dikenal.
c. Mengenal pola dan pemarkah wacana: Kata seperti first, then, finally, but,
and, dan sejenisnya memberikan penanda penting akan apa yang muncul
kemudian didalam teks. Pemarkah urutan biasanya sangat penting dalam
ceritera atau teks prosedur.
2. Mengorganisasikan proses praktikum
Perkembangan keterampilan menyimak tidak boleh tergantung pada
keberadaan kaset, VCD, CD, MP3 atau lainnya. Kebanyakan kegiatan menyimak
disandarkan pada bahasa anda (teacher talk). Namun demikian, kaset atau
sejenisnya akan sangat berguna sebagai model lisan bahasa Inggris. Kaset akan
berguna untuk memperkenalkan variasi bahasa dengan membuat” selasar
menyimak”. untuk digunakan oleh dua atau tiga orang, yang lainnya

4
mengerjakan

5
hal lain sehingga diperlukan adanya selasar menyimak (listening corner) dengan
sebuah lemari atau tabir sehingga dapat memberikan kepada sebuah ruangan yang
tenang untuk memberi kesepatan kepada mereka menyimak secara berpasangan
atau berkelompok. Kaset rekaman diperlukan untuk kepentingan ini dan idealnya
disertai pula oleh seperangkat gambar, buku atau potongan kalimat.
C. Dictation
Latihan dikte atau imla sangat penting terutama untuk mengembangkan kesadaran atas
bunyi fonem dan dikte juga dapat sangat menyenangkan. Kita dapat mendiktekan bunyi
yang harus digambar dan dapat memilih di kotak mana bunyi itu dapat ditulis dan mendapat
nilai jika mereka memilih kotak tertentu. Dapat pula menggunakan lembar kerja yang di
dalamnya ada bunyiatau kata tertentu. Lalu menyimak bunyi atau kata yang didiktekan dan
harus memilih bunyi atau kata yang benar dan menggabungkannya untuk membentuk
gambar. Permainan yang dapat digunakan untuk kegiatan ini adalah Treasure Hunt
Challenge, Bingo atau Chopstick Spelling.
Penggunaan dikte dalam teknik pengajaran tradisional adalah teks dibacakan oleh
anda atau diputar di kaset secara keseluruhan, dan hanya mencoba memahaminya. Teks
dibagi-bagi ke dalam bagian yang lebih kecil dan antar tiap bagian itu ada jeda. Saat jeda
itulah harus menulis apa yang disimak. Dikte dapat dibuat lebih menarik dengan curah
pendapat mengenai jawaban atas pertanyaan siapa mendiktekan apa, kepada siapa, siapa
yang memilih teks, berapa panjang teks yang tepat, bagaimana suara pendikte yang cocok,
berapa banyak yang harus ditulis, dan siapa yang mengoreksinya. Sebenarnya, bila
digunakan dengan baik, dikte akan memiliki beberapa keuntungan seperti: 1) selama dan
sesudah latihan menjadi aktif, 2) dapat mengarah ke kegiatan komunikasi lisan, 3)
mendorong berpikir di bawah sadar, 4) dapat digunakan untuk kemampuan beragam, 5)
dapat digunakan untuk kelompok besar, 6) dapat memberi jalan untuk mengakses teks yang
menarik. Ada beberapa teknik dikte yang mungkin dilakukan yaitu lomba dikte dialog, dikte
angka, relay pelafalan (pronunciation relay), membangun dengan blok, dan dikte gambar.
D. Story
Cerita menekankan keterlibatan penggunaan bahasa asing dalam konteks otentik yang
kaya. Cerita menawarkan dunia imaginasi secara lengkap yang dapat murid masuki dan
nikmati sambil mereka mempelajari bahasanya. Kekuatan sebuah cerita yang terkadang
berkisar seputar mistik dan magis mungkin ditimbulkan karena keterkaitannya dengan ciri
puitis dan literatur di satu sisi serta kehangatan pengalaman di sisi lain. Cerita berfungsi

6
sebagai metafora bagi masyarakat atau bagi kondisi psikis kita yang paling dalam dan
pembacaan cerita dapat merupakan peristiwa yang kaya dan intim yang berbeda jauh dengan
buku pelajaran. Sehingga dapat melayani dengan baik melalui upaya klarifikasi cerita yang
baik untuk kelas bahasa. Bercerita merupakan kegiatan lisan, dan cerita berbentuk seperti
yang kita kenal selama ini adalah karena dirancang untuk disimak dan dalam beberapa kasus
untuk melibatkan penyimaknya dalam cerita itu. Karakteristik utama sebuah cerita adalah
pengorganisasiannya dimana peristiwa terjadi dalam titik waktu yang berbeda. Peristiwa itu
terjadi dalam urutan temporal. Ciri pengorganisasian lainnya adalah struktur tematisnya,
yaitu terdapat beberapa faktor kepentingan utama yang berubah dalam rentang waktu
tertentu dalam cerita tersebut.
E. Total Physical Response (TPR)
TPR merupakan metode pembelajaran yang didasarkan pada koordinasi antara ujaran
dan tindakan yang dikembangkan oleh James Asher, seorang Profesor di San Jose
University, California. Metode itu dihubungkan dengan teori memori atau daya ingat yang
menyebutkan bahwa semakin sering atau intensif hubungan memori ditelusuri, akan makin
kuat memori itu. Asher tidak secara langsung menyebutkan pandangannya akan bahasa,
namun Richards dan Rogers mengatakan bahwa kegiatan memberi label atau menandakan
kegiatan didasari oleh pandangan bahasa struktural. Teori belajar bahasa Asher nampaknya
sama dengan teori belajar bahasa psikologi behavioris. Prinsipprinsip respon fisik total atau
TPR ini di antaranya adalah:
1. Belajar bahasa kedua sejajar dengan belajar bahasa pertama dan harus merefleksikan
proses alamiah yang sama.
2. Menyimak harus berkembang sebelum berbicara.
3. Anak merespon secara fisik atas bahasa lisan.
4. Jika menyimak pemahaman telah berkembang, ujaran lisan akan berkembang secara
alamiah daripadanya.
TPR dapat pula dimodifikasi ke dalam bentuk lain, misalnya, untuk memberi lebih
banyak kesempatan untuk berbicara. Juga dapat diminta mengatakan apa pun yang
dilakukan. Jika anda mengatakan, please stand up, murid dapat berdiri dan secara bersama-
sama mengatakan, we are standing up. Ini dilakukan karena membutuhkan lebih banyak
kesempatan untuk berbicara. Salah satu kelemahan modifikasi ini adalah menyebabkan
pelajaran bahasa Inggris menjadi ritual yang dipicu menjadi sangat aktif namun tidak
memiliki banyak kesempatan untuk berpikir berkembang sebagai pembelajar mandiri.

7
BAB III
SPEAKIN
G

A. Methodological issues
Kebanyakan mahasiswa menganggap bahwa belajar bahasa asing sama dengan belajar
bagaimana mengucapkan bahasa itu, dan karena mereka datang ke kelas setelah
menguasai bahasa pertama atau bahasa kedua yang mereka lakukan dengan mudah,
mereka beranggapan menguasai bahasa asing pun akan mudah pula. Akibatnya, mereka
ingin hasil belajarnya terlihat dengan cepat, yaitu ingin memperlihatkan orang lain
termasuk orang tua bahwa mereka bisa berbahasa Inggris. Jika motivasi itu ingin tetap
ada, mereka harus diberi kesempatan untuk berbicara bahasa Inggris secepat dan
sebanyak mungkin sehingga mereka merasa mengalami kemajuan dan mampu memenuhi
harapan mereka sehingga terhindar dari kekecewaan.
Adalah sangat penting bagi mahasiswa untuk memulai pelajaran pertamanya dengan
beberapa kata bahasa Inggris untuk dibawa pulang. Misalnya, dengan mengajarkan
mahasiswa konsep-konsep dasar seperti angka, warna, dan lain-lain yang dapat menjadi
dasar untuk kegiatan berikutnya. Pelajaran pertama sering dipusatkan pada pembelajaran
salam sederhana dan perkenalan. Mahasiswa juga dapat diberi nama Inggris walaupun jika
mereka mau mereka tetap menggunakan namanya sendiri. Mengajarkan mahasiswa
beberapa lagu atau rima akan juga memberi kesan bahwa mereka belajar bahasa Inggris
dengan cepat.
Banyak program pelajaran dimulai dengan pelajaran untuk membantu mahasiswa
memahami mengapa mereka belajar bahasa Inggris dan mungkin dengan membahas
orang terkenal seperti SBY atau Desi Anwar yang berbahasa Inggris serta negara-negara
berbahasa Inggris seperti Inggris, Amerika Serikat atau Australia. Anda dapat meminta
mahasiswa anda berpikir mengenai beberapa kata bahasa Inggris yang mereka ketahui
seperti hamburger, tennis, football, jeans, hotel, radio, computer, SMS, dan lain-lain.
Perhatian
dapat dipusatkan pada bagaimana kata-kata itu diucapkan dibandingkan dengan bahasa
ibu mereka sehingga dengan demikian anda sekaligus memberikan pengenalan yang
bermanfaat untuk mengenal karakteristik pelafalan bahasa Inggris. Tujuannya adalah
untuk memupuk kesadaran mereka akan bahasa dan juga rasa percaya diri mereka.

8
Dalam tahap awal pembelajaran, tidak akan banyak ujaran spontan yang akan

9
dihasilkan mahasiswa. Pada tahap awal bahasa Inggris yang mereka hasilkan adalah
bahasa rumus (formulaic), yaitu bahasa yang dihasilkan sebagai satu kesatuan daripada
yang dihasilkan dengan menggabungkan kata-demi kata. Bahasa formulaik itu biasanya
berisi bahasa rutin atau pola-pola yang mahasiswa hapalkan dan yang memungkinkan
mereka berkomunikasi dengan kemampuan bahasa minimal. Karena bahasa seperti itu
diulangi setiap hari, mahasiswa dapat mempelajarinya dengan tepat dan mempunyai kesan
bahwa mereka berbicara banyak. Bahasa formulaic terdiri dari:
Sapaan sederhana: Hello! How are you? I’m fine, thank you. And you?
Bahasa Inggris sosial: Did you have a nice vacation? Have a nice trip?
Rutin: What’s the date? What’s the weather like today?
Bahasa kelas: Listen, repeat, Sit down, work in pairs. Good.
Meminta izin: May I go to the toilet? Can I clean the board? Can I wash my hands?
Can I look at a book?
Strategi komunikasi: Can you say that again, please? How do you say …. In English,
please? What does …mean, please? I don’t understand. Can I have a
….,please?
Dengan menyimak kosakata di atas secara terus menerus, mahasiswa akan belajar
bagaimana cara menggunakannya. Frase-frase itu dapat pula ditulis dalam gelembung
bicara yang nantinya ditempel dalam ruang pamer (display) kelas.
Mahasiswa dapat menyimak bahasa Inggris di rumah, membaca di rumah, bahkan
menulis di rumah, tetapi kebanyakan mereka mempunyai sedikit kesempatan untuk
berbicara di rumah. Jika mahasiswa anda ingin berbicara bahasa Inggris, masing-masing
di antara mereka harus mempunyai banyak kesempatan berbicara selama pelajaran anda.
Mereka perlu latihan, latihan dan latihan. Jika kelas besar, anda harus membaginya
dengan berpasangan atau berkelompok sehingga masing-masing mahasiswa dapat
berbicara lebih banyak dan di dalam kelas, mahasiswa harus bermain games dimana
mahasiswa banyak menggunakan bahasa Inggris. Mereka membutuhkanpengulangan pola
atau struktur beberapa kali tetapi mereka harus melakukannya dengan cara yang
bermakna, bukan dengan drill.
Dapat berkomunikasi berarti dapat menggunakan pola-pola bahasa Inggris secara
fleksibel dalam situasi baru untuk mengungkapkan pikiran dan perasaan yang asli dan
fokus anda sebagai anda adalah membangun keterampilan jangka panjang yang akan
memungkinkan melakukannya. Anda harus memusatkan perhatian pada:

1
Memperkenalkan dan melatih pola bahasa dalam cara yang bermakna bagi
mahasiswa seperti melalui games dimana mahasiswa secara alami ingin
mengungkapkan perasaannya dan juga melalui personalisasi.
Melatih pola-popa baru dikombinasikan dengan pola lain yang telah mahasiswa pelajari
sehingga mereka lebih mudah menginternalisasinya.
Memberi banyak kesempatan kepada mahasiswa untuk menebak bagaimana
menggunakan pola secara fleksibel dalam situasi baru.
Menumbuhkan rasa percaya diri kepada mahasiswa untuk berbicara di depan orang lain
dengan secara mandiri dengan mahasiswa lain dan seluruh kelas.
Membangun kekuatan dari dalam diri mahasiswa untuk menangani situasi baru dan
membingungkan dengan memberi mereka teka-teki untuk dipecahkan dan memastikan
akhirnya mereka berhasil.
Memusatkan pada bentuk Tanya pola baru sehingga mahasiswa dapat bertanya apa
yang tidak diketahuinya. Mereka dapat mempelajari, What is it? Pada saat bersamaan ia
mempelajari It’s a cat. What’s she doing? sebelum atau saat ia mempelajari She’s
sleeping.
Kita dapat memperkenalkan bentuk tanya dengan terlebih dahulu menyembunyikan
dan perlahan-lahan memberitahukan sebuah obyek atau gambar menarik, menirukannya,
menyembunyikan sesuatu di belakang kita, gambar setengah jadi, meminta mahasiswa
yang lebih banyak mengetahui bahasa Inggris untuk mengerjakan sesuatu, atau
membangkitkan rasa ingin tahu mahasiswa dengan cara lainnya. Ketika mahasiswa mau
bertanya seperti, “What is it? Atau Where is it? Atau What are you doing? Dan mencoba
mengungkapkan gagasannya, anda harus memberi mereka pertanyaan yang tepat. Mereka
kemudian dapat menggunakan pertanyaan tersebut untuk menanyakan benda-benda yang
ada di kelas, gambar, sesuatu yang ada di sekitar jendela, benda atau hal tertentu
dalam games dan teka-teki lainnya yang anda pastikan mereka temui dalam kehidupan
sehari-hari.
B. Mengorganisasikan Kegiatan Berbicara
Kegiatan berbicara dalam Tabel 3 di bawah ini menghendaki mahasiswa untuk
bekerja sama berpasangan atau berkelompok atau bergerak terus di dalam kelas.
Pertimbangan harus diberikan atas bagaimana kelas harus disusun agar semua kegiatan itu
berjalan mulus. Pertama, anda harus mengenal semua mahasiswa yang ada di kelas
yang

1
dapat

1
dilakukan antara lain dengan menuliskan nama-nama mahasiswa yang anda biasa
kelompokkan di dinding dan jika anda mengabsen, lihatlah wajahnya saat mereka menjawab.
Dapat pula anda meminta mahasiswa menuliskan namanya pada sehelai kertas karton lalu
mereka menempelkannya di dada mereka atau menyimpannya di depan mereka. Setelah
pelajaran selesai anda kumpulkan lalu bagikan lagi pada awal pelajaran berikutnya. Rencanakan
posisi mahasiswa duduk di kelas. Pertama, biarkan mereka duduk pada kelompok yang
sama, lalu setelah anda mengenal nama mereka anda dapat mengubah susunan
kelompoknya.
Kedua, usahakan agar mahasiswa tetap fokus pada pelajaran dengan cara memanggil nama
mahasiswa yang masih berbicara. Mulailah kegiatan baru dengan memberi perintah untuk
menarik perhatian mereka. Lakukan kontak mata dengan mahasiswa yang masih rebut untuk
memastikan bahwa perilaku mereka diawasi. Menunggu hingga kelas hening sebelum anda
melakukan kegiatan yang baru.
Berman (1988) menyebutkan bahwa pembelajar usia dini lebih suka bekerja sendiri dan
mungkin enggan berbagi. Memaksakan kerja berpasangan atau berkelompok pada mahasiswa
yang belum siap dapat menimbulkan dampak yang negatif. Untuk beberapa kegiatan, akan
sangat berguna mengorganisasikan kelas secara berpasangan daripada berkelompok dimana
mahasiswa dapat bekerja dengan teman yang lebih dekat kepadanya. Pilihan lainnya, mahasiswa
dapat bekerja saling memunggungi terutama ketika mereka melakukan kegiatan yang berpusat
pada kesenjangan informasi atau berdasarkan informasi yang telah anda tuliskan di papan
tulis.
Ada beberapa cara mengorganisasikan mahasiswa untuk bekerja bersama-sama. Yang paling
mudah adalah meminta mahasiswa yang berdekatan untuk bekerja berpasangan. Cara yang
kedua adalah menyerahkan pembentukan kelompok pada mahasiswa. Walau cara ini populer,
mahasiswa dapat terganggu perhatiannya atas tugas yang diberikan dan malah ngobrol. Cara
lain membentuk kelompok adalah berdasarkan proyek yang sedang mereka kerjakan atau
berdasarkan bahasa yang baru saja mereka pelajari. Misalnya, ketika mahasiswa mengerjakan
proyek bertema Birthday, pengelompokkan dapat dilakukan berdasarkan bulan, tahun atau hari.
Ketika bekerja dalam kelompok, mahasiswa harus disiplin dan ini perlu latihan. Mahasiswa
harus terbiasa berbicara dan berhenti jika orang lain berbicara.
Dalam kegiatan berbicara, mahasiswa mungkin pula akan merekam dan menyimak
suaranya sendiri untuk kegiatan seperti menceriterakan kembali sebuah ceritera. Kebanyakan
mahasiswa menganggap kegiatan tersebut sangat memotivasi
1
dan dapat membantu mereka menjadi sadar akan struktur dan kosakata yang mereka gunakan
dan juga atas beberapa aspek pelafalan. Idealnya menyediakan sebuah lab bahasa mini yang
senyap di sudut ruangan tertentu dan ini dapat digabungkan dengan “listening corner.”
C. Dialog
Dengan cara yang sama seperti ketika belajar aspek bahasa Inggris lainnya, adalah sangat
penting bagi mahasiswa untuk mempraktekkan dialog dengan cara yang bermakna dan
mendorong keterlibatan emosi yang sesungguhnya. Anda jangan berpikir bahwa mengajarkan
komunikasi berarti meminta mahasiswa menghapal dialog. Ini mungkin akan bermanfaat jika
mahasiswa akan pergi ke luar negeri minggu depan atau mempunyai kebutuhan segera untuk
menggunakan pola-pola itu dalam dialog. Pada kenyataannya tidak semua mahasiswa berada
dalam situasi itu.
Namun mempraktekkan dialog situasional bisa sangat menyenangkan dan hal itu juga dapat
menjadi media untuk mengembangkan keterampilan komunikatif dalam jangka panjang. Dialog
itu di dalamnya mesti berisi pola-pola yang dapat ditransfer pada situasi lain dan daripada
meminta mahasiswa mengulang dialog tersebut, anda dapat mendorong mereka untuk
memilih apa yang harus dikatakan dan menggunakan dialog tersebut secara fleksibel untuk
mengungkapkan pikiran dan perasaan yang sesungguhnya.
Idealnya, anda dapat mengintegrasikan pola-pola dialog fungsional dengan banyak pola-pola
yang mahasiswa dapat pelajari sedikit demi sedikit dalam silabus inti. Dengan cara ini mahasiswa
akan memiliki pemahaman atas bahasa Inggris yang tidak menekankan pada pemisahan antara
tatabahasa dan dialog fungsional; dan melihat kedua aspek itu saling berhubungan. Perhatikan
contoh-contoh di bawah ini mengenai bagaimana kita menggabungkan pola fungsional dan pola
struktural. Struktur baru merupakan keinginan, dan pola fungsional, “How about ….? Here you
are! Beberapa contoh dialog dapat dilihat di bawah ini.
Di toko binatang peliharaan
1) Gunakan game untuk mengkaji ulang kata sifat yang mahasiswa-mahasiswa akan butuhkan
untuk menggambarkan hewan (misalnya, big, dangerous, cute, noisy, naughty, wild, tame, tall,
fast) atau yang berguna ketika mereka belanja (misalnya, cheap, expensive, price, how much,
etc.).
2) Tempatkan antara 10 dan 20 hewan berbentuk flashcards atau hewan mainan pada tempat yang
dilihat para mahasiswa. Masukan binatang buas, serangga, reptil, binatang purba atau
bahkan monster.
3) Sambil tersenyum, anda mengatakan, It’s a pet shop, atau perlihatkan kepada mahasiswa

1
foto toko binatang peliharaan. Kemudian minta seorang mahasiswa ke depan kelas. Mahasiswa
lainnya boleh berdiri di sekitarnya untuk membantu.
4) Beri tanda pada binatang-binatang itu dan katakan, “What animal do you want? Jika para
mahasiswa tidak memahaminya, beri isyarat kepada mereka agar memilih salah satu hewan
tersebut.
5) Jika mahasiswa itu menunjuk ke kelinci, anda harus mengatakan, I want a rabbit, kemudian
katakana dengan isyarat yang jelas, A rabbit? But rabbits are very naughty, they jump all over
the place, and they are very expensive. How about a gorilla? (Anda pilih satu ekor hewan yang
kira-kira dia tidak inginkan).
6) Jika kelihatan negative, doronglah dia agar mengungkapkan perasaannya dan katakanlah
sesuatu, misalnya, No Thank you! I don‟t wants a gorilla! They are very big and they‟re very
dangerous. Mungkin dia membuthkan pertolongan atau kita perlu memberinya petunjuk.
7) Sarankan satu atau dua hewan lainnya (snake or a cat) dan doronglah mereka untuk
mengungkapkan reaksinya dengan bantuan mahasiswa yang lain.
8) Dia boleh memutuskan apakah dia masih menginginkan kelinci atau dia boleh memilih hewan
lainnya. Akhirnya, berikan kepadanya sambil mengatakan seperti. OK Here you are. That’s
$1,000 (Katakan harga yang mahal dalam rupiah, Rp 9.000.000)
9) Jika dia kelihatan kaget dengan harganya, dorong agar ia mengungkapkan perasaannya dengan
mengatakan. $1,000 That’s too expensive! Lalu katakan seperti, OK You are a good girl, What
about $900? (Masih mahal)
10) Mungkin anda perlu menolongnya dengan mengatakan, “That‟s still very expensive!
Dan kita dapat menyarankan hewan lain. Mungkin dapat pula berakhir dengan ia masih
tetap menginginkan kelinci itu atau berubah pikiran. Akhirnya, anda berikan hewan yang ia
inginkan, dengan mengatakan, here you are, dan dorong ia menjawab, Thank you very much.
11) Dialog dapat berlanjut lebih panjang atau dapat berhenti setelah dia mendapatkan kelinci itu.
Mahasiswa yang lain kemudian membuat dialog yang sama berpasangan atau bergantian di
depan kelas jika kelasnya kecil. Pastikan bahwa pola gramatikal dan fungsional terintegrasi.
Pemahaman mahasiswa atas kata sifat telah diperluas dan mereka telah didorong untuk
menggunakan pola baru ketika mereka mencoba mengungkapkan perasaannya. Saat dialog
juga mahasiswa memutuskan sesuatu berdasarkan pertimbangannya sendiri.
D. Hewan dan Wayang
Mahasiswa perlu mempraktekkan semua jenis dialog yang beberapa di antaranya seperti
pembicaraan telepon atau belanja ti dak sukar untuk dilakukan. Misalnya, ketika nelpon,

1
mahasiswa dapat menggunakan telpon mainan dan ketika berbelanja meja dapat diubah menjadi
konter kasa. Namun demikian, kelas memiliki keterbatasan. Salah satu upaya mengantisipasinya
adalah menggunakan boneka atau orang-orangan. Mahasiswa dapat menikmati bermain peran
dengan boneka dan mainan. Seiring berjalannya waktu, tokoh yang menjadi favorit mahasiswa
akan berkembang menjadi karakter dan suaranya sendiri dan mereka dapat menikmati bagaimana
boneka atau mainan tertentu bertindak pada situasi tertentu.
Boneka atau hewan mainan dapat digunakan untuk mempraktekkan semua pola dialog.
Mahasiswa dapat mempraktekkan “can” atau “like” setelah membuat kalimat I can …. Atau, I
like ……. Setelah itu mereka dapat membayangkan bagaimana mainan hewan sepeti dinosaurus
atau singa dapat lakukan. Mainan itu dapat juga bergabung dalam permainan dan melakukan hal-
hal seperti melempar dadu atau memindahkan bidak mereka pada permainan ular tangga
misalnya, melempar bola, atau main kartu yang dioperasikan oleh mahasiswa tertentu.
E. Bahasa Kelas
Anda dapat menggunakan bahasa Inggris untuk interaksi di kelas. Dalam beberapa menit
anda mengatakan, “Open your books, atau Please write. Anda dapat meniru membuka buku atau
menulis, namun setelah beberapa saat anda berhenti melakukannya dan hanya memberi perintah
dalam bahasa Inggris. Mahasiswa juga dapat menggunakan bahasanya sendiri untuk mengatakan
seperti, where are the dice? It’s my turn atau It’s very hot. Setelah mereka melakukan itu semua
secara alami, kita dapat membantu mereka mengungkapkannya dalam bahasa Inggris. Di
bawah ini ada beberapa bahasa Inggris untuk di kelas.

Ungkapan sederhana. Minta pertolongan.


Good afternoon! Could you repeat that, please?
How are you today? What‟s this in English?
Thank you. What‟s that in English?
I‟m sorry. How do you spell ….?
I don‟t I don‟t understands. Please
knows. help me. How do I say …?
Goodbye! Could you pass me the pen, please!
See you next week.
May I open the window?

1
Antara mahasiswa Dari anda
Can I borrow your …, please? Guess.
Here you are. Please stand up.
Sure. Please open your book.
It‟s my turn. Let‟s write.
It‟s your turn. Let‟s go home.

1
BAB IV
READIN
G

A. Pengantar
Metode pembelajaran membaca yang banyak di anut di banyak Negara adalah pendekatan
kesetimbangan dengan berbagai metode seperti phonics (menelusuri hubungan antara huruf dan
bunyi), look and say (pengenalan kata yang dikaitkan dengan makna) dan language experiences
(pengalaman bahasa). Metode look and say menekankan pengenalan kata-kata yang umum
digunakan seperti the, he, she, is, dll sehingga sebagian di antara proses membaca itu menjadi
otomatis. Ketika diperkenalkan dengan tulisan bahasa Inggris, mahasiswa akan segera menyadari
bahwa ejaan tidak selalu menolong mereka dalam membaca. Untuk mengembangkan kesadaran akan
tulisan, tatalah ruang kelas menggunakan dengan tulisan fungsional seperti alphabet, flashcards,
poster, syair lagu atau marka lalu lintas menggunakan bahan yang sudah jadi atau membuat sendiri.
Anda dapat membuat label untuk alat tertentu menggunakan karti, gunting dan lem. Buatlah
pajangan atau etalase kelas dengan informasi atau pertanyaan menggunakan bahasa Inggris yang
dapat dihubungkan dengan bahasa kelas rutin. Selain itu, anda juga dapat menggunakan bahan
berbahasa Inggris yang terdia di sekitar (environmental print) seperti label makanan, T-Shirts,
spanduk, atau iklan.
Sangat penting untuk memperkenalkan keterampilan membaca setelah memiliki keterampilan
lisan sehingga sehingga membacanya akan berdasarkan makna bukan hanya mengalihkan kode dari
tulisan ke lisan. Pada tahap awal, kegiatan membaca akan menggabungkan membaca secara
bermakna pada tingkat kalimat dengan dengan membaca mandiri pada tingkat huruf dan kata. Anda
harus membantu menghubungkan antara huruf, kata, dan gambar melalui lagu, alat bantu visual,
games dan sejenisnya. Permainan sederhana seperti teka-teki mencari kata akan membantu mengenal
kombinasi kombinasi huruf yang umum terjadi yang dapat membentuk kata.
B. Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar membaca
Beberapa faktor yang mempengaruhi belajar membaca dalam bahasa Inggris sebagai bahasa
asing adalah bahasa pertama, pengalaman keberwacanaan sebelumnya dalam bahasa pertama,
pengetahuan atas bahasa asing yang dipelajari serta usia. Bahasa pertama berpengaruh karena setiap
bahasa memiliki struktur yang berbeda sehingga pemaknaannya pun berbeda. Ketika kita belajar
bahasa pertama, otak kita bekerja layaknya seperti bagaimana bahasa pertama bekerja dan kita

1
memperhatikan pemarkah makna mana yang paling bermanfaat. Ketika mempelajari bahasa baru,

1
otak kita menerapkan pengalamannya dengan bahasa pertama dan mencari pemarkah makna yang
paling bermanfaat. Salah satu bagian dari belajar bahasa asing adalah mengembangkan pemahaman
baru mengenai pemarkah makna baru tertentu yang dimiliki bahasa baru tersebut. Ini berlaku juga
dalam bentuk tulisan. Misalnya, bahasa Spanyol lebih memiliki hubungan yang lebih teratur antara
ejaan dan pengucapan dibanding bahasa Inggris sehingga informasi yang diberikan dalam tingkat
huruf dalam bahasa Spanyol lebih dapat dipercaya daripada dalam bahasa Inggris.
Pengalaman keberwacanaan bahasa pertama yang dialami juga berpengaruh atas pembelajaran
membaca dalam bahasa Inggris sebagai bahasa asing. Jika hanya sebagian kecil saja pengetahuan
dan keterampilan keberwacanaan dalam bahasa pertama yang berkembang, kemungkinannya hanya
ada beberapa aspek saja yang dapat ditransfer sehingga hanya sebagian pula yang dikuasai. Ada pula
kemungkinan akan mencapuradukkan pengetahuan, keterampilan dan strategi kedua bahasa itu dan
bahkan bisa menimbulkan transfer negatif, misalnya, strategi membaca dalam bahasa asing
diterapkan dalam strategi membaca bahasa pertama.
Faktor lain yang mempengaruhi pembelajaran membaca adalah usia. Anak kecil mungkin
masih sedang belajar bagaimana teks tertulis berfungsi sehingga ada kemungkinan belum bisa
mentransfer konsep mengenai teks dan tulisan paling umum sekalipun. Mereka masih berusaha
menguasai keterampilan motorik untuk merangkai huruf sehingga untuk menghasilkan sebuah
kalimat saja memerlukan banyak waktu dan karena kemampuan mereka juga terbatas, yang mereka
tulispun terbatas pula. Selain itu, karena keterbatasan daya ingat, ketika mereka menulis kalimat,
mungkin saja mereka lupa apa awal kalimat yang mereka tulis sebelum keseluruhan kalimat itu
selesai dituliskan. Oleh karena itu, kalaupun anak balita belajar menulis haruslah sesederhana
mungkin seperti menuliskan namanya, membaca kata atau kalimat sederhana sekitar obyek di dalam
kelas.
C. Jenis-jenis kegiatan membaca
Kegiatan membaca yang biasa dilakukan adalah melengkapi ruang kosong atau menjawab
pertanyaan pemahaman setelah membaca dilakukan. Kegiatan membaca berikutnya adalah membaca
berfokus pada makna yang dikenal dengan nama DARTS (diretecd activities related to texts) atau
aktivitas yang diarahkan berdasarkan teks yang mencakupi kegiatan rekonstruksi dan kegiatan
analisis. Dalam kegiatan yang pertama, anda merekayasa teks dan diminta mencocokkan bagian dari
kalimat atau gelembung ujaran atas tokoh atau karakter tertentu, melengkapi kalimat atau teks,
mengurutkan kalimat atau teks, menduga bagian berikutnya dari sebuah kalimat atau teks,
melengkapi gambar, bagan, tabel, diagram alur, matriks, atau melengkapi gambar yang belum selesai
atau ada bagian tertentunya yang hilang. Dalam kegiatan analisis, siswa mencari informasi untuk
2
menyusunnya dengan cara tertentu. Pada tingkat dasar dapat menggaris bawahi bagian tertentu dari
teks mungkin dengan warna yang berbeda untuk memperlihatkan sesuatu yang berbeda. Misalnya
mereka dapat menandai bentuk kata dengan biru, sedangkan ukurannya dengan merah, melabeli
bagian dari teks menggunakan label yang anda berikan (misalnya, untuk resep label yang digunakan
dapat berupa What we are going to make atau What we are going to need. Ketika dilakukan secara
berkelompok, kegiatan membaca tambahan harus ditandai secara jelas untuk menunjukkan tingkat
kesulitannya sehingga siswa dapat mengatur sendiri dan dapat dapat bekerja secara independen.
D. Pendekatan dalam Pembelajaran Membaca
1. Literasi Awal (Emergent Literacy)
Belajar membaca atau menulis dapat dimulai pada tingkat teks, kalimat, kata atau
huruf sehingga melahirkan pendekatan pemelajaran membaca yang berbeda. Salah satu
pendekatan yang cukup populer adalah kemunculan keberwacanaan (emergent literacy).
Dalam pendekatan ini dianggap dapat membaca tanpa diajari secara formal. Ketika banyak
dibacakan teks dari buku-buku yang menarik, bebera di antara mereka mulai mengenal
keteraturan hubungan antara bahasa lisan dan tulis. Hanya pendekatan ini jangan dianggap
sebagai sebuah metodologi yang utuh karena hanya terjadi pada sebagian orang,
sedangkan sebagian lagi lebih banyak memerlukan bantuan dari orang lain yang lebih
mampu. Ciri-ciri keberwacanaan awal yang relevan dalam pemelajaran bahasa asing
adalah:
a. Dapat memilih buku yang diingin dengar atau baca.
b. Menjadi termotivasi oleh pilihan dan kualitas teks yang dibaca.
c. Dapat memilih dan membaca buku yang sama beberapa kali dan itu merupakan
pengalaman membaca yang sangat berguna.
d. Makna muncul terlebih dahulu karena memahami cerita itu secara keseluruhan.
e. Dari makna perhatian meningkat pada kata secara keseluruhan dan huruf dimulai
dengan konsonan awal dan akhir serta vokal di tengahnya.
f. Keterkaitan antara membaca dan keterampilan lisan amat kuat karena mengadopsi dan
bermain dengan bahasa cerita itu.
2. Pendekatan “Whole Language”
Pendekatan pengajaran membaca biasanya dibagi ke dalam pendekatan whole
language dan pendekatan phonics. Dalam pendekatan whole language, belajar kata-kata
seperti cat, dog, ship, apple secara menyeluruh sebagai kata-kata yang independen.
Sebenarnya banyak yang menghafal ejaan (C-A-T = CAT), tetapi yang terpenting adalah
2
mereka belajar kata-kata yang berdiri sendiri dan tidak memusatkan perhatiannya pada
hubungan antara sebuah kata dengan yang lainnya. Dengan kata lain mereka tidak
menggunakan daya pikirnya secara aktif dan efektif. Juga dapat mempraktekkan membaca
dengan menarik sebuah gambar yang mendekati kata-kata tertentu, mewarnai gambar, atau
bahkan mengubah kata-kata itu ke dalam bentuk teka-teki, permainan scrabble, ular
tangga, mencocokkan gambar dengan kata-kata, dan lain-lain. Cara seperti itu akan
mampu meningkatkan kemampuan mengingat kata-kata. Namun demikian, masih
memusatkan diri pada butir-butir pengetahuan yang mandiri.
3. Pendekatan Phonic (Phonic Approach)
Pendekatan alfabetis dalam pengajaran membaca telah digunakan selama berabad-
abad dan pada abad ke 19, pendekatan itu disebut “phonics”, yaitu pendekatan yang
mengajarkan hubungan antara huruf (grapheme) dan bunyi (phonemes) yang diwakilinya.
Pendekatan ini didasari oleh asumsi bahwa kebanyakan bahasa mempunyai korelasi antara
huruf dan bunyi yang konsisten. Bila telah menguasai hubungan antara huruf dan bunyi, ia
akan dapat melafalkan kata yang tertulis dengan menggabungkan bunyi-bunyi itu secara
bersama-sama. Yang harus anda pelajari dalam bagian ini adalah prinsip-prinsip yang
melandasi pendekatan “phonics” dan bagaimana penerapannya dalam kegiatan belajar
mengajar di kelas.
4. Pendekatan Phonics” Aktif (Active Phonics)
“Phonic” adalah teknik yang sangat berguna untuk menumbuhkan rasa percaya diri
dan pendekatan yang bersifat petualangan atas membaca dan menulis. Bila digunakan
secara aktif, “phonic” dapat menumbuhkan keyakinan untuk menjelajahi dunia bahasa
Inggris dengan keinginan mengambil resiko dan belajar dari kesalahan. “Phonic” membuat
alfabet Romawi lebih mudah didekati, mendorong mengenal pola-pola yang mereka dapat
gunakan untuk membaca dan menulis kosakata baru, dan yang paling penting adalah
membantu tersenyum dan mendapat banyak kesenangan. “Phonic” aktif banyak
melibatkan permainan. Siswa bermain dan bermain, bergerak dari sebuah urutan bunyi ke
urutan bunyi lainnya yang dapat dipasangkan dan bermakna serta menemukan dan
menghubungkan masing-masing bunyi itu saat kegiatan berlangsung. Sebelum menuju ke
tahap berikutnya harus berhasil dulu pada tahap yang sedang dijalaninya.

2
BAB V
WRITIN
G

Dalam pengenalan teks akan diarahkan agar merasa senang bila dibacakan sebuah teks seperti
cerita, suka melihat buku, mengenal bagaimana sebuah teks disusun, dan berpartisipasi dalam
kegiatan keberwacanaan. Dalam pengenalan kalimat belajar menyalin kalimat-kalimat pendek yang
memiliki hubungan personal dan membacakannya secara nyaring. Dalam aspek kata dapat diarahkan
untuk mengenal kata-kata yang banyak digunakan serta mulai menemukan kata dan huruf di dalam
buku. Dalam hal morfem atau suku kata dapat menyimak rima, senandung dan lagu dan dengan
bergabung bersama mereka, menghafal lagu-lagu itu sehingga dapat mengatakan atau
menyanyikannya. Terakhir dapat mempelajari nama, bentuk dan bunyi beberapa konsonan awal dan
mulai belajar alfabetyang diurutkan berdasarkan nama.
Salah satu yang penting dilakukan adalah menciptakan suasana lingkungan yang berwacana.
Mulai dengan melabeli jilid buku, bangku atau kursi dengan nama-nama. Label atau keterangan
ganda dalam bahasa asing dan bahasa Indonesia juga dapat diberikan pada perabotan atau obyek di
dalam atau di luar kelas. Sehingga didorong untuk melihat label itu, menebak apa yang ada di
dalamnya. Juga dapat menggunakan poster yang isinya dapat beruma kata-kata berima atau iklan,
juga dapat menggunakan pesan sebagai media belajar. Dapat menulis pesan pendek untuk semua di
papan tulis kecil seperti “Don’t forget your crayons on Friday”. Juga dapat menggunakan teknik
membaca nyaring. Dapat membaca secara keras dan menyimak atau melihat gambar. Dapat
menggunakan pula buku besar “big books” yang ilustrasinya dapat dilihat, atau setiap menggunakan
sebuah teks. Aspek pengetahuan dan keterampilan yang harus dituju dalam meningkatkan
keberwacaan dapat dilihat dalam Tabel 1 di bawah ini.

Tabel 1. Membaca Terampil: Konstruksi Makna dari Bahasa Tulis


Pengetahuan Keterampilan
 Latar belakang DUNIA  Mengaktifkan
pengetahuan akan topik pengetahuan mengenai
 Fungsi keberwacanaan topik
dalam Menggunakan  Mengaktifkan kosakata
berbagai jenis genre atau
jenis teks

2
 Organisasi dan struktur TEKS  Mengenal jenis teks
teks  Menentukan informasi
 Paragraf kunci Mengidentifikasi
 Penggunaan dan makna poin utama/detil
pemarkah wacana  Mengikuti alur
argumen
 Menemukan makna
yang eksplisit dan
implisit.

 Koordinasi dan KALIMAT  Mengidentifikasi


subordinasi bagaimana klausa
 Urutan kata Makna tanda berhubungan antara yang
baca Tatabahasa klausa satu dengan lainnya.
 Mengidentifikasi verba
dan hubungan kata lain
dengan verba
 Mengenal satuan bahasa

 Kosakata yang dikenal KATA  Mengenal dengan


ketika dilihat penglihatan
 Afiks Ejaan Morfem  Menebak makna kata
baru berdasarkan konteks
Menguraikan kata ke
dalam morfem
 Menguraikan kata ke
dalam suku kata.

 Pola ejaan SUKU KATA  Menguraikan suku kata


 Makna morfem yang (Lisan) ke dalam onset dan rima
umum MORFEM  Menemukan rima yang
(tulisan)
sama/morfem dalam kata
yang berbeda
 Menggunakan analogi
untuk identifikasi kata

 Korespondensi antara BUNTI HURUF  Menghubungkan bentuk


tulisan dan fonem huruf dengan bunyi
 Prinsip alfabetis  Mengenal konsonan awal
 Tulisan dan akhir dalam sebuah
 Nama/bentuk huruf kata Menggabung bunyi
alfabet ke dalam suku kata.
 Kluster huruf/digraph

Setiap situasi akan menciptakan tuntutan yang berbeda dan kalau memungkinkan ketiga cara
itu dilakukan. Dari menyimak dan melihat orang dewasa membaca nyaring, dapat melihat

2
2
bagaimana buku dipegang, bagaimana teks berisi kata-kata yang mengandungi makna, dan
bagaimana kata dan kalimat disebarkan dalam halaman. Membaca nyaring memperkenalkan bahasa
tulis: seperti kata pembuka dalam dongeng (Once upon a time, ....) dan penutup (and so they live
happily ever after), pola jenis teks (teks informasi dan teks ceritera) dan jenis kalimat. Secara afektif,
membaca nyaring dapat memotivasi untuk membaca.
Meminta saling membaca nyaring untuk teman-temannya dapat membantu proses belajar,
tetapi dapat juga menimbulkan persoalan. Jika diminta membaca untuk seluruh kelas, mungkin tidak
dapat berbicara cukup nyaring agar didengar seluruh teman-temannya, dan jika mendapati kata yang
tidak dimengerti atau salah membacanya, perhatian yang menyimaknya akan terganggu. Untuk
mengatasi hal itu, membaca berpasangan dapat dilakukan. Hendaknya diberi kesempatan untuk
membaca secara individual karena hanya dengan menyimak secara cermat bagaimana memaknai
kata-kata yang tercetak, akan dapat memahami kemajuan dalam belajar.

2
DAFTAR PUSTAKA

Astuti, F. K., Astuti, F. K., Fery Adrianto, M. P., & Fery Adrianto, M. P. (2017). MODUL
PERKULIAHAN MATA KULIAH BAHASA INGGRIS II.
Ilham, M., & Wijiati, I. A. (2020). Keterampilan Berbicara: Pengantar Keterampilan Berbahasa.
Lembaga Academic & Research Institute.
Indriastuti, F. (2015). Cerita Rakyat dalam Format Buku Audio Digital untuk Belajar Bahasa
Inggris. Jurnal Teknodik, 19(2), 183-194.
Khasanah, N., Herpratiwi, H., & Sudirman, S. (2015). Pengembangan Modul Menulis Bahasa
Inggris. Jurnal Teknologi Informasi Komunikasi Pendidikan (Old), 3(2).
Zaim, M. (2016). Evaluasi Pembelajaran Bahasa Inggris. Kencana.
Zamzam, A., Djuhaeni, E., & Khotimah, K. (2019). Pengembangan Instrumen Analisis Buku Teks
Sebagai Alat Evaluasi Materi Pembelajaran Bahasa Inggris. JURNAL LISDAYA, 15(2),
80-98.

Anda mungkin juga menyukai