Anda di halaman 1dari 116

MAKALAH

PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA DI SEKOLAH


DASAR

Dosen Pengampuh: Nur Ilmi, S.Pd., M.Pd.

Di Susun Oleh:

KELAS C22F

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH


DASAR

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

KAMPUS V UNIVERSITAS NEGERI MAKSSAR

KOTA PARE-PARE 2023

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas


limpahan rahmat dan hidayahnya sehingga kami mampu
menyelesaikan makalah yang berjudul “Hakikat IPA” untuk
memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan IPA di SD. Sholawat
serta salam tak lupa kita kirimkan kepada Nabi Muhammad
SAW, sahabat sahabiyah, tabi`in, tabi`ut tabi`in serta orang
sholeh yang senantiasa istiqomah di jalan Allah hinggah yaumil
akhir.

Tak lupa pula kami ucapkan terimakasih kepada semua


pihak yang telah membantu sehinggah kami dapat
menyelesaikan penyusunan makalah ini tepat waktu.

Kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat


untuk khalayak ramai khususnya untuk program studi
Pendidikan guru sekolah dasar.

Pare-pare, 1 September 2023

C22F

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………...……i

DAFTAR ISI……………………………………………..…..ii

BAB I PENDAHULUAN……………………………………1

BAB II ……………………….
……………………………….5

BAB III……………..……………………………………….23

BAB IV………..…………………………………………….43

BAB V………………………………………….……………
58

BAB VI……………………………………………….……..66

BAB
VII……………………………………………………..88

BAB VIII……………………………………………………97

BAB IX PENUTUP………………………………….……106

DAFTAR PUSTAKA……………………………….
……..107
iii
iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi dan bahasa
pengantar dalam pendidikan di Indonesia. Kemampuan
berbahasa Indonesia yang baik menjadi dasar penting
untuk pemahaman dan komunikasi dalam semua mata
pelajaran dan aspek kehidupan. Pembelajaran Bahasa
Indonesia di sekolah dasar bertujuan untuk
mengembangkan keterampilan membaca, menulis, dan
berbicara. Keterampilan ini penting untuk
mengembangkan pemahaman dan ekspresi diri anak-anak.
Pemahaman yang baik terhadap Bahasa Indonesia akan
membantu anak-anak dalam mengembangkan
keterampilan literasi yang diperlukan sepanjang kehidupan
mereka. Siswa di sekolah dasar memiliki variasi
kemampuan dan latar belakang yang berbeda-beda.
Beberapa mungkin telah memiliki dasar yang kuat dalam
Bahasa Indonesia, sementara yang lain mungkin
memerlukan dukungan ekstra untuk mengatasi kesulitan
dalam pembelajaran. Selain itu, penting untuk memiliki
kurikulum yang relevan dan metode pembelajaran yang

1
sesuai untuk mengajarkan Bahasa Indonesia kepada anak-
anak sekolah dasar. Metode yang interaktif dan
menyenangkan dapat membantu meningkatkan minat dan
pemahaman siswa terhadap materi pelajaran. Pembelajaran
Bahasa Indonesia juga harus berfokus pada pengembangan
kosakata yang kaya dan pemahaman konteks penggunaan
kata-kata. Ini akan membantu anak-anak dalam
berkomunikasi dengan lebih efektif dan menghindari
kesalahpahaman. Teknologi dapat digunakan sebagai alat
bantu untuk meningkatkan pembelajaran Bahasa
Indonesia, seperti aplikasi pembelajaran interaktif atau
platform daring yang menawarkan konten pendidikan.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa sajakah teori belajar bahasa yang mendukung
pembelajaran Bahasa Indonesia di SD?
2. Bagaimana hakikat pemerolehan dan perkembangan
Bahasa di Indonesia di SD/MI?
3. Bagaimana perkembangan Bahasa anak yang
mendukung pembelajaran Bahasa Indonesia di SD/MI?
4. Bagaimana konsep pembelajaran Bahasa Indonesia
yang mendukung pembelajaran di SD/MI?
5. Bagaimana model, metode, dan teknik pembelajaran
Bahasa Indonesia di kelas 1-6 SD/MI?
2
6. Bagaimana analisis kurikulum SD/MI yang
mendukung pembelajaran SD/MI?
7. Bagaimana mengembangkan perangkat LKPD
pembelajaran Bahasa Indonesia?
1.3 Tujuan penulisan
1. Untuk mengetahui teori belajar bahasa yang
mendukung pembelajaran Bahasa Indonesia di SD
2. Untuk mengetahui hakikat pemerolehan dan
perkembangan Bahasa di Indonesia di SD/MI
3. Untuk mengetahui perkembangan Bahasa anak yang
mendukung pembelajaran Bahasa Indonesia di SD/MI
4. Untuk mengetahui konsep pembelajaran Bahasa
Indonesia yang mendukung pembelajaran di SD/MI
5. Untuk mengetahui model, metode, dan teknik
pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 1-6 SD/MI
6. Untuk mengetahui analisis kurikulum SD/MI yang
mendukung pembelajaran SD/MI
1.4 Manfaat Penulisan
1. Agar pembaca mengetahui teori belajar bahasa yang
mendukung pembelajaran Bahasa Indonesia di SD
2. Agar pembaca mengetahui hakikat pemerolehan dan
perkembangan Bahasa di Indonesia di SD/MI

3
3. Agar pembaca mengetahui perkembangan Bahasa anak
yang mendukung pembelajaran Bahasa Indonesia di
SD/MI
4. Agar pembaca mengetahui konsep pembelajaran
Bahasa Indonesia yang mendukung pembelajaran di
SD/MI
5. Agar pembaca mengetahui model, metode, dan teknik
pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas 1-6 SD/MI
6. Agar pembaca mengetahui analisis kurikulum SD/MI
yang mendukung pembelajaran SD/MI

4
BAB II

TEORI BELAJAR BAHASA INDONESIA

A. Teori Belajar Behavioristik

Teori behavioristik Mengacu pada pandangan belajar yang


mendorong perubahan perilaku sebagai hasil interaksi antara
rangsangan dan respon. Koneksionisme, adalah kelompok teori
behavioristik pertama, tekanan bahwa perilaku manusia
merupakan hubungan stimulus-respons. Individu yang
menguasai hubungan stimulus-respons dianggap cakap dan
berhasil dalam proses belajar. Hubungan stimulus-respons
terbentuk melalui pengulangan.

Kelebihan dan Kelemahan Teori Behavioristik

Kelebihan Teori Behavioristik

a) Memotivasi guru untuk menjadi lebih responsif terhadap


situasi dan kondisi belajar.
b) Menghindari pendekatan ceramah dan mendorong siswa
untuk belajar secara mandiri, hanya mencari bantuan guru
saat menghadapi kesulitan.

5
c) Membentuk perilaku yang diinginkan dengan penguatan
positif dan menghukum perilaku yang tidak diinginkan.
d) Melalui perluasan dan pelatihan berkelanjutan, dapat
mengoptimalkan bakat dan kecerdasan siswa.
e) Membagi materi pelajaran menjadi bagian-bagian kecil
dengan kemampuan tertentu, membantu mencapai
konsistensi perilaku dalam bidang tertentu.
f) Menetapkan pengaturan stimulus sehingga respon yang
diinginkan dapat terpicu.
g) Cocok untuk pembelajaran keterampilan yang memerlukan
latihan dan kebiasaan, serta dorongan langsung.

Kekurangan Teori Behavioristik

a) Membutuhkan persiapan materi pelajaran dalam bentuk


yang siap dipelajari.
b) Tidak cocok untuk semua jenis pelajaran.
c) Memandang siswa sebagai pendengar pasif yang
cenderung menghafal informasi.
d) Penggunaan hukuman yang dihindari oleh teori
behavioristik sebenarnya dianggap efektif dalam menata
perilaku siswa.
e) Siswa dianggap pasif dan membutuhkan motivasi
eksternal, serta dipengaruhi oleh dorongan dari luar.

6
f) Mengarahkan siswa untuk berpikir linier dan kurang
kreatif.
g) Membatasi kreativitas dan perkembangan potensi siswa.
h) Pembelajaran yang dipusatkan oleh guru bersifat
mekanistik dan hanya fokus pada hasil yang diukur. Saya.
Kesalahan dalam penerapan metode dapat membuat
pembelajaran menjadi tidak menyenangkan dan guru
berperan sebagai otoriter.

Aplikasi Teori Behavioristik dalam Pembelajaran Teori


behavioristik memiliki pengaruh besar dalam perkembangan
pendidikan. Menekankan pada hasil belajar yang terlihat, teori
ini menempatkan pembelajar sebagai subjek pasif.
Pembelajaran berdasarkan teori behavioristik cenderung
otomatis-mekanis, berbau stimulus dan respon. Namun, hal ini
dapat membatasi kreativitas dan perkembangan potensi siswa,
karena fokus pada penguatan dan penguatan.

Penerapan teori behavioristik dalam pembelajaran


sangat tergantung pada tujuan pembelajaran, karakteristik
materi, tipe siswa, serta media pembelajaran yang tersedia.
Teori ini mengasumsikan pengetahuan sebagai sesuatu yang
terstruktur dan dapat diakses melalui pembiasaan.

B. Teori Belajar Nativisme.


7
Kata nativisme berasal dari kata nativ artinya asli atau
sejak lahir atau membawa sifat-sifat dan dasar-dasar tertentu
yang bersifat pembawaan atau keturunan. Sifat-sifat inilah
yang menentukan pertumbuhan dan perkembangan anak
sepenuhnya.

Menurut mulyaningsih (2017), Nativistik merupakan


sebuah doktrin yang berpengaruh besar terhadap teori
pemikiran psikologis. Perkembangan manusia telah ditentukan
oleh faktor-faktor yang dibawa sejak lahir (faktor pembawaan)
baik karena berasal dari keturunan orang tuanya, nenek
moyangnya maupun karena ditakdirkan.

Teori nativistik ini menekankan kemampuan dalam diri


anak sehingga faktor lingkungan termasuk faktor pendidikan
kurang berpengaruh terhadap pendidikan anak menurut teori
ini anak tumbuh dan berkembang tidak dipengaruhi oleh
lingkungan pendidikan baik lingkungan sekitar yang ada
maupun lingkungan yang direkayasa orang dewasa yang
disebut pendidikan. oleh karena itu anak akan berkembang
sesuai dengan pembawaannya.

Chomsky berpendapat bahwa bahasa biasa diperoleh


secara ilmiah atau natural. Menurutnya lingkungan tidak dapat
hanya mempengaruhi pada proses kematangan pemerolehan
8
bahasa. Kaum kognitif memberikan pendapat bahwa manusia
memiliki bakat bawaan untuk belajar dalam dirinya sejak lahir.
Sejak lahir dalam diri manusia memiliki semacam kotak hitam
(black box) yang berfungsi dalam menyerap informasi, dan
dibekali LAD (Langauge Acquistion Device) atau alat
pemerolehan bahasa. LAD ini dianggap sebagai bagian
diperoleh dari fisiologis dan dari otak khusus agar memperoses
bahasa secara alami. Hal ini bisa dikatakan sebagai sebuah
hipotesis nurani yaitu hipotesis yang mangasumsikan sebagian
atau dari keseluruan bahasa yang tidak dipelajari tetapi
ditentukan oleh suatu kendali nurani dari organisme manusia.
Implementasi LAD merupakan seorang anak sebagai masukan
(input) serta membentuk salah satu tata bahasa formal sebagai
keluaran (output), maka apabila digambarkan sebagai berikut.

Ucapan-ucapan bahasa (input bahasa) → LAD → Formal


Bahasa (output bahasa).

Unsur-Unsur yang harus diperhatikan oleh LAD

1. Korpus ucapan yang berfungsi menggiatkan LAD.


2. Terdapat peran semantik.
3. Pernah perkembangan kognitif dalam pemerolehan
bahasa.

9
Dengan unsur-unsur diatas dapat dikatan anak didunia
ini memperoleh struktur bahasa yang sama walaupun berlatar
belakang budaya yang berbeda.

Kelebihan dan Kekurangan Teori Nativisme

1) Kelebihan

a. Mengungkapkan Potensi Individu

Teori ini memungkinkan pengembangan potensi dan


bakat individu, memberi kesempatan bagi manusia untuk
menggali dan memaksimalkan kemampuan yang dimilikinya.
Ini membantu manusia meraih kemajuan dan perkembangan
yang lebih baik dalam hidup.

b. Mendorong Kompetensi Individu

Teori ini mendorong individu untuk menjadi lebih


inovatif dan kreatif dalam mengembangkan bakat dan minat
mereka. Dengan begitu, mereka dapat bersaing di era modern
yang penuh tantangan dengan keunggulan yang unik.

c. Memudahkan Pengambilan Keputusan

Teori ini membantu individu dalam pengambilan


keputusan dengan bijaksana. Keputusan yang diambil akan

10
lebih kokoh, didasarkan pada komitmen dan keyakinan bahwa
mereka telah memilih pilihan terbaik.

d. Menggali Potensi Diri

Teori ini mendorong individu untuk aktif menggali dan


mengembangkan potensi diri, membantu mereka menjadi
pribadi yang unik dan memiliki identitas yang kuat.

2) Kekurangan

Namun, teori ini juga memiliki pandangan negatif,


yaitu mengasumsikan bahwa sifat-sifat manusia sulit diubah
dan hanya ditentukan oleh faktor keturunan. Ini
mengimplikasikan bahwa individu yang memiliki sifat-sifat
buruk akan sulit berubah. Teori ini juga cenderung
mendeskreditkan peran pendidikan, menggambarkan
pendidikan sebagai hal yang pesimistis, serta merendahkan
individu yang secara kebetulan memiliki latar belakang
keturunan yang dianggap negatif.

Penerapan Teori Nativisme LAD dalam Pengajaran


Bahasa Indonesia

Dalam proses pembelajaran Bahasa Indonesia di


Sekolah Dasar, penerapan Teori Nativisme LAD menekankan

11
pada bakat dan kemampuan alami siswa. Teori ini tidak
sepenuhnya bergantung pada tingkat kecerdasan (IQ) atau
kemampuan berbahasa siswa. Prinsip ini juga secara tidak
langsung terlibat dalam pembelajaran Bahasa Indonesia.
Sebagai contoh, dalam materi naratif, siswa diberi kebebasan
untuk mengolah bahasa mereka sendiri guna menciptakan
sebuah cerita naratif. Hal ini memerlukan bakat bahasa yang
dimiliki oleh siswa. Begitu pula, dalam tugas merangkum
materi Bahasa Indonesia, siswa merangkum sesuai pemahaman
mereka dan mengaplikasikan kosakata yang telah mereka
pelajari.

C. Teori Belajar Fungsional

Dalam catatan Douglas Brown (2008:35) terdapat pergeseran


dalam polapola penelitian tentang bahasa. Pergeseran ini tidak
jauh dari matarantai generatif/kognitif menuju esensi bahasa.
Dua penekanan muncul:

1) Para peneliti mulai melihat bahwa bahasa hanyalah


salah satu manifestasi kemampuan kognitif dan afektif
manusia dalam kaitannya dengan dunia, orang lain, dan
dengan diri sendiri.
2) lebih jauh lagi, kaidah-kaidah generatif yang
ditawarkan pada kaum nativis adalah abstrak, formal,
12
eksplisit, dan logis, tetapi mereka hanya bersentuhan
dengan bantuk-bentuk bahasa dan tidak dengan makna,
sesuatu yang terletak pada tataran fungsional yang lebih
mendalam yang terbangun dari interaksi sosial. Contoh
bentuk–bentuk bahasa adalah morfem kata, kalimat,
dan kaidah yang mengatur semua itu.

Fungsi adalah tujuan interaktif dan bermakna di dalam


suatu konteks sosial (pragmatis) yang penuh dengan bentuk-
bentuk.Gleitman dan Wanner (1982) mengatakan dalam
tinjauannya atas kemajuan terbaru penelitian bahasa anakanak,
“cara anak-anak belajar bahasa dilengkapi dengan kemampuan
interpretatif konseptual untuk mengkategorikan dunia. Para
pembelajar digiring untuk memetakan tiap-tiap ide semantik
atas unit linguistik kata”. Dari pendapat Gleitman dan Wanner
di atas dapat dikatakan bahwa belajar bahasa tergantung
dengan perkembangan kognitif dan kompleksitas bahasa yang
dipelajari. Hal ini juga dikatakan Slobin (dalam Douglas
Brown: 2008, 37) bahwa dalam semua bahasa, pembelajaran
semantik bergantung kepada perkembangan kognitif dan
rangkaian perkembangan lebih ditentukan oleh kompleksitas
semantik ketimbang kompleksitas struktural. Maknanya, ketika
anak memperoleh bahasa dari luar, ia akan memproses bahasa

13
tersebut dengan memahami makna yang sesuai dengan kontek
munculnya bahasa tersebut sesuai dengan kemampuan
kognitifnya tanpa mengindahkan struktur yang ada. Berikut
proses pemerolehan bahasa menurut teori fungisonal seperti:

Input bahasa → Pemerosesan Bahasa: Pemaknaan →


Output bahasa.

Menurut Teori Fungsional Dari bagan 3 di atas dapat


dilihat bahwa input bahasa masuk kepada diri manusia untuk
diproses dan diberikan pemaknaan tanpa mengindahkan
struktur. Lalu kemudian, hasil pemaknaan itu dikeluarkan
dengan bahasa sendiri.

D. Teori belajar konstruktivisme

Seiring perkembangan zaman dalam dunia psikologi


muncul adanya konstruktivisme yang merupakan suatu filosofi
dan bukan sebuah strategi, maupun model pembelajaran.
Konstruktivisme dapat didefinisikan sebagai pembentukan
konsepsi pengetahuan, melihat pengetahuan sebagai sesuatu
hal yang dengan aktif menerima apapun melalui komunikasi
dan interaksinya. Menurut Siregar & Nara (2010: 39) bahwa
teori konstruktivitasi memahami belajar sebagai proses
pembentukan (konstruksi) pengetahuan oleh pelajar itu sendiri

14
dan realitas ditentukan oleh pengalaman orang itu sendiri pula.
Bahasa merupakan manifestasi kemampuan berupa kognitif
dan afektif untuk dapat menjelajah, menelusuri, dan
berinteraksi kepada semua orang.

Pandangan kaum konstruktivisme bahwa anak mencari


tahu sendiri pengetahuan untuk mengembangkan konsep dan
kemampuan dirinya sehingga menjadi pemikiran yang mandiri.
Dalam konstruktivisme memberikan kesempatan kepada anak
untuk berinteraksi langsung kepada benda-benda konkrit
ataupun model artifisial, memperhatikan konsepsi awal dirinya
guna menanamkan konsep yang benar dan sebagai proses
pengubah konsepsi-konsepsi anak yang sudah ada.

Berdasarkan uraian di atas maka untuk mencapai tujuan


yang telah ditetapkan, baik dalam tujuan umum maupun tujuan
khusus diperlukan metode yang tepat sesuai dengan materi
yang diajarkan. Untuk itu pengajar harus memilih metode yang
benar-benar sesuai serta mampu meningkatkan motivasi dan
pemahaman dalam menerima dan mengikuti pelajaran.
Pembelajaran merupakan proses interaksi antara peserta didik
dengan lingkungannya, sehingga terjadinya perubahan perilaku
ke arah yang lebih baik.

15
Teori belajar konstruktivisme pada awalnya
dikembangkan oleh piaget pada sekitar pertengahan abad 20.
Piaget berasumsi bahwa setiap individu sudah memiliki
kemampuan untuk mengonstruksi pengetahuannya sejak kecil.
Pandangan piaget ini didasarkan pada pengamatannya terhadap
burung gereja dan dituliskan tatkala ia masih berumur 10
tahun. Menurut pandangan piaget, anak berperan sebagai
subjek dalam mengonstruksi pengetahuan, pengetahuan yang
dikonstruksinya menjadi bermakna. Sebaliknya, apabila
pengetahuan yang diperoleh melalui proses "memberitahukan",
pengetahuan tersebut menjadi tidak bermakna karena
pengetahuan tersebut hanya diingat sementara.

Konstruktivisme memandang belajar sebagai suatu


proses mengkonstruksi pengetahuan oleh pembelajaran itu
sendiri. Oleh sebab itu, konstruktivisme memandang belajar
merupakan proses pembentukan pengetahuan dan bukan hasil
pemindahan dari otak seorang guru ke otak siswa. Siswa harus
aktif menyusun mengorganisasi dan melakukan kegiatan, aktif
berpikir, aktif menyusun konsep serta memberikan makna
tentang hal yang sedang dipelajari. Peranan guru adalah
membantu siswa dalam mengonstruksi pengetahuan dan bukan
mentransfer pengetahuannya kepada siswa.

16
Agar memudahkan memahami teori konstruktivisme, kiranya
dapat dipahami melalui ciri-ciri belajar konstruktivis, menurut
driver dan Oldham adalah sebagai berikut.

1. Orientasi merupakan siswa diberi kesempatan untuk


mengembangkan motivasi dalam mempelajari suatu topik
dengan memberi kesempatan melalui observasi.

2. Elisitasi merupakan siswa mengungkapkan idenya dengan


cara berdiskusi, membuat poster, dan berbagai bentuk kegiatan
lainnya.

3. Restrukturisasi ide merupakan klarifikasi ide dengan orang


lain, membangun ide baru, dan mengevaluasi ide baru.

4. Penggunaan ide baru dalam berbagai situasi: ide atau


pengetahuan yang telah terbentuk perlu diaplikasikan pada
macam-macam situasi.

5. Review yaitu pengaplikasian pengetahuan, gagasan yang ada


perlu direvisi dengan menambahkan atau mengubah.

Terdapat dua asumsi utama dijadikan dasar kerja piaget.

1. Proses mental adalah kelanjutan dari proses motor bawaan

17
2. Seseorang berinteraksi dengan dunia sekelilingnya dan ia
menemukan eksistensi dunia yang dialami itu saat proses
interaksi terjadi.

E. Teori Belajar Interaksionisme

Teori interaksionis mengatakan bahwa bahasa


dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan. Kemampuan
kognitif dan berbahasa dikembangkan bersamaan. Anak lahir
dengan kemampuan belajar bahasa dan berinteraksi dengan
lingkungannya melalui imitasi, penghargaan, penguatan, dan
peran sosial. Para ahli interaksionis menjelaskan bahwa faktor
sosial, bahasa, kematangan, biologis, dan kognitif saling
mempengaruhi dalam perkembangan bahasa anak.

Pemahaman tentang cara berpikir manusia dan


pemrosesan informasi memengaruhi dampak interaksi sosial
terhadap kemampuan berbahasa. Teori ini menjelaskan dengan
lengkap tentang kemampuan berbahasa individu. Pendidik
perlu berinteraksi dengan siswa untuk melihat kemampuan
bahasa melalui imitasi, spontanitas, dan kreasi. Berdasarkan
teori-teori ini, ada prinsip-prinsip pembelajaran bahasa:

1) latihan menghafal dan menirukan harus ditekankan


karena kemampuan berbahasa terbentuk melalui

18
kebiasaan. Guru memiliki peran penting dalam
pembelajaran bahasa.
2) bahasa lisan penting, jadi guru sebaiknya dimulai
dengan mendengarkan (menyimak) dan berbicara, baru
kemudian membaca dan menulis.

Implikasi Teori Belajar dalam Pembelajaran Membaca


Permulaan

Pendekatan interaksionisme menyatakan bahwa pemerolehan


bahasa terjadi melalui interaksi antara kemampuan belajar yang
dimiliki secara mental dan lingkungan bahasa. Proses
pemerolehan bahasa ini berkaitan dengan adanya interaksi
antara masukan atau informasi yang diterima (input) dan
kemampuan internal yang dimiliki oleh pembelajar.

Kelebihan dan Kekurangan Teori Belajar Bahasa Menurut


Interaksionisme

kelebihan teori interaksionisme:

• Menjelaskan secara komprehensif proses pemerolehan


bahasa. Teori interaksionisme memandang bahwa pemerolehan
bahasa merupakan proses yang kompleks dan melibatkan
berbagai faktor, baik internal maupun eksternal. Faktor-faktor
tersebut saling berinteraksi dan mempengaruhi satu sama lain.
19
• Mampu menjelaskan perbedaan individu dalam
pemerolehan bahasa. Teori interaksionisme tidak memandang
bahwa pemerolehan bahasa bersifat universal. Adanya
perbedaan individu dalam pemerolehan bahasa disebabkan oleh
perbedaan faktor internal dan eksternal yang dimiliki masing-
masing individu.

• Memiliki implikasi yang luas dalam pembelajaran


bahasa. Teori interaksionisme dapat digunakan untuk
mengembangkan metode pembelajaran bahasa yang lebih
efektif dan efisien.

kekurangan teori interaksionisme:

• Masih sulit untuk dibuktikan secara empiris. Hal ini


karena teori ini melibatkan berbagai faktor yang sulit untuk
diukur secara kuantitatif.

• Tidak dapat menjelaskan secara lebih rinci. Teori ini


belum dapat menjelaskan secara rinci bagaimana proses
pemerolehan bahasa berlangsung.

2. Teori Bahasa Yang Mendukung Pembelajaran Bahasa


Di Sd
a) Teori behaviorsime

20
Teori behaviorisme dipelopori oleh B.F.Skinner
(1957).Teori behaviorisme menyatakan bahwa otak
bayi pada waktu dilahirkan sama seperti kertas kosong
yang nanti akan ditulisi atau diisi dengan
pengalamanpengalaman. Menurut aliran behaviorisme,
pemerolehan bahasa itu bersifat nurture, yakni
pemerolehan ditentukan oleh alam lingkungan.Teori
behaviorisme menganggap kemampuan berbicara dan
memahami bahasa oleh anak diperoleh melalui
rangsangan dari lingkungannya dan menurut aliran ini
pemerolehan bahasa ialah pemerolehan kebiasaan.
Proses perkembangan dapat ditentukan oleh lamanya
latihan yang telah diberikan oleh lingkungannya.
Terdapat juga perkembangan bahasa dipandang sebagai
suatu kemajuan dari penerapan prinsip stimulus-respons
dan proses imitasi (peniruan).
b) Teori Kognitivisme.
Pada teori ini diharapkan guru dapat
memberikan pengajaran bahasa yang baik kepada
siswanya dengan mencapai tujuan pembelajaran dan
tujuan dari aspek kognitif itu sendiri yang berorientasi
pada kemampuan berfikir siswa.
c) Teori Nativisme
21
Teori nativisme yang dipelopori Noam
Chomsky di awal tahun 1960-an sebagai bantahan
terhadap teori belajar bahasa yang dilontarkan oleh
kaum behaviorisme. Ia berpendapat bahwa
pemerolehan bahasa itu bukan didasarkan pada nurture,
tetapi pada nature. Anak dapat memperoleh
kemampuan untuk berbahasa seperti ketika anak
memperoleh kemampuan untuk berdiri serta berjalan.
Anak tidak dilahirkan sebagai piring kosong, tabula
rasa,tetapi ia telah dibekali dengan sebuah alat yang
dinamakan Piranti pemerolehan Bahasa (Language
Acquision Device) Lingkungan tidak berpengaruh besar
terhadap perkembangan bahasa anak. Selain itu, cukup
mustahil bagi seseorang untuk dapat menguasai bahasa
dalam waktu yang singkat melalui cara peniruan jika
tidak memiliki aspek sistem bahasa yang telah ada pada
manusia secara alamiah.

22
BAB III
HAKIKAT PEMEROLEHAN BAHASA

2.1 Hakikat Pemerolehan Bahasa


Istilah pemerolehan bahasa mengacu pada padanan kata
dalam bahasa Inggris, yakni Acquisition yang berarti akuisisi
sebagai proses penguasaan bahasa yang dilakukan anak secara
natural pada waktu belajar bahasa ibunya. Istilah ini berbeda
dengan ‘pembelajaran’ yang merupakan padanan dari learning.
Pada pengertian ini, proses pembelajaran bahasa dilakukan
dalam tatanan formal yaitu diajarkan di kelas dan diajarkan
oleh guru. Oleh karena itu, pemerolehan bahasa berlangsung di
lingkungan si anak berada, seperti keluarga atau masyarakat
sesuai dengan bahasa target dengan sifat alami dan informal
serta ditujukan untuk komunikasi.

23
a. Hakikat Pemerolehan Bahasa Menurut Krashen
Pemerolehan bahasa didefenisikan sebagai produk dari
proses bawah sadar yang sangat mirip dengan proses yang
dialami anak-anak ketika mereka memperoleh bahasa pertama
mereka. Dengan kata lain, pemerolehan bahasa merupakan
proses seseorang dapat berbahasa atau anak yang memperoleh
bahasa.
b. Hakikat Pemerolehan Bahasa Menurut Sigel dan
Cocking
Pemerolehan bahasa adalah proses yang digunakan oleh
anak untuk menyesuaikan serangkaian hipotesis dengan ucapan
orang tua hingga dapat memilih kaidah tata bahasa yang paling
baik dan sederhana dari bahasa bersangkutan.
c. Hakikat Pemerolehan Bahasa Menurut McGraw
Menurut McGraw pemerolehan bahasa terbagi menjadi
dua pengertian. Pertama, pemerolehan bahasa mempunyai
permulaan yang mendadak dan tiba-tiba. Kedua, pemerolehan
bahasa memiliki suatu permulaan gradual yang muncul dari
prestasi-prestasi motorik, sosial dan kognitif pralinguistik.
Pemerolehan bahasa pertama (B1) sangat erat hubungannya
dengan perkembangan kognitif anak. Jika anak dapat
menghasilkan bahasa yang berdasar pada tata bahasa yang
teratur rapi, tidak secara otomatis mengimplikasikan bahwa
24
anak telah menguasai bahasa yang bersangkutan dengan baik.
Selain itu, pembicara harus memperoleh kategori-kategori
kognitif yang mendasari berbagai makna ekspresif bahasa-
bahasa alamiah, seperti kata, ruang, modalitas dan kausalitas.
Dalam batas-batas tertentu, persyaratan-persyaratan kognitif
terhadap penguasaan bahasa pertama memang tidak serumit
persyaratan yang dituntut pada pemerolehan bahasa kedua (B2)
karena proses pemerolehan bahasa kedua lebih cenderung
dilakukan lewat proses pembelajaran bahasa secara formal.
Pemerolehan bahasa pertama diperoleh anak dari interaksi
dengan lingkungannya.

d. Hakikat Pemerolehan Bahasa Menurut Chomsky


Proses pemerolehan bahasa pada anak dimulai dari
adanya masukan (input) dari lingkungan anak tersebut berupa
kalimat. Kemudian, anak akan mengolah input tersebut dalam
otak. Anak yang normal memperoleh bahasa ibu dalam waktu
singkat karena anak yang lahir telah dilengkapi dengan
seperangkat alat untuk memperoleh bahasa ibu yang disebut
Language Acquisition Device (LAD).
Krashen (1981) membedakan pemerolehan bahasa dan
belajar bahasa. Pemerolehan bahasa adalah proses subsadar.
Pemeroleh bahasa tidak menyadari fakta memperoleh bahasa

25
dengan hasil perolehan yang subsadar. Kemampuan bahasa
pada umumnya tidak menyadari adanya kaidah bahasa yang
diperoleh. Akan tetapi, mereka dapat merasakan bentuk yang
digunakan benar atau salah. Kemampuan bahasa ini dapat
disebut sebagai belajar informal, tersirat, dan atau alamiah.
Sedangkan istilah belajar mengacu pada pengetahuan sadar
tentang bahasa kedua, mengetahui kaidah, dan sadar terhadap
bahasa yang dipelajarinya. Istilah belajar di sini disamakan
dengan mengetahui dan memahami bahasa secara formal,
tersurat, dan ilmiah.
Pemerolehan bahasa pada anak merupakan proses
penguasaan secara alamiah (natural) ketika belajar bahasa
ibunya. Proses anak mulai mengenal komunikasi dengan
lingkungannya secara verbal disebut dengan pemerolehan
bahasa anak. Pada masa pemerolehan bahasa, seseorang lebih
mengarah pada fungsi komunikasi dari pada bentuk bahasanya.
Pemerolehan bahasa dapat dikatakan mempunyai ciri
kesinambungan, memiliki suatu rangkaian kesatuan, yang
bergerak dari ucapan satu kata sederhana menuju gabungan
kata yang lebih rumit. Proses penguasaan tersebut, melalui
kompetensi dan performansi. Komponen kompetensi meliputi
komponen fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik.

26
Sedangkan performansi terdiri dari dua proses, yaitu
pemahaman dan produksi ujaran.
2.1. Faktor yang Mempengaruhi Pemerolehan
Bahasa
Prosedur yang dilalui anak dalam penerimaan dan
perkembangan bahasa pertama anak dipengaruhi oleh beberapa
faktor, yakni faktor biologis, lingkungan sosial, intelegensi,
motivasi, umur, jenis kelamin, kesehatan serta milieu.
a. Faktor Biologis
Pada faktor ini merujuk pada teori penerimaan bahasa
yang dikemukakan oleh Chomsky yang dapat disimpulkan
bahwa perkembangan bahasa anak dipengaruhi oleh faktor
biologis. Hal tersebut tidak terlepas bahasa yang bersifat
bawaan (innate) dan diturunkan yang kemudian dipengaruhi
oleh kematangan alat-alat ucap. Bahasa sebagai suatu
kemampuan yang sudah terprogram secara alamiah yang
kemudian tinggal menunggu periode aktivasi. Selain itu
pemerolehan bahasa yakni proses evolusioner dan secara
genetis menjadi dasar kapasitas berbahasa manusia secara
turun temurun. Maka dari itu, setiap anak yang lahir dengan
dimodali kemampuan alamiah yang kemudian
memungkinkannya untuk dapat menguasai bahasa dan potensi
alami ini bekerja secara otomatis.
27
b. Faktor Lingkungan Sosial
Teori behaviorisme mempercayai bahwa pemerolehan
bahasa merupakan sebuah proses imitasi dari lingkungan
sekitar, dan teori kognitivisme berpendapat bahwa pikiran akan
terus berkembang dikarenakan konstruksi antara anak dengan
lingkungan bahasa, sedangkan teori interaksionisme
berpendapat bahwa bahasa merupakan hasil interaksi
kemampuan mental pembelajaran dengan lingkungan bahasa.
Ketiga teori di atas hampir mirip yang mana melibatkan
lingkungan dalam proses pemerolehan bahasa anak, meski
dalam tampungan yang berbeda. Sebab lingkungan merupakan
laboratorium bahasa yang mendukung anak untuk menguasai
bahasa pertamanya.
Keberadaan lingkungan sangatlah penting, sebab anak
tentu memerlukan dukungan dan bantuan dari orang lain agar
dapat mengirimkan dan menerima simbol-simbol suara
terhadap bahasa yang dikuasai. Anak membutuhkan model
berbahasa, respon atau tanggapan, serta teman untuk berlatih
dalam belajar bahasa pada situasi yang nyata. Maka dari itu,
lingkungan sosial di mana tempat anak tinggal dan bertumbuh
seperti keluarga dan masyarakat adalah salah satu faktor
terpenting yang kemudian mempengaruhi pemerolehan dan
perkembangan bahasanya.
28
c. Faktor Intelegensi
Pada faktor ini bahasa bukan merupakan sebuah ciri
alamiah yang terpisah, melainkan salah satu kemampuan yang
muncul dari kematangan kognitif, seperti apa yang
dikemukakan oleh Piaget dan Imhelder 2010. Oleh karena itu
kematangan kognitif juga merupakan salah satu hal yang
kemudian dapat mempengaruhi pemerolehan serta
perkembangan terhadap bahasa anak.
Kemampuan kognitif sering dikatakan sebagai
intelektualitas, yaitu daya atau sebuah kemampuan yang
dimiliki oleh anak dalam berpikir ataupun bernalar. Pada
hakikatnya seluruh anak baik yang memiliki nalar tinggi,
sedang ataupun rendah bisa belajar dan memperoleh bahasa
dengan sukses. Bedanya hanya ada pada lamanya waktu dan
kreativitas berbahasa anak. Anak yang memiliki intelegensi
tinggi, tingkat pencapaian bahasanya akan lebih cepat dan lebih
banyak serta bervariasi dibanding anak-anak yang memiliki
kemampuan bernalar sedang ataupun rendah.
d. Faktor Motivasi
Pada faktor ini cara berpikir anak-anak berbeda seperti
halnya orang dewasa. Anak-anak belum dapat mengkonsepkan
pemikiran mereka sendiri yang menjadikannya bergerak atas
dasar kesadaran. Hokisson & Tompkins (2007) berpendapat
29
bahwa anak-anak tidak terdorong demi bahasa sendiri, mereka
belajar bahasa dikarenakan didasari oleh pemenuhan kebutuhan
seperti mengungkapkan sebuah rasa lapar, haus, dan meminta
perhatian dari orang lain. Kebutuhan komunikasi yang
dipusatkan agar anak bisa memahami dan meminta untuk
dipahami guna melaksanakan kepentingan dirinya.
Selain motivasi intrinsik, dalih lain anak dalam
menguasai bahasa itu disebabkan dalam perkembangannya, ia
menyadari bahwa komunikasi yang dilakukan menimbulkan
orang lagi gembira dan senang sehingga terkadang menerima
sebuah pujian ataupun respon baik dari yang lainnya. Kondisi
ini memacu anak agar belajar dan menguasai bahasa lebih baik
lagi, pada situasi tersebut dikatakan sebagai motivasi ekstrinsik
berbahasa.
e. Faktor umur
Pada faktor ini tahapan pemerolehan bahasa anak
dikategorikan berdasarkan pada periode usia (rentan umur).
Keberadaan periode ini bersifat berkemajuan, di mana
kemampuan berbahasa anak pada periode berikutnya akan
meningkat dibanding pada periode sebelumnya. Misalnya, pada
tahap pralinguistik I yaitu pada umur 0-6 bulan, anak hanya
bisa bercelut teh mengeluarkan bunyi-bunyi vokal yang
bercampur dengan bunyi-bunyi konsonan (coonging). Akan
30
tetapi pada tahap pralinguistik II yakni pada umur 6-12 bulan,
anak dapat mampu untuk berceloteh dengan mengeluarkan
bunyi yang berupa reduplikasi gabungan konsonan dan vokal
(bubbling). Demikian pula komunikasi anak menuju akhir
tahun kedua yang ditandai dengan lajunya pertumbuhan
kosakata yang seraya munculnya eksperimentasi linguistik
pada berbagai kondisi.
Contoh di atas menjadi bukti bahwa pertambahan umur
anak sebagai salah satu faktor yang kemudian mempengaruhi
pemerolehan dan perkembangan bahasa anak. Seiring
bertambahnya umur maka kemampuan kognitif anak (berpikir
dan bernalar) akan semakin berkembang, demikian pula alat-
alat ucap anak akan semakin matang, aktivasi fungsi LAD akan
semakin melebar dan lebih sempurna, serta pengalaman
berbahasa anak akan semakin bagus, alasan tersebut bukan
sebuah perkiraan, namun merupakan sebuah keadaan yang
memang semestinya akan terjadi dan berlangsung. Keempat
teori pemerolehan bahasa yang telah dijelaskan di atas
kemudian dapat meyakinkan bahwa umur mendampingi
perkembangan bahasa anak. Setiap kali umur anak bertambah,
maka akan bertambah juga kemampuan yang dimiliki oleh
anak dalam mengembangkan dan menilai kompetensi
berbahasanya.
31
f. Faktor Jenis Kelamin
Dibandingkan dengan faktor lain, perbedaan jenis
kelamin tidak begitu diperhatikan sebagai faktor yang dapat
mempengaruhi pemerolehan bahasa sebagai faktor yang
mengontrol pemerolehan bahasa anak. Baik itu anak laki-laki
maupun anak perempuan tentu sama sama dapat menguasai
bahasa sesuai pada tahapan perkembangannya. hanya saja yang
dimaksudkan dalam hal ini yakni bahwa terdapat beberapa
hasil penelitian terkait pertumbuhan dan perkembangan yang
menunjukkan bahwa perkembangan bahasa anak perempuan
lebih cepat dibandingkan perkembangan bahasa anak laki-laki,
terutama pada periode 5 tahun pertamanya. Cepatnya
perkembangan bahasa anak perempuan tentu berhubungan
dengan jumlah serta variasi kosakata yang dikuasainya,
panjang kalimat yang diucapkan, serta tingkatkan pada
pemahaman dalam berbahasa.
g. Faktor Kesehatan
Pada faktor ini tidak bisa kita pungkiri bahwa kesehatan
tentu mempengaruhi pertumbuhan serta perkembangan anak.
Anak yang cenderung mengalami gangguan kesehatan maka
pada pertumbuhan fisik dan psikisnya akan ikut terganggu.
Asupan gizi dan nutrisi, pola hidup, penyakit bawaan serta
kesehatan lingkungan menjadi unsur-unsur yang berkontribusi
32
pada kesehatan anak. Kesehatan serta kondisi fisik yang prima
menjadi sumber energi dalam anak menjalankan dan mengasah
keseluruhan kemampuan dan keterampilan yang dimilikinya,
salah satunya keterampilan berbahasa. Anak dengan kondisi
fisik yang sehat tentu dapat lebih banyak waktu dan
kesempatan dalam melaksanakan berbagai aktivitas
kebahasaan dan dapat mengeksplorasi pengetahuan bahasa dari
tuturan orang-orang di sekitarnya.
Apabila periode awal kanak-kanak divariasi oleh
kondisi kesehatan yang buruk maka akan mengakibatkan
keterlambatan pada berbagai jenis pertumbuhan serta
perkembangan anak. Kapoh (2010) menjelaskan bahwa
keterlambatan pertumbuhan serta perkembangan tersebut
menyebabkan anak hanya memiliki sedikit waktu saja untuk
bermain dengan suara-suara yang berguna dalam aktivasi di
berbagai kemampuan maka dari itu dapat dikatakan bahwa
anak dengan kondisi fisik yang sehat dan prima lebih memiliki
banyak kemampuan untuk mengembangkan bahasanya.
h. Faktor Milieu
Faktor ini merujuk pada kamus besar bahasa Indonesia
milieu yang diartikan sebagai lingkungan. Secara mendalam
atau spesifik milieu dalam pemerolehan bahasa dikatakan
sebagai hubungan timbal balik antar kondisi lingkungan sekitar
33
dan keadaan keluarga terhadap perkembangan bahasa anak.
Dalam hal ini terdapat lingkungan yang mendukung
perkembangan bahasa anak dan terdapat pula lingkungan yang
tidak terlalu ambil alih. Anak-anak yang tumbuh dalam
ekosistem lingkungan yang menyenangkan, dilengkapi dengan
berbagai fasilitas hiburan serta sarana belajar yang memadai,
serta didukung oleh anggota keluarga yang berpendidikan,
memberikan keunggulan tersendiri terhadap perkembangan
bahasa anak. Kondisi ini pun memungkinkan anak menerima
kesempatan untuk mengakses dan menguasai kosakata lebih
banyak dan bervariasi dari berbagai sumber yang relevan.
Selain itu, dengan didukung oleh anggota keluarga yang
berpendidikan maka akan membentuk kebiasaan pada diri anak
untuk selalu menggunakan bahasa yang baik dan mengarah
pada tata bahasa baku.
Sebaliknya anak yang tumbuh pada ekosistem
lingkungan yang biasa-biasa saja, dalam pengertian tidak
didukung fasilitas hiburan serta sarana belajar yang memadai
ataupun bukan dari keluarga berpendidikan. maka sekalipun
kecerdasan anak sama dengan anak-anak yang tumbuh dalam
lingkungan masyarakat dan keluarga yang mendukung
(surplus), akan tetapi tingkatan perkembangan bahasa dalam

34
menguasai berbagai kosakata akan berbeda ataupun
kemungkinannya malah lebih rendah (Kapoh, 2010).

2.2. Proses Pemerolehan Bahasa Anak


Perkembangan Pemerolehan Bahasa Pertama Seorang
anak tidak akan tiba-tiba mempunyai tata bahasa tahap, dan
setiap tahapan berikutnya lebih mendekati tata bahasa dari
bahasa orang dewasa. Menurut Piaget, klasifikasi
perkembangan bahasa dapat dibagi dalam tujuh tahapan
sebagai berikut:
a. Tahap pralinguistik pertama (0-0,5), anak belum bisa
menghasilkan bunyi secara normal.
b. Tahap pralinguistik kedua (0,5 - 1,0), kata nonsens;
anak sudah dapat mengoceh atau mem-babble dengan
pola suku kata yang berulang. Menjelang usia 1 tahun,
anak mulai mengeluarkan pola intonasi dan bunyi-
bunyi tiruan.
c. Tahap linguistik I, holophrasis, kalimat satu kata (1,0 -
2,0); anak sudah mulai menggunakan serangkaian
bunyi ujaran yang menghasilkan bunyi ujaran tunggal
yang bermakna.
d. Tahap linguistik II, kalimat dua kata (2,0 3,0); kosakata
anak mulai berkembang dengan pesat. Ujaran yang
35
disampaikan terdiri atas dua kata yang mengandung
satu konsep kalimat lengkap.
e. Tahap linguistik III, pengembangan tata bahasa (3,0 -
4,0); anak mampu menggunakan lebih dari dua kata,
kalimat yang diungkapkan biasanya menyatakan makna
khusus yang berebda satu dengan lainnya.
f. Tahap linguistik IV, tata bahasa pra-dewasa (4,0-5,0),
anak sudah mampu menyusun kalimat yang cukup
lengkap meskipun ada kekurangan dalam penggunaan
kata fungsi.
g. Tahap linguistik V, kompetensi penuh (5,0...), anak
sudah memiliki kompetensi penuh dalam berbahasa.
Sepaham dengan tahapan perkembangan di atas,
Fatmawati (2015) membagi tahapan pemerolehan bahasa
dibagi menjadi empat tahap, yaitu praujaran, meraban, tahap
satu kata, dan tahap penggabungan kata sebagai berikut:

a. Tahap Pralinguistik (Masa Meraba) Pada tahap ini,


bunyi-bunyi bahasa yang dihasilkan anak belumlah
bermakna. Bunyi-bunyi itu memang telah menyerupai
vokal atau konsonan tertentu. Tetapi, secara
keseluruhan bunyi tersebut tidak mengacu pada kata

36
dan makna tertentu. Fase ini berlangsung sejak anak
lahir sampai berumur 12 bulan.
 Pada umur 0-2 bulan, anak hanya mengeluarkan
bunyi- bunyi refleksif untuk menyatakan rasa
lapar, sakit, atau ketidaknyamanan. Sekalipun
bunyi-bunyi itu tidak bermakna secara bahasa,
tetapi bunyi-bunyi itu merupakan bahan untuk
tuturan selanjutnya.
 Pada umur 2-5 bulan, anak mulai mengeluarkan
bunyi-bunyi vokal yang bercampur dengan
bunyi-bunyi mirip konsonan. Bunyi ini biasanya
muncul sebagai respon terhadap senyum atau
ucapan ibunya atau orang lain.
 Pada umur 4-7 bulan, anak mulai mengeluarkan
bunyi agak utuh dengan durasi yang lebih lama.
Bunyi mirip konsonan atau mirip vokalnya lebih
bervariasi.
 Pada umur 6-12 bulan, anak mulai berceloteh.
Celotehannya merupakan pengulangan
konsonan dan v okal yang sama seperti/ba ba
ba/, ma ma ma/, da da da/.
b. Tahap satu-kata , fase ini berlangsung ketika anak
berusia 12-18 bulan. Pada masa ini, anak menggunakan
37
satu kata yang memiliki arti yang mewakili keseluruhan
idenya. Tegasnya, satu - kata mewakili satu atau bahkan
lebih frase atau kalimat. Oleh karena itu, frase ini
disebut juga tahap holofrasis.
c. Tahap dua-kata, fase ini berlangsung sewaktu anak
berusia sekitar 18- 24 bulan. Pada masa ini, kosakata
dan gramatika anak berkembang dengan cepat. Anak-
anak mulai menggunakan dua kata dalam berbicara.
Tuturannya mulai bersifat telegrafik. Artinya, apa yang
dituturkan anak hanyalah katakata yang penting saja,
seperti kata benda, kata sifat, dan kata kerja. Katakata
yang tidak penting, seperti halnya kalau kita menulis
telegram, dihilangkan.
d. Tahap banyak-kata, fase ini berlangsung ketika anak
berusia 3-5 tahun atau bahkan sampai mulai bersekolah.
Pada usia 3-4 tahun, tuturan anak mulai lebih panjang
dan tata bahasanya lebih teratur. Dia tidak lagi
menggunakan hanya dua kata, tetapi tiga kata atau
lebih. Pada umur 5-6 tahun, bahasa anak telah
menyerupai bahasa orang dewasa.
Proses pemerolehan bahasa pertama ini bertahap dari
anak mulai berdekut (cooing), mengoceh (babbling), ujaran
satu kata (holofrasis), ujaran dua kata, tiga kata dan seterusnya.
38
Chomsky menyebutkan bahwa ada dua proses yang terjadi
ketika seorang anak memperoleh bahasa pertamanya. Proses
yang dimaksud adalah proses kompetensi dan proses
performansi. Kompetensi adalah proses penguasaan tata bahasa
(fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik) secara tidak
disadari. Kompetensi ini dibawa oleh setiap anak sejak lahir.
Meskipun dibawa sejak lahir, kompetensi memerlukan
pembinaan sehingga anak-anak memiliki performansi dalam
berbahasa. Performansi adalah kemampuan anak menggunakan
bahasa untuk berkomunikasi. Performans! terdiri dari dua
proses, yaitu proses pemahaman dan proses penerbitan kalimat-
kalimat. Proses pemahaman melibatkan kemampuan
mengamati atau mempersepsi kalimat-kalimat yang didengar,
sedangkan proses penerbitan melibatkan kemampuan
menghasilkan kalimat-kalimat sendiri.
Menurut Kuhl, untuk memperoleh bahasa, anak-anak
harus menemukan perbedaan fonetik yang akan digunakan
dalam budaya bahasa mereka dan melakukannya dengan
diskriminasi antara hampir semua unit fonetik bahasa di
ketahui. Selama tahun pertama kehidupan anak, anak mulai
memahami ujaran dengan membentuk peta persepsi dari ujaran
mereka dari apa yang didengar di lingkungan mereka. Di dalam

39
pemerolehan bahasa terkait dengan pemerolehan sintaksis,
semantik, dan pemerolehan fonologi.

2.3. Strategi Pemerolehan Bahasa Anak


Terdapat strategi agar anak mampu memahami serta
memproduksi bahasa yang ada disekitarnya. Strategi
pemerolehan bahasa meliputi:
1. Strategi pemerolehan bahasa pertama
Strategi perolehan bahasa pertama pada anak terdiri
atas 4 strategi, yaitu:
a. Meniru atau imitasi
Imitasi dapat terjadi apabila anak melontarkan
perkataan yang sama seperti apa yang dikatakan oleh
orang lain. Imitasi terbagi beberapa jenis, hal ini sesuai
dengan yang telah ditemukan dari berbagai penelitian.
Jenis-jenis peniruan atau imitasi yaitu imitasi spontan,
imitasi perolehan, imitasi segera, imitasi lambat, dan
imitasi perluasan. Pengadaan imitasi atau peniruan
terjadi sejak usia anak 3 tahun yang dimana usia
tersebut anak mulai meniru apa yang telah dilihat dan
didengarnya. di usia tersebut anak-anak akan meniru
perilaku dan juga bahasa yang diungkapkan oleh orang-
orang yang ada disekitarnya (Istiqamah,2019).
40
b. Produktivitas
Produktivitas yang dimaksud adalah keefektifan
serta keefisienan seseorang dalam pemerolehan bahasa
dengan cara menggunakan sarana komunikasi linguistik
dan nonlinguistik seperi mimic, gerak, isyarat, suara,
dan masih banyak lagi.
c. Umpan balik
Strategi umpan balik adalah strategi
pemerolehan bahasa yang diperoleh dengan cara adanya
umpan balik anatar strategi produksi ujaran dengan
responsi.
d. Prinsip Operasi
Strategi prinsip operasi mengenalkan anak
dengan pedoman, seperti penggunaan prinsip operasi
umum untuk memikirkan serta menggunakan bahasa.
1 Strategi Pemerolehan Bahasa Kedua
Proses belajar bahasa kedua pada anak memerlukan
strategi agar dapat berlansung sesuai dengan yang diharapkan.
Stern menjelaskan bahwa terdapat sepuluh strategi yang dapat
digunakan pada proses belajar bahasa, yaitu:
1. Strategi monitoring, artinya anak dapat memonitoring
sendiri serta mengkritik penggunaan bahasa yang

41
digunakannya. Hal ini terjadi demi mendapatkan
kemajuan bahasa kedua pada anak.
2. Strategi internalisasi, artinya bahwa anak memerlukan
pengembangan bahasa kedua yang telah dipelajari
secara terus menerus.
3. Strategi perencanaan dan belajar secara positif.
4. Strategi eksperimental, artinya anak melakukan Upaya
untuk selalu mencoba agar dapat terjadi peningkatan
belajar bahasa anak.
5. Strategi semantic, artinya bahwa anak berupaya untuk
menambah kosakatanya melalui beragam cara.
Contohnya yaitu melalui kegiatan bermain teka-teki
dan juga bermain permainan yang dapat meningkatkan
keberhasilan belajar bahasa.
6. Strategi praktis, artinya bahwa anak berupaya untuk
mempraktikkan apa yang telah didapatkannya dalam
belajar bahasa, serta anak juga akan berupaya
menciptakan situasi yang kondisif di saat belajar
bahasa.
7. Strategi aktif, strategi ini akan melibatkan anak secara
aktif dalam mempelajari bahasa.
8. Strategi empatik, artinya menciptakan empatik pada
saat mempelajari bahasa
42
9. Strategi formal, artinya dalam mempelajari bahasa
kedua memerlukan proses belajar bahasa yang formal
atau terstruktur karena Pendidikan yang sedang
ditanamkan adalah Pendidikan formal bukan alamiah.

BAB IV
PERKEMBANGAN BAHASA ANAK

A. Hakikat Perkembangan Bahasa Anak

43
Bahasa adalah salah satu faktor mendasar yang
membedakan manusia dengan hewan. Bahasa sebagai
anugerah dari Sang Pencipta memungkinkan individu
dapat hidup bersama dengan orang lain, membantu
memecahkan masalah, dan memposisikan diri sebagai
makhluk yang berbudaya. Pada manusia, bahasa
merupakan suatu sistem simbol untuk berkomunikasi
dengan orang lain, meliputi daya cipta dan sistem
aturan. Dengan daya cipta tersebut manusia dapat
menciptakan berbagai macam kalimat yang bermakna
dengan menggunakan seperangkat kata dan aturan yang
terbatas. Dengan demikian, bahasa pada manusia
merupakan upaya kreatif yang tidak pernah berhenti.
Perkembangan bahasa anak ditempuhmelalui
cara yang sistematis dan berkembang bersama-sama
dengan pertambahan usianya. Menurut Lenneberg
(dalam Purwo 1997) perkembangan bahasa anak seiring
dengan perkembangan biologisnya. Hal inilah
yang digunakan sebagai dasar mengapa anak pada
umurtertentu sudah dapat berbicara, sedangkan anak
pada umur tertentu pula belum dapat

berbicara . Kajian tentang bahasa dan komunikasi pada


44
dasarnya menelaah persamaan dan perbedaan kedua
definisi tersebut. Beberapa ahli sepakat bahwa bahasa
mencakup cara untuk berkomunikasi, pikiran dan
perasaan individu dinyatakan dalam bentuk lambang
atau simbol, seperti lisan, tulisan, isyarat, bilangan,
lukisan maupun mimik yang digunakan untuk
mengungkapkan sesuatu. Bahasa sebagai fungsi dari
komunikasi memungkinkan dua individu atau lebih
mengekspresikan berbagai ide, arti, perasaan, dan
pengalaman.
Perkembangan bahasa adalah suatu proses
perkembangan pada anak yang mencakup aspek reseptif
dan ekspresif. Aspek bahasa reseptif adalah
kemampuan untuk mengerti apa yang dilihat dan apa
yang didengar. Bahasa ekspresif adalah kemampuan
berkomunikasi secara simbolik baik visual maupun
auditorik. Perkembangan bahasa anak itu dipengaruhi
oleh bakat bawaan, lingkungan atau faktor lain yang
menunjang, yaitu perkembangan fisik dan intelektual.
Aspek perkembangan bahasa anak dimulai
sejak lahir dan penggunaan bahasa menjadi efektif
ketika seorang anak perlu berinteraksi dengan orang
lain. Pertambahan kosa kata seorang anak
45
berperan penting dalam perkembangan bahasa
individu selanjutnya. Perkembangan kosa kata anak
yang diperoleh tersebut termasuk dalam pemerolehan

bahasa (language acquisition) atau akuisisi bahasa .


Kaum behaviorisme menerangkan bahwa proses
pemerolehan bahasa pertama dikendalikan dari luar diri
si anak, yaitu oleh rangsangan yang diberikan melalui
lingkungan. Istilah Bahasa bagi kaum behaviorisme
dianggap kurang tepat karenan istilah bahasa itu
menyiaratkan suatu wujud, sesuatu yang dimiliki atau
digunakan, dan bukan sesuatu yang dilakukan. Padahal
bahasa itu merupakan salah satu perilaku, di antara
perilaku-perilaku manusia lainnya.
Menurut kaum behaviorisme kemampuan
berbicara dan memahami bahasa oleh anak diperoleh
melalui rangsangan dari lingkungannya. Anak dianggap
sebagai penerima pasif dari tekanan lingkungannya,
tidak memiliki peranan yang aktif di dalam proses
perkembangan perilaku verbalnya. Bahkan kaum
behaviorisme tidak mengakui kematangan anak dalam
pemerolehan bahasa. Kaum behaviorisme tidak
mengakui pandangan bahwa anak menguasai kaidah
46
bahasa dan memiliki kemampuan untuk
mengabstrakkan ciri-ciri penting dari bahasa di
lingkungannya. Mereka berbendapat rangsangan
(stimulus) dari lingkungan tertentu memperkuat
kemampuan berbahasa anak.
 Teori-teori pemerolehan Bahasa anak
a. Teori Navitis
Teori Navitis ini berpandangan bahwa ada unsur
keterkaitan yang erat antara faktor biologis dengan
perkembangan bahasa. Teori Navitis meyakini
bahwa kemampuan bahasa merupakan kemampuan
bawaan sejak lahir.
Para ahli Navitis juga meyakini bahwa anak-
anak menginternalisasi aturan tata bahasa sehingga
mereka dapat menyusun berbagai macam kalimat
tanpa latihan, penguatan, maupun meniru bahasa
orang dewasa. Selanjutnya, teori ini mengemukakan
bahwa untuk mendeteksi kategori bahasa tertentu,
seperti fonologi, sintaksis, dan semantik. Teori
Navitis meyakini bahwa kemampuan bahasa
merupakan kemampuan bawaan sejal lahir, ini juga
didukung oleh Lenneberg, yang mengemukakan
bahwa kemampuan bahasa adalah kemampuan yang
47
dimiliki seseorang berdasarkan pengetahuan awal
yang diperoleh secara biologis.

b. Teori Behavioristik
Pandangan behavioristik beranggapan bahwa
bahasa merupakan masalah respondan sebuah
imitasi.
Sementara itu menurut Bandura, perkembangan
bahasa dapat dkembangkan melalui tiruan atau
imitasi dari orang lain. bandura juga berpendapat
bahwa anak belajar bahasa dengan melakukan
imitasi atau menirukan suatu model, yang berarti
tidak harus menirukan penguatan dari orang lain.
dengan kata lain, perkembangan keterampikan dasar
bahasa pada anak usia dini ini diperoleh melalui
pergualan dan interaksi yang diperoleh anak dengan
teman sebayanya atau orang dewasa.
Tokoh penting dalam teori ini Jhon B.Watson
dimana ia mencetuskan teori belajar manusia
manusia yang memusatkan perhatian pada aspek
yang dirasakan langsung pada perilaku berbahasa
dan hubungannya dengan stimulus dan respon
terhadap lingkungan. Teori ini meyakini bahwa
48
tindak balasan atau respon segala sesuatu itu bisa
terjadi hanya ada rangsangan atau stimulus.

c. Teori perkembangan Kognnitif


Teori ini beranggapan bahwa berpikir sebagai
prasyarat berbahasa, terus berkembang sebagai hasil
dari pengalaman dan penalaran. Teori ini
menekankan proses berpokir dan penalaran.
Perkembangan anak secara umum dan dan
perkembangan bahasa awal anak berkaitan erat
dengan berbagai kegiatan anak, objek dan kejadian
yang mereka alami dengan menyentuh, mendengar,
melihat, merasa, dan mencium.
Menurut Paget, perkembangan kognitif yang
terjadi dalam diri anak mempunyai empat aspek,
yaitu kematangan (merupakan pengembangan dari
susunan syaraf), pengalaman (merupakan hubungan
timbal balik antarorganisme dengan
lingkungannya), transmisi sosial (pengaruh-
pengaruh yang diperoleh dalam hubungannya
dengan lingkungan sosial), ekuilibrasi (adanya
kemampuan yang mengatur dalam diri anak agar ia

49
selalu mampu mempertahankan keseimbangan dan
penyesuaian diri terhadap lingkunganya).

d. Teori interaksionisme
teori ini, pemerolehan bahasa adalah hasil
interaksi antara kemampuan psikologis siswa dan
lingkungan bahasa. Bahasa yang diperoleh siswa
erat kaitannya dengan kemampuan internal siswa
dan input dari lingkungannya.
Howard Guadner yang mengakatakan bahwa
semenjak lahir sudah memiliki kecerdasan bahasa.
Hanya saja kecerdasan bahasa bukan satu-satunya
penopang yang menjadikan anak memiliki
kemampuan bahasa yang baik, harus ada faktor
eksternal yang mendukung dia mendapat input
bahasa yang baik juga.
e. Teori fungsional
Teori fungsional melakukan revolusi penelitian
dalam pembelajaran dan pemerolehan bahasa,
dimana mereka melihat bahwa bahasa adalah hasil
manifestasi kemampuan kognitif dan afektif yang
bermanfaat bagi manusia itu sendiri, manusia dan

50
lingkungan sekitar untuk berhubungan dengan
mereka ataupun dalam rangka menjelajar dunia.

B. Fase Perkembangan Bahasa Anak (Fonologi,


Morfologi, Sintaksis dan Semantik)
Bahasa merupakan salah satu kelebihan manusia
yang diberikan oleh maha pencipta kepada makhluk
ciptaannya untuk berkomunikasi. Sejak bayi kita telah
diberikan kemampuan berbahasa tersebut meski belum
bisa menggunakannya dengan baik.
Pemerolehan bahasa pada anak untuk pertama
kalinya diperolehnya melalui lingkungan keluarga baik
ibu, ayah, nenek serta saudaranya, makanya
pemerolehan bahasa pertama sering juga disebut
dengan bahasa ibu (B1) karna saat bayi umumnya
ibulah yang sering bercerita dan berinteraksi dengan si
bayi tersebut. Bahasa pertama anak diperoleh melalui
pemerolehan bahasa.
1. Fonologi
Secara etimologis fonologi berasal dari dua kata
Yunani yaitu phone yang berarti “bunyi” dan logos
yang berarti “ilmu”. Maka pengertian harfiah
fonologi adalah “ilmu bunyi”. Fonologi merupakan
51
bagian dari ilmu bahasa yang mengkaji bunyi.
Objek kajian fonologi yang pertama adalah bunyi
bahasa (fon) yang disebut tata bunyi (fonetik) dan
yang kedua mengkaji fonem yang disebut tata
fonem (fonemik). Fonologi setiap bahasa dibentuk
dari suara-suara dasar. Fonologi adalah studi
tentang sistem bunyi-bunyian bahasa. Adanya
ketentuan fonologis menyebabkan beberapa urutan
bunyi tertentu dapat terjadi seperti sp, ba, ar,
sedangkan urutan bunyi, seperti zx dan qp tidak
dapat terjadi. Morfologi mengacu pada ketentuan-
ketentuan pengombinasian morfem. Fonologi
sebagai salah satu aspek dalam linguistik
mempelajari fonem. Secara umum fonem dapat
didefinisikan dua bunyi yang secara fonetis berbeda
dalam lingkungan yang sama, yang berpengaruh
untuk membedakan kata-kata yang berlainan.
Misalnya (l) dan (r) adalah fonem fonem yang
berbeda dalam bahasa Indonesia karena
membedakan arti misalnya ialah pasangan kata-kata
lambat dan rambat, laga dan raga, dan sebagainya.
Bunyi fonem vokal (a) adalah bunyi fonem
vocal yang pertama kali dikuasai oleh anak dengan
52
baik. Bunyi vokal (a) ini sudah dapat diucapkan
dengan baik dan jelas, baik pada bagian awal kata,
pada bagian tengah kata, maupun bagian akhir kata
tersebut.
2. Morfologi
Secara etimologi kata morfologi berasal dari
kata morf yang berarti bentuk dan kata logi yang
berarti ilmu. Jadi, secara harfiah kata morfologi
berarti ilmu mengenai bentuk. Di dalam kajian
linguistik, morfologi berarti cabang ilmu bahasa
yang mengkaji seluk-beluk bentuk kata dan
perubahannya serta dampak dari perubahan itu
terhadap arti (makna).
Morfologi merupakan ilmu yang membicarakan
morfem serta bagaimana morfem itu dibentuk
menjadi kata. Morfem adalah unsur terkecil dari
pembentukan kata dan disesuaikan dengan aturan
suatu bahasa. Pada bahasa Indonesia morfem dapat
berbentuk imbuhan. Misalnya kata prasangka
memiliki dua morfem yaitu /pra/ dan /sangka/. Kata
sangka merupakan kata dasar, penambahan pra
menyebabkan perubahan arti pada kata sangka.
Morfologi secara umum dapat didefinisikan sebagai
53
ilmu bahasa yang mempelajari seluk beluk bentuk
kata, perubahan bentuk kata, serta perubahan bentuk
kata terhadap arti dan golongan kata.
Morfologi adalah salah satu bidang ilmu
bahasa yang mempelajari seluk beluk
pembentukan kata, baik itu dari dari fungsi
pragmatik maupun dari fungsi semantik
Berdasarkan jenisnya, morfem terbagi dalam
dua jenis yaitu morfem bebas dan morfem terikat.
a. Morfem Bebas
Morfem bebas adalah morfem yang tanpa
keterkaitannya dengan morfem lain dapat langsung
digunakan dalam pertuturan. Morfem bebas disebut
juga dengan morfem akar, yaitu morfem yang
menjadi bentuk dasar dalam pembentukan kata.
Disebut bentuk dasar karena belum mengalami
perubahan secara morfemis.
b. Morfem Terikat
Morfem terikat adalah morfem yang harus
terlebih dahulu bergabung dengan morfem lain untuk
dapat digunakan dalam pertuturan. Morfem ikat disebut
juga morfem afiks. Berdasarkan pengertian tersebut
maka morfem terikat karena morfem ini tidak memiliki
54
kemampuan secara leksikal, akan tetapi merupakan
penyebab terjadinya makna gramatikal. Contoh morfem
ikat yang berupa afiks, yaitu: N-, di-, -na, -ake, dan
lain-lain.
3. Sintaksis
Kata sintaksis berasal dari bahasa Yunani, yaitu
sun yang berarti “dengan” dan kata tattein yang
berarti “menempatkan”. Jadi, secara etimologi
berarti: menempatkan bersama-sama kata-kata
menjadi kelompok kata atau kalimat. Manaf
menjelaskan bahwa sintaksis adalah cabang
linguistik yang membahas struktur internal kalimat.
Struktur internal kalimat yang dibahas adalah frasa,
klausa, dan kalimat. Aisyah Chalik mendefinisikan
bahwa sintaksis adalah bagian dari tatabahasa yang
mengkaji struktur frasa dan kalimat.
Sintaksis yaitu ilmu bahasa yang mempelajari
prinsip dan peraturan dalam membuat kalimat.
Sintaksis tersusun dari Subjek, Predikat, Objek dan
Keterangan. Dari beberapa pernyataan yang telah
dikemukakan dapat disimpulkan bahwa sintaksis
merupakan bagian dari ilmu bahasa yang

55
didalamnya mengkaji tentang kata dan kelompok
kata yang membentuk frasa, klausa, dan kalimat.
 Frasa
frasa merupakan gabungan atau rangkaian kata
yang tidak mempunyai batas subjek dan
predikat, yang biasanya rangkaian kata tersebut
mempunyai satu makna yang tidak bisa
dipisahkan.
 Klausa
Klausa adalah satuan sintaksis berupa runtunan
kata-kata berkonstruksi predikatif artinya, di
dalam konstruksi itu ada komponen berupa kata
atau frase, yang berfungsi sebagai predikat, dan
yang lain berfungsi sebagai subjek, objek, dan
sebagai keterangan. Fungsi yang bersifat wajib
pada konstruksi ini adalah subjek dan predikat
sedangkan yang lain tidak wajib.
 Kalimat
Kalimat adalah tuturan yang mempunyai arti
penuh dan turunnya suara menjadi ciri sebagai
batas keseluruhannya. Jadi, kalimat adalah
tuturan yang diakhiri dengan intonasi final.
Kalimat adalah suatu bentuk linguistik yang
56
terdiri atas komponen kata-kata, frase, atau
klausa. Jika dilihat dari fungsinya, unsur-unsur
kalimat berupa subjek, predikat, objek,
pelengkap, dan keterangan. Menurut bentuknya,
kalimat dibedakan menjadi kalimat tunggal serta
kalimat majemuk.
4. Semantik
semantic adalah ilmu yang menelaah lambang-
lambang atau tanda-tanda yang menyatakan makna,
hubungan makna yang satu dengan yang lain, serta
hubungan antara kata dengan konsep atau makna dari
kata tersebut. Definisi lain semantik adalah ilmu yang
berkaitan dengan makna atau arti kata. Makna adalah
maksud pembicaraan, pengaruh satuan bahasa dalam
pemahaman persepsi, serta perilaku manusia atau
kelompok.
Semantik adalah ilmu yang mempelajari arti dan
makna dari suatu bahasa yang dibentuk dalam suatu
kalimat. Selama masa sekolah dasar dan berlanjut pada
tingkat diatasnya, perkembangan konseptual dan
kosakata anak meningkat secara signifikan dan menjadi
dasar yang penting untuk pemahaman membaca.

57
Menurut Santrock semantik mengacu pada
makna kata dan kalimat. setiap kata memiliki
sekumpulan makna semantik atau atribut-atribut
penting terkait makna kata.
5. Pragmatik
Pragmatik yaitu ilmu bahasa yang mempelajari
hubungan antara konteks dan makna. Pragmatik
mengkaji kondisi-kondisi penggunaan bahasa manusia
yang ditentukan oleh konteks kemasyarakatan.
Pragmatik disini lebih seperti menggunakan bahasa
yang sopan dalam situasi-situasi yang tepat.
Pragmatik adalah aturan-aturan pemakaian
bahasa, yaitu pemilihan bentuk bahasa dan penentuan
maknanya sehubungan dengan maksud pembicara
sesuai dengan konteks dan keadaannya. 28 Pragmatic
juga diartikan sebagai syarat-syarat yang
mengakibatkan serasi-tidaknya pemakaian bahasa
dalam komunikasi: aspek-aspek pemakaian bahasa atau
konteks luar bahasa yang memberikan sumbangan
kepada makna ujaran.
Menurut J.W Santrock pragmatik yakni
penggunaan bahasa yang tepat dalam konteks yang
berbeda. Pragmatik meliputi banyak wilayah.
58
59
BAB V
KONSEP PEMBELAJARAN DAN PRINSIP PEMBELAJARAN

1. Hakikat Pembelajaran Bahasa Indonesia


Hakikat pembelajaran bahasa Indonesia adalah upaya membimbing siswa
memperoleh konsep dan keterampilan bahasa Indonesia, baik tertulis maupun
lisan, dalam situasi formal dan informal. Selain itu, siswa diarahkan untuk
mengembangkan sikap apresiatif terhadap karya sastra. Bahasa sebagai alat
komunikasi lebih dari sekedar keterampilan berbahasa. Oleh karena itu,
mahasiswa dibimbing untuk mengembangkan kemampuan berbahasa dan sastra,
berpikir kritis serta memperluas wawasan melalui kajian bahasa Indonesia.
Bahasa memungkinkan siswa untuk berbagi, berkomunikasi, belajar satu sama
lain, dll. Ingatlah bahwa bahasa Indonesia merupakan penunjang pembelajaran
semua bidang studi.
Pentingnya belajar bahasa sebenarnya adalah mempelajari cara
berkomunikasi dan menghargai nilai-nilai kemanusiaan melalui sastra. Tujuan
pembelajaran Bahasa Indonesia adalah meningkatkan kemampuan berkomunikasi
lisan dan tulisan dalam Bahasa Indonesia serta mengembangkan penghargaan
terhadap karya manusia. Meskipun terdapat berbagai tujuan belajar bahasa,
termasuk tujuan pendidikan yang terkait dengan aspek integratif, instrumental,
penalaran, dan kebudayaan, hakikat utamanya tetap berfokus pada berkomunikasi.
Pengajaran Bahasa Indonesia diarahkan untuk membantu peserta didik
mengenal diri sendiri, budayanya, dan budaya orang lain, menyampaikan gagasan
dan perasaan, berpartisipasi dalam masyarakat yang menggunakan Bahasa
Indonesia, serta mengembangkan kemampuan analitis dan imaginatif.
Pembelajaran di sekolah berperan dalam membantu pertumbuhan positif anak,
dengan mengarahkan cara belajar mereka menuju perubahan positif yang
mengarah ke kedewasaan.
Belajar adalah proses kompleks yang melibatkan usaha individu untuk
mengubah tingkah laku secara keseluruhan melalui interaksi dengan lingkungan.
Pembelajaran melibatkan bagaimana mengajar peserta didik agar mereka

60
memiliki dorongan internal untuk memahami isi kurikulum sebagai kebutuhan
pribadi.
Pengertian bahasa dapat dilihat dari segi teknis dan praktis. Secara teknis,
bahasa adalah kumpulan ujaran bermakna yang dihasilkan melalui alat ucap
manusia. Secara praktis, bahasa adalah alat komunikasi dalam masyarakat berupa
sistem lambang bunyi yang memiliki makna, yang berasal dari alat ucap manusia.
Pengertian praktis ini mengungkapkan dua aspek bahasa, yaitu sistem bunyi atau
lambang bunyi dan aspek makna. Bahasa disebut sebagai sistem bunyi karena
memiliki keteraturan dalam bunyi-bunyi yang dihasilkan, baik saat diucapkan
maupun didengar.
2. Tujuan Pembelajaran Bahasa
Menurut Jamaluddin, tujuan umum pembelajaran Bahasa dan Sastra
Indonesia lebih bersifat filosofis, sedangkan tujuan khususnya bersifat
operasional. Ada lima tujuan umum yang telah dirumuskan dalam kurikulum,
yaitu:
a. siswa menghargai dan membanggakan bahasa Indonesia sebagai bahasa
nasional dan bahasa negara.
b. Siswa memahami bahasa Indonesia dari segi bentuk, makna dan fungsi,
serta menggunakannya dengan tepat dan kreatif untuk bermacam-macam
tujuan, keperluan, dan keadaan.
c. Siswa memiliki kemampuan menggunakan bahasa Indonesia untuk
meningkatkan kemampuan intelektual, kematangan emosional, dan
kematangan sosial.
d. Siswa memiliki disiplin dalam berpikir dan berbahasa (berbicara dan
menulis).
e. Siswa mampu menikmati dan memanfaatkannya karya sastra untuk
mengembangkan kepribadian, memperluas wawasan kehidupan, serta
meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa.
Menurut Susanto (2013: 245) tujuan pembelajaran Bahasa Indonesia di SD
antara lain bertujuan agar siswa mampu menikmati dan memanfaatkan karya
sastra untuk mengembangkan kepribadian, memperluas wawasan kehidupan, serta

61
meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa. Adapun tujuan khusus
pengajaran Bahasa Indonesia, antara lain agar siswa memiliki kegemaran
membaca, meningkatkan karya sastra untuk meningkatkan kepribadian,
mempertajam kepekaan, perasaan, dan memperluas wawasan kehidupannya.
Dari pendapat di atas tujuan pembelajaran Bahasa Indonesia adalah agar
siswa mampu menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk mengembangkan
kepribadian, memperluas wawasan kehidupan, serta meningkatkan pengetahuan
dan kemampuan berbahasa dan agar siswa memiliki disiplin dengan berpikir dan
berbahasa (berbicara dan menulis).
Tujuan pokok pembelajaran Bahasa Indonesia adalah tidak hanya
meningkatkan keterampilan komunikasi siswa dalam berbicara dan menulis
menggunakan bahasa Indonesia dengan baik, tetapi juga membantu mereka
mengembangkan pemahaman yang mendalam tentang nilai budaya dan apresiasi
terhadap karya-karya cipta manusia Indonesia. Dengan menguasai bahasa
Indonesia secara efektif, siswa dapat berkomunikasi secara efisien dalam berbagai
konteks, memperluas wawasan literasi mereka, dan membentuk landasan yang
kuat untuk pengembangan pribadi dan akademis. Sementara itu, pemahaman
mereka tentang sastra dan karya seni Indonesia tidak hanya memberi mereka
perspektif yang kaya terhadap kekayaan budaya bangsa, tetapi juga membantu
menggali identitas nasional serta mengembangkan kreativitas dan penghargaan
terhadap ekspresi manusia. (Depdiknas, 2004).
Fungsi bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar dalam dunia
pendidikan mengandung implikasi yang sangat luas. Pembelajaran bahasa
Indonesia dituntut untuk mampu menyampaikan dan menyebarluaskan konsep
konsep berbagai ilmu pengetahuan (bidang ilmu dasar, ilmu pengetahuam sosial,
dan ilmu pengetahuan budaya/humaniora) baik untuk keperluan lembaga
pendidikan formal maupun untuk keperluan yang lebih luas.

Selain itu, pembelajaran bahasa Indonesia juga dituntut untuk mampu


mengembangkan konsep konsep berbagai ilmu pengetahuan untuk mengantarkan
masyarakat dan bangsa Indonesia menuju ke arah peradaban dan kehidupan

62
modern sesuai dengan tingkat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi
mutakhir.

3. Prinsip Pembelajaran Bahasa (Kontekstual, Integratif, Fungsional dan


Apresiatif)
a. Prinsip Kontekstual
Prinsip Kontekstual Pembelajaran kontekstual adalah konsep belajar pada
saat guru menghadirkan dunia nyata ke dalam kelas dan mendorong peserta
didikmembuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan penerapan
dalam kehiduan sehari-hari. “Kontekstual adalah pembelajaran yang dilakukan
secara konteks, baik dalam konteks linguistik maupun dalam konteks
nonlinguistik.” menjalaskan pembelajaran kontekstual adalah “pembelajaran yang
mengaitkan materi yang diajarkan dengan dunia nyata peserta didik dan
mendorong peserta didik membuat hubungan antara pengetahuan yang
dimilikinya dengan pengetahuan dalam kehidupan seharihari.
Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan proses pembelajaran
yang holistik dan bertujuan membantu siswa untuk memahami makna materi ajar
dengan mengaitkannya dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks
pribadi, sosial dan kultural), sehingga siswa memiliki pengetahuan maupun
keterampilan yang dinamis dan fleksibel untuk mengkonstruksi sendiri secara
aktif pemahamannya.
Contextual Teaching and Learning (CTL) disebut pendekatan kontekstual
karena konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang
diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat
hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam
kehidupan mereka sebagai anggota masyarakat.
b. Prinsi Integratif
Prinsip Integratif Bahasa merupakan landasan pendekatan pembelajaran
yang mengakui bahwa bahasa adalah suatu sistem kompleks yang terdiri dari
beberapa subsistem yang saling berhubungan, termasuk fonologi (sistem bunyi),
morfologi (struktur kata), sintaksis (struktur kalimat), dan semantik (makna).
Semua elemen ini bekerja bersama untuk mencapai tujuan utama berbahasa, yaitu

63
berkomunikasi. Dalam penggunaan bahasa sehari-hari, tidak hanya satu aspek
yang berperan, melainkan berbagai unsur yang saling melengkapi. Sebagai
contoh, ketika kita belajar berbicara, kita tidak hanya menggabungkan kata-kata
menjadi kalimat, tetapi juga memperhatikan intonasi, struktur kata, serta makna
kalimat tersebut.
Dalam konteks pembelajaran bahasa Indonesia, prinsip ini mengusulkan
bahwa pembelajaran sebaiknya tidak hanya memisahkan unsur-unsur bahasa
secara terpisah, tetapi mengintegrasikannya secara lebih menyeluruh. Ini berarti
siswa tidak hanya belajar tentang morfologi, sintaksis, atau fonologi secara
terpisah, melainkan juga bagaimana elemen-elemen tersebut berinteraksi dalam
situasi komunikasi nyata. Ketika siswa belajar berbicara atau menulis, mereka
harus menggabungkan semua aspek bahasa ini secara bersamaan untuk
menghasilkan komunikasi yang efektif dan bermakna.
Dengan menerapkan prinsip integratif ini, siswa tidak hanya memahami
bagaimana setiap komponen bahasa bekerja, tetapi juga bagaimana
mengaplikasikannya secara terpadu dalam praktik berbahasa. Prinsip ini
memungkinkan siswa untuk mengembangkan pemahaman yang lebih dalam
tentang hubungan antar-aspek bahasa, serta memungkinkan mereka menggunakan
bahasa secara lebih efektif dalam berbagai konteks komunikasi. Dengan demikian,
siswa tidak hanya menjadi penutur atau penulis yang mahir, tetapi juga mampu
mengartikulasikan makna dengan lebih baik melalui integrasi elemen-elemen
bahasa yang komprehensif.
c. Prinsip Fungsional
Prinsip fungsional pembelajaran bahasa sejalan dengan konsep
pembelajaran komunikatif, yang menekankan pada pengembangan keterampilan
berkomunikasi dalam bahasa target. Konsep pendekatan komunikatif ini berfokus
pada interaksi dan penggunaan bahasa dalam situasi nyata, bukan sekadar
pemahaman terhadap struktur grammatical semata. Dalam konteks ini, terdapat
beberapa poin penting yang perlu dielaborasi:

64
1. Peran Guru: Konsep komunikatif menekankan bahwa guru bukanlah satu-
satunya sumber informasi dan pengetahuan di dalam kelas. Guru berperan
sebagai fasilitator dan pemandu, yang membantu siswa mengembangkan
kemampuan berkomunikasi mereka melalui kegiatan interaktif.
2. Interaksi: Pembelajaran komunikatif mendorong interaksi antara siswa, baik
dalam bentuk dialog maupun diskusi kelompok. Hal ini menciptakan
lingkungan di mana siswa berlatih menggunakan bahasa dalam konteks yang
relevan dengan kehidupan sehari-hari.
3. Keterlibatan Siswa: Siswa diharapkan aktif terlibat dalam proses
pembelajaran. Mereka menjadi bagian penting dalam pembangunan
pengetahuan dan keterampilan bahasa mereka sendiri melalui berbagai
kegiatan komunikatif.
4. Materi dan Sumber: Pembelajaran tidak hanya berpusat pada buku teks,
tetapi juga melibatkan berbagai sumber daya seperti materi audio, video,
artikel, dan situasi nyata. Ini membantu siswa beradaptasi dengan berbagai
gaya bahasa dan konteks komunikasi yang berbeda.
5. Konteks Nyata: Konsep ini menekankan pembelajaran dalam situasi nyata,
mirip dengan bagaimana bahasa digunakan di kehidupan sehari-hari. Siswa
diajak untuk memahami dan menggunakan bahasa dalam konteks yang
relevan dan bermakna.
6. Fokus pada Keterampilan: Pembelajaran komunikatif melibatkan
pengembangan empat keterampilan berbahasa: menyimak, berbicara,
membaca, dan menulis. Keempat keterampilan ini saling terkait dan
diberdayakan dalam konteks komunikasi sehari-hari.
7. Pemberian Umpan Balik: Guru memberikan umpan balik yang konstruktif
kepada siswa untuk membantu mereka meningkatkan keterampilan
berkomunikasi. Umpan balik ini berfokus pada aspek-aspek seperti kejelasan
pesan, pemilihan kata, pengucapan, dan tata bahasa.
8. Pendekatan Tematik: Pembelajaran komunikatif sering kali didasarkan pada
topik atau tema tertentu. Siswa belajar bahasa sambil memahami dan
mengomunikasikan informasi tentang topik tersebut.

65
9. Kreativitas dan Keberagaman: Siswa diundang untuk bersikap kreatif
dalam menggunakan bahasa. Konsep ini mendorong penggunaan variasi
bahasa yang mencerminkan budaya dan kepribadian siswa.
Dengan memadukan prinsip fungsional dan pendekatan komunikatif,
pembelajaran bahasa menjadi lebih dinamis, relevan, dan mempersiapkan siswa
untuk berkomunikasi secara efektif dalam berbagai situasi kehidupan nyata.
d. Prinsip Apresiatif
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata "apresiasi" memiliki arti
"penghargaan". Namun, dalam konteks pembelajaran bahasa Indonesia, istilah
"apresiatif" diartikan sebagai "menyenangkan". Oleh karena itu, prinsip
pembelajaran yang apresiatif adalah pendekatan pembelajaran yang dianggap
menyenangkan oleh siswa. Jika kita merenungkan makna tersebut, prinsip
apresiatif ini tidak hanya relevan dalam pembelajaran sastra, melainkan juga
dalam pembelajaran aspek lain seperti keterampilan berbahasa, termasuk
menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Dalam hal ini, pembelajaran sastra
dapat diintegrasikan ke dalam pembelajaran keempat.
Dalam prinsip pembelajaran apresiatif, penting bagi pendidik untuk
menciptakan lingkungan belajar yang menarik, menginspirasi, dan sesuai dengan
minat siswa. Ini melibatkan penggunaan metode dan strategi yang mendorong
partisipasi aktif dan motivasi belajar. Ketika siswa merasa terlibat dan menikmati
proses pembelajaran, mereka cenderung lebih mudah memahami dan mengingat
informasi. Prinsip ini berlaku tidak hanya dalam pembelajaran sastra, tetapi juga
dalam semua aspek pembelajaran bahasa, karena tujuan akhirnya adalah
mengembangkan kompetensi berbahasa yang holistik.
Penerapan prinsip apresiatif juga dapat melibatkan penggunaan konten
yang relevan dan menarik bagi siswa. Dalam pembelajaran sastra, misalnya,
memilih karya sastra yang sesuai dengan minat dan tingkat pemahaman siswa
dapat membangkitkan minat mereka dalam memahami dan menganalisis teks. Di
sisi lain, dalam pembelajaran keterampilan berbahasa seperti berbicara atau
menulis, memberi siswa kesempatan untuk berbicara tentang topik yang mereka

66
sukai atau menulis tentang pengalaman pribadi mereka dapat meningkatkan
motivasi mereka untuk berpartisipasi secara aktif.
Dalam konteks ini, pembelajaran sastra tidak hanya menjadi bagian
terpisah dari kurikulum, tetapi dapat menjadi alat yang efektif untuk
mengintegrasikan elemen apresiatif dalam semua aspek pembelajaran bahasa.
Dengan demikian, prinsip apresiatif membantu menciptakan pengalaman belajar
yang positif, memotivasi siswa, dan pada akhirnya, meningkatkan kemampuan
komunikasi dan keterampilan bahasa mereka secara menyeluruh.

67
BAB VI
MODEL, METODE DAN TEKNIK PEMBELAJARAN BAHASA
INDONESIA

A. Konsep Dasar Model, Pendekatan, Metode, dan Teknik Pembelajaran


pembelajaran Bahasa Indonesia
1. Jenis Model Pembelajaran
a. Discovery Learning
Discovery learning merupakan model pembelajaran yang mendorong
pelajar untuk mencari jawaban secara mandiri dengan observasi dan analisis.
Letak perbedaan antara inkuiri dan discovery adalah dalam model discovery
pengajar juga berperan aktif dalam proses pembelajaran. Manfaat dari discovery
learning akan membantu siswa memahami konsep lebih dalam. Langkah-langkah
untuk menerapkan metode pembelajaran ini yaitu:
 Memberi rangsangan atau stimulus (stimulation)
 Identifikasi masalah (problem statement)
 Pengumpulan data (data collection)
 Pengolahan data (data processing)
 Pembuktian (verification)
 Penarikan kesimpulan (generalization)
b. Inkuiri Learning
Inquiry learning adalah model pembelajaran yang mendorong pelajar
untuk mencari informasi dengan observasi dan eksperimen, pelajar akan mencari
jawaban secara mandiri dengan analisis, penyelidikan, menanyakan pertanyaan,
meneliti, dan menerjemahkan informasi. Metode ini mendorong pelajar menjadi
lebih mandiri, kreatif, kritis, dan analitis.
c. Project Based Learning
Project Based Learning adalah metode belajar yang berbasis proyek dalam
periode waktu tertentu, dimana dalam proses investigasi untuk menyelesaikan
proyek tersebut menjadi bagian dari pelajar mendapat pengetahuan dan
keterampilan. Dalam projectbased learning ini akan membangun kerja sama tim,

68
kreativitas, serta mengasah skill critical thinking, problem solving, dan komunikai
pelajar. Langkah-langkah dalam melakukan project based learning adalah:
 Memulai dengan suatu pertanyaan utama
 Merencanakan proyek
 Menyusun jadwal aktivitas
 Mengawasi proses jalannya proyek
 Memberikan penilaian terhadap produk yang dihasilkan
 Evaluasi
d. Cooperative learning
Menurut Sugiyanto (2010;37) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif
(Cooperative learning) adalah pendekatan pembelajaran yang berfokus pada
penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerjasama dalam memaksimalkan
kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar. Cooperative Learning adalah suatu
model pembelajaran yang mana dalam pembelajaran tersebut siswa belajar dan
bekerja sama dalam kelompok kelompok kecil secara kolaboratif yang anggota
dari kelompok tersebut terdiri dan 4 sampai 6 orang, dengan struktur kelompok
bersifat heterogen (Slavin dalam Solihatin. 2008:4),
Roger dan David Johnson dalam Lie (2005:31) mengatakan bahwa tidak
semua kerja kelompok bisa dianggap cooperative learning. Untuk mencapai hasil
yang maksimal, lima unsur model pembelajaran kooperatif harus diterapkan, lima
unsur tersebut adalah: saling ketergantungan positif, tanggung jawab
perseorangan, tatap muka, komunikasi antar anggota, dan evaluasi proses
kelompok.
Dari beberapa pendapat yang telah dipaparkan dapat disimpulkan bahwa
model pembelajaran kooperatif adalah pendekatan pembelajaran yang dilakukan
siswa secara kelompok kecil untuk bekerja sama secara kolaboratif dalam
memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran.

2. Jenis Pendekatan dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia


a. Pengertian Pendekatan

69
Dalam proses belajar mengajar, kita mengenal istilah pendekatan, metode,
dan teknik pembelajaran. Istilah-istilah tersebut sering digunakan dengan
pengertian yang sama; artinya, orang menggunakan istilah pendekatan dengan
pengertian yang sama dengan pengertian metode, dan sebaliknya menggunakan
istilah metode dengan pengertian yang sama dengan pendekatan; demikian pula
dengan istilah teknik dan metode.
Sebenarnya, ketiga istilah tersebut mempunyai makna yang berbeda,
walaupun dalam penerapannya ketiga-tiganya saling berkaitan. Tentang hal ini,
Ramelan (1982) mengutip pendapat Anthony yang mengatakan bahwa pendekatan
ini mengacu pada seperangkat asumsi yang saling berkaitan, dan berhubungan
dengan sifat bahasa, serta pengajaran bahasa. Pendekatan merupakan dasar
teoretis untuk suatu metode. Asumsi tentang bahasa bermacam-macam, antara lain
asumsi yang menganggap bahasa sebagai kebiasaan; ada pula yang menganggap
bahasa sebagai suatu sistem komunikasi yang pada dasarnya dilisankan; dan ada
lagi yang menganggap bahasa sebagai seperangkat kaidah, norma, dan aturan.
Asumsi-asumsi tersebut menimbulkan adanya pendekatan-pendekatan
yang berbeda, yakni:
a) Pendekatan yang mendasari pendapat bahwa belajar berbahasa, berarti
berusaha membiasakan dan menggunakan bahasa untuk berkomunikasi.
Tekanannya pada pembiasaan.
b) Pendekatan yang mendasari pendapat bahwa belajar berbahasa, berarti
berusaha untuk memperoleh kemampuan berkomunikasi secara lisan.
Tekanan pembelajarannya pada pemerolehan kemampuan berbicara.
c) Pendekatan yang mendasari pendapat bahwa dalam pembelajaran bahasa,
yang harus diutamakan ialah pemahaman akan kaidah-kaidah yang
mendasari ujaran, tekanan pembelajaran pada aspek kognitif bahasa,
bukan pada kemampuan menggunakan bahasa.

1. Berbagai Pendekatan dalam Pembelajaran Bahasa


Pendekatan yang telah lama diterapkan dalam pembelajaran bahasa antara
lain ialah pendekatan tujuan dan pendekatan struktural. Kemudian menyusul

70
pendekatan- pendekatan yang dipandang lebih sesuai dengan hakikat dan fungsi
bahasa, yakni pendekatan komunikatif.
a) Pendekatan Tujuan
Pendekatan tujuan ini dilandasi oleh pemikiran bahwa dalam setiap
kegiatan belajar mengajar, yang harus dipikirkan dan ditetapkan lebih dahulu ialah
tujuan yang hendak dicapai. Dengan memperhatikan tujuan yang telah ditetapkan
itu dapat ditentukan metode mana yang akan digunakan dan teknik pengajaran
yang bagaimana yang diterapkan agar tujuan pembelajaran tersebut dapat dicapai.
Jadi, proses belajar mengajar ditentukan oleh tujuan yang telah ditetapkan untuk
mencapai tujuan itu sendiri.
Pada bagian terdahulu telah disebutkan bahwa kurikulum disusun
berdasarkan suatu pendekatan. Seperti kita ketahui, Kurikulum 1975 merupakan
kurikulum yang berorientasi pada pendekatan tujuan. Sejalan dengan hal itu maka
bidang-bidang studi pun orientasinya pada pendekatan tujuan; demikian pula
bidang studi Bahasa Indonesia. Oleh karena orientasinya pada tujuan, maka
pembelajarannya pun penekanannya pada tercapainya tujuan. Misalnya, untuk
pokok bahasan menulis, tujuan pembelajaran yang ditetapkan ialah "Siswa
mampu membuat karangan/cerita berdasarkan pengalaman atau informasi dari
bacaan”. Dengan berdasar pada pendekatan tujuan, maka yang penting ialah
tercapainya tujuan, yakni siswa memiliki kemampuan mengarang. Adapun
mengenai bagaimana proses pembelajarannya, bagaimana metodenya, bagaimana
teknik pembelajarannya tidak merupakan masalah penting.
Demikian pula kalau yang diajarkan pokok bahasan struktur, dengan
tujuan "Siswa memiliki pemahaman mengenai bentuk-bentuk kata bahasa
Indonesia". Tujuan tersebut dapat dicapai melalui pembelajaran morfologi bahasa
Indonesia. Penerapan pendekatan tujuan ini sering dikaitkan dengan "cara belajar
tuntas". Dengan "cara belajar tuntas", berarti suatu kegiatan belajar mengajar
dianggap berhasil apabila sedikitnya 85% dari jumlah siswa yang mengikuti
pelajaran itu menguasai minimal 75% dari bahan ajar yang diberikan oleh guru.
Penentuan keberhasilan itu didasarkan hasil tes sumatif; jika sekurang-kurangnya
85% dari jumlah siswa dapat mengerjakan atau dapat menjawab dengan benar

71
minimal 75% dari soal yang diberikan oleh guru maka pembelajaran dapat
dianggap berhasil.

b) Pendekatan Struktural
Pendekatan struktural merupakan salah satu pendekatan dalam
pembelajaran bahasa, yang dilandasi oleh asumsi bahwa bahasa sebagai
seperangkat kaidah, norma, dan aturan. Atas dasar anggapan tersebut timbul
pemikiran bahwa pembelajaran bahasa harus mengutamakan penguasaan kaidah-
kaidah bahasa atau tata bahasa. Oleh sebab itu, pembelajaran bahasa perlu
dititikberatkan pada pengetahuan tentang struktur bahasa yang tercakup dalam
fonologi, morfologi, dan sintaksis dalam hal ini pengetahuan tentang pola-pola
kalimat, pola kata, dan suku kata menjadi sangat penting. Jelas bahwa aspek
kognitif bahasa lebih diutamakan.
Di samping kelemahan, pendekatan ini juga memiliki kelebihan. Dengan
pedekatan struktural, siswa akan menjadi cermat dalam menyusun kalimat, karena
mereka memahami kaidah-kaidahnya. Misalnya saja, mereka mungkin tidak akan
membuat kesalahan seperti di bawah ini.
"Bajunya anak itu baru".
"Di sekolahan kami mengadakan pertandingan sepak bola".
"Anak-anak itu lari-lari di halaman".
c) Pendekatan Komunikatif
Pada bagian terdahulu sudah dikemukakan bahwa pandangan tentang
bahasa dan pembelajaran bahasa selalu mengalami perubahan, sejalan dengan
perkembangan pola pikir masyarakat. Dalam kaitannya dengan pembelajaran
bahasa Indonesia, akhir-akhir ini sedang digalakkan penerapan pendekatan
komunikatif dan pendekatan terpadu. Pendekatan komunikatif merupakan
pendekatan yang dilandasi oleh pemikiran bahwa kemampuan menggunakan
bahasa dalam komunikasi merupakan tujuan yang harus dicapai dalam
pembelajaran bahasa. Tampak bahwa bahasa tidak hanya dipandang sebagai
seperangkat kaidah tetapi lebih luas lagi, yakni sebagai sarana untuk

72
berkomunikasi. Ini berarti, bahasa ditempatkan sesuai dengan fungsinya, yaitu
fungsi komunikatif.
Menurut Littlewood (1981) pemikiran pendekatan komunikatif didasarkan
pada pemikiran bahwa:
a) Pendekatan komunikatif membuka diri bagi pandangan yang lebih luas
tentang bahasa. Hal ini terutama menyebabkan orang melihat bahwa bahasa
tidak terbatas pada tata bahasa dan kosakata, tetapi juga pada fungsi
komunikatif bahasa.
b) Pendekatan komunikatif membuka diri bagi pandangan yang luas dalam
pembelajaran bahasa. Hal itu menimbulkan kesadaran bahwa mengajarkan
bahasa. tidak cukup dengan memberikan kepada siswa bagaimana bentuk-
bentuk bahasa asing, tetapi siswa harus mampu mengembangkan cara-cara
menerapkan bentuk- bentuk itu sesuai dengan fungsi bahasa sebagai sarana
komunikasi dalam situasi dan waktu yang tepat.
Sehubungan dengan pendapat itu, dia mengemukakan beberapa alternative
teknik pembelajaran bahasa. Dalam kegiatan belajar mengajar, kepada siswa
diberikan latihan, antara lain seperti di bawah ini.
1. Memberikan informasi secara terbatas
Contoh:
a) Mengidentifikasi gambar
Dua orang siswa ditugasi mengadakan percakapan (bertanya jawab) tentang
benda-benda yang terdapat di dalam gambar yang disediakan oleh guru.
Pertanyaan dapat mengenai warna, jumlah, bentuk, dan sebagainya.
b) Menemukan/mencari pasangan yang cocok
Guru memberikan gambar kepada sekelompok siswa yang masing- masing
mendapat sebuah gambar yang berbeda. Seorang siswa yang lain (di luar
kelompok) diberi duplikat salah satu gambar yang telah dibagikan. Siswa ini
harus mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada teman- temannya yang
membawa gambar, dengan tujuan untuk mengetahui identifikasi atau ciri-ciri
gambar yang mereka bawa. Dari hasil tanya jawab itu siswa (pembawa

73
duplikat) tersebut harus dapat menemukan siapa di antara teman-temannya itu
yang membawa gambar yang cocok dengan duplikat yang dibawanya.
c) Menemukan informasi yang ditiadakan
Guru memberikan informasi tetapi ada bagian-bagian yang sengaja
ditiadakan. Siswa ditugasi mencari atau menemukan bagian yang tidak ada itu.
Kemudian A mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada B, sehingga si A dapat
mengetahui gambar yang mana yang tidak ada pada gambar milik B.
2. Memberikan informasi tanpa dibatasi bebas (tak terbatas)
Contoh:
a) Mengomunikasikan contoh dan gambar
Siswa A membawa sebuah model bentuk-bentuk yang diatur/disusun ke
dalam (menjadi) sebuah contoh. Siswa B juga membawa bentuk-bentuk
yang sama. Mereka, A dan B, harus saling memberikan informasi sehingga
B dapat mengetahui contoh yang ada pada A dengan setepat-tepatnya.
b) Menemukan perbedaan
Siswa A dan B masing-masing mempunyai sebuah gambar yang sama,
kecuali beberapa bagian. Para siswa harus mendiskusikan gambar tersebut
sehingga menemukan perbedaannya.
c) Menyusun kembali bagian-bagian cerita
Sebuah gambar cerita (tanpa dialog) dipotong-potong. Setiap anggota
kelompok memegang satu bagian tanpa mengetahui bagian gambar yang
dipegang oleh yang lain; kelompok itu harus menentukan urutan aslinya,
dan menyusun kembali cerita itu.
3. Mengumpulkan informasi untuk memecahkan masalah
Contoh:
Siswa mempunyai rencana akan mengunjungi sebuah kota yang menarik.
B mempunyai daftar/jadwal bus. Mereka harus merencanakan perjalanan
yang akan dilakukan yang memungkinkan mereka untuk mengunjungi
beberapa tempat (misalnya 5 tempat) dalam satu hari, dan menggunakan
waktu sekurang- kurangnya setengah jam untuk tiap tempat. Siswa harus
memilih tempat yang paling menarik bagi mereka.

74
4. Menyusun informasi
Contoh:
Siswa diminta membayangkan bahwa mereka akan mengadakan "camping"
(berkemah) gunung selama tiga hari. Tiap anggota hanya boleh membawa
barang kira-kira seberat 11 kg. Kelompok-kelompok itu harus menentukan apa
saja yang akan mereka bawa, dengan melihat daftar barang yang patut dibawa,
yang diberikan oleh guru, dan mempersiapkan pembelaan apabila mereka
ditentang oleh kelompok lain.
Latihan-latihan tersebut merupakan latihan penggunaan bahasa dalam
aktivitas. Komunikasi yang bersifat fungsional di dalam kelas. Di samping itu,
juga terdapat tipe aktivitas komunikatif yang lain, yakni aktivitas interaksi sosial,
interaksi di dalam masyarakat atau dalam pergaulan. Dalam hal ini latihan yang
diberikan kepada siswa antara lain dapat berupa:
1. Kelas sebagai konteks social
Contoh: Percakapan atau diskusi.
2. Simulasi dan bermain peran
Contoh:
a) Siswa diminta membayangkan dirinya ada di dalam suatu situasi yang
dapat
terjadi di luar kelas. Ini dapat saja berupa kejadian yang sederhana,
misalnya, bertemu seorang teman di jalan; tetapi dapat pula kejadian yang
bersifat kompleks, seperti negosiasi di dalam bisnis.
b) Mereka (siswa) diminta memilih peran tertentu dalam suatu situasi. Dalam
beberapa kasus, mungkin mereka berlaku sebagai dirinya sendiri; tetapi
dalam kasus-kasus lain, mungkin mereka harus memperagakan sesuatu di
dalam simulasi.
c) Mereka diminta berbuat seperti kalau situasi itu benar-benar terjadi sesuai
dengan peran mereka masing-masing. Permainan peran ini tidak selalu
dalam bentuk akting tetapi dapat juga dalam bentuk debat atau
improvisasi.

75
3. Jenis Metode Pembelajaran Bahasa Indonesia di SD
Metode pembelajaran bahasa ialah rencana pembelajaran bahasa, yang
mencakup pemilihan, penentuan, dan penyusunan secara sistematis bahan yang
akan diajarkan, serta kemungkinan pengadaan remedi dan bagaimana
pengembangannya. Pemilihan, penentuan, dan penyusunan bahan ajar secara
sistematis dimaksudkan agar bahan ajar tersebut mudah diserap dan dikuasai oleh
siswa. Semuanya itu didasarkan pada pendekatan yang dianut. Melihat hal itu,
jelas bahwa suatu metode ditentukan berdasarkan pendekatan yang dianut; dengan
kata lain, pendekatan merupakan dasar penentu metode yang digunakan.
Metode mencakup pemilihan dan penentuan bahan ajar, penyusunan serta
kemungkinan pengadaan remedi dan pengembangan bahan ajar tersebut. Dalam
hal ini, setelah guru menetapkan tujuan yang hendak dicapai kemudian ia mulai
memilih bahan ajar yang sesuai dengan bahan ajar tersebut. Sesudah itu, guru
menentukan hahan ajar yang telah dipilih itu, yang sekiranya sesuai dengan
tingkat usia, tingkat kemampuan, kebutuhan serta latar belakang lingkungan
siswa. Kemudian, bahan ajar tersebut disusun menurut urutan tingkat kesukaran,
yakni dari yang mudah berlanjut pada yang lebih sukar. Di samping itu, guru
merencanakan pula cara mengevaluasi, mengadakan remedi serta
mengembangkan bahan ajar tersebut.
Metode yang dapat digunakan dalam pembelajaran bahasa Indonesia di
antaranya adalah:
a. metode tata bahasa/terjemahan
b. metodemembaca
c. metode audiolingual
d. metodereseptif/produktif
e. metode langsung
f. metode komunikatif
g. metodeintegratif
h. metodetematik
i. metode kuantum
j. metode konstruktivistik

76
k. metodepartisipatori
l. metode kontekstual

2. Teknik
Teknik pembelajaran merupakan cara guru menyampaikan bahan ajar yang
telah disusun (dalam metode), berdasarkan pendekatan yang dianut. Teknik yang
digunakan oleh guru bergantung pada kemampuan guru itu mencari akal atau
siasat agar proses belajar mengajar dapat berjalan lancar dan berhasil dengan baik.
Dalam menentukan teknik pembelajaran ini, guru perlu mempertimbangkan
situasi kelas, lingkungan, kondisi siswa, sifat-sifat siswa, dan kondisi-kondisi
yang lain. Dengan demikian, teknik pembelajaran yang digunakan oleh guru dapat
bervariasi sekali. Untuk metode yang sama dapat digunakan teknik pembelajaran
yang berbeda-beda, bergantung pada berbagai faktor tersebut.
Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa teknik pembelajaran adalah
siasat yang dilakukan oleh guru dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar
untuk memperoleh hasil yang optimal. Teknik pembelajaran ditentukan
berdasarkan metode yang digunakan, dan metode disusun berdasarkan pendekatan
yang dianut. Dengan kata lain, pendekatan menjadi dasar penentuan teknik
pembelajaran. Dari suatu pendekatan dapat diterapkan teknik pembelajaran yang
berbeda-beda pula.
Berikut ini adalah teknik-teknik yang biasa digunakan dalam pembelajaran
bahasa Indonesia.
1. Teknik pembelajaran menyimak
a. simak-ulang ucap
b. simak-tulis (dikte)
c. simak-kerjakan
d. simak-terka
e. memperluas kalimat
f. menyelesaikan cerita
g. membuat rangkuman
h. menemukan benda

77
i. bisik berantai
j. melanjutkan cerita
k. parafrase
l. kata kunci
2. Teknik pembelajaran berbicara
a. ulang-ucap
b. lihat-ucapkan
c. memerikan
d. menjawab pertanyaan
e. bertanya
f. pertanyaan menggali
g. melanjutkan
h. menceritakan kembali
i. percakapan
j. parafrase
k. reka cerita gambar
l. bermain peran
m. wawancara
n. memperlihatkan dan bercerita
3. Teknik pembelajaran membaca
a. Membaca survei
b. Membaca sekilas
c. Membaca dangkal
d. Membaca nyaring
e. Membaca dalam hati
f. Membaca kritis
g. Membaca teliti
h. Membaca pemahaman
i. Teknik pembelajaran menulis
j. Menyalin kalimat
k. Membuat kalimat

78
l. Meniru model
m. Menulis cerita dengan gambar berseri
n. Menulis catatan harian
o. Menulis berdasarkan foto
p. Meringkas
q. Parafrase
r. Melengkapi kalimat
s. Menyusun kalimat
t. Mengembangkan kata kunci
B. Pendekatan pembelajaran Bahasa Indonesia
1. Pendekatan Komunikatif
Menurut (Krissandi, dkk 2018) mengemukakan bahwa pendekatan
komunikatif merupakan orientasi dalam belajar mengajar bahasa yang didasari
pada fungsi dan tugas bahasa untuk berkomunikasi. Selanjutnya, bentuk bahasa
yang digunakan dalam berkomunikasi selalu berkaitan dengan faktor-faktor
penentu dalam berkomunikasi. Pendekatan komunikatif adalah suatu pendekatan
pembelajaran bahasa yang dilandaskan pada pemikiran yaitu suatu kemampuan
menggunakan bahasa dalam berkomunikasi merupakan tujuan yang harus dicapai.
kompetensi komunikatif merupakan paduan antara kompetensi sosiolinguistik
dengan kompetensi gramatikal. Menurtenurut Cambell dan Wales, Hymes, dan
Munby (dalam Farkhan, 1986; 7) Kompetensi komunikatif meliputi kompetensi
gsosiolinguistik, gramatikal, kompetensi strategi dan kewacanaan. konsep
kompetensi komunikatif ini sebagai berikut:
 Kompetensi komunikatif meliputi kemampuan seseorang dalam menguasai
kaidah-kaidah, rumus-rumus serta aturan-aturan dalam ketatabahasaan.
 Kompetensi sosiolinguistik meliputi penguasaan dan pemahaman dalam aspek-
aspek komunikasi bahasa.
 Kompetensi kewacanaan dikaitkan dengan pemahaman dan penguasaan dalam
penuturan bahasa terhadap aspek fisik dan mental bahasa. Yang termasuk aspek
fisik adalah tataran kalimat, aspek tuturan, paragraph, lisan mapun tulisan,
aspek menta Bahasa yang berkaitan dengan rasa Bahasa, nuansa dan makna.

79
Pendekatan komunikatif dapat diterapkan pada siswa yang memiliki ciri-ciri
sebagai berikut:

a. Selalu ingin untuk menafsirkan tuturan/ucapan dengan tepat,

b. Memiliki keinginan yang tinggi agar bahasa yang diucapkan selalu


komunikatif,

c. Tidak takut dan malu apabila berbuat kesalahan dalam berkomunikasi,

d. Frekuensi bdalam berbahasa lebih tinggi serta selalu menyesuaikan makna dan
bentuk dalam berkomunikasif.

e. Selalu memperhatikan ujaran mitra bicaranya dan ujaran dirinya sendiri untuk
mengetahui apakah pola-pola bahasanya dapat dipahami dan diterima oleh
masyarakat.

Dalam pembelajaran Bahasa yang menggunakan metode komunikatif


peran guru adalah sebagai salah satu sumber belajar yang dapat dilengkapi dengan
sumber belajar dari lingkungan, dan peserta didik. Chandlin (dalam Tarigan, 1999:
201) menyatakan dalam pembelajaran Bahasa yang menggunakan pendekatan
komunikatif yakni:

a. Memberikan kemudahan dalam belajar berbahasa

b. Sebagai seorang partisipan mandiri dalam kelompok pembelajaran

2. Pendekatan Fungsional

Menurut (Krissandi, dkk 2018) mengemukakan bahwa pendekatan fungsional


yang digunakan dalam pembelajaran bahasa dilakukan dengan mengadakan cara
kontak langsung dengan masyarakat pengguna bahasa. Dengan demikian, peserta
didik akan mencoba memakainya sesuai dengan keperluan komunikasi karena
langsung menghadapi bahasa yang hidup. Dengan sendirinya mereka akan
merasakan fungsi bahasa tersebut ketika komunikasi langsung. Metode
pembelajaran bahasa yang berlandaskan pada pendekatan fungsional adalah

80
metode pembatasan bahasa, metode langsung, metode intensif, metode linguistic,
dan metode audiovisual.

3. Pendekatan Konstekstual

Menurut (Rosidah, dkk 2022) mengemukakan bahwa Pendekatan kontekstual


(Contextual Teaching and Learning atau CTL) adalah suatu konsep belajar yang
membantu guru mengaitkan antara situasi dunia nyata siswa dengan materi yang
diajarkannya serta mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan
dengan penerapannya dalam kehidupan mereka. Sehingga dengan konsep
tersebut, hasil pembelajaran diharapkan akan lebih bermakna lagi bagi siswa.
Proses dalam pembelajaran akan berlangsung alamiah karena kegiatan siswa
bekerja dan mengalami, bukan hanya transfer ilmu pengetahuan semata dari guru
ke siswa. Strategi pembelajaran lebih dipentingkan daripada hasil. Dalam konteks
tersebut, siswa perlu mengerti apa makna belajar, apa manfaatnya, dalam status
apa mereka, dan bagaimana mencapainya. Mereka sadar bahwa yang mereka
pelajari berguna bagi hidupnya nanti. Dengan begitu mereka memposisikan
sebagai diri sendiri yang memerlukan suatu bekal untuk hidupnya nanti.

4. TPACK

Menurut (Hanik, dkk 2022) mengemukakan bahwa Teachnologica,


pedagogical, and content knowledge (TPACK) adalah suatu kerangka kerja yang
di gunakan dalam merancang model pembelajaran modern dengan
menggabungkan komponen utama yakni teknologi, pedagogik, serta
pengetahuan. Ketiga komponen ini kemudian di gabungkan menjadi satu kesatuan
dalam perencanaan pembelajaran. Hubungan atau interaksi antara ketiga konsep
tersebut mempunyai juga daya tarik dan kemampuan yang dapat diterapkan dalam
menciptakan kegiatan belajar mengajar yang aktif sehingga focus terpusat pada
siswa. Kondisi inilah yang bisa di artikan sebagai bentuk perubahan kegiatan
belajar mengajar yang awalnya hanya terfokus pada guru atau pendidik saja
namun kemudian terpusat kepada siswa.

C. Metode Pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar

81
Metode merupakan sebuah prosedur yang untuk mencapai tujuan. Metode
juga diartikan sebagai rencana dalam proses belajar mengajar yang terdiri atas
pemilihan bahan, penyusunan bahan ajar secara sistematis dan kemungkinan
pengulangan, serta pengembangannya.

1. Metode Eja

Menurut Ibda, 2019 mengemukakan bahwa Metode eja berarti belajar


membaca dan menulis yang dimulai dari huruf yang dirangkaikan menjadi sebuah
suku kata. Metode ini pengajarannya dimulai dari mengenalkan huruf terlebih
dahulu. Seperti halnya dengan mengajar menulis, maka mulai dari huruf lepas,
dengan Pertama, menulis huruf lepas telebih dahulu, kemudian merangkai huruf
lepas menjadi suku kata kemudian merangkai suku kata menjadi kata dan terakhir
menyusun kata menjadi kalimat.

2. Metode global

Menurut Ibda, 2019 mengemukakan bahwa dalam pengajaran membaca


dan menulis dimulai dengan cara

1). Membaca kalimat yang ada di bawah gambar secara utuh.

2). Menguraikan kalimat dengan kata-kata

3). Menguraikan kata- kata menjadi suku kata.

Metode global merupakan metode yang memandang segala sesuatu


sebagai keseluruhan. Metode global adalah cara belajar membaca kalimat secara
utuh. Metode global ini didasarkan pada pendekatan kalimat. Cara guru
mengajarkan membaca dan menulis dengan menampilkan Metode global dapat
diterapkan dengan kalimat tanpa menggunakan gambar. Cara guru menerapkan
metode global yakni guru mengajarkan membaca dan menulis dengan
memberikan kalimat penjelas di bawah gambar. Selain menggunakan gambar
metode ini juga dapat digunakan tanpa bantuan gambar. Kemudian, siswa
menguraikan kalimat menjadi kata, menguraikan kata menjadi suku kata, dan
menguraikan suku kata menjadi huruf.

82
Cara metode global yang dapat diterapkan sesuai jenjang jenis kelamin
dan umur sbb:

a. Memilih salah satu suku kata

b. Menguraikana huruf menjadi suku kata

c. Menguraikan suku kata menjadi huruf

d. Mengabungkan huruf menjadi suku kata

e. Merangkai kata menjadi suku kata

f. Merangkai kata menjadi kalimat

Contoh: andi bermain catur

bermain

ber-ma-in

b-e-r-m-a-i-n

bermain

andi bermain catur

3. Metode SAS

Menurut (Ibda, 2019) mengemukakan bahwa metode SAS ialah metode


yang menampilkan kalimat secara sempurnah lalu kemudian dianalisis dan
dikembalikan pada bentuk semula. Metode ini menggunakan pendekatan cerita
yang didasarkan pada pembelajaran menulis permulaan yakni dengan cara
memulai mengajar membaca dan menulis dengan menampilkan cerita dari siswa
dengan siswa maupun dari dialog siswa dan guru. Teknik pelaksanaan
pembelajaran metode SAS yakni keterampilan dalam menulis kartu huruf, kartu
suku kata, kartu kata hingga kartu kalimat, Kemudian, sebagian siswa mencari
huruf, suku kata dan kata, sebagian siswa dan guru menyusun kata dengan cara
menempel kata-kata sehingga menjadi kalimat. Metode SAS merupakan metode

83
yang yang sesuai dengan pembelajaran permulaan membaca dan menulis di
Indonesia.

 Metode SAS tahap tanpa penggunaan buku

a. Merekam bahasa siswa untuk digunakan sebagai bahan bacaan.

b. Guru memperlihatkan gambar dan bercerita mengenai gambar tersebut.

Misalnya:

ini Ayu

Ayu duduk di kursi Ayu sedang belajar menulis

Kalimat tersebut ditulis di papan tulis dan digunakan sebagai bahan cerita.

 Membaca gambar

Misalnya: guru memperlihatkan gambar seorang ayah yang sedang memegang


cangkul, sambil mengucapkan

kalimat "ini bapak ani".

 Membaca gambar dengan menggunakan kartu kalimat

Setelah siswa mampu membaca tulisan yang ada di bawah gambar, guru
kemudian menempatkan di bawah gambar berupa kartu kalimat. pGuru dapat
menggunakan media berupa papan flannel, kartu kata, kartu, kalimat, kartu
gambar, kartu huruf dan. Sehingga akan lebih mudah dalam menguraikan dan
menggabungkan.

 Membaca Kalimat Secara Strukutural (S)

Setelah siiswa mampu untuk membaca kalimat yang ada di bawah gambar,
kemudian gambar dikurangi agar siswa hany bias membaca kalimat saja tanpa
dibantu dengan gambar.

Misalnya:

84
ini bola

ini bola Rudi

ini bola Fadli

 Proses Analitik (A)

Setelah siswa dapat membaca kalimat, kemudian mulailah untuk menganalisis


kalimat menjadi kata, kata menjadi suku kata, dan suku kata menjadi huruf.

Misalnya: ini baju

ini – baju

i-ni-ba-ju

i-n-i-b-a-j-u

ini – baju

ini baju

Secara utuh proses SAS tersebut sebagai berikut:

ini bola

ini - bola i-ni-bo-la i-n-i-b-o-1-a i-ni-bo-la

ini - bola ini bola

4. Metode Kupas Rangkai Suku Kata

Menurut Ibda, 2019 mengemukakan bahwa dalam penerapannya guru


yang menggunakan metode kupas rangkai suku kata menggunakan langkah-
langkah sebagai berikut:

1) Guru memperkenalkan huruf kepada siswa.

2) Merangkaikan suku kata menjadi huruf.

3) Menggabungkan huruf menjadi suku kata.

85
Misalnya:

Bu-ku

B-u-k-u

Bu-ku
D. Metode Pembelajaran Membaca & Menulis di Kelas Tinggi SD
1. Turnamen Membaca
Dasarnya keterampilan membaca memegang peranan penting dalam
kehidupan manusia, karena pengetahuan apapun tidak dapat dipisahkan dari
membaca. Tanpa keterampilan tersebut, ilmu yang diberikan tidak akan ada
artinya mengingat saat ini kita berada di era globalisasi yang membutuhkan
berbagai macam keterampilan, termasuk membaca dan menulis. Hal ini sesuai
dengan ayat pertama “Iqrah” (QS al-Alaq/96:1-5). Oleh karena itu, penguasaan
keterampilan membaca dan menulis sangatlah penting. Ibarat dua sisi mata uang
yang saling melengkapi dan memerlukannya, khususnya bagi mahasiswa.
Pada dasarnya, metode mana pun itu baik, karena keduanya mempunyai
dasar yang kuat, namun bagus tidaknya metode tersebut bergantung pada guru
yang menggunakannya. Metode yang baik adalah metode yang diterapkan oleh
guru yang berkualitas dan profesional dalam pengelolaan pembelajaran sehingga
hasilnya tidak mengecewakan. Oleh karena itu, peran guru sangatlah penting
dalam menunjang keberhasilan pembelajaran khususnya dalam membaca dan
menulis.
2. CIRC Menulis
metode CIRC merupakan gabungan kegiatan membaca dan menulis
dengan menggunakan pengetahuan baru dalam pemahaman membaca melalui
tulisan. Keberhasilan metode CIRC sangat bergantung pada proses pembelajaran
yang dilakukan. CIRC telah dikembangkan secara akademis sejak tahun 1986 di
sekolah dasar. Saat ini, CIRC digunakan di berbagai tingkat pendidikan. Para ahli
yang terus mengembangkan metode ini adalah Robert Slavin, Robert Stiven,
Nancy Maden dan Marie Farnish.Selanjutnya metode CIRC merupakan kegiatan
membaca yang dikaitkan dengan pengajaran langsung literasi dan literasi terpadu.

86
Metode CIRC merupakan evolusi dari pembelajaran kooperatif TAI.
Dalam pembelajaran, aktivitas siswa dipelajari dalam kelompok yang heterogen.
Seluruh kegiatan memiliki siklus yang teratur, dimulai dari presentasi guru, tugas
kelompok, tugas mandiri, peer review, serta tugas tambahan dan tes.
Model Pembelajaran CIRC merupakan model pembelajaran inovatif yang
sedang dikembangkan. Pada awalnya model pembelajaran ini dikembangkan yaitu
model pembelajaran kooperatif. Nama CIRC sendiri merupakan singkatan dari
Collaborative Integrated Reading Competition. Tentu saja terdapat kesamaan
dengan model pembelajaran kooperatif lainnya, oleh karena itu dalam kegiatan
pembelajaran CIRC ini pembelajaran berlangsung dalam kelompok yang
dihasilkan. Hal ini dimaksudkan untuk mewujudkan inklusi sosial di kalangan
siswa dalam kelompoknya dalam kegiatan pembelajaran.
3. Scaffolded reading
Scaffold reading merupakan suatu metode pembelajaran membaca yang
menekankan pada upaya mengembangkan keterampilan membaca siswa melalui
persiapan kegiatan membaca secara bertahap. Scaffolding berbentuk panduan bagi
siswa untuk menghadapi tugas-tugas yang kompleks, sulit, dan nyata, kemudian
mendukung penuh mereka untuk menyelesaikan tugas-tugas tersebut. Tujuan
utama pendekatan ini adalah untuk mendorong siswa memiliki kemampuan
membaca yang optimal. Dorongan diberikan untuk mengembangkan keterampilan
membaca siswa secara bertahap mulai dari tahap pemahaman, tahap kritis hingga
tahap kreatif.
Abidin (2013:170) menguraikan tahapan membaca dengan menggunakan
metode Scaffolded Reading sebagai berikut.

Tahap Prabaca

a. Pemilihan teks Pada tahap ini, guru memilih teks yang akan digunakan sebagai
bahan ajar bacaana.

b. Orientasi Teks Pada tahap ini, guru memberikan penjelasan umum tentang isi
teks, seperti penulis, genre teks, tanggal penulisan teks, dan mengapa teks tersebut
dipilih.

87
Tahap Membaca

c. Tahap membaca pada tahap ini, siswa mulai membaca teks dengan kecepatan
membaca yang berbeda-beda, yaitu membaca dengan cepat bagian-bagian teks
yang mereka sukai dan membaca secara perlahan untuk meningkatkan
pemahaman terhadap teks.

d. Orientasi bahasa Pada tahap ini, siswa mendiskusikan bahasa yang digunakan
penulis. Kegiatan yang dapat dilakukan antara lain (1) mendeskripsikan pilihan
bahasa yang penulis gunakan, (2) menemukan kata kunci, (3) mulai membangun
cerita melalui makna kata kunci yang digunakan penulis, (4) mengonsep ulang
cerita melalui pekerjaan rumah sehingga siswa dapat menemukan bagian-bagian
penting dari cerita tersebut.

e. Mengembangkan pemahaman Pada tahap ini, siswa perlu menggunakan


berbagai strategi yang dapat digunakan untuk meningkatkan pemahaman cerita.
Beberapa strategi tersebut antara lain mengoreksi teks, menggarisbawahi teks,
menghilangkan kata-kata sulit, memparafrasekan kalimat, dan mengoreksi
kesalahan dengan bantuan.

Tahap Pascabaca

f. Mengecek perhatian dan persepsi siswa terhadap bacaan Pada tahap ini, guru
menguji pemahaman siswa terhadap isi bacaan melalui penilaian yang menguji
seberapa baik siswa memperhatikan teks dan bagaimana siswa mempersepsikan
teks tersebut. saat membaca, mereka membaca.

4. Group investigation

Group investigation merupakan metode pembelajaran kooperatif berbasis


penemuan dimana setiap kelompok terdiri dari 4-6 orang dengan komposisi
kelompok yang heterogen. Langkah-langkah pembelajaran kelompok dengan
menggunakan kain flanel dalam pembelajaran antara lain membentuk kelompok
dan memilih topik, merencanakan penyelesaian topik dan melaksanakan soal-soal

88
yang didukung media dalam kain flanel, menyiapkan laporan, menghitung dan
mengevaluasi.

5. Model pembelajaran SQ4R

Model pembelajaran SQ4R merupakan merupakan penyempurnaan dari teknik-


teknik membaca yang telah dikenal sebelumnya dan banyak diterapkan di sekolah,
khususnya model pembelajaran SQ3R. Perbedaan SQ4R dan SQ3R terletak pada
penambahan langkah Reflect setelah langkah Read. Fase refleksi merupakan
kegiatan yang memberikan contoh bacaan dan imajinasi yang relevan dengan
konteks kehidupan nyata. Membaca pemahaman operasi teks menggunakan SQ4R
menurut Thomas dan Robinson (dalam Ratna, 2014:29) mempunyai enam
tahapan, yaitu:

1) Investigasi adalah kegiatan memeriksa, mencari atau mengidentifikasi


keseluruhan teks.
2) Bertanya adalah kegiatan menyusun dan membentuk pertanyaan-pertanyaan
yang berkaitan dengan teks.
3) Membaca adalah membaca secara aktif suatu teks untuk mencari jawaban atas
pertanyaan yang telah disiapkan.
4) Refleksi adalah kegiatan memikirkan contoh atau memberikan bayangan suatu
materi pada saat membaca teks.
5) Resitasi adalah kegiatan menghafal setiap jawaban yang ditemukan. Review,
yaitu kegiatan mengkaji ulang seluruh jawaban pertanyaan pada tahap kedua
dan ketiga
6) Review yaitu kegiatan meninjau kembali semua jawaban dari pertanyaan
langkah kedua dan ketiga.

89
BAB VII
ANALISIS KURIKULUM

A. Hakikat Analisis Kurikulum 2013 SD


Kurikulum adalah proses pembelajaran dengan tujuan serta harapan yang
ditetapkan dalam bentuk rencana pembelajaran ataupun program yang
dilaksanakan oleh guru, siswa dan seluruh aspek sekolah. Dalam hal ini terdapat
dua subjek yang terlibat yaitu guru dan siswa. Secara umum, kurikulum mengacu
pada seperangkat pengalaman siswa yang mencakup tujuan pembelajaran, materi
pembelajaran, strategi pembelajaran, dan penilaian pembelajaran. Peristiwa-
peristiwa ini juga mencerminkan apa yang orang pikirkan, rasakan, yakini, dan
lakukan. Program ini juga merupakan program pilihan dari orang dewasa untuk
generasi muda dewasa, yang muatannya dapat berupa sejarah, politik, ras, budaya,
alam, visual, estetika, etika, ketuhanserta dunia. Peristiwa ini telah menginspirasi
generasi untuk mencoba menemukan siapa mereka sebenarnya.

Kurikulum adalah seperangkat rencana [aturan] dan bahan pembelajaran


yang digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan (UU RI No. 20 Tahun 2003).
Uraian tersebut menunjukkan bahwa dalam Kurikulum 13, pendidikan karakter
dilaksanakan dengan mempertimbangkan pengembangan kompetensi inti (1)

90
kompetensi mental dan (2) kompetensi sosial berdasarkan Peraturan Menteri
Pendidikan, Kebudayaan, Olahraga, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Nomor 24
Tahun 2016. ditampilkan. Tentang keterampilan inti Keterampilan dasar dalam
kurikulum pendidikan dasar dan menengah tahun 2013 yang diundangkan di
Jakarta pada tanggal 7 Juni 2016 (Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
No. 24 Tahun 2016). Komitmen ini dimaksudkan untuk mendorong pertumbuhan
mahasiswa. Sifatnya sesuai dengan tujuan pendidikan yang tertuang dalam
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 1 Ayat (1)
tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Kurikulum 2013 merupakan penyempurnaan kurikulum berbasis


kompetensi yang menetapkan standar kualifikasi lulusan, yang berkembang sesuai
dengan kebutuhan saat ini dan kebutuhan Indonesia di masa depan.
Penyempurnaan standar isi diuraikan atas kecukupan dan kesesuaian dengan
kompetensi. Meningkatkan standar proses melalui desain pendekatan ilmiah
berbasis pengetahuan. Penyempurnaan terakhir adalah penyempurnaan standar
penilaian berbasis proses dan keluaran dengan menggunakan teknik tes dan non
tes (portofolio).

Perubahan Kurikulum 2013 menckup pada standar kompetensi lulusan,


materi, proses dan penilaian yang komprehensif. Menurut kemendikbud (Faris &
Fitri, 2015) penjelasan hakikat perubahan Kurikulum 2013:

1. Kompetensi lulusan
a. Dapat terkonstruksi secara efektif.
b. Didukung semua materi seta mata pelajaran.
c. Terintegrasi baik secara vertikal ataupun horizontal.
2. Materi
a. Dikembangkan dengan berbasis kompetensi hingga dapat memenuhi
aspek kesesuaian serta kecukupan.
b. Dapat mengakomodasi content lokal, nasional serta internasional.
3. Proses
a. Berorientasi dalam karakteristik kompetensi yang berwujud:

91
 Sikap: menerima, mengenali, menghargai, danmengamalkan.
 Keterampilan: mengamati, bertanya , mencoba, menalar,
menyajikan, dan menciptakan.
 Pengetahuan: mengetahui, memahami, menerapkan,
menganalisis, mengevaluasi, dan menciptakan.
b. Menggunakan pendekatan ilmiah karakteristik, karakteristik terhadap
kompetensi sesuai jenjang (SD: tematik terpadu, SMP: tematik
terpadu -IPA dan IPS- dan mata pelajaran, SMA: tematik dan mata
pelajaran).
c. Dapat Mengutamakan discovery learningdan project based learning.
4. Penilaian
a. Dapat Berbasis tes serta non tes (porfolio).\
b. Dapat Menilai suatu proses dan output dalam menggunakan authentic
assesment (untuk mengukur tingkat berpikir dari rendah hingga tinggi
serta proses kerja siswa ataupun subjek didik).
c. Penilaian pada rapor dapar memuat penilaian yang kuantitatif tentang
pengetahuan serta deskrisi kualitatif tentang sikap dan keterampilan
kecukupan.

Hakikat kurikulum 2013 menginginkan perubahan pendidikan secara


menyeluruh. Pendidikan merupakan salah satu hal yang dapat membuat manusia
menjadi lebih baik. Pendidikan yang baik diharapkan dapat mengurang angka
kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan peradaban. Konsep perubahannya
terletak pada sikap, pengetahuan dan keterampilan yang dinilai dalam Kurikulum
2013 secara keseluruhan, bukan tersendiri. Kurikulum 2013 dirancang agar siswa
dapat meningkatkan kreativitasnya karena siswa mengambil peran dominan.

B. Karakteristik Kurikulum 2013 SD


Ciri-ciri utama kurikulum 2013 dirancang untuk membentuk
keseimbangan mental dan sikap sosial, pengetahuan dan keterampilan serta
menerapkannya dalam berbagai situasi di sekolah dan masyarakat.

92
Menurut Angel, dkk (2023) mengemukakan bahwa karakteristik utama
dalam kurikulum 2013 yaitu sebagai berikut:
1. Dirancang untuk mengembangkan keseimbangan antara sikap spiritual dan
sosial, pengetahuan, dan keterampilan, serta menerapkannya dalam
berbagai situasi disekolah dan masyarakat;
2. Menempatkan sekolah sebagai bagian dari masyarakat yang memberikan
pengalaman belajar agar peserta didik mampu menerapkan apa yang
dipelajari di sekolah ke masyarakat dan memanfaatkan masyarakat sebagai
sumber belajar;
3. Mengembangkan kompetensi inti kelas menjadi unsur pengorganisasian
kompetensi dasar (organizational elements). Seluruh kompetensi dasar dan
proses pembelajaran dikembangkan untuk mencapai kompetensi yang
ditentukan dalam kompetensi inti;
4. Mengembangkan kompetensi dasar berdasarkan prinsip akumulatif yang
memperkuat (reinforce) dan memperkaya (enrich) antar mata pelajaran
dan jenjang pendidikan (organisasi horizontal dan vertikal).

Sedangkan menurut Zaini (2013) mengemukakan bahwa Karakteristik


kurikulum 2013 dijelaskan lebih rinci di bawah ini:

1. Standar Kompetensi Lulusan (SKL)


a. SKL yang Berjenjang
SKL yang dirumuskan dalam Kurikulum 2013 dirumuskan secara
bertahap, artinya kompetensi lulusan jenjang pendidikan Sekolah
Dasar (Sd)/Madrasah Ibtidaiyah (MI) dilanjutkan dan dikembangkan
pada Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs)
yang kemudian diperluas dan dikembangkan kembali ke jenjang
Sekolah Menengah Atas (SMA)/Madrasah Aliyah (MA). Pada
kurikulum sebelumnya (kurikulum 2006) sedah berejnjang, namun
sulit dideteksi karena terlalu banyak dan tidak ada yang
memperhatikannya.
b. Pendidikan karakter yang terintegrasi

93
Integrasi penuh pendidikan karakter tanpa mengubah kurikulum
yang telah disetujui sebelumnya, yaitu “aliran” Kurikulum Berbasis
Kompetensi (KBK) sejak tahun 2004. Kemudian, pada tahun 2006
KBK dialihkan ke sekolah yang dikenal dengan Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidika (KTSP), namun dengan aliran yang tetap.
c. Mengakomodasikan semua aliran filsafat.
Pengembangan Kurikulum 2013 tidak hanya didasarkan pada satu
paham filsafat tertentu saja, namun didasarkan pada beberapa filsafat,
antara lain esensialisme, perenialisme, rekonstruksi sosial,
progresivisme, dan humanisme. Hal ini dapat dimaklumi karena
terdapat gagasan dalam kurikulum suatu negara tidak fanatik pada
satu aliran saja. Berdasarkan penggabungan seluruh aliran filsafat
yang ada, maka kurikulum 2013 sangat ideal. Dengan kemauan yang
kuat dari semua pihak, maka tujuan pendidikan nasional dengan
sendirinya dapat tercapai secara bertahap seiring berjalannya waktu.
d. Mengembangkan kemampuan menalar, mengkomunikasikan dan
mencipta.
Kurikulum 2013 dikatakan berhasil bila lulusannya mempunyai
kemampuan menalar/menganalisis, berkomunikasi, dan mencipta.
2. Isi dan Struktur Kurikulum
Kurikulum 2013 yang dikaitkan dengan standar isi mengurangi
jumlah mata pelajaran, namun menambah jumlah pelajaran pada setiap
mata pelajaran.
a. Proporsi kompetensi untuk setiap tingkat
Dalam Kurikulum 2013 pembahasan mengenai ciri-ciri pencapaian
kompetensi yang terdiri dari empat ranah sikap, yaitu. sikap mental,
sikap sosial, pengetahuan dan keterampilan, masih sangat terbatas.
b. Kerangka dasar dan struktur kurikulum 2013
Kurikulum 2013 dikembangkan berdasarkan keragaman budaya
masyarakat Indonesia dan bertujuan untuk menciptakan kehidupan
yang lebih baik. Proses pembelajaran kurikulum 2013 memberikan

94
kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan potensi yang
dimilikinya.
c. Kurikulum 2013 menambah jumlah jam pelajaran
Penambahan jumlah jam pelajaran pada kurikulum 2013 ditujukan
agar bangsa Indonesia dapat mencapai kemajuan dari negara lain.
Kurikulum 2013 mengajak siswa untuk belajar lebih aktif agar mampu
menghadapi tantangan era persaingan yang semakin ketat di dunia
global dan pasar bebas.
3. Pendekatan Kurikulum 2013
Pada Kurikulum 2013, muatan mata pelajaran dikemas dalam
format tematik dan diajarkan dengan pendekatan saintifik. Perubahan pada
bagian ini merupakan perubahan yang sangat besar karena tidak bisa
sekedar sekedar anjuran atau perintah menteri saja, namun juga harus
melaksanakan budaya dikalangan guru dan lingkungan sekolah.
4. Penilaian
Kurikulum 2013 memiliki beragam instrumen penilaian yang
sebaiknya digunakan guru. Meski kurikulum sebelumnya juga sudah
mengarahkan, namun kurikulum 2013 justru lebih ketat. Kebijakan ini
diperkenalkan untuk menjaga kelangsungan sistem kurikulum yang ada.

C. Tujuan Analisis Kurikulum


Tujuan kurikulum tahun 2013 adalah untuk mempersiapkan masyarakat
Indonesia memiliki kemampuan hidup seperti badan dan anggota Negara yang
beriman, produktif, kreatif, inovatif, dan afektif turut mampu berkontribusi pada
keaktifan bermasyarakat, berbangsa, dan petadaban dunia.
Berikut ini merupakan tujuan dari analisis kurikulum:
1. Mempelajari kelemahan dan kelebihan dari kurikulum.
2. Mempelajari dan mencocokkan metode pemeblajaran yang akan
disesuaikan dengan pengaran.
3. Menyesuaikan kurikulum dengan metode pembelajaran.

95
D. Komponen dan Kurikulum 2013 SD
1. Komponen Kurikulum
Kurikulum terdiri dari empat komponen, yaitu:
a. Komponen tujuan
Kurikulum merupakan suatu program untuk mencapai tujuan
pembelajaran. Tujuan ini menjadi pedoman atau acuan untuk seluruh
kegiatan pendidikan yang dilaksanakan. Berhasil tidaknya suatu program
pendidikan pada sekolah dapat diukur dari sejauh mana tujuan tersebut
tercapai. Program studi suatu institusi hendaknya menyatakan tujuan atau
sasaran pendidikan yang ingin dicapai pada masing-masing institusi.
b. Komponen isi/materi
Isi kurikulum mencakup segala sesuatu yang diajarkan melalui
program pendidikan yang membantu siswa mencapai tujuannya. Isi
kurikulum meliputi jenis mata pelajaran yang diajarkan dan isi kurikulum
dati setiap mata pelajaran. Mata pelajaran ini disesuaikan dengan format,
level, dan sistem pendidikan saat ini. Suatu proses yang dapat mendukung
perencanaan program dengan mengidentifikasi isi program. Meliputi
prosedur sebagai berikut:
 Isi kurikulum harus sesuai dengan perkembangan dan relevan bagi
peserta didik.
 Isi kurikulum sekolah harus mencerminkan realitas sosial.
 Isi program harus memuat tujuan pengetahuan yang dapat dipercaya. 4.
Isi program mencakup tujuan pembelajaran yang jelas. 5. Muatan
kurikulum yang dapat menunjang tercapainya tujuan pendidikan.
c. Komponen strategi
Strategi berarti metode pengajaran, metode dan alat yang
digunakan dalam pembelajaran. Namun kurva pembelajaran dan
pembahasan mengenai pembelajaran tidak berhenti sampai disitu saja.
d. Komponen evaluasi
Penilaian adalah bagian dari kurikulum. Dalam arti sempit, tujuan
evaluasi kurikulum adalah untuk menilai sejauh mana tujuan pendidikan

96
tercapai dengan kurikulum yang relevan. Pada saat yang sama, tujuan
analisis kurikulum dalam arti yang lebih luas adalah untuk mengevaluasi
efektivitas program secara keseluruhan dengan cara yang berbeda.
Indikator kinerja dievaluasi tidak hanya berdasarkan efektivitasnya, namun
juga berdasarkan kepentingan, efisiensi dan efektivitas program. Di sisi
lain dikatakan bahwa luas atau ruang lingkup program evaluasi kurikulum
sangat bergantung pada tujuan evaluasi kurikulum. Aspek penting dari
program ini yang patut mendapat perhatian adalah proses dan hasil belajar
siswa.
Evaluasi program memainkan peranan penting, baik dalam definisi
keseluruhan kebijakan pendidikan maupun dalam pengambilan kebijakan
program itu sendiri. Pengambil kebijakan pendidikan dan perencana
program dapat menggunakan hasil evaluasi program untuk memilih dan
merumuskan kebijakan pengembangan sistem pendidikan dan
pengembangan program yang akan digunakan. Guru, kepala sekolah, dan
staf akademik lainnya juga dapat menggunakan hasil evaluasi program
untuk memahami dan membantu dalam pengembangan siswa dan
pemilihan kurikulum. Memilih metode dan alat pengajaran, metode
penelitian dan bahan ajar lainnya, menjadi bagian dari kurikulum selama
penelitian dapat memberikan informasi yang benar tentang pelaksanaan
pembelajaran dan keberhasilan belajar siswa. Berdasarkan informasi ini,
keputusan dapat diambil mengenai program itu sendiri, keterampilan
pembelajaran dan bimbingan apa yang harus diberikan.

2. Kurikulum 2013 SD

Kuriukulum 2013 (K-13) merupakan kurikulum yang mengalami


perubahan dari kurikulum sebelumnya. Persiapan K-13 bermula dari kegelisahan
terhadap sistem pendidikan yang dilaksanakan selama ini yang hanya bertumpu
pada pengajaran untuk memenuhi tujuan pengetahuan siswa. Perubahan

97
kurikulum KTSP ke kurikulum 2013 merupakan salah satu upaya pemutakhiran
pengembangan kurikulum agar dapat memenuhi kebutuhan generasi muda.

K-13 memadukan tiga konsep yang mengembangkan sikap, keterampilan


dan pengetahuan. Dalam konsep ini keseimbangan antara hard skill dan soft skill
diawali dengan standar kompetensi lulusan, standar isi, standar proses dan standar
penilaian yang dapat dilaksanakan.

Pada kurikulum 2013, penilaian lebih menitikberatkan pada penilaian


autentik. Istilah autentik identik dengan asli, nyata, valid atau dapat dipercaya.
Penilaian autentik merupakan penilaian menyeluruh terhadap masukan, proses,
dan hasil pembelajaran. Sedangkan pada Kurikulum KTSP penilaian lebih menitik
beratkan pada aspek kognitif sehingga menjadikan tes sebagai metode penilaian
yang dominan, Kurikulum 2013 lebih menekankan pada aspek kognitif, afektif,
psikomotorik kaitannya dengan karakteristik dan jenjang siswa yang sistem
penilaiannya berbasis tes dan lebih banyak portofolio. Dilihat dari evaluasi
pendidikan karakter, evaluasi aspek afektif dan psikomotorik dinilai penting di
sekolah dasar, karena dalam soal-soal tersebut dapat diamati nilai-nilai karakter
yang dihasilkan dari pembiasaan. Sedangkan untuk perspektif kognitif
sebagaimana disampaikan KI-1 dan KI-2 memuat informasi tentang
pembentukan nilai-nilai karakter melalui pembiasaan.

98
BAB VIII
PENGEMBANGAN PERANGKAT LKPD

A. Pengertian Lembar Kegiatan Peserta Didik


Salah satu sumber belajar dan media pembelajaran yang dirasa dapat
membantu pesrta didik maupun Guru dalam proses pembelajaran adalah
LKPD . Lembar kegiatan peserta didik ( LKPD) merupakan bagian dari
proses pembelajaran. Dalam proses pembelajaran, LKPD diperlukan sebagai
komponen penting yang dikembangkan oleh guru untuk peserta didik.
 Menurut ( Daryanto, 2014: 175) LKPD merupakan sebuah lembaran yang
berisikan tugas yang harus dikerjakan oleh peserta didik.
 Menurut Arsyad (2004) dan Adrianton (2016) mengatakan bahwa “LKPD
mencakup media cetak yang lahir dari perkembangan teknologi cetak yang
berbentuk buku dan mencakup materi visual”.
 Menurut (Ozmen dan Yildirim, 2011: 175) LKPD merupakan sebuah
lembaran yang berisikan bahan untuk peserta didik agar lebih aktif dan
dapat memperoleh makna dari proses pembelajaran.
 Menurut (Trianto, 2009: 73) LKPD merupakan pemahaman yang
digunakan sebagai menyelidik dan memecahkan suatu masalah.

99
 Menurut Dhari dan Haryono (1988) dalam Adriantoni (2016) menyatakan
bahwa, "LKPD adalah lembaran yang berisi pedoman bagi Peserta Didik
untuk melakukan kegiatan yang terprogram". Setiap LKPD memuat
misalnya: uraian singkat mengenai materi yang akan dibahas, tujuan
kegiatan, alat/bahan yang diperlukan dalam kegiatan, langkah kerja,
pertanyaan yang perlu diperhatikan, kesimpulan diskusi dan latihan.
 Menurut Lestari (2006) dan Majid (2013), “LKPD harus direncanakan
oleh guru sendiri sesuai dengan mata pelajaran dan tujuan pembelajaran”.
 Menurut Belawati dkk (2007), “LKPD adalah materi pendidikan yang
dikemas dengan sedemikian rupa sehingga peserta didik diharapkan dapat
mempelajari materi pendidikan tersebut secara mandiri”.
Berdasarkan pendapat para ahli, siswa sangat membutuhkan LKPD dalam
pembelajarannya. Siswa tidak hanya mendengarkan penjelasan guru saja,
namun juga melakukan observasi, eksperimen, mengidentifikasi dan juga
mencatat hasil penelitian tentang LKPD.

B. FUNGSI LKPD
Menurut (Djamarah dan Zain, 2009: 57) LKPD merupakan bahan ajar yang
memiliki fungsi sebagai berikut:
1. Sebagai alat bantu untuk menciptakan suasana pembelajaran yang efektif.
2. Sebagai alat bantu untuk melengkapi dalam proses pembelajaran untuk
menarik perhatian peserta didik.
3. Untuk mempercepat proses pembelajaran dan membantu peserta didik
menangkap pengertian yang diberikan guru.
4. Peserta didik tidak hanya mendengar uraian dari guru tetapi lebih aktif
dalam pembelajaran.
5. Menumbuhkan cara berpikir peserta didik yang berkesinambungan dan
teratur.
6. Untuk meningkatkan mutu belajar mengajar, hasil belajar yang dicapai
peserta didik akan diingat dan tahan lama sehing pembelajaran
mempunyai nilai tinggi.

100
Berdasarkan penjelasan tersebut, LKPD membantu siswa memahami materi
yang diberikan guru secara maksimal, karena siswa mendapatkan
kenyamanan dalam pembelajaran menggunakan LKPD. Hal ini penting
karena penerapan materi pembelajaran kepada siswa menarik, sehingga siswa
memperoleh pemahaman dan hasil belajar yang optimal. Selain itu, dari
beberapa pendapat di atas tersebut dapat disimpulkan bahwa LKPD adalah
halaman yang digunakan peserta didik sebagai pedoman dalam belajar dan
berisi tugas-tugas yang dibuat oleh peserta didik berupa soal-soal atau
kegiatan yang diselesaikan siswa. Pada dasarnya LKPD tidak dinilai sebagai
dasar penghitungan raport, namun hanya sebagai penegasan bagi mereka
yang berhasil menyelesaikan tugas dan membimbing siswa yang mengalami
kesulitan.

C. TUJUAN LKPD
LKPD merupakan bahan ajar yang mempunyai tujuan penting, ada empat
poin penting dalam penyusunan LKPD (Prastowo, 2014:206), yaitu:
(1) Menyajikan bahan ajar yang memudahkan peserta didik untukmemberi
interaksi terhadap materi yang diberikan.
(2) Menyajikan tugas-tugas yang meningkatkan pemahaman pesertadidik
terhadap materi yang diberikan.
(3) Melatih sikap kemandirian peserta didik.
(4) Untuk memudahkan guru dalam memberikan tugas kepada siswa.
Berdasarkan penjelasan diatas, tujuan dari penyusunan LKPD dalam proses
pembelajaran yaitu sebagai langkah-langkah memahami materi secara urut
untuk mencapai tujuan pembelajaran dan meningkatkan pemahaman materi
dalam pembelajaran.

D. SISTEMATIKA LKPD
Menurut (Prastowo, 2014: 208) terdapat enam unsur dan format dalam
penyusunan LKPD

101
1. Judul,
2. Petunjuk belajar,
3. Komponen yang akan dicapai,
4. Informasi pendukung,
5. Tugas atau langkah-langkah kerja,
6. Penelitian,
Sedangkan menurut (Abdurrahman 2015: 96)struktur LKPD yaitu:
a. judul kegiatan, tema, subtema, kelas, semester;
b. tujuan pembelajaran yang sesuai dengan KD;
c. alat dan bahan;
d. langkah-langkah kerja;
e. tabel data; dan
f. pertanyaan-pertanyaan diskusi.

Format LKS yang dikembangkan sesuai dengan kurikulum dan RPP yang
berpedoman pada Peraturan Pemerintah No. 65/2013 tentang standar proses.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa LKPD merupakan halaman yang
berisi tugas-tugas siswa dan dilengkapi petunjuk serta langkah-langkah untuk
meningkatkan keterampilan yang diharapkan.

E. KRITERIA KUALITAS LKPD


LKPD mempunyai peran yang penting dalam pembelajaran. LKPD yaitu
petunjuk-petunjuk yang diperlukan dalam pembelajaran dan pemberian tugas
kepada peserta didik, agar LKPD menarik bagi peserta didik. Menurut
Arsyad (2011:87-91), LKPD yang baik harus memenuhi syarat-syarat, yaitu:
a). Konsistensi, cara menggunakan format yang konsisten pada setiap
halaman.
b).Format, seperti pada paragraf panjang menggunakan wajah satu kolom,
paragraf tulisan pendek menggunakan wajah kolom lebih sesuai.
c).Organisasi, seperti susunan teks informasi mudah diperoleh oleh peserta
didik.

102
d).Daya tarik, seperti memperkenalkan setiap bab atau bab baru dengan cara
berbeda.
e).Ukuran huruf, pilihlah ukuran huruf yang sesuai dengan peserta didik dan
lingkungannya, menghindari penggunaan huruf kapital untuk keseluruhan
teks.f) Ruang (spasi) kosong, seperti ruang sekitar judul, batas tepi, margin,
kolom atau spasi dengan mengatur spasi baris dan spasi paragraf.
Sedangkan menurut (Ibrahim, 2012: 212), bahwa LKPD harus memenuhi
persyaratan pedagogik, konstruksi, dan teknik yang digambarkan dalam tabel
berikut:
1. Syarat pedagogisnya adalah menekankan pada proses pencarian konsep
atau petunjuk untuk memecahkannya.
2. Persyaratan konstruksi, yaitu menggunakan bahasa yang sesuai dengan
tingkat perkembangan peserta didik. Gunakan struktur kalimat yang
sederhana, jelas dan ringkas (tidak berbelit-belit). Tujuan yang jelas,
tatanan yang sistematis dan identitas yang jelas untuk kemudahan
pengelolaan.
3. Syarat teknis, yaitu. penggunaan huruf tebal dan relevan dengan pokok
bahasan. Ada lebih dari 10 kata per baris dan gambar yang jelas dan
detail yang menyampaikan pesan secara efektif. Pameran ini
diselenggarakan sedemikian rupa sehingga menarik dan menyenangkan
bagi para peserta didik.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa LKPD harus
memenuhi persyaratan. Oleh karena itu, pemenuhan persyaratan harus
dipersiapkan sebelum membuat LKPD. Persyaratan tersebut menjadi penanda
bagi peserta didik dalam menyusun LKPD.

F. LANGKAH- LANGKAH PENYUSUNAN LKPD


Penyusunan LKPD harus berkesinambungan dengan silabus dan RPP. Hal ini
sesuai dengan pernyataan (Suyanto, Paidi dan Wilueng. 2011: 7) yang
menyatakan bahwa langkah-langkah yang perlu diperhatikan dalam
penyusunan LKPD adalah sebagai berikut:

103
(a)Melakukan analisis kurikulum; kompetensi dasar; indikator, dan materi
pembelajaran serta alokasi waktu.
(b) Menganalisis silabus dan pemilihan kegiatan pembelajaran yang sesuai
dengan analisis KD dan indikator.
(c)Menganalisis RPP dan menentukan langkah-langkah kegiatan.
(d)Menyusun LKPD sesuai dengan kegiatan dalam RPP.

G. BENTUK-BENTUK LKPD
Beberapa Bentuk LKPD menurut amri (2023) di antaranya adalah:
1. LKPD yang membantu peserta didik menemukan suatu konsep LKPD jenis
ini memuat apa yang (harus) dilakukan peserta didik, meliputi melakukan,
mengamati, dan menganalisis.
2. LKPD yang membantu peserta didik menerapkan dan mengintegrasikan
berbagai konsep yang telah ditemukan.Dalam sebuah pembelajaran, setelah
peserta didik berhasil menemukan konsep, peserta didik selanjutnya dilatih
untuk menerapkan konsep yang telah dipelajari tersebut kedalam soal
berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. (ini yang dipilih sebagai desain
LKPD)
3. LKPD sebagai panduan belajar LKPD ini memuat pertanyaan-pertanyaan
atau masukan-masukan yang jawabannya ada di dalam buku. Siswa dapat
mengerjakan LKPD sambil membaca buku, sehingga tujuan utama LKPD ini
adalah membantu siswa mengingat dan memahami materi pembelajaran
dalam buku tersebut. LKPD ini juga cocok untuk keperluan remtd.
4. LKPD yang menjadi pengukuhan LKPD ini diberikan pada saat peserta
didik telah selesai mempelajari suatu mata pelajaran tertentu.
5. LKPD yang menjadi pedoman praktik. Daripada memisahkan petunjuk
latihan menjadi satu buku tersendiri, kita bisa menggabungkan petunjuk
latihan tersebut ke dalam kumpulan LKPD.

H. MANFAAT LEMBAR KERJA SISWA

104
Manfaat Lembar Kerja Siswa (LKPD) Menurut Sukamto (2009:2), juga
LKPD antara lain mempunyai keuntungan sebagai berikut:
a) Untuk memberikan siswa pengalaman khusus,
b) Membantu mempelajari variasi di kelas,
c) Untuk membangkitkan minat siswa,
d) Untuk meningkatkan potensi belajar mengajar,
e) pemanfaatan waktu secara efektif. Peran LKPD dalam proses tersebut
belajar itu sangat penting karena Bantuan LKPD, akan memudahkan siswa
dalam memahami materi yang disampaikan. Berdasarkan penjelasan di atas,
Anda bisa menyimpulkan bahwa keberadaan LKPD dapat memberikan
manfaat baik bagi guru maupun peserta didik dalam proses pembelajaran.
Satu keuntungan utamanya adalah kesederhanaan saat mengajar mata
pelajaran guru dan memudahkan siswa memahami materi yang
disampaikan guru.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penggunaan LKPD sebagai alat
pengajaran sudah optimal yaitu. digunakan sebagai sumber informasi
latihan soal dan bahan ajar. Metode yang digunakan dalam pembelajaran
berbeda-beda, yaitu metode pencarian konsep, metode diskusi, dan metode
latihan masalah. Penerapan setiap metode pengajaran disesuaikan pada
setiap pertemuan sesuai dengan karakteristik objek pembelajaran.
Dengan hadirnya media LKPD diharapkan dapat menjadikan peserta didik,
cepat tanggap dan kreatif. LKPD dapat digunakan untuk pemantauan
kognitif, afektif dan psikomotorik peserta didik. Dapat juga digunakan
dalam pendekatan keterampilan proses dimana peserta didik berlatih
mengumpulkan sebanyak-banyaknya konsep dari materi yang dipelajari
melalui LKPD kemudian mendiskusikannya untuk menarik kesimpulan
tentang pengertian dan ciri-ciri materi yang dipelajari.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penggunaan LKPD sebagai alat
pengajaran sudah optimal yaitu. digunakan sebagai sumber informasi
latihan soal dan bahan ajar. Metode yang digunakan dalam pembelajaran
berbeda-beda, yaitu metode pencarian konsep, metode diskusi, dan metode

105
latihan masalah. Penerapan setiap metode pengajaran disesuaikan pada
setiap pertemuan sesuai dengan karakteristik objek pembelajaran.
I. karakteristik masing-masing jenis LKPD.
 LKPD Penemuan
LKPD jenis ini memuat langkah-langkah tindakan yang harus diselesaikan
siswa dan penelitian LKPD pada judul ini. Tujuan LKPD ini adalah
mengarahkan peserta didik untuk melakukan kegiatan penemuan atau
penelitian yang terdiri dari beberapa tahapan kerja penelitian (langkah kerja
sintifik).

 LKPD Aplikasi-Integratif
LKPD jenis ini bersifat praktis dan bertujuan untuk melatih dan
memperbarui keterampilan yang dipelajari di sekolah dan dipraktikkan
dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, setelah peserta didik belajar cara
mencuci tangan di sekolah, mereka mendapatkan LKPD yang memuat
petunjuk bagi orang tua atau anggota keluarga tentang cara memantau cara
mencuci tangan siswa yang benar di rumah.
 LKPD Penuntun
LKPD ini sederhana namun sangat bermanfaat bagi peserta didik ketika
perlu memahami materi pembelajaran berbasis buku teks. Isi LKPD terdiri
atas soal-soal lengkap atau soal-soal yang jawabannya dapat ditemukan di
buku teks. LKPD ini memungkinkan Peserta didik untuk mencari,
mengidentifikasi, dan mengingat materi kunci atau pesan penting dalam
buku teks.
 Memperkuat LKPD

Lembar kerja penguatan diberikan kepada siswa setelah mereka


mempelajari materi suatu topik atau topik.Tujuan penguatan LKPD adalah
untuk memperdalam, memperkaya, atau menerapkan topik kajian yang
dipelajari. LKPD ini juga dapat digunakan untuk proyek pembelajaran,

106
seperti setelah membahas topik kerusakan lingkungan hidup, siswa
diberikan IKPD tentang dampak kerusakan lingkungan terhadap manusia.
LKPD ditugaskan kepada peserta didik dan bertanggung jawab untuk
mewawancarai masyarakat setempat yang terkena dampak kerusakan
lingkungan.
 LKPD praktikum

LKPD ini siap membantu mahasiswa dalam praktik. Namun istilah magang
sangat dekat dengan kegiatan pembelajaran di laboratorium, namun bukan
berarti LKS ini tidak dapat digunakan di dalam kelas. Ketika peserta perlu
belajar bagaimana membuktikan atau melakukan percobaan terhadap suatu
konsep, hukum, atau argumentasi tertentu, LKPD jenis ini menjadi penting.
LKPD memuat serangkaian tata cara atau langkah-langkah dalam
melakukan suatu pembuktian atau percobaan.

107
BAB IX

PENUTUP

A. SIMPULAN
Untuk mencapai tujuan yang tujuan pembelajaran, baik dalam
tujuan umum maupun tujuan khusus diperlukan metode yang tepat sesuai
dengan materi yang diajarkan. Untuk itu pengajar harus memilih metode
yang benar-benar sesuai serta mampu meningkatkan motivasi dan
pemahaman dalam menerima dan mengikuti pelajaran. Pembelajaran
merupakan proses interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya,
sehingga terjadinya perubahan perilaku ke arah yang lebih baik.

B. SARAN
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih
banyak terdapat kesalahan maka dari itu kami terbuka atas segala saran
dan masukan yang membangun bagi makalah ini.

108
DAFTAR PUSTAKA

Anastasya. Dhea, Felty Wila Yanti, Rahma Mellenia, Refa Angreska, Suryani
Putri, Eko Kuntarto dan Silviyani Noviyanti. 2018. Pembelajaran Bahasa
Indonesia Di Sekolah Dasar. Jurnal Tugas MK Kajian Kebahasaan Kelas
R3 Kelompok 7. (3 dan 4).

Anna Haerun. 2016. Pembelajaran Bahasa Indonesia Dalam Konteks

MultiBudaya. Jurnal Al-Ta’dib. Vol. 9 (2: 76 dan 88-89).

Dhieni, Nurbiana, Lara Fridani, and S. Psi M. Psych. "Hakikat Perkembangan


Bahasa Anak." Modul Paud diakses pada tanggal 26 (2017).

Fahrurrozi & Andri Wicaksono. 2023. Pengembagan Pembelajaran Bahasa


Indonesia di Sekolah dasar. Yogyakarta: Penertbit Garudhawaca.

Faris, Fitri Al. 2015. Kurikulum 2013 Dalam Perspektif Filsafat Pendidikan
Progressivisme. Jurnal Filsafat. Vol 25 (2): 322.

109
Gani, Saida dan Berti Arsyad. 2018. Kajian Teoritis Sruktur Internal Bahasa.
Jurnal Bahasa dan Sastra Arab. Vol. 7 (1: 2-14).

Hanik, Elya Umi, Dwiyanti Puspitasari, Emilia Safitri, Hema Rizkyana Firdaus,
Maurin Pratiwi & Reza Nidaul Innayah. 2022. Integrasi Pendekatan
TPACK (Technological, Pedagogical, Content Knowledge) Guru Sekolah
Dasar SIKL dalam Melaksanakan Pembelajaran Era Digital. Journal of
Education Integration and Development. Vol2. 1: 16-21.

Ibda, Hamidulloh. 2019. Bahasa Indonesia Tingkat Lanjutan untuk Mahasiswa.


Semarang: CV. Pilar Nusantara.

Isna, Aisyah. 2019. Perkembangan Bahasa Anak Usia Dini. Jurnal Al_Athfal.
Vol. 2 (2:63-66).

Koerniawati,Trie. 2020. Model Pembelajaran Kooperatif Team Assisted


Individualization(TeAssId): Berbantu LKPD until pemecahan Masalah
Jarak Pada Ruang Dimensi tiga. Jawa Barat: CV Adanu Abinamata.

Krissandi, Apri Damai Sagita, Widharyanto, Rishe Purnama Dewi. 2018.


Pembelajaran Bahasa Indonesia untuk SD. Bekasi: Penerbit Media
Maxima.

Madu, Fransiska Jaiman. 2023. Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia.


Semarang: Penerbit Cahya Ghani Recovery.

Mahmud, Saifuddin & Muhammad Idham. 2019. Teori Belajar Bahasa. Banda
Aceh:Syiah Kuala University Press Darussalam.
Mulyaningsih, Indrya. 2017. Modul Teori Belajar Bahasa. Cirebon: IAIN Syekh
Nurjati Cirebon.
Muradi, Ahmad. 2018. Pemerolehan Bahasa Dalam Perspektif Psikolinguistik
Dan Al-Quran. Jurnal Ilmiah Kependidikan. Vol. 7 (2).

Mustadi, Ali, M. Habibi & Paguh Ardianto Iskandar. 2021. Filosofi Teori
dan Konsep Bahasa dan Sastra Indonesia Sekolah Dasar. Yogyakarta:
UNY Press.

110
Mustadi, Ali, Alif Wiyat Purnanto, Octavian Muning Sayekti, Nesi Anti Andini,
Fera Dwidarti, Hesti Ariestina, Handara Tri Elitasari, Fajarsih
Darusuprapti, Muhammad Asip, Hamidulloh Ibda. 2022. Bahasa dan
Sastra Indonesia SD Berorientasi Kurikulum Merdeka. Yogyakarta: UNY
Press.

Nana. 2022. Pengembangan Bahan Ajar Pendidikan Fisika Berbasis Model


Pembelajaran Poe2we. Jawa Tengah; Lakeisha.

Nasution, Fitri Kholilah, Sa’idatul Hasanah, Siti Munawwarah dan Syakira


Anandia. 2022. Prinsip-prinsip Pembelajaran Bahasa. Jurnal Multi
Disiplin Dehasen (MUDE). Vol. 1 (3): 362.
Nurhasanah, Ana, Reksa Adya Pribadi, M. Dapid Nur. 2021. Analisis
Kurikulum 2013. Jurnal Ilmiah FKIP Universitas Mandiri. Vol 7 (2): 487.

Oktadiana, Bella, Esti Hayati dan IIra Agus Sofiana. 2019. Analisis
Perkembangan Bahasa Anak Usia Dasar (Tercapai) Di MI MA “Arif
Sambego. Jurnal Pendidikan Islam. Vol. 2 (2: 230-231 dan 236-242).

Oktaviani, Rafika Elsa dan Nursalim. 2021. Prinsip-prinsip Pembelajaran


Bahasa Indonesia SD/MI. Jurnal Ilmiah Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia. Vol. 7 (1): 8.
Prihantini. 2020. Strategie Pembelajaran SD. Jakarta: Sinar Grafika Offset.

Rahayu. Fuji. 2019. Pengaruh Era Digital Terhadap Perkembangan Bahasa


Anak. Jurnal Al-Fathin. Vol. 2 (1: 52 dan 53).

Riyanti, Asih. 2020. Teori Belajar Bahasa. Magelang: Tidar Media.

Rosidah, Cholifah Tur, Bahauddin Azmy & Amelia Widya Anindita. 2022.
Pembelajaran bahan Indonesia di SD. Sukabumi: CV Jejak.

Shahbana, E. B., & Satria, R. 2020. Implementasi Teori Belajar Behavioristik


Dalam Pembelajaran. Jurnal Serunai Administrasi Pendidikan. Vol. 9 (1):
24-33.

111
Shuharti, Sri dkk. 2021. Kajian Psikolingustik. Aceh: Yayasan Penerbit
Muhammad Zaini

Sukadir. 2014. Kurikulum 2013 sebagai Pendukung Penyiapan Generasi Emas.


Jurnal study Islam Panco Wahana. Vol 1 (12): Hal 111-114.

Suparman, S. (2022). Pemerolehan Bahasa Anak Usia 3 Tahun. Jurnal Penelitian


Pendidikan, 7(1).

Sutisna Aldi, Rifdah Fauziah, Putri Indah Lestari.2020.ANALISIS


KURIKULUM 2013 TINGKAT SEKOLAH DASAR DI SDN KP. BULAK
III PAMULANG. Jurnal Pendidikan Dasar. Vol 4 (1): 97.

Walidin Warul & Mawardi Hasan. 2020. Pendidikan Karakter Kurikulum 13


dalam Analisis Filosofis. Banda Aceh: Ar-Raniry Press.

Zaini, Herman. 2013. KARAKTERISTIK KURIKULUM 2013 DAN


KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP). JURNAL
IDAROH. Vol. 1 (1): 22-25

112

Anda mungkin juga menyukai