Anda di halaman 1dari 17

Mengubah Perilaku Anak

Menjadi Terbiasa dan Fasih Berbahasa Inggris


Menggunakan Metode Observational Learning

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah


Psikologi Belajar
Dosen: Rudi Cahyono S.Psi., M.Psi.

Oleh Kelompok 4:
1. Dita Nabila Fauziah 111811133030
2. Liana Sein Ritonga 111811133039
3. Dewi Aprillia Anggraini 111811133050
4. Devia Putri Ramadhani 111811133055
5. Caesar Panji 111711133114

Kelas : C-1

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan nikmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Desain
Proses Belajar yang berjudul “Mengubah Perilaku Anak Menjadi Terbiasa dan Fasih
Berbahasa Inggris Menggunakan Metode Observational Learning” dengan lancar, yang
diharapkan bisa menjadi tambahan pengetahuan dalam kehidupan dan menjadi solusi
bagi Indonesia yang lebih baik dimasa mendatang.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang mendukung atas
terselesaikannya desain proses belajar ini, yaitu:
1. Tuhan Yang Maha Esa
2. Dosen Pembimbing, Rudi Cahyono S.Psi., M.Psi., atas bimbingannya dan
motivasinya
3. Keluarga Fakultas Psikologi Unair, khususnya teman-teman serta dosen-dosen kami
yang telah banyak memberikan dukungan.
Kami menyadari bahwa desain proses belajar yang kami buat ini tidak luput dari
kekurangan, untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran guna melakukan
perbaikan tugas selanjutnya.

Surabaya, 28 Mei 2019

Penulis
DAFTAR ISI

Kata Pengantar............................................................................................................ i
Daftar Isi......................................................................................................................ii
BAB I Pendahuluan.....................................................................................................1
1.1. Latar Belakang...................................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah..............................................................................................2
1.3. Tujuan.................................................................................................................2
1.4. Manfaat...............................................................................................................2
BAB II Kajian Teori....................................................................................................3
2.1. Perilaku Sasaran.................................................................................................3
2.2. Cara Pengubahan Perilaku..................................................................................4
2.2.1. Variabel yang Mempengaruhi Belajar......................................................5
2.2.2. Kelebihan Teori Observational Learning.................................................6
BAB III Desain Proses Belajar....................................................................................7
3.1. Identifikasi Perilaku...........................................................................................7
3.2. Metode Proses Belajar........................................................................................8
3.2.1. Tujuan......................................................................................................8
3.2.2. Langkah-langkah......................................................................................9
3.2.3. Jadwal Pelaksanaan..................................................................................12
3.2.4. Perangkat yang Diperlukan......................................................................12
3.3. Evaluasi..............................................................................................................13
Daftar Pustaka.............................................................................................................14
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Seiring berjalannya waktu, dalam era globalisasi saat ini banyak perkembangan dan
perubahan yang terjadi disekitar kita. Mulai dari teknologi komunikasi, informasi, serta gaya
hidup. Adapun perkembangan atau perubahan dalam lingkup kecil seperti di lingkungan
keluarga, contohnya seperti anak usia dini yang sudah diajarkan dan dibiasakan untuk
berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Inggris.

Kebiasaan anak untuk berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Inggris ini,


dikarenakan anak dituntut lebih aktif dan mampu berkomunikasi dengan bahasa Inggris
dilingkungan sekolahnya mengingat bahasa Inggris sendiri adalah bahasa internasional di
dunia. Jadi, anak dituntut lebih aktif berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Inggris.
Terlebih bagi anak-anak di lingkungan sekolah dasar yang berbasis internasional, mereka
sangat dituntut lebih untuk mampu berkomunikasi dengan teman sebayanya ataupun dengan
gurunya dengan menggunakan bahasa Inggris.

Tak hanya sekolah yang berbasis internasional. Tetapi anak pada usia dini khususnya
saat ini, anak pada usia sekolah dasar sangat dituntut lebih mampu berkomunikasi dengan
bahasa Inggris. Anggapan orang tua kebanyakan mengenai kemampuan berbahasa Inggris
selain karena bahasa internasional, tetapi juga karena orang tua ingin anak tersebut bisa
bersaing atau bahkan lebih fasih daripada teman sebayanya.

Desain belajar yang akan kami susun adalah untuk anak berusia 10 tahun yang
dimana dia menduduki sekolah dasar berbasis internasioal. Anak tersebut belum terbiasa
untuk berkomunikasi dengan fasih menggunakan bahasa Inggris. Anak tersebut dituntut
untuk mampu memahami serta mampu berkomunikasi dengan fasih kepada teman sebayanya
dan juga gurunya serta orang tua.

Dari desain belajar yang kami buat, kami menggunakan perspektif behaviorisme pada
proses belajar, khususnya teori belajar observasional dan modeling yang dikemukakan oleh
Albert Bandura. Desain belajar yang kami susun bertujuan agar anak mampu menirukan dan
terbiasa untuk berkomuikasi menggunakan bahasa Inggris secara fasih. Dengan
menggunakan metode belajar observasional, anak belajar melalui model yang diatensi.
Model bisa berupa karakter dalam media hiburan, orang tua, maupun teman sebaya
yang aktif berbahasa Inggris. Proses belajar observasional yang akan didesain tentu masih
memerlukan pengawasan orang tua. Melalui stimulus berupa model yang dicontohkan
kepada anak terus menerus, akan membuat anak terbiasa dan mulai mengikuti apa yang telah
mereka amati, dan mulai mengaplikasikannya ke lingkungan mereka.

1.2. Rumusan Masalah


1. Bagaimana identifikasi perilaku tidak fasih dan belum terbiasa berbahasa Inggris
sehingga perlu dirubah?
2. Bagaimana metode proses belajar yang dilakukan untuk mengubah perilaku tidak
fasih dan belum terbiasa berbahasa Inggris?
3. Evaluasi apa yang digunakan dalam proses tersebut?

1.3. Tujuan

1. Mengidentifikasi perilaku tidak fasih dan belum terbiasa berbahasa Inggris sehingga
perlu untuk diubah.
2. Merumuskan metode proses belajar yang dilakukan untuk mengubah perilaku tidak
fasih dan belum terbiasa berbahasa Inggris.
3. Mengetahui evaluasi yang digunakan dalam proses belajar tersebut.

1.4. Manfaat

1. Membantu pendidik dan orangtua untuk mengajarkan Bahasa Inggris kepada anak
usia sekitar 10 tahun.
2. Mengaplikasikan teori belajar observasional dalam kegiatan belajar berbahasa Inggris.
BAB II

KAJIAN TEORI

2.1. Perilaku Sasaran

Perilaku sasaran ini adalah perilaku tidak terbiasa anak dalam berbahasa inggris.
Kebiasaan berbahasa Inggris dalam kehidupan sehari-hari biasanya dimulai dari kebiasaan
orang tua dan lingkungan sekitar yang lebih dulu sudah membiasakan diri untuk berbahasa
Inggris, karena memang mereka telah mendapat pengaruh terlebih dahulu dari
lingkungannya. Ini terjadi dimana sebelumnya seseorang belum bisa memutuskan siapa
yang bisa memperngaruhi mereka sehingga secara tidak sadar seseorang mengadopsi
kebiasaan orang terdekat yang ada di sekitarnya dan mengalami sosialisasi primer atau
sosialisi pertama yang dialami individu pada masa kanak-kanak yang dengan itu ia menjadi
anggota masyarakat (Berger & Luckmann, 1990 dalam Hikmasari,2012).
Akibat yang dapat ditimbulkan dari ketidakbiasaan berbahasa inggris tetapi
lingkungan sekitar membiasakan menggunakan Bahasa inggris adalah munculnya rasa
inferioritas yang menyebabkan anak menjadi lebih menarik diri, minder dan lain-lain.
Sehingga, akan menyulitkan anak dalam berinteraksi dan berkomunikasi dengan
lingkungannya yang cenderung membuat anak takut salah, konservatif dan sebagainya.
Perilaku sasaran dari desain belajar yang diharapkan dapat membantu beberapa
kalangan masyarakat dalam mengatasi hal serupa adalah perilaku tidak terbiasa anak dalam
berbahasa inggris dari usia 10 tahun dimana anak masih duduk di bangku Sekolah Dasar.
Ketika lingkungan sekitarnya berkomunikasi menggunakan Bahasa inggris, anak yang tidak
terbiasa ini memiliki kecenderungan hanya sebagai pendengar saja, bahkan terkadang anak
tidak paham dan tidak mampu menjawab pertanyaan yang disampaikan oleh lingkungan
disekitarnya termasuk dalam peer group yang terbiasa berbahasa inggris.

Dalam memudahkan pembentukan desain belajar yang tepat untuk memodifikasi


perilaku anak yang tidak terbiasa berbahasa inggris padahal lingkungan sekitarnya
membiasakan menggunakan Bahasa inggris menjadi lebih terbiasa dan mampu beradaptasi
dengan lingkungan seperti itu dengan menstimulasi anak melalui cara observational
learning dimana dengan menggunakan metode model dari orang tua, teman sebaya, video,
lagu, game yang menggunakan bahasa Inggris, stimulus tersebut diberikan kepada anak
secara konsisten dan terus menerus agar membuat anak terbiasa dan mulai mengikuti apa
yang telah mereka pelajari dan mengaplikasikannya ke lingkungan mereka.
Tabel 2.1 Tabel rencana perilaku sasaran desain belajar

1. What Perilaku tidak terbiasa berbahasa inggris pada anak


umur 10 tahun.
2. How Perilaku tidak terbiasa menggunakan Bahasa inggris
yang ditunjukkan oleh anak umur 10 tahun, dimana
anak sudah memiliki sedikit pemahaman Bahasa
inggris namun, masih takut dan tidak terbiasa
menggunakan Bahasa Inggris saat berinteraksi dan
berkomunikasi.

3. When Ketika lingkungan sekitar sudah terbiasa menggunakan


Bahasa inggris dengan lancar dan fasih.

4. Where Lingkungan rumah dan sekolah

Dapat disepakati bahwa suatu kebiasaan itu dimulai dari kebiasaan orang tua dan
lingkungan sekitar yang lebih dulu sudah membiasakan diri dalam melakukannya termasuk
kebiasaan berbahasa inggris, karena memang mereka telah mendapat pengaruh terlebih
dahulu dari lingkungannya. Setiap komponen yang terlibat, seperti; orang tua, guru, peer
group, sarana prasarana, percakapan berbahasa inggris yang dilakukan secara konsisten dan
sebagainya juga menyumbang pengaruh terhadap perilaku anak yang tidak terbiasa berbahasa
inggris menjadi terbiasa. Sehingga, apabila setiap komponen bekerja sama dengan baik dan
dilakukan secara terus menerus akan membuat anak menjadi terbiasa dan tidak ada perasaan
takut untuk berbahasa inggris dalam berkomunikasi dan berinteraksi terhadap lingkungan
yang sudah terbiasa menggunakan Bahasa inggris dalam berinteraksi dan berkomunikasi.

2.2. Cara Pengubahan Perilaku

Pada pengubahan perilaku ini, kami menggunakan teori Observational Learning dari
Albert Bandura. Kami menggunakan teori ini dikarenakan observational learning merupakan
suatu proses belajar yang terjadi pada individu melalui kegiatan pengamatan sehingga
individu dapat meniru apa yang ia amati.
Dalam teori observational learning ini, kami menggunakan model simbolik dalam
pengubahan perilaku. Pengertian model simbolik sendiri yaitu model pembelajaran melalui
pengamatan yang menggunakan tokoh-tokoh nyata atau fiktif yang menampilkan perilaku-
perilaku tertentu dalam film, program televisi, atau media online (Ainiyah, 2017).

Menurut Bandura, proses mengamati dan meniru perilaku orang lain sebagai model
adalah sebuah tindakan belajar. Teorinya menjelaskan perilaku manusia dalam konteks
interaksi timbal balik yang berkesinambungan antara kognitif, perilaku, dan pengaruh
lingkungan. Kondisi lingkungan pada pengubahan perilaku anak kali ini sangat berpengaruh
(Ainiyah, 2017).

Dari penggunaan teori ini, kami berharap seorang anak mampu fasih berbahasa
Inggris dengan cara yang mudah dan tentunya menyenangkan. Berikut akan kami jelaskan
bagaimana cara pengubahan perilaku seorang anak dari yang tidak terbiasa berkomunikasi
menggunakan bahasa Inggris menjadi terbiasa dan fasih berbahasa Inggris berdasarkan teori
yang dikemukakan oleh Bandura :

2.2.1 Variabel yang Mempengaruhi Belajar

Menurut Bandura, terdapat empat proses yang dapat mempengaruhi belajar


observasional yaitu :

1) Atensi
Pada proses ini, seorang anak harus memperhatikan model. Bandura menganggap
belajar adalah proses yang terus berlangsung, tetapi dia menunjukkan bahwa hanya
yang diamati sajalah yang dapat dipelajari (Hergenhahn & Orson, 2017). Dalam
proses atensi ini anak dapat menjadikan teman sebaya dan orangtuanya sebagai
model. Seperti dalam kehidupan sehari-hari orangtua harus konsisten menyuguhkan
tontonan melalui video ataupun diperdengarkan musik dalam bahasa Inggris.

2) Retensi
Pada proses ini anak akan mengingat apa yang telah ia lihat, dan informasi yang telah
didapat akan disimpan secara simbolis. Seperti simbol verbal yang ia tangkap dalam
bentuk kata-kata. Setelah informasi disimpan secara kognitif, ia dapat diambil
kembali, diulangi, dan diperkuat beberapa waktu sesudah belajar observasional terjadi
(Hergenhahn & Orson, 2017).
3) Pembentukan Perilaku
Dalam proses ini anak mengubah ingatan yang telah ia dapat menjadi tindakan.
Simbol yang didapat dari modeling akan berguna sebagai template atau cetakan, dan
akan digunakan sebagai pembanding dalam bertindak. Proses ini terus berlangsung
sampai ada kesesuaian yang sudah memuaskan antara perilaku anak dengan model
(Hergenhahn & Orson, 2017).

4) Penguatan atau Motivasi


Pada proses ini, anak memasuki proses motivasional berupa penguatan yang memiliki
fungsi motivational processes (proses motivasional) yang menyediakan motif bagi
anak untuk dapat menggunakan apa yang telah ia pelajari. Seorang anak dapat belajar
cukup dengan mengamati perilaku orang lain, lalu menyimpan informasi itu secara
simbolis, dan informasi yang diperoleh dapat digunakan dalam berbagai macam
situasi jika ia membutuhkannya (Hergenhahn & Orson, 2017).
Dalam proses ini, anak akan menggunakan bahasa Inggris yang telah ia pelajari dan
yang telah ia dapatkan dari proses pengamatannya untuk berkomunikasi pada saat ia
bersekolah di sekolah internasional.

2.2.2. Kelebihan Teori Observational Learning


1) Modeling dapat memperlancar perilaku yang telah dimiliki seseorang (Hadis,
1997).
2) Perilaku model dapat berfungsi sebagai stimulus dan isyarat bagi orang untuk
melaksanakan perilaku yang sudah dimilikinya (Hadis, 1997).
Dalam hal ini berkaitan dengan anak yang kurang fasih berbahasa Inggris tersebut.
Setelah melihat model, anak tersebut pastinya akan lebih fasih dalam berbicara karena
terdapat stimulus yang diberikan oleh model yang selalu diperhatikan oleh si anak.
BAB III

DESAIN PROSES BELAJAR

3.1. Identifikasi Perilaku

Pelajaran kebahasaan merupakan suatu ilmu yang diterapkan dalam keseharian


manusia. Bahasa merupakan salah satu bentuk manusia mengekspresikan kepribadiannya.
Untuk masa sekarang manusia pun dituntut untuk menguasai beberapa bahasa dan yang
paling dituntut adalah penggunaan bahasa Inggris, mengapa demikian? karena bahasa Inggris
merupakan bahasa universal yang digunakan sebagian besar masyarakat di bumi. Di
Indonesia pun masyarakat sudah mulai membiasakan diri untuk menggunakan bahasa inggris.
Namun tidak semua anak terbiasa dengan bahasa Inggris di lingkungan sekitarnya, mereka
banyak menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa daerah masing-masing. Dan mereka
cenderung malas untuk mempelajari bahasa Inggris tersebut.

Beberapa identifikasi dari perilaku anak indonesia berikut adalah perilaku yang harus
diubah agar dapat meningkatkan keaktifan anak dalam menggunakan dan menguasai bahasa
Inggris :

Antecedent
Lingkungan sekitar adalah salah satu hal yang mempengaruhi kebiasaan berbahasa
Inggris para anak-anak. Hal tersebut terlihat dari komunikasi anak-anak dengan
lingkungannya yang hanya mayoritas mengunakan bahasa Indonesia maupun bahasa daerah
masing-masing. Dalam keadaan lingkungan yang seperti itu faktor lingkungan yang menjadi
faktor yang sangat menentukan bagaimana cara penggunaan bahasa sehari-hari anak. Dalam
jurnal penelitian yang dikemukakan R.J Kapoh, faktor yang sangat berpengaruh dalam
proses pemerolehan bahasa dalam anak yaitu faktor lingkungan sekitar (Kapoh, 2010).
Sehingga jika lingkungan anak tersebut mendukung untuk perkembangan anak dalam
berbahasa maka hasilnya pun akan sangat baik dalam kepribadian sang anak tersebut.

Behavior
Anak yang kurang bisa menguasai bahasa inggris dalam kesehariaanya pun memiliki
sifat yang kurang ingin tahu dalam mempelajari bahasa inggris tersebut. Kondisi ini bisa
terjadi akibat kurangnya pengarahan dari orang tua dan lingkungan sekitar yang kurang
mendukung juga salain dari faktor eksternal tersebut faktor internal juga sangat

i
mempengaruhi seperti kepribadian anak yang cenderung malas untuk belajar/berusaha, sering
mengulur-ngulur waktu, tidak berani mencoba dan sebagainya. Besaran faktor kurangnya
pembentukan sejak dini di lingkungannya menyebabakan anak tersebut malas untuk
mempelajari hal yang baru dan lebih memilih hal-hal yang telah mereka pelajari dari lama
seperti bahasa Indonesia atau bahasa daerah masing-masing.

Consequence
a. Siswa yang tidak bisa belajar bahasa Inggris bisa disebabkan karena kurangnya faktor
komunikasi dengan lingkungannya Pada zaman modern saat ini interaksi langsung
yang ada dilingkungan masyarakat sekarang sangat dibatasi dan tergantung dengan
adanya Smartphone yang sangat canggih sehingga interaksi secara langsung pun juga
jarang terjadi akibat dibatasi dan terlalu fokus pada perkembangan zaman ini.
b. Anak yang kekurangan motivasi dalam mempelajari hal baru, yakni keadaan atau
kondisi anak yang kurang bersemangat seperti bermalas - malasan . Siswa yang seperti
ini biasanya didukung oleh kondisi atau lingkungan apatis yang tidak peduli terhadap
perkembangan belajar anak. Lingkungan keluarga yang apatis yang tidak berperan
dalam proses belajar anak bisa menyebabkan si anak menjadi masa bodoh, sehingga
belajar menjadi kebutuhan yang sekedarnya saja. Lingkungan masyarakat yang
merupakan media sosialisasi turut berperan penting dalam proses memotivasi siswa itu
sendiri.

3.2. Metode Proses Belajar

3.2.1. Tujuan

Desain proses belajar yang akan disusun memiliki tujuan untuk membantu
proses belajar anak yang berusia sepuluh tahun. Kondisi anak sebetulnya sudah
paham mengenai tata bahasa dan aturan-aturan dalam Bahasa Inggris, namun belum
terbiasa berkomunikasi menggunakan Bahasa Inggris dalam kehidupan sehari-
harinya. Selain itu, kondisi anak belum memiliki pengetahuan yang banyak tentang
cara pengucapan kata dalam bahasa Inggris yang benar dan fasih. Melalui desain
proses belajar ini, anak diharapkan mampu secara konsisten berkomunikasi
menggunakan Bahasa Inggris dengan lancar dan fasih dalam kesehariannya terutama
ketika berinteraksi dengan teman sebaya dilingkungan sekolah maupun dilingkungan
rumah.

Diharapkan pula, setelah anak mampu mengikuti budaya di sekolah yang


menggunakan Bahasa Inggris ketika berkomunikasi, anak bisa memiliki jaringan
pertemanan yang luas dengan teman sebayanya. Dimana hal tersebut akan membantu
perkembangan anak lebih cepat dan membantu anak agar semakin mudah untuk
mempelajari banyak hal baru melalui modeling ketika berinteraksi dengan teman-
temannya maupun dengan gurunya (Hergenhahn & Olson, 2017).

Untuk mencapai tujuan tersebut, kami menggunakan perspektif behaviorisme


dalam proses belajar yaitu belajar observasional yang dikemukakan oleh Albert
Bandura. Menurut Bandura, Observational learning melalui modeling dapat diartikan
sebagai suatu proses belajar yang terjadi pada individu melalui kegiatan pengamatan
sehingga individu dapat meniru apa yang diamati (Hergenhahn & Olson, 2017).

3.2.2. Langkah-langkah

Agar anak mampu terbiasa berkomunikasi menggunakan Bahasa Inggris


dengan lancar dan fasih, diperlukan tahapan-tahapan yang tidak instan untuk
mencapai tujuan tersebut. Dikarenakan desain proses belajar kali ini didasarkan pada
teori Bandura tentang belajar observasional, dimana Bandura berpendapat bahwa
belajar dapat dilakukan melalui vicarious experience, yaitu belajar bisa didapat
melalui pengalaman yang tak langsung (Hergenhahn & Olson, 2017), maka proses
belajar yang akan dilakukan anak usia sepuluh tahun ini lebih banyak memerlukan
aktivitas indera yang aktif seperti pada kegiatan mengamati dan mendengarkan secara
seksama.

Berikut merupakan langkah-langkah yang disusun dalam desain proses belajar


yang didasarkan pada Observational Learning menurut Albert Bandura :

1) Memanfaatkan Pengaruh Media Hiburan untuk Memfasilitasi Anak dan Memupuk


Proses Atensi.
Menurut Albert Bandura, terdapat empat proses yang berperan dalam proses
belajar observasional, salah satu yang terpenting adalah proses atensi. Menurut
Bandura, ketika seseorang hendak mempelajari sesuatu, ia harus memperhatikan
model tersebut. Bandura menunjukkan bahwa sesuatu yang diperhatikan itu sajalah
yang dapat dipelajari (Hergenhahn & Olson, 2017).

Kita bisa memanfaatkan peran media hiburan yang masif saat ini untuk
melangsungkan proses ateni pada anak. Konten media yang akan ditampilkan bisa
dipilih sesuai kebutuhan. Pada konteks ini, konten yang ditampilkan dapat
disesuaikan dengan minat anak namun masih berbasis Bahasa Inggris. Intinya, anak
belajar Bahasa Inggris melalui media yang dikemas dengan sesuatu yang disukai
anak. Media hiburan yang dimaksud bisa berupa media visual seperti program
televisi yang disukai anak-anak seprerti cartoon Spongebob Squarepants yang
menggunakan Bahasa Inggris sebagai bahasa percakapan sehari-harinya atau bisa
juga program TV yang mengajak anak untuk belajar sambil bermain seperti The
Sesame Street yang juga menggunakan Bahasa Inggris dalam percakapannya.
Selain media hiburan berbasis visual, proses belajar observasional anak bisa
difasilitasi juga menggunakan media hiburan berbasis audio seperti radio dan
podcast berbahasa Inggris. Media hiburan ini bisa memberikan contoh pada anak
bagaimana percakapan bahasa Inggris yang baik dan cara pengucapan kalimat
dalam bahasa Inggris yang fasih dan benar.

Memfasilitasi anak dengan media hiburan yang disukai anak-anak ini cukup
efektif dalam belajar observasional terutama pada proses atensi dan retensi. Pada
belajar observasional menurut Bandura, model yang diperhatikan sajalah yang
dapat dipelajari. Pada proses atensi, anak bisa memilih sesuatu yang akan ia
perhatikan. Atensi seseorang dipengaruhi oleh tiga hal, antara lain, kapasitas
sensoris seseorang, pengaruh penguatan dimasa lalu, dan karakteristik model yang
diperhatikan. Apabila anak difasilitasi oleh media hiburan yang ia sukai, hal ini
akan memudahkan proses atensi dan membuat proses retensi menjadi lebih
berkesan (Hergenhahn & Olson, 2017).

2) Membiasakan Anak Berbahasa Inggris di Lingkungan Rumah sebagai Bentuk


Proses Pembentukan Perilaku (Behavioral Production Process).
Salah satu dari empat proses yang berperan dalam proses belajar observasional
menurut Bandura adalah proses pembentukan perilaku. Proses ini menentukan
sejauh mana hal-hal yang telah dipelajari akan diterjemahkan ke dalam tindakan
atau performa. Jika individu memiliki kelengkapan fisik yang untuk merespon
seperti model, individu akan mencoba untuk meniru perilaku model melalui periode
rehearsal (Hergenhahn & Olson, 2017).
Orang tua yang mengajak anak untuk berbahasa inggris ketika berkomunikasi,
akan memicu anak untuk mempraktekkan perilaku yang ia atensi sebelumnya.
Misalnya, anak dapat meniru percakapan yang digunakan tokoh Spongebob yang
pernah ia perhatikan sebelumnya ketika berkomunikasi dengan orang tuanya.
Selama proses rehearsal ini, anak akan membandingkan bahasa yang ia gunakan
baik dari segi cara pengucapan maupun tata bahasa dengan representasi si model.
Ketika bahasa yang diprodusi anak tidak sesuai dengan model , akan menimbulkan
tindakan korektif (Hergenhahn & Olson, 2017).
Membiasakan anak berbahasa Inggris dirumah akan memudahkan proses
rehearsal anak dan membantu mempraktekkan apa yang anak dapatkan dari model
yang ia atensi (Hergenhahn & Olson, 2017). Pada langkah ini, selain berperan
sebagai proses pembentukan perilaku, langkah ini juga bertindak sebagai
penguatan insentif untuk menerjemahkan belajar ke kinerja, apa yang dipelajari
anak melalui observasi akan tersimpan sampai anak punya alasan untuk
menggunakan informasi itu. Pada konteks ini, orang tua yang berperan untuk
memicu anak memproduksi bahasa tersebut.

3) Meningkatkan Intensitas Interaksi Anak dengan Teman Sebaya yang juga


Berbahasa Inggris
Pada langkah ini, anak memasuki proses motivasional berupa penguatan yang
memiliki fungsi motivational processes (proses motivasional), dimana langkah ini
menyediakan motif untuk anak dapat menggunakan apa yang yang telah dipelajari
(Hergenhahn & Olson, 2017). Ketika anak berinteraksi dengan teman sebaya yang
lancar berbahasa Inggris, teman sebayanya ini bisa berperan sebagai model yang
bisa diperhatikan sebagai proses atensi sekaligus sebagai penguatan agar anak lebih
semangat untuk belajar dan mempraktekkan apa yang anak sudah pelajari.
3.2.3. Jadwal Pelaksanaan

Kegiatan belajar observasional akan berlangsung selama lima minggu, setiap


hari secara intens. Empat minggu pertama digunakan untuk memfasilitasi anak
dengan media hiburan guna melangsungkan proses atensi, minggu kedua hingga
keempat digunakan sebagai periode rehearsal dilingkungan rumah bersama orang tua
guna melangsungkan proses pembentukan perilaku dan meningkatkan intensitas
interaksi anak dengan teman sebaya sebagai proses motivasional, dan minggu terakhir
digunakan untuk mengevaluasi hasil belajar observasional anak.

Rencana Aktivitas Minggu Ke-


I II III IV V
Proses Atensi dan Retensi
Proses Pembentukan Perilaku
Proses Motivasional
Evaluasi

3.2.4. Perangkat yang Diperlukan

Untuk merealisasikan tujuan desain proses belajar, memperlukan beberapa


perangkat, antara lain perangkat elektronik, televisi, radio, dan koneksi internet untuk
mencari konten berbahasa Inggris sesuai dengan minat anak. Selain perangkat yang
digunakan, tercapainya tujuan dari desain proses belajar ini juga memerlukan
partisipasi dari orang tua sebagai model sekaligus pengawas, teman sebaya, dan guru.
suasana lingkungan juga berpengaruh pada berhasil tidaknya tujuan belajar anak.
Suasana lingkungan yang diperlukan antara lain sikap semangat berdiskusi dan
belajar, sikap saling mendukung, latihan yang intens dan dilakukan secara konsisten.
3.3. Evaluasi

Setelah melakukan serangkain proses untuk mengubah perilaku yang belum terbiasa
berbahasa Inggris menjadi terbiasa berbahasa Inggris di lingkungan rumah dan sekolah,
tentunya akan terjadi suatu perubahan. Perubahan ini harusnya bisa terlihat dan bisa saja
signifikan. Untuk mengetahui keberhasilan penerapan dari desain proses belajar
observasional ini ada beberapa cara. Caranya adalah sebagai berikut:
1. Pre-test
Sebelum melakukan proses belajar, anak harus melakukan semacam ujian untuk
mengukur kemampuan berbahasa Inggris anak. Ujian memerlukan bantuan dari beberapa
pihak seperti guru bahasa inggris disekolahnya dan orang tua. Pihak yang terlibat akan
mengukur sejauh mana kemampuan berbahasa Inggris anak melalui diskusi dan dialog
sehari-hari. Pihak yang terlibat terutama guru akan memberikan penilaian terhadap
kemampuan anak tersebut.

2. Post-test
Setelah melalui serangkaian proses belajar observasional, anak diharapkan bisa
mencapai kompetensi sesuai tujuan yang ditetapkan diawal desain proses belajar. Untuk
mengetahui apakah anak sudah mencapai tujuan belajar, perlu diadakan ujian setelah
rangkaian belajar untuk mengukur kemampuan anak dalam berbahasa Inggris. Ujian yang
dilakukan masih membutuhkan guru dan orang tua sebagai penguji. Ujian berupa ajakan
kepada anak untuk melakukan diskusi menggunakan Bahasa Inggris. Guru dan orang tua
yang akan menilai seberapa kemampuan anak tersebut. Yang menjadi indikator berhasilnya
proses belajar adalah seberapa luas vocabulary yang ia gunakan dalam berbahasa inggris,
seberapa fasih pronounciation yang anak ucapkan, dan seberapa cepat ia merespon.
Pre-test dan post-test ini dipilih sebagai metode evaluasi agar bisa memberikan
perbandingan bagaimana kemampuan sebelum dan sesudah rangkaian proses belajar
dilakukan.
Daftar Pustaka

Ainiyah, Q. (2017). Social Learning Theory dan Perilaku Agresif Anak. JURNAL ILMU
SYARI'AH DAN HUKUM, 93-95.

Hadis, A. (1997). Modifikasi Perilaku Remaja. Jurnal Ilmu Pendidikan, 65-73.

Hergenhahn, B. R., & Olson, M. H. (2017). The Theories of Learning. Jakarta: Fajar
Interpratama Mandiri.

Hikmasari, I. (2012). Pemahaman Berbahasa Inggris Oleh Siswa Kampung Inggris . 1-14.

Kapoh, R. (2010). Beberapa faktor yang berpengaruh dalam perolehan bahasa. Jurnal
Interlingua.

Anda mungkin juga menyukai