PROYEK AKHIR
BERA MIRANTA
40040219650005
SEMARANG
JULI 2023
UNIVERSITAS DIPONEGORO
BERA MIRANTA
40040219650005
SEMARANG
JULI 2023
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
NIM : 40040219650005
TANDA TANGAN :
i
SURAT TUGAS PROYEK AKHIR
ii
HALAMAN PENGESAHAN
iii
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Dibuat di : Semarang
Yang menyatakan,
Bera Miranta
iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
v
KATA PENGANTAR
Dengan izin dan mengucapkan puji syukur kepada Allah SWT yang telah
menyelesaikan penyusunan laporan Proyek Akhir dengan judul “Redesain Alat Uji
Proyek Akhir ini mejadi salah satu syarat kelulusan bagi mahasiswa Program
Diponegoro. Empat tahun yang dilalui bukan waktu yang singkat, banyak kenangan
baik senang maupun susah yang dilalui penulis. Dalam penyusunan laporan Proyek
Akhir ini, tidak lepas dari bimbingan dan dukungan dari banyak pihak. Oleh karena
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Budiyono, M.Si, selaku Dekan Sekolah Vokasi
2. Ibu Sri Utami Handayani, S.T., M.T selaku Ketua Program Studi
3. Bapak Dr. Drs. Wiji Mangestiyono, M.T dan Bapak Dr. Seno Darmanto,
vi
6. Untuk ibu saya tercinta, Almarhumah ibu Suratmi yang telah
membesarkan saya dan kepada ayah tercinta bapak suyoto, yang selalu
saya sehingga saya dapat kuliah sejauh ini dan Mbak Anis serta Mas
Fajar yang selalu mensupport saya baik dari moral maupun materi.
8. Mas Ismu dan Almh. Mbak Mukti menjadi orang tua saya selama kuliah.
9. Pak Nyoman, Pak Angga, Pak Cahyo, Pak Faiz, Mas Cholid yang
11. Haninthia Rifda Putri Yusnia yang menjadi teman asmara penulis.
Semoga laporan Proyek Akhir ini dapat memberikan manfaat khususnya bagi
penulis dan semua mahasiswa Rekayasa Perancangan Mekanik.
Bera Miranta
vii
ABSTRAKSI
Dari pengujian yang dilakukan didapatkan momen puntir dan sudut puntir sehingga
dapat menghitung tegangan geser pada daerah elastis, modulus elastisitas geser dan
modulus pecah. Dalam pengujian ini, pengambilan data momen puntir dilakukan
pada kelipatan sudut 30˚ sampai dengan spesimen patah ataupun putus.
viii
ABSTRACT
ix
DAFTAR ISI
x
2.4.2. Kriteria Non Mises............................................................................... 11
xi
3.6. Komponen Pada Alat Uji Puntir ............................................................. 39
3.6.3. Tropometer........................................................................................... 41
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Uji puntir spesimen silinder pejal ..................................................... 6
Gambar 2.8. Prinsip medan magnet utama dan bantu motor satu fasa ............... 18
Gambar 2.9. Gelombang arus medan bantu dan arus medan utama.................... 19
Gambar 2.14. Aplikasi SCR sebagai kontrol output suplai daya ........................ 24
Gambar 3.3. Skematik komponen alat uji putir (after redesain) ......................... 36
xiii
Gambar 3.6. Proyeksi amerika mesin uji puntir .................................................. 38
Gambar 3.13. Efisiensi motor beban (fungsi dari % efisiensi beban penuh) ...... 44
Gambar 4.8. Grafik momen puntir terhadap sudut puntir per rad ....................... 58
Gambar 4.9. Perbandingan data hasil pengujian dengan data pembanding ....... 60
xiv
DAFTAR TABEL
xv
DAFTAR NOTASI DAN SIMBOL
Simbol Keterangan
𝜏 Tegangan
MT Momen puntir
𝛾 Renggangan geser
L Panjang spesimen
𝜃 Sudut puntir
𝜏𝑎 Tegangan geser
T Momen lentur
𝜏𝑢 Modulus pecah
S2 Varian
S Standar deviasi
n Jumlah sampel
𝑥̅ Rata-rata
Xi Nilai x ke i
SD Standar Deviasi
SE Standar Eror
˚ Derajat
𝜑 Phi (fi)
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
xvii
BAB I
PENDAHULUAN
berbagai teknik dalam pengujian bahan. Salah satu pengujian bahan adalah uji
tegangan geser pada daerah elastis, modulus elastisitas geser (shear) pada daerah
elastis, dan modulus pecah untuk mengetahui karakteristik bahan. Pengujian puntir
pada bahan juga dipengaruhi oleh faktor-faktor antara lain kondisi permukaan,
nampak, maka potensi patah menjadi perhatian khusus bagi para mekanik yang
dapat menjadi bahaya besar. Tentunya dengan menggunakan uji puntir (tersion
testing) dapat diketahui kemampuan logam sampai lelah (fatigue). Uji puntir
memakai perpindahan sudut pada titik didekat pada salah satu ujung spesimen
dibandingkan terhadap titik pada elemen yang sama panjang diarah berlawanan.
Pada spesimen uji puntir memiliki penampang yang berbentuk lingkaran karena
1
2
elastis, secara linear tegangan bervariasai mulai harga nol dititik pusat batang
pengujian spesimen uji puntir yang memiliki dinding tebal. Hasil yang didapatkan
spesimen.
Pembuatan alat uji puntir ini adalah redesain dari perancangan alat uji puntir
yang sebelumnya menggunakan penggerak motor DC menjadi motor AC. Alat uji
puntir ini nantinya digunakan untuk menguji bahan seperti baja untuk perancangan
dan juga menilai kemampuan tempaan suatu bahan. Perubahan motor DC ke motor
tidak stabil yang dapat mempengaruhi hasil pengujian. Selain itu, beban arus yang
diterima sangat besar dan setiap saat akan mengakibatkan aki akan lebih cepat soak
agar dapat berfungsi dengan baik. Selain itu tidak perlu mengecas ulang bila daya
listrik yang terkandung dalam battery habis. Selain itu, mengganti rasio gear box
menjadi lebih besar untuk menyalurkan tenaga (torsi) yang lebih besar. Apabila
torsi lebih besar maka pengujian untuk spesimen dari beberapa jenis material lebih
bervariasi. Oleh sebab itu, diperlukannya Redesain yaitu perubahan sumber energi
menjadikan putaran mesin stabil sehingga pengujian puntir dapat dilakukan dengan
optimal.
Berdasarkan latar belakang yang sudah diuraikan diatas, maka Proyek Akhir
1. Bagaimana Redesain dari alat uji puntir dari semula menggunakan motor
1.4. Tujuan
1. Dapat membuat redesain alat uji puntir motor DC menjadi motor AC.
1.5. Manfaat
Adapun manfaat dari pengujian uji puntir sebagai tugas akhir adalah :
3. Alat uji puntir ini diharapkan dapat digunakan untuk pengujian material
TINJAUAN PUSTAKA
merancang dan dibuat dengan dimensi yang tepat. Kemampuan logam untuk
memenuhi persyaratan ini ditentukan oleh sifat mekanik dan fisik logam tersebut.
penerapan gaya mekanis atau beban. Contoh umum dari sifat fisik adalah kerapatan,
sifat listrik misalnya resistivitas, panas spesifik, dan koefisien muai panas.
Selanjutnya sifat mekanik yaitu berhubungan erat dengan volume yang dapat
dijabarkan sebagai hubungan antara gaya atau tekanan yang bekerja pada material
dan ketahanan material terhadap deformasi yaitu regangan dan fraktur. Deformasi
ini, mungkin atau mungkin tidak terlihat pada logam sesudah beban yang
elastisitas dan deformasi plastis yaitu, elongasi, kekerasan, ketahanan lelah, dan
Uji puntir yang dilakukan pada spesimen untuk menentukan keplastisan suatu
material. Untuk mengetahui kekuatan atau keuletan dari sebuah material yaitu dapat
dilakukan dengan pengujian terhadap material yang sering disebut dengan spesimen
uji. Spesimen yang digunakan dalam uji puntir yaitu batang dengan penampang
lingkaran karena bentuk penampang ini paling sederhana sehingga mudah untuk
4
5
diukur. Spesimen tersebut hanya dikenai beban puntiran pada salah satu ujungnya
diperoleh dari pengukuran. Pengukuran yang dilakukan pada uji puntir adalah
momen puntir dan sudut puntir. Pengukuran ini nantinya akan dikonversikan dalam
bentuk grafik momen puntir terhadap sudut puntir dalam putaran. Dalam hal ini
dimensi spesimen uji dapat ditentukan sesuai dengan alat uji atau standar dari pada
Spesimen uji yang digunakan dalam uji puntir ini berbentuk cylinder yang
penampang spesimen uji. Alat uji puntir ini digunakan untuk mengetahui kekuatan
dari bahan, seberapa ketahanan dari bahan sesuai dengan beban yang diberikan. Uji
puntir pada bahan material untuk menentukan modulus geser, kekuatan luluh
puntir, dan modulus pecah. Biasanya uji puntir diaplikasikan pada spesimen yang
memiliki sifat getas. Regangan terjadi pada spesimen saat dilakukan uji puntir
dengan perpindahan sudut puntir di ujung spesimen, dibandingkan pada suatu titik
analisa dari spesimen material bahan. Sesuai dengan prosedur dalam melakukan
pengujian puntir salah satu ujung spesimen dicekam pada chuck. Sedangkan untuk
ujung yang satunya diberi pembebanan pada kepala beban. Deformasi dapat diukur
pada sudut puntir yang dinamakan tropometer. Untuk deformasi didasarkan atas
perpindahan sudut (angular displacement) dari suatu titik yang mendekati ujung
spesimen terhadap posisi suatu titik dengan elemen longitudinal yang sama di ujung
Momen yang dihasilkan pada ujung salah satu benda uji puntir mendapatkan
tahanan yang bersumber dari tegangan geser material. Tegangan geser ini memiliki
nilai nol di pusat spesimen dan beranjak meningkat secara linear seiring dengan
bertambahnya jarak terhadap titik pusat (E & Dieter, 1961). Momen puntir bagian
Dengan ∫ 𝑟2dA adalah momen inersia polar dari spesimen dan dinotasikan
dengan (J)
Sehingga :
𝜏𝐽
MT = (2.2)
𝑟
Keterangan :
𝜋𝐷4
Pada benda uji silinder pejal yaitu J = maka tegangan maksimal yang
32
7
𝑀𝑇 𝐷/2 16𝑀𝑇
𝜏𝑚𝑎𝑥 = = (2.3)
𝜋𝐷4 /32 𝜋𝐷3
𝜋
Untuk spesimen tubular J = (𝐷04 − 𝐷14 ) dengan 𝐷0 diameter luar dan
32
16 𝑀𝑇 𝐷0
𝜏𝑚𝑎𝑥 = (2.4)
𝜋(𝐷04 − 𝐷14 )
satuan radian) :
𝑟𝜃
𝛾 = tan ∅ = (2.5)
𝐿
momen puntir (MT) dan sudut puntir 𝜃 untuk mendapatkan diagram seperti pada
Gambar 2.2 merupakan momen puntir pada sudut puntir (𝜃). Rumus tegangan
geser diatas, dapat diterapkan untuk mencari tegangan geser di daerah elastis. Pada
daerah plastis, rumus ini tidak digunakan, karena momen puntir dengan sudut puntir
8
tidak linear lagi. Agar mengetahui tegangan geser di daerah plastis, caranya
menggunakan rumus :
1
𝜏𝑎 = . (BC + 3CD) (2.6)
2.𝜋.𝑎3
𝜃
𝛾 = 𝜃’. R dimana 𝜃’ = (2.7)
𝐿
Keterangan :
Rumus ini digunakan dalam kurva momen puntir terhadap sudut puntir
di batas yang proporsional atau momen puntir pada sudut puntir tertentu, sering
diangka 0,001 rad/inci panjang ukur, dan dilaksanakan perhitungan tegangan geser
diatas. Untuk benda uji tabung, sering dilakukan pengukuran batas elastis puntiran
atau kekuatan luluh yang akurat karena gradien tegangan melintang melewati
diameter batang padat, maka serat-serat permukaan terhalang oleh tegangan yang
lebih kecil pada serat yang ada di dalam. Untuk itu, peluluhan (yielding) yang
pertama terjadi. Pada dasarnya sulit dilihat dengan instrument yang sering dipakai
Namun, perlu dipahami untuk pengurangan tebal dinding tidak terlalu besar, atau
terjadinya tekukan (buckling) dan bukan puntiran. Uji coba yang telah dilaksanakan
memperlihatkan bahwa mencari kekuatan luluh geser dan modulus elastisitas, maka
pada rentang 10 kali, dan perbandingan tebal terhadap diameter harus direntang 8
Di area elastis, yang terdapat pada hukum Hooke pada uji tarik, maka
menghasilkan persamaan :
𝜏=G𝛾 (2.8)
Pada persamaan (2) dan (5) disubtitusi ke persamaan (8) untuk mendapatkan
persamaan modulus geser sebagai fungsi geometri benda uji, momen puntir dan
sudut puntir :
𝑀𝑇 𝐿
G= (2.9)
𝐽𝜃
Respon material pada pembebanan material itulah yang disebut dengan sifat
mekanik. Modulus elastisitas geser, modulus of rupture, serta kekuatan luluh puntir
10
(torsional yield strength) merupakan sifat-sifat mekanik yang muncul pada saat uji
modulus elastisitas geser. Perbandingan tegangan geser (𝜏) terhadap regangan geser
(𝛾) yang terjadi di area elastisitas untuk mendapatkan harga modulus elastisitas
elastisitas geser (G). Menurut literatur nilai modulus elastisitas yaitu 79,3 Gpa
tergantung pada kondisi spesimen pada saat pengujian dan dimensi dari spesimen
uji. Perbedaan nilai G banyak disebabkan oleh beberapa faktor seperti contohnya
adalah pada saat pemasangan spesimen yang kurang pas dan alat uji yang belum
dikalibrasi sehingga data yang didapatkan tidak terlalu akurat sehingga tidak ssuai
dengan literatur-literatur.
𝜏 𝑇. 𝐿
G= = (2.10)
𝛾 𝐽. 𝜃
Keterangan :
Pada saat material mengalami patah karena tegangan geser maksimum yang
disebabkan oleh beban puntir maksimum merupakan sifat dari modulus of repture.
11
Nilai modulus pecah diambil dari tegangan geser maksimum yang dapat diperoleh
dari spesimen ketika patah. Semakin besar nilai dari modulus pecah maka semakin
3.𝑀𝑚𝑎𝑥
𝜏𝑢 = (2.11)
2𝜋.𝑎3
Keterangan :
𝜏𝑢 = Modulus of repture
Sebelum material terjadi deformasi plastis pada batas tegangan geser, kondisi
itu merupakan luluh puntir. Metode yang dipakai dalam mencari kekuatan luluh
pada uji tarik adalah metode offset. Dengan ketentuan 0.0004 rad pada grafik
guna mengetahui faktor keamanan dapat menggunakan kriteria tresca dan von
Nilai tegangan geser uji tarik uniaksial dapat terjadi saat tegangan geser
kondisi ini dapat dikategorikan luluh pada spesimen. (RMS & dkk, 2010).
12
𝛾
𝜎 = √3 . 𝜏 dan 𝜀 = (2.13)
√3
diberikan beban puntir. Duah buah bidang yang saling tegak lurus yaitu sumbu y
dan sejajar dengan sumbu x akan terjadi tegangan geser yang maksimum, dapat
puntir. Besar atau kecilnya luas patahan yang terjadi merupakan perbedaan dari
kegagalan ulet dengan kegagalan getas. Pada salah satu titik dibidang, dimana
tegangan geser maksimum dapat menyebabkan logam yang liat menjadi rusak atau
patah. Biasanya daerah atau bidang yang mengalami patahan yang terjadi memiliki
arah tegak lurus terhadap arah sumbu yang memanjang. Berbeda dengan logam
13
yang getas dapat terjadi karena tegangan tarik yang maksimal dengan puntiran pada
bidang yang tegak lurus. Puntiran pada logam getas dapat menghasilkan patahan
yang berbentuk helical, hal ini dapat terjadi karena bidang ini membagi dua sudut
antara dua buah bidang tegangan geser maksimal serta dapat membentuk arah yang
memanjang dan melintang dengan sudut 45˚. Terkadang patah yang terjadi pada
Prinsip kerja dari pengujian puntir ini adalah Spesimen yang telah ditentukan
jenis bahannya lalu spesimen dipasang pada kepala chuck pada salah satu ujungnya
dapat dilihat pada gambar 2.6. Ujung yang satunya dicekam pula kemudian diputar.
Keadaan yang terjadi adalah salah satu ujung batang diputar dengan arah putaran
sebaliknya, untuk cekam yang satunya tetap menahan putaran dari spesimen. Pada
uji tarik prinsip kerjanya tidak jauh berbeda, paling mencolok dari kedua pengujian
tarik dengan puntir yaitu terjadinya perubahan bentuk yang dapat mengakibatkan
motor dapat dilihat pada luaran tenaga putar/torsi sesuai dengan kecepatan yang
namun torsinya tidak bervariasi. Contohnya seperti conveyors, rotary kilns dan
pompa displacement.
Untuk Kerugiannya :
spesimen logam maka uji puntir lebih relevan daripada uji tarik. Pada spesimen,
untuk menghasilkan kurva tegangan dan regangan uji puntir dapat diaplikasikasikan
secara langsung.
• Gaya puntir yang bekerja sesuai dengan luas penampang batang pada
material spesimen.
Pada saat pengujian spesimen, untuk uji puntir dapat menentukan hasil
pengukuran yang mendasar yaitu plastisitas pada logam daripada uji tarik. Kurva
tegangan geser dan regangan geser langsung dapat diperoleh dari pengujian puntir.
Karakteristik plastis dari kurva yang diperoleh dari uji puntir memiliki arti yang
lebih mendasar daripada kurva tegangan dan regangan dari pengujian tarik. Pada
pengujian puntir tidaklah sulit dalam menentukan harga regangan yang besar.
Misalnya adanya penyusutan pada sautu daerah benda uji disebabkan oleh adanya
tarikan atau pengembangan (barreling) karena tekanan dari gesekkan pada benda
uji. Laju regangan konstan atau tinggi lebih dengan mudah dilakukan pada saat
pengujian puntir. Untuk pengujian tarik, membutuhkan usaha yang lebih banyak
dalam mengubah data momen puntir dan sudut puntir menjadi kurva tegangan dan
regangan geser. Gradien tegangan yang curam pada benda uji di sepanjang
permukaan apabila tanpa menggunakan benda uji tabung. Hal tersebut dapat
menyulitkan dalam pengukuran tegangan luluh secara detail. (E & Dieter, 1961)
Berikut adalah perbandingan antara uji tarik dengan uji puntir yang dapat
𝜎1 = 𝜎 maks ; 𝜎2 = 𝜎3 = 0 𝜎1 = - 𝜎3; 𝜎2 = 0
𝜎1 𝜎 𝑚𝑎𝑘𝑠 2𝜎1
𝜏 maks = = 𝜏 maks = = 𝜎1
2 2 2
𝜎1 𝜖 maks = 𝜖1 − 𝜖3 = 𝜖20
𝜖 maks = 𝜖1 ∶ 𝜖2 = 𝜖3 = - 2
√2
𝜎̅ =[ (𝜎1 − 𝜎2)2 + (𝜎2 − 𝜎3)2 + (𝜎3 −
2
𝜎1)2 ]1/2
2
𝜎̅ =[3 (𝜎12 + 𝜎22 + 𝜎32 )]1/2 𝜎̅ = √3𝜎̅1
𝜎̅ = 𝜎̅1 2 𝛾
𝜖= 𝜖1 =
√3 √3
𝜖 = 𝜖1
Dibawah ini ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi kekuatan material
• Panjang pada benda uji, apabila semakin panjang benda uji yang terkena
• Sifat yang ada pada modulus geser, struktur material, dan jenis material.
Sudut puntir pada material akan lebih besar sampai dengan patah apabila
semakin ulet dari suatu material tersebut. Sebaliknya sudut puntir semakin
kecil sampai dengan patah apabila material itu bersifat getas. Tentunya
Semakain besar diameter benda uji maka semakin besar juga momen
17
material. (Putra,2014)
Pada benda yang tidak berbentuk puntir maka tegangan geser yang
dihasilkan tidak akan sama atau hanya bertumpu pada titik center. Lain
didapatkan akan seragam. Oleh karena itu, tegangan geser yang tidak
seragam akan berpengaruh pada beban puntir pada suatu spesimen. Beban
yang dikenakan pada puntiran yang terkena akan semakin kecil atau
Motor listrik satu fasa merupakan satu jenis dari motor-motor listrik yang
sumber energi listrik yaitu disisi stator, sedangkan sistem kelistrikan pada sisi
rotornya diinduksikan melalui celah udara dari stator dengan media elektromagnet.
Hal ini yang menyebabkan diberi nama motor induksi. Adapun untuk
1. Motor Singkron
Konstruksi motor induksi satu fasa terbagi menjadi dua komponen yaitu stator
18
dan rotor. Stator adalah bagian dari motor yang tidak bergerak dan rotor adalah
bagian yang bergerak yang bertumpu pada bantalan poros terhadap stator.
Motor induksi terdiri atas kumparan stator dan kumparan rotor yang berfungsi
membangkitkan gaya gerak listrik akibat dari adanya arus listrik bolak-balik satu
induksi medan magnet antara stator dan rotor. Bentuk dan konstruksi motor tersebut
induksi tiga fasa, sehingga diperlukan suatu kumparan bantu untuk mengawali
putar. Motor induksi satu fasa memiliki dua belitan stator, yaitu belitan fasa utama
Prinsip kerja medan magnet utama dan medan magnet bantu pada motor satu
Gambar 2.8. Prinsip medan magnet utama dan bantu motor satu fasa
19
memiliki impedansi lebih kecil. Sedangkan belitan bantu dibuat dari tembaga
Grafik arus belitan bantu I bantu dan arus belitan utama I utama berbeda fasa
sebesar 𝜑, hal ini disebabkan karena perbedaan impedansi kedua belitan. Perbedaan
arus fasa ini menyebabkan arus total, merupakan penjumlahan vektor arus utama
dengan arus bantu. Medan magnet yang utama dihasilkan oleh belitan utama juga
berbeda fasa sebesar 𝜑 dengan medan magnet bantu. Berikut ini merupakan gambar
Gambar 2.9. Gelombang arus medan bantu dan arus medan utama
Belitan bantu Z1-Z2 pertama dialiri arus I bantu memperoleh fluks magnet
tegak lurus, beberapa saat kemudian belitan utama U1-U2 dialiri arus utama I yang
bernilai positif. Hasilnya adalah medan magnet yang bergeser sebesar 45˚ dengan
arah berlawanan jarum jam seperti pada gambar 2.10 kejadian ini berlangsung terus
sampai satu siklus sinusoidal, sehingga menghasilkan medan magnet yang berputar
maka sering disebut rotor sangkar. Belitan rotor yang dipotong oleh medan putar
stator, menghasilkan tegangan induksi, interaksi antara medan putar stator dan
putar sejumlah katub stator dan frekuensi sumber daya. Kecepatan tersebut yaitu
𝑓
ns = 120 (2.14)
𝑝
p = Jumlah katub
garis-garis gaya fluks dari stator tersebut yang berputar akan memotong
gerak listrik (GGL) atau tegangan induksi. Berhubung kumparan rotor merupakan
rangkaian yang tertutup maka pada kumparan tersebut mengalir arus. Arus yang
mengalir pada penghantar rotor yang berada dalam medan magnet berputar dari
stator, maka pada penghantar rotor tersebut timbul gaya-gaya yang berpasangan
dan berlawanan arah, gaya tersebut menimbulkan torsi yang cenderung memutar
rotornya, rotor akan berpuatar dengan kecepatan (Nr) mengikuti putaran medan
macam motor tergantung pada putaran mesin dan momen putar itu sendiri, semakin
cepat putaran mesin, rpm yang dihasilkan akan semakin besar sehingga daya yang
dihasilkan juga semakin besar, begitu juga momen putarnya, semakin banyak
jumlah gigi pada roda giginya semakin besar torsi yang terjadi. (Wiryawan et al.,
2017).
716,2. 𝑁
T= (2.15)
𝑛
Keterangan :
P = daya (HP)
T = Torsi (Kg.m)
2𝜋.𝑛.𝑇
P= (2.16)
60000
Keterangan :
P = daya (HP)
T = Torsi (Nm)
Perumusan daya diatas adalah rimus untuk menhitung nilai daya dengan
(PNPN) yang menggunakan tiga kaki yaitu (anode), katoda, dan gerbang (gate)
dalam pengoperasiannya. SCR adalah thyristor yang paling sering digunakan dan
SCR arus rendah dan SCR arus tinggi. SCR arus rendah dapat bekerja dengan arus
anoda kurang dari 1 A sedangkan SCR arus tinggi dapat bekerja sampai arus beban
ribuan ampere.
Pengoperasian SCR sama dengan operasi dioda standar kecuali bahwa SCR
SCR dihubungkan dengan basis transistor internal, dan untuk itu diperlukan
23
setidaknya 0,7 V untuk memicu SCR. Tegangan ini disebut sebagai tegangan
pemicu gerbang (gate trigger voltage). Biasanya pabrik pembuat SCR memberikan
data arus masukkan minimum yang dibutuhkan untuk menghidupkan SCR. Lembar
data menyebutkan arus ini sebagai arus pemicu gerbang (gate trigger current).
Sebagai contoh lembar data 2N4441 memberikan tegangan dan arus pemicu :
VGT = 0,75 V
IGT = 10 Ma
dihubungkan pada sumber AC. karena SCR adalah penyearah, maka hanya dapat
menghantarkan setengah dari gelombang input AC. oleh karena itu, output
selama setengah siklus dan jika anoda adalah posistif (diberi bias maju). Dengan
24
tombol tekan PB1 terbuka, arus gerbang tidak mengalir sehingga rangkaian anoda-
katoda bertahan OFF. Dengan menekan tombol tekan PB1 dan terus menerus
maju pada waktu yang sama. Prosedur arus searah berdenyut setengah gelombang
melewati depan lampu. Ketika tombol tekan PB1 dilepaskan, arus anoda-katoda
secar otomatis menutup OFF ketika tegangan AC turun ke nol pada gelombang
sinus.
Ketika SCR dihubungkan pada sumber tegangan AC, SCR dapat juga
digunakan untuk merubah atau mengatur jumlah daya yang diberikan pada beban.
Pada dasarnya SCR melakukan fungsi yang sama seperti rheostat, tetapi SCR jauh
lebih efisien. Gambar 2.14 menggambarkan penggunaan SCR untuk mengatur dan
motor induksi 3 fase. Dua SCR dihubungkan secara terbalik paralel untuk
memperoleh kontrol gelombang penuh. Dalam tema hubungan ini, SCR pertama
mengontrol tegangan apabila tegangan positif dengan bentuk gelombang sinus SCR
percepatan dicapai dengan pemberian trigger dan penyelaan SCR pada waktu yang
berbeda selama setengah siklus. Jika pulsa gerbang diberikan awal pada setengah
siklus, maka outputnya tinggi. Jika pulsa gerbang diberikan terlambat pada
setengah siklus, hanya sebagian kecil dari bentuk gelombang dilewatkan dan
2.10.1. Definisi
Seberapa dekat titik data individu ke nilai sampel rata-rata pada suatu nilai
statistik dan seberapa besar data perseberannya pada sampel. Standar deviasi
sebagai berikut :
26
• Nilai yang terdapat dalam suatu kelompok itu sama apabila standar
yaitu dengan menghitung rata-rata pada sampel. Untuk mengitung nilai rata-rata
maka jumlahkan semua data kemudian dibagi dengan banyaknya jumlah sempel.
sampel dapat mewakili semua populasi atau tidak. Biasanya untuk melihat statistik
maka rumus yang digunakan adalah standar deviasi. Bukan suatu yang mudah
dalam menentukan data yang valid untuk mewakili seluruh populasi. Standar
deviasi dapat memudahkan dalam menentukan data yang tepat yang dapat mewaili
keseluruhan populasi.
Misalnya kita ingin menghitung rata-rata tinggi badan anak laki-laki yang
memiliki usia 5-7 tahun maka kita dapat mengambil sempel tinggi badan dari
beberapa anak laki-laki yang berusia 5-7 tahun kemudian mengitung standar
deviasinya dan rata-rata. Dari aktivitas yang kita lakukan maka kita dapat
menetukan tinggi badan rata-rata anak laki-laki yang berusia 5-7 tahun yang dapat
Untuk menentukan rumus varian hal pertama yang dilakukan adalah dengan
2 𝑛 ∑𝑛 2 𝑛
𝑖=1 𝑥𝑖 −(∑𝑖=1 𝑥1)
2
S =
𝑛(𝑛−1)
27
∑𝑛 2
𝑖=1 𝑥𝑖 −(𝑥𝑖− 𝑥̅ )
2
S2 = (2.17)
𝑛−1
𝑛 ∑𝑛 2 𝑛
𝑖=1 𝑥𝑖 −(∑𝑖=1 𝑥1)
2
S=√
𝑛(𝑛−1)
∑𝑛 2
𝑖=1 𝑥𝑖 −(𝑥𝑖− 𝑥̅ )
2
S=√ (2.18)
𝑛−1
Keterangan :
S2 : Varian
S : Standar deviasi
N : Jumlah sampel
𝑥̅ : Rata-rata
Xi : Nilai x ke i (BioFar.id,2020)
2.10.3. Cara Mengitung Data Standar Deviasi Data Kelompok
Tidak hanya untuk menghitung data tunggal, rumus varian dan standar
1
S2 = ∑𝑘𝑖=1 ∫ 𝑖 (𝑥𝑖 − 𝑥̅ )2
𝑛−1
𝑘 2
∑𝑛 2 (∑𝑖=1 ∫ 𝑖𝑥𝑖)
𝑖=1 ∫ 𝑖𝑥𝑖 = 𝑛
= (2.19)
𝑛−1
1
S =√ ∑𝑘𝑖=1 ∫ 𝑖 (𝑥𝑖 − 𝑥̅ )2
𝑛−1
(∑𝑘 𝑖𝑥𝑖)2
𝑛 2 = 𝑖=1 ∫
=
√∑𝑖=1 ∫ 𝑖𝑥𝑖 𝑛
(2.20)
𝑛−1
Keterangan :
S2 : Varian
S : Standar deviasi
28
N : Jumlah sampel
𝑥̅ : Rata-rata
Xi : Nilai x ke i (BioFar.id,2020)
2.11. Standar Eror
Ketepatan data yang kita hitung pada suatu pupulasi mencerminkan standar
eror. Semakin kecil standar eror dapat disimpulkan bahwa sampling yang kita
hitung lebih akurat. Atau cukup untuk mewakili data yang kita hitung. Oleh karena
itu, semakin kecil standar eror maka semakin banyak pula jumlah sempel yang kita
pakai.
𝑆𝐷
SE = (2.18)
𝑛
Keterangan :
Var : Varian
SD : Standar Deviasi
SE : Standar Eror
(Youngstat,2014)
2.12. Kalibrasi
dengan maksud untuk mengetahui kemampuan suatu alat ukur agar dapat mengukur
Metode kalibrasi :
1) Dengan membandingkan alat yang memiliki fungsi yang sama dan telah
valid.
yang dikalibrasi.
29
Cara kerjanya adalah pada batang uji puntir diatas dengan panjang L dan jari-
jari R, pada salah satu ujung spesimen di cekam dan ujung satunya dipuntir dengan
dengan gaya F, maka akan terjadi simpangan (geser) sebesar 𝛼 sesuai gambar 2.16.
yang panjang.
(Sumber : Hilton,2020)
Mesin uji puntir diatas ditopang dengan bangku yang kokoh untuk
kegagalan terhadap benda uji. Dengan menggunakan roda gigi cacing yang
Alat ini dapat mencakup panjang spesimen maksimal 750 mm antara head
momen degan head torsi. Head momen di pasang tetap sementara head torsi dapat
di sesuaikan (diatur) sepanjang alas sesuai dengan panjang spesimen yang tersedia.
Apabila ada perbedaan panjang spesimen dapat ditolerir asalkan sesuai dengan
Sebelum dan selama pengujian posisi sudut pada salah satu ujung spesimen
dapat disesuaikan untuk mengkompensasi puntir atau untuk mengetahui puntir saat
pengukuran. Mekanisme dalam pembacaan sudut dapat disesuaikan pada head torsi
secara otomatis ke monitor digital yang tersedia. Manipulasi dan pemprosesan data
31
lebih lanjut dan siap dengan hasil cetak dengan perangkat lunak yang telah
Dapat diuraikan keunggulan dari alat ini adalah mampu menyimpan data
pengujian selain itu pembacaan sudut lebih akurat, dan pemprosesan otomatis
terhubung dengan perangkat digital serta design lebih sederhana dan portable.
Namun, pengujian dengan mekanisme alat ini masih dilakukan secara manual.
2.14.1. Baja ST 37
Jenis spesimen ini memiliki struktur dan sifat sendiri. Untuk baja karbon
rendah (ST 37) kandungan karbonnya sedikit maka digolongkan tidak baja keras.
Baja ini memiliki kandungan karbon hanya sekitar 0,3% atau disebut juga baja
ringan. Baja karbon rendah mudah dibentuk, kuat dan mampu digunakan dalam
keadaan panas ataupun dingin. Makna kata ST yaitu steel atau baja. Untuk
Inggris: steel).
N/mm².
sebesar 37 kg/mm².
32
2.14.2. Baja ST 60
sering disebut pula baja keras dengan kandungan lainya yaitu Silikon 0.4%,
Mangan 0.95-1.5%, Kromium 0.3% serta susunan kimia yang lainnya. Titik didih
mencapai 1550˚C dan titik lebur 2900 ˚C. Selain itu sifat mekanik dari jenis logam
ini sesuai dengan ASTM A516 adalah tensile strength 415/580 N/mm2 dan yield
2.14.3. Kuningan
Kuningan adalah campuran dari dari tembaga (Cu) dan seng (Zn). Tembaga
merupakan penyusun utama dari kuningan. Warna dari kuningan bervariasi dari
mulai cokelat kemerahan sampai kekuning keperakan tergantung pada jumlah kadar
seng (Nugriho,2012). Kuningan lebih keras daripada tembaga, namun tidak sekuat
antara lain seperti muntz brass mengandung seng (Zn) 35-45% dan tembaga 65%
(Juprastanta, 2018). Naval brass kuningan dengan kandungan kadar timah (Sn) 1-
1,5% (Hasbi & effendi, 2014). Yellow brass memiliki komposisi 67% tenbaga (Cu),
33
29% seng (Zn), 1 % timah (Sn) dan 3% timbal (Pb). Ada pula cartridge brass
dengan komposisi paduan 70% tembaga (Cu) dan 30% seng (Zn) (Callister,1985).
(Sumber : https://www.etsworlds.id/2020)
BAB III
34
35
Agar mencapai tujuan dari proyek akhir, tahapan kegiatan disusun seperti
berikut: (i) studi literatur, (ii) Pembuatan alat, (iii) pengujian spesimen, dan (iv)
penyusunan laporan.
Hal yang harus dilakukan penulis dalam menggali sumber informasi yang
studi literatur. Dalam studi literatur ini memiliki fungsi untuk mengetahui dan
memahami informasi sebagai dasar dalam perancangan alat uji puntir serta saat
penentuan bahan uji. Proses ini dilakukan dengan cara metode pustaka, observasi
dalam komponen alat uji puntir maupun spesimen, dan pengamatan proses
perakitan alat uji puntir. Disamping itu, perlu adanya spesimen uji puntir yang
dipersiapkan untuk menguji alat uji puntir dan juga uji bahan dari material yang
menjadi sampel.
Arus listrik melalui tombol on/off mengalir menuju dimmer dan motor listrik.
Setelah melalui evaluasi terhadap penggunaan daripada alat uji puntir seperti
pada gambar 3.4 ditemukan beberapa deviasi yaitu rasio gear yang masih kecil atau
(spesimen). Seperti diketahui pada mesin uji puntir sebelumnya memiliki putaran
pada motor penggerak adalah 1450 RPM dan mengali reduksi pada gearbox yang
memiliki rasio 30 : 1 sehingga putaran pada cekam putar menjadi 48 dengan torsi
yang relatif kecil. Oleh karena itu, perlu ditambah atau rasio gear sehingga mampu
menambah torsi pada putaran mesin. Selain itu, juga sumber daya alat uji puntir ini
menggunakan battery (Aki) dengan daya sebesar 0,5 HP atau sekitar 370 watt
sehingga perlu mengecas berulang-ulang bila daya listrik yang terkandung dalam
battery habis. Hal ini menyebabkan pengujian tidak dapat berjalan dengan optimal.
membuat skematik alat uji puntir. Selanjutnya adalah membuat desain alat uji puntir
motor penggerak yang digunakan adalah motor listrik AC 1 phasa yang memiliki
daya 1 HP atau sekitar 745 watt dengan putaran awal 1400 RPM. Setelah itu,
putaran di reduksi oleh gearbox dengan rasio 50 : 1. Bukan hanya direduksi oleh
pengamatan dan penghitungan putaran secara aktual, ternyata putaran mesin uji
puntir tanpa beban sebesar 48 RPM. Dengan putaran yang didapatkan dan telah
dilakukan ujicoba mesin uji puntir setelah diredesain memiliki torsi yang lebih kuat.
38
Gambar diatas adalah hasil redesain alat uji puntir yang telah dilaksanakan.
Terlihat motor listrik AC dan gearbox yang dihubungkan oleh pulley dan belt untuk
Sebelumnya telah jadi alat uji puntir menggunakan battery (Aki) atau motor
DC yang sekarang telah diredesain menggunakan motor AC. Kerangka meja untuk
alat uji puntir merupakan meja dari alat uji puntir yang lalu dimana struktur baja ST
40 dan baja ST 50 merupakan bahan yang digunakan untuk pembuatan alat uji
konstruksi mesin dan beban. Hanya saja perlu proses painting agar kerangka besi
dapat terlindungi dan tampilan lebih baik karena kerangka meja masih
menggunakan yang sebelumnya. Dapat dilihat pada gambar 3.4 adalah gambar
pengujian puntir.
40
• Gear box berfungsi menaikan torsi dari motor listrik dengan mereduksi
penahan arus) yang dapat kita ubah nilainya sesuai dengan kebutuhan.
gear merupakan definisi dari komponen gear box. Biasanya penambahan gear
Pada dasarnya gear box yang digunakan pada alat uji puntir ini berfungsi
spesimen. Seperti pada gambar 3.6 dibawah ini adalah jenis aero worm gear
memiliki perbandingan ratio gigi 50 : 1. Artinya, pada putaran 50 dari motor listrik
3.6.2. Chuck
merupakan fungsi dari chuck. Inside grip merupakan tipe pencekaman diameter
dalam oleh sebab itu, perlu diperhatikan dalam menentukan diameter spesimen
harus disesuaikan dengan diameter pada chuck dan tidak melebihi diameter
maksimal chuck.
3.6.3. Tropometer
Pada gambar 3.11 merupakan motor listrik yang dipakai dalam pengujian
puntir. Motor AC ini berfungsi untuk penggerak utama yang menggunakan listrik.
Motor listrik AC ini memiliki daya 1 HP, dengan putaran 1400 RPM, dan tegangan
220V serta frekuensi 50 Hz. Input daya sebesar 750 watt dengan tipe merek Modern
arus bolak-balik (AC). Untuk prinsip kerjanya adalah induksi dari stator ke rotor.
Motor induksi yang dikenal yaitu motor induksi satu phasa dan tiga phasa. Motor
listrik 1 phasa biasanya digunakan untuk industri rumah tangga atau skala keluaran
daya yang tergolong rendah sementara motor listrik 3 phasa untuk industri
pada tegangan induksi dikarenakan garis – garis gaya fluks yang diinduksikan dari
mengakibatkan gaya lorentz yang dapat memunculkan torsi yang cenderung rotor
sesuai pada arah pergerakan medan induksi stator. Pada rangka statornya ditemui
menetukan daya motor yang dibutuhkan. Daya motor yang dibutuhkan pada alat uji
dengan menghitung rpm dari motor AC. Pada motor AC yang digunakan
putarannya 1400 rpm mengalami reduksi pada gear box dengan rasio 50 : 1 dan
mengalami efisiensi, sehingga putarannya menjadi 48 rpm. Selain itu, daya motor
juga dipengaruhi oleh dimmer. Berikut kalkulasi perhitungan daya motor yang
digunakan :
Jawab :
Diketahui : 2 𝜋 . 𝑛. 𝑇
P =
60000
T : 50 Nm
2 𝜋 . 48 𝑅𝑃𝑀 . 50 𝑁𝑚
n : 48 rpm = 60000
= 0,2512 Kw
= 0,3368 HP
= 0,6736 HP
44
Gambar 3.13. Efisiensi motor beban (fungsi dari % efisiensi beban penuh)
(Sumber : https://www.teknobgt.com/)
Dikarenakan nilai torsi atau pembebanan yaitu sebesar 41,65 Nm (untuk baja
ST 37) atau 81% full load dari grafik efisiensi. Sehingga, apabila kita melihat grafik
diatas maka efisiensi yang didapatkan adalah 93%. Oleh karena itu,
P = 0,6736 : 0,93
= 0,72 HP
rendemen dari motor listrik serta penggunaan daya yang dibutuhkan. Maka, motor
3.6.5. Torsimeter
Penunjuk besar kecilnya momen torsi pada saat melakukan pengujian adalah
fungsi dari torsimeter. Rentang torsimeter yang dipakai adalah maksimal mencapai
50 dengan satuan Nm. Untuk baja ST 37, menurut referensi yang didapatkan pada
kisaran torsi 25-45 Nm spesimen baja ST 37 dapat patah. Oleh karena itu, torsimeter
yang dipakai sesuai dengan kebutuhan. Berikut ini adalah torsimeter yang dipakai
berputar dan juga dapat memutuskan daya listrik. Sesuai dengan fungsinya dimmer
dinamo. Biasanya berwarna hitam dan berbentuk kotak dengan pengatur kecepatan
yang dapat setting pada tombol putar sesuai dengan level yang diinginkan. Cara
kerja dimmer yaitu dengan menangkap sinyal AC yang diperoleh dengan mengubah
dan belt. Pada pulley motor listrik memiliki diameter luar 74 mm dan diameter
dalam 51 mm. Sedangkan untuk pulley pada gear box memiliki ukuran B2 – 3 inch
as 38 dan memiliki 2 jalur dengan bahan besi cor besi tuang dengan berat 900 gram.
Untuk belt memakai A32 dengan jarak antara pusat pulley 30 cm.
switch. Switch yang digunakan adalah switch tombol sederhana. Sementara untuk
secara perlahan.
terputus.
8) Selesai.
Untuk menentukan keplastisan suatu material maka sesuai dengan yang akan
yang akan digunakan dalam pengujian puntir dikarenakan bentuknya yang lebih
sederhana dan memungkinkan untuk diuji puntirkan serta paling mudah dalam
aplikasi uji puntir. Untuk pemasangan spesimen dapat dipasang di chuck untuk
dicekam. Spesimen yang dicekam hanya akan diberikan beban puntir pada salah
satu ujung spesimen dikarenakan apabila dua ujung spesimen diberikan beban
puntir maka yang terjadi adalah tidak konstan sudut puntir yang didapatkan untuk
putaran outputnya adalah 1 putaran pada putaran yang dihasilkan oleh motor listrik
dan direduksi oleh gearbox. Selanjutnya, torsimeter akan menerima data besar
dengan putaran spesimen sampai spesimen mengalami patah. Besarnya torsi yang
dibutuhkan untuk sudut puntir yang diperlukan akan didapatkan saat pengujian
serta dapat diolah menjadi kurva momen puntir terhadap sudut puntir. Perbandingan
diagram kurva momen puntir terhadap sudut puntir dapat juga dihitung tegangan
geser, modulus elastisitas geser dan modulus pecah. Berikutnya dapat dilakukan
sudut puntir) material yang serupa (baja ST 37) dengan alat lain.
Persiapan pengujian dilakukan untuk melihat kondisi dari mesin uji puntir
sebelum dioperasiakan. Perlu diperhatikan kelayakan dari alat uji puntir dari setiap
dari motor listrik, putaran dari poros gear box, poros chuck, kelistrikan, dan
ASTM E-143 seperti yang ditampilkan pada gambar 3.19. Spesimen yang
digunakan dalam pengujian puntir dalam kelompok kami adalah baja ST 37 dan
benda uji puntir penulis yang ditunjukkan pada gambar 3.20. Pada pengujian puntir
ini data yang digunakan adalah data pengujian puntir material dengan spesimen
baja ST 37. Jenis spesimen ini memiliki struktur dan sifat sendiri. Untuk baja
karbon rendah (ST 37) kandungan karbonnya sedikit maka digolongkan tidak baja
keras. Baja ini memiliki kandungan karbon hanya sekitar 0,3% atau disebut juga
baja ringan. Baja karbon rendah mudah dibentuk, kuat dan mampu digunakan
dalam keadaan panas ataupun dingin. Makna kata ST yaitu steel atau baja. Untuk
penomoran 37 adalah limit minimum pada kekuatan tarik 650-800 N/mm2. Serta
memiliki kekerasan kurang lebih 170 HB. Baja ST 37 yang setara dengan AISI
1045 memiki komposisi kimia Silikon 0,3 %, karbon 0,5 %, Mangan 0,8 % dan
unsur-unsur lainnya.
Perhatikan step by step prosedur dalam pengujian puntir. Untuk mendapatkan data
yaitu dengan melakukan rekam video secara detail dari awal sampai spesimen
mengalami patah. Setelah itu, untuk mendapatkan data video dapat di mode
slowmotion karena diambil data pada setiap kelipatan sudut puntir 30˚ yang
ditunjukkan pada tropometer dan untuk mendapatkan momen torsi dapat dilihat
pada torsimeter pada setiap penambahan 30˚. Selanjutnya, setelah didapatkan data
momen puntir dan sudut puntir, dapat dibuat grafik berdasarkan data yang telah
didapatkan.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
51
52
Untuk perancangan dari alat uji puntir ini menggunakan motor AC dengan
torsi maksimum 50 Nm. Perancangan alat uji puntir ini berawal dari alat uji puntir
menggunakan motor DC yang kurang efektif dalam pengoperasian alat uji puntir.
Oleh karena itu, dilakukanlah redesain alat uji puntir menggunakan motor AC yang
Alat uji puntir menggunakan motor AC dapat dilihat pada gambar 4.2. Alat
uji puntir yang di redesain ditopang oleh meja besi berukuran 90 x 60 x 80 cm.
Jenis motor penggerak yang dibuat memiliki daya 1 HP dengan putaran dapat
mencapai 1400 RPM dan tegangan 220V. Motor penggerak yang digunakan adalah
motor listrik dengan input daya 750 watt dengan type merek modern JY2A-4 serta
yaitu dengan menyiapkan spesimen sesuai dengan ASTM E-143 atau dengan
spesimen 170 x 10 mm dan diameter uji 6 mm. Lalu atur sudut tropometer dengan
perhitungan putaran yang dibutuhkan nantinya. Kemudian atur posisi dimmer pada
skala 4 guna mereduksi kecepatan pada putaran motor listrik. Setelah itu dapat
sambungkan steker listrik dengan voltase 220 V. Agar dapat memudahkan dalam
kalkulasi momen torsi dan sudut puntir maka siapkan kamera untuk merekam
pergerakan jarum pada tropometer dari mulai sampai spesimen terputus. Selain itu,
juga untuk merekam pergerakan torsimeter yang bekerja pada saat pengujian puntir.
Setelah disiapkan semua, tekan tombol switch untuk melakukan pengujian puntir,
tahan tombol switch sampai spesimen terputus, lalu lepaskan tombol switch untuk
53
untuk dapat dianalisa serta rekaman hasil pengujian puntir untuk melihat kembali
jumlah putaran atau sudut putaran yang terjadi saat pengujian. Selain itu, juga dapat
berlangsung.
dipersiapakan dahulu alat uji puntir dengan melakukan running test untuk
memastikan alat uji puntir dapat digunakan dengan optimal dalam pengujian.
seberapa keplastisan material tersebut dengan menentukan momen torsi (Nm) dan
Dari hasil pengujian yang dilakukan didapatkan data momen puntir dan sudut
puntir. Momen puntir yaitu momen torsi yang dibutuhkan untuk memuntir
spesimen tersebut sampai dengan patah. Sementara sudut puntir adalah putaran
54
sudut yang dibutuhkan dari awal pengujian puntir yang dibutuhkan sampai dengan
spesimen patah. Dari data yang didapatkan selanjutnya digunakan untuk mengitung
tegangan geser di daerah elastis, modulus elastisitas geser di daerah elastis, dan
modulus pecah.
spesimen setelah dilakukan pengujian puntir. Apabila dilihat secara seksama pada
hasil pengujian puntir, material tersebut termasuk ulet. Bidang yang patah adalah
tegak lurus terhadap sumbu yang memanjang adalah ciri dari material yang ulet.
Sementara logam yang getas akan mengalami kerusakan pada patahannya karena
puntiran dibidang yang tegak lurus dengan arah tegangan mengalami gaya tarik
berbentuk helical dikarenakan bidang ini membagi 2 sudut antara 2 buah bidang
tegangan geser maksimal dan membentuk sudut 45˚ pada arah-arah yang
memanjang dan melintang. Untuk besaran momen puntir dan sudut puntir yang
Tabel diatas adalah hasil uji puntir pada 3 buah spesimen baja ST 37. Sesuai
dengan target yang dibutuhkan pada pengujian maka didapatkan momen puntir dan
56
sudut puntir per rad. Untuk sudut puntir paling kecil didapatkan pada pengujian
spesimen pertama dengan sudut puntir per rad 1050˚ dengan momen torsi 41,06
Nm. Sementara untuk sudut puntir per rad maksimum terjadi pada spesimen ketiga
dengan 1640˚ dengan momen puntir sebesar 40,49. Terlihat dari data yang
dihasilkan sudut puntir per rad yang didapatkan dari ketiga spesimen terlihat
perbedaan yang jauh antara spesimen 1 dan 3 tetapi waktu yang dibutuhkan kurang
lebihnya sama. Seharusnya semakin panjang/ banyak sudut puntir yang dibutuhkan
maka akan semakin bertambah pula waktu yang dibutuhkan dalam pengujian puntir
sampai dengan putus. Penulis menyadari putaran yang stabil akan mempengaruhi
putaran dari spesimen dan sudut puntir. Pada spesimen 1 putaran tidak stabil
dikarenakan bahan yang ulet akan menghambat putaran. Sementara pada spesimen
puntiran dengan stabil dan mempercepat putaran serta sudut puntir akan bertambah
cepat. Perbedaan sudut puntir yang didapatkan dari beberapa spesimen dipengaruhi
oleh beberapa faktor yaitu, homogenitas material dan proses pemesinan pada benda
1. Homogenitas material
Baja ST 37 merupakan baja karbon rendah karena kadar karbon (C) < 0.30%.
Pada baja ST 37 merupakan baja paduan yang dibentuk untuk memenuhi sifat-sifat
mekanik atau sifat dasar pada baja tersebut yang disesuaikan dengan unsur dasar
pada baja tersebut. Oleh karena itu, baja ST 37 penyebabnya adalah homogenitas.
• Pada saat pengolahan biji besi ada unsur-unsur yang terbawa dalam
perpaduan materialnya.
57
perbedaan sifat mekanis yang ada, sehingga dapat berpengaruh terhadap sudut
dapat menjadi benda uji yang siap pakai. Seperti yang sesuai dengan standar ASTM
E-143 kedua ujungnya berbentuk persegi menyesuaikan ukuran dari chuck dan
bagian tengah berbentuk silindris. Untuk mendapatkan bentuk yang sesuai dengan
standar maka perlu dilakukan proses manufaktur baik menggunakan mesin bubut
dan freis. Pertama dilakukannya proses pembubutan dengan pencekaman benda uji
pembebanan sudut puntiran spesimen. Sifat mekanis didapat dari tegangan dari
itu, maka pada saat pengujian puntir akan didapatkan perbedaan sudut puntir per
Dalam pengujian puntir yang dilakukan, pengambilan data sudut puntir pada
kelipatan 100˚ sampai spesimen mengalami patah. Pada tabel 4.2 dibawah ini
dibuat grafik perbandingan antara momen torsi dan sudut puntir per rad dengan
maksud agar dapat mengetahui besarnya momen puntir apabila tidak tepat pada
kelipatan 100˚.
58
Tabel 4.2. Rata-rata hasil sudut puntir per rad dan momen puntir
Untuk grafik perbandingan momen puntir terhadap sudut puntir dapat dilihat
pada grafik dibawah ini.
35
30
25
20
15
10
5
0
Gambar 4.8. Grafik momen puntir terhadap sudut puntir per rad
59
𝜏𝐽
MT =
𝑟
Diketahui :
MT : 39 Nm = 39080 Nmm
r : 3 mm
𝜋 𝐷4 𝜋 64
J : = = 127, 17 N/mm2
32 32
Ditanya :
𝜏geser ?
Jawab :
𝑀𝑇.𝑟 39080.3 2
𝜏geser : = = 921,91 N/mm
𝐽 127,17
𝑀𝑇 𝐿
G=
𝐽𝜃
Diketahui :
MT : 39 Nm = 39080 Nmm
L : 170 mm
𝜋 𝐷4 𝜋 64
J : = = 127, 17 N/mm2
32 32
Ditanya :
𝐺(𝑀𝑜𝑑𝑢𝑙𝑢𝑠 elastisitas geser) ?
Jawab :
𝑀𝑇 𝐿 39080 . 170
G= = = 99774 N/mm2
𝐽𝜃 127,17 . 0,52
= 99,77 Gpa
Ditanya :
𝜏𝑢 ?
Dijawab :
3.𝑀𝑚𝑎𝑥 3 .45600
𝜏𝑢 = = = 806,79 N/mm2
2𝜋.𝑎3 2𝜋.33
4.2. Kalibrasi
Untuk menguji atau memastikan keakuratan dari alat uji dengan maksud
untuk melihat kemampuan pada alat uji agar dapat mengukur secara tepat. Cara
yang digunakan pada pengujian puntir ini dengan membandingkan hasil data uji
puntir dengan sumber lainnya. Data pembanding berasal dari “Laporan Praktikum
Laboratorium Teknik Material I Modul C Uji Puntir Fakultas Teknik Mesin dan
pengujian puntir dengan data pembanding dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
40
Momen Puntir (Nm)
30
20
10
Dapat dilihat pada gambar 4.6 Momen puntir yang dibutuhkan pada masing-
pembanding terlihat arah kurva dari mulai sudut puntir 0˚ sampai dengan
mengalami patahan tidak jauh berbeda pada kisaran 4 putaran. Artinya kemampuan
dari alat uji puntir yang telah di redesain tergolong baik dan mumpumi untuk
dilakukan pengujian puntir. Sementara itu, pada momen puntir yang dibutuhkan
61
dari mulai pengujian dengan data pembanding ada selisih sedikit torsi yang bekerja
sehingga mempengaruhi momen puntir selanjutnya sampai dengan patah. Hal ini
disebabkan oleh beberapa faktor antara lain kandungan komposisi dari baja ST 37.
Selain itu, dimensi dari spesimen yang digunakan dalam pengujian dan data
pembanding.
Untuk mengukur tingkat kesalahan pada alat uji maka digunakan standar
error. Semakin besar nilai standar eror dapat terindikasi untuk sampling yang
mewakili populasi yang sedang di uji. Oleh karena itu, nilai standar eror akan
No xi x̅ xi - x̅ (xi - x̅)2
1. 41,06 40,65 0,41 0,1681
2. 40,40 40,65 -0,25 0,0625
3. 40,49 40,65 -0,16 0,0256
∑ 𝑥 = 121,95 ∑ = (xi - x̅)2 = 0,2562
∑(xi − x̅)2
SD =√
𝑛−1
0,2562
=√
2
0,35791
= x 100%
40,65
= 0,88%
𝑆𝐷
SE =
√𝑛
0,35791
=
√3
= 0,206
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
1. Dimensi keseluruhan alat uji puntir ini adalah 900 mm x 600 mm x 800
mm, menggunakan unit penggerak utama motor listrik 1 phasa 1400 Rpm
motor listrik digunakan dimmer dengan mengatur daya input listrik. Hal
6 mm.
standar eror 0,206. Dapat diartikan kemampuan alat ini cukup baik.
spesimen dan juga pengecekkan pada mesin alat uji puntir untuk
5. Angka modulus elastisitas geser pada daerah elastis yang diperoleh adalah
7469,18 N/mm2 dengan patahan yang terjadi saling tegak lurus terhadap
ST 37 plastis.
62
63
6. Perbedaan momen puntir dan sudut puntir per rad dari ketiga spesimen
5.1. Saran
Untuk evaluasi dalam redesain dan pengujian alat uji puntir menggunakan
2. Cekam tetap yang digunakan harus kuat baik dari fabrikasi maupun
pengujian puntir.
64
65
Raja, H. (2017). Teori Dasar Pengertian Motor Induksi Satu Fasa. Diambil
kembali dari Universitas 17 Agustus1945 Surabaya (UNTAG):
http://repository.untag-sby.ac.id/411/3/BAB%202.pdf
Rambe, F. T. (2017). Laporan Praktikum Laboratorium Teknik Material I Modul
C Uji Puntir. Bandung: Program Studi Teknik Material Fakultas Teknik
Mesin dan Dirgantara Institut Teknologi Bandung.
Winoko, Y. A., Bambang, H., & Nurhadi. (2018). Penggunaan Hydro-Crack
System Sebagai Upaya Meningkatkan Kinerja Mesin. Rotor, 3.
LAMPIRAN
66
67
https://youtu.be/QynnIzf9EK8
69
Spesimen 1
50
𝜏𝐽
MT =
𝑟
Diketahui :
r : 3 mm
𝜋 𝐷4 𝜋 64
J : = = 127, 17 N/mm2
32 32
Ditanya :
𝜏geser ?
Jawab :
𝑀𝑇.𝑟 38500.3 2
𝜏geser : = = 908,23 N/mm
𝐽 127,17
𝑀𝑇 𝐿
G=
𝐽𝜃
Diketahui :
L : 170 mm
𝜋 𝐷4 𝜋 64
J : = = 127, 17 N/mm2
32 32
74
Ditanya :
Jawab :
𝑀𝑇 𝐿 38500 . 170
G= = = 135438 N/mm2
𝐽𝜃 127,17 . 0,38
= 135,43 Gpa
3.𝑀𝑚𝑎𝑥
𝜏𝑢 =
2𝜋.𝑎3
Diketahui :
a : 3 mm
Ditanya :
𝜏𝑢 ?
Dijawab :
3.𝑀𝑚𝑎𝑥 3 .45595
𝜏𝑢 = = = 806,7 N/mm2
2𝜋.𝑎3 2𝜋.33
Spesimen 2
50
45
Momen Puntir (Nm)
40
35
30
25
20
15
10
5
0
𝜏𝐽
MT =
𝑟
75
Diketahui :
r : 3 mm
𝜋 𝐷4 𝜋 64
J : = = 127, 17 N/mm2
32 32
Ditanya :
𝜏geser ?
Jawab :
𝑀𝑇.𝑟 37510.3 2
𝜏geser : = = 884,87 N/mm
𝐽 127,17
𝑀𝑇 𝐿
G=
𝐽𝜃
Diketahui :
L : 170 mm
𝜋 𝐷4 𝜋 64
J : = = 127, 17 N/mm2
32 32
Ditanya :
Jawab :
𝑀𝑇 𝐿 37510 . 170
G= = = 98319,83 N/mm2
𝐽𝜃 127,17 . 0,51
= 98,31 Gpa
3.𝑀𝑚𝑎𝑥
𝜏𝑢 =
2𝜋.𝑎3
Diketahui :
76
a : 3 mm
Ditanya :
𝜏𝑢 ?
Dijawab :
3.𝑀𝑚𝑎𝑥 3 .45595
𝜏𝑢 = = = 806,7 N/mm2
2𝜋.𝑎3 2𝜋.33
Spesimen 3
50
45
Momen Puntir (Nm)
40
35
30
25
20
15
10
5
0
𝜏𝐽
MT =
𝑟
Diketahui :
r : 3 mm
𝜋 𝐷4 𝜋 64
J : = = 127, 17 N/mm2
32 32
Ditanya :
𝜏geser ?
Jawab :
77
𝑀𝑇.𝑟 38240.3 2
𝜏geser : = = 902,09 N/mm
𝐽 127,17
𝑀𝑇 𝐿
G=
𝐽𝜃
Diketahui :
L : 170 mm
𝜋 𝐷4 𝜋 64
J : = = 127, 17 N/mm2
32 32
Ditanya :
Jawab :
𝑀𝑇 𝐿 38240 . 170
G= = = 79873,39 N/mm2
𝐽𝜃 127,17 . 0,64
= 79,87 Gpa
3.𝑀𝑚𝑎𝑥
𝜏𝑢 =
2𝜋.𝑎3
Diketahui :
a : 3 mm
Ditanya :
𝜏𝑢 ?
Dijawab :
3.𝑀𝑚𝑎𝑥 3 .45310
𝜏𝑢 = = = 801,66 N/mm2
2𝜋.𝑎3 2𝜋.33
78
35
30
25
20
15
10
5
0