Anda di halaman 1dari 99

UNIVERSITAS DIPONEGORO

REDESAIN ALAT UJI PUNTIR MENGGUNAKAN MOTOR


AC DENGAN TORSI MAKSIMUM 50 NM DAN UJI COBA
MENGGUNAKAN BAJA ST 37

PROYEK AKHIR

BERA MIRANTA
40040219650005

PROGRAM STUDI DIPLOMA IV


REKAYASA PERANCANGAN MEKANIK
SEKOLAH VOKASI UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG
JULI 2023
UNIVERSITAS DIPONEGORO

REDESAIN ALAT UJI PUNTIR MENGGUNAKAN MOTOR


AC DENGAN TORSI MAKSIMUM 50 NM DAN UJI COBA
MENGGUNAKAN BAJA ST 37

Diajukan sebagai salah satu syarat


Untuk memperoleh gelar Sarjana Terapan

BERA MIRANTA
40040219650005

PROGRAM STUDI DIPLOMA IV


REKAYASA PERANCANGAN MEKANIK
SEKOLAH VOKASI UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG
JULI 2023
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Tugas Akhir ini adalah hasil karya saya sendiri,


dan semua sumber baik yang dikutip maupun yang
dirujuk telah saya nyatakan dengan benar

NAMA : BERA MIRANTA

NIM : 40040219650005

TANDA TANGAN :

Tanggal : 8 Agustus 2023

i
SURAT TUGAS PROYEK AKHIR

ii
HALAMAN PENGESAHAN

iii
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademika Universitas Diponegoro, saya yang bertanda tangan di


bawah ini :

Nama : Bera Miranta


NIM : 40040219650005
Jurusan/Program Studi : D IV Rekayasa Perancangan Mekanik
Departemen : Teknologi Industri
Fakultas : Sekolah Vokasi
Jenis Karya : Tugas Akhir

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada


Universitas Diponegoro Hak Bebas Royalti Non eksklusif (Non-exclusive Royalty
Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul :

Redesain Alat Uji Puntir Menggunakan Motor AC Dengan Torsi Maksimum


50 Nm Dan Uji Coba Menggunakan Baja ST 37

Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas


Royalti/Non eksklusif ini Universitas Diponegoro berhak menyimpan, mengalih
media/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat dan
mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai
penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Semarang

Pada tanggal : 17 Juli 2023

Yang menyatakan,

Bera Miranta

iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN

”Jangan putus asa, Harus berusaha, selalu ingat pada Kuasa”


(Koes Plus)
“Happiness is not something you postpone for the future; it is something you
design for the present.”
(Jim Rohn)
“Tugas Akhir yang baik adalah Tugas Akhir yang selesai”
Tidak ada tugas akhir yang sempurna, karena penelitian apapun akan selalu
berkembang dan dikembangkan oleh peneliti yang lain.

v
KATA PENGANTAR

Dengan izin dan mengucapkan puji syukur kepada Allah SWT yang telah

memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat

menyelesaikan penyusunan laporan Proyek Akhir dengan judul “Redesain Alat Uji

Puntir Menggunakan Motor AC Dengan Torsi Maksimum 50 Nm Dan Uji Coba

Menggunakan Baja ST 37”.

Proyek Akhir ini mejadi salah satu syarat kelulusan bagi mahasiswa Program

Studi Sarjana Terapan Rekayasa Perancangan Mekanik Sekolah Vokasi Universitas

Diponegoro. Empat tahun yang dilalui bukan waktu yang singkat, banyak kenangan

baik senang maupun susah yang dilalui penulis. Dalam penyusunan laporan Proyek

Akhir ini, tidak lepas dari bimbingan dan dukungan dari banyak pihak. Oleh karena

itu, penulis menyampaikan rasa hormat dan terimakasih sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Budiyono, M.Si, selaku Dekan Sekolah Vokasi

Universitas Diponegoro Semarang.

2. Ibu Sri Utami Handayani, S.T., M.T selaku Ketua Program Studi

Diploma IV Rekayasa Perancangan Mekanik Sekolah Vokasi

Universitas Diponegoro Semarang.

3. Bapak Dr. Drs. Wiji Mangestiyono, M.T dan Bapak Dr. Seno Darmanto,

ST. MT selaku dosen pembimbing penulis yang membantu dalam

penyusunan Proyek Akhir .

4. Bapak Drs. Juli Mrihardjono, M.T. selaku Dosen Wali mahasiswa

Sarjana Terapan Rekayasa Perancangan Mekanik.

5. Seluruh Dosen dan Staff Pengajar Program Studi Rekayasa Perancangan

Mekanik Sekolah Vokasi Universitas Diponegoro.

vi
6. Untuk ibu saya tercinta, Almarhumah ibu Suratmi yang telah

membesarkan saya dan kepada ayah tercinta bapak suyoto, yang selalu

mendukung langkah saya.

7. Untuk kakak tercinta Mas Tommy yang meminjamkan laptop kepada

saya sehingga saya dapat kuliah sejauh ini dan Mbak Anis serta Mas

Fajar yang selalu mensupport saya baik dari moral maupun materi.

8. Mas Ismu dan Almh. Mbak Mukti menjadi orang tua saya selama kuliah.

9. Pak Nyoman, Pak Angga, Pak Cahyo, Pak Faiz, Mas Cholid yang

menjadi guru saya selama magang di PT Sapta Indra Sejati Adaro.

10. Rekan Seperjuangan Wahyu Dony, Oey Jonathan Hengky, Daffa

Izzulhaq, Auliya Irsya, Ahmad Rusdiyanto, A Fatih Abdullah, Anggi

Pratama Hegayanto banyak kenangan yang tak terlupakan.

11. Haninthia Rifda Putri Yusnia yang menjadi teman asmara penulis.

12. Rekan-rekan Senat Mahasiswa Sekolah Vokasi Universitas Diponegoro

dan Keluarga Mahasiswa Sragen.

13. Rekan-rekan angakatan 2019 prodi Diploma IV Rekayasa Perancangan

Mekanik Universitas Diponegoro Semarang yang telah membantu

penulis dalam mulai kuliah dari awal sampai saat ini.

Semoga laporan Proyek Akhir ini dapat memberikan manfaat khususnya bagi
penulis dan semua mahasiswa Rekayasa Perancangan Mekanik.

Semarang, 15 Juli 2023

Bera Miranta

vii
ABSTRAKSI

REDESAIN ALAT UJI PUNTIR MENGGUNAKAN MOTOR AC


DENGAN TORSI MAKSIMUM 50 NM DAN UJI COBA MENGGUNAKAN
BAJA ST 37

Untuk mengetahui sifat-sifat mekanik bahan adalah dengan cara melakukan


pengujian mekanis bahan dengan merusak suatu material sehingga mengalami
patahan atau sering disebut dengan uji puntir. Uji puntir dapat dilakukan dengan
mengetahui besar pengaruh suatu beban terhadap kekuatan lelah material poros
dengan melalui pengujian menggunakan benda uji lalu dianalisa dan dihitung
secara cermat. Pengujian puntir dengan menggunakan spesimen untuk menentukan
keplastisan suatu material. Pengujian ini dilakukan untuk meminimalisir secara
actual di lapangan yang dialami oleh teknisi karena memiliki permasalahan yang
sulit diprediksi kapan terjadinya suatu patahan dan juga sulit diamati secara
langsung suatu material akan mengalami patah.

Kondisi kegagalan pada material tersebut mendorong penulis untuk melakukan


pengujian dengan tujuan untuk merancang alat uji kekuatan puntir dengan
percobaan menggunakan spesimen Baja ST 37. Selanjutnya perencanaan alat uji
berupa konstruksi mesin dengan motor penggerak AC yang diproyeksikan sebesar
1400 RPM dan ratio gear box 50 : 1. Berikutnya dengan pembuatan alat uji yang
dilakukan dalam beberapa tahap yaitu pembuatan dimensi spesimen, perakitan alat
uji, perhitungan struktur rangka dan perhitungan torsi motor. Nantinya jenis metode
yang digunakan adalah eksperimental yaitu dengan menggunakan spesimen Baja
ST 37 dilakukan percobaan dengan beberapa spesimen dan panjang poros spesimen
serta sifat bahan tertentu. Desain dari spesimen menggunakan ukuran standar
ASTM E-143.

Dari pengujian yang dilakukan didapatkan momen puntir dan sudut puntir sehingga
dapat menghitung tegangan geser pada daerah elastis, modulus elastisitas geser dan
modulus pecah. Dalam pengujian ini, pengambilan data momen puntir dilakukan
pada kelipatan sudut 30˚ sampai dengan spesimen patah ataupun putus.

Kata kunci: Uji Puntir, Spesimen, Patah

viii
ABSTRACT

REDESIGN OF TENSION TEST USING AC MOTOR WITH MAXIMUM


TORQUE OF 50 NM AND TRIAL USING ST 37 STEEL

To find out the mechanical properties of materials is by carrying out mechanical


testing of materials by damaging a material so that it experiences a fracture or
often referred to as a torsion test. The torsion test can be carried out by knowing
the influence of a load on the fatigue strength of the shaft material by going through
tests using test objects and then analyzing and calculating them carefully. Torsion
testing using a specimen to determine the plasticity of a material. This test is carried
out to minimize the actual experience experienced by technicians in the field
because it has problems that are difficult to predict when a fracture will occur and
it is also difficult to observe directly a material will experience a fracture.
The failure conditions in this material prompted the authors to carry out tests with
the aim of designing a torsion strength test equipment with experiments using ST
37 steel specimens. Furthermore, the design of the test equipment is in the form of
engine construction with a projected AC drive motor of 1400 RPM and a gear box
ratio of 50 : 1. Next is the manufacture of the test equipment which is carried out
in several stages, namely making the dimensions of the specimen, assembling the
test equipment, calculating the frame structure and calculating the motor torque.
Later the type of method used was experimental, namely by using ST 37 Steel
specimens, experiments were carried out with several specimens and the length of
the shaft of the specimen and the properties of certain materials. The design of the
specimen uses the ASTM E-143 standard size.
From the tests carried out obtained the torsional moment and torsion angle so that
it can calculate the shear stress in the elastic area, the shear elastic modulus and
the rupture modulus. In this test, torsion moment data is collected at multiple angles
of 30˚ until the specimen break.

Keywords :Torsion test, Specimen, Fracture

ix
DAFTAR ISI

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ................................................. i


SURAT TUGAS PROYEK AKHIR .................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. iii
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI......................... iv
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS .............................. iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN .........................................................................v
KATA PENGANTAR .......................................................................................... vi
ABSTRAKSI....................................................................................................... viii
ABSTRACT ........................................................................................................... ix
DAFTAR ISI ...........................................................................................................x
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xiii
DAFTAR TABEL .............................................................................................. xiii
DAFTAR NOTASI DAN SIMBOL ....................................................................xv
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xvii
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................1
1.1. Latar Belakang .......................................................................................... 1

1.2. Perumusan Masalah .................................................................................. 2

1.3. Batasan Masalah ....................................................................................... 3

1.4. Tujuan ....................................................................................................... 3

1.5. Manfaat ..................................................................................................... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................4


2.1. Definisi Uji Puntir ..................................................................................... 4

2.2. Kalkulasi Dasar Uji Puntir ........................................................................ 5

2.3. Sifat Mekanik Pada Puntiran .................................................................... 9

2.3.1. Modulus Elastisitas Geser .................................................................... 10

2.3.2. Modulus Pecah ..................................................................................... 10

2.3.3. Kekuatan Luluh Puntir ......................................................................... 11

2.4. Kriteria Tresca Dan Von Mises .............................................................. 11

2.4.1. Kriteria Tresca ..................................................................................... 11

x
2.4.2. Kriteria Non Mises............................................................................... 11

2.5. Jenis-Jenis Kegagalan Puntiran............................................................... 12

2.6. Prinsip Uji Puntir .................................................................................... 13

2.7. Perbandingan Uji Puntir dan Uji Tarik ................................................... 15

2.8. Pengertian Motor Induksi Satu Fasa ....................................................... 17

2.8.1. Motor Arus Bolak-Balik (Alternating Current) ................................... 17

2.8.2 Prinsip Kerja Motor Induksi............................................................... 20

2.8.3. Cara Menghitung Daya Motor dan Torsi .......................................... 21

2.9. Operasi dan Aplikasi Dimmer (SCR) ..................................................... 22

2.10. Standar Deviasi ....................................................................................... 25

2.10.1. Definisi ............................................................................................... 25

2.10.2. Cara Untuk Menghitung Standar Deviasi Data Tunggal ................... 26

2.10.3. Cara Mengitung Data Standar Deviasi Data Kelompok .................... 27

2.11. Standar Eror ............................................................................................ 28

2.12. Kalibrasi .................................................................................................. 28

2.13. Alat Uji Puntir Konvensional.................................................................. 29

2.13.1. Alat Uji Puntir Manual Dengan Pembebanan Beban ........................ 29

2.13.2. Mesin Uji Puntir (30 Nm) ................................................................. 30

2.14. Sifat Mekanik Benda Uji Puntir.............................................................. 31

2.14.1. Baja ST 37 ......................................................................................... 31

2.14.2. Baja ST 60 ......................................................................................... 32

2.14.3. Kuningan ............................................................................................ 32

BAB III METODE PELAKSANAAN TUGAS AKHIR ..................................34


3.1. Diagram Alir Penelitian .......................................................................... 34

3.2. Studi Literatur ......................................................................................... 35

3.3. Skematik Desain Uji Puntir Before-After ............................................... 35

3.4. Desain Sebelum Dilakukan Redesain Alat Uji Puntir ............................ 36

3.5. Desain Sesudah Dilakukan Redesain Alat Uji Puntir ............................. 37

xi
3.6. Komponen Pada Alat Uji Puntir ............................................................. 39

3.6.1. Gear Box .............................................................................................. 40

3.6.2. Chuck ................................................................................................... 41

3.6.3. Tropometer........................................................................................... 41

3.6.4. Motor Listrik AC ................................................................................. 42

3.6.5. Torsimeter ............................................................................................ 44

3.6.6. Dimmer Motor AC............................................................................... 45

3.7.6. Pulley dan belt ..................................................................................... 46

3.7.7. Switch, Steker, dan Kabel .................................................................... 46

3.7. Prosedur dan Persiapan Uji Puntir .......................................................... 46

3.7.1. Persiapan Pengujian ............................................................................. 48

3.7.2. Spesimen Uji Puntir ............................................................................. 48

3.7.3. Bahan Material Baja ST 37 .................................................................. 49

3.7.4. Metode Pengambilan Data ................................................................... 50

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................51


4.1. Hasil Redesain Alat Uji Puntir................................................................ 51

4.1.1. Perhitungan Tegangan Geser Pada Daerah Elastis .............................. 59

4.1.2. Perhitungan Modulus Elastisitas Geser Pada Daerah Elastis .............. 59

4.1.3. Perhitungan Modulus Pecah ................................................................ 59

4.2. Kalibrasi .................................................................................................. 60

4.3. Perhitungan Standard Eror ...................................................................... 61

BAB V PENUTUP ................................................................................................62


5.1. Kesimpulan ............................................................................................. 62

5.1. Saran ....................................................................................................... 63

DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................64


LAMPIRAN ..........................................................................................................66

xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Uji puntir spesimen silinder pejal ..................................................... 6

Gambar 2.2. Grafik momen puntir sudut puntir (𝜃) .............................................. 7

Gambar 2.3. Grafik sudut puntir terhadap momen puntir ..................................... 8

Gambar 2.4. Tegangan spesimen silinder pejal mengalami momen puntir......... 12

Gambar 2.5. Jenis kegagalan pengujian puntir .................................................... 12

Gambar 2.6. Spesimen yang dicekam pada chuck .............................................. 13

Gambar 2.7. Konstruksi motor induksi satu fasa................................................. 18

Gambar 2.8. Prinsip medan magnet utama dan bantu motor satu fasa ............... 18

Gambar 2.9. Gelombang arus medan bantu dan arus medan utama.................... 19

Gambar 2.10. Medan magnet pada stator motor satu fasa................................... 20

Gambar 2.11. Rotor sangkar ................................................................................ 20

Gambar 2.12. Bentuk fisik SCR .......................................................................... 22

Gambar 2.13. SCR dioperasikan dari sumber AC ............................................... 23

Gambar 2.14. Aplikasi SCR sebagai kontrol output suplai daya ........................ 24

Gambar 2.15. Aplikasi SCR untuk start lunak motor AC ................................... 25

Gambar 2.16. Alat uji puntir manual dengan penambahan beban....................... 29

Gambar 2.17. Mesin uji puntir dengan torsi 30 Nm ............................................ 30

Gambar 2.18. Baja ST 37 .................................................................................... 32

Gambar 2.19. Kuningan ...................................................................................... 33

Gambar 3.1. Diagram alir .................................................................................... 34

Gambar 3.2. Skematik komponen alat uji putir (before redesain)....................... 35

Gambar 3.3. Skematik komponen alat uji putir (after redesain) ......................... 36

Gambar 3.4. Mesin uji puntir sebelumnya .......................................................... 36

Gambar 3.5. Desain perancangan mesin uji puntir motor AC ............................ 38

xiii
Gambar 3.6. Proyeksi amerika mesin uji puntir .................................................. 38

Gambar 3.7. Perencanaan redesain alat uji puntir motor AC .............................. 39

Gambar 3.8. Gearbox........................................................................................... 40

Gambar 3.9. Chuck .............................................................................................. 41

Gambar 3.10. Tropometer ................................................................................... 41

Gambar 3.11. Motor listrik AC ........................................................................... 42

Gambar 3.12. Tegangan output dari pengaruh dimmer ....................................... 43

Gambar 3.13. Efisiensi motor beban (fungsi dari % efisiensi beban penuh) ...... 44

Gambar 3.14. Torsimeter ..................................................................................... 45

Gambar 3.15. Dimmer ......................................................................................... 45

Gambar 3.16. Pulley dan belt .............................................................................. 46

Gambar 3.17. Redesain alat uji puntir ................................................................. 47

Gambar 3.18. Alat uji puntir tampak dari atas .................................................... 47

Gambar 3.19. Spesimen uji puntir ....................................................................... 49

Gambar 3.20. Spesimen baja ST 37 .................................................................... 49

Gambar 4.1. Redesaian alat uji puntir ................................................................. 51

Gambar 4.2. Hasil redesain alat uji puntir ........................................................... 51

Gambar 4.3. Pengujin puntir ............................................................................... 53

Gambar 4.4. Spesimen baja ST 37 setelah mengalami uji puntir ........................ 54

Gambar 4.5. Patahan spesimen 1 ......................................................................... 54

Gambar 4.6. Patahan spesimen 2 ......................................................................... 54

Gambar 4.7. Patahan spesimen 3 ......................................................................... 55

Gambar 4.8. Grafik momen puntir terhadap sudut puntir per rad ....................... 58

Gambar 4.9. Perbandingan data hasil pengujian dengan data pembanding ....... 60

xiv
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Perbandingan uji tarik dengan uji puntir ............................................ 16


Tabel 4.1. Hasil pengujian puntir spesimen baja ST 37 ....................................... 55
Tabel 4.2. Rata-rata hasil sudut puntir per rad dan momen puntir ....................... 58
Tabel 4.3. Perhitungan standar eror...................................................................... 61

xv
DAFTAR NOTASI DAN SIMBOL

Simbol Keterangan

𝜏 Tegangan

MT Momen puntir

r Jari-jari spesimen atau Jarak radial dari pusat

J Momen inersia polar

𝜏𝑚𝑎𝑥 Tegangan maksimal

D Diameter benda uji

𝛾 Renggangan geser

L Panjang spesimen

𝜃 Sudut puntir

𝜏𝑎 Tegangan geser

𝜃′ Sudut puntir per rad

G Modulus elastisitas geser

T Momen lentur

𝜏𝑢 Modulus pecah

𝑀𝑚𝑎𝑥 Momen torsi maksimal

S2 Varian

S Standar deviasi

n Jumlah sampel

𝑥̅ Rata-rata

Xi Nilai x ke i

SD Standar Deviasi

SE Standar Eror

˚ Derajat

𝜑 Phi (fi)

xvi
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Gambar redesain alat uji puntir ....................................................... 66


Lampiran 2. Dokumentasi pengujian puntir ........................................................ 67
Lampiran 3. Link video youtube dalam pengujian puntir ................................... 68
Lampiran 4. Data hasil pengujian puntir dengan material baja ST 37 ................ 69
Lampiran 5. Surat pencatatan ciptaan ................................................................. 79

xvii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya pada pengujian

bahan dan juga pembangunan infrastruktur yang berkembang pesat menghasilkan

berbagai teknik dalam pengujian bahan. Salah satu pengujian bahan adalah uji

puntir, dimana dapat berguna dibidang pengujian bahan. Bahan memiliki

karakteristik yang berbeda-beda, hal ini menentukan pemilihan bahan dalam

perancangan suatu mesin. Pada pengujian puntir dilakukan untuk memperoleh

tegangan geser pada daerah elastis, modulus elastisitas geser (shear) pada daerah

elastis, dan modulus pecah untuk mengetahui karakteristik bahan. Pengujian puntir

pada bahan juga dipengaruhi oleh faktor-faktor antara lain kondisi permukaan,

kosentrasi tegangan, dimensi, temperatur, dan beban, serta korosi.

Hal-hal yang menunjukkan permulaan adanya kelelahan logam tidak begitu

nampak, maka potensi patah menjadi perhatian khusus bagi para mekanik yang

dapat menjadi bahaya besar. Tentunya dengan menggunakan uji puntir (tersion

testing) dapat diketahui kemampuan logam sampai lelah (fatigue). Uji puntir

merupakan pengujian dengan mematahkan spesimen yang mengakibatkan suatu

material menjadi patah.

Dalam uji puntir diperlukan peralatan seperti kepala puntir dilengkapi

pencekam untuk spesimen. Untuk menghasilkan momen puntir pada spesimen

maka kepala puntir dipasang cekam untuk memutar spesimen. Penghitungannya

memakai perpindahan sudut pada titik didekat pada salah satu ujung spesimen

dibandingkan terhadap titik pada elemen yang sama panjang diarah berlawanan.

Pada spesimen uji puntir memiliki penampang yang berbentuk lingkaran karena

1
2

bentuk tersebut sederhana dalam menentukan perhitungan tegangan. Pada area

elastis, secara linear tegangan bervariasai mulai harga nol dititik pusat batang

sampai harga maksimal di permukaan batang, maka dari itu diperlukannya

pengujian spesimen uji puntir yang memiliki dinding tebal. Hasil yang didapatkan

yaitu tegangan geser hampir mencapai sama di sepanjang penampang lintang

spesimen.

Pembuatan alat uji puntir ini adalah redesain dari perancangan alat uji puntir

yang sebelumnya menggunakan penggerak motor DC menjadi motor AC. Alat uji

puntir ini nantinya digunakan untuk menguji bahan seperti baja untuk perancangan

dan juga menilai kemampuan tempaan suatu bahan. Perubahan motor DC ke motor

listrik AC ini sebelumnya dikarenakan pada motor DC putaran yang dihasilkan

tidak stabil yang dapat mempengaruhi hasil pengujian. Selain itu, beban arus yang

diterima sangat besar dan setiap saat akan mengakibatkan aki akan lebih cepat soak

sehingga harus banyak memerlukan perawatan dan juga pengecekan kelistrikan

agar dapat berfungsi dengan baik. Selain itu tidak perlu mengecas ulang bila daya

listrik yang terkandung dalam battery habis. Selain itu, mengganti rasio gear box

menjadi lebih besar untuk menyalurkan tenaga (torsi) yang lebih besar. Apabila

torsi lebih besar maka pengujian untuk spesimen dari beberapa jenis material lebih

bervariasi. Oleh sebab itu, diperlukannya Redesain yaitu perubahan sumber energi

menjadi motor listrik AC yang dapat beroperasi menggunakan energi listrik

menjadikan putaran mesin stabil sehingga pengujian puntir dapat dilakukan dengan

optimal.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang sudah diuraikan diatas, maka Proyek Akhir

ini mempunyai rumusan masalah yang harus diselesaikan, yaitu :


3

1. Bagaimana Redesain dari alat uji puntir dari semula menggunakan motor

DC menjadi motor AC?

2. Bagaimana prinsip kerja dari alat uji material?

3. Bagaimana tahapan redesain dan prosedur dari pengujian puntir material?

4. Bagaimana cara mengkalibarsi uji puntir dengan spesimen baja ST 37?

5. Berapa daya motor yang diperlukan dalam uji puntir?

1.3. Batasan Masalah

Dalam pengujian puntir nantinya menggunakan spesimen Baja ST 37 dan

dilakukan pengujian puntir dengan 3 spesimen.

1.4. Tujuan

1. Dapat membuat redesain alat uji puntir motor DC menjadi motor AC.

2. Mengetahui prinsip kerja dari alat uji puntir material.

3. Mengetahui tahapan redesain dan prosedur pengujian puntir material.

4. Menentukan kalibrasi alat uji puntir specimen baja ST 37.

5. Dapat menentukan daya motor yang diperlukn dalam pengujian puntir

spesimen baja ST 37.

1.5. Manfaat

Adapun manfaat dari pengujian uji puntir sebagai tugas akhir adalah :

1. Melakukan pengujian puntir dengan spesimen secara optimal sehingga

mendapatkan data yang valid.

2. Mengetahui kelayakan material baja ST 37 untuk material konstruksi

3. Alat uji puntir ini diharapkan dapat digunakan untuk pengujian material

dalam menentukan keplastisan suatu material.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Pekerjaan logam dapat berhasil apabila dalam pengaplikasian teknik

bergantung pada kemampuan logam untuk memenuhi persyaratan dalam

merancang dan dibuat dengan dimensi yang tepat. Kemampuan logam untuk

memenuhi persyaratan ini ditentukan oleh sifat mekanik dan fisik logam tersebut.

Sifat fisik dapat diukur menggunakan metode yang tidak memerlukan

penerapan gaya mekanis atau beban. Contoh umum dari sifat fisik adalah kerapatan,

sifat magnetik misalnya permeabilitas, konduktivitas termal dan difusivitas termal,

sifat listrik misalnya resistivitas, panas spesifik, dan koefisien muai panas.

Selanjutnya sifat mekanik yaitu berhubungan erat dengan volume yang dapat

dijabarkan sebagai hubungan antara gaya atau tekanan yang bekerja pada material

dan ketahanan material terhadap deformasi yaitu regangan dan fraktur. Deformasi

ini, mungkin atau mungkin tidak terlihat pada logam sesudah beban yang

diterapkan dihilangkan. Berbagai jenis pengujian yang menggunakan gaya terapan

digunakan untuk mengukur sifat-sifat, seperti modulus elastisitas, kekuatan luluh,

elastisitas dan deformasi plastis yaitu, elongasi, kekerasan, ketahanan lelah, dan

ketangguhan retak. (Todd M. Osman, U.S. Steel Research; Joseph D. Rigney,

General Electric Aircraft Engines)

2.1. Definisi Uji Puntir

Uji puntir yang dilakukan pada spesimen untuk menentukan keplastisan suatu

material. Untuk mengetahui kekuatan atau keuletan dari sebuah material yaitu dapat

dilakukan dengan pengujian terhadap material yang sering disebut dengan spesimen

uji. Spesimen yang digunakan dalam uji puntir yaitu batang dengan penampang

lingkaran karena bentuk penampang ini paling sederhana sehingga mudah untuk

4
5

diukur. Spesimen tersebut hanya dikenai beban puntiran pada salah satu ujungnya

karena dua pembebanan dapat memberikan ketidakkonstanan sudut puntir yang

diperoleh dari pengukuran. Pengukuran yang dilakukan pada uji puntir adalah

momen puntir dan sudut puntir. Pengukuran ini nantinya akan dikonversikan dalam

bentuk grafik momen puntir terhadap sudut puntir dalam putaran. Dalam hal ini

dimensi spesimen uji dapat ditentukan sesuai dengan alat uji atau standar dari pada

alat uji yang dibuat.

Spesimen uji yang digunakan dalam uji puntir ini berbentuk cylinder yang

dikenai beban puntiran di salah satu ujungnya sampai mengalami patah di

penampang spesimen uji. Alat uji puntir ini digunakan untuk mengetahui kekuatan

dari bahan, seberapa ketahanan dari bahan sesuai dengan beban yang diberikan. Uji

puntir pada bahan material untuk menentukan modulus geser, kekuatan luluh

puntir, dan modulus pecah. Biasanya uji puntir diaplikasikan pada spesimen yang

memiliki sifat getas. Regangan terjadi pada spesimen saat dilakukan uji puntir

dengan perpindahan sudut puntir di ujung spesimen, dibandingkan pada suatu titik

di elemen yang memanjang sama pada arah berlawanan.

2.2. Kalkulasi Dasar Uji Puntir

Dalam melakukan pengujian puntir dilakukan kalkulasi untuk mendapatkan

analisa dari spesimen material bahan. Sesuai dengan prosedur dalam melakukan

pengujian puntir salah satu ujung spesimen dicekam pada chuck. Sedangkan untuk

ujung yang satunya diberi pembebanan pada kepala beban. Deformasi dapat diukur

pada sudut puntir yang dinamakan tropometer. Untuk deformasi didasarkan atas

perpindahan sudut (angular displacement) dari suatu titik yang mendekati ujung

spesimen terhadap posisi suatu titik dengan elemen longitudinal yang sama di ujung

lainnya (Yuwono, 2009).


6

Gambar 2.1. Uji puntir spesimen silinder pejal

(Sumber : E & Dieter, 1961)

Momen yang dihasilkan pada ujung salah satu benda uji puntir mendapatkan

tahanan yang bersumber dari tegangan geser material. Tegangan geser ini memiliki

nilai nol di pusat spesimen dan beranjak meningkat secara linear seiring dengan

bertambahnya jarak terhadap titik pusat (E & Dieter, 1961). Momen puntir bagian

luar dengan momen reaksi pada saat setimbang dari material :


𝑟=𝑎 𝜏 𝑎
MT = ∫𝑟=0 𝜋𝑟𝑑𝐴 =
𝑟
∫0 𝑟2dA (2.1)

Dengan ∫ 𝑟2dA adalah momen inersia polar dari spesimen dan dinotasikan

dengan (J)

Sehingga :

𝜏𝐽
MT = (2.2)
𝑟

Keterangan :

𝜏 = Tegangan geser (N/mm2)

MT = Momen puntir (Nm)

R = Jarak radial dari pusat (mm) dan

J = Momen inersia polar yang tergantung geometris benda

(E & Dieter, 1961)

𝜋𝐷4
Pada benda uji silinder pejal yaitu J = maka tegangan maksimal yang
32
7

terjadi pada permukaan yaitu :

𝑀𝑇 𝐷/2 16𝑀𝑇
𝜏𝑚𝑎𝑥 = = (2.3)
𝜋𝐷4 /32 𝜋𝐷3

𝜋
Untuk spesimen tubular J = (𝐷04 − 𝐷14 ) dengan 𝐷0 diameter luar dan
32

D1 diameter dalam, untuk mencari tegangan geser maksimum yaitu :

16 𝑀𝑇 𝐷0
𝜏𝑚𝑎𝑥 = (2.4)
𝜋(𝐷04 − 𝐷14 )

Kuantitas regangan geser 𝛾 dapat dicari dengan sudut puntiran 𝜃 (dalam

satuan radian) :

𝑟𝜃
𝛾 = tan ∅ = (2.5)
𝐿

Dimana L yaitu panjang spesimen terlihat pada gambar 2.1. Saat

dilakukannya proses pengukuran dan pengujian yang dilaksanakan yaitu adalah

momen puntir (MT) dan sudut puntir 𝜃 untuk mendapatkan diagram seperti pada

gambar 2.2 berikut ini :

Gambar 2.2. Grafik momen puntir sudut puntir (𝜃)

(Sumber : E & Dieter, 1961)

Gambar 2.2 merupakan momen puntir pada sudut puntir (𝜃). Rumus tegangan

geser diatas, dapat diterapkan untuk mencari tegangan geser di daerah elastis. Pada

daerah plastis, rumus ini tidak digunakan, karena momen puntir dengan sudut puntir
8

tidak linear lagi. Agar mengetahui tegangan geser di daerah plastis, caranya

menggunakan rumus :

1
𝜏𝑎 = . (BC + 3CD) (2.6)
2.𝜋.𝑎3

Sementara itu mendapatkan renggangan geser (𝛾), keduanya harus

mempunyai rumus yang sama, yaitu :

𝜃
𝛾 = 𝜃’. R dimana 𝜃’ = (2.7)
𝐿

Keterangan :

R : Jari – jari spesimen

𝜃’ : Sudut putar persatuan waktu (E & Dieter, 1961)

Rumus ini digunakan dalam kurva momen puntir terhadap sudut puntir

persatuan panjang seperti pada gambar 2.3.

Gambar 2.3. Grafik sudut puntir terhadap momen puntir

(Sumber : E & Dieter, 1961)

Karakter elastis pada puntiran didapatkan untuk memperoleh momen puntir

di batas yang proporsional atau momen puntir pada sudut puntir tertentu, sering

diangka 0,001 rad/inci panjang ukur, dan dilaksanakan perhitungan tegangan geser

yang berhubungan dengan momen puntir dengan menggunakan sistem persamaan


9

diatas. Untuk benda uji tabung, sering dilakukan pengukuran batas elastis puntiran

atau kekuatan luluh yang akurat karena gradien tegangan melintang melewati

diameter batang padat, maka serat-serat permukaan terhalang oleh tegangan yang

lebih kecil pada serat yang ada di dalam. Untuk itu, peluluhan (yielding) yang

pertama terjadi. Pada dasarnya sulit dilihat dengan instrument yang sering dipakai

guna mengukur sudut puntir. Penggunaan spesimen tabung berdinding tebal

mengurangi sebab-sebab diatas, karena praktis tidak terdapat gradien tegangan.

Namun, perlu dipahami untuk pengurangan tebal dinding tidak terlalu besar, atau

terjadinya tekukan (buckling) dan bukan puntiran. Uji coba yang telah dilaksanakan

memperlihatkan bahwa mencari kekuatan luluh geser dan modulus elastisitas, maka

perbandingan panjang bagian penampang yang menyempit terhadap diameter luar,

pada rentang 10 kali, dan perbandingan tebal terhadap diameter harus direntang 8

– 10 kali. (E & Dieter, 1961)

Di area elastis, yang terdapat pada hukum Hooke pada uji tarik, maka

tegangan geser dikategorikan proporsional bersama regangan gesernya. Kekakuan

modulus atau elastisitas geser yang terdapat pada konstanta proporsionalitas

menghasilkan persamaan :

𝜏=G𝛾 (2.8)

Pada persamaan (2) dan (5) disubtitusi ke persamaan (8) untuk mendapatkan

persamaan modulus geser sebagai fungsi geometri benda uji, momen puntir dan

sudut puntir :

𝑀𝑇 𝐿
G= (2.9)
𝐽𝜃

2.3. Sifat Mekanik Pada Puntiran

Respon material pada pembebanan material itulah yang disebut dengan sifat

mekanik. Modulus elastisitas geser, modulus of rupture, serta kekuatan luluh puntir
10

(torsional yield strength) merupakan sifat-sifat mekanik yang muncul pada saat uji

puntir. (RMS & dkk, 2010).

2.3.1. Modulus Elastisitas Geser

Pada daerah elastisitas material yang menunjukkan ukuran kekakuan disebut

modulus elastisitas geser. Perbandingan tegangan geser (𝜏) terhadap regangan geser

(𝛾) yang terjadi di area elastisitas untuk mendapatkan harga modulus elastisitas

geser (G) pada pengujian puntir. (RMS & dkk, 2010).

Pada kurva tegangan geser terhadap regangan geser di dapatkan modulus

elastisitas geser (G). Menurut literatur nilai modulus elastisitas yaitu 79,3 Gpa

tergantung pada kondisi spesimen pada saat pengujian dan dimensi dari spesimen

uji. Perbedaan nilai G banyak disebabkan oleh beberapa faktor seperti contohnya

adalah pada saat pemasangan spesimen yang kurang pas dan alat uji yang belum

dikalibrasi sehingga data yang didapatkan tidak terlalu akurat sehingga tidak ssuai

dengan literatur-literatur.

𝜏 𝑇. 𝐿
G= = (2.10)
𝛾 𝐽. 𝜃

Keterangan :

G : Modulus elastisitas geser


𝜏 : Tegangan geser
𝛾 : Renggangan geser
J : Momen inersia
𝜃 : Sudut puntir
T : Momen lentur
L : Panjang spesimen
2.3.2. Modulus Pecah

Pada saat material mengalami patah karena tegangan geser maksimum yang

disebabkan oleh beban puntir maksimum merupakan sifat dari modulus of repture.
11

Nilai modulus pecah diambil dari tegangan geser maksimum yang dapat diperoleh

dari spesimen ketika patah. Semakin besar nilai dari modulus pecah maka semakin

menunjukan tingkat keuletan dari spesimen. Untuk persamaannya sebagai berikut :

3.𝑀𝑚𝑎𝑥
𝜏𝑢 = (2.11)
2𝜋.𝑎3

Keterangan :

𝜏𝑢 = Modulus of repture

𝑎 = Jari-jari penampang spesimen

𝑀𝑚𝑎𝑥 = Momen torsi maksimal (E & Dieter, 1961)

2.3.3. Kekuatan Luluh Puntir

Sebelum material terjadi deformasi plastis pada batas tegangan geser, kondisi

itu merupakan luluh puntir. Metode yang dipakai dalam mencari kekuatan luluh

pada uji tarik adalah metode offset. Dengan ketentuan 0.0004 rad pada grafik

momen puntir terhadap sudut puntir (RMS & dkk, 2010).

2.4. Kriteria Tresca Dan Von Mises

Agar kegagalan dapat diminimalisir pada saat perancangan pada material

guna mengetahui faktor keamanan dapat menggunakan kriteria tresca dan von

mises. (RMS & dkk, 2010).

2.4.1. Kriteria Tresca

Nilai tegangan geser uji tarik uniaksial dapat terjadi saat tegangan geser

maksimum pada benda uji luluh. (RMS & dkk, 2010).


𝛾
𝜎 = 2 . 𝜏 dan 𝜀 = (2.12)
2

2.4.2. Kriteria Non Mises

Apabila invariant kedua pada deviator tegangan mengalami harga kritis

kondisi ini dapat dikategorikan luluh pada spesimen. (RMS & dkk, 2010).
12

𝛾
𝜎 = √3 . 𝜏 dan 𝜀 = (2.13)
√3

2.5. Jenis-Jenis Kegagalan Puntiran

Gambar 2.4 menunjukkan kondisi pada masing-masing titik permukaan yang

diberikan beban puntir. Duah buah bidang yang saling tegak lurus yaitu sumbu y

dan sejajar dengan sumbu x akan terjadi tegangan geser yang maksimum, dapat

terlihat pada gambar 2.4 berikut ini.

Gambar 2.4. Tegangan spesimen silinder pejal mengalami momen puntir

(Sumber : E & Dieter, 1961)

Gambar 2.5. Jenis kegagalan pengujian puntir

(Sumber : E & Dieter, 1961)

(a) Mode geser yang disebabkan oleh kegagalan ulet


(b) Mode tarik yang disebabkan oleh kegagaglan getas
Pada gambar 2.5 adalah bentuk kegagalan pada material karena pembebanan

puntir. Besar atau kecilnya luas patahan yang terjadi merupakan perbedaan dari

kegagalan ulet dengan kegagalan getas. Pada salah satu titik dibidang, dimana

tegangan geser maksimum dapat menyebabkan logam yang liat menjadi rusak atau

patah. Biasanya daerah atau bidang yang mengalami patahan yang terjadi memiliki

arah tegak lurus terhadap arah sumbu yang memanjang. Berbeda dengan logam
13

yang getas dapat terjadi karena tegangan tarik yang maksimal dengan puntiran pada

bidang yang tegak lurus. Puntiran pada logam getas dapat menghasilkan patahan

yang berbentuk helical, hal ini dapat terjadi karena bidang ini membagi dua sudut

antara dua buah bidang tegangan geser maksimal serta dapat membentuk arah yang

memanjang dan melintang dengan sudut 45˚. Terkadang patah yang terjadi pada

suatu daerah spesimen dan sering terjadi patahan-patahan yang halus.

2.6. Prinsip Uji Puntir

Prinsip kerja dari pengujian puntir ini adalah Spesimen yang telah ditentukan

jenis bahannya lalu spesimen dipasang pada kepala chuck pada salah satu ujungnya

dapat dilihat pada gambar 2.6. Ujung yang satunya dicekam pula kemudian diputar.

Keadaan yang terjadi adalah salah satu ujung batang diputar dengan arah putaran

sebaliknya, untuk cekam yang satunya tetap menahan putaran dari spesimen. Pada

uji tarik prinsip kerjanya tidak jauh berbeda, paling mencolok dari kedua pengujian

tarik dengan puntir yaitu terjadinya perubahan bentuk yang dapat mengakibatkan

uji tarik kurang relevan dipakai untuk menguji keplastisan material.

Gambar 2.6. Spesimen yang dicekam pada chuck

Sesuai dengan karakter sebuah motor listrik, perlu memperhatikan beban

motor dapat dilihat pada luaran tenaga putar/torsi sesuai dengan kecepatan yang

diperlukan. Ada beberapa macam beban antara lain :

1. Beban torsi konstan

Permintaan keluaran energinya bervariasi dengan kecepatan operasinya,


14

namun torsinya tidak bervariasi. Contohnya seperti conveyors, rotary kilns dan

pompa displacement.

2. Beban dengan torsi variabel

Adalah beban yang bervariasi dengan kecepatan operasi. Contohnya adalah

pompa sentrifugal dan fan.

3. Beban dengan energi konstan

Permintaan torsi yang berubah dan berbanding terbalik dengan kecepatan.

Contoh untuk beban dengan daya konstan adalah peralatan-peralatan mesin.

Berikut perbandingan antara uji puntir dengan uji tarik, keuntungannya :

• Perhitungan yang diperoleh untuk keplastisan lebih tepat

• Dapat diperoleh grafik tegangan geser dan renggangan geser

• Mudah diimplementasikan dikarenakan tidak adanya necking (pada uji

tarik) ataupun barreling (pada uji tekan)

• Didapatkan laju renggangan yang stabil dan relatif besar

Untuk Kerugiannya :

• Lebih banyak membutuhkan usaha yang lebih dikarenakan olah data

menjadi kurva antara tegangan dan regangan geser.

• Apabila spesimen yang di pakai adalah batang pejal, maka mucul

gradient tegangan yang lumayan curam di sepanjang penampang

lintang spesimen sehingga membuat sulit mekanik dalam pengukuran.

Untuk menghasilkan pengukuran yang lebih tepat untuk plastisitas pada

spesimen logam maka uji puntir lebih relevan daripada uji tarik. Pada spesimen,

untuk menghasilkan kurva tegangan dan regangan uji puntir dapat diaplikasikasikan

secara langsung.

Adapun beberapa pengaruh kekuatan bahan pada puntiran adalah :


15

• Puntiran akan menjadi besar apabila semakin panjang batang yang

dikenai beban puntir

• Karakter daripada material seperti pada modulus geser, jenis material,

dan struktur material.

• Gaya puntir yang bekerja sesuai dengan luas penampang batang pada

material spesimen.

• Bentuk spesimen penampang batang saat mengalami puntiran

• Saat arah spesimen mengalami gaya puntir pada batang

2.7. Perbandingan Uji Puntir dan Uji Tarik

Pada saat pengujian spesimen, untuk uji puntir dapat menentukan hasil

pengukuran yang mendasar yaitu plastisitas pada logam daripada uji tarik. Kurva

tegangan geser dan regangan geser langsung dapat diperoleh dari pengujian puntir.

Karakteristik plastis dari kurva yang diperoleh dari uji puntir memiliki arti yang

lebih mendasar daripada kurva tegangan dan regangan dari pengujian tarik. Pada

pengujian puntir tidaklah sulit dalam menentukan harga regangan yang besar.

Misalnya adanya penyusutan pada sautu daerah benda uji disebabkan oleh adanya

tarikan atau pengembangan (barreling) karena tekanan dari gesekkan pada benda

uji. Laju regangan konstan atau tinggi lebih dengan mudah dilakukan pada saat

pengujian puntir. Untuk pengujian tarik, membutuhkan usaha yang lebih banyak

dalam mengubah data momen puntir dan sudut puntir menjadi kurva tegangan dan

regangan geser. Gradien tegangan yang curam pada benda uji di sepanjang

permukaan apabila tanpa menggunakan benda uji tabung. Hal tersebut dapat

menyulitkan dalam pengukuran tegangan luluh secara detail. (E & Dieter, 1961)

Berikut adalah perbandingan antara uji tarik dengan uji puntir yang dapat

dilihat pada tabel dibawah ini.


16

Tabel 2.1. Perbandingan uji tarik dengan uji puntir

Uji Tarik Uji Puntir

𝜎1 = 𝜎 maks ; 𝜎2 = 𝜎3 = 0 𝜎1 = - 𝜎3; 𝜎2 = 0

𝜎1 𝜎 𝑚𝑎𝑘𝑠 2𝜎1
𝜏 maks = = 𝜏 maks = = 𝜎1
2 2 2

𝜎1 𝜖 maks = 𝜖1 − 𝜖3 = 𝜖20
𝜖 maks = 𝜖1 ∶ 𝜖2 = 𝜖3 = - 2

3𝜖1 𝛾 maks = 𝜖1 − 𝜖2 = 2𝜖1


𝛾 maks = sinh 2

√2
𝜎̅ =[ (𝜎1 − 𝜎2)2 + (𝜎2 − 𝜎3)2 + (𝜎3 −
2

𝜎1)2 ]1/2
2
𝜎̅ =[3 (𝜎12 + 𝜎22 + 𝜎32 )]1/2 𝜎̅ = √3𝜎̅1

𝜎̅ = 𝜎̅1 2 𝛾
𝜖= 𝜖1 =
√3 √3
𝜖 = 𝜖1

Dibawah ini ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi kekuatan material

pada puntiran, antara lain :

• Panjang pada benda uji, apabila semakin panjang benda uji yang terkena

beban puntir maka puntiran yang dihasilkan akan semakin besar.

• Sifat yang ada pada modulus geser, struktur material, dan jenis material.

Sudut puntir pada material akan lebih besar sampai dengan patah apabila

semakin ulet dari suatu material tersebut. Sebaliknya sudut puntir semakin

kecil sampai dengan patah apabila material itu bersifat getas. Tentunya

dari sifat material yang dihasilkan tersebut akan berpengaruh pada

modulus geser yang akan didapatkan.

• Gaya puntir yang terjadi pada luas penampang material.

Semakain besar diameter benda uji maka semakin besar juga momen
17

puntir yang dihasilkan. Hal tersebut merupakan hubungan diameter pada

material. (Putra,2014)

• Bentuk penampang yang akan dikenai gaya puntir.

Pada benda yang tidak berbentuk puntir maka tegangan geser yang

dihasilkan tidak akan sama atau hanya bertumpu pada titik center. Lain

halnya pada benda yang berbentuk silindris maka tegangan yang

didapatkan akan seragam. Oleh karena itu, tegangan geser yang tidak

seragam akan berpengaruh pada beban puntir pada suatu spesimen. Beban

yang dikenakan pada puntiran yang terkena akan semakin kecil atau

sebaliknya apabila tegangan gesernya semakin seragam.

2.8. Pengertian Motor Induksi Satu Fasa

Motor listrik satu fasa merupakan satu jenis dari motor-motor listrik yang

bekerja berdasarkan induksi elektromagnetik. Motor induksi memiliki sebuah

sumber energi listrik yaitu disisi stator, sedangkan sistem kelistrikan pada sisi

rotornya diinduksikan melalui celah udara dari stator dengan media elektromagnet.

Hal ini yang menyebabkan diberi nama motor induksi. Adapun untuk

pengaplikasian motor induksi di dunia industri adalah sebagai penggerak seperti

kompresor, pompa, penggerak utama proses produksi, dan sebagainya.

2.8.1. Motor Arus Bolak-Balik (Alternating Current)

Motor arus bolak-balik (AC) terbagi menjadi sebagai berikut :

1. Motor Singkron

2. Motor Induksi (Asingkron), terbagi lagi menjadi :

a) Motor induksi 1 fasa

b) Motor induksi 3 fasa

Konstruksi motor induksi satu fasa terbagi menjadi dua komponen yaitu stator
18

dan rotor. Stator adalah bagian dari motor yang tidak bergerak dan rotor adalah

bagian yang bergerak yang bertumpu pada bantalan poros terhadap stator.

Motor induksi terdiri atas kumparan stator dan kumparan rotor yang berfungsi

membangkitkan gaya gerak listrik akibat dari adanya arus listrik bolak-balik satu

fasa yang melewati kumparan-kumparan tersebut sehingga terjadi suatu interaksi

induksi medan magnet antara stator dan rotor. Bentuk dan konstruksi motor tersebut

dapat dilihat pada gambar berikut :

Gambar 2.7. Konstruksi motor induksi satu fasa


Motor induksi satu fasa tidak terjadi medan magnet putar seperti halnya motor

induksi tiga fasa, sehingga diperlukan suatu kumparan bantu untuk mengawali

putar. Motor induksi satu fasa memiliki dua belitan stator, yaitu belitan fasa utama

(belitan UI-U2) dan belitan fasa bantu (belitan Z1-Z2).

Prinsip kerja medan magnet utama dan medan magnet bantu pada motor satu

fasa dapat dilihat sebagai berikut :

Gambar 2.8. Prinsip medan magnet utama dan bantu motor satu fasa
19

Belitan utama menggunakan penampang kawat tembaga lebih besar sehingga

memiliki impedansi lebih kecil. Sedangkan belitan bantu dibuat dari tembaga

berpenampang kecil dan jumlah belitannya lebih banyak, sehingga impedansinya

lebih besar dibanding impedansi belitan utama.

Grafik arus belitan bantu I bantu dan arus belitan utama I utama berbeda fasa

sebesar 𝜑, hal ini disebabkan karena perbedaan impedansi kedua belitan. Perbedaan

arus fasa ini menyebabkan arus total, merupakan penjumlahan vektor arus utama

dengan arus bantu. Medan magnet yang utama dihasilkan oleh belitan utama juga

berbeda fasa sebesar 𝜑 dengan medan magnet bantu. Berikut ini merupakan gambar

2.9 grafik arus belitan bantu belitan utama.

Gambar 2.9. Gelombang arus medan bantu dan arus medan utama
Belitan bantu Z1-Z2 pertama dialiri arus I bantu memperoleh fluks magnet

tegak lurus, beberapa saat kemudian belitan utama U1-U2 dialiri arus utama I yang

bernilai positif. Hasilnya adalah medan magnet yang bergeser sebesar 45˚ dengan

arah berlawanan jarum jam seperti pada gambar 2.10 kejadian ini berlangsung terus

sampai satu siklus sinusoidal, sehingga menghasilkan medan magnet yang berputar

pada belitan statornya.


20

Gambar 2.10. Medan magnet pada stator motor satu fasa


Rotor motor satu fasa sama dengan motor tiga fasa berbentuk batang-batang

kawat yang ujung-ujungnya dihubungkan dan menyerupai bentuk sangkar tupai,

maka sering disebut rotor sangkar. Belitan rotor yang dipotong oleh medan putar

stator, menghasilkan tegangan induksi, interaksi antara medan putar stator dan

medan magnet rotor menghasilkan torsi putar pada rotor.

Gambar 2.11. Rotor sangkar


2.8.2 Prinsip Kerja Motor Induksi

Belitan stator dihubungkan dengan suatu sumber tegangan akan

menghasilkan medan putar dengan kecepatan sinkron. Kecepatan medan magnet

putar sejumlah katub stator dan frekuensi sumber daya. Kecepatan tersebut yaitu

kecepatan sinkron, yang ditentukan dengan rumus :


21

𝑓
ns = 120 (2.14)
𝑝

ns = Kecepatan sinkron (RPM)

p = Jumlah katub

garis-garis gaya fluks dari stator tersebut yang berputar akan memotong

penghantar-penghantar rotor sehingga pada penghantar rotor tersebut timbul gaya

gerak listrik (GGL) atau tegangan induksi. Berhubung kumparan rotor merupakan

rangkaian yang tertutup maka pada kumparan tersebut mengalir arus. Arus yang

mengalir pada penghantar rotor yang berada dalam medan magnet berputar dari

stator, maka pada penghantar rotor tersebut timbul gaya-gaya yang berpasangan

dan berlawanan arah, gaya tersebut menimbulkan torsi yang cenderung memutar

rotornya, rotor akan berpuatar dengan kecepatan (Nr) mengikuti putaran medan

putar stator (Ns).

2.8.3. Cara Menghitung Daya Motor dan Torsi

Daya motor merupakan salah satu parameter dalam menentukan performa

motor yang akan digunakan. Perbandingan perhitungan daya terhadap berbagai

macam motor tergantung pada putaran mesin dan momen putar itu sendiri, semakin

cepat putaran mesin, rpm yang dihasilkan akan semakin besar sehingga daya yang

dihasilkan juga semakin besar, begitu juga momen putarnya, semakin banyak

jumlah gigi pada roda giginya semakin besar torsi yang terjadi. (Wiryawan et al.,

2017).

716,2. 𝑁
T= (2.15)
𝑛

Keterangan :

P = daya (HP)

T = Torsi (Kg.m)

n = putaran mesin (RPM)


22

2𝜋.𝑛.𝑇
P= (2.16)
60000

Keterangan :

P = daya (HP)

T = Torsi (Nm)

n = putaran mesin (RPM)

Perumusan daya diatas adalah rimus untuk menhitung nilai daya dengan

satuan Kw (kilo watt) dan HP (horse power).

2.9. Operasi dan Aplikasi Dimmer (SCR)

Silicon controlled rectifier merupakan alat semi konduktor empat lapis

(PNPN) yang menggunakan tiga kaki yaitu (anode), katoda, dan gerbang (gate)

dalam pengoperasiannya. SCR adalah thyristor yang paling sering digunakan dan

dapat melakukan penyaklaran untuk arus yang besar.

Gambar 2.12. Bentuk fisik SCR


SCR dapat dikategorikan menurut jumlah arus yang dapat beroperasi, yaitu

SCR arus rendah dan SCR arus tinggi. SCR arus rendah dapat bekerja dengan arus

anoda kurang dari 1 A sedangkan SCR arus tinggi dapat bekerja sampai arus beban

ribuan ampere.

Pengoperasian SCR sama dengan operasi dioda standar kecuali bahwa SCR

memerlukan tegangan positif pada gerbang untuk menghidupkan saklar. Gerbang

SCR dihubungkan dengan basis transistor internal, dan untuk itu diperlukan
23

setidaknya 0,7 V untuk memicu SCR. Tegangan ini disebut sebagai tegangan

pemicu gerbang (gate trigger voltage). Biasanya pabrik pembuat SCR memberikan

data arus masukkan minimum yang dibutuhkan untuk menghidupkan SCR. Lembar

data menyebutkan arus ini sebagai arus pemicu gerbang (gate trigger current).

Sebagai contoh lembar data 2N4441 memberikan tegangan dan arus pemicu :

VGT = 0,75 V

IGT = 10 Ma

Hal ini berarti sumber yang menggerakkan gerbang 2N4441 harus

mencatumkan 10 Ma pada tegangan 0,75 V untuk mengunci SCR.

SCR dapat digunakan untuk penghubungan arus pada beban yang

dihubungkan pada sumber AC. karena SCR adalah penyearah, maka hanya dapat

menghantarkan setengah dari gelombang input AC. oleh karena itu, output

maksimum yang diberikan adalah 50%, bentuknya adalah geloombang DC yang

berdenyut setengah gelombang.

Gambar 2.13. SCR dioperasikan dari sumber AC


Skema penghubungan rangkaian SCR yang dioperasikan dari sumber AC

diperlihatkan oleh gambar 2.13 rangkaian anoda-katoda hanya dapat di switch ON

selama setengah siklus dan jika anoda adalah posistif (diberi bias maju). Dengan
24

tombol tekan PB1 terbuka, arus gerbang tidak mengalir sehingga rangkaian anoda-

katoda bertahan OFF. Dengan menekan tombol tekan PB1 dan terus menerus

tertutup, menyebabkan rangkaian gerbang-katoda dan anoda-katoda diberi bias

maju pada waktu yang sama. Prosedur arus searah berdenyut setengah gelombang

melewati depan lampu. Ketika tombol tekan PB1 dilepaskan, arus anoda-katoda

secar otomatis menutup OFF ketika tegangan AC turun ke nol pada gelombang

sinus.

Gambar 2.14. Aplikasi SCR sebagai kontrol output suplai daya

Ketika SCR dihubungkan pada sumber tegangan AC, SCR dapat juga

digunakan untuk merubah atau mengatur jumlah daya yang diberikan pada beban.

Pada dasarnya SCR melakukan fungsi yang sama seperti rheostat, tetapi SCR jauh

lebih efisien. Gambar 2.14 menggambarkan penggunaan SCR untuk mengatur dan

menyearahkan suplai daya pada motor DC dari sumber AC.


25

Gambar 2.15. Aplikasi SCR untuk start lunak motor AC


Rangkaian SCR dari gambar 2.15 dapat digunakan untuk “start lunak” dari

motor induksi 3 fase. Dua SCR dihubungkan secara terbalik paralel untuk

memperoleh kontrol gelombang penuh. Dalam tema hubungan ini, SCR pertama

mengontrol tegangan apabila tegangan positif dengan bentuk gelombang sinus SCR

pertama mengontrol tegangan apabila tegangan negatif. Kontrol arus dan

percepatan dicapai dengan pemberian trigger dan penyelaan SCR pada waktu yang

berbeda selama setengah siklus. Jika pulsa gerbang diberikan awal pada setengah

siklus, maka outputnya tinggi. Jika pulsa gerbang diberikan terlambat pada

setengah siklus, hanya sebagian kecil dari bentuk gelombang dilewatkan dan

mengakibatkan outpunya rendah.

2.10. Standar Deviasi

2.10.1. Definisi

Seberapa dekat titik data individu ke nilai sampel rata-rata pada suatu nilai

statistik dan seberapa besar data perseberannya pada sampel. Standar deviasi

digunakan untuk menentukan homogenitas pada suatu kelompok dengan ketentuan

sebagai berikut :
26

• Nilai yang terdapat dalam suatu kelompok itu sama apabila standar

deviasi sama dengan nol (0).

• Apabila memiliki perbedaan nilai rata-rata sampel yang ada pada

individu maka standar deviasi lebih besar.

Hal yang harus dilakukan sebelum melakukan penghitungan standar deviasi

yaitu dengan menghitung rata-rata pada sampel. Untuk mengitung nilai rata-rata

maka jumlahkan semua data kemudian dibagi dengan banyaknya jumlah sempel.

Kegunaan standar deviasi adalah untuk mendapatkan data yang dijadikan

sampel dapat mewakili semua populasi atau tidak. Biasanya untuk melihat statistik

maka rumus yang digunakan adalah standar deviasi. Bukan suatu yang mudah

dalam menentukan data yang valid untuk mewakili seluruh populasi. Standar

deviasi dapat memudahkan dalam menentukan data yang tepat yang dapat mewaili

keseluruhan populasi.

Misalnya kita ingin menghitung rata-rata tinggi badan anak laki-laki yang

memiliki usia 5-7 tahun maka kita dapat mengambil sempel tinggi badan dari

beberapa anak laki-laki yang berusia 5-7 tahun kemudian mengitung standar

deviasinya dan rata-rata. Dari aktivitas yang kita lakukan maka kita dapat

menetukan tinggi badan rata-rata anak laki-laki yang berusia 5-7 tahun yang dapat

mewakili keseluruhan populasi.

2.10.2. Cara Untuk Menghitung Standar Deviasi Data Tunggal

Untuk menentukan rumus varian hal pertama yang dilakukan adalah dengan

mengetahui nilai standar deviasi.

Rumus varian dapat dihitung sebagai berikut :

2 𝑛 ∑𝑛 2 𝑛
𝑖=1 𝑥𝑖 −(∑𝑖=1 𝑥1)
2
S =
𝑛(𝑛−1)
27

∑𝑛 2
𝑖=1 𝑥𝑖 −(𝑥𝑖− 𝑥̅ )
2
S2 = (2.17)
𝑛−1

Rumus yang dapat digunakan untuk mennetukan standar deviasi =

𝑛 ∑𝑛 2 𝑛
𝑖=1 𝑥𝑖 −(∑𝑖=1 𝑥1)
2
S=√
𝑛(𝑛−1)

∑𝑛 2
𝑖=1 𝑥𝑖 −(𝑥𝑖− 𝑥̅ )
2
S=√ (2.18)
𝑛−1

Keterangan :

S2 : Varian
S : Standar deviasi
N : Jumlah sampel
𝑥̅ : Rata-rata
Xi : Nilai x ke i (BioFar.id,2020)
2.10.3. Cara Mengitung Data Standar Deviasi Data Kelompok

Tidak hanya untuk menghitung data tunggal, rumus varian dan standar

deviasi digunakan untuk data kelompok :

1
S2 = ∑𝑘𝑖=1 ∫ 𝑖 (𝑥𝑖 − 𝑥̅ )2
𝑛−1

𝑘 2
∑𝑛 2 (∑𝑖=1 ∫ 𝑖𝑥𝑖)
𝑖=1 ∫ 𝑖𝑥𝑖 = 𝑛
= (2.19)
𝑛−1

Rumus pada standar deviasi data kelompok :

1
S =√ ∑𝑘𝑖=1 ∫ 𝑖 (𝑥𝑖 − 𝑥̅ )2
𝑛−1

(∑𝑘 𝑖𝑥𝑖)2
𝑛 2 = 𝑖=1 ∫
=
√∑𝑖=1 ∫ 𝑖𝑥𝑖 𝑛
(2.20)
𝑛−1

Keterangan :

S2 : Varian
S : Standar deviasi
28

N : Jumlah sampel
𝑥̅ : Rata-rata
Xi : Nilai x ke i (BioFar.id,2020)
2.11. Standar Eror

Ketepatan data yang kita hitung pada suatu pupulasi mencerminkan standar

eror. Semakin kecil standar eror dapat disimpulkan bahwa sampling yang kita

hitung lebih akurat. Atau cukup untuk mewakili data yang kita hitung. Oleh karena

itu, semakin kecil standar eror maka semakin banyak pula jumlah sempel yang kita

pakai.

𝑆𝐷
SE = (2.18)
𝑛

Keterangan :

Var : Varian
SD : Standar Deviasi
SE : Standar Eror
(Youngstat,2014)

2.12. Kalibrasi

Kalibrasi adalah aktivitas untuk membuktikan keandalan suatu alat ukur

dengan maksud untuk mengetahui kemampuan suatu alat ukur agar dapat mengukur

secara tepat. (Wiji Mangestiyono 2017)

Metode kalibrasi :

1) Dengan membandingkan alat yang memiliki fungsi yang sama dan telah

valid.

2) Dengan material yang sama diujikan dengan parameter kebakuan alat

yang dikalibrasi.
29

2.13. Alat Uji Puntir Konvensional

2.13.1. Alat Uji Puntir Manual Dengan Pembebanan Beban

Gambar 2.16. Alat uji puntir manual dengan penambahan beban

(Sumber : Yanssen, Nurhuda, & Haerullah, 2014)

Cara kerjanya adalah pada batang uji puntir diatas dengan panjang L dan jari-

jari R, pada salah satu ujung spesimen di cekam dan ujung satunya dipuntir dengan

dengan gaya F, maka akan terjadi simpangan (geser) sebesar 𝛼 sesuai gambar 2.16.

Keuntungan apabila menggunakan alat uji puntir manual antara lain :

• Sederhana dalam desainnya.

• Beban dan sudut puntir lebih bervariasi dalam pengujian puntir.

Adapun kekurangan dalam pengujian puntir manual yaitu :

• Spesimen yang dibutuhkan dalam pengujian membutuhkan benda uji

yang panjang.

• Saat pembacaan mengalami kesulitan apabila pergeseran sudut

melebihi sudut puntir yang ada pada tropometer.

• Masih konvensional dalam pengujiannya.


30

2.13.2. Mesin Uji Puntir (30 Nm)

Gambar 2.17. Mesin uji puntir dengan torsi 30 Nm

(Sumber : Hilton,2020)

Mesin uji puntir diatas ditopang dengan bangku yang kokoh untuk

mendapatkan hasil pengujian yang maksimal guna menerapkan torsi pada

kegagalan terhadap benda uji. Dengan menggunakan roda gigi cacing yang

dioperasikan dengan tangan dan gearbox dengan ratio 60 : 1. Torsi 30 Nm dilakukan

melalui head momen pada spesimen material uji yang berbeda.

Alat ini dapat mencakup panjang spesimen maksimal 750 mm antara head

momen degan head torsi. Head momen di pasang tetap sementara head torsi dapat

di sesuaikan (diatur) sepanjang alas sesuai dengan panjang spesimen yang tersedia.

Apabila ada perbedaan panjang spesimen dapat ditolerir asalkan sesuai dengan

batas maksimal panjang spesimen terhadap alat uji puntir.

Sebelum dan selama pengujian posisi sudut pada salah satu ujung spesimen

dapat disesuaikan untuk mengkompensasi puntir atau untuk mengetahui puntir saat

pengukuran. Mekanisme dalam pembacaan sudut dapat disesuaikan pada head torsi

dan pengukuran putaran torsi yang terpasang di head torsi.

Pada kepala puntir dapat digunakan pengukuran regangan serta di input

secara otomatis ke monitor digital yang tersedia. Manipulasi dan pemprosesan data
31

lebih lanjut dan siap dengan hasil cetak dengan perangkat lunak yang telah

disediakan yang sebelumnya telah menangkap dan menyimpan data. (Hilton,2020)

Dapat diuraikan keunggulan dari alat ini adalah mampu menyimpan data

pengujian selain itu pembacaan sudut lebih akurat, dan pemprosesan otomatis

terhubung dengan perangkat digital serta design lebih sederhana dan portable.

Namun, pengujian dengan mekanisme alat ini masih dilakukan secara manual.

2.14. Sifat Mekanik Benda Uji Puntir

2.14.1. Baja ST 37

Jenis spesimen ini memiliki struktur dan sifat sendiri. Untuk baja karbon

rendah (ST 37) kandungan karbonnya sedikit maka digolongkan tidak baja keras.

Baja ini memiliki kandungan karbon hanya sekitar 0,3% atau disebut juga baja

ringan. Baja karbon rendah mudah dibentuk, kuat dan mampu digunakan dalam

keadaan panas ataupun dingin. Makna kata ST yaitu steel atau baja. Untuk

penomoran 37 adalah limit minimum pada kekuatan tarik 37 kg/mm2.

Berikut merupakan arti dari ST 37 menurut DIN 17100 :

• St memiliki makna baja (dalam Bahasa Jerman: stahl; dalam Bahasa

Inggris: steel).

• 37 memiliki makna kekuatan tarik sebesar 37 kg/mm² atau sekitar 360-370

N/mm².

• Sehingga St menunjukkan baja struktural, sedangkan dua digit di belakang

menunjukkan kekuatan tarik dalam kg/mm². Oleh karena itu dapat

disimpulkan bahwa St 37 merupakan baja struktural dengan kekuatan tarik

sebesar 37 kg/mm².
32

Gambar 2.18. Baja ST 37

(Sumber : Hebei Haihao Group)

2.14.2. Baja ST 60

Tergolong baja karbon dengan komposisi carbon sebesar 0.3%-0,59% C,

sering disebut pula baja keras dengan kandungan lainya yaitu Silikon 0.4%,

Mangan 0.95-1.5%, Kromium 0.3% serta susunan kimia yang lainnya. Titik didih

mencapai 1550˚C dan titik lebur 2900 ˚C. Selain itu sifat mekanik dari jenis logam

ini sesuai dengan ASTM A516 adalah tensile strength 415/580 N/mm2 dan yield

stress/min 265 N/mm2.

2.14.3. Kuningan

Kuningan adalah campuran dari dari tembaga (Cu) dan seng (Zn). Tembaga

merupakan penyusun utama dari kuningan. Warna dari kuningan bervariasi dari

mulai cokelat kemerahan sampai kekuning keperakan tergantung pada jumlah kadar

seng (Nugriho,2012). Kuningan lebih keras daripada tembaga, namun tidak sekuat

dan sekeras baja.

Berdasarkan komposisinya, paduan kuningan dibagi menjadi beberapa,

antara lain seperti muntz brass mengandung seng (Zn) 35-45% dan tembaga 65%

(Juprastanta, 2018). Naval brass kuningan dengan kandungan kadar timah (Sn) 1-

1,5% (Hasbi & effendi, 2014). Yellow brass memiliki komposisi 67% tenbaga (Cu),
33

29% seng (Zn), 1 % timah (Sn) dan 3% timbal (Pb). Ada pula cartridge brass

dengan komposisi paduan 70% tembaga (Cu) dan 30% seng (Zn) (Callister,1985).

Gambar 2.19. Kuningan

(Sumber : https://www.etsworlds.id/2020)
BAB III

METODE PELAKSANAAN TUGAS AKHIR

3.1. Diagram Alir Penelitian

Tahapan penyelesaian proyek akhir dapat dilaksanakan sesuai diagram alir.

Berikut adalah diagram alir pelaksanaan proyek akhir :

Gambar 3.1. Diagram alir

34
35

Agar mencapai tujuan dari proyek akhir, tahapan kegiatan disusun seperti

berikut: (i) studi literatur, (ii) Pembuatan alat, (iii) pengujian spesimen, dan (iv)

penyusunan laporan.

3.2. Studi Literatur

Hal yang harus dilakukan penulis dalam menggali sumber informasi yang

digunakan untuk landasan menentukan langkah-langkah selanjutnya merupakan

studi literatur. Dalam studi literatur ini memiliki fungsi untuk mengetahui dan

memahami informasi sebagai dasar dalam perancangan alat uji puntir serta saat

penentuan bahan uji. Proses ini dilakukan dengan cara metode pustaka, observasi

dalam komponen alat uji puntir maupun spesimen, dan pengamatan proses

perakitan alat uji puntir. Disamping itu, perlu adanya spesimen uji puntir yang

dipersiapkan untuk menguji alat uji puntir dan juga uji bahan dari material yang

menjadi sampel.

3.3. Skematik Desain Uji Puntir Before-After

Gambar 3.2. Skematik komponen alat uji putir (before redesain)


36

Gambar 3.3. Skematik komponen alat uji putir (after redesain)

Arus listrik melalui tombol on/off mengalir menuju dimmer dan motor listrik.

Torsimeter dikalibrasi menggunakan variabel resistor, putaran motor

ditransmisikan menuju gear reduksi dan menggerakan cekam putar sehingga

spesimen terputus. Torsi dipantau melalui torsimeter sedangkan sudut putar

dipantau melalui tropometer dengan mengamati pergerakan jarum.

3.4. Desain Sebelum Dilakukan Redesain Alat Uji Puntir

Gambar 3.4. Mesin uji puntir sebelumnya


37

Setelah melalui evaluasi terhadap penggunaan daripada alat uji puntir seperti

pada gambar 3.4 ditemukan beberapa deviasi yaitu rasio gear yang masih kecil atau

belum mampu melakukan proses pengujian untuk beberapa jenis material

(spesimen). Seperti diketahui pada mesin uji puntir sebelumnya memiliki putaran

pada motor penggerak adalah 1450 RPM dan mengali reduksi pada gearbox yang

memiliki rasio 30 : 1 sehingga putaran pada cekam putar menjadi 48 dengan torsi

yang relatif kecil. Oleh karena itu, perlu ditambah atau rasio gear sehingga mampu

menambah torsi pada putaran mesin. Selain itu, juga sumber daya alat uji puntir ini

menggunakan battery (Aki) dengan daya sebesar 0,5 HP atau sekitar 370 watt

sehingga perlu mengecas berulang-ulang bila daya listrik yang terkandung dalam

battery habis. Hal ini menyebabkan pengujian tidak dapat berjalan dengan optimal.

Maka dari itu perlu di redesain alat uji puntir.

3.5. Desain Sesudah Dilakukan Redesain Alat Uji Puntir

Setelah melalui kalkulasi mengenai komponen yang akan dibutuhkan dan

membuat skematik alat uji puntir. Selanjutnya adalah membuat desain alat uji puntir

dengan menggunakan komponen yang telah ditentukan. Komponen utama adalah

motor penggerak yang digunakan adalah motor listrik AC 1 phasa yang memiliki

daya 1 HP atau sekitar 745 watt dengan putaran awal 1400 RPM. Setelah itu,

putaran di reduksi oleh gearbox dengan rasio 50 : 1. Bukan hanya direduksi oleh

gearbox saja, putaran mengalami penurunan karena pengaruh adanya dimmer

sehingga dapat mengurangi beban daya yang diperlukan. Setelah melakukan

pengamatan dan penghitungan putaran secara aktual, ternyata putaran mesin uji

puntir tanpa beban sebesar 48 RPM. Dengan putaran yang didapatkan dan telah

dilakukan ujicoba mesin uji puntir setelah diredesain memiliki torsi yang lebih kuat.
38

Berikut adalah desain perancangan dengan gambaran komponen yang akan

diaplikasikan dalam pembuatan uji puntir :

Gambar 3.5. Desain perancangan mesin uji puntir motor AC

(Sumber : Solidworks dokumen pribadi, 2023)

Gambar 3.6. Proyeksi amerika mesin uji puntir

(Sumber : Solidworks dokumen pribadi, 2023)


39

Gambar diatas adalah hasil redesain alat uji puntir yang telah dilaksanakan.

Terlihat motor listrik AC dan gearbox yang dihubungkan oleh pulley dan belt untuk

memutarkan cekam yang dapat memutarkan spesimen uji puntir.

Sebelumnya telah jadi alat uji puntir menggunakan battery (Aki) atau motor

DC yang sekarang telah diredesain menggunakan motor AC. Kerangka meja untuk

alat uji puntir merupakan meja dari alat uji puntir yang lalu dimana struktur baja ST

40 dan baja ST 50 merupakan bahan yang digunakan untuk pembuatan alat uji

konstruksi mesin dan beban. Hanya saja perlu proses painting agar kerangka besi

dapat terlindungi dan tampilan lebih baik karena kerangka meja masih

menggunakan yang sebelumnya. Dapat dilihat pada gambar 3.4 adalah gambar

mesin uji puntir sebelumnya.

Gambar 3.7. Perencanaan redesain alat uji puntir motor AC

3.6. Komponen Pada Alat Uji Puntir

• Chuck berfungsi untuk pencekam dari spesimen.

• Tropometer berfungsi untuk penunjuk sudut puntir saat dilakukan

pengujian puntir.
40

• Gear box berfungsi menaikan torsi dari motor listrik dengan mereduksi

putaran dari motor listrik

• Dinamo Motor AC berfungsi sebagai penggerak utama yang

menggunakan energi listrik.

• Torsimeter berfungsi sebagai penunjuk momen torsi.

• Dimmer AC berfungsi untuk mengatur atau menurunkan kecepatan

dinamo saat berputar dan juga dapat memutuskan daya listrik

• Saklar berfungsi untuk menghidupkan dan mematikan alat uji puntir

• Resistor Variabel Ceramic berfungsi resistor (penghambat atau

penahan arus) yang dapat kita ubah nilainya sesuai dengan kebutuhan.

3.6.1. Gear Box

Untuk mengubah torsi atau kecepatan motor melalui penambahan mekanik

gear merupakan definisi dari komponen gear box. Biasanya penambahan gear

tersebut untuk menaikkan torsi dan mengurangi kecepatan.

Pada dasarnya gear box yang digunakan pada alat uji puntir ini berfungsi

untuk menaikkan torsi dan tentunya akan berkurang kecepatannya. Untuk

mematahkan material pada saat pengujian puntir adalah dengan memuntir

spesimen. Seperti pada gambar 3.6 dibawah ini adalah jenis aero worm gear

memiliki perbandingan ratio gigi 50 : 1. Artinya, pada putaran 50 dari motor listrik

(input) akan direduksi menjadi 1 putaran untuk output-nya.

Gambar 3.8. Gearbox


41

3.6.2. Chuck

Pencekam dari spesimen material yang digunakan dalam pengujian puntir

merupakan fungsi dari chuck. Inside grip merupakan tipe pencekaman diameter

dalam oleh sebab itu, perlu diperhatikan dalam menentukan diameter spesimen

harus disesuaikan dengan diameter pada chuck dan tidak melebihi diameter

maksimal chuck.

Gambar 3.9. Chuck

3.6.3. Tropometer

Sebagai penunjuk sudut puntir dalam pengujian spesimen maka

diperlukannya penunjuk sudut yang sering disebut tropometer. Komponen ini

memiliki desain mirip dengan kompas dengan jarum penunjuk untuk

memperlihatkan derajat puntir dengan rentang per 30 derajat.

Gambar 3.10. Tropometer


42

3.6.4. Motor Listrik AC

Gambar 3.11. Motor listrik AC

Pada gambar 3.11 merupakan motor listrik yang dipakai dalam pengujian

puntir. Motor AC ini berfungsi untuk penggerak utama yang menggunakan listrik.

Motor listrik AC ini memiliki daya 1 HP, dengan putaran 1400 RPM, dan tegangan

220V serta frekuensi 50 Hz. Input daya sebesar 750 watt dengan tipe merek Modern

JY2A-4 serta ampere 7,27 A.

Motor induksi yang paling banyak diaplikasikan adalah motor listrik

arus bolak-balik (AC). Untuk prinsip kerjanya adalah induksi dari stator ke rotor.

Motor induksi yang dikenal yaitu motor induksi satu phasa dan tiga phasa. Motor

listrik 1 phasa biasanya digunakan untuk industri rumah tangga atau skala keluaran

daya yang tergolong rendah sementara motor listrik 3 phasa untuk industri

kebutuhan besar atau daya keluaran yang relatif besar.

Prinsip kerja dari motor induksi (asinkron) adalah berdasarkan induksi

elektromagnetik dari kumparan stator ke kumparan rotornya. Timbulnya (GGL)

pada tegangan induksi dikarenakan garis – garis gaya fluks yang diinduksikan dari

kumparan stator memotong kumparan rotornya. Kumparan yang terjadi akan

mengakibatkan gaya lorentz yang dapat memunculkan torsi yang cenderung rotor

sesuai pada arah pergerakan medan induksi stator. Pada rangka statornya ditemui

kumparan-kumparan stator yang ditempatkan di slot-slotnya yang dililitkan pada


43

sejumlah katup tertentu, semakin besar jumlah katup, mengakibatkan semakin

kecilnya kecepatan putar medan stator sebaliknya. Kecepatan sinkron adalah

kecepatan berputarnya medan stator.

Dalam perencanaan motor listrik yang akan digunakan adalah dengan

menetukan daya motor yang dibutuhkan. Daya motor yang dibutuhkan pada alat uji

puntir menggunakan motor AC dengan torsi maksimum 50 Nm dapat dikalkulasi

dengan menghitung rpm dari motor AC. Pada motor AC yang digunakan

putarannya 1400 rpm mengalami reduksi pada gear box dengan rasio 50 : 1 dan

mengalami efisiensi, sehingga putarannya menjadi 48 rpm. Selain itu, daya motor

juga dipengaruhi oleh dimmer. Berikut kalkulasi perhitungan daya motor yang

digunakan :
Jawab :
Diketahui : 2 𝜋 . 𝑛. 𝑇
P =
60000
T : 50 Nm
2 𝜋 . 48 𝑅𝑃𝑀 . 50 𝑁𝑚
n : 48 rpm = 60000

= 0,2512 Kw

= 0,3368 HP

Gambar 3.12. Tegangan output dari pengaruh dimmer


(Sumber : Andi Hasad)
1
Dikarenakan putaran diatur oleh dimmer SCR dengan skala 4/8 ( 2 ) maka,
1
P = 0,3368 : 2

= 0,6736 HP
44

Gambar 3.13. Efisiensi motor beban (fungsi dari % efisiensi beban penuh)
(Sumber : https://www.teknobgt.com/)
Dikarenakan nilai torsi atau pembebanan yaitu sebesar 41,65 Nm (untuk baja

ST 37) atau 81% full load dari grafik efisiensi. Sehingga, apabila kita melihat grafik

diatas maka efisiensi yang didapatkan adalah 93%. Oleh karena itu,

P = 0,6736 : 0,93

= 0,72 HP

Untuk pemilihan motor listrik dipasaran yang tersedia dan memperhatikan

rendemen dari motor listrik serta penggunaan daya yang dibutuhkan. Maka, motor

listrik yang dipakai adalah dengan spesifikasi daya 1 HP.

3.6.5. Torsimeter

Penunjuk besar kecilnya momen torsi pada saat melakukan pengujian adalah

fungsi dari torsimeter. Rentang torsimeter yang dipakai adalah maksimal mencapai

50 dengan satuan Nm. Untuk baja ST 37, menurut referensi yang didapatkan pada

kisaran torsi 25-45 Nm spesimen baja ST 37 dapat patah. Oleh karena itu, torsimeter

yang dipakai sesuai dengan kebutuhan. Berikut ini adalah torsimeter yang dipakai

dalam pengujian puntir.


45

Gambar 3.14. Torsimeter

3.6.6. Dimmer Motor AC

Dimmer berfungsi untuk mengatur atau menurunkan kecepatan dinamo saat

berputar dan juga dapat memutuskan daya listrik. Sesuai dengan fungsinya dimmer

dapat mengontrol ataupun mengatur panjang gelombang tegangan AC.

Pengaplikasian dari dimmer induksi yaitu untuk mengatur kecepatan AC.

Dimmer AC merupakan alat tambahan untuk mengatur kecepatan dari

dinamo. Biasanya berwarna hitam dan berbentuk kotak dengan pengatur kecepatan

yang dapat setting pada tombol putar sesuai dengan level yang diinginkan. Cara

kerja dimmer yaitu dengan menangkap sinyal AC yang diperoleh dengan mengubah

menjadi phase untuk menurunkan kecepatan. Dimmer dipakai tentunya memiliki

beberapa fungsi, antara lain

1. Mengurangi daya listrik yang dipakai pada produk


2. Mempermudah penggunaan/pengaktifan produk.
3. Membuat arus listrik menjadi aman dan stabil

Gambar 3.15. Dimmer


46

3.7.6. Pulley dan belt

Gambar 3.16. Pulley dan belt

Untuk menghubungkan motor listrik dengan gearbox maka dibutuhkan pulley

dan belt. Pada pulley motor listrik memiliki diameter luar 74 mm dan diameter

dalam 51 mm. Sedangkan untuk pulley pada gear box memiliki ukuran B2 – 3 inch

as 38 dan memiliki 2 jalur dengan bahan besi cor besi tuang dengan berat 900 gram.

Untuk belt memakai A32 dengan jarak antara pusat pulley 30 cm.

3.7.7. Switch, Steker, dan Kabel

Untuk menghidupkan dan mematikan alat uji puntir dapat menggunakan

switch. Switch yang digunakan adalah switch tombol sederhana. Sementara untuk

menyalurkan atau memutuskan aliran daya untuk memutarkan dinamo AC dapat

memakai steker yang dihubungkan ke sumber listrik melalui kabel.

3.7. Prosedur dan Persiapan Uji Puntir

Berikut adalah langkah-langkah dalam melakukan pengujian puntir

menggunakan mesin uji putir yang telah di redesain :

1) Spesimen yang digunakan dalam pengujian ini adalah ASTM E – 143

2) Pasang steker listrik dengan voltase 220 V.

3) Atur sudut tropometer pada posisi 0˚ dapat dengan menekan switch on

secara perlahan.

4) Atur posisi dimmer pada penunjukkan skala 4

5) Pasang spesimen ke dalam chuck


47

6) Siapkan kamera video untuk merekam pergerakan jarum pada

torsimeter dan tropometer dari awal sampai spesimen terputus.

7) Tekan tombol switch dan tahan jangan dilepaskan sampai spesimen

terputus.

8) Selesai.

Gambar 3.17. Redesain alat uji puntir

Gambar 3.18. Alat uji puntir tampak dari atas

Untuk menentukan keplastisan suatu material maka sesuai dengan yang akan

kita laksanakan adalah melakukan pengujian puntir. Batang berbentuk silindris

yang akan digunakan dalam pengujian puntir dikarenakan bentuknya yang lebih

sederhana dan memungkinkan untuk diuji puntirkan serta paling mudah dalam

aplikasi uji puntir. Untuk pemasangan spesimen dapat dipasang di chuck untuk

dicekam. Spesimen yang dicekam hanya akan diberikan beban puntir pada salah

satu ujung spesimen dikarenakan apabila dua ujung spesimen diberikan beban

puntir maka yang terjadi adalah tidak konstan sudut puntir yang didapatkan untuk

pengukuran. Perbandingan ratio 50 : 1 artinya setiap 50 putaran inputnya dan


48

putaran outputnya adalah 1 putaran pada putaran yang dihasilkan oleh motor listrik

dan direduksi oleh gearbox. Selanjutnya, torsimeter akan menerima data besar

kecilnya torsi yang dihasilkan.

Pada jarum penunjuk tropometer menunjukkan putaran yang sebanding

dengan putaran spesimen sampai spesimen mengalami patah. Besarnya torsi yang

dibutuhkan untuk sudut puntir yang diperlukan akan didapatkan saat pengujian

puntir hingga spesimen mengalami kepatahan. Selanjutnya, akan di diperoleh data

serta dapat diolah menjadi kurva momen puntir terhadap sudut puntir. Perbandingan

diagram kurva momen puntir terhadap sudut puntir dapat juga dihitung tegangan

geser, modulus elastisitas geser dan modulus pecah. Berikutnya dapat dilakukan

kalibrasi yaitu dengan membandingkan hasil pengujian (momen puntir terhadap

sudut puntir) material yang serupa (baja ST 37) dengan alat lain.

3.7.1. Persiapan Pengujian

Persiapan pengujian dilakukan untuk melihat kondisi dari mesin uji puntir

sebelum dioperasiakan. Perlu diperhatikan kelayakan dari alat uji puntir dari setiap

komponen dapat berfungsi dengan optimal. Seperti contohnya meliputi, putaran

dari motor listrik, putaran dari poros gear box, poros chuck, kelistrikan, dan

keakuratan torsimeter dan lain-lainnya.

3.7.2. Spesimen Uji Puntir

Spesimen yang akan digunakan adalah sesuai dengan standar pengujian

ASTM E-143 seperti yang ditampilkan pada gambar 3.19. Spesimen yang

digunakan dalam pengujian puntir dalam kelompok kami adalah baja ST 37 dan

kuningan. Untuk masing-masing spesimen berjumlah 3 buah. Berikut ini gambar

dan ukuran dari spesimen yang akan di uji puntir.

Panjang keseluruhan = 170 mm


49

D1, diameter uji = 6 mm

D2, diameter cekam = 10 mm

Gambar 3.19. Spesimen uji puntir

(Sumber : ASTM E-143)

3.7.3. Bahan Material Baja ST 37

Baja ST 37 merupakan jenis material spesimen utama yang akan menjadi

benda uji puntir penulis yang ditunjukkan pada gambar 3.20. Pada pengujian puntir

ini data yang digunakan adalah data pengujian puntir material dengan spesimen

baja ST 37. Jenis spesimen ini memiliki struktur dan sifat sendiri. Untuk baja

karbon rendah (ST 37) kandungan karbonnya sedikit maka digolongkan tidak baja

keras. Baja ini memiliki kandungan karbon hanya sekitar 0,3% atau disebut juga

baja ringan. Baja karbon rendah mudah dibentuk, kuat dan mampu digunakan

dalam keadaan panas ataupun dingin. Makna kata ST yaitu steel atau baja. Untuk

penomoran 37 adalah limit minimum pada kekuatan tarik 650-800 N/mm2. Serta

memiliki kekerasan kurang lebih 170 HB. Baja ST 37 yang setara dengan AISI

1045 memiki komposisi kimia Silikon 0,3 %, karbon 0,5 %, Mangan 0,8 % dan

unsur-unsur lainnya.

Gambar 3.20. Spesimen baja ST 37


50

3.7.4. Metode Pengambilan Data

Pengambilan data dapat dilakukan dengan melaksanakan uji puntir pada

spesimen. Diperlukan persiapan yang matang sebelum melaksanakan pengujian.

Perhatikan step by step prosedur dalam pengujian puntir. Untuk mendapatkan data

yaitu dengan melakukan rekam video secara detail dari awal sampai spesimen

mengalami patah. Setelah itu, untuk mendapatkan data video dapat di mode

slowmotion karena diambil data pada setiap kelipatan sudut puntir 30˚ yang

ditunjukkan pada tropometer dan untuk mendapatkan momen torsi dapat dilihat

pada torsimeter pada setiap penambahan 30˚. Selanjutnya, setelah didapatkan data

momen puntir dan sudut puntir, dapat dibuat grafik berdasarkan data yang telah

didapatkan.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Redesain Alat Uji Puntir

Gambar 4.1. Redesaian alat uji puntir

Gambar 4.2. Hasil redesain alat uji puntir

51
52

Untuk perancangan dari alat uji puntir ini menggunakan motor AC dengan

torsi maksimum 50 Nm. Perancangan alat uji puntir ini berawal dari alat uji puntir

menggunakan motor DC yang kurang efektif dalam pengoperasian alat uji puntir.

Oleh karena itu, dilakukanlah redesain alat uji puntir menggunakan motor AC yang

lebih sederhana dalam pengoperasiannya. Untuk selanjutnya, dapat dilakukan

penempatan atau reposisi komponen-komponen dalam uji puntir.

Alat uji puntir menggunakan motor AC dapat dilihat pada gambar 4.2. Alat

uji puntir yang di redesain ditopang oleh meja besi berukuran 90 x 60 x 80 cm.

Jenis motor penggerak yang dibuat memiliki daya 1 HP dengan putaran dapat

mencapai 1400 RPM dan tegangan 220V. Motor penggerak yang digunakan adalah

motor listrik dengan input daya 750 watt dengan type merek modern JY2A-4 serta

transmisi yang digunakan adalah pulley dan belt.

Untuk prosedur dalam mengoperasikan atau melakukan pengujian puntir

yaitu dengan menyiapkan spesimen sesuai dengan ASTM E-143 atau dengan

spesimen 170 x 10 mm dan diameter uji 6 mm. Lalu atur sudut tropometer dengan

memastikan jarum menunjukkan angka 0˚ agar dapat memudahkan dalam analisa

perhitungan putaran yang dibutuhkan nantinya. Kemudian atur posisi dimmer pada

skala 4 guna mereduksi kecepatan pada putaran motor listrik. Setelah itu dapat

dipasang spesimen baja ST 37 sesuai dengan ASTM E-143. Selanjutnya,

sambungkan steker listrik dengan voltase 220 V. Agar dapat memudahkan dalam

kalkulasi momen torsi dan sudut puntir maka siapkan kamera untuk merekam

pergerakan jarum pada tropometer dari mulai sampai spesimen terputus. Selain itu,

juga untuk merekam pergerakan torsimeter yang bekerja pada saat pengujian puntir.

Setelah disiapkan semua, tekan tombol switch untuk melakukan pengujian puntir,

tahan tombol switch sampai spesimen terputus, lalu lepaskan tombol switch untuk
53

menghentikan putaran mesin. Ambil patahan spesimen yang menjadi 2 bagian

untuk dapat dianalisa serta rekaman hasil pengujian puntir untuk melihat kembali

jumlah putaran atau sudut putaran yang terjadi saat pengujian. Selain itu, juga dapat

dilihat torsimeter persatuan sudut putar yang dibutuhkan saat pengujian

berlangsung.

4.2. Pengujian dan Hasil Pengujian Puntir

Gambar 4.3. Pengujin puntir


Pengujian puntir dengan baja ST 37 dilaksanakan pada tanggal 26 April dan

14 Juli 2023 di kampus Pleburan Sekolah Vokasi Sarjana Terapan Rekayasa

Perancangan Mekanik Universitas Diponegoro. Sebelum melakukan pengujian,

dipersiapakan dahulu alat uji puntir dengan melakukan running test untuk

memastikan alat uji puntir dapat digunakan dengan optimal dalam pengujian.

Tujuan dilaksanakannya pengujian puntir pada baja ST 37 adalah untuk mengetahui

seberapa keplastisan material tersebut dengan menentukan momen torsi (Nm) dan

sudut puntir (˚) yang didapatkan setelah proses pengujian.

Dari hasil pengujian yang dilakukan didapatkan data momen puntir dan sudut

puntir. Momen puntir yaitu momen torsi yang dibutuhkan untuk memuntir

spesimen tersebut sampai dengan patah. Sementara sudut puntir adalah putaran
54

sudut yang dibutuhkan dari awal pengujian puntir yang dibutuhkan sampai dengan

spesimen patah. Dari data yang didapatkan selanjutnya digunakan untuk mengitung

tegangan geser di daerah elastis, modulus elastisitas geser di daerah elastis, dan

modulus pecah.

Gambar 4.4. Spesimen baja ST 37 setelah mengalami uji puntir

Gambar 4.5. Patahan spesimen 1

Gambar 4.6. Patahan spesimen 2


55

Gambar 4.7. Patahan spesimen 3


Pada gambar di atas adalah foto spesimen baja ST 37 dan patahan dari 3

spesimen setelah dilakukan pengujian puntir. Apabila dilihat secara seksama pada

hasil pengujian puntir, material tersebut termasuk ulet. Bidang yang patah adalah

tegak lurus terhadap sumbu yang memanjang adalah ciri dari material yang ulet.

Sementara logam yang getas akan mengalami kerusakan pada patahannya karena

puntiran dibidang yang tegak lurus dengan arah tegangan mengalami gaya tarik

yang maksimum. Puntiran pada logam spesimen yang mengalami patahan

berbentuk helical dikarenakan bidang ini membagi 2 sudut antara 2 buah bidang

tegangan geser maksimal dan membentuk sudut 45˚ pada arah-arah yang

memanjang dan melintang. Untuk besaran momen puntir dan sudut puntir yang

dihasilkan pada pengujian puntir pada baja ST 37 adalah :

Tabel 4.1. Hasil pengujian puntir spesimen baja ST 37

No Sudut Puntir (˚) Momen Puntir (Nm) Waktu (detik)


1. 1050 41,06 6,7
2. 1530 40,40 9,8
3. 1640 40,49 6,5

Tabel diatas adalah hasil uji puntir pada 3 buah spesimen baja ST 37. Sesuai

dengan target yang dibutuhkan pada pengujian maka didapatkan momen puntir dan
56

sudut puntir per rad. Untuk sudut puntir paling kecil didapatkan pada pengujian

spesimen pertama dengan sudut puntir per rad 1050˚ dengan momen torsi 41,06

Nm. Sementara untuk sudut puntir per rad maksimum terjadi pada spesimen ketiga

dengan 1640˚ dengan momen puntir sebesar 40,49. Terlihat dari data yang

dihasilkan sudut puntir per rad yang didapatkan dari ketiga spesimen terlihat

perbedaan yang jauh antara spesimen 1 dan 3 tetapi waktu yang dibutuhkan kurang

lebihnya sama. Seharusnya semakin panjang/ banyak sudut puntir yang dibutuhkan

maka akan semakin bertambah pula waktu yang dibutuhkan dalam pengujian puntir

sampai dengan putus. Penulis menyadari putaran yang stabil akan mempengaruhi

putaran dari spesimen dan sudut puntir. Pada spesimen 1 putaran tidak stabil

dikarenakan bahan yang ulet akan menghambat putaran. Sementara pada spesimen

2 dan 3 putaran yang didapatkan lebih stabil sehingga spesimen mendapatkan

puntiran dengan stabil dan mempercepat putaran serta sudut puntir akan bertambah

cepat. Perbedaan sudut puntir yang didapatkan dari beberapa spesimen dipengaruhi

oleh beberapa faktor yaitu, homogenitas material dan proses pemesinan pada benda

uji. Keduanya Lebih dapat dijelaskan berikut ini :

1. Homogenitas material

Baja ST 37 merupakan baja karbon rendah karena kadar karbon (C) < 0.30%.

Pada baja ST 37 merupakan baja paduan yang dibentuk untuk memenuhi sifat-sifat

mekanik atau sifat dasar pada baja tersebut yang disesuaikan dengan unsur dasar

pada baja tersebut. Oleh karena itu, baja ST 37 penyebabnya adalah homogenitas.

Pada saat pembuatan (perpaduan) material baja ST 37 homogenitas terjadi. Faktor-

faktor dari penyebab terjadinya homogenitas adalah :

• Pada saat pengolahan biji besi ada unsur-unsur yang terbawa dalam

perpaduan materialnya.
57

• Ketidaksamaan untuk kepadatan strukturnya (perpaduannya).

• Pada saat pembuatan material logam fasenya tidak sama.

Keuletan pada material ditentukan juga dari faktor-faktor diatas dari

perbedaan sifat mekanis yang ada, sehingga dapat berpengaruh terhadap sudut

puntir yang dihasilkan walaupun sama jenis materialnya.

2. Proses pemesinan pada benda uji

Dalam pembentukan benda uji tentunya mengalami beberapa proses sehingga

dapat menjadi benda uji yang siap pakai. Seperti yang sesuai dengan standar ASTM

E-143 kedua ujungnya berbentuk persegi menyesuaikan ukuran dari chuck dan

bagian tengah berbentuk silindris. Untuk mendapatkan bentuk yang sesuai dengan

standar maka perlu dilakukan proses manufaktur baik menggunakan mesin bubut

dan freis. Pertama dilakukannya proses pembubutan dengan pencekaman benda uji

dan dilakukannya proses penyayatan oleh pahat. Kedalaman penyayatan dari

masing-masing spesimen dilakukan berbeda-beda kerena pengaturan kedalaman

penyayatan dilakukan dengan manual. Hal tersebut akan berpengaruh pada

pembebanan sudut puntiran spesimen. Sifat mekanis didapat dari tegangan dari

masing-masing spesimen yang dipengaruhi oleh pembebanan puntiran. Oleh sebab

itu, maka pada saat pengujian puntir akan didapatkan perbedaan sudut puntir per

rad dari masing-masing spesimen.

Dalam pengujian puntir yang dilakukan, pengambilan data sudut puntir pada

kelipatan 100˚ sampai spesimen mengalami patah. Pada tabel 4.2 dibawah ini

adalah pengujian puntir dengan 3 kali percobaan selanjutnya dirata-rata. Kemudian

dibuat grafik perbandingan antara momen torsi dan sudut puntir per rad dengan

maksud agar dapat mengetahui besarnya momen puntir apabila tidak tepat pada

kelipatan 100˚.
58

Tabel 4.2. Rata-rata hasil sudut puntir per rad dan momen puntir

Sudut punter per rad (˚) Momen puntir (Nm)


0 0
100 35,93
200 37,49
300 38,38
400 39,08
500 39,76
600 40,46
700 42,18
800 41,85
900 42,52
1000 43,18
1100 42,6
1200 43,23
1300 43,86
1400 44,49
1500 45,11
1640 45,31
1670 0

Untuk grafik perbandingan momen puntir terhadap sudut puntir dapat dilihat
pada grafik dibawah ini.

Grafik Momen Puntir Dan Sudut Puntir per rad


50
45
40
Momen Puntir (Nm)

35
30
25
20
15
10
5
0

Sudut Puntir (˚)

Gambar 4.8. Grafik momen puntir terhadap sudut puntir per rad
59

4.1.1. Perhitungan Tegangan Geser Pada Daerah Elastis

𝜏𝐽
MT =
𝑟

Diketahui :
MT : 39 Nm = 39080 Nmm
r : 3 mm
𝜋 𝐷4 𝜋 64
J : = = 127, 17 N/mm2
32 32

Ditanya :

𝜏geser ?
Jawab :
𝑀𝑇.𝑟 39080.3 2
𝜏geser : = = 921,91 N/mm
𝐽 127,17

4.1.2. Perhitungan Modulus Elastisitas Geser Pada Daerah Elastis

𝑀𝑇 𝐿
G=
𝐽𝜃

Diketahui :
MT : 39 Nm = 39080 Nmm
L : 170 mm
𝜋 𝐷4 𝜋 64
J : = = 127, 17 N/mm2
32 32

Ditanya :
𝐺(𝑀𝑜𝑑𝑢𝑙𝑢𝑠 elastisitas geser) ?
Jawab :
𝑀𝑇 𝐿 39080 . 170
G= = = 99774 N/mm2
𝐽𝜃 127,17 . 0,52

= 99,77 Gpa

4.1.3. Perhitungan Modulus Pecah


3.𝑀𝑚𝑎𝑥
𝜏𝑢 =
2𝜋.𝑎3
Diketahui :
a : 3 mm
Mmax : 45,76 Nm = 45600 Nmm
60

Ditanya :
𝜏𝑢 ?
Dijawab :
3.𝑀𝑚𝑎𝑥 3 .45600
𝜏𝑢 = = = 806,79 N/mm2
2𝜋.𝑎3 2𝜋.33
4.2. Kalibrasi

Untuk menguji atau memastikan keakuratan dari alat uji dengan maksud

untuk melihat kemampuan pada alat uji agar dapat mengukur secara tepat. Cara

yang digunakan pada pengujian puntir ini dengan membandingkan hasil data uji

puntir dengan sumber lainnya. Data pembanding berasal dari “Laporan Praktikum

Laboratorium Teknik Material I Modul C Uji Puntir Fakultas Teknik Mesin dan

Dirgantara Institut Teknologi Bandung”. Berikut ini grafik perbandingan hasil

pengujian puntir dengan data pembanding dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Grafik Momen Puntir Dan Sudut Puntir per rad


50

40
Momen Puntir (Nm)

30

20

10

Sudut Puntir (˚)

Gambar 4.9. Perbandingan data hasil pengujian dengan data pembanding

Dapat dilihat pada gambar 4.6 Momen puntir yang dibutuhkan pada masing-

masing spesimen baja ST 37 dari pengujian yang dilakukan dengan data

pembanding terlihat arah kurva dari mulai sudut puntir 0˚ sampai dengan

mengalami patahan tidak jauh berbeda pada kisaran 4 putaran. Artinya kemampuan

dari alat uji puntir yang telah di redesain tergolong baik dan mumpumi untuk

dilakukan pengujian puntir. Sementara itu, pada momen puntir yang dibutuhkan
61

dari mulai pengujian dengan data pembanding ada selisih sedikit torsi yang bekerja

sehingga mempengaruhi momen puntir selanjutnya sampai dengan patah. Hal ini

disebabkan oleh beberapa faktor antara lain kandungan komposisi dari baja ST 37.

Selain itu, dimensi dari spesimen yang digunakan dalam pengujian dan data

pembanding.

4.3. Perhitungan Standard Eror

Untuk mengukur tingkat kesalahan pada alat uji maka digunakan standar

error. Semakin besar nilai standar eror dapat terindikasi untuk sampling yang

dipakai kurang memadai sehingga perlu penambahan sampling agar dapat

mewakili populasi yang sedang di uji. Oleh karena itu, nilai standar eror akan

mengecil di saat penambahan jumlah sample. Berikut ini adalah perhitungan

standar eror dari data hasil pengujian puntir.

Tabel 4.3. Perhitungan standar eror

No xi x̅ xi - x̅ (xi - x̅)2
1. 41,06 40,65 0,41 0,1681
2. 40,40 40,65 -0,25 0,0625
3. 40,49 40,65 -0,16 0,0256
∑ 𝑥 = 121,95 ∑ = (xi - x̅)2 = 0,2562

∑(xi − x̅)2
SD =√
𝑛−1

0,2562
=√
2
0,35791
= x 100%
40,65
= 0,88%

𝑆𝐷
SE =
√𝑛
0,35791
=
√3
= 0,206
BAB V
PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil redesain dan pengujian puntir pada spesimen baja ST 37

yang telah dilaksanakan, di simpulkan bahwa :

1. Dimensi keseluruhan alat uji puntir ini adalah 900 mm x 600 mm x 800

mm, menggunakan unit penggerak utama motor listrik 1 phasa 1400 Rpm

dengan daya 1 HP.

2. Agar menaikkan torsi dan mengurangi kecepatan dari motor listrik

digunakan gearbox dengan rasio 50 : 1, dan untuk mengatur kecepatan

motor listrik digunakan dimmer dengan mengatur daya input listrik. Hal

ini agar dapat memutuskan material spesimen baja ST 37 dengan diameter

6 mm.

3. Tingkat kesalahan pengukuran cukup rendah, dapat dilihat dari nilai

standar eror 0,206. Dapat diartikan kemampuan alat ini cukup baik.

4. Sebelum melaksankan pengujian dipersiapkan mulai dari dimensi

spesimen dan juga pengecekkan pada mesin alat uji puntir untuk

meminimalisir gangguan yang terjadi.

5. Angka modulus elastisitas geser pada daerah elastis yang diperoleh adalah

7469,18 N/mm2 dengan patahan yang terjadi saling tegak lurus terhadap

penampang yang melintang serta membutuhkan 4-5 putaran untuk

mematahkan spesimen sehingga dapat disimpulkan karakteristik dari baja

ST 37 plastis.

62
63

6. Perbedaan momen puntir dan sudut puntir per rad dari ketiga spesimen

dipengaruhi dari beberapa faktor yaitu homogenitas dan proses pemesinan

saat pembentukan dimensi spesimen.

5.1. Saran

Untuk evaluasi dalam redesain dan pengujian alat uji puntir menggunakan

baja ST 37 yang telah dilaksanakan agar kedepannya lebih optimal dan

mendapatkan hasil yang akurat yaitu :

1. Diperlukannya torsimeter digital yang dapat menangkap kebutuhan torsi

yang diperlukan saat pengujian berlangsung, karena jika menggunakan

torsimeter konvensional menggunakan jarum sebagai penunjuk angka

torsi kurang akurat.

2. Cekam tetap yang digunakan harus kuat baik dari fabrikasi maupun

dudukannya apabila geser sedikitpun akan mempengaruhi atau saat

pengujian puntir.

3. Menggunakan ukuran dimensi spesimen yang bervariasi agar dapat

memperoleh hasil yang bervariasi sebagai data pembanding.


DAFTAR PUSTAKA
Annual Book of ASTM Standars, 2008, ASTM E-143, Standard Test Method for
Shear Modulus at Room Temperature, ASTM International, West
Conshohocken, PA 19428-2959. United States
Affandi, & Huzni, S. (2019). Analisis Numerik Kekuatan Puntir Baja Karbon
Rendah Menggunakan Software (Solidworks). R.E.M. (Rekayasa Energi
Manufaktur) Jurnal, Vol.6.
Efisiensi motor listrik. (2013). From Dunia Elektro: http://elektro-unimal.
blogspot.com/2013/03/efisiensi-motor-listrik.html
Fadila, V. N. (2017, Maret 10). Torsion Testing. From http://vinanurfadila.
blogspot.com/2017/03/torsion-testing.html
Hasad, A. (2011, Desember 4). Operasi Dan Aplikasi SCR. From Andi Hasad:
https://andihasad.com/2011/12/04/silicon-controlled-rectifier-
scr/#:~:text=SCR%20dapat%20digunakan%20untuk%20penghubungan,D
C%20yang%20berdenyut%20setengah%20gelombang.
Hutabarat, U. J., & Sitorus, M. B. (2017). Perancangan Mesin Uji Lelah Baja
Poros Dengan Pembebanan Puntir Dinamis. Jurnal Teknik Mesin (JTM),
258-262.
Indra, K., Budiarto, U., & Mulyatno, I. P. (2019). Analisa Kekuatan Puntir,
Kekuatan Tarik, Kekerasan dan Uji Metalografi Baja S45C Sebagai Bahan
Poros Baling-Baling Kapal (Propeller Shaft) Setelah Proses Tempering.
Jurnal Teknik Perkapalan, Vol.7, 312-322.
Insani, M. N. (2019). Analisis Struktur Micro Material Baja Karbon Rendah (ST
37) SNI Akibat Proses Bending. Universitas Negeri Makassar.
Jatmiko, S., & Jokosisworo, S. (t.thn.). Analisa Kekuatan Puntir Dan Kekuatan
Lentur Putar Poros Baja ST 60 Sebagai Aplikasi Perancangan Bahan Poros
Baling-Baling Kapal. Jurnal Teknik Perkapalan, 42-51.
Kirono, S., & Amri, A. (2011). Pengaruh Tempering Pada Baja ST 37 Yang
Mengalami Karburasi Dengan Bahan Padat Terhadap Sifat Mekanis Dan
Struktur Mikro. Universitas Muhammadiyah Jakarta.
Putra, A., Yuniel, B., A S, G. R., & E, M. M. (n.d.). Perbedaan Motor Sinkron
Dan Asinkron. Malang: Program Studi D4 Sistem Kelistrikan Jurusan
Teknik Elektro Politeknik Negeri Malang.

64
65

Raja, H. (2017). Teori Dasar Pengertian Motor Induksi Satu Fasa. Diambil
kembali dari Universitas 17 Agustus1945 Surabaya (UNTAG):
http://repository.untag-sby.ac.id/411/3/BAB%202.pdf
Rambe, F. T. (2017). Laporan Praktikum Laboratorium Teknik Material I Modul
C Uji Puntir. Bandung: Program Studi Teknik Material Fakultas Teknik
Mesin dan Dirgantara Institut Teknologi Bandung.
Winoko, Y. A., Bambang, H., & Nurhadi. (2018). Penggunaan Hydro-Crack
System Sebagai Upaya Meningkatkan Kinerja Mesin. Rotor, 3.
LAMPIRAN

Lampiran 1. Gambar redesain alat uji puntir

66
67

Lampiran 2. Dokumentasi pengujian puntir


68

Lampiran 3. Link video youtube dalam pengujian puntir

https://youtu.be/QynnIzf9EK8
69

Lampiran 4. Data hasil pengujian puntir dengan material baja ST 37

Spesimen 1 Spesimen 2 Spesimen 3 Rata-rata


Sudut Puntir
Momen Torsi
(˚) Momen Torsi (N.mm) (N.mm)
0 0 0 0 0,0
10 25,7 25,50 25,75 25,65
20 27,4 27,80 27,87 27,69
30 29,2 30,03 29,40 29,54
40 30,6 31,23 30,55 30,79
50 31,3 32,33 31,78 31,80
60 32,5 33,42 32,90 32,94
70 33,4 34,45 33,15 33,67
80 34,7 35,50 34,45 34,88
90 35,3 35,57 35,70 35,52
100 35,8 36,14 35,85 35,93
110 36,5 36,25 35,93 36,23
120 36,8 36,32 36,15 36,42
130 37,1 36,38 36,28 36,59
140 37,4 36,45 36,57 36,81
150 37,5 36,57 36,69 36,92
160 37,9 36,62 36,87 37,13
170 38,2 36,65 36,95 37,27
180 38,3 36,68 37,02 37,33
190 38,45 36,75 37,07 37,42
200 38,5 36,85 37,13 37,49
210 38,57 36,91 37,15 37,54
220 38,63 36,98 37,20 37,60
230 38,72 37,05 37,22 37,66
240 38,75 37,11 37,25 37,70
250 38,15 37,18 37,27 37,53
260 38,45 37,25 37,42 37,70
270 38,78 37,31 37,47 37,86
280 38,98 37,38 37,53 37,96
290 39,25 37,45 37,59 38,10
300 39,67 37,51 37,65 38,28
310 39,83 37,58 37,71 38,37
320 39,95 37,65 37,77 38,46
330 40,05 37,71 37,83 38,53
340 40,17 37,78 37,89 38,61
350 40,26 37,85 37,95 38,68
360 40,32 37,91 38,00 38,75
370 40,46 37,98 38,06 38,83
380 40,58 38,05 38,12 38,92
70

390 40,77 38,11 38,18 39,02


400 40,82 38,18 38,24 39,08
410 40,95 38,25 38,30 39,17
420 41,1 38,31 38,36 39,26
430 41,15 38,38 38,42 39,32
440 41,23 38,45 38,48 39,38
450 41,27 38,51 38,54 39,44
460 41,32 38,58 38,59 39,50
470 41,37 38,65 38,65 39,56
480 41,46 38,71 38,71 39,63
490 41,55 38,78 38,77 39,70
500 41,59 38,85 38,83 39,76
510 41,68 38,91 38,89 39,83
520 41,77 38,98 38,95 39,90
530 41,86 39,05 39,01 39,97
540 41,95 39,11 39,07 40,04
550 42,02 39,18 39,12 40,11
560 42,07 39,25 39,18 40,17
570 42,18 39,31 39,24 40,24
580 42,27 39,38 39,30 40,32
590 42,35 39,44 39,36 40,38
600 42,44 39,51 39,42 40,46
610 42,67 39,58 39,48 40,58
620 42,75 39,64 39,54 40,64
630 42,87 39,71 39,60 40,73
640 42,93 39,78 39,65 40,79
650 42,99 39,84 39,71 40,85
660 43,07 39,91 39,77 40,92
670 43,10 39,98 39,83 40,97
680 43,23 40,04 39,89 41,05
690 43,27 40,11 39,95 41,11
700 43,34 40,18 40,01 41,18
710 43,45 40,24 40,07 41,25
720 43,51 40,31 40,13 41,31
730 43,58 40,38 40,18 41,38
740 43,66 40,44 40,24 41,45
750 43,73 40,51 40,30 41,51
760 43,80 40,58 40,36 41,58
770 43,88 40,64 40,42 41,65
780 43,95 40,71 40,48 41,71
790 44,03 40,78 40,54 41,78
800 44,10 40,84 40,60 41,85
71

810 44,18 40,91 40,66 41,91


820 44,25 40,98 40,71 41,98
830 44,33 41,04 40,77 42,05
840 44,40 41,11 40,83 42,11
850 44,48 41,18 40,89 42,18
860 44,55 41,24 40,95 42,25
870 44,63 41,31 41,01 42,31
880 44,70 41,38 41,07 42,38
890 44,77 41,44 41,13 42,45
900 44,85 41,51 41,19 42,52
910 44,92 41,58 41,25 42,58
920 45,00 41,64 41,30 42,65
930 45,07 41,71 41,36 42,72
940 45,15 41,78 41,42 42,78
950 45,22 41,84 41,48 42,85
960 45,30 41,91 41,54 42,92
970 45,37 41,98 41,60 42,98
980 45,45 42,04 41,66 43,05
990 45,52 42,11 41,72 43,12
1000 45,60 42,18 41,78 43,18
1010 45,67 42,24 41,83 43,25
1020 45,75 42,31 41,89 43,32
1030 45,82 42,38 41,95 43,38
1040 45,89 42,44 42,01 43,45
1050 45,97 42,51 42,07 43,52
1060 - 42,58 42,13 42,35
1070 - 42,64 42,19 42,41
1080 - 42,71 42,25 42,48
1090 - 42,78 42,31 42,54
1100
- 42,84 42,36 42,60
-
1110 42,91 42,42 42,67
-
1120 42,98 42,48 42,73
-
1130 - 43,04 42,54 42,79
1140 - 43,11 42,60 42,85
1150 - 43,17 42,66 42,92
1160 - 43,24 42,72 42,98
1170 -- 43,31 42,78 43,04
1180 - 43,37 42,84 43,11
1190 - 43,44 42,89 43,17
1200 - 43,51 42,95 43,23
1210 - 43,57 43,01 43,29
-
1220 43,64 43,07 43,36
-
1230 43,71 43,13 43,42
-
1240 - 43,77 43,19 43,48
1250 - 43,84 43,25 43,54
72

1260 - 43,91 43,31 43,61


1270 - 43,97 43,37 43,67
1280 -- 44,04 43,42 43,73
1290 - 44,11 43,48 43,80
1300
- 44,17 43,54 43,86
-
1310 44,24 43,60 43,92
-
1320 44,31 43,66 43,98
-
1330 - 44,37 43,72 44,05
1340 - 44,44 43,78 44,11
1350 - 44,51 43,84 44,17
1360 - 44,57 43,90 44,23
1370 - 44,64 43,96 44,30
1380 - 44,71 44,01 44,36
1390 -- 44,77 44,07 44,42
1400 - 44,84 44,13 44,49
1410 - 44,91 44,19 44,55
-
1420 44,97 44,25 44,61
-
1430 45,04 44,31 44,67
-
1440 - 45,11 44,37 44,74
1450 - 45,17 44,43 44,80
1460 - 45,24 44,49 44,86
1470 - 45,31 44,54 44,93
1480 - 45,37 44,60 44,99
1490 - 45,44 44,66 45,05
1500 -- 45,51 44,72 45,11
1510 - 45,57 44,78 45,18
1520 - 45,64 44,84 45,24
1530
- 45,71 44,90 45,30
-
1540 - 44,96 44,96
-
1550 - 45,02 45,02
-
1560 - 45,07 45,07
-
1570 - 45,13 45,13
-
1580
- 45,19 45,19
- -
1590 - 45,25 45,25
-
1600 - 45,31 45,31
-
1610 - 45,37 45,37
-
1620 - 45,43 45,43
-
1630 - 45,49 45,49
-
1640 - 45,55 45,55
-
-
1650 - 45,60 45,60
73

Spesimen 1
50

Momen Puntir (Nm)


40
30
20
10
0

Sudut Puntir per rad (˚)

• Tegangan geser pada daerah elastisitas spesimen 1

𝜏𝐽
MT =
𝑟

Diketahui :

MT : 38,5 Nm = 38500 Nmm

r : 3 mm

𝜋 𝐷4 𝜋 64
J : = = 127, 17 N/mm2
32 32

Ditanya :

𝜏geser ?

Jawab :

𝑀𝑇.𝑟 38500.3 2
𝜏geser : = = 908,23 N/mm
𝐽 127,17

• Modulus elastisitas geser pada daerah elastis spesimen 1

𝑀𝑇 𝐿
G=
𝐽𝜃

Diketahui :

MT : 38,5 Nm = 38500 Nmm

L : 170 mm

𝜋 𝐷4 𝜋 64
J : = = 127, 17 N/mm2
32 32
74

Ditanya :

𝐺(𝑀𝑜𝑑𝑢𝑙𝑢𝑠 elastisitas geser) ?

Jawab :

𝑀𝑇 𝐿 38500 . 170
G= = = 135438 N/mm2
𝐽𝜃 127,17 . 0,38

= 135,43 Gpa

• Modulus Pecah Spesimen 1

3.𝑀𝑚𝑎𝑥
𝜏𝑢 =
2𝜋.𝑎3

Diketahui :

a : 3 mm

Mmax : 45,595 Nm = 45595 Nmm

Ditanya :

𝜏𝑢 ?

Dijawab :

3.𝑀𝑚𝑎𝑥 3 .45595
𝜏𝑢 = = = 806,7 N/mm2
2𝜋.𝑎3 2𝜋.33

Spesimen 2
50
45
Momen Puntir (Nm)

40
35
30
25
20
15
10
5
0

Sudut Puntir per rad (˚)

• Tegangan geser pada daerah elastisitas Spesimen 2

𝜏𝐽
MT =
𝑟
75

Diketahui :

MT : 37,51 Nm = 37510 Nmm

r : 3 mm

𝜋 𝐷4 𝜋 64
J : = = 127, 17 N/mm2
32 32

Ditanya :

𝜏geser ?

Jawab :

𝑀𝑇.𝑟 37510.3 2
𝜏geser : = = 884,87 N/mm
𝐽 127,17

• Modulus elastisitas geser pada daerah elastis spesimen 2

𝑀𝑇 𝐿
G=
𝐽𝜃

Diketahui :

MT : 37,51 Nm = 37510 Nmm

L : 170 mm

𝜋 𝐷4 𝜋 64
J : = = 127, 17 N/mm2
32 32

Ditanya :

𝐺(𝑀𝑜𝑑𝑢𝑙𝑢𝑠 elastisitas geser) ?

Jawab :

𝑀𝑇 𝐿 37510 . 170
G= = = 98319,83 N/mm2
𝐽𝜃 127,17 . 0,51

= 98,31 Gpa

• Modulus Pecah Spesimen 2

3.𝑀𝑚𝑎𝑥
𝜏𝑢 =
2𝜋.𝑎3

Diketahui :
76

a : 3 mm

Mmax : 45,595 Nm = 45595 Nmm

Ditanya :

𝜏𝑢 ?

Dijawab :

3.𝑀𝑚𝑎𝑥 3 .45595
𝜏𝑢 = = = 806,7 N/mm2
2𝜋.𝑎3 2𝜋.33

Spesimen 3
50
45
Momen Puntir (Nm)

40
35
30
25
20
15
10
5
0

Sudut Puntir per rad (˚)

• Tegangan geser pada daerah elastisitas Spesimen 3

𝜏𝐽
MT =
𝑟

Diketahui :

MT : 38,24 Nm = 38240 Nmm

r : 3 mm

𝜋 𝐷4 𝜋 64
J : = = 127, 17 N/mm2
32 32

Ditanya :

𝜏geser ?

Jawab :
77

𝑀𝑇.𝑟 38240.3 2
𝜏geser : = = 902,09 N/mm
𝐽 127,17

• Modulus elastisitas geser pada daerah elastis spesimen 3

𝑀𝑇 𝐿
G=
𝐽𝜃

Diketahui :

MT : 38,24 Nm = 38240 Nmm

L : 170 mm

𝜋 𝐷4 𝜋 64
J : = = 127, 17 N/mm2
32 32

Ditanya :

𝐺(𝑀𝑜𝑑𝑢𝑙𝑢𝑠 elastisitas geser) ?

Jawab :

𝑀𝑇 𝐿 38240 . 170
G= = = 79873,39 N/mm2
𝐽𝜃 127,17 . 0,64

= 79,87 Gpa

• Modulus Pecah Spesimen 3

3.𝑀𝑚𝑎𝑥
𝜏𝑢 =
2𝜋.𝑎3

Diketahui :

a : 3 mm

Mmax : 45,31 Nm = 45310 Nmm

Ditanya :

𝜏𝑢 ?

Dijawab :

3.𝑀𝑚𝑎𝑥 3 .45310
𝜏𝑢 = = = 801,66 N/mm2
2𝜋.𝑎3 2𝜋.33
78

Spesimen 1 Spesimen 2 Spesimen 3


Perhitungan sifat mekanik
Tegangan geser pada daerah 908,23 884,87 902,09
elastisitas (N/mm2)
Modulus elastisitas geser 9.840,63 7183.82 4882,42
pada daerah elastis (N/mm2)
Modulus Pecah (N/mm3) 179,26 178,91 178,14

Tabel perbandingan torsi dengan sudut puntir


dari 3 spesimen
50
45
40
Momen puntir (Nm)

35
30
25
20
15
10
5
0

Sudut puntir per satuan radian (˚)


79

Lampiran 5. Surat pencatatan ciptaan


80

Anda mungkin juga menyukai