Anda di halaman 1dari 74

TUGAS AKHIR

TEKNOLOGI REKAYASA KONSTRUKSI PERKAPALAN

ALAT UJI KUALITAS SAMBUNGAN LAS KONTRUKSI KAPAL PADA


MATERIAL HIGH DENSITY POLYETHYLENE (HDPE)

Disusun oleh:

Muhammad Frian Hakkinen NIM 40040419650036


Yoga Roni Prasetyo NIM 40040419650018

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN


TEKNOLOGI REKAYASA KONSTRUKSI PERKAPALAN
DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI
SEKOLAH VOKASI
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2023
ii
iii
iv
v
vi
ABSTRAK
Uji bending merupakan salah satu jenis pengujian bahan yang dilakukan untuk mengetahui
sifat mekanik suatu bahan teknik, terutama bahan baja hasil pengelasan, untuk mengetahui
kelenturan bahan dan kekuatan bahan uji. Kekurangan alat uji bending yang tersedia di workshop
Program Studi Teknologi Rekayasa Kontruksi Perkapalan kurangnya komponen yang sesuai
standar, hanya digunakan untuk uji bending tidak bisa digunakan untuk uji patah sambungan las
dan tidak adanya alat ukur untuk mengetahui batas kekerasan maksimum untuk bahan lunak saat
gaya diberikan kepada benda kerja, seperti HDPE dan komposit. Maka dari pada itu, perlu
dilakukan pengembangan mesin uji bending ini. Untuk mengetahui besar maksimum gaya bending
dan uji patah sesuai standar maka perlu ditambahkan support span, span bending, dan manometer
agar dapat menentukan besar gaya tekan maupun untuk mengetahui hasil sambunga las saat proses
penekukan material dengan cara pengujian dan perhitungan sekaligus juga bisa digunakan untuk
uji patah sambungan las. Diharapkan hasil dari penelitian ini dapat digunakan dengan aman dan
sesuai standar untuk kedepannya juga dapat digunakan sebagai peraga praktikum dan pengujian di
workshop Program Studi Teknologi Rekayasa kontruksi Perkapalan Sekolah Vokasi Universitas
Diponegoro.

Dalam prakteknya masih sedikit praktisi pengujian bahan yang memperhatikan aspek
pengaruh variasi benda uji terhadap data hasil uji bending, dan dimensi yang sudah ada pada
standart ASTM E855-08 yang kami gunakan. Untuk itu alat uji bending ini dibuat untuk
mempelajari pengaruh variasi dimensi benda uji pada pengujian lengkung. Pengujian dilakukan
dengan menggunakan alat uji bending sistem hidrolik. Dan pengujian terhadap bahan uji
sambungan las kontruksi kapal pada material high density polyethylene (HDPE) dua variasi yaitu
variasi timbul dan variasi rata dan dikelompokan menjadi dua, yaitu material tebal 10 mm dan
material 20 mm dengan dua kali percobaan yaitu dengan ukuran 200 mm x 30 mm x 10 mm dan
ukuran 200 mm x 10 mm x 20 mm sedangkan metode yang digunakan dalam pengujian ini adalah
three point bending.

Dari penelitian yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwa kekuatan bending pada
sambungan las HDPE tebal 10 mm dengan rata-rata tegangan bending 10,205 MPa dengan nilai
tertinggi 10,49 MPa pada variasi timbul. Sedangkan pada sambungan las HDPE tebal 20 mm
didapatkan tegangan bending dengan rata-rata 6,655 MPa dengan nilai tertinggi 7,50 MPa pada
variasi timbul. Hal ini membuktikan bahwa sambungan las HDPE yang timbul atau tanpa gerinda
lebih unggul dibanding hasil nilai sambungan las HDPE variasi rata, dimana penggerindaan pada
sambungan las sangat mempengaruhi kekuatan spesimen, tetapi juga kualitas pengelasan yang
digunakan untuk menyambung 2 spesimen juga sangat berpengaruh terhadap kekuatan spesimen.

Kata Kunci : Sambungan Las HDPE, Uji Bending, Three Point Bending, Tegangan Bending

vii
ABSTRACT
Bending test is a type of material testing that is carried out to determine the mechanical
properties of an engineering material, especially steel as a result of welding, to determine the
flexibility of the material and the strength of the test material. Lack of bending test equipment
available at the workshop of the Marine Construction Engineering Study Program lack of
components that comply with standards, only used for bending tests cannot be used for fracture
tests of welded joints and there is no measuring tool to determine the maximum hardness limit for
soft materials when force is applied to workpieces, such as HDPE and composites. Therefore, it
is necessary to develop this bending test machine. To find out the maximum magnitude of the
bending force and fracture test according to standards, it is necessary to add span support, span
bending, and a manometer in order to determine the amount of compressive force as well as to
find out the results of welded joints during the material bending process by testing and calculating
at the same time it can also be used for fracture tests welding connection. It is hoped that the
results of this research can be used safely and according to standards in the future it can also be
used as a practical demonstration and testing in the workshop of the Marine Construction
Engineering Study Program, Vocational School, Diponegoro University.
In practice, there are still few material testing practitioners who pay attention to aspects
of the influence of variations in test objects on bending test results data, and dimensions that
already exist in the ASTM E855-08 standard that we use. For this reason, this bending test tool
was made to study the effect of variations in the dimensions of the test object on bending testing.
The test was carried out using a hydraulic system bending tester. And testing of the test material
for ship construction welded joints on high density polyethylene (HDPE) material, there are two
variations, namely embossed variations and flat variations and are grouped into two, namely 10
mm thick material and 20 mm material with two trials, namely with a size of 200 mm x 30 mm x
10 mm and a size of 200 mm x 10 mm x 20 mm while the method used in this test is three point
bending.
From the research that has been done, it can be seen that the bending strength of 10 mm
thick HDPE welded joints has an average bending stress of 10.205 MPa with the highest value of
10.49 MPa in the embossed variation. Whereas in the 20 mm thick HDPE welded joints, the
bending stress was obtained with an average of 6.655 MPa with the highest value being 7.50 MPa
in the embossed variation. This proves that HDPE welded joints that are embossed or without
grinding are superior to the results of average variations of HDPE welded joints, where the
grinding of the welded joints greatly affects the strength of the specimen, but also the quality of
the welding used to connect 2 specimens also greatly affects the strength of the specimen.

Keywords: HDPE Welding Connection, Bending Test, Three Point Bending, Bending Stress

viii
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayahNya sehingga saya dapat menyelesaikan Laporan Tugas Akhir sesuai dengan waktu yang
telah ditentukan. Laporan Tugas Akhir yang berjudul “Alat Uji Kualitas Sambungan Las
Kontruksi Kapal Pada Material High Density Polyethylene (HDPE) ” ini diajukan untuk
memenuhi salah satu syarat lulus Pendidikan Diploma IV Teknologi Rekayasa Konstruksi
Perkapalan Universitas Diponegoro Semarang.
Selama proses penyusunan tugas akhir banyak pihak yang telah memberikan bantuan dan
motivasi kepada penulis. Untuk semua itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Allah S.W.T. atas segala limpahan nikmat, rahmat dan hidayah-Nya.


2. Rasulullah Muhammad S.A.W. yang menjadi teladan dan idola terbaik.
3. Orangtua yang tercinta. Mereka yang selalu memberikan semangat, dukungan ridho, do’a,
moril dan materil. Terimakasih ibu dan bapak selalu membimbing, membina dan
memberikan semangat tak terhingga sampai selesainya Tugas Akhir ini.
4. Bapak Dr. Mohd Ridwan, S,T., M.T. selaku ketua program studi Diploma IV Teknologi
Rekayasa Konstruksi Perkapalan Universitas Diponegoro Semarang.
5. Bapak Dr. Mohd Ridwan, S,T., M.T. selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan
dukungan secara moril maupun materil, arahan, bimbingan, serta meluangkan waktunya
sampai terselesaikannya Tugas Akhir ini.
6. Seluruh Dosen dan Civitas Akademika Teknologi Rekayasa Konstruksi Perkapalan
Universitas Diponegoro, terimakasih atas ilmunya semoga Allah SWT tidak akan
memutus pahalanya.
7. Laboran Teknologi Rekayasa Konstruksi Perkapalan Universitas Diponegoro (Pak
Samuel dan Pak Indro) yang banyak membantu dan memberikan ilmu selama menjalani
perkuliahan dan tugas akhir.
8. Segenap keluarga besar NORTH Teknologi Rekayasa Konstruksi Perkapalan 2019 yang
tidak dapat disebutkan satu per satu.
9. Dan teman-teman serta semua pihak-pihak yang telah membantu dalam penyelesaian
tugas akhir ini yang tak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan Laporan Tugas Akhir ini
dikarenakan keterbatasan ilmu yang penulis miliki untuk membuat Laporan Tugas Akhir ini jauh
dari kesempurnaan. Untuk itu dengan tidak mengurangi rasa hormat, penulis mengharapkan saran
dan kritikan untuk kesempurnaan Laporan Tugas Akhir ini.
Besar harapan penulis bahwa karya serta tulisan ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa-
mahasiswi, khususnya program studi Sarjana Terapan Teknologi Rekayasa Konstruksi Perkapalan
Sekolah Vokasi Universitas Diponegoro Semarang.

Semarang, 17 Maret 2023

Penulis

ix
DAFTAR ISI

PERNYATAAN KEASLIAN TUGAS AKHIR ...........................................................................iii


HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................................................... iv
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................................................ v
ABSTRAK .....................................................................................................................................vi
KATA PENGANTAR ................................................................................................................ viii
DAFTAR ISI.................................................................................................................................. ix
DAFTAR GAMBAR, GRAFIK, DIAGRAM ..............................................................................vii
DAFTAR TABEL....................................................................................................................... viii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ...................................................................................................................... 1
1.2 Permasalahan ........................................................................................................................ 2
1.3 Tujuan ................................................................................................................................... 2
1.4 Metodologi ............................................................................................................................ 2
1.5 Sistematika ............................................................................................................................ 3
1.6 Relevansi atau Manfaat ......................................................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................................... 6
2.1 Pengertian dan Prinsip Dasar Alat Uji Bending .................................................................... 6
2.2 Kekuatan Pengelasan .......................................................................................................... 10
2.3 HDPE (High Density Polyethylene) ................................................................................... 11
2.4 Proses produksi ................................................................................................................... 12
2.5 Prosedure Pengujian Bending ............................................................................................. 14
2.5.1 Acceptance Criteria Bending Test .............................................................................. 16
2.6 Faktor Keamanan Alat Uji .................................................................................................. 17
2.6.1 Safety Factor ............................................................................................................... 17
2.6.2 Margin of Safety ......................................................................................................... 17
BAB III ANALISIS PERMASALAHAN .................................................................................... 19
3.1 State of The Art ................................................................................................................... 19
3.2 Inti Permasalahan dan Data Dukung ................................................................................... 20
BAB IV PENGUMPULAN DATA/INFORMASI ....................................................................... 22
4.1 Data Primer ......................................................................................................................... 22
4.2 Data Sekunder ..................................................................................................................... 22
BAB V PEMECAHAN MASALAH ............................................................................................ 25
5.1 Survey Lapangan................................................................................................................. 25
5.2 Pembuatan Alat Uji Bending dan Uji Patah ........................................................................ 25
5.3 Pembuatan Sampel Uji Material HDPE .............................................................................. 31
5.3.1 Sampel Uji A .............................................................................................................. 33
x
5.3.2 Sampel Uji B .............................................................................................................. 33
6.1 Hasil Produk Uji Bending ................................................................................................... 35
6.2 Hasil Pengujian Bending ..................................................................................................... 37
6.3 Pembahasan......................................................................................................................... 41
BAB VII PENUTUP ..................................................................................................................... 44
7.1 Kesimpulan ......................................................................................................................... 44
7.2 Saran ................................................................................................................................... 44
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................... 46
LAMPIRAN-LAMPIRAN ........................................................................................................... 49

xi
DAFTAR GAMBAR, GRAFIK, DIAGRAM

Gambar 2.1. Metode three-point bending .............................................................................. 6


Gambar 2.2. Three point bending ........................................................................................... 6
Gambar 2.3. Four point bending ............................................................................................ 7
Gambar 2.4 Simbol recycle HDPE...................................................................................... 11
Gambar 2.5 Cutting Wheel .................................................................................................. 13
Gambar 2.6 Mesin Frais / Milling ....................................................................................... 13
Gambar 2.7 Proses Gurdi .................................................................................................... 14
Gambar 2.8 Mesin Las ........................................................................................................ 14
Gambar 2.9 Penentuan diameter mandril – penekan berdasarkan ASME sec. IX ............... 15
Gambar 2.10 Penentuan diameter mandril – penekan berdasarkan AWS D1.1.................... 15
Gambar 2.11 Penetuan jarak antar penumpu berdasarkan ASME sec. IX............................ 15
Gambar 2.12 Penetuan jarak antar penumpu berdasarkan AWS D1.1 ................................. 16
Diagram 4.1 Alur Pengumpulan Data .................................................................................. 22
Gambar 5.1 Kegiatan Survey Lapangan di Inlastek Welding Institute ................................ 25
Gambar 5.2 Dimensi Support Span dan Span Bending Uji Bendiing Jig pada bend test .... 26
Gambar 5.3 Gambar Besi UNP ........................................................................................... 27
Gambar 5.4 Proses Pembelian dan Pemotongan Bahan ...................................................... 27
Gambar 5.5 Proses Penyambungan Material ....................................................................... 28
Gambar 5.6 Proses Penggerindaan Material Sesudah Di Las .............................................. 28
Gambar 5.7. Hasil Rancang Bangun .................................................................................... 28
Gambar 5.8. Rangka ............................................................................................................. 29
Gambar 5.9.a Support Span Uji Bending ............................................................................. 29
Gambar 5.9.a Support Span Uji Patah .................................................................................. 29
Gambar 5.10.a Span Penekan Uji Bending .......................................................................... 30
Gambar 5.10.b Span Penekan Uji Patah............................................................................... 30
Gambar 5.4.a. Dimensi Sampel uji A ................................................................................... 31
Gambar 5.4.b. Dimensi Sampel Uji B .................................................................................. 31
Gambar 5.11 Gambar Dimensi Bevel Pengelasan Spesimen HDPE .................................... 32
Gambar 6.1 Produk Sambungan Las HDPE Tebal 10 mm Sebelum Diuji .......................... 35
Gambar 6.2 Produk Sambungan Las HDPE Tebal 10 mm Setelah Diuji ............................ 35
Gambar 6.3 Produk Sambungan Las HDPE Tebal 20 mm Sebelum Diuji .......................... 36
Gambar 6.4 Produk Sambungan las HDPE tebal 20 mm Setelah Diuji ............................... 36
Gambar 6.5 Spesimen 1 Mengalami Gagal Patah Ditepi Las .............................................. 37
Gambar 6.6 Spesimen 2 Mengalami Gagal Patah Ditengah Las ......................................... 37
Gambar 6.7 Grafik Rata-Rata Tegangan Bending ............................................................... 40
Gambar 6.8 Grafik Perbandingan Beban Maksimal ............................................................ 41

vii
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Kelebihan dan Kekurangan Metode Three Point dan Four Point Bending ............ 8
Tabel 2.2 Sifat Fisika HDPE ................................................................................................ 12
Tabel 5.1 Ukuran Sampel Uji A ........................................................................................... 33
Tabel 5.2 Ukuran Sampel Uji B ........................................................................................... 33
Tabel 6.1.a Hasil Uji Bending Sambungan las HDPE tebal 10 mm rata ............................... 38
Tabel 6.1.b Hasil Uji Bending Sambungan las HDPE tebal 10 mm ..................................... 38
Tabel 6.2.a Hasil Uji Bending Sambungan las HDPE tebal 20 mm rata ............................... 38
Tabel 6.2.b Hasil Uji Bending Sambungan las HDPE tebal 20 mm timbul .......................... 38
Tabel 6.3 Beban Maksimal pada Sambungan Las HDPE tebal 10 mm dan 20 mm ............. 39
Tabel 6.4 Tegangan Bending Sambungan Las HDPE Tebal 10 mm dan Tebal 20 mm ....... 39
Tabel 6.5 Perbandingan Tegangan Bending antara Produk Sambungan Las HDPE Tebal
10 mm dan Tebal 20 mm ...................................................................................................... 39
Tabel 6.6 Lebar, Tebal, dan Modulus Elastis Produk Sambungan HDPE tebal 10 mm ....... 41

viii
ix
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam pembuatan suatu konstruksi diperlukan material dengan spesifikasi dan sifat-sifat
yang khusus pada setiap bagiannya. Sebagai contoh dalam pembuatan konstruksi kapal,
diperlukan material yang kuat untuk menerima beban. Material juga harus elastis agar pada saat
terjadi pembebanan standar atau berlebih tidak patah. Salah satu contoh material yang sekarang
banyak digunakan pada konstruksi kapal atau umum adalah logam. Meskipun dalam proses
pembuatannya telah diprediksikan sifat mekanik dari logam tersebut, kita perlu benar-benar
mengetahui nilai mutlak dan akurat dari sifat mekanik logam tersebut. Oleh karena itu, sekarang
ini banyak dilakukan pengujian-pengujian terhadap sampel dari material. Pengujian ini
dimaksudkan agar kita dapat mengetahui besar sifat mekanik dari material, sehingga dapat dlihat
kelebihan dan kekurangannya.
Material yang mempunyai sifat mekanik lebih baik dapat memperbaiki sifat mekanik dari
material dengan sifat yang kurang baik dengan cara alloying. Hal ini dilakukan sesuai kebutuhan
konstruksi, khususnya kontruksi kapal. Uji sambungan adalah suatu metode yang digunakan
untuk menguji kekuatan suatu sambungan bahan/material dengan cara memberikan beban gaya
melalui beberapa jenis dan proses pengujian bahan. Hasil yang didapatkan dari pengujian
sambungan sangat penting untuk rekayasa teknik dan desain produk karena menghasilkan data
kekuatan pada sambungan material. Dalam hal ini pengujian tidak merusakpun dapat dilakukan
untuk mengetahui ketahanan dari suatu sambungan bahan. Sifat mekanik yang dapat diketahui
adalah kekuatan dan elastisitas dari sambungan logam tersebut.
Uji tarik banyak dilakukan untuk melengkapi informasi rancangan dasar kekuatan suatu
bahan dan sebagai data pendukung bagi spesifikasi bahan. Nilai kekuatan dan elastisitas dari
material uji dapat dilihat dari kurva uji tarik.
Uji impact adalah pengujian dengan menggunakan pembebanan yang cepat (rapid loading).
Pengujian impact merupakan pengujian yang mengukur ketahanan bahan terhadap beban kejut.
Inilah yang membedakan pengujian impact dengan pengujian tarik dan kekerasan, dimana
pembebanan dilakukan secara perlahan-lahan.
Uji tekuk (bending test) merupakan salah satu bentuk pengujian untuk menentukan mutu
suatu material secara visual. Proses pembebanan menggunakan mandrel atau pendorong yang
dimensinya telah ditentukan untuk memaksa bagian tengah bahan uji atau spesimen tertekuk
diantara dua penyangga yang dipisahkan oleh jarak yang telah ditentukan. Selanjutnya bahan
akan mengalami deformasi dengan dua buah gaya yang berlawanan bekerja pada saat yang
bersamaan. Dalam pemberian beban dan penentuan dimensi mandrel ada beberapa faktor yang
harus diperhatikan, yaitu [1]:
1. Kekuatan tarik (Tensile Strength)
2. Komposisi kimia dan struktur mikro terutama kandungan Mn dan C
3. Tegangan luluh (yield).
Berdasarkan posisi pengambilan spesimen, uji bending dibedakan menjadi 2 yaitu
transversal bending dan longitudinal bending.
Pentingnya pengujian bending untuk mengetahui kemampuan sifat mekanik dari bahan,
bahan baja terutama hasil pengelasan untuk mengetahui kelenturan bahan dan kekuatan bahan
uji. Pengujian bending banyak dilakukan untuk menguji kemampuan tekuk material hasil
pengelasan
Kasus seperti diatas membuat kami berpikir dan terinspirasi untuk membuat alat uji yang
bersifat sederhana dan mudah untuk dioperasikannya. Kami memilih salah satu cara pengujian
yaitu uji lengkung (bending), sehingga kami berharap dengan alat uji lengkung (bending) ini kita
dapat mengetahui kekuatan lengkung dari sambungan las yang dikhususkan untuk kontruksi

1
kapal. Alat uji lengkung ini (bending) dapat menguji produk seperti logam, keramik dan
komposit tetapi dalam dimensi yang kecil.
Pengujian bending test pada material yang keras dan getas adalah cara terbaik untuk
menentukan kekuatan dan kegetasan pada meterial. Pada pengujian bending test, bagian atas
spesimen akan mengalami tegangan tekan dan bagian bawah akan mengalami tegangan tekan.
Bentuk spesimen pengujian bending test sesuai dengan standar Amerika ASTM D 790-3.
Sebagai mahasiswa perkapalan tentunya mempertimbangkan kapal yang akan dibuat dan
nantinya dapat dioprasikan secara tangguh dalam kondisi apapun dan terjamin keselamatannya.
Untuk itu perlu adanya terobosan baru untuk membuat kapal yang berbahan alternative baru.
Polietilena berdensitas tinggi (High density polyethylene, HDPE) dapat di jadikan sebagai bahan
alternative sebagai dasar pembuatan kapal karena banyak sekali keunggulan yang ada pada
bahan ini untuk pembuatan kapal.
Untuk mengembangkan penelitian tersebut, peneliti tertarik dengan salah satu pengujian
uji lengkung (bending) yang akan dijadikan topik Tugas Akhir yang berjudul “Alat Uji Kualitas
Sambungan Las Kontruksi Kapal Pada Material High Density Polyethylene (HDPE) ”.
Harapan dengan alat uji (bending dan patah) ini kita dapat membantu mengetahui kekuatan
bending hasil sambungan las yang memiliki karakteristik kuat, ulet, ringan dapat dimanfaatkan
sebagai bahan kontruksi kapal ataupun untuk kepentingan lain yang dapat meningkatkan
efektifitas proses pembelajaran dan praktikum di kampus.

1.2 Permasalahan
Pada Tugas Akhir ini, akan direncanakan rancang bangun mesin uji lengkung atau bending
sistem hidrolik dimana proses kerjanya menggunakan tenaga hidrolik sebagai sumber gaya
tekan. Dan cara pembuatan alatnya haruslah sesuai dengan standar nasional yang berlaku,
sehingga pada pembuatan alat uji ini muncul beberapa permasalahan:

1. Bagaimana pembuatan desain alat uji bending dan uji patah yang bisa dibuat dan sesuai
dengan standar yang berlaku?
2. Bagaimanakah hasil uji dari pengujian bending sambungan las material High Density
Polyethylene (HDPE)?

Hidrolik yang kami gunakan memiliki gaya tekan maksimal sebesar 12 ton. Alat uji ini
dapat menguji material selain logam tetapi dalam dimensi yang kecil. Selain itu alat ini
diharapkan dapat multifungsi. Selain sebagai alat pengujian tekan juga dapat digunakan untuk
alat lain yang sistem kerjanya sama, seperti alat tekan, alat uji patah, pencetak atau apapun.

1.3 Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh gelar Sarjana
Terapan pada program studi Teknologi Rekayasa Konstruksi Perkapalan Sekolah Vokasi
Universitas Diponegoro. Namun, secara umum bertujuan untuk:
a. Merancang alat uji lengkung atau bending test sekaligus bisa digunakan untuk
uji patah.
b. Mengetahui kekuatan material atau kekuatan pengelasan kontruksi kapal.

1.4 Metodologi
Adapun dalam penelitian ini penulis menggunakan metode:
1.4.1 Survey Lapangan
Survei dilakukan dengan metode wawancara secara langsung kepada pihak – pihak
terkait. Sebelum membuat alat uji sambungan las yang sesuai standar, terlebih dahulu
penulis melakukan observasi berupa mencari informasi tentang alat uji bending dan uji

2
patah sambungan las beserta komponen dan standarisasi-nya, dan bagaimana cara
melakukan uji bending dan uji patah sambungan las dengan mencari informasi melalui data
sekunder yang bersumber dari Website, buku – buku , dan studi literatur serta sumber yang
berkaitan dengan tema pembahasan dan data primer didapat langsung dari observasi dalam
eksperimen uji bending dan uji patah sambungan las yang akan dilakukan, data hasil uji.

1.4.2 Pembuatan Desain dan Perhitungan Konstruksi


Dalam pembuatan desain serta perhitungan konstruksi alat uji ini mengacu pada
standar ASME sec.IX dan data yang diperoleh pada saat survey lapangan dengan modifikasi
ukurannya. Adapun modifikasi tersebut disesuaikan dengan beberapa hal agar alat uji dapat
digunakan semaksimal mungkin.

1.4.3 Produksi Alat Uji


Produksi diawali dengan menggambar desain alat uji sesuai standar ASME.
Dilanjutkan dengan pembelian bahan dan cutting besi plat dan pipa. Lalu dilakukan
pengeboran dan penguliran pada pipa untuk sebagai pencengkram antara penekan dengan
hidrolik. Langkah selanjutnya yaitu penyambungan dengan pengelasan yang dimulai dari
menyambung antara pipa dan plat besi penekan kemudian dilanjutkan dengan
penyambungan plat besi penumpu dengan plat alas/dasar, pada alat uji ini penumpu
diletakan diatas besi memanjang UNP yang sudah diatur tingginya.
Langkah berikutnya adalah penggerindaan untuk merapikan hasil sambungan las
yang kurang rapi. Kemudian dilanjutkan dengan perakitan pada komponen komponen agar
menjadi konstruksi yang sesuai dengan perencanaan. Lalu diakhiri pengecatan. Pengecatan
adalah salah satu pelapisan pada benda logam maupun non logam dengan tujuan untuk
memperindah tampilan atau untuk melapisi dan melindungi material besi dari kontak
langsung dengan lingkungan sekitar

1.4.4 Uji Coba/Trial


Uji coba alat uji ini dilakukan pada saat alat uji telah selesai diproduksi.Metode
yang digunakan yaitu three point bending sesuai standar ASTM D790, three point
bending adalah cara pengujian yang menggunakan 2 tumpuan dan 1 penekan. Pengujian
ini dilakukan di workshop D4 Teknologi Rekayasa Kontruksi Perkapalan Sekolah Vokasi
Universitas Diponegoro. Apabila ada hal yang kurang akan dikaji kemudian diperbaiki
sebagaimana mestinya.

1.5 Sistematika
Adapun sistematika penulisan tugas akhir ini adalah:
1.5.1 Bagian Awal
a. Pernyataan Keaslian Tugas Akhir
b. Halaman Pengesahan Tugas Akhir
c. Halaman Pengesahan Sidang
d. Abstrak
e. Kata Pengantar
f. Daftar Isi
g. Daftar Gambar, Grafik, Diagram
h. Daftar Tabel

3
1.5.2 Bagian Batang Tubuh
a. Pendahuluan
b. Tinjauan Pustaka
c. Analisis Permasalahan
d. Pengumpulan Data/Informasi
e. Pemecahan Masalah
f. Uji Coba
g. Penututup

1.5.3 Bagian Akhir


a. Daftar Pustaka
b. Lampiran – Lampiran
1.6 Relevansi atau Manfaat
Penelitian ini diharapkan dapat memiliki manfaat:
a) mengetahui kekuatan bending dan uji patah hasil sambungan las yang memiliki
karakteristik kuat, ulet, ringan dapat dimanfaatkan sebagai bahan kontruksi kapal,
pada pengujian ini menguji sambungan las material High Density Polyethylene
(HDPE).
b) Memberikan fasilitas yang dapat meningkatkan efektifitas proses pembelajaran dan
praktikum di workshop D4 Teknologi Rekayasa Kontruksi Perkapalan Sekolah
Vokasi Universitas Diponegoro.
c) Sebagai bahan masukan perkembangan ilmu pengetahuan dibidang ilmu material
alternatif dan penelitian lebih lanjut.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian dan Prinsip Dasar Alat Uji Bending

Alat uji bending adalah alat yang digunakan untuk melakukan pengujian kekuatan lengkung
(bending) pada suatu bahan atau material. Pada umumnya alat uji bending memiliki beberapa
bagian utama, seperti: rangka, alat tekan, point bending dan alat ukur. Rangka berfungsi sebagai
penahan gaya balik yang terjadi pada saat melakukan uji bending. Rangka harus memiliki
kekuatan lebih besar dari kekuatan alat tekan, agar tidak terjadi kerusakan pada rangka pada saat
melakukan pengujian. Alat tekan berfungsi sebagai alat yang memberikan gaya tekan pada benda
uji pada saat melakukan pengujian. Alat penekan harus memiliki kekuatan lebih besar dari benda
yang di uji (ditekan). Point bending berfungsi sebagai tumpuan benda uji dan juga sebagai penerus
gaya tekan yang dikeluarkan oleh alat tekan. Panjang pendek tumpuan point bending berpengaruh
terhadap hasil pengujian. Alat ukur adalah suatu alat yang yang menunjukan besarnya kekuatan
tekan yang terjadi pada benda uji. [2]
Pengujian bending merupakan pengujian sifat mekanik spesimen, digunakan pada kontruksi
atau komponen yang menerima beban lentur maupun fabrikasi pelengkungan. Pelengkungan
(bending) merupakan pembebanan satu titik ditengah-tengah dari bahan yang ditahan pada
tumpuan.
Pengujian bending bertujuan untuk mengetahui berbagai aspek yaitu:

1. Kekuatan dan tegangan bending (σ)


2. Defleksi sudut yang terbentuk oleh lenturan (δ)
3. Elastisitas (E)

Gambar 2.1. Metode three-point bending [3]

Untuk mengetahui kekuatan bending suatu material dapat dilakukan dengan pengujian
bending terhadap material HDPE tersebut. Kekuatan bendingatau kekuatan lengkung adalah
tegangan bending terbesar yang dapat diterima akibat pembebanan luar tanpa mengalami
deformasi yang besar atau kegagalan. Besar kekuatan bending tergantung pada jenis material dan
pembebanan. Dalam material HDPE,biasanya kekuatan tekan memiliki nilai yang berbeda dan
lebih tinggi dibandingkan dengan kekuatan tekan. pada umumnya, material HDPE mempunyai
nilai modulus elastisitas bending yang berbeda dengan nilai modulus elastisitas tekannya. Akibat
pengujian bending, pada bagian atas spesimen mengalami tekanan, dan bagian bawah mengalami
tekanan. Kegagalan yang terjadi akibat uji bending HDPE yaitu mengalami patah pada bagian
bawah karena tidak mampu menahan tegangan tekan. [4].
Uji bending adalah suatu proses pengujian material dengan cara di tekan untuk
mendapatkan hasil berupa data tentang kekuatan lengkung (bending) suatu material yang di uji.

6
Proses pengujian bending memiliki 2 macam pengujian, yaitu 3 point bending dan 4 point
bending. Untuk melakukan uji bending ada factor dan aspek yang harus dipertimbangkan
yaitu :

a) Tekanan (p)

Tekanan adalah perbandingan antara gaya yang terjadi dengan luasan benda yang dikenai
gaya. Besarnya tekanan yang terjadi dipengaruhi oleh dimensi benda yang di uji. Dimensi
mempengaruhi tekanan yang terjadi karena semakin besar dimensi benda uji yang digunakan
maka semakin besar pula gaya yang terjadi. Selain itu alat penekan juga mempengaruhi
besarnya tekanan yang terjadi. Alat penekan yang digunakan menggunakan system hidrolik.
Hal lain yang mempengaruhi besar tekanan adalah luas penampang dari torak yang digunakan.
Maka daya pompa harus lebih besar dari daya yang dibutuhkan. Dan motor harus bias melebihi
daya pompa, perhitungan tekanan [5]:

p = .................................................................................................... (2.1)

Keterangan rumus:
P = tekanan (Kgf/ )
F = gaya atau beban (kgf)
A = luas penampang (m2)

P = ................................................................................................... (2.2)

Keterangan rumus:
P = daya (kw)
p = tekanan (bar)
Q = laju aliran (l/min)

b) Benda uji

Benda uji adalah suatu benda yang di uji kekuatan lengkungnya dengan menggunakan
alat uji bending. Jenis material benda uji yang digunakan sebagai benda uji sangatlah
berpengaruh dalam pengujian bending. Karena tiap jenis material memiliki kekuatan lengkung
yang berbeda-beda, yang nantinya berpengaruh terhadap hasil uji bending itu sendiri.

c) Point Bending

Point bending adalah suatu sistem atau cara dalam melakukan pengujian lengkung
(bending). Point bending ini memiliki 2 tipe, yaitu: three point bending dan four point bending.
Perbedaan dari kedua cara pengujian ini hanya terletak dari bentuk dan jumlah point yang
digunakan, three point bending menggunakan 2 point pada bagian bawah yang berfungsi
sebagai tumpuan dan 1 point pada bagian atas yang berfungsi sebagai penekan sedangkan four
point bending menggunakan 2 point pada bagian bawah yang berfungsi sebagai tumpuan dan
2 point (penekan) pada bagian atas yang berfungsi sebagai penekan. Selain itu juga terdapat
beberapa kelebihan dan kelemahan dari cara pengujian three point dan four point.

7
Tabel 2.1. Kelebihan dan Kekurangan Metode Uji Three Point Bending dan Four
Point Bending [6]
Three Point Bending Four Point Bending
Kelebihan
+ Kemudahan persiapan spesimen dan + Penggunaan rumus perhitungan
pengujian lebih mudah
+ Pembuatan point lebih mudah + Lebih akurat hasil pengujiannya

Kekurangan
- Kesulitan menentukan titik tengah - Pembuatan point lebih rumit
persis, karena jika posisi tidak di - 2 point atas harus bersamaan
tengah persis penggunaan rumus menekan benda uji. Jika salah
berubah satu point lebih dulu menekan
- Kemungkinan terjadi pergeseran, benda uji maka terjadi three point
sehingga benda yang diuji pecah/patah bending, sehingga rumus yang
tidak tepat di tengah maka rumus yang digunakan berbeda.
digunakan kombinasi tegangan
lengkung
dengan tegangan geser

Secara umum proses pengujian bending memiliki 2 cara pengujian, yaitu: Three point
bending dan Four point bending. Kedua cara pengujian ini memiliki kelebihan dan kekurangan
masing-masing karena tiap cara pengujian memilki cara perhitungan yang berbeda-beda.

a. Three Point Bending

Three point bending adalah cara pengujian yang menggunakan 2 tumpuan dan 1
penekan.

Gambar 2.2. Three point bending [6]

Perhitungan yang digunakan :

σf = .............................................................................................................. (2.3)

Keterangan rumus:
σf = Tegangan lengkung (kgf/mm2)
P = beban atau Gaya yang terjadi (kgf)
L = Jarak point (mm)

8
b = lebar benda uji (mm)
d = Ketebalan benda uji (mm)

b. Four Point Bending

Four point bending adalah cara pengujian yang menggunakan 2 tumpuan dan 2
penekan

Gambar 2.3. Four point bending [6]

Perhitungan yang digunakan :

σf = .................................................................................................................... (2.4)

Keterangan:
σf = Tegangan lengkung (kgf/mm2 )
P = beban atau Gaya yang terjadi (kgf)
L = Jarak point (mm)
b = lebar benda uji (mm)
d = ketebalan benda uji (mm)

d) Rangka

Rangka berfungsi sebagai penahan kekuatan balik dari gaya tekan yang dihasilkan
oleh alat penekan pada saat proses pengujian. Selain itu rangka juga berfungsi sebagai
dudukan komponen-komponen lain, sehingga ukuran dari rangka haruslah lebih besar dari
komponen-komponen tersebut.

e) Alat Ukur
Alat ukur befungsi sebagai pembaca data hasil pengukuran pada saat pengujian
berlangsung. Angka-angka yang di tunjukkan oleh alat ukur nantinya di olah lagi dalam
perhitungan untuk mendapatkan data yang inginkan. Pada umunya alat ukur yang
digunakan adalah alat pengukur tekanan.

9
2.2 Kekuatan Pengelasan
Berdasarkan definisi dari Deutche Indusrtries Normen (DIN), las adalah ikatan metalurgi
pada sambungan logam atau logam paduan yang dilaksanakan dalam keadaan lumer atau cair.
Definisi tersbut dapat dijabarkan lebih lanjut bahwa las adalah sambungan setempat dari beberapa
batang logam yang menggunakan energi panas. Las juga dapat diartikan penyambungan dua buah
logam sejenis maupun tidak sejenis dengan cara memanaskan (mencairkan) logam tersebut di
bawah atau di atas titik leburnya, disertai dengan atau tanpa tekanan dan disertai atau tidak disertai
logam pengisi [7].
Berdasarkan cara kerjanya, pengelasan diklasifikasikan menjadi tiga kelas utama yaitu:
pengelasan cair, pengelasan tekan dan pematrian. Kekuatan las dipengaruhi oleh beberapa faktor,
oleh karena itu penyambungan dalam proses pengelasan harus memenuhi beberapa syarat, antatra
lain:
a. Benda yang dilas tersebut harus dapat cair atau lebur oleh panas.
b. Antara benda-benda padat yang disambungkan tersebut terdapat kesamaan sifat lasnya,
sehingga tidak melemahkan atau meninggalkan sambungan tersebut.
c. Cara-cara penyambungan harus sesuai dengan sifat benda padat dan tujuan dari
penyambungannya.
Uji sambungan adalah suatu metode yang digunakan untuk menguji kekuatan suatu
sambungan bahan/material dengan cara memberikan beban gaya melalui beberapa jenis dan
proses pengujian bahan. Hasil yang didapatkan dari pengujian sambungan sangat penting untuk
rekayasa teknik dan desain produk karena menghasilkan data kekuatan pada sambungan material.
Pengujian sambungan material digunakan untuk mengukur ketahanan suatu material terhadap
gaya statis maupun dinamis yang dibebankan pada benda dengan sambungan tertentu. Salah satu
cara untuk mengetahui besaran sifat mekanik dari sambungan logam adalah dengan uji tarik, uji
bending, uji impak, dan beberapa pengujian merusak lainnya. Dalam hal ini pengujian tidak
merusakpun dapat dilakukan untuk mengetahui ketahanan dari suatu sambungan bahan. Sifat
mekanik yang dapat diketahui adalah kekuatan dan elastisitas dari sambungan logam tersebut.
Tujuan dilakukannya pengujian adalah untuk menentukan kualitas produk-produk atau
spesimen-spesimen tertentu, sedangkan tujuan pemeriksaan adalah untuk menentukan apakah
hasil pengujian itu relatif dapat diterima menurut standar-standar kualitas tertentu atau tidak
dengan kata lain tujuan pengujian dan pemeriksaan adalah untuk menjamin kualitas dan
memberikan kepercayaan terhadap konstruksi yang dilas. Untuk program pengendalian prosedur
pengelasan, pengujian dan pemeriksaan dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok sesuai
dengan pengujian dan pemeriksaan dilakukan yaitu sebelum, selama atau setelah pengelasan.
Pengujian/pemeriksaan yang dilakukan sebelum pengelasan meliputi: pemeriksaan peralatan las,
material pengelasan yang akan digunakan; pengujian verifikasi prosedur pengelasan yang harus
sesuai dengan prosedur pengelasan yang memadai; dan pengujian kualifikasi juru las sesuai
dengan ketrampilan juru las.
Pemeriksaan untuk verifikasi pemenuhan standar pengelasan meliputi pemeriksaan
kemiringan baja yang dilas, dan pemeriksaan galur- galur las pada setiap sambungan.
Pengujian/pemeriksaan yang dilakukan selama proses pengelasan meliputi: pemeriksaan tingkat
kekeringan dan kondisi penyimpanan elektrode pengelasan; pemeriksaan las ikat; pemeriksaan
kondisi- kondisi pengelasan terpending (arus listrik, tegangan listrik, kecepatan proses pengelasan,
urutan proses pengelasan, dsb.); pemeriksaan kondisi-kondisi sebelum dilakukan pemanasan; dan
pemeriksaan status sumbing-belakang.
Pengujian/pemeriksaan yang dilakukan setelah proses pengelasan meliputi: pemeriksaan
temperatur pemanasan dan tingkat pendinginan sesudah proses pemanasan dan pelurusan;
pemeriksaan visual pada ketelitian ukuran; dan pemeriksaan pada bagian dalam dan permukaan
hasil las yang rusak.

10
2.3 HDPE (High Density Polyethylene)
Plastik adalah zat organik yang dihasilkan dari senyawa-senyawa yang pada umumnya
terbentuk dari unsur karbon (C), hidrogen (H), oksigen (O) dan nitrogen (N). Zat organik dapat
dibuat sintetis dari bahan mentah minyak bumi, karena minyak bumi mengandung lebih dari 1000
macam senyawa hidrokarbon. HDPE (High Density Polyethylene) terbentuk dari gabungan dari
banyak molekul-molekul kecil/monomer yang akan membentuk makro molekul, maka disebut
jugapolymer. Polymer terbentuk dari gabungan banyak molekul yang sama atau mirip jenisnya.
Proses pembuatan polymer ini disebut polimerisasi, yang melibatkan energi panas dan katalisator
untuk memisahkan ikatan dalam suatu molekul agar dapat terjadi ikatan dengan molekul-molekul
lain yang sejenis [8]. Polietilena berdensitas tinggi (High density polyethylene, HDPE) adalah
polietilena termoplastik yang terbuat dari minyak bumi. HDPE dapat didaur ulang,dan memiliki
nomor 2 pada simbol daur ulang, seperti yang terlihat pada gambar 3.3

Gambar 2.4 Simbol recycle HDPE [9]

HDPE atau High Density Polyethylene merupakan bahan termoplastik terdiri dari karbon
dan hidrogen bergabung bersama terbentuklah produk dengan massa molekul yang tinggi. Gas
metana dikonversi menjadi etilen, lalu dengan menerapkan panas dan tekanan, menjadi polyetilen.
Siklus polimer mungkin 500.000–1.000.000 dari panjang unit karbon. HDPE memiliki struktur
linier, dengan sedikit atau tidak sama sekali percabangan. Molekul rantai samping pendek dan
panjang ada dengan molekul rantai utama panjang polimer. Semakin lama rantai utama, semakin
besar jumlah atom, dan akibatnya, semakin besar berat molekul. Berat molekul, berat molekul
distribusi dan jumlah cabang menentukan banyak dari sifat mekanik dan kimia dari produk akhir.
Resin polietilena berdensitas tinggi memiliki proporsi kristal yang lebih besar daerah dari
polietilen densitas rendah. Distribusi ukuran dan ukuran daerah kristal adalah penentu kekuatan
Tekan dan ketahanan retak densitas tinggi. [10]

Sifat Material HDPE:


a. Bersifat keras hingga semifleksibel.
b. Tahan terhadap bahan kimia dan kelembaban.
c. Dapat ditembus gas.
d. Permukaan berlilin dan buram.
e. Mudah diwarnai, diproses dan dibentuk.
f. Melunak pada suhu 750C.
g. Biasanya digunakan untuk botol susu cair, jus, minuman, wadah es krim, kantong
belanja, obat, tutup plastik.
h. Disarankan hanya untuk satu kali penggunaan karena jika digunakan berulang kali
dikhawatirkan bahan penyusunnya lebih mudah bermigrasi ke dalam pangan.
i. Tidak berbau, tidak berbintik, dan tidak mudah jebol.
j. Saling melekat satu sama lain.
k. Tahan terhadap suhu dari -100 hingga 200°C.

11
l. Ketahahan yang baik terhadap sebagian besar larutan.
m. Kekuatan regangan yang lebih tinggi dibandingkan dengan bentuk – bentuk
polyethylene atau plastik lainnya. n. Bahan yang relatif kaku dengan ketahanan suhu
yang fungsional

Keuntungan bahan HDPE dalam pembuatan kapal [11]:

a) HDPE sangat tahan lama terhadap penuaan dan korosi bahan (minimal 50 tahun
terakhir), daya tahan Perahu HDPE lebih panjang dari perahu lain yang terbuat dari
bahan lainnya.
b) Durability rift bagus artinya damagenya kecil.
c) HDPE fleksibel dan tahan lama, tahan terhadap yang terburuk kondisi cuaca.
d) Lebih mudah dirakit daripada bahan HDPE dibandingkan dengan baja, kayu,
aluminium atau lainnya.
e) Polyethylene memiliki keunggulan anti korosi.
f) Tidak beracun dan mudah dibersihkan.
g) Kapal HDPE tidak membutuhkan cat atau perawatan apapun.
h) Tahan terhadap ultra violet, stabil, tahan api dan rendah

Untuk sifat fisika dari HDPE (High density polyethylene) dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.2 Sifat Fisika HDPE [12]

2.4 Proses produksi


Produksi adalah kegiatan untuk menghasilkan barang atau jasa dari bahanbahan atau sumber-
sumber faktor produksi dengan tujuan untuk dijual kembali. Dapat diambil kesimpulan bahwa
proses produksi merupakan kegiatan untuk menciptakan atau menambah kegunaan suatu barang
atau jasa dengan menggunakan faktor-faktor yang ada seperti tenaga kerja, mesin, bahan, dan dana
agar lebih bermanfaat bagi kebutuhan manusia.

Proses produksi pada pemesinan yang dilakukan antara lain:


a) Proses Pemotongan
Proses pemotongan merupakan suatu proses yang digunakan untuk mengubah bentuk
suatu produk (komponen mesin) dari logam dengan cara memotong. Berdasarkan pada cara
pemotongannya, proses pemotongan logam dapat dikelompokkan menjadi empat
kelompok dasar, yaitu:
1. Proses pemotongan dengan mesin las,
2. Proses pemotongan dengan mesin pres,

12
3. Proses pemotongan dengan mesin perkakas,
4. Proses pemotongan non-konvensional (Electrical Discharge Machining, Chemical
Milling, dsb) [13]

Gambar 2.5 Cutting Wheel [13]


b) Proses Frais (Milling)
Proses pemesinan frais (milling) adalah proses penyayatan benda kerja
menggunakan alat potong dengan mata potong jamak yang berputar. Proses
penyayatan dengan gigi potong yang banyak yang mengitari pisau ini bisa
menghasilkan proses pemesinan lebih cepat. Permukaan yang disayat bisa
berbentuk datar, menyudut, atau melengkung. Permukaan benda kerja bisa juga
berbentuk kombinasi dari beberapa bentuk. Mesin (Gambar 7.1.) yang digunakan
untuk memegang benda kerja, memutar pisau, dan penyayatannya disebut Mesin
Frais (Milling Machine).[13]

Gambar 2.6 Mesin Frais / Milling [13]

c) Proses Gurdi (Pengeboran)


Proses gurdi / bor adalah proses pemesinan yang paling sederhana di antara proses
pemesinan yang lain. Proses gurdi dimaksudkan sebagai proses pembuatan lubang bulat
dengan menggunakan mata bor (twist drill), [13].

13
Gambar 2.7 Gambar Proses Gurdi [13]
d) Proses Pengelasan
Proses pengelasan dilakukan guna untuk menyatukan bagian-bagian rangka.
Berdasarkan cara kerjanya pengelasan dapat dibagi dalam tiga kelas utama yaitu pengelasn
cair, pengelasan tekan, dan pematrian.
a. Pengelasan cair adalah cara pengelasan di mana sambungan dipanaskan sampai
mencair dengan sumber panas dari busur listrik atau semburan api gas yang terbakar.
b. Pengelasan tekan adalah cara pengelasan di mana sambungan dipanaskan dan
kemudian ditekan hingga menjadi satu.
c. Pematrian adalah cara pengelasan di mana sambungan diikat dan disatukan dengan
menggunakan paduan logam yang mempunyai titik cair rendah. Dengan cara ini
logam induk tidak turut cair. Gambar 2.12 menunjukkan mesin las [13].

Gambar 2.8 Mesin Las

2.5 Prosedure Pengujian Bending


Dalam pemberian beban dan penentuan dimensi mandril ada beberapa faktor yang harus
diperhatikan, yaitu :
a. P-No. dari material yang diuji.
b. Elongation dari material yang diuji.
c. Kekuatan luluh ( yield strength) dari material yang diuji.
Berdasarkan standard and code ASME sec. IX, ukuran diameter mandril ditentukan
berdasarkan P-No. dari material yang diuji. Namun jika P-No. material tidak ditemukan pada
referensi di standar tersebut, maka dapat digunakan data elongation material uji untuk mencari
diameter mandril atau penekan.
Berbeda dengan standard and code ASME sec. IX yang menggunkan P-No. dan data
elongation material, pada standar yang lain yaitu AWS D1.1 justru menggunakan data kekuatan
luluh ( yield strength) dari material yang diuji untuk menentukan diameter mandril atau penekan.
Pada Gambar 7 dapat dilihat cara penentuan diameter mandril / penekan berdasarkan standard
and code ASME sec. IX.[14]

14
Gambar 2.9 Penentuan diameter mandril – penekan berdasarkan ASME sec. IX [10]

Gambar 2.10 Penentuan diameter mandril – penekan berdasarkan AWS D1.1 [11]

Selain itu juga diatur mengenai jarak antara penumpu dan mandril atau penekan. Skema serta
jarak penentuan pengujian dapat dilihat pada Gambar 9 dan Gambar 10.

Gambar 2.11 Penetuan jarak antar penumpu berdasarkan ASME sec. IX

15
Gambar 2.12 Penetuan jarak antar penumpu berdasarkan AWS D1.1

2.5.1 Acceptance Criteria Bending Test :


Kriteria Keberterimaan Pengujian Tekuk (Acceptance Criteria Bending Test):
a. Syarat Keberterimaan Berdasarkan ASME sec. IX.
Untuk dapat lulus dari uji tekuk (bending) berdasarkan standard and code ASME sec.
IX maka hasil pengujian harus memenuhi kriteria berikut ini :
1. Keretakan pada weld metal atau HAZ maksimal 3 mm diukur dari segala arah pada
permukaan cembung yang telah ditekuk.
2. Retak pada pojok permukaan yang telah ditekuk tidak diperhitungkan. Kecuali yang
disebabkan oleh slag inclusión , lack of fusion , atau cacat lainnya.
3. Pada pengelasan overlay cladding tidak boleh terdapat retak terbuka melebihi 1.5
mm dihitung dari segala arah. Pada interface tidak boleh terdapat retak terbuka
melebihi 3 mm.

b. Syarat Keberterimaan Berdasarkan AWS D1.1.


Untuk dapat lulus dari uji tekuk (bending) berdasarkan standard and code AWS D1.1
maka hasil pengujian harus memenuhi kriteria berikut ini [15]:
1. Keretakan maksimal 3 mm diukur dari segala arah pada permukaan cembung yang
telah ditekuk.
2. Jumlah cacat terbesar tidak boleh melebihi 10 mm pada cacat yang ukurannya
antara 1 mm sampai 3 mm.
3. Retak pada pojok permukaan maksimal 6 mm, kecuali yang disebabkan oleh slag
inclusión atau cacat fusi yang lainnya maka maksimal dimensi yang diperbolehkan
adalah 3 mm

16
2.6 Faktor Keamanan Alat Uji
2.6.1 Safety Factor
Safety factor atau faktor keamanan adalah faktor yang digunakan untuk mengevaluasi
keamanan dari suatu bagian mesin (Shigley dan Mitchell, 1984: 11). Untuk menghindari
terjadinya keruntuhan struktur (structure-failure) maka kekuatan sebenarnya dari suatu bahan
haruslah melebihi kekuatan yang dibutuhkan. Perbandingan dari kekuatan sebenarnya terhadap
kekuatan yang dibutuhkan disebut faktor keamanan (𝑆𝑓) yang dirumuskan:

𝑆𝑓 = 𝑘𝑒𝑘𝑢𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑠𝑒𝑏𝑒𝑛𝑎𝑟𝑛𝑦𝑎 ..............................................(16)


𝑘𝑒𝑘𝑢𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑏𝑢𝑡𝑢� 𝑘𝑎𝑛

Faktor keamanan harus lebih besar dari 1.0 untuk menghindari terjadinya kegagalan atau
keruntuhan struktur [6] namun dalam dunia penerbangan batas minimum dari nilai faktor
keamanan adalah 1,5 yang dijelaskan dalam 14 CFR Part 23.303. Keruntuhan struktur dapat
berarti patah atau runtuhnya suatu struktur atau dapat berarti bahwa deformasinya telah
melampaui beberapa harga batas sehingga strukturnya tidak lagi mampu memperlihatkan
fungsinya yang diharapkan

2.6.2 Margin of Safety

Margin of Safety (MoS atau MS) digunakan untuk mendeskripsikan erbandingan antara
kekuatan dari struktur yang dibutuhkan. Adapun perhitungan matematis dapat dirumuskan sebagai
berikut:

𝑀𝑎𝑟𝑔𝑖𝑛 𝑜𝑓 𝑠𝑎𝑓𝑒𝑡𝑦 = 𝐹𝑎𝑖𝑙𝑢𝑟𝑒 𝐿𝑜𝑎𝑑 – 1


𝐷𝑒𝑠𝑖𝑔𝑛 𝐿𝑜𝑎𝑑

𝑀𝑎𝑟𝑔𝑖𝑛 𝑜𝑓 𝑠𝑎𝑓𝑒𝑡𝑦 = 𝐹𝑎𝑐𝑡𝑜𝑟 𝑜𝑓 𝑠𝑎𝑓𝑒𝑡𝑦 − 1 ......................................... (17)

Jika MS = 0, maka part yang diberikan beban tambahan tidak akan mengalami kegagalan, tetapi
jika margin of safety bernilai negatif, maka struktur akan mengalami kegagalan.

17
18
BAB III
ANALISIS PERMASALAHAN

3.1 State of The Art


Pemanfaatan bahan daur ulang dari HDPE sudah banyak diteliti sebagai material komposit
baru, disamping FRP (fiberglass reinforced plastic) atau GRP (glass fibre reinforced plastic).
Penelitian sebelumnya pada material komposit baru untuk mengetahui sifat mekanik dan
morfologi (morphologies and mechanical properties) dari komposit HDPE berbasis isian bambu
(flour) berpengaruh sebagai kristal alami untuk elastomer modifier dalam komposit PE, kemudian
mengkombinasikan sistem pengubah EPR-g-MA dan PE-g-MA, tingkat pemberian tepung bambu
dalam presentasi kombinasi pengubah. [16]
Penelitian yang dilakukan oleh D.G. Dikobe, dan A.S. Luyt, untuk mengetahui sifat
morfologi dari komposit blends of PP/HDPE dan MAPP/HDPE dengan tepung kayu (wood
Power/WP). WP yang terintegrasi dalam komposit memberikan kekuatan tambahan pada MAAP.
Terjadi peningkatan dalam modulus Young dan tekanan saat bagian WP ditambah, dan lebih jelas
kelihatan pada komposit PP/HDPE/WP. Shantha, Johan, dan Azman melakukan penelitian untuk
mengetahui sifat mekanik dari komposit menggunakan tepung nonmetal berasal dari bahan daur
ulang limbah PCB (printed circuit board) sebagai pengisi komposit HDPE (recycled HDPE). [17]
Penelitian pemanfaatan bahan daur ulang HDPE, sebagai campuran beton (concrete) untuk
bahan bangunan pernah dilakukan Ninoslav dkk, menemukan bahwa penambahan 3% s/d 14%
bahan serat dari daur ulang HDPE dalam beton memberikan peningkatan pada kekuatan tarik (the
tensile strength) dan modulus lentur (flexural (rupture) modulus). [18]
Tim Periset/Penelitian TRKP SV UNDIP tahun 2020 melakukan penelitian yang berbeda
yaitu dengan memanfaatkan limbah drum HDPE (blue HDPE drum scrap) yang dibentuk menjadi
profil konstruksi, dengan perlakukan panas untuk drum HDPE yang dijadikan lembaran, lembaran
ini disatukan beberapa lapisan (material laminasi) kemudian diuji kekuatan tarik dan tekannya.
Pelapisan bahan dan muat profil konstruksi diharapkan akan memberikan kekuatan tekan yang
lebih baik, sehingga dapat dijadikan bahan konstruksi kapal ikan nelayan tradisional. [19]
Hasil penelitian tersebut adalah data uji tarik sambungan pengelasan satu lapis diperoleh
maximum point load rata-rata adalah 1011,939 N (newton) dengan Maximum Poin Stress 17,110
(MPa). Hasil uji sambungan pengelasan dua lapis diperoleh Maximum Poin Load rata-rata adalah
2324,262 N (newton) dengan maximum point stress 16,4750 (MPa). Hasil uji tekan sambungan
las dua lapis rata-rata 104,18 (newton), bending stress 23,36 MPa dengan modulus 692,41 MPa
sampai dengan 1301,40 MPa.
Tim Periset/Penelitian TRKP SV UNDIP tahun 2021, High-Density Polyethylene(Hdpe)
Welded Joint Testing for Fishing Boat Construction, pada kesempatan ini tim membatasi kapal
penangkap ikan dengan panjang maksimum 12 m, dengan panjang kapalikan 12 m memiliki
displacement sebesar 22,282 t, gaya nominal yang bekerja pada lambung kapal adalah 4,87 kN/m2
(0,00487MPa), dan membutuhkan material untuk lambung kapal dengan kekuatan 20 kN/m2. Cara
penyambungan material HDPE ini adalah dengan menggunakan sambungan las HDPE alat
sederhana dengan proses thermoplastic.Penelitian sambungan las HDPE ini dilakukan dengan
standar ASTM D648. Hasil test tarik minimal dari spesimen uji dengan luas penampang 187,92
mm2 mengalami putus pada beban tarik 500 N ( max 2.66 N/mm2) atau 256 MPa. Hasil ini
menunjukan bahwapenerapan material HDPE lembaran sebagai bahan konstruksi kapal ikan
dengan metode sambungan las HDPE sangat layak. [20]

19
3.2 Inti Permasalahan dan Data Dukung
Inti permasalahan dan data pendukung yang menjelaskan urgensi riset antara lain karena:
Kurangnya fasilitas di workshop Progam studi Teknologi Rekayasa Kontruksi Perkapalan yang
memadai dan sesuai standar sebagai peraga praktikum dan pengujian. Untuk pengujian
sambungan las HDPE bertujuan untuk mengetahui gejala atau fenomena dalam uji tekan
sambungan las material HDPE, mengetahui sifat mekaniknya dan sebagai bahan masukan
perkembangan ilmu pengetahuan dibidang ilmu material alternatif dan penelitian lebih lanjut
menegenai kapal berbahan HDPE dikarenakan harga kayu yang sangat mahal untuk membangun
kapal ditambah dengan pelapisan dengan fiberglass pada permukaan luar dan dalam badan kapal.
Kemudian saat kapal bersandar di pinggir pantai waktu muson barat akan mengalami kerusakan
terutama dengan kondisi angin yang sangat kencang. Seharusnya kapal dapat dinaikkan ke darat,
namun bahan kayu sangat berat menjadikan nelayan kesulitan untuk menaikan kapal ke darat dan
meluncurkannya kembali.
Kebutuhan kapal nelayan dari data yang disediakan oleh pemerintah terlihat sangat banyak,
walaupun ada usaha dalam pembangunan kapal dari bahan lain seperti fiberglass dll. namun
masyarakat nelayan belum bisa beradaptasi terutama dengan desain yang lain dari kapal yang
mereka pakai (tipe Jukung/Sopek/Cadik). Dalam penelitian ini akan mengadopsi desain
tradisional (Jukung/Sopek), kapal ini dari jumlah pemakaian ada sebanyak (Sumber: BPS):
a. Kapal Motor/Inboard Motor, 3.400 unit;
b. Kapal Motor Tempel/Outboard Motor, 6.456 unit; dan
c. Perahu Tanpa Motor/Non Powered Boat, 4.613 unit.
Selain itu juga, bersumber dari nelayan Teluk Awur Jepara dibenarkan bahwa perawatan
kapal kayu relatif mahal, maka perlu adanya pembaharuan dengan bahan lain. Untuk kapal HDPE
yang kami teliti sendiri mereka belum mengetahuinya, maka perlu kiranya dilakukan sosialisasi
Ketika kapal benar-benar sudah dinyatakan layak.

20
21
BAB IV PENGUMPULAN DATA/INFORMASI

ANALISIS MASALAH

DATA PRIMER DATA SEKUNDER

- Wawancara - Penelitian Terdahulu


- Observasi - Jurnal Ilmiah
- Internet
- E-book

Diagram 4.1 Alur Pengumpulan Data

4.1 Data Primer


Menurut Hasan (2002:82) data primer ialah data yang diperoleh atau dikumpulkan langsung
di lapangan oleh orang yang melakukan penelitian atau bersangkutan. Data primer didapat dari
sumber informan yaitu individu atau perseorangan. Adapun dalam penelitian ini, peneliti
memperoleh data dari:
a. Wawancara, adalah teknik pengumpulan data dengan cara mengajukan pertanyaan langsung
kepada responden, kemudian jawaban responden dicatat atau direkam (Hasan, 2002: 85).
Sedangkan wawancara menurut Lincon dan Guba (1985) ialah mengonstruksi perihal orang,
kejadian, kegiatan, organisasi, perasaan, motivasi, tuntutan, dan kepedulian, merekonstruksi
kebulatan-kebulatan harapan pada masa yang akan datang, memverifikasi, mengubah dan
memperluas informasi dari orang lain. Wawancara dalam penelitian ini dilakukan secara
langsung kepada pihak-pihak terkait.
b. Observasi lapangan
Observasi adalah pengumpulan data dengan pengamatan objek kajian. Hasan (2022:86)
Observasi adalah pemilihan, pengubahan, pencatatan dan pengodean serangkaian perilaku
an suasana yang berkenaan dengan organisasi, sesuai dengan tujuan-tujuan empiris.

4.2 Data Sekunder


Data sekunder adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan oleh orang yang melakukan
penelitian dari sumber-sumber yang telah ada (Hasan, 2002: 58). Data ini digunakan untuk
mendukung informasi primer yang telah diperoleh yaitu dari bahan pustaka, literatur, penelitian
terdahulu, buku, dan lain sebagainya. Adapun dalam penelitian ini penulis mengambil data dari:

22
a. Penelitian terdahulu
Penelitian terdahulu merupakan penelitian yang dilakukan oleh para peneliti dan
mungkin memiliki keterkaitan dengan penelitian yang penulis lakukan. Penelitian terdahulu
juga menjadi bahan pertimbangan sehingga dapat menjadi referensi dalam menulis ataupun
mengkaji penelitian yang dilakukan.
b. Jurnal ilmiah,
Jurnal ilmiah adalah publikasi yang diterbitkan secara berkala oleh lembaga akademik
atau organisasi profesi yang memuat artikel penelitian dalam bidang tertentu. Terkadang
jurnal ilmiah tidak hanya memuat laporan penelitian saja, tetapi ada juga jurnal ilmiah yang
memuat kajian literatur.
c. Internet
Internet adalah kumpulan jaringan komputer, akademik, pemerintahan, bisnis,
organisasi dan individu. Internet menyediakan akses ke layanan telekomunikasi dan sumber
informasi untuk jutaan pengguna di seluruh dunia. Layanan internet yang tersedia saat ini
termasuk komunikasi langsung (email, obrolan), diskusi (berita usenet, email, milis), sumber
informasi bersama (World Wide Web, Gopher), login jarak jauh dan transfer file "Telnet,
FTP" dan lainnya. [21]
d. E-book
E-book mengacu pada buku dalam bentuk elektronik atau digital yang berisi informasi
atau panduan, tutorial, novel, seperti buku pada umumnya. E-book (buku elektronik) ini
hanya bisa dibuka dan dibaca di perangkat seperti komputer, tablet, dan smartphone. Berbeda
dengan buku cetak pada umumnya, e-book (buku digital) juga berisi tulisan dan gambar
tentang berbagai topik seperti e-book teknologi, e- book sains, buku digital motivasi, buku
pelajaran dan banyak topik lainnya.

23
24
BAB V
PEMECAHAN MASALAH

5.1 Survey Lapangan


Hari Tanggal : Senin, 25 Februari 2023
Tempat : Inlastek Welding-Institute
Jl. Joko Tingkir No.5, Pajang, Kec. Laweyan, Kota Surakarta, Jawa
Tengah 57146
Responden : Bapak Eko (Laboran Inlastek Welding-Institute)
Hasil :
a. Terdapat mesin bending dan mesin uji patah sambungan las dengan dimensi sesuai
standar ASME sec.IX.
b. Diberikan masukan mengenai desain penekan dan penumpu
c. Diberikan informasi mengenai lokasi pembelian, pemotongan, dan milling
material.
d. Adapun perkiraan biaya produksi yang disampaikan oleh laboran inlastek itu
sendiri berkisar Rp 800.000,- hingga Rp1.500.000,- (tergantung material) belum
termasuk biaya milling (finishing)
Dokumentasi :

Gambar 5.1 Kegiatan Survey Lapangan di Inlastek Welding Institute

5.2 Pembuatan Alat Uji Bending dan Uji Patah


Tempat pembuatan dan pengujian spesimen dilaksanakan di workshop Jurusan Teknologi
Rekayasa Konstruksi Perkapalan Sekolah Vokasi Universitas Diponegoro yang berlangsung
beberapa minggu setelah melakukan study literatur.

25
Prosedur dalam pengerjaan rancang bangun uji bending dengan sistem hidrolik sebagai
berikut:
1. Desain Rancangan
Membuat desain merupakan langkah pertama yang dilakukan dalam sebuah
perancangan. Untuk melakukan desain gambardan dimensi pada rancang bangun ini
mengacu pada ASME sec.IX.

Gambar 5.2 Dimensi Support Span dan Span Bending Uji Bendiing Jig pada bend test ASME
sec.IX [14]
2. Pemilihan bahan yang sesuai dengan kebutuhan
Besi UNP adalah besi Panjang yang memiliki bentuk seperti huruf U . Besi UNP
berfungsi sebagai sambungan pada alat yang akan digunakan. Dalam merencanakan suatu
alat perlu memilih bahan - bahan yang akan digunakan dengan meninjauh apakah bahan
yang akan digunakan sudah sesuai dengan kebutuhan baik itu secara dimensi ukuran
maupun secara sifat dan karakteristik bahan. Besi baja UNP U Kanal atau U Channel
Steel merupakan salah satu jenis besi baja yang dibuat sesuai standarisasi Eropa, biasanya
besi baja ini digunakan sebagai bagian dari pembuatan struktural suatu bangunan maupun
aplikasi industrial [22]. Pemilihan bahan yang sesuai sangat menunjang keberhasilan
dalam perencanaan tersebut, bahan yang digunakan pada rancang bangun alat uji bending
dengan sistem hidrolik yaitu besi baja UNP berukuran tinggi 152 cm, Panjang 82 cm,
Lebar 9,2 mm dengan ketabalan 4,5 mm. Adapun alasan menggunakan bahan besi baja
UNP karena mudah dipasang, kokoh, memiliki daya tahan yang kuat.
Adapun alasan menggunakan bahan besi baja UNP merupakan:
a) Instalasi yang mudah, karena besi UNP termasuk logam yang mudah dibentuk,
secara tidak langsung penggunaan besi ini tidak membutuhkan waktu yang
panjang untuk pemasangan.

26
b) Daktilitas tinggi, besi UNP mempunyai kemampuan dalam menghadapi
simpangan pasca-elastik dalam daya yang besar secara berkali-kali. Besi UNP
tidak mudah memuai ketika menopang beban berat, sehingga cukup kuat untuk
mengatasi tegangan yang ditimbulkan oleh hidrolik yang berkekuatan 50 ton.
c) Alternatif yang lebih hemat, karena selain murah besi UNP tahan panas dan korosi.

Gambar 5.3 Gambar Besi UNP

Untuk penumpu dan penekan mesin bending menggunakan besi plat dengan tebal 50
mm, plat berukuran 200 mm x 180 mm x 16 mm, dan pipa berukuran tebal 10 mm dengan
diameter dalam 42 mm yang selanjutnya dipotong sesuai desain dan dimensi ASME
sec.IX.

3. Proses Pengerjaan Alat Uji


a) Membaca Gambar Kerja
Dalam gambar kerja, banyak informasi penting yang dapat menunjang pembuatan
suatu produk, seperti bentuk benda, jenis bahan, dimensi, toleransi, serta simbol- simbol
pengerjaan. Proses ini merupakan langkah awal dalam pembuatan produk. Gambar kerja
mendasari buat acuan pada pembuatan suatu produk. menggunakan adanya gambar kerja,
seseorang pekerja akan bisa mengidentifikasi hal-hal yang berkaitan dengan pembuatan
alat yang akan dibuat.
b) Proses Pemotongan Material
Saat proses pengerjaan ini alat yang digunakan adalah mesin gerinda dan ragum. Ini
bertujuan untuk menghemat waktu dan juga lebih mudah dalam pengerjaan. Pemotongan
besi UNP sesuai dengan ukuran yang di tentukan.

Gambar 5.4 Proses Pembelian dan Pemotongan Bahan


c) Proses Penyambungan Material
Untuk penyambungan, besi harus di potong sesuai ukuran yang sudah ditentukan,
dilanjutkan dengan proses penyambungan material/bahan menggunakan las listrik.

27
Gambar 5.5 Proses Penyambungan Material
d) Proses Pengeboran Material
Proses pengeboran dibutuhkan untuk membentuk lubang pada bahan, lubang yang
telah dibuat digunakan untuk perakitan dengan komponen lain menggunakan mur dan baut.
Proses pengeboran dilakukan setelah proses pengelasan.
e) Proses Penggerindaan
Untuk merapikan hasil pengelasan dan finishing dilakukan penggerindaan pada benda
kerja untuk hasil yang lebih rapi.

Gambar 5.6 Proses Penggerindaan Material Sesudah Di Las


f) Proses Pengecatan
Langkah terakhir yaitu pengecatan. Pengecatan adalah salah satu pelapisan pada
benda logam maupun non logam dengan tujuan untuk memperindah tampilan atau untuk
melapisi dan melindungi material besi dari kontak langsung dengan lingkungan sekitar.
4. Hasil Pengerjaan Alat Uji

Gambar 5.7. Hasil Rancang Bangun

28
Keterangan :
a. Rangka Utama
b. Pegas
c. Manometer
d. Dongkrak Hidrolik
e. Span penekan
f. Support span

Setelah proses pembuatan rancang bangun telah selesai, dilakukan proses manufaktur dan
assembly dengan hasil seperti pada gambar diatas.
Dari hasil pengujian alat ini maka keluaran yang didapatkan diantaranya:
a. Tekanan Hidrolik karena menggunakan manometer, untuk mengetahui besar dan
tekanan hidrolik yang ada pada dongkrak hidrolik.
b. Pada batang uji logam yang digunakan untuk pengujian bending dengan ukuran
tebal 5mm dan lebar 4cm, dengan di arahkan penekan pada bagian tengah batang
logam.

g) Spesifikasi Alat Uji Bending Hidrolik Komposit


a. Rangka

Gambar 5.8. Rangka

Material yang ada pada rancang bangun uji bending dengan sistem hidrolik ini yakni
rangka dengan bahan besi plat, ukuran tinggi 152 cm, panjang 82 cm, lebar 9,2 mm
dengan tebal 4,5 mm digunakan sebagai rangka.
b. Support Span

Gambar 5.9.a. Support Span Uji Bending

29
Gambar 5.9.b. Support Span Uji Patah

Support Span ini berfungsi mengetahui tegangan bending yang dapat diterima
akibat pembebanan tanpa mengalami deformasi atau kegagalan secara maksimal. Dengan
dimensi panjang 250 mm, lebar 50 mm, tebal 10 mm, tinggi penekan 75 mm dan diameter
ujungnya 12 mm sesuai standar ASME sec.IX

c. Span Bending

Gambar 5.10.a. Span Penekan Uji Bending

Gambar 5.10.b. Span Penekan Uji Patah

Span Bending berfungsi sebagai indentor penekan oleh Support Span untuk
mengetahui kekuatan bending material uji. Dengan permukaan silindris berbahan besi
dengan jari-jari 17 mm, tinggi 70 mm dan lebar 50 mm dimensi sesuai standar ASME
sec.IX.

30
5.3 Pembuatan Sampel Uji Material HDPE

Pembuatan spesimen uji sambungan las HDPE akan dibagi menjadi 2 sampel untuk diuji,
pertama ada sampel A yang dapat dilihat pada gambar 3.9 lalu yg kedua ada sampel B yang
susunannya dapat dilihat pada gambar 3.10

Fig. 3.1 Dimensions and types of test piece for butt welds
Gambar 5.4.a Dimensi Sampel uji A [23]

Fig. 3.2 Dimensions and types of test piece for butt welds (t ≥ 12 mm)
Gambar 5.4.b Dimensi Sampel Uji B [23]
Sampel uji sambunga las HDPE tersebut dibuat di dengan metode manual. Sampel uji A
dengan tebal 1 cm dan lebar 3 cm dan dibagi menjadi 2 macam, yaitu rata dan timbul. Perbedaan
dengan sampel uji B adalah pada dimensi, sampel uji A dengan ukuran tebal 1 cm dan lebar 3 cm
dan sampel Uji B dengan ukuran tebal 2 cm dan lebar 1 cm. Dimensi panjang dari masing- masing
sampel uji yang dibuat adalah 20 cm. Langkah-langkah pembuatan sebagai berikut:

31
1) Persiapan alat dan bahan yang akan dipakai untuk pembuatan produk sampel uji.
2) Lakukan pemberian tanda garis pada lembaran material HDPE sampel A (tebal 1 cm) dan
sampel B (tebal 2 cm) sesuai dengan dimensi sampel uji yang telah ditentukan,yaitu 10 x 20
cm.
3) Lakukan pemotongan pada lembaran material HDPE yang sudah diberi tanda tadi, sesuai
dengan dimensi atau tanda yang ditentukan.
4) Setelah dipotong 10 x 20 cm, sebelum pengelasan setiap ujung spesimen yang akan dilas
dibuat bevel.

Sampel uji sambunga las HDPE tersebut dibuat di dengan metode manual. sampel uji A
dengan tebal 1 cm dan lebar 3 cm dan dibagi menjadi 2 macam, yaitu rata dan timbul. Perbedaan
dengan sampel uji B adalah pada dimensi, sampel uji A dengan ukuran tebal 1 cm dan lebar 3 cm
dan sampel Uji B dengan ukuran tebal 2 cm dan lebar 1 cm. Dimensi panjang dari masing- masing
sampel uji yang dibuat adalah 20 cm. Langkah-langkah pembuatan sebagai berikut:

1) Persiapan alat dan bahan yang akan dipakai untuk pembuatan produk sampel uji.
2) Lakukan pemberian tanda garis pada lembaran material HDPE sampel A (tebal 1 cm) dan
sampel B (tebal 2 cm) sesuai dengan dimensi sampel uji yang telah ditentukan,yaitu 10 x 20
cm.
3) Lakukan pemotongan pada lembaran material HDPE yang sudah diberi tanda tadi, sesuai
dengan dimensi atau tanda yang ditentukan.
4) Setelah dipotong 10 x 20 cm, sebelum pengelasan setiap ujung spesimen yang akan dilas
dibuat bevel.

Gambar 5.11 Gambar Dimensi Bevel Pengelasan Spesimen HDPE [23]

32
5) Selanjutnya proses pengelasan menggunakan mesin las plastik, dilakukan dengan
menggambungkan dua potongan 10 x 20 cm yang telah dibuat sebelumnya, yaitu menjadi
ukuran 20 x 20 cm. Setelah dilakukan pengelasan, diketahui bahwa temperature dari mesin
las tersebut adalah 382 C dan untuk kecepatan pengelasan adalah 43 detik / 20 cm (Sampel
A) dan 97 detik / 20 cm (sampel B)
6) Proses selanjutnya memotong hasil lasan sesuai Rules BKI yang ditentukan, yaitu untuk
sampel Uji A(3 x 20 cm) dan sampel Uji B ( 1 x 20cm)
7) Setelah dilakukan pemotongan dihasilkan 20 specimen sampel A dan 20 spesimen sampel
B. Kemudian 10 / 20 spesimen sampel A dan sampel B dilakukan penggerindaan pada
permukaan las, dengan hasil akhir adalah 10 sampel A timbul, 10 sampel A rata, 10 sampel
B timbul dan 10 sampel B rata.

5.3.1 Sampel Uji A

Sampel Uji A dibuat dengan limbah HDPE dengan tebal 1 cm. Sampel uji A dibagi menjadi
2 jenis, yaitu timbul dan rata. Untuk ukuran sampel uji A dapat dilihat pada tabel 5.3.1.
Tabel 5.1 Ukuran Sampel Uji A
RATA TIMBUL
NO
P L T P L T
1 200 28,1 10 200 29,2 10
2 200 27,4 10 200 26,2 10
5.3.2 Sampel Uji B
Sampel Uji B dibuat dengan limbah HDPE dengan tebal 2 cm. Sampel uji A dibagi menjadi
2 jenis, yaitu timbul dan rata. Untuk ukuran sampel uji B dapat dilihat pada tabel 5.3.2.

Tabel 5.2 Ukuran Sampel Uji B


RATA TIMBUL
NO
P L T P L T
1 200 10,7 20 200 10,3 20
2 200 10,5 20 200 10,1 20

33
34
BAB VI
UJI COBA

6.1 Hasil Produk Uji Bending


Pada setiap spesimen sambungan las HDPE dibuat hanya pada bagian atas spesimen tersebut.
Setelah melakukan pengujian bending dengan variasi berbeda yang telah dibuat, berikut adalah
gambar produk sebelum dan sesudah dilakukan pengujian bending.
1) Hasil Produk Uji sambungan las HDPE tebal 10 mm
Pada spesimen sambungan las HDPE tebal 10 mm . Sampel uji A dibagi menjadi 2 jenis,
yaitu timbul dan rata memiliki pola struktur yang lebih lunak. Pada spesimen sambungan
HDPE tebal 10 mm ini dibuat dua variasi yaitu sambungan las timbul dan sambungan las rata.
Perbedaan dari kedua variasi tersebut sangat terlihat pada gambar 4.1 dimana sambungan las
timbul adalah spesimen yang sambungan lasnya tidak digerinda atau tetap ada gundukan dari
hasil pengelasan, sedangkan sambungan las rata adalah spesimen yang sambungan lasnya
digerinda atau ada gundukan dari hasil pengelasan. Sementara untuk komposit yang dilapisi
dengan lantor soricperbedaannya tidak terlihat signifikan karena hanya 1 lapis.

Gambar 6.1 Produk Sambungan Las HDPE Tebal 10 mm Sebelum Diuji

Pada gambar 6.2 dapat dilihat hasil setelah dilakukan uji bending. Jika dilihat dari
keempat variasi yang diuji tiap variasi mengalami modus kegagalan yang berbeda, Dapat
dilihat dari hasil pengujian yang dilakukan jumlah dan jenis lapisan yang digunakan pada
komposit sangat berpengaruh terhadap kekuataan komposit saat dilakukan pengujian bending.

Gambar 6.2 Produk Sambungan Las HDPE Tebal 10 mm Setelah Diuji

35
Setelah Diuji Setelah dilakukan pengujian terlihat perbedaan perubahan bentuk yang
dialami antara spesimen satu dengan yang lainnya.

2) Hasil Produk Uji Sambungan Las HDPE Tebal 20 mm.


Pada sambungan las HDPE tebal 20 mm memiliki struktur yang lebih keras dibandingkan
dengan sambungan las HDPE tebal 10 mm . Pada spesimen sambungan HDPE tebal 20 mm
ini dibuat dua variasi yaitu sambungan las timbul dan sambungan las rata. Perbedaan dari
kedua variasi tersebut juga sama dengan sambungan las HDPE tebal 10 mm yang sudah
dijelaskan sebelumnya.

Gambar 6.3 Produk Sambungan Las HDPE Tebal 20 mm Sebelum Diuji


Pada gambar 6.3 merupakan spesimen sambungan las HDPE tebal 20 mm sebelum
dilakukan pengujian. Serta pada gambar 6.4 dibawah dapat dilihat hasil setelah dilakukan uji
bending. Jika dilihat dari keempat variasi yang diuji spesimen mengalami modus kegagalan
yang berbeda pada tiap variasi, dapat dilihat dari hasil pengujian yang dilakukan jumlah dan
jenis lapisan yang digunakan pada komposit sangat berpengaruh terhadap kekuataan komposit
saat dilakukan pengujian bending.

Gambar 6.4 Produk Sambungan las HDPE tebal 20 mm Setelah Diuji


Dilihat dari hasil pengujian yang dilakukan selain jumlah dan jenis lapisan, kematangan
sambungan las yang digunakan juga sangat berpengaruh terhadap kekuatan bending
sambungan HDPE. Jika dibandingkan sambungan las HDPE tebal 10 mm pada variasi timbul

36
dan rata mengalami kerusakan lebih parah dibandingkan dengan sambungan las HDPE tebal
20 mm pada variasi timbul dan rata.
Beberapa contoh jenis modus kegagalan produk sambungan las HDPE 10 mm dan 20
mm dapat dilihat lebih jelas pada gambar 6.5 dan 6.6

Gambar 6.5 Spesimen 1 Mengalami Gagal Patah Ditepi Las

Gambar 6.6 Spesimen 2 Mengalami Gagal Patah Ditengah Las


Pada gambar 4.5 spesimen 1 dengan variasi rata sambungan las HDPE tebal 10 mm
mengalami gagal patah ditepi las yaitu kegagalan pada sambungan las akibat kualitas hasil lasan
yang kurang mengakibatkan terjadi patahan antara sambungan las dan tepi dari bevel HDPE, pada
gambar 4.6 spesimen 2 dengan variasi timbul sambungan las HDPE tebal 10 mm mengalami
kegagalan patah ditengah sambungan las yaitu pada bagian tengah sambungan las mengalami
kerusakan yang cukup kritis.
Dari pengujian bending yang telah dilakukan dapat terlihat jelas perubahan bentuk produk
yang terjadi antara produk sebelum diuji dan setelah diuji. Setelah itu akan didapat beberapa nilai-
nilai dari hasil uji tersebut untuk mengetahui kekuatan terbaik produk tersebut.

6.2 Hasil Pengujian Bending


Setelah melakukan pengujian bending menggunakan standar uji ThreePoint Bending
didapat hasil uji, dimana hasil uji tersebut dapat menggambarkan kualitas dari masing-masing
spesimen. Berdasarkan data hasil pengujian yang ada pada tabel 4.1 dan tabel 4.2 dapat diketahui
beban maksimal sambungan las HDPE tebal 10 mm yaitu 103,4 N pada variasi sambungan las
timbul, serta memiliki kekuatan bending terbesar 10,62 MPa pada sambungan las timbul.
Sedangkan beban maksimal pada sambungan las HDPE tebal 20 mm yaitu 102,5 N pada variasi

37
sambungan las timbul/rata, serta memiliki tegangan bending terbesar 7,54 MPa pada sambungan
las timbul.

Tabel 6.1.a Hasil Uji Bending Sambungan las HDPE tebal 10 mm rata
Beban
Jenis Lebar Tebal Tegangan Elastis Modulus
Nama Jenis Lapisan Maks
spesimen (mm) (mm) Bending (MPa) (Mpa)
(Newton)
Sp 1 A1 rata 28,1 10 89,5 9,55 25,48
tebal 10 mm
rata
Sp 2 A2 rata 28,8 10 98,8 10,29 26,8

Tabel 6.1.b Hasil Uji Bending Sambungan las HDPE tebal 10 mm


Beban
Jenis Lebar Tebal Tegangan Elastis Modulus
Nama Jenis Lapisan Maks
Infill (mm) (mm) Bending (MPa) (Mpa)
(Newton)
Sp 1 B1 timbul 29,2 10 100,9 10,36 28,15
tebal 10 mm
timbul
Sp 2 B2 timbul 26,2 10 103,4 10,62 30,15

Tabel 6.2.a Hasil Uji Bending Sambungan las HDPE tebal 20 mm rata
Beban
Jenis Lebar Tebal Tegangan Elastis Modulus
Nama Jenis Lapisan Maks
Infill (mm) (mm) Bending (MPa) (Mpa)
(Newton)
Sp 1 A1 rata 10,7 20 99,3 6,96 40,18
tebal 20 mm
rata
Sp 2 A2 rata 10,5 20 98,1 4,67 37,01

Tabel 6.2.b Hasil Uji Bending Sambungan las HDPE tebal 20 mm timbul

Beban Elastis
Lebar Tebal Tegangan
Jenis spesimen Jenis Lapisan Maks Modulus
Nama (mm) (mm) Bending (MPa)
(N) (Mpa)
Sp 1 B1 timbul 10,3 20 102,5 7,46 32,4
tebal 20 mm
timbul Sp 2 B2 timbul 10,1 20 101,5 7,54 30,96

Keterangan:
L : 200 mm.
Sp : Spesimen.

Pada tabel 6.3 menunjukan beban rata-rata setiap produk sambungan las HDPE tebal 10 mm
dan sambungan las HDPE tebal 20 mm yang telah di uji.

38
Tabel 6.3 Beban Maksimal pada
Sambungan Las HDPE tebal 10 mm dan 20 mm

Rata-Rata
Spesimen Spesimen Rata-Rata
Kategori Keseluruhan
Uji 1 (Newton) Uji 2 (Newton) (Newton)
(Newton)

Tebal 10 mm rata 89,5 98,8 94,15


98,15
Tebal 10 mm timbul 100,9 103,4 102,15

Tebal 20 mm rata 99,3 98,1 98,7


100,35
Tebal 20 mm timbul 102,5 101,5 102

Pada tabel 6.4 dapat dilihat rata-rata tegangan bending pada produk sambungan las HDPE
tebal 10 mm dan sambungan las HDPE tebal 20 mm. Dan untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
gambar 6.8 dimana digambarkan perbandingan rata- rata tegangan bending dengan menggunakan
grafik. Dari data hasil kekuatan tegangan bending didapatkan variasi sambungan las HDPE tebal
10 mm dengan rata- rata keseluruhan 10,205 MPa dengan nilai rata-rata tertinggi 10,62 MPa pada
variasi timbul. Sedangkan pada variasi sambungan las HDPE tebal 20 mm didapatkan rata-rata
5,432 MPa dengan nilai rata-rata tertinggi 6,96 MPa pada variasi rata.

Adapun hasil yang didapat berdasarkan perhitungan menggunakan rumus uji Three Point
Bending pada spesimen dengan sambungan las HDPE:

Tabel 6.4 Tegangan Bending pada Sambungan Las HDPE Tebal 10 mm dan Tebal 20 mm

Spesimen Uji 1 Spesimen Uji Rata-rata Rata-Rata Keseluruhan


Kategori (MPa) 2 (MPa) (MPa) (MPa)

Tebal 10 mm rata 9,55 10,29 9,92


10,205
Tebal 10 mm timbul 10,36 10,62 10,49
Tebal 20 mm rata 6,96 4,67 5,81
6,655
Tebal 20 mm timbul 7,46 7,54 7,50

Tabel 6.5 Perbandingan Tegangan Bending antara Produk Sambungan Las HDPE Tebal
10 mm dan Tebal 20 mm

Kategori Tegangan Bending (MPa) Selisi Keterangan


h (MPa)
rata timbul
Tebal 10 mm 9,92 10,49 0,57 Hampir Sama

Tebal 20 mm 5,81 7,50 1,69 Hampir Sama

39
Berdasarkan tabel 6.5 dapat ditunjukan bahwa produk sambungan las HDPE tebal 10 mm
maupun 20 mm variasi timbul dan rata memiliki kekuatan tegangan bending hampir sama, yaitu
untuk sambungan las HDPE tebal 10 mm dengan selisih nilai 0,57 lebih unggul variasi timbul dan
sambungan las HDPE tebal 10 mm dengan selisih nilai 0,57 lebih unggul variasi rata.

Grafik Tegangan Bending


12
TEGANGAN BENDING (MPA)

10 9,92 10,49
8 7,5
6 5,81
4
2
0
Rata Timbul

Sambungan Tebal 10mm Sambungan Tebal 20mm

Gambar 6.7 Grafik Rata-Rata Tegangan Bending

Pada Produk Komposit Sandwich Infill 10% dan 20% Menggunakan Standar Uji Three
Point BendingPada gambar 6.7 dapat dilihat grafik rata-rata tegangan bending yang diambil dari
data pada tabel 4.4 Grafik rata-rata tegangan bending dengan variasi sambungan las HDPE tebal
10 mm dan variasi sambungan las HDPE tebal 20 mm didapatkan perbedaan hasil kekuatan tiap
variasi, pada variasi tebal 10 mm rata didapat 9,92 MPa, pada tebal 10 mm timbul didapat 10,49
Mpa.. Sedangkan pada variasi tebal 20 mm rata didapat 5,81 MPa, pada variasi tebal 20 timbul
didapat 5,05 MPa.
Dari data tersebut dapat dilihat spesimen mana yang kekuatan variasinya paling baik untuk
digunakan kedepannya, pada variasi timbul didapat nilai paling tinggi dibanding variasi komposit
lainnya, dan nilai yang paling kecil pada variasi sambungan las HDPE tebal 10 mm 1 variasi rata
Tabel 4.1 dan 4.2 merupakan data hasil pengujian bending menggunakan standar uji Three Point
Bending, dimana selanjutnya dari data hasil tersebut akan dicari nilai dari Tegangan bending dan
Modulus Elastisitas Bending.

Tabel 6.6 Lebar, Tebal, dan Modulus Elastis pada Produk Sambungan las HDPE tebal 10 mm
Lebar Rata- Rata Tebal Rata- Rata Modulus Rata- Rata
Kategori (mm) (mm) (mm) (mm) Elastis (Mpa) (mm)
Tebal 10 mm rata Sp 1 28,1 10 25,48
28,45 10 26,14
Tebal 10 mm rata Sp 2 28,8 10 26,8
Tebal 10 mm timbul Sp 3 29,2 10 28,15
27,7 10 29,15
Tebal 10 mm timbul Sp 4 26,2 10 30,15
Tebal 20 mm rata Sp 1 10,7 20 11,33
10,6 20 11,77
Tebal 20 mm rata Sp 2 10,5 20 12,21
Tebal 20 mm timbul Sp3 10,3 20 12,74
10,2 20 13,16
Tebal 20 mm timbul Sp 4 10,1 20 13,58

40
6.3 Pembahasan
Berdasarkan dari data hasil nilai perhitungan yang dapat dilihat pada tabel 6.3, diambil beban
maksimal antara sambungan las HDPE tebal 10 mm variasi rata dan timbul dan sambungan las
HDPE tebal 20 mm variasi rata dan timbul untuk membandingkan variasi kekuatan mana yang
baik pada pengujian bending ini. Pada sambungan las HDPE tebal 10 mm didapat beban maksimal
102,15 N pada variasi timbul, sedangkan pada sambungan las HDPE tebal 20 mm didapat beban
maksimal 102 N pada variasi timbul, dapat dilihat pada gambar 4.8.

F.Max
Newton

102,15

102

SAMBUNGAN LAS TEBAL SAMBUNGAN LAS TEBAL


10MM 20MM

Beban Maximun

Gambar 6.8 Grafik Perbandingan Beban Maksimal

Dapat dilihat pada gambar 6.7 grafik tegangan bending, untuk kekuatan tegangan bending
sambungan las HDPE tebal 10 mm memiliki nilai paling tinggi 10,49 Mpa yaitu pada variasi
timbul , sedangkan pada sambungan las HDPE tebal 20 mm nilai paling tinggi 7,50 Mpa yaitu
pada variasi timbul. Dapat dilihat produk spesimen variasi timbul lebih baik kekuatannya dan
kekakuan karna mendapatkan nilai tegangan bending jauh lebih unggul.
Untuk modulus elastisitas bending, dapat dilihat nilai modulus paling tinggi pada sambungan
las HDPE tebal 10 mm yaitu variasi timbul dengan nilai 30,15 Mpa dan untuk nilai modulus paling
tinggi pada sambungan las HDPE tebal 20 mm yaitu variasi timbul dengan nilai 13,58 Mpa. Hal
ini membuktikan bahwa produk spesimen variasi timbul memiliki kekakuan yang lebih tinggi,
karena memiliki nilai modulus elastisitas yang lebih tinggi dibandingkan variasi rata.
Jika dilihat dari hasil pengamatan spesimen setelah dilakukan pengujian, pada spesimen
dengan tebal 10 mm dan tebal 20 mm pada variasi timbul mengalami kerusakan lebih kritis serta
sambungan las pada spesimen tersebut mengalami patah tidak seperti pada variasi rata, tidak
mengalami kerusakan yang kritis dan sambungan las pada spesimen tersebut tidak sampai patah.
Hal ini mungkin saja bisa menyebabkan spesimen yang mengalami kerusakan lebih kritis tidak
dapat menerima beban berlebih karna spesimen langsung rusak. Dapat dilihat pada gambar hasil
pengamatan spesimen setelah diuji dibawah.
Setelah melakukan analisis data hasil dari pengujian bending didapat perbedaan tiap hasil
variasi spesimen yang telah dibuat, dimana hasil nilai sambungan las HDPE tebal variasi timbul
lebih unggul dibanding hasil nilai sambungan las HDPE variasi rata, hal ini membuktikan bahwa
sambungan las HDPE yang timbul atau tanpa gerinda dengan rata atau digerinda sangat
mempengaruhi kekuatan spesimen, tetapi juga kualitas pengelasan yang digunakan untuk
menyambung 2 spesimen juga sangat berpengaruh terhadap kekuatan spesimen.

41
Pada penelitian selanjutnya diharapkan agar dilakukan secara hati – hati mulai dari proses
pembuatan spesimen sampai dengan proses pengujian produk, serta mengikuti standar yang sudah
ada sebelumnya agar mendapatkan hasil pengujian spesimen yang lebih baik.

42
43
BAB VII
PENUTUP

7.1 Kesimpulan
1. Dalam pembuatan alat uji ini dapat diketahui proses manufaktur yaitu perancangan desain
alat uji, pemilihan bahan, pemotongan bahan, pengelasan rangka dan proses perancangan
alat pengujian dengan mengimplementasikan sesuai desain alat uji dan standar ASTM D-
790 dan ASME sec.IX.
2. Dari penelitian yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwa kekuatan bending pada
sambungan las HDPE tebal 10 mm dengan rata-rata tegangan bending 10,205 MPa dengan
nilai tertinggi 10,49 MPa pada variasi timbul. Sedangkan pada sambungan las HDPE tebal
20 mm didapatkan tegangan bending dengan rata-rata 6,655 MPa dengan nilai tertinggi
7,50 MPa pada variasi timbul.
3. Kekuatan produk variasi rata dan timbul berbeda dimana variasi timbul memiliki kekuatan
yang lebih baik karena memiliki nilai beban maksimal yang lebih besar dibandingkan
dengan variasi rata yaitu didapatkan pada sambungan las HDPE tebal 20 mm beban rata-
rata 100,35 Newton dan memiliki nilai beban maksimal 102 Newton pada variasi timbul.
Sedangkan pada sambungan las HDPE tebal 10 mm beban rata-rata 98,15 Newton dan
memiliki nilai beban maksimal 102,15 Newton pada variasi timbul.
4. Dari data hasil pengujian metode Three Point Bending, hasil modulus elastisitas Three
Point Bending dapat dilihat nilai modulus paling tinggi pada sambungan las HDPE tebal
10 mm yaitu variasi timbul dengan nilai 30,15 Mpa dan untuk nilai modulus paling tinggi
pada sambungan las HDPE tebal 20 mm yaitu variasi timbul dengan nilai 13,58 Mpa. Hal
ini membuktikan bahwa produk spesimen variasi timbul memiliki kekakuan yang lebih
tinggi, karena memiliki nilai modulus elastisitas yang lebih tinggi dibandingkan variasi
rata.

7.2 Saran
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, disarankan untuk dilakukan perkembangan dan
perbaikan untuk penelitan selanjutnya, diantaranya adalah :
1. Pada penelitian selanjutnya diharapkan agar dilakukan secara hati – hati mulai dari
proses pembuatan spesimen sampai dengan proses pengujian produk, serta mengikuti
standar yang sudah ada sebelumnya agar mendapatkan hasil pengujian spesimen yang
lebih baik.
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut seperti pengujian kekerasan.
Kritik dan saran diatas penulis dapatkan setelah menganalisa prototipe yang sudah jadi.
Demi terciptanya prototipe yang lebih sempurna dimasa yang akan datang, kritik dan saran dari
khalayak sangat dibutuhkan.

44
45
DAFTAR PUSTAKA

[1] Firmansyah. 2020. “Bending Test”. https://www.detech.co.id/bending-test/, diakses


pada 3 Maret 2023, pukul 21.45
[2] A Makhrus. 2016. “Bab II Tinjauan Pustaka”. http://eprints.undip.ac.id/47411/3/B
AB_II.pdf, diakses pada 10 Maret 2023, pukul 19.43
[3] Syahrani, A. Sam, A. Chairulnass. 2013. Variasi Arus Terhadap Kekuatan Tarik dan
Bending Pada Hasil Pengelasan SM 490. Jurnal Mekanikal, Vol.4 No.2, Juli 2013,
393-402. Harsono, dkk.
[4] Hariyanto, Agus. t.t. “REKAYASA BAHAN KOMPOSIT SANDWICH HIBRID
UNTUK STRUKTUR SISTEM PANEL,” 10.
[5] Sularso, Haruo Tahara, 1983, Pompa dan Kompresor, Penerbit Pradya Paramita,
Jakarta.
[6] Khamid. (2011). Kelebihan dan kekurangan Metode Uji Three Point Bending.
[7] Billmeyer, W. F. 1994,Texbook of Polymer Science. 3 rd Edition, Jhon Wiley & Son,
New York.
[7] Deutsche Industrie Normen (DIN).2008. Pengelaasan. Germany: Deutsche Industrie
Normen.(Online). https://www.din.de/de. Diakses pada 20 May. 2018.
[8] Billmeyer, W. F. 1994,Texbook of Polymer Science. 3 rd Edition, Jhon Wiley & Son,
New York.
[9] Silvia Jy. Simbol Segitiga pada Produk Plastik . Dapat diakses di
https://www.academia.edu/6694498/Simbol_Segitiga_pada_Produk_Plastik .
[10] Kumar S., Panda, A. K., & Singh, R.K. (2011). A Review on Tertiary Recycling of
HighDensity Polyethylene to Fuel, Resources, Conservation and Recycling Vol. 55
893– 910.
[11] Junyan Wang, Quanbing Yang, 2010,“Experimental Study on Mechanical Properties
of Concrete Confined with Plastic Pipe”, ACI Materials Journal/March-April 2010.
[12] Siswandi, B. (2016). Optimasi Perancangan Kapal Pompong Nelayan Berbahan
Dasar Plastik (High Density Polyethylene) untuk Nelayan Bengaklis. Tesis. Institut
Teknologi Sepuluh November (ITS).
[13] Widarto, 2008, Teknik Pemesinan, Jakarta : Depdiknas
[14] ASME IX 2021, Welding and Brazing Qualifications. American Society Mechanical
Engineering, Three Park Avenue, New York, 10016 USA
[15] AWS D1.1. (2015), “Structural Welding Code Steel. American Welding Society”,
Amerika Serikat..
[16] Q. W. G. . b. F. Y. a. Y. K. c. S. S. c. H. Liu a, "Compatibilizing and," Jurnal
Composites: Part A 39, p. 1891 –1900, 2008.
[17] A. L. D.G. Dikobea, "Thermal and mechanical properties of PP/HDPE/wood
powder,"Jurnal Thermochimica, p. 40–50, 2017.
[18] S. Z. i. R. G. P. P. Ninoslav Pešic, "Mechanical properties," Jurnal Construction and,
p. 362–370, 2016.
[19] S. d. Mohd Ridwan, "Proposal Penelitian Pemanfaatan Limbah Plastik," Sekolah
Vokasi Universitas Diponegoro, Semarang, 2020.
[20] M. R. d. Sulaiman, "Proposal Penelitian Konstruksi HDPE Bangunan Apung Dan
Kapal Ikan," Sekolah Vokasi Universitas Diponegoro, Semarang, 2021.
[21] S. Rohaya, "INTERNET: PENGERTIAN, SEJARAH, FASILITAS DAN,"
Perpustakaan Digital UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Yogyakarta, 2008.

46
[22] Klopmart. 2020. “Pengertian Besi Baja UNP”, https://www.klopmart.com/article/
detail/apa-itu-besi-baja-unpkanal-u-u-channel. Diakses 14 Maret 2023, pukul 13.35.
[23] ASTM D 790-03. 2003. Standard Test Method for Flexural Properties of Unreinforced
Plastics and Electrical Insulating Materials.

47
48
LAMPIRAN-LAMPIRAN

49
Lampiran 1. ASME sec,IX

50
Lampiran 1. Perjanjian Kerja Waktu Tertentu

51
52
53
54
55
56
57
58
59
60

Anda mungkin juga menyukai