Anda di halaman 1dari 30

PRAKTIKUM LABORATORIUM STRUKTUR

Dibuat untuk memenuhi persyaratan Mata Kuliah Praktikum Laboratorium Struktur


Program Studi Perancangan Jalan dan Jembatan Jurusan Teknik Sipil
Politeknik Negeri Sriwijaya Tahun Akademik 2020/2021

OLEH :

M RIDHO AFKARI
061940111883
4 PJJ B

Dosen Pembimbing :

Andi Herius, S.T., M.T.

Agus Subrianto, S.T., M.T.

Julian Fikri, S.S.T., M.Sc.

POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA

JURUSAN TEKNIK SIPIL

2021
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN LABORATORIUM UJI TANAH

Dibuat untuk memenuhi persyaratan Mata Kuliah Praktikum Laboratorium Struktur


Program Studi Perancangan Jalan dan Jembatan Jurusan Teknik Sipil
Politeknik Negeri Sriwijaya Tahun Akademik 2020/2021

Palembang, 2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur diucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmatNya sehingga Laporan ini dapat
tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terimakasih terhadap bantuan dari pihak yang
telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun materinya.

Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi
pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar laporan ini bisa pembaca praktekkan dalam kehidupan
sehari-hari.

Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini
karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Kami. Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran
yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan dalam pembuatan laporan ini.

Bandung, 2021
Penyusun
DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan

Kata Pengantar

Daftar Isi

BAB 1
Pendahuluan

BAB 2
2.1. Cara uji kekesatan permukaan perkerasan menggunakan alat British Pendulum
Tester (BPT)
2.2. Kalibrasi Alat
2.3. Baja Tulangan Beton

BAB 3
Kesimpulan Dan Saran
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Sebagai infrastruktur dari jaringan jalan, jembatan merupakan bagian dari


alat peningkatan aktifitas perekonomian baik dalam skala daerah maupun nasional.
Pembangunan jembatan sangat membutuhkan pertimbangan ekonomis, teknis termasuk
metode konstruksinya. Di sisi lain kebutuhan untuk membangun infrastruktur jembatan selalu
meningkat sejalan dengan meningkatnya kebutuhan dan perkembangan tingkat perekonomian
bangsa. Variasi infrastruktur jembatan sangat luas, baik ditinjau dari fungsi, material, bentang
maupun tipe strukturnya. Dengan kompleksitas tersebut seorang professional di bidang
pembangunan jembatan harus mampu mengetahui dan memahami secara komprehensif
proses dan komponennya agar jembatan yang dirancang dan kemudian dibangun dapat
berfungsi optimal serta dapat relatif mudah dikerjakan sampai pada tahap perawatannya nanti.

2. Tujuan

Tujuan Umum :
Mendorong dan menumbuhkembangkan kreatifitas mahasiswa dalam bidang
perancangan, pelaksanaan konstruksi, dan perawatan jembatan.

Tujuan Khusus :

a. Menumbuhkan kesadaran mahasiswa untuk terbiasa menggunakan alat pelindung


diri (APD) dan alat pelindung kerja (APK) dalam pelaksanaan konstruksi.
b. Menumbuhkan daya tarik bagi mahasiswa untuk lebih mendalami perancangan
dan pelaksanaan jembatan;
c. Memperdalam pemahaman proses perancangan/ rekayasa jembatan sebagai
bentuk aplikasi dari ilmu dasar dan teknologi jembatan, dalam rangka
menghasilkan suatu rancangan jembatan yang Kokoh, Ringan, Indah, dan
Inovatif;
d. Meningkatkan kepekaan mahasiswa dalam bidang pengembangan teknologi jembatan;
e. Mempelajari rekayasa jembatan melalui tindakan realistik, pengalaman
menganalisis masalah secara langsung (hands onexperience);
Cara uji kekesatan permukaan perkerasan
menggunakan alat British Pendulum Tester (BPT)

1. Latar Belakang

BPT merupakan alat uji jenis bandul (pendulum) dinamis, digunakan untuk mengukur
energy yang hilang pada saat karet di bagian bawah telapak bandul menggesek permukaan
yang diuji. Alat ini dimaksudkan untuk pengujian pada permukaan yang datar di lapangan atau
laboratorium, dan untuk mengukur nilai pemolesan (polishing value) pada benda uji berbentuk
lengkung. Satuan nilai kekesatan yang diukur dengan alat BPT adalah British Pendulum
Number (BPN), baik untuk permukaan uji datar atau nilai pemolesan untuk benda uji lengkung.

Nilai ini mempresentasikan sifat-sifat hambatan atau gesekan (frictional).


Standar ini mungkin terkait dengan penggunaan bahan-bahan, prosedur operasi dan
peralatan yang berbahaya. Standar ini tidak menjamin keselamatan atas seluruh prosedurkerja,
tetapi jika ada, perlu disesuaikan dalam penggunaannya. Tanggung jawab pemakai atas
penggunaan standar ini adalah agar menerapkan tata cara keselamatan dan kesehatan kerja (K3)
yang sesuai, dan menerapkan batas-batas utama dalam peraturan yang berlaku.

2. Acuan Normatif

SNI 03-4427-1997, Metode pengujian kekesatan permukaan perkerasan dengan alat


Pendulum
AASHTO T 278-90 (1999), Surface frictional properties using the British Pendulum Tester
AASHTO M 261, Standard tire for pavement frictional property tests
ASTM E 50, Specification for standard rib tire for pavement skid resistant tests
3. Istilah Dan Definisi
1. kekesatan
tahanan gesek antara dua jenis benda yang salah satu atau keduanya bergerak
2. alat uji pendulum British (British Pendulum Tester, BPT)
alat untuk mengukur nilai kekesatan permukaan perkerasan, dilengkapi dengan suatu
ayunan atau pendulum atau bandul pada kedudukan tertentu
3. British Pendulum Number (BPN)
nilai yang diperoleh dari hasil uji kekesatan pada permukaan perkerasan, yang diukur
dengan alat British Pendulum Tester (BPT)
4. peluncur karet
lembaran karet dengan ukuran tertentu yang direkatkan pada bagian bawah telapak bandul
alat BPT, sebagai simulasi ban kendaraan; peluncur karet yang digunakan ada dua jenis
yaitu karet peluncur British terbuat dari karet alam, dan karet peluncur sintetis yang sesuai
dengan ketentuan dalam AASHTO M 261
5. nilai pemolesan (polishing value)
kekesatan yang diperoleh dari pengujian kekesatan menggunakan alat BPT terhadap
permukaan benda uji berupa batu atau susunan batu yang diikat oleh semen atau aspal,
dengan bentuk dan ukuran tertentu
4. Ringkasan pengujian

Cara uji ini terdiri atas alat penguji jenis pendulum yang dipasang karet peluncur standar
untuk menentukan sifat-sifat hambatan atau gesekan (frictional) atau kekesatan permukaan
perkerasan yang diuji.
Sebelum pengujian, permukaan yang diuji dibersihkan dan dibasahi dengan air secukupnya.

Pendulum dipasang karet peluncur pada posisi menyentuh bidang kontak permukaan
perkerasan yang akan diuji. Batang pendulum diangkat dan diletakkan pada posisi terkunci.
Batang pendulum dilepaskan dan biarkan karet peluncur menggesek atau menyinggung
permukaan yang diuji, dan segera
tangkap kembali pada saat bandul kembali berayun ke arah sebaliknya.
Jarum indikator menunjuk angka berskala yang tertera pada piringan skala ukur dengan satuan
BPN. Makin kesat permukaan yang diuji makin besar pembacaan BPN. Setiap pengujian
dilakukan empat kali bila menggunakan karet alam (karet British), atau lima kali bila
menggunakan karet sintetis (AASHTO M 261).

5. Penggunaan

Cara uji ini digunakan sebagai alat untuk mengukur sifat-sifat kekesatan benda uji, baik
mikrotekstur maupun makrotekstur permukaan yang diuji di lapangan atau di laboratorium.
Pengujian ini dapat digunakan untuk menentukan efek relatif dari teknik pemolesan (polishing)
pada suatu bahan atau kombinasi bahan.
( BPN dan nilai pemolesan dari jenis permukaan yang serupa secara numerik bisa tidak sama,
karena adanya perbedaan panjang dan bentuk permukaan yang diuji. Koreksi teoritis dari nilai
pemolesan untuk memperoleh kesamaan numerik, atau dengan mengkorelasikan secara
matematis menggunakan alat pengukur khusus adalah tidak disarankan.)
6. Peralatan

1) British Pendulum Tester

Peralatan harus dalam kondisi sebagai berikut:


a) peralatan pendulum, peluncur dan pengaitnya, mempunyai berat (1500 ± 30) g;
b) jarak titik pusat pendulum dari pusat oskilasi (oscillation) adalah (411 ± 5) mm;
c) alat uji disetel dan kedudukan kontak karet peluncurnya harus sepanjang 124 mm
sampai 127 mm untuk pengujian pada permukaan yang rata, dan sepanjang 75 mm
sampai 78 mm untuk pengujian pemolesan pada benda uji berbentuk lengkung;
d) berat per dan pengatur kontak peluncur pada Gambar 3 atau berat dalam keadaan
normal rata-rata (2.500 ± 100) g, serta menyentuh karet peluncur selebar 76 mm.
Prosedur ini disajikan dalam Lampiran A.

2) Peluncur

Peluncur terdiri atas lempengan pelat karet ukuran 6 mm x 5 mm x 76 mm yang direkatkan


di bagian telapak bandul untuk pengujian pada permukaan datar, atau pelat karet ukuran 6 mm
x 25 mm x 32 mm untuk pengujian pemolesan. Karet peluncur terbuat dari karet alam
(British) sesuai dengan persyaratan dari Road Research Laboratory (RRL) – British, atau
karet sintetis yang sesuai dengan persyaratan dalam AASHTO M 261.
a) Peluncur baru harus dikondisikan sebelum digunakan, yaitu dengan mengayunkan
batang bandul 10 kali di atas lembaran ampelas dengan ukuran No. 60 (silicon carbide cloth
No. 60 atau sejenisnya) tahan air, dalam kondisi kering. Ayunan harus dikondisikan dengan
alat uji yang diatur dalam Pasal 8.
b) Keausan pada tepi karet peluncur tidak boleh lebih dari pada 3,2 mm pada kedudukan
mendatar atau 1,6 mm pada arah vertikal. (Lihat Gambar 4).

3) Peralatan tambahan

a) Mistar pengukur panjang terdiri atas mistar tipis berskala untuk mengukur panjang
bidang kontak yang akan diuji, dengan jarak antara 124 mm dan 127 mm untuk
permukaan uji datar, atau antara 75 mm dan 78 mm untuk benda uji lengkung, sesuai
dengan persyaratan dalam pengujian.
b) Termometer permukaan, dengan kapasitas 1o C sampai dengan 60o C.
c) Peralatan lainnya antara lain tempat air, termometer permukaan, dan kuas.
7. Benda Uji

a) Di lapangan
Benda uji berupa permukaan perkerasan yang akan diuji di lapangan harus bebas dari
butiran-butiran lepas dan disiram dengan air bersih. Peralatan untuk benda uji yang
posisinya tidak mendatar atau tanjakan atau turunan, dapat disiapkan sehingga mendatar
dengan mengatur sekrup sehingga kepala bandul menyesuaikan kedudukannya dengan
bebas di atas permukaan.

b) Di Laboratorium
Panel uji harus bersih dan bebas dari butiran-butiran lepas serta cukup kokoh sehingga tidak
bergerak akibat beban bandul yang diayunkan.
1) Contoh uji laboratorium harus mempunyai bidang permukaan uji paling sedikit berukuran
89 mm x 152 mm.
2) Benda uji untuk pemolesan harus mempunyai bidang permukaan uji paling sedikit
berukuran 45 mm x 90 mm, berbentuk lengkung dengan diameter 406 mm.

8. Cara Uji

a) Basahi permukaan uji dengan air yang cukup dan ratakan dengan kuas. Lakukan
beberapa kali peluncuran bandul sampai mendapatkan hasil yang konsisten, tetapi tidak perlu
dicatat.
( Selama peluncuran batang pendulum, segera tangkap ketika batang pendulum
berbalik arah. Pada saat memulai lagi peluncuran, angkat alat uji untuk mencegah kontak antara
karet peluncur dengan permukaan uji. Setiap peluncuran batang bandul, jarum penunjuk
sebelumnya harus dikembalikan pada posisi sampai menyentuh sekrup pembatas batang
pendulum.)

b) Ukur temperatur pada permukaan yang berdekatan dengan benda uji, dengan cara
memberi air atau membasahi permukaan agar kontak penuh dengan dasar termometer,
kemudian catat termperaturnya. Bila sudah menunjukkan angka yang tetap, lakukan
pengujian.

c) Basahi kembali permukaan uji dan lakukan peluncuran batang pendulum sebanyak 4 kali.
Basahi kembali setiap kali sebelum peluncuran dan catat hasilnya.
( Lakukan 4 kali peluncuran untuk peluncur karet alam atau 5 kali peluncuran untuk
karet sintetis yang ditentukan dalam AASHTO M 261. Selama peluncuran bandul harus
dilakukan dengan hati-hati, sehingga peluncuran sejajar dengan permukaan yang diuji dan tidak
miring agar karet peluncur tidak hanya menyentuh salah satu sisi bidang kontak. Bila terpasang
miring, maka data yang diperoleh memberikan indikasi pembacaan BPN yang keliru. Untuk
mengurangi masalah ini dapat dilakukan dengan cara menyelipkan per klip kecil pada slot )

d) Cek kembali panjang bidang kontak sesuai dengan Butir 8.3.

e) Cek kembali pengaturan angka nol sesuai dengan Butir 8.2.


Kalibrasi alat

1 Kalibrasi

1.1 Berat pendulum.


Lengan pendulum termasuk peluncur karet dilepas dari alat BPT dan ditimbang sampai 1 g
terdekat.

1.2 Titik pusat gravitasi.


Titik pusat gravitasi pendulum berikut peluncur karet harus ditentukan dengan cara
menempatkan tepi yang tajam dari pendulum, tepat pada posisi titik keseimbangan.
Mur pengatur keseimbangan (adapter nut) harus dipasang
pada salah satu ujung (terjauh) lengan pendulum. Setelah diperoleh titik keseimbangan,
posisi timbangan harus diatur sehingga posisi tepi kaki pendulum mendatar.

1.3 Jarak titik pusat gravitasi dari titik pusat oskilasi


Pada posisi batang pendulum tersambung dan tutup bantalan disingkirkan, jarak titik pusat
gravitasi harus diukur dari titik pusat oskilasi (titik pusat mur keseimbangan) ke titik
keseimbangan (titik pusat gravitasi). Jarak ini harus diukur langsung sampai 1 mm terdekat.

1.4 Beban karet peluncur.


a) Pendulum harus diklem pada tangkai pemegang pendulum ke timbangan pelat penguji,
dan kaki-kaki alat uji ditempatkan mendatar pada tripot atau dudukan yang sesuai. Sisipkan
pelat pemisah (spacer).
b) Atur pan (piring timbangan) keseimbangan dengan suatu bantalan (Catatan A1) pada
salah satu pan dan imbangi dengan anak timbangan pada pan lainnya sehingga
penunjuk keseimbangan terbaca pada titik pusat skala pembacaan.
c) Pendulum berikut peluncur karet harus diturunkan dengan menekan tombol ketinggian
vertikal yang ada pada alat uji sampai peluncur karet berjarak sekitar 0,25 mm dari
permukaan atas bantalan yang dipasang.
d) Kuncilah tombol ketinggian vertikal dan singkirkan pelat pemisah (spacer). Posisi ini akan
menyebabkan ketidakseimbangan, yang secara parsial harus diatur dengan
menambahkan anak timbangan pada pan penyeimbang sehingga indikator menunjukkan
beban sekitar 200 g pada skala pambacaan.
e) Untuk melengkapi prosedur keseimbangan, penunjuk dikembalikan ke titik tengah skala
pembacaan, dengan cara menambahkan air pelan-pelan ke dalam suatu tabung atau
silinder berskala.
f) Kosongkan silinder dan ulangi penambahan air.
g) Catat berat tambahan air rata-rata yang diperlukan untuk menaikkan peluncur karet
sehingga penunjuk keseimbangan ada di tengah-tengah skala (Catatan A1).
h) Jika antara peluncur selebar 76,2 mm dan keseimbangan pan tidak masuk persyaratan
dalam Butir 6.1, maka atur mur tegangan pegas seperti ditunjukkan dalam Gambar A2
dan tentukan kembali beban peluncur karet.
BAJA TULANGAN BETON
1. Pendahuluan

Standar ini menetapkan acuan normatif, istilah, definisi, bahan baku, jenis, syarat mutu, cara
pengambilan contoh, cara uji, syarat penandaan, syarat lulus uji, dan cara pengemasan baja
tulangan beton yang digunakan untuk keperluan penulangan konstruksi beton dengan
memperhatikan aspek keselamatan dan keamanan.

2. Acuan Normatif

Dokumen acuan berikut dibutuhkan untuk aplikasi standar ini. Untuk acuan yang
menunjukkan tahun, hanya edisi yang disebutkan tahunnya yang digunakan. Untuk acuan yang
tidak menunjukkan tahun, acuan yang digunakan adalah tahun edisi yang terakhir (termasuk
setiap amandemen).
SNI 8389, Cara uji tarik logam

SNl 0410, Cara uji lengkung logam


1 Jenis

1.1.1 Baja tulangan beton polos (BjTP)


Baja tulangan beton polos adalah baja tulangan beton berpenampang bundar dengan permukaan
rata tidak bersirip/berulir.

1.2 Baja tulangan beton sirip/ulir (BjTS)


Baja tulangan beton sirip/ulir adalah baja tulangan beton yang permukaannya memiliki
sirip/ulir melintang dan memanjang yang dimaksudkan untuk meningkatkan daya lekat dan guna
menahan gerakan membujur dari batang secara relatif terhadap beton.

2 Bahan baku

Baja tulangan beton terbuat dari billet baja tuang kontinyu dengan komposisi kimia seperti pada Tabel
1.

Tabel 1 – Komposisi kimia billet baja tuang kontinyu (ladle analysis)

Kelas baja Kandungan unsur maksimum (%)


tulangan C Si Mn P S C Eq*

BjTP 280 - - - 0,050 0,050 -

BjTS 280 - - - 0,050 0,050 -

BjTS 420A 0,32 0,55 1,65 0,050 0,050 0,60

BjTS 420B 0,32 0,55 1,65 0,050 0,050 0,60

BjTS 520 0,35 0,55 1,65 0,050 0,050 0,625

BjTS 550 0,35 0,55 1,65 0,050 0,050 0,625

BjTS 700** 0,35 0,55 1,65 0,050 0,050 0,625

CATATAN:
- Toleransi nilai karbon (C) pada produk baja tulangan beton diperbolehkan lebih besar 0,03 %
- * Karbon ekivalen, Ceq= C+ Mn + Si + Ni + Cr + Mo + V
6 24 40 5 4 14
- ** BjTS 700 perlu ditambahkan unsur paduan lainnya sesuai kebutuhan selain pada tabel di
atas dan termasuk kelompok baja paduan

3 Syarat mutu

3.1 Sifat tampak


Baja tulangan beton tidak boleh mengandung serpihan, lipatan, retakan, gelombang, cerna dan hanya
diperkenankan berkarat ringan pada permukaan.
3.2 Bentuk
3.2.1 Baja tulangan beton polos
Batang baja tulangan beton berpenampang bundar dan permukaan harus rata tidak bersirip/berulir
sesuai Gambar 1.
3.2.2 Baja tulangan beton sirip/ulir
3.2.2.1 Permukaan batang baja tulangan beton sirip/ulir harus bersirip/berulir secara teratur. Setiap
batang dapat mempunyai sirip/ulir memanjang yang searah tetapi harus mempunyai sirip-sirip
dengan arah melintang terhadap sumbu batang (lihat Gambar 2).
3.2.2.2 Sirip-sirip/ulir-ulir melintang sepanjang batang baja tulangan beton harus terletak pada jarak
yang teratur. Serta mempunyai bentuk dan ukuran yang sama. Bila diperlukan tanda angka-angka atau
huruf-huruf pada permukaan baja tulangan beton, maka sirip/ulir melintang pada posisi di mana angka
atau huruf dapat ditiadakan.
3.2.2.3 Sirip/ulir melintang tidak boleh membentuk sudut kurang dari 45° terhadap sumbu
batang.

3.3 Ukuran dan toleransi


3.3.1 Diameter, berat dan ukuran sirip/ulir
Diameter dan berat per meter baja tulangan beton polos seperti tercantum pada Tabel 2. Diameter,
ukuran sirip/ulir dan berat per meter baja tulangan beton sirip/ulir seperti tercantum pada Tabel 3.

Tabel 2 - Ukuran baja tulangan beton polos

Diameter Luas penampang Berat nominal


nominal nominal per meter*
No Penamaan (d) (A)
mm mm2 kg/m
1 P6 6 28 0,222
2 P8 8 50 0,395
3 P 10 10 79 0,617
4 P 12 12 113 0,888
5 P 14 14 154 1,208
6 P 16 16 201 1,578
7 P 19 19 284 2,226
8 P 22 22 380 2,984
9 P 25 25 491 3,853
10 P 28 28 616 4,834
11 P 32 32 804 6,313
12 P 36 36 1018 7,990
13 P 40 40 1257 9,865
14 P 50 50 1964 15,413
CATATAN:
- *sebagai referensi
- Cara menghitung luas penampang nominal, keliling nominal, berat nominal dan ukuran adalah
sebagai berikut:
a) Luas penampang nominal (A) A
=0,7854  d2 (mm2)
d = diameter nominal (mm)
2
b) Berat nominal = 0,785 × 0,7854 × d (kg/m)
100
Tabel 3 - Ukuran baja tulangan beton sirip/ulir

Dia- Tinggi sirip Jarak sirip Lebar sirip Berat


meter Luas penam- (H) melintang membujur nominal per
nominal pang nominal
Pena- (P) (T) meter
No (d) (A) min maks
maan Maks Maks

mm mm2 mm mm mm m kg/m

1 S6 6 28 0,3 0,6 4,2 4,7 0,222

2 S8 8 50 0,4 0,8 5,6 6,3 0,395

3 S 10 10 79 0,5 1,0 7,0 7,9 0,617

4 S 13 13 133 0,7 1,3 9,1 10,2 1,042

5 S 16 16 201 0,8 1,6 11,2 12,6 1,578

6 S 19 19 284 1,0 1,9 13,3 14,9 2,226

7 S 22 22 380 1,1 2,2 15,4 17,3 2,984

8 S 25 25 491 1,3 2,5 17,5 19,7 3,853

9 S 29 29 661 1,5 2,9 20,3 22,8 5,185

10 S 32 32 804 1,6 3,2 22,4 25,1 6,313

11 S 36 36 1018 1,8 3,6 25,2 28,3 7,990

12 S 40 40 1257 2,0 4,0 28,0 31,4 9,865

13 S 50 50 1964 2,5 5,0 35,0 39,3 15,413

14 S 54 54 2290 2,7 5,4 37,8 42,3 17,978

15 S 57 57 2552 2,9 5,7 39,9 44,6 20,031

CATATAN:
1. Diameter nominal hanya dipergunakan untuk perhitungan parameter nominal lainnya dan tidak
perlu diukur
2. Cara menghitung luas penampang nominal, keliling nominal, berat nominal dan ukuran sirip/ulir
adalah sebagai berikut:
a) Luas penampang nominal (A) A
=0,7854  d2 (mm2)
d = diameter nominal (mm)
2
b) Berat nominal = 0,785 × 0,7854 d 0,7 (kg/m)
100
c) Jarak sirip melintang maksimum = 0,70 d
d) Tinggi sirip minimum = 0,05 d
Tinggi sirip maksimum = 0,10 d
e) Jumlah 2 (dua) sirip membujur maksimum = 0,25 K
Keliling nominal (K)
K = 0,3142 x d (mm)
3.3.2 Toleransi diameter

Toleransi diameter baja tulangan beton polos seperti pada Tabel 4.

Tabel 4 - Ukuran dan toleransi diameter BjTP

Diameter Toleransi (t) Penyimpangan kebundaran maks (p)


No (d)
mm mm mm
1 6 ± 0,3 0,42
2 8 ≤ d ≤ 14 ± 0,4 0,56
3 16 ≤ d ≤ 25 ± 0,5 0,70
4 28 ≤ d ≤ 34 ± 0,6 0,84
5 d ≥ 36 ± 0,8 1,12
CATATAN:
1. Penyimpangan kebundaran maksimum dengan rumus: p =
(dmaks – dmin) ≤ (2t × 70%)
2. Toleransi untuk baja tulangan beton polos = d – daktual

Jenis baja tulangan beton polos seperti pada Gambar 1.

Keterangan gambar:

d : diameter

Gambar 1 – Baja tulangan beton polos (BjTP)


Jenis baja tulangan beton sirip/ulir seperti pada Gambar 2.

a. Sirip/ulir bambu

Keterangan gambar:
H : tinggi sirip/ulir
P : jarak sirip/ulir melintang W : lebar sirip/ulir membujur T : Gap/rib

b. Sirip/ulir curam

Keterangan gambar:

H : tinggi sirip/ulir

P : jarak sirip/ulir melintang


W : lebar sirip/ulir membujur
c. Sirip/ulir tulang ikan

Keterangan gambar:

H : tinggi sirip/ulir

P : jarak sirip/ulir melintang


W : lebar sirip/ulir membujur T :
Gap/rib

Gambar 2 - Jenis baja tulangan beton sirip/ulir

3.3.3 Panjang
Panjang baja tulangan beton ditetapkan 10 m dan 12 m.

3.3.4 Toleransi panjang


Toleransi panjang baja tulangan beton ditetapkan minimum 0 mm (0 mm), maksimum plus 70 mm
(maksimum + 70 mm).

3.4 Toleransi berat per batang


Toleransi berat per batang baja tulangan beton sirip/ulir ditetapkan seperti tercantum dalam Tabel 5.
Tabel 5 - Toleransi berat per batang BjTS

Diameter nominal (mm) Toleransi


(%)
6≤ d≤8 ±7
10 ≤ d ≤ 14 ±6
16 ≤ d ≤ 29 ±5
d > 29 ±4
CATATAN:
Toleransi berat untuk baja tulangan beton sirip = beratnominal - berataktual x 100%berat
beratnominal
3.5 Sifat mekanis
Sifat mekanis baja tulangan beton ditetapkan seperti tercantum pada Tabel 6.

Tabel 6 – Sifat mekanis

Uji tarik Uji lengkung


Rasio
Kelas baja TS/YS
tulangan (Hasil
Uji)
Kuat Regangan
luluh/leleh kuat tarik diameter
dalam 200 mm, sudut
(YS) (TS) pelengkung
Min. lengkung
MPa MPa % mm

Min. 280 11 (d ≤ 10 mm) 180° 3,5d (d ≤ 16 mm)


BjTP 280 Min. 350 -
Maks. 405 12 (d ≥12 mm) 180° 5d (d ≥ 19 mm)
Min. 280 11 (d ≤ 10 mm) 180° 3,5d (d ≤ 16 mm) Min.
BjTS 280 Min. 350
Maks. 405 12 (d ≥13 mm) 180° 5d (d ≥ 19 mm) 1,25
9 (d ≤ 19 mm) 180° 3,5d (d ≤ 16 mm )
Min. 420 8 (22 ≤ d ≤ 25 mm) 180° 5d (19 ≤ d ≤ 25 mm) Min.
BjTS 420A Min. 525
Maks. 545 180° 7d (29 ≤ d ≤ 36 mm) 1,25
7 (d ≥ 29 mm)
90° 9d (d > 36 mm)
14 (d ≤ 19 mm) 180° 3,5d (d ≤ 16 mm )
Min. 420 12 (22 ≤ d ≤36 mm) 180° 5d (19 ≤ d ≤ 25 mm) Min.
BjTS 420B Min. 525
Maks. 545 180° 7d (29 ≤ d ≤ 36 mm) 1,25
10 (d > 36 mm)
90° 9d (d > 36 mm)
7 (d ≤ 25 mm) 180° 5d (d ≤ 25 mm)
Min. 520 Min.
BjTS 520 Min. 650 180° 7d (29 ≤ d ≤ 36 mm)
Maks. 645 6 (d ≥ 29 mm) 1,25
90° 9d (d > 36 mm)
7 (d ≤ 25 mm) 180° 5d (d ≤ 25 mm)
Min. 550 Min. Min.
BjTS 550 180° 7d (29 ≤ d ≤ 36 mm)
Maks. 675 687,5 6 (d ≥ 29 mm) 1,25
90° 9d (d > 36 mm)
7 (d ≤ 25 mm) 180° 5d (d ≤ 25 mm)
Min. 700 Min.
BjTS 700 Min. 805 180° 7d (29 ≤ d ≤ 36 mm)
Maks. 825 6 (d ≥ 29 mm) 1,15
90° 9d (d > 36 mm)
Keterangan:
1. d adalah diameter nominal baja tulangan beton
2. hasil uji lengkung tidak boleh menunjukan retak pada sisi luar lengkungan benda uji lengkung
4 Cara pengambilan contoh

4.1 Pengambilan contoh dilakukan oleh petugas yang berwenang.


4.2 Petugas pengambil contoh harus diberi keleluasaan oleh pelaku usaha untuk melakukan
tugasnya.
4.3 Pengambilan contoh dilakukan secara acak (random) pada kelompok nomor leburan.
4.4 Jumlah contoh uji
4.4.1 Setiap kelompok yang terdiri dari satu nomor leburan dan ukuran yang sama diambil 1 (satu)
contoh uji dari bagian tengah batang dan tidak boleh dipotong dengan cara panas.

4.4.2 Untuk kelompok yang terdiri dari nomor leburan yang berbeda dari satu ukuran dan satu
kelas baja yang sama, sampai dengan 25 (dua puluh lima) ton diambil 1 (satu) contoh uji, selebihnya
berdasarkan kelipatannya.

4.4.3 Contoh untuk uji sifat mekanis diambil sesuai dengan kebutuhan masing-masing, maksimum
1,5 meter.
5 Cara uji

5.1 Uji sifat tampak


Uji sifat tampak dilakukan secara visual tanpa bantuan alat untuk memeriksa adanya cacat- cacat seperti
pada pasal 6.1.

5.2 Uji ukuran, berat dan bentuk


5.2.1 Baja tulangan beton polos
5.2.1.1 Pengukuran diameter dilakukan pada 3 (tiga) tempat yang berbeda dalam 1 (satu) contoh uji
dan dihitung nilai rata-ratanya.
5.2.1.2 Pengukuran kebundaran diukur pada satu tempat untuk menentukan diameter minimum dan
maksimum.
5.2.2 Baja tulangan beton sirip/ulir
Baja tulangan beton sirip/ulir diukur jarak sirip/ulir, tinggi sirip/ulir, Iebar sirip/ulir membujur,
sudut sirip/ulir dan berat.
5.2.2.1 Jarak sirip/ulir melintang
Pengukuran jarak sirip/ulir dilakukan dengan cara mengukur 10 (sepuluh) jarak
sirip/ulir yang berderet kemudian dihitung nilai rata-ratanya.
5.2.2.2 Tinggi sirip/ulir melintang
Pengukuran tinggi sirip/ulir dilakukan terhadap 3 (tiga) buah sirip/ulir dan dihitung nilai rata-
ratanya.
5.2.2.3 Lebar sirip/ulir membujur
Pengukuran terhadap lebar sirip/ulir membujur dilakukan pada dua sisi masing-masing 3 (tiga) titik
pengukuran pada sirip membujur kemudian dihitung nilai rata-ratanya.
5.2.2.4 Sudut sirip/ulir melintang
Pengukuran sudut sirip/ulir melintang dilakukan dengan membuat gambar yang diperoleh dengan
cara mengelindingkan potongan uji di atas permukaan lempengan lilin atau kertas, kemudian
dilakukan pengukuran sudut sirip pada gambar lempengan tersebut.
5.2.2.5 Berat
Pengukuran berat dilakukan dengan cara penimbangan.
5.3 Uji sifat mekanis
5.3.1 Benda uji
5.3.1.1 Benda uji tarik harus lurus dan utuh/tidak boleh dibubut dengan tujuan untuk memperkecil
diameter. Bentuk potongan benda uji tarik seperti dtunjukan pada Gambar 3.

keterangan gambar:

Diameter nominal Panjang pengukuran Panjang bebas antar grip


(gauge length)
d Lo Lc

Diameter baja tulangan beton 200 mm Min. 225 mm

Gambar 3 – Benda uji tarik baja tulangan beton

5.3.1.2 Benda uji lengkung harus lurus dan utuh/tidak boleh dibubut dengan tujuan untuk
memperkecil diameter. Panjang benda uji lengkung tidak kurang dari 150 mm.
5.3.2 Jumlah benda uji
Uji tarik dan lengkung dilakukan masing-masing 1 (satu) kali pengujian dari masing-masing potongan
contoh uji.
5.3.3 Pelaksanaan uji
5.3.3.1 Uji tarik
Uji tarik dilakukan sesuai SNI 8389 . Untuk menghitung kuat luluh dan kuat tarik baja tulangan beton
polos dan sirip/ulir digunakan nilai luas penampang yang dihitung dari diameter nominal contoh uji.
Nilai kuat luluh/leleh ditentukan dengan salah satu dari metode berikut:
a. Jika baja tulangan beton mempunyai titik luluh/leleh yang jelas, nilai kuat luluh/leleh ditentukan
dengan turunnya atau berhentinya bacaan dari mesin uji tarik
b. Jika baja tulangan beton tidak mempunyai titik luluh/leleh yang jelas, nilai kuat luluh/leleh
ditentukan dengan metode offset 0,2 %.
5.3.3.2 Uji Iengkung
Uji lengkung dilakukan sesuai SNI 0410.
6 Syarat lulus uji

6.1 Kelompok dinyatakan lulus uji apabila contoh yang diambil dari kelompok
tersebut memenuhi pasal 6 dan pasal 10.1.
6.2 Apabila sebagian syarat-syarat tidak dipenuhi, dapat dilakukan uji ulang dengan
contoh uji sebanyak 2 (dua) kali jumlah contoh uji yang pertama yang berasal dari
kelompok yang sama.
6.3 Apabila hasil kedua uji ulang semua syarat-syarat terpenuhi, kelompok
dinyatakan lulus uji. Kelompok dinyatakan tidak lulus uji kalau salah satu syarat pada
uji ulang tidak dipenuhi.

7 Syarat Penandaan
7.1 Setiap batang baja tulangan beton harus diberi tanda (marking) dengan huruf
timbul (emboss) yang menunjukkan merek pabrik pembuat dan ukuran diameter
nominal.
7.2 Setiap batang baja tulangan beton sesuai dengan standar harus diberi tanda pada
ujung-ujung penampangnya dengan warna yang tidak mudah hilang sesuai dengan kelas
baja seperti pada Tabel 7.
7.3 Setiap kemasan harus diberi label dengan mencantumkan:
 Nama dan merek dari pabrik pembuat
 Ukuran (diameter dan panjang)
 Kelas baja
 Nomor leburan (No. Heat)
 Tanggal, bulan dan tahun produksi

Tabel 7 - Tabel untuk tanda kelas baja tulangan beton

Kelas baja Warna


BjTP 280 BjTS 280 Hitam
BjTS 420A Kuning
BjTS 420B Merah
- BjTS 520 Hijau
BjTS 550 Putih
BjTS 700 Biru
8 Cara pengemasan

8.1 Baja tulangan beton dalam satu kemasan terdiri dari ukuran, jenis, dan kelas baja
yang sama.

8.2 Kemasan baja tulangan beton bisa lurus atau ditekuk harus diikat secara kuat,
rapih, dan kokoh.

Anda mungkin juga menyukai