Anda di halaman 1dari 78

SKRIPSI

IDENTIFIKASI KESESUAIAN KATEGORI PENILAIAN GREENSHIP PADA


BANGUNAN FISIP UNPATTI AMBON

OLEH :

SALAMU NIRWATI SOPLANIT

NIM 2017 73 087

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL


JURUSAN TEKNIK PERKAPALAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS PATTIMURA
AMBON
2022

i
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT Tuhan Yang


Maha Esa, karena kasih dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
Skripsi ini yang berjudul “IDENTIFIKASI KESESUAIAN KATEGORI
PENILAIAN GREENSHIP PADA BANGUNAN FISIP UNPATTI
AMBON”.
Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan
studi pada program studi Strata Satu (S1) Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik
Universitas Pattimura
Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan tugas akhir ini tidak
terlepas dari dukungan, bantuan serta bimbingan dari berbagi pihak. Oleh karena
itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya
kepada beberapa pihak yang berperan penting yaitu:
1. Prof. Dr. M. J. Sapteno, S.H., M.HUM selaku Rector Universitas
Pattimura Ambon
2. Dr. Pieter Th. Berhitu.,ST.,MT selaku Dekan Fakultas Teknik
Universitas Pattimura Ambon
3. F. Gasperz .,ST.,MT selaku ketua jurusan Teknik Perkapalan
Fakultas Teknik Universitas Pattimura Ambon.
4. Ir. Sammy G. M. Amaheka, M.SI selaku Ketua Program Studi
Teknik Sipil Universitas Pattimura Ambon.
5. C. G Buyang .,ST.,MT selaku dosen pembimbing I yang telah
dengan sabar memberikan bimbingan, masukan, dan dukungan yang
sangat bernilai serta meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam
mengarahkan penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini.
6. Fauzan A. Sangadji .,ST.,MT selaku dosen pembimbing II yang
telah dengan sabar memberikan bimbingan, masukan dan dukungan
yang sangat bernilai meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam
mengarahkan penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini.
7. S.I Latuconsina.,ST.,MT selaku penasehat Akademik yang telah
membimbing dan mengarahkan penulis selama perkuliahan.

ii
8. Bapak/Ibu Dosen Staf Pengajar Departeman Teknik Sipil
Universitas Pattimura Ambon yang telah memberikan bantuannya
selama masa studi penulis.
9. Seluruh Pegawai Administrasi Departemen Teknik Sipil
Fakultas Teknik Universitas Pattimura Ambon yang telah
memberikan bantuannya.
10. Pimpinan dan Seluruh Staf Bagian Perlengkapan Gedung
Fakultas Fisip Unpatti Ambon. yang telah membantu penulis
dalam mengumpulkan data.
11. Pimpinan dan Seluruh Staf Bagian Rumah Tangga Gedung
Rektorat Unpatti Ambon. yang telah membantu penulis dalam
mengumpulkan data.
12. Ayahanda Alm. Yusuf Soplanit dan Ibunda Jabari Samalua
Beserta Kakak-Kakak Penulis. Terima kasih tak terhingga atas doa
kasih sayang, semangat, pengorbanan dan ketulusan dalam
mendampingi penulis.
13. Faradila, Lelly. Teman special yang sentiasa mendengarkan keluh
kesah serta tak henti-hentinya memberikan semangat, waktu, tenaga,
dan pikiran dalam 5 tahun terakhir masa pendidikan penulis.
14. Faiz, Milo, Sam Terima kasih untuk arahan, masukan serta diskusi-
diskusi singkatnya yang telah dibagi kepada penulis.
Mengingat adanya keterbatasan-keterbatasan yang penulis miliki, maka
penulis menyadari bahwa laporan tugas akhir ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, segala saran dan kritik yang bersifat membangun dari pembaca
diharapkan untuk penyempurnaan laporan tugas akhir ini.
Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih dan semoga laporan tugas
akhir ini bermanfaat bagi para pembaca.

Ambon, Oktober 2022

Penulis

Salamu Nirwati Soplanit


iii
MOTO

“Allah tidak akan membebani seseorang melainkan sesuai dengan


kesanggupannya”

(Al-baqarah ayat 286)

“Kalau tidak pernah berjuang sampai akhir, kita tidak akan pernah melihatnya
walau ada di depan mata”

(Marshall D. Teach dari Komik One Piece Chapter 225)

“jika kamu tidak tahan dengan sakitnya belajar maka bersiaplah menanggung
perihnya kebodohan”

(Imam Syafi’i)

iv
ABSTRAK

IDENTIFIKASI KESESUAIAN KATEGORI PENILAIAN GREENSHIP PADA


BANGUNAN FISP UNPATTI AMBON

Oleh

SALAMU NIRWATI SOPLANIT

Isu yang sedang dihadapi oleh masyarakat global saat ini adalah isu pemanasan
global yang diyakini oleh peniliti disebabkan oleh kegiatan pembangunan.

Telah dipahami bahwa setiap rangkaian kegiatan pembangunan mempunyai


potensi dampak negative terhadap lingkungan sehingga diperlukan kesadaran dan
pengetahuan bagi pelaku konstruksi dalam meminimalkan pengaruh negative tersebut.
Salah satu solusi yang dapat dilakukan para pelaku konstruksi dalam membangun
diantaranya adalah menerapkan green building.

Adanya program Eco-Campus yang sedang berkembang di Indonesia sebagai


dukungan terhadap peduli lingkungan, memacu berbagai perguruan tinggi untuk
mewujudkannya, termasuk di gedung Fisip Unpatti, meski di awal pembangunan
gedung Fisip Unpatti tidak dirancang sesuai kriteria green building, namun secara
sekilas penerapan konsep tersebut dapat dilihat meski hasilnya belum maksimal seperti
yang diharapkan. Oleh karena itu perlu dilakukannya identifikasi terhadapt bangunan
untuk mengetahui sudah sejauh mana penerapan kriteria green building pada bangunan
tersebut agar dapat dijadikan langkah awal program Eco-Campus kedepannya.

Kata kunci: Green Building, Greenship-GBCI, Gedung Fakultas Fisip Unpatti

v
ABSTRACT

IDENTIFICATION OF CONFORMITY TO THE GREENSHIP ASSESSMENT


CATEGORY ON UNPATTI FISIP BUILDINGS

BY

SALAMU NIRWATI SOPLANIT

One of the biggest problems we’re facing in global society is global warming,
which is caused by development.

It is understood thet every development has potentials og bad effects to the


environment, so there must be an effort from the developer to minimize the bad effect of
development. One of the solutions to minimize the impact in developing construction is
applying the green buildimg concept.

The eco-campus program which in now developing in Indonesian as a support


to the environment sustainability, encouraging many universities to apply it, incluiding
Unpatti Fisip building. Eventhought the development in the early days of Unpatti Fisip
building was not applying the green building, but the concept can be seen though the
result is not expected.

Keyword : Green Building, Greenship-GBCI, Unpatti Faculty Of Social Sciences

vi
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................ii

MOTO....................................................................................................................iv

ABSTRAK..............................................................................................................v

ABSTRACT...........................................................................................................vi

DAFTAR ISI........................................................................................................vii

DAFTAR GAMBAR.............................................................................................x

DAFTAR TABEL.................................................................................................xi

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1

1.1 Latar Belakang.....................................................................................................1


1.2 Rumusan Masalah................................................................................................3
1.3 Tujuan Penelitian.................................................................................................3
1.4 Manfaat Penelitian..............................................................................................3
1.5 Batasan Penelitian................................................................................................3
1.6 Sistematika Penulisan...........................................................................................4
BAB II LANDASAN TEORI................................................................................5

2.1 Pengertian Bangunan Gedung..............................................................................5


2.2 Defenisi dan Terminology....................................................................................5
2.2.1 Green Building.....................................................................................................5
2.2.2 Penilaian.......................................................................................................6
2.3 Sistem Rating.......................................................................................................6
2.3.1 Sistem Rating Menurut GBCI (2010)..........................................................7
2.3.2 Sistem Rating Greenship (Greenship Rating Tools)....................................7
2.3.3 Sistem Rating Greenship untuk Gedung Terbangun Versi 1.1....................7
2.4 Kriteria dalam Greenship...................................................................................15
2.4.1 Efek Pulau Panas........................................................................................15
2.4.2 Manajemen Limpasan Air Hujan...............................................................16
2.4.3 Intensitas Konsumsi Energi (IKE).............................................................17
2.4.4 Energi Baru Terbarukan.............................................................................19

vii
2.4.5 Penurunan Emisi Energi.............................................................................19
2.4.6 Sumber dan Siklus Material.......................................................................20
2.4.7 Kenyamanan Visual...................................................................................21
2.4.8 Tingkat Kebisingan....................................................................................22
2.5 Konsep dan Dasar Teori Green Building...........................................................22
2.6 Manfaat Green Building.....................................................................................23
2.7 Prinsip Green Building.......................................................................................24
2.8 Sumber Penilaian kriteria Green Building- GBCI............................................25
2.9 Studi Kasus Penerapan Green Building Di Gedung Kampus............................27
2.10 Penelitian Terdahulu..........................................................................................29
BAB III METODE PENELITIAN.....................................................................32

3.1 Lokasi Penelitian................................................................................................32


3.2 Metode Pengumpulan Data................................................................................32
3.3 Variabel penelitian.............................................................................................33
3.4 Waktu Penelitian................................................................................................33
3.5 Metodologi penelitian........................................................................................34
3.6 Metode Pengolahan Data...................................................................................34
3.7 Diagram Alir......................................................................................................35
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN.............................................................36

4.1 Gambaran Umum Fakultas Fisip Unpatti..........................................................36


4.2 Syarat Kelayakan Bangunan..............................................................................36
4.2.1 Luas Daerah 2500 m².................................................................................36
4.2.2 Data Gedung Untuk Di Akses GBCI.........................................................36
4.2.3 Kepemilikan AMDAL/URL......................................................................37
4.2.4 Sertifikasi Kesesuain Fungsi Oleh Pemerintah Daerah..............................37
4.3 Identifikasi Kesesuain Kriteria Dalam Greenship Untuk Bangunan Fisip Unpatti
38
4.3.1 Kategori Tepat Guna Lahan (ASD)...........................................................38
4.3.2 Kategori Efesiensi Dan Konservasi Energy (EEC)....................................45
4.3.3 Konservasi Air (WAC)..............................................................................53
4.3.4 Siklus Dan Sumber Daya Material (MRC)................................................56
4.3.5 Kenyamanan Dan Kesehatan Dalam Ruang..............................................59
4.3.6 Manajemen Lingkungan Bangunan...........................................................63
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN...............................................................65
viii
5.1 Kesimpulan........................................................................................................65
5.2 Saran...................................................................................................................65
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................66

LAMPIRAN

ix
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1 Nilai albedo pada beberapa jenis material.......................................16


Gambar 3. 1 lokasi peneltian (sumber: google maps)..........................................32
Gambar 4. 1 luasan daerah gedung fisip unpatti (sumber; google earth).............36
Gambar 4. 2 Lokasi fasilitass umum sumber; google earth.................................39
Gambar 4. 3 spesifikasi ac yang digunakan di gedung fisip unpatti....................56
Gambar 4. 4 Tanda Larangan Merokok...............................................................60

x
DAFTAR TABEL

Tabel 2. 1 kriteria dalam kategori tepat guna lahan (ASD).....................................8


Tabel 2. 2 Kriteria dalam Kategori Efisiensi dan konServasi Energi (EEC)..........9
Tabel 2. 3 Kriteria dalam Kategori Konservasi Air (WAC).................................10
Tabel 2. 4 Kriteria dalam Kategori Sumber dan Siklus Material..........................11
Tabel 2. 5 Kriteria dalam Kategori Kesehatan dan Kenyamanan.........................12
Tabel 2. 6 Kriteria dalam Kategori Manajemen Lingkungan Bangunan..............13
Tabel 2. 7 kriteria dalam Greenship untuk Gedung Terbangun............................13
Tabel 2. 8 Tingkat Predikat Greenship untuk Gedung baru..................................14
Tabel 2. 9 Tabel daftar bangunan hijau gedung di Indonesia versi GBCI............14
Tabel 2. 10 Nilai albedo pada beberapa jenis material..........................................15
Tabel 2. 11 Nilai koefesien limpasan....................................................................17
Tabel 2. 12 Kriteria IKE Bangunan Gedung ber- AC...........................................18
Tabel 2. 13 Faktor Emisi Grid untuk tiap wilayah................................................20
Tabel 2. 14 Jenis Refrigeran dan Nilai ODP.........................................................21
Tabel 2. 15 Tingkat Pencahayaan Rata-Rata Yang Direkomendasikan................21
Tabel 2. 16 Baku Tingkat Kebisingan...................................................................22
Tabel 2. 17 Sistem Penilaian Green Building di beberapa Negara.......................26
Tabel 2. 18 Keikutsertaan Perguruan Tinggi dari berbagai Negara dapat
dilihat pada table....................................................................................................28
Tabel 2. 19 Hasil Ranking UI GreenMetric 2014.................................................28
Tabel 2. 20 Penelitian Terdahulu..........................................................................30
Tabel 3. 1 Waktu Pelaksanaan Penelitian.............................................................34
Tabel 4. 1 Matriks Kelayakan Bangunan..............................................................37
Tabel 4. 2 Daftar Fasilitas Umum.........................................................................38
Tabel 4. 3 Jenis Vegetasi di Area Gedung Fisip Unpatti......................................40
Tabel 4. 4 Perhitungang Total Albedo..................................................................41
Tabel 4. 5 Perhitungan Volume Limpasan............................................................42
Tabel 4. 6 Ringkasan Kategori Tepat Guna Lahan (ASD)....................................43
Tabel 4. 7 IKE Gedung Fisip Unpatti...................................................................46
Tabel 4. 8 Tolak ukur MVAC menurut GBCI......................................................48
Tabel 4. 9 Perhitungan Emisi Energy....................................................................50

xi
Tabel 4. 10 Ringkasan Efesiensi Dan Konservasi Energy (EEC).........................51
Tabel 4. 11 Ringkasan Konservasi Air..................................................................55
Tabel 4. 12 Ringkasan Siklus Dan Sumber Material............................................58
Tabel 4. 14 Kenyamanan Dan Kesehatan Dalam Ruang (IHC)............................62
Tabel 4. 15 Ringkasan Manajemen Lingkungan Bangunan (BEM).....................63

xii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Belakangan ini, tingkat kesadaran global terhadap lingkungan hidup semakin besar.
Salah satu yang menjadi perhatian, termasuk di Indonesia, adalah isu pemanasan
global. Penyebab pemanasan global diantaranya adalah efek rumah kaca. Hal ini bukan
dikarenakan adanya bangunan-bangunan kaca yang terlalu banyak didaerah perkotaan,
tapi lebih dikarenakan oleh emisi karbon yang terlalu banyak diangkasa sehingga
menyulitkan panas memantul kembali ke luar angkasa.

Saat ini, dikota-kota besar seperti kota Ambon sedang marak oleh berbagi aktivitas
pembangunan guna mendukung pembangunan ekonomi sehingga membutuhkan
banyak bangunan baru untuk mengembangkan ekonominya. Apabila infrastruktur-
infrastruktur tersebut terus dibangun tanpa mempertibangkan atau memperhatikan
kondisi lingkungan seperti ketetapan penggunaan lahan, pemakian energy (listrik) dan
air serta penggunaan material bangunan tentu akan berdampak pada kualitas hidup
disekitarnya. Hal tersebutlah yang diaggap memiliki peran besar terhadap
meningkatnya pemanasan global, sehingga kesadaran dan pengetahuan pelaku
konstruksi terhadap pengaruh keberadaan bangunan itu sangat di butuhkan.

Salah satu upaya nyata yang dapat dilakukan adalah dengan menerapkan Konsep
Green building. Konsep Green building adalah konsep bangunan dimana struktur dan
prosesnya dibangun secara bertanggung jawab terhadap lingkungan dan sumber daya
dengan seefesien mungkin diseluruh siklus bangunan, mulai dari saat mendesain,
melakukan konstruksi, membangun, memelihara bangunan, merenovasi, dan menata
ulang bangunan guna mengurangi bahkan menghilangkan dampak negative keberadaan
bangunan terhadap lingkungan hidup sekitarnya tanpa mengurangi kualiatas lingkungan
dan kualitas hidup manusia. Konsep ini tidak diaplikasikan untuk bangunan baru saja,
namun juga dapat diaplikasikan untuk bangunan yang sudah terbangun. Artinya,
bangunan ini dibangun dengan tidak terkonsep green sejak awal meski tanpa disadari
pengaplikasian standar Green building sudah diterapkan pada bangunan.

Penerapan konsep Green Building diharapkan tidak hanya diterapkan pada


bangunan-bangunan komersial saja, namun juga pada berbagai bangunan lain seperti

1
perguruan tinggi. Program Eco-campus adalah salah satu program yang mendukung
penerapan bangunan yang green di lingkungan kampus yang juga berperan dalam
menurunkan pemanasan global. Mengikuti tren saat ini dimana beberapa perguruan
tinggi berlomba-lomba untuk mendapatkan pengakuan Kampus Green. Oleh karena itu,
perlu adanya penelitian tentang evaluasi sudah sejauh mana penerapan kriteria green
building pada gedung fakultas fisip universitas pattimura agar dapat dijadikan sebagai
langkah awal program Eco-campus kedepannya.

Pada penelitian ini gedung fakultas fisip unpatti akan dijadikan sebagai objek
penelitian. Penelitian gedung ini didasari oleh kelayakan yang ditetapkan oleh GBCI,
dimana gedung yang dinilai harus memiliki luas lahan 2500 m². Alasan lainnya yakni
adanya pemanfaatan lahan disekitar gedung yang memenuhi kriteria GBCI seperti
aksebilitas masyarakat dan area dasar hijau yang cukup ideal.

Oleh sebab itu penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi kesesuaian kategori
greenship sebagai tolak ukur sudah sejauh mana tingkat penerapan green building pada
gedung fisip unpatti, dengan cara melakukan pengukuran langsung, yang dilakukan oleh
peneliti berdasarkan kriteria standar nasional (greenship-GBCI) untuk bangunan
terbangun versi 1.1. dengan judul: “Identifikasi Kesesuaian Kategori Penilaian
Greenship Pada Bangunan Fisip Unpatti Ambon”.

2
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:

1. Apakah gedung Fisip Unpatti sesuai dengan kriteria standar greenship ?


2. Berapa kategori greenship yang terdapat pada gedung Fisip Unpatti?

1.3 Tujuan Penelitian


Dari rumusan masalah diatas, maka yang menjadi tujuan dari penelitian ini
adalah:
1. Mengetahui sejauh mana upaya penerepan konsep green building di gedung
Fisip unpatti.
2. Menganalisa hasil pengukuran kesesuain penilaian green building
berdasarkan kiriteria standar greenship pada gedung fisip unpatti.

1.4 Manfaat Penelitian


Penelitian ini diharapkan dapat memberikan banyak manfaat bagi banyak pihak,
diantaranya sebagai berikut :
1. Bagi Penulis, dapat dijadikan sebagai penambah wawasan dan pengetahuan
mengenai penerapan green building konsep pada gedung perkuliahan.
2. Bagi Departemen Teknik Sipil universitas pattimura, diharapkan dapat
menjadi dokumen akademik yang berguna untuk dijadikan acuan bagi sivitas
akademika.
3. Bagi Tempat Penelitian, sebagai bahan masukan dan pembelajaran tentang
green building pada gedung perkuliahan.

1.5 Batasan Penelitian


Penelitian ini memiliki batasan sebagai berikut :
1. Penelitian bertempat pada Gedung fisip universitas pattimura
2. Penelitian mengunakan kuesioner penilaian Grenship yang di keluarkan oleh
Green Building Council Indonesia (GBCI).
3. Kriteria yang dibahas disesuaiakan dengan data yang dapat diperoleh
dilapangan dan beberapa asumsi yang disesuaikan dengan standar terlampir.
4. Keberhasilan penilaian gedung fisip unpatti dibatasi oleh kondisi lapangan,
ketersediaan data sekunder, dan ketersediaan alatyang dibutuhkan untuk
pengukuran.

3
1.6 Sistematika Penulisan
BAB 1 PENDAHULUAN

Berisi tentang latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian
dan sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Dalam tinjauan Pustaka penulis memberikan pengertian – pengertian istilah yang


banyak digunakan dalam penulisan yang bersumber dari jurnal dan buku.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini Menjelaskan uraian pelaksanaan penelitian mulai dari tahap persiapan,
pengumpulan data, analisis hingga metode.

BAB IV PEMBAHASAN

Menguraikan tentang penilaian kriteria Green building pada bangunan Gedung fakultas
fisip universitas pattimura ambon berdasarkan indikasi Green Building Council
Indonesia (GBCI)

BAB V PENUTUP

Berisikan kesimpulan dan saran terhadap penelitian yang dilakukan.

4
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Bangunan Gedung


Pengertian Bangunan Gedung Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor
28 tahun 2002 tentang bangunan gedung menyatakan Bangunan gedung adalah wujud
fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian
atau seluruhnya berada di atas dan atau di dalam tanah dan atau air, yang berfungsi
sebagai tempat manusia melakukan kegiatannya, baik untuk hunian atau tempat tinggal,
kegiatan keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan sosial, budaya, maupun kegiatan khusus
untuk mencapai berbagai sasaran yang menunjang terwujudnya tujuan pembangunan
nasional yang mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata material dan
spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 yang meliputi proses
perencanaan teknis dan pelaksanaan konstruksi, serta kegiatan pemanfaatan, pelestarian,
dan pembongkaran.

2.2 Defenisi dan Terminology


2.2.1 Green Building
Menurut pitts (2004, dalam hardjono, 2009:6), Green building merupakan konsep
yang menjadi solusi bagi dunia property untuk mengambil peran dalam mengurangi
dampak pada global warning.

Menurut Chen (2008), dan Hardjono (2009). Green building adalah sebuah
bangunan yang dalam pemanfaatannya (baik sejak direncanakan, didesain, dibangun,
digunakan, maupun direnovasi) menggunakan sumber daya alam dan sumber energi
secara minimalis, meminimalisis limbah, dan ramah lingkungan.

Menurut Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 8 Tahun 2010 tentang
Kriteria dan Sertifikasi Bangunan Ramah Lingkungan Bab I Pasal 1, bangunan ramah
lingkungan (green building) adalah suatu bangunan yang menerapkan prinsip
lingkungan dalam perancangan, pembangunan, pengoperasian, dan pengelolaannya dan
aspek penting penanganan dampak perubahan iklim. Prinsip lingkungan yang dimaksud
adalah prinsip yang mengedepankan dan memperhatikan unsur pelestarian fungsi
lingkungan.

5
Menurut Green Building Council Indonesia atau GBCI (2010), bangunan hijau
adalah bangunan yang dimana sejak mulai dalam tahap perencanaan, pembangunan,
pengoperasian hingga dalam operasional pemeliharaannya memperlihatkan aspek-aspek
dalam melindungi, menghemat, serta mengurangi penggunaan sumber daya alam,
menjaga mutu dari kualitas udara di ruangan, dan memperhatikan kesehatan
penghuninya yang semuanya berpegang pada kaidah pembangunan yang
berkesinambungan.

Menurut Kriss (2014), green building adalah sebuah konsep hilistik yang dimulai
degan pemahaman bahwa lingkungan yang dibangun dapay menimbulkan dampak, baik
dampak positif dan dampak negative pada lingkungan hidup, juga orang-orang yang
tinggal dibangunan tersebut setiap hari. Green building adalah sebuah usaha untuk
memperbesar dampak positif dan mencegh dampak negative selama umur pakai
bangunan.

Menurut Amran (2014), green building adalah bangunan berkelanjutan yang


mengarah pada struktur dan pemakaian proses yang bertanggung jawab terhadap
lingkungan dan hemat sumber daya sepanjang siklus hidup bangunan tersebut, mulai
dari pemilhan tempat sampai desain, konstruksi, operasi perawatan, renovasi dan
peruntuhan.

2.2.2 Penilaian
Menurut kamus Bahasa Indonesia (2008), penilaian adalah proses, cara, perbuatan
nilai. penilaian dalam penelitian ini diartikan sebagai suatau proses untuk mengambil
keputusan dengan menggunakan informasi berupa data pengamatan dan sekunder, hasil
wawancara dan pengukuran untuk mengetahui kondisi dari gedung yang ditinjau.

2.3 Sistem Rating


sistem rating adalah suatu alat berisi butir-butir dari aspek penilaian yang disebut
rating dan setiap butir rating mempunyai nilai (credit point/poin nilai). Apabila suatu
bangunan berhasil melaksanakan butir rating, maka bangunan itu akan mendapatkan
poin nilai dari butir tersebut. bilai jumlah semua poin yang berhasil dikumpulkan
mencapai suatu jumlah yang ditentukan , maka bamgunan tersebut dapat disertifikasi
untuk tingkat sertifikasi tertentu (GBCI, 2012).

6
2.3.1 Sistem Rating Menurut GBCI (2010)
Rating adalah bagian dari kategori, berisi muatan apa saja yang dinilai, tolok ukur
apa saja yang harus dipenuhi, dan berapa nilai poin yang terkandung di dalamnya.
(Selanjutnya rating disebut kriteria). Menurut GBCI (2012), ada 3 (tiga) jenis kriteria
berbeda yang terdapat dalam Greenship, yaitu:

a) Kriteria prasyarat adalah kriteria yang ada di setiap kategori dan harus dipenuhi
sebelum dilakukannya penilaian lebih lanjut berdasarkan kriteria kredit dan
kriteria bonus. Apabila salah satu prasyarat tidak dipenuhi, maka kriteria kredit
dan kriteria bonus dalam kategori yang sama dari gedung tersebut tidak dapat
dinilai. Kriteria prasyarat ini tidak memiliki nilai seperti kriteria lainnya.
b) Kriteria kredit adalah kriteria yang ada di setiap kategori dan tidak harus
dipenuhi. Pemenuhan kriteria ini tentunya disesuaikan dengan kemampuan
gedung tersebut. Bila kriteria ini dipenuhi, gedung yang bersangkutan mendapat
nilai dan apabila tidak dipenuhi, gedung yang bersangkutan tidak akan mendapat
nilai.
c) Kriteria bonus adalah kriteria yang hanya ada pada kategori tertentu yang
memungkinkan pemberian nilai tambahan. Hal ini dikarenakan selain kriteria ini
tidak harus dipenuhi, pencapaiannya dinilai cukup sulit dan jarang terjadi di
lapangan.

2.3.2 Sistem Rating Greenship (Greenship Rating Tools)


Greenship merupakan standar bangunan hijau yang disusun oleh GBCI yang
diberlakukan di Indonesia sebagai perangkat penilaian yang terdiri dari:

a) Greenship untuk rumah hunian


b) Greenship untuk Gedung baru
c) Greenship untuk Gedung terbangun
d) Greenship untuk interior ruangan.

2.3.3 Sistem Rating Greenship untuk Gedung Terbangun Versi 1.1


Penyusunan Greenship ini didukung oleh World Green Building Council dan
dilaksanakan oleh Komisi Rating dari GBCI, terdiri dari 6 (enam) kategori. Enam
kategori Greenship yang dimaksud, yaitu:

7
a) Tepat Guna Lahan (Appropriate Site Development/ ASD).
Ketepatan pengguna lahan erat kaitnya dengan pembangunan suatu kawassan
hal ini diperlukan dalam perencanaan suatu bangunan karena mengingat
dampak yang ditimbulkan suatu bangunan terhadap lingkungan sekitar.
Semakin tepat pembangunan suatu Kawasan, maka akan semakin kecil
dampak negative yang ditimbulkan. Semakin lengkap fasilitas dan
infrastruktur dalam suatu Kawasan, akan semakin mempermudah aksebilitas
dan efesiensi energi. Terciptanya efesiensi energi, terutama energi fosil, dapat
mengakibatkan turunnya jejak karbon dan jejak ekologis, dan meningkatnya
kualitas lingkungan hidup. (GBCI, 2010)
Dalam kategori ini terdapat 2 (dua) kriteria prasyarat dan 8 (delapan) kriteria
kredit bernilai maksimal 16 poin, yaitu:
Prasyarat 1. Kebijakan manajemen tapak (site management policy)
Prasyarat 2. Kebijakan pengurangan kendaraan bermotor (motor vehicle
reduction policy)
Berikut adalah kriteria kredit dalam kategori tepat guna lahan (ASD) dapat
dilihat pada table 2.1.

Tabel 2. 1 kriteria dalam kategori tepat guna lahan (ASD)

ASD Kriteria kredit poin


1 Aksebilitas masyarakat (Community Accessibility) 3
2 Pengurangan kendaraan bermotor (Motor Vehicle
2
Reductuion)
3 Lansekap pada lahan (site lands caping) 3
4 Efek pulau panas (heat island effect) 2
5 Sepeda (Bicyle) Manajemen limpasan air hujan
2
(strom water management)
6 Manajemen tapak (site management) 2
7 Lingkungan bangunan (building neighbourhood) 2
Sumber: GBCI (2016)

8
b) Efisiensi dan Konservasi Energi (Energy Efficiency and Conservation/
EEC).

Adanya kebutuhan energi yang besar dalam suatu Gedung, secara tidak
langsung akan menimbulkan emisi gas carbon dioksida (CO₂) dimana
merupakan salah satu gas pembentuk efek rumah kaca. Apabila hal ini
dibiarkan terus menerus, maka pada akhirnya akan mengakibatkan terjadinya
pemanasan global. Oleh karena itu diperlukan upaya efesiensi dan konservasi
energi yang dilakukan didalam suatu Gedung. (rahayu, 2014).

Dalam kategori ini terdapat 2 (dua) kriteria prasyarat dan 7 (tujuh) kriteria
kredit bernilai maksimal 36 poin, yaitu:

Prasyarat 1. Kebijakan dan strategi manajement energi (policy and energi


management plan)

Prasyarat 2. Penggunaan energi minimum (minimum building energy


performance)

Berikut kriteria dalam kategori efesiensi dan konservasi energi dapat dilihat
pada table 2.2.

Tabel 2. 2 Kriteria dalam Kategori Efisiensi dan konServasi Energi


(EEC)

EEC Kriteria kredit poin


1 Pengoptimal efesiensi energi bangunan (optimized 16
efficiency building energy)
2 Pengujian, komisioning ulang atau retro-comisioning 2
(testing, recommissioning or retrocommisioning)
3 Pendayagunaan system energi (system energi performance) 12
4 Pengawasan energi (energy monitoring & control) 3
5 Pelaksanaan dan pemeliharaan (operation and 3
maintenance)
6 Energi terbarukan dalam tapak (on site renewable energy) 5B
7 Penurunan emisi energi (less energy emission) 3B
Sumber; GBCI, (2016)

9
c) Konservasi Air (Water Conservation/ WAC).

Sumber air dalam suatu Gedung biasanya berasal dari PDAM dan air tanah.
Apabila konsumsi air dalam Gedung terus menerus dilakukan tanpa kegiatan
konservasi, maka kuantitas dan kualitas air bersih akan menurun, apalagi jika
yang digunakan sebagai sumber yaitu air tanah. Oleh karena itu, perlu adanya
usaha konservasi air dalam satu Gedung. Hal ini dapat dilakukan dengan banyak
cara, diantaranya dengan sumber air alternatif, pemilihan alat pengatur keluaran
air dan penghematan penggunaan air.(GBCI, 2010).

Dalam kategori ini terdapat 1 (satu) kriteria prasyarat dan 8 (delapan) kriteria
kredit bernilai maksimal 20 poin. Dapat dilihat pada table 2.3.

Tabel 2. 3 Kriteria dalam Kategori Konservasi Air (WAC)

WAC Kriteria Kredit Poin


1 Sub – material (water sub – metering) 1
2 Pengawasan air (water monitoring control) 2
3 Pengurangan penggunaan air (fresh water efficiency) 8
4 Kualitas air (water Quality) 1
5 Daur ulang air (recycled water) 5
6 Air minum (potable water) 1
7 Pengurangan penggunaan sumur dalam (Deep well 2
reduction)
8 Efesiensi air keran (water tap efficiency) 2B
sumber; GBCI (2016)

d) Sumber dan Siklus Material (Material Resources and Cycle/ MRC).

Siklus material dimulai dari tahap eksploitasi produk, pengolahan dan produksi,
desain bangunan, dan aplikasi yang efesien, hingga upaya memperpanjang masa
akhir pakai produk material. (GBCI, 2010).

Dengan sumber yang jelas dan pengelolaan siklus material yang baik, maka
suatu pembangunan akan menjadi berkelanjutan sehingga dapat menjaga
pelestarian alam. Dalam kategori ini terdapat 3 (tiga) kriteria prasyarat dan 5
(lima) kriteria kredit, bernilai maksimal 12 poin, yaitu:

1
Prasyarat 1. Refrigerant fundamental (fundamental refrigerant)

Prasyarat 2. Kebijakan pembelanjaan material (material purchasing policy).

Prasyarat 3. Kebijakan manajemen limbah (waste management policy)

Untuk kriteria dalam kategori sumber dan siklus material dapat dilihat pada table
2.4.

Tabel 2. 4 Kriteria dalam Kategori Sumber dan Siklus Material

MRC Kriteria Kredit Poin


1 Penggunaan Non OSD (Usage non USD) 2
2 Pembelanjaan material (material purchasing practice) 3
3 Manajemen limbah (waste management practice) 4
4 Manajemen limbah beresiko (hazardous waste 2
management)
5 Manajemen barang bekas (management of used good) 1

Sumber; GBCI 2016

e) Kesehatan dan Kenyamanan dalam Ruang (Indoor Health and Comfort/ IHC).

Kualitas udara dan kenyamanan dalam ruang erat kaitannya dengan Kesehatan
penggunaan Gedung atau yang sering disebut sebagi sick building syndrome
(SBS). Keadaan ini diakibatkan kualitas udara dan kenyamanan buruk. Oleh
karena itu, perlu adanya pengaturan dan control pada kualitas udara dan
kenyamanan, sehingga kondisi ruang menjadi nyaman dan dapat meningkatkan
produktivitas kerja pengguna Gedung. (GBCI,2010). Dalam kategori ini terdapat
1 (satu) kriteria prasyarat dan 8 (delapan) kriteria kredit, bernilai maksimal 20
poin, yaitu

Prasyarat 1. Kampanye di larang merokok (no smoking campaign)

Berikut ini adalah kriteria dalam kategori kesehatan dan kenyamanan dalam
ruang (IHC) dapat di perlihatkan pada table 2.5.

1
Tabel 2. 5 Kriteria dalam Kategori Kesehatan dan Kenyamanan.

IHC Kriteria Kredit Poin


1 Introduksi udara diluar ruangan (outdor air
2
introduction)
2 Pengendalian asap rokok (environmental tabacco
2
smoke control)
3 Pemantauan CO₂ dan CO (CO₂ dan CO monitoring) 2
4 Polusifikasi dan kimiawi (physical, chemical dan
8
biological pollutans)
5 Kenyamanan termal (thermal comfort) 1
6 Kenyamanan visual ( visual comfort) 1
7 Tingkat kebisingan (acoustic level) 1
8 Survey pengguna Gedung (building user survey) 3
Sumber; GBCI, 2010

f) Manajemen Lingkungan Bangunan (Building Environment Management/


BEM).

Pengolahan lingkungan bangunan diperlukan sejak awal Gedung mulai


direncanakan. Tujuannya untuk memudahkan dan mengarahkan desain yang
berkonsep Green Building. Cangkupan dalam kategori ini adalah pengelolaan
sumber daya memalui rencana operasional konsep yang berkelanjutan, kejelasan
informasi (data), dan penanganan dini yang membantu pemecahan masalah,
termasuk manajemen sumber daya manusia dalam penerapan konsep bangunan
hijau untuk mendukung penerapan tujuan pokok dari kategori lain.(GBCI, 2010)

Dalam kategori ini terdapat satu kriteria prasyarat dan 5 (lima) kredit
bernilai maksimal13 poin. Dapat di lihat pada table 2.6.

Prasyarat 1. Kebijakan operasi dan pemeliharaan (operation dan


maintenance policy)

1
Tabel 2. 6 Kriteria dalam Kategori Manajemen Lingkungan Bangunan

BEM Kriteria kredit poin


1 Inovasi (innovations) 5
Kebijakan pemilik proyek (design intent & owner”s
2 2
project)
Tim pemeliharaan dan operasional ramah lingkungan
3 2
(green operational & maintenance team)
4 Kontrak green (green occupancy/lease) 2
Operasional, pemeliharaan dan penelitian (operation,
5 2
and maintenance training)
Sumber: GBCI 2016

Tabel 2. 7 kriter£ia dalam Greenship untuk Gedung Terbangun

Kriteria
kategori prasyarat kredit bonus
ASD 2 8 -
EEC 2 7 -
WAC 1 8 -
MRC 3 5 -
IHC 1 8 -
BEM 1 5 -
Total kriteria 10 41 -
sumber; GBCI (2011)

kriteria kredit memiliki poin tertentu apabila poin tersebut mampu dicapai
gedung sesuai dengan total poin minimum yang diisyaratkan GBCI, gdung diberi
sertifikasi dengan tingkat predikat seperti berikut:

1
Tabel 2. 8 Tingkat Predikat Greenship untuk Gedung baru

predikat Minimum poin Persentasi (%)

Platinum 74 73
emas 58 57
Perak 47 46
perunggu 35 35
sumber: GBCI (2012)

Adapun bangunan gedung yang sudah memperoleh sertifikasi sebagai bangunan


hijau dari GBCI, diantaranya:

Tabel 2. 9 Tabel daftar bangunan hijau gedung di Indonesia versi GBCI

NO Nama Bangunan Gedung Kategori Predikat


1 Gedung Kantor Manajemen Pusat Bangunan Baru Platinum
(Kampus), PT Dahana (Persero)
2 Institute Teknologi Sains Bandung (ITSB) Bangunan Baru Emas
3 Gedung Kementrian Pekerjaan Bangunan Baru Platinum
Umum,Jakarta
4 Kantor Bank Indonesia, Solo Bangunan Baru Emas
5 Alamanda Tower, Jakarta Bangunan Baru Emas
6 “Main Office Buildibg” PT Holcim Bangunan Baru Emas
Indonesia, Tuban Plan
7 Wisma Subiyanto, Jakarta Bangunan Baru Emass
8 Green Office Oark 6, Tangerang Bangunan Baru Emas
9 Menara BCA PT Grand Indonesia, Jakarta Bangunan Platinum
Terbangun
10 Gedung Sampoerna Strategic Square, PT Bangunan Emas
Buana Sakti, Jakarta Terbangun
11 German Centre Jakarta Bangunan Emas
Terbangun
sumber; GBCI (2015)

1
2.4 Kriteria dalam Greenship
Menurut kamus bahasa Indonesia (2008), kriteria adalah ukuran yang menjadi
dasar penilaian atau penetapan sesuatu. pengertian kriteria dalam penelitian ini adalah
ukuran yang tercantum pada Greenship-GBCI sebagai tolak ukur penilaian Green
building.

Kriteria green building yang terapat dalam perangkat penilaian greenship untuk
gedung terbangun versi 1.1 terdiri dari 41 kriteria kredit yang ditentukan oleh GBCI
berdasarkan standar teori dan peraturan yang telah disesuaikan di Indonesia. berikut
adalah sebagian penjelasan kriteria kredit yang terdapat dalam greenship;

2.4.1 Efek Pulau Panas


Salah satu fenomena iklim yang menjadi isu global akhir-akhir ini adalah
fenomena pulau panas atau lebih dikenal dengan heat island effect. Fenomena ini
dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti di antaranya pengunaan material pada area atap
dan non-atap gedung sehingga mempengaruhi nilai albedo (daya refleksi panas
matahari) sekitar gedung. Albedo adalah reflektivitas dari permukaan yang terintegrasi
diselutuh belahan bumi dan panjang gelombang matahari. Semakin permukaan bahan
berwarna gelap dan bertekstur kasar, maka nilai albedo akan semakin kecil. (taha,
1992).

Greenship menetapkan nilai albedo yang baik adalah >0,3. berikut daftar nilai
albedo pada beberapa jenis bahan:

Tabel 2. 10 nilai albedo pada beberapa jenis material

No Nama Bahan Nilai Albedo


1 Aspal 0,05 - 0,20
2 Beton 0,10 - 0,35
3 Paving Blok 0,07 – 0,35
4 Rumput/Semak 0,25 – 0,30
5 Pohon 0, 15 – 0,18
6 Tanah 0,29*)
sumber; Kaloush et al (2008)

*) Reagan dan acklam (1979) dalam taha, sailor an akbari (1992)

1
Gambar 2. 1 Nilai albedo pada beberapa jenis material

sumber; kaloush et al (2008)

Berikut ini rumus untuk menghitung nilai albedo pada lahan yang heterogen
(GBCI, 2010)
𝐴𝑛×𝐿𝑛
Albedo =
𝐿𝑛

keterangan :

𝐴𝑛 = Nilai Albedo dari luasan

𝐿𝑛 = luas area (m²)

2.4.2 Manajemen Limpasan Air Hujan


Sumur resapan air hujan adalah prasarana untuk menampung dan meresapkan air
hujan ke dalam tanah. berdasarkan SNI 03-2453-2002 tentang tata cara perencanaan
sumur resaoan air hujan untuk lahan pekarangan, maka persamaan yang di pakai untuk
menghitung volume air limpasan hujan, yaitu:

1
𝑉𝑎𝑏 = 0,855 𝐶𝑡𝑎𝑑𝑎ℎ × 𝐴𝑡𝑎𝑑𝑎ℎ × 𝑅/1000

keterangan :

𝑉𝑎𝑏 = Volume andil banjir yang akan ditampung sumur resapan (m³)

𝐶𝑡𝑎𝑑𝑎ℎ = Koefesien limpasan dari bidang tadah (tanpa satuan)

𝐴𝑡𝑎𝑑𝑎ℎ = Luas bidang tanah (m²)

𝑅 = Tinggi hujan harian rata-rata (L/ m².hari)

Berikut adalah nilai koefesien aliran (C) dari masing-masing tata guna lahan.

Tabel 2. 11 Nilai koefesien limpasan

No Tata Guna Lahan Nilai Albedo


1 Aspal, beton 0,70 – 0,95
2 Batu bata, paving 0,50 – 0,70
3 Atap 0,75 – 0,95
4 Tanah berpasir 0,05 – 0,10
5 Padang rumput 0,21
sumber: McGuen (1989); Hassing (1995) dalam Rahayu (2013)

2.4.3 Intensitas Konsumsi Energi (IKE)


Menurut SNI 03-6196-2000 tentang Prosedur Audit Energi pada pembangunan
gedung. intensitas konsumsi energy (IKE) listrik adalah pembagian antara konsumsi
energy listrik pada kurva tertentu dengan satuan luas bangunan gedung. Menurut
pedoman pelaksanaan Konservasi Energi dan pengawasannya di lingkukngan
Departemen Pendidikan Nasional, nilai IKE dari suatu bangunan gedung digolongkan
dalam dua kriteria, yaitu untuk bangunan ber-AC dan bangunan tidak ber-AC. berikut
adalah kriteria IKE untuk gedung ber-AC;

1
Tabel 2. 12 . Kriteria IKE Bangunan Gedung ber- AC

Kriteria Keterangan
Sangat Efesien a) Desain gedung sesuai standar tata cara
(4,17 – 7,92) perencanaan teknis konservasi energy.
Kwh,m²/bulan b) pengoperasian peralatan energy dilakukan
dengan prinsip-prinsip manajemen energi
a) pemeliharaan gedung dan peralatan energy
Efesien dilakukan sesuai prosedur.
(7,93 – 12,08) b) efesiensi penggunaan energy masih mungkin
Kwh,m²/bulan ditingkatkan melalui penerapan sistem
manajemen energy terpadu.
a) penggunaan energy cukup efesien melalui
Cukup Efesien pemeliharaan bangunan peralatan energy masih
(12,08 – 14,58) memungkinkan
Kwh,m²/bulan b) pengoperasian dan pemeliharaan gedung belum
mempertimbangkan prinsip konservasi energi
a) Audit energy perlu dipertimbangkan untuk
Agak Boros menentukan perbaikan efesiensi yang mungkin
(14,58 – 19,17) dilakukan
Kwh,m²/bulan b) desain bangunan maupun pemeliharaan dan
pengoperasian gedung belum dipertimbangkan.
a) Audit energy perlu dipertimbangkan untuk
Boros menentukan langkah – langkah perbaikan
(14,58 – 19,17) sehingga pemborosan energy dapat dihindari
Kwh,m²/bulan b) instalasi peralatan dan desain pengoperasian
dan pemeliharaan tidak mengacu pada
penghematan energy.
Sangat Boros a) Atas semua instalasi/peralatan energy serta
(14,58 – 19,17) penerapan manajemen energy dalam
Kwh,m²/bulan pengolahan bangunan

sumber; pedoman pelaksanaan konservasi energy, 2002

1
2.4.4 Energi Baru Terbarukan
Energy terbarukan dapat diartikan sebagai bentuk dari kemampuan energy untuk
meregenerasi secara alamiah. sebagai contoh, vahaya matahari, angina, dan air yang
mengalir merupakan sumber energy terbarukan. (Chiraz, 2004 dalam rahayu, 2013).

Energy terbarukan merupakan energy yang dihasilkan dari sumber yang


keberadaannya kontinyu atau dengan cepat dapat diperbaharui. Energi terbarukan
cenderung ramah lingkungan, mengemisi 𝐶𝑂2 dan gas rumah kaca dalam persentase
rendah dibandingkan energy minyak atau fosil. Energi terbarukan yang bisa
dimanfaatkan di Indonesia adalah energy surya, energy angin, energy air, energy panas
bumi, serta energy yang berasal dari biomassa, seperti syngas, biogas, biofel, dan
hydrogen cair. (karyono, 2010 dalam rahayu, 2013).

2.4.5 Penurunan Emisi Energi


Widhi (2013) menyebutkan bahwa sektor energy merupakan penyumbang
terbesar gas rumah kaca khususnya 𝐶𝑂2 di bandingkan sektor lain seperti transportasi
dan industry. Emisi 𝐶𝑂2 terbesar dari penggunaan energy listrik berasal dari aktivitas
dalam gedung yaitu sebesar 70%.

Dengan mengetahui penggunaan daya listrik gedung, jumlah emisi 𝐶𝑂2 (EE)
dapat dihitung denagan mengalikan penggunaan listrik dengan faktor emisi (EF)
berdasarkan letak wilayah. Hal inidesesuaikan dengan Amanat Peraturan Mentre ESDM
no. 13 Tahun 2012 tentang penghematan pemakaian listrik. (USAID Indonesia, 2014)

Avoided Emission EE = JP x EF

Dimana :

EE = emisi energi

JP = jumlah penghematan (kWh)

EF = faktor emisi grid (kg𝐶𝑂2- e/kWh)

1
Tabel 2. 13 Faktor Emisi Grid untuk tiap wilayah

Faktor Emisi
Sistem Interkoneksi
(kg𝑪𝑶𝟐- e/kWh)
Jawa- Madura- Bali (JAMALI) 0,823
Sumatera 0,687
Khatulistiwa (Sistem Kalbar) 0,732
Barito (Sistem Kalsel dan Kalteng) 0,900
Mahakam (Sistem Kaltim) 1,069
Minahasa – kotamobagu 0,600
Sulawesi Selatan – Sulawesi Barat 0,746
Batan 0,836
Maluku, Nusa Tenggara dan Papua 0,800
Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) 0,800
Sumber; Ditjen Ketenalistrikan, 2013 (dalam USAID Indonesia, 2014)

2.4.6 Sumber dan Siklus Material


Isu utama dari sumber dan siklus material adalah untuk menjaga keberlanjutan
sumber daya alam dengan menerapkan tatanan dan pengolahan yang baik. untuk
menjaga keberlanjutan dapat dilakukan dengan memperpanjang daur hidup material
dimulai dari tahap eksploitasi, pengolahan dan produksi. (Ervianto, 2012).

Dalam kategori sumber dan siklus material, penggunaan refrigen dimasukan ke


dalam prasyarat utama. tujuannya untuk mencegah pemakaian bahan perusakn ozon
yang memiliki nilai Ozone Depleting Potential (ODP) > 1.

Menurut peraturan menteri perindustrian No. 33/MIND/PER/4/2007 tentang


larangan memproduksi barang yang menggunakan bahan perusak laposan Ozon, yang di
maksud dengan bahan perusak Ozon (BPO) adalah senyawa kimia yang berpotensi
dapat bereaksi dengan molekul ozon dilapisan stratosfer. BPO dapat dikelompokan
menjadi beberapa jenis, yaitu chlorofluorocarbon (CFC), hydro-chlorofluorocarbons
(HFCs), halon, hydro-bromofluorocarbons (HBFCs), methyl chloroform, carbon
tetrachloride dan methy; bromide. Berikut adalah jenis-jenis refrigen dan nilai ODP
nya:

2
Tabel 2. 14 Jenis Refrigeran dan Nilai ODP

Atmospheric
No Refrigeran Group ODP
Life
1 R11 CFC 130 1
2 R12 CFC 130 1
3 R22 HCFC 15 0,05
4 R134a HFC 16 0
5 R404a HFC 16 0
6 R410a HFC 16 0
7 R507 HFC 130 1
8 R290 HC <1 0
9 R600a HC <1 0
sumber; Dreepaul dalam Rahayu (2013)

2.4.7 Kenyamanan Visual


Tujuannya untuk mencegah gangguan visual akibat pencahayaan yang tidak
sesuai dengan akomodasi mata, tolak ukurnya adalah dengan memenuhi tingkat
pencahayaan (iluminasi) ruangan sesuai SNI 03-6197-2000 tentang Konservasi Energy
pada sistem pencahayaan.

Tabel 2. 15 Tingkat Pencahayaan Rata-Rata Yang Direkomendasikan

Fungsi Ruangan
No Tingkat Pencahayaan (Lux)
Perkantoran
1 Ruang direktur 350
2 Ruang kerja 350
3 Ruang computer 350
3 Ruang computer 350
4 Ruang rapat 300
5 Ruang gambar 750
6 Ruang arsip 150
7 Ruang arsip aktif 300
sumber; SNI 03-6197-2000

2
2.4.8 Tingkat Kebisingan
Tujuannya untuk menjaga tingkat kebisingan didalam ruangan pada tingkat yang
optimal. Tolak ukurnya adalah menunjukan tingkat bunyi di ruang kerja sesuai dengan
SNI 03-6386-2000.

Tabel 2. 16 Baku Tingkat Kebisingan

Tingkat Kebisingan
No Peruntukan Kawasan Lingkungan Kegiatan
(Satuan DB)
a. Peruntukan Kawasan

1 Perumahan dan pemukiman 55


2 Perdagangan dan jasa 70
3 Perkantoran dan perdagangan 65
4 Ruang terbuka hijau 50
5 Industry 70
6 Pemerintahan dan fasilitas umum 60
7 Rekreasi 70
b. Lingkungan Kegiatan
1 Rumah sakit atau sejenisnya 55
2 Sekolah atau Sejenisnya 55
3 Tempat ibadah atau sejenisnya 55
Sumber; Keputusan Menteri Lingkingan Hidup N0. 48 Tahun 1996

2.5 Konsep dan Dasar Teori Green Building


Diselenggarakannya Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Bumi di Rio de Janeiro
pada tahun 1992 sebagai tanggapan terhadap masalah lingkungan hidup dan sumber
daya alam yang memprihatinkan telah menghasilkan konsep pembangunan
berkelanjutan yang mengandung tiga pilar utama yang saling terkait dan saling
menunjang, yakni pembangunan ekonomi, pembangunan sosial, dan pelestarian
lingkungan hidup. Konferensi yang dihadiri 179 negara ini, termasuk Indonesia, juga
menyepakati untuk melaksanakan konsep pembangunan baru untuk diterapkan secara
global, yaitu Environmentally Sound and Sustainable Development atau Pembangunan
Berkelanjutan yang Berwawasan Lingkungan. (Ervianto, 2012). Lembaga
pengembangan jasa konstruksi nasional (2007) dan Ervinto (2012), menyebutkan bahwa
Indonesia sebagai negara berkembang telah memiliki cetak biru bagi sector konstruksi

2
sebagai grend design dan grand strategy yang disebut dengan konstruksi indonesia
2030.

Dalam dokumen tersebut dinyatakan bahwa konstruksi Indonesia mesti


beriorentasi untuk tidak menyumbang pada kerusakan lingkungan namun justru
menjadi pelapor baik dan peningkatan kualitas lingkungan diseluruh habitat persada
Indonesua, yang didiami oleh manusia dan seluruh mahluk lainnya secara bersimbiosis
mutualisme.

Adapun beberapa peraturan yang telah dikeluarkan pemerintah Indonesia terkait


perkembangan Green Building di Indonesia, diantaranya:

1. Peraturan Menteri Negeri Lingkungan Hidup No. 8 Tahun 2010 tentang


Kriteria dan Sertifikasi Bangunan Ramah Lingkungan.
2. Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 38 Tahun 2012 tentang
Bangunan Gedung Hijau.

2.6 Manfaat Green Building


EPA (2014) menyebutkan manfaat yang diperoleh dari pelaksanaan bangunan
hijau diantaranya:

1. Manfaat Lingkungan
a) Meningkatkan dan melindungi biodiversitas dan ekosistem
b) Memperbaiki kualitas air dan udara
c) Mengurangi aliran limbah
d) Konservasi dan restorasi sumber daya alam
2. Manfaat Ekonomi
a) Mengurangi biaya operasional
b) Menciptakan, memperluas dan membentuk pasar untuk produk dan
pelayanan ramah lingkungan
c) Memperbaiki produktivitas pengguna gedung
d) Mengoptimalkan daur hidup performa ekonomi
3. Manfaat sosial
a) Meningkatkan kesehatan dan kenyamanan pengguna Gedung
b) Meningkatkan kualitas estetika
c) Meminimalkan ketegangan pada infrastruktur lokal

2
d) Meningkatkan kualitas hidup secara umum

Menurut Ervianto (2009) mengatakan manfaat dari kepemilikan bangunan hijau


yaitu:

1. Rendahnya biaya operasional sebagai akibat efisiensi dalam pemanfaatan


energi dan air.
2. Lebih nyaman dikarenakan suhu dan kelembaban ruang terjaga.
3. Pembangunan wajib memberikan perhatian dalam hal pemilihan material
yang relatif sedikit mengandung bahan kimia. Sistem sirkulasi udara yang
mampu menciptakan lingkungan dalam ruang yang sehat.
4. Mudah dan murah dalam penggantian berbagai komponen bangunan
5. Biaya perawatan yang relatif rendah konsep bangunan hijau.
6. Dengan konsep bangunan hijau diharapkan bisa mengurangi penggunaan
energi serta dampak polusi sekaligus juga desain bangunan menjadi ramah
lingkungan.

2.7 Prinsip Green Building


Berikut ini adalah prinsip-prinsip green building menurut Brenda dan Robert Vale
(1991) dalam buku Green Architecture Design For Sustainable Future:

1. Conserving Energy
Kunci utama prinsip ini adalah memanfaatkan sumber energi yaitu energy
matahari semaksimal mungkin dalam pengoperasian suatu gedung.
2. Working with climate
Kunci utama prinsip ini adalah memanfaatkan kondisi alam, iklim, dan
lingkungannya kedalam bentuk pengoperasian Gedung
3. Respect For Site
Kunci dari peinsip ini adalah perencanaan yang mengacu pada hubungan
antara fungsi bangunan dengan lahan tempat dibangunnya bangunan tersebut.
Hal ini dimaksudkan supaya keberadaan bangunan tersebut baik dari segi
konstruksi, bentuk, dan pengoperasiannya tidak merusak lingkungan sekitar
4. Respect For Site
Kunci dari peinsip ini adalah perencanaan yang mengacu pada hubungan
antara fungsi bangunan dengan lahan tempat dibangunnya bangunan tersebut.

2
Hal ini dimaksudkan supaya keberadaan bangunan tersebut baik dari segi
konstruksi, bentuk, dan pengoperasiannya tidak merusak lingkungan sekitar.
5. Respect For User
Kunci dari prinsip ini adalah mengutamakan kenyamanan dan kesehatan
penghuninya.

Adapun keuntungan yang diperoleh dari usaha penerapan green building


menurut Jerry Yudelson (2008) adalah sebagai berikut:

1. Menghemat listrik dan air, biasanya 30% - 50%, termasuk mengurangi


“carbon footprint” dari penghematan listrik
2. Mengurangi biaya perawatan dari usaha pemeriksaan, pengujian instalasi
dan usaha lainnya untuk meningkatkan dan memastikan integrasi kinerja
system yang bekerja dengan semestinya.
3. Meningkatkan nilai pendapatan operasional yang lebih tinggi dan
hubungan masyarakat yang lebih baik.
4. Kauntungan pajak
5. Meningkatkan produktivitas, sebesar 3% - 5%
6. Keuntungan manajemen resiko, termasuk penyewaan dan pemasaran
yang lebih cepat, juga pengurangan paparan bau, bahan penyedap iritasi,
atau bahan beracun yang terkandung dalam bahan bagunan.
7. Keuntungan pemasaran, terutama untuk pihak development dan
perusahaan produk konsumen.
8. Keuntungan hubungan dengan masyarakat, terutama untuk pihak
developer dan agen pemasaran untuk meningkatkan moral kerja.
9. Rekrutmen pegawai yang lebih mudah dan retensi pegawai – pegawai
kinci sehingga meningkatkan moral kerja.
10. Insentif pengumpulan dana untuk kampus dan badan amal
11. Komitmen terhadap usaha perlindungan dan pelestarian lingkungan.

2.8 Sumber Penilaian kriteria Green Building- GBCI


Dalam mendukung penyelenggaraan green building, tiap negara memiliki
Lembaga sertifikasi yang dilengkapi dengan system penilaian untuk menentukan apakah
suatu bangunan dapat dinyatakan layak bersertifikasi green building atau tidak.
Lembaga konsi bangunan hijau Indonesia atau Green Building Council Indonesia

2
adalah Lembaga mandiri (nongovernment) dan nirlaba (non-forprofit) yang sudah
mendapatkan izin dari Kementrian Negeri Lingkungan hidup untuk melakukan
sertifikasi Indonesia dengan system penilaian Green Building yang diberi nama
Greenship.

Terdapat beberapa system penilaian Green building di beberapa negara

Tabel 2. 17 Sistem Penilaian Green Building di beberapa Negara

Negara Standar Penilaian


Afrika Selatan Green Star SA
Amerika Serikat LEED/GreenGlobes
Australia GreenStar
Belanda BREEAM Netherlandas
Brazil LEED Brasil/AQUA
China GBES (GBEvalution standard for green building)
Filipina BERDE
Filandia Promis E
Hongkong HKBEAM
India IGBC Rating System dan LEED India
Indonesia Greenship
Israel SI – 5281
Italia protocollaltaca
Jepang CASBE
Jerman DGNB
Kanada LEED/Green Globes
Korea selatan GBS (Green Building System)
Malaysia GBI (Green Building Index)
Meksiko CMES
Perancis Care dan Bio, Chantier Carbone, HQE
Portugal Lider A
Selandia Baru Green Star NZ
Singapura Green Mark
Spanyol VERDE
Sumber: ervianto (2012)

2
2.9 Studi Kasus Penerapan Green Building Di Gedung Kampus
Kampus Institute Teknlogi dan Sains bandung (ITSB) merupakan kampus green
pertama di Indonesia yang juga telah disertifikasi oleh GBCI dan mendapat predikat
Gold Certified-Design Recognition dengan total point 107. Kampus ITSB mendapat
penghargaan tersebut karena berhasil melakukan efesiensi dan penghematan energi
melalui aspek bangunan single corider, penerapan dauble skin pada tapak, pengolahn
sampah, composting serta pemanfaatan air hujan. Pemghematan ini dilakukan dengan
memaksimalkan pencahayaan alami dan mengurangi penggunaan air conditioning (AC).

Di Indonesia, selain standar Greenship, ada standar peringkat lain yang


dikhususkan untuk me-ranking universitas hijau yaitu UI Green Metric yang dilakukan
oleh universitas Indonesia. UI Green Meyric merupakan system pemeringkatan
universitas hijau yang telah mendapat bukti kredibilitas dari International Ranking
Expert Group (IREG) secara resmi pada konfersi IREG 6 pada bulan April 2012 di
Taipei. IREG adalah Lembaga yang berpusat di Belgia Dan merupakan Lembaga
penting karena perannya sebagai Lembaga penjamin mutu dengan program audit dan
sertifikasi bagi Lembaga pemeringkatan Universitaas sedunia.

Penilaian UI Green Metric diterapkan untuk keseluruhan area kampus, mulai dari
Gedung perkuliahan, laboraturium, serta sarana dan prasarana pendukung kampus.
Filosofi penilaian dari UI Green Metric ini berdasarkan 3E, yaitu Enviromental,
economic dan Equity Education (Lingkungan, ekonomi dan keadilan & Pendidikan).

Tujuan dari dilaksanakannya UI Greenmetric ini adalah untuk menyediakan hasil


survey online berdasarkan kondisi actual dan kebijakan terkait pelaksanaan Green
Campus dan berkelanjutan kampus di seluruh universitas didunia. Perhatian lebih
banyak tertuju pada usaha pencegaan perubahan iklim dunia, energi dan konservasi
sumber daya air, daur ulang limbah padat, dan transportasi hijau. (UI Greenmetric,
2012).

Pelaksanaan UI Greenmetric telah dilaksanakan sejak tahun 2010 dan saat itu
telah diikuti oleh 95 Perguruan Tinggi dari 35 negara, dan keikut sertaan perguruan
tinggi semakain bertambah seiring tahun.

Adapun jumlah keikutsertaan perguruan tinggi dari berbagai negara dapat dilihat
pada table 2.18.

2
Tabel 2. 18 Keikutsertaan Perguruan Tinggi dari berbagai Negara dapat
dilihat pada table

Jumlah keikutsertaan
Tahun
Perguruan Tinggi Negara
2010 95 35
2011 175 42
2012 215 49
2013 301 61
2014 361 62
Sumber: http://greenmetric.ui.ac.id

Sedangkan hasil ranking UI Green Metric 2014 untuk perguruan tinggi terhijau
se- Indonesia dapat dilihat pada table 2.9.

Tabel 2. 19 hasil Ranking UI GreenMetric 2014

No Nama Perguruan Tinggi Ranking


1 Universitas Indonesia 62
2 Institut Pertanian Bogor 70
3 Universitas Negeri Semarang 74
4 Universitas Andalas 89
5 Universitas Diponegoro 91
6 Institute Teknologi Bandung 115
7 Institut Teknologi Sepuluh November 123
8 Universitas Sebelas Maret 156
9 Universitas Islam Indonesia 187
10 Univetsitas Lampung 215
11 Universitas Riau 217
12 Universitas Bengkulu 223
13 Universitas Gunadarma 233
14 Universitas Sanata Dharma 234
15 Universitas padjajaran 235
16 Universitas Terbuka 261
17 Telkom University 291

2
18 Universitas Negeri Jember 304
19 Universitas Pancasila 305
20 Universitas Muhammadiyah Surakarta 321
21 Universitas Sriwijaya 322
22 University of Brawijaya 330
23 Universitas Taruma Negara 334
24 Universitas Tanjung Pura 337
25 Universitas Atma Jaya Yogyakarta 349
26 Universitas Kristen Petra 351
27 Universitas Syiah Kuala 356
28 Universitas Surabaya 357
29 Universitas Pelitah Harapan 361
Sumber: http://greenmetric.ui.ac.id

2.10 Penelitian Terdahulu


Penelitian terkait green building sudah cukup banyak dilakukan dengan hasil yang
bervariasi. terdapat beberapa penelitian sebelumnya yang memiliki kemiripan dengan
penelitian ini karena penulis mengadopsi dan menghubungkan metode yang digunakan
oleh para peneliti sebelumnya. Adapun perbedaan diantara penelitian ini dengan
penelitian sebelumnya terletak pada objek penelitin dan fakus pada Greenship untuk
gedung terbangun, beberapa penelitian yang di maksud tersebut dapat dilihat pada tabel
2.20.

2
Tabel 2. 20 Penelitian Terdahulu

Peneliti Judul Metode Penelitan Hasil


Dedi Darmanto dan I Penilaian kriteria green - penyebaran
Putu Artama Wiguna building pada gedung kuesioner
(2013) rektorat ITS - wawancara
- pengamatan
- pengukuran
langsung
Anik Ratnanigsih, Penilaian kriteria green - wawancara Hasil indek penilaian pada setiap kategori greenship
Akhmad Hasanuddin, building pada - observasi pada perencanaan gedung IsDB Engineering
Richo Hermansa pembangunan gedung biotechnology dapat dikategorikan sebagai green
(2019) IsDB project berdasarkan building dengan peringkat bronze/perunggu.
skala indeks menggunakan peringkat bronze dapat ditingkatkan menjadi gold
greenship versi 1.2 dengan indek 46(empat puluh enam), presentase
59,74% predikat Gold/emas, dengan cara
meningkatkan RTH, melengkapi dokumen AMDAL,
pengelolaan energy konservasi air, dan pengolaan
limbah.

Duza Roshaunda, Lala Penilaian kriteria Green - wawancara Gedung universitas pembangunan jaya belum

3
Diana, Lonny Building pada bangunan - pengamatan menerapkan konsep green building sesuai GBCI.
Princhika, Shafira gedung Universitas - pengukuran gedung UPJ memperoleh tital poin sebesar 23 poin
Khalisha, Ryan Pembangunan Jaya langsung dari 117 poin maksimal, sehingga bisa dikayakan
Septiady (2019) berdasarkan indikasi bangunan gedung UPJ menurut GBCI belum
Green Building Council memenuhi orasyarat Greenship
Indonesia

3
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi Penelitian


Pada penelitian ini akan dilakukan pada Gedung Perkuliahan Fakultas Fisip
Universitas Pattimura yang belokasi di Jl. Ir. M. Putuhena, Poka, Kota Ambon, Maluku.

Gambar 3. 1 lokasi peneltian (sumber: google maps)

3.2 Metode Pengumpulan Data


Adapun metode pengumpulan data yang digunakan dalam metode ini adalah:

a) Literatur atau referensi pendukung Adapun literatur atau referensi yang


dibutuhkan pada penyusunan penelitian ini diantaranya:
 Greenship untuk Gedung terbangun
 Peraturan dan Standar Nasional Indonesia (SNI) terkait kriteria yang
tertera dalam Greenship
 Jurnal penelitian
 Buku literature
b) Kuesioner
Survey kuesioner dilakukan dengan cara mengumpulkan kriteria – kriteria
green building dari greenship yang kemudian dijadikan poin – poin dalam
from survey kuesioner, yang selanjutnya akan dilakukan survet kuesioner
terhadap responden.

3
c) Daftar periksa (check list)
Daftar periksa (check list) berbentuk seperangkat pernyataan yang disusun
berdasarkan kriteria yang tertera dalam Greenship dengan menyediakan
kolom respon yang harus diisi berupa “ya” atau “tidak

3.3 Variabel penelitian


Variable penelitian adalah objek penelitian atau yang menjadi titik perhatian suatu
penelitian. Dalam penelitian ini, variabel yang di amati pengukuran kinerja kriteria
green building gedung fakultas fisip mengacu pada greenship untuk gedung terbangun.
Dalam penelitian ini variable-variabel umum yang akan diukur mengacu pada
Greenship Rating Tools untuk Gedung terbangun versi 1.1, yaitu:

1. Tepat Guna Lahan (Appropriate Site Development/ ASD).


2. Efisiensi dan Konservasi Energi (Energy Efficiency and Conservation/
EEC).
3. Konservasi Air (Water Conservation/ WAC).
4. Sumber dan Siklus Material (Material Resources and Cycle/ MRC).
5. Kesehatan dan Kenyamanan dalam Ruang (Indoor Health and Comfort/
IHC).
6. Manajemen Lingkungan Bangunan (Building Environment Management/
BEM).

3.4 Waktu Penelitian


Jadwal pelaksanaan penelitian dilakukan mulai dari 1 juni 2022 sampai 15 agustus
2022, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut:

3
Tabel 3. 1 Waktu Pelaksanaan Penelitian

Bulan
No Kegiatan Juni Juli Agustus
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Survey awal
Pengambilan data
2
sekunder
Pengambilan data
3
primer
4 Analisis data
sumber; hasil penelitian (2022)

3.5 Metodologi penelitian


Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode kuantitatif pada kriteria
Green Building berdasarkan perangkat penilaian Greenship Rating Tools untuk Gedung
terbangun versi 1.1. yang bertujuan untuk menilai konsep penerapan Green Building
dan mengetahui presentase atau ratting pada Gedung Fakultas Fisip Universitas
Pattimura.

3.6 Metode Pengolahan Data


Pengolahan data ini dilakukan pada semua kategori penilaian yang mengacu pada
standar nasional (Greenship-GBCI) dengan cara membandingkan hasil daftar periksa
(checklist) dengan kriteria yang ada dalam greenship yang di gunakan.

3
3.7 Diagram Alir

Mulai
Study Literatur
Pengumpulan Data

Data Primer: Data Sekunder:


Pengamatan secara langsung/observasi Dokumen pendukung peraturan dan literatur terkait
Wawancara dengan pihak penghuni gedung Green building rating tools untuk bangunan terbangun 1.1

Analisa pengolahan data menggunakan perangkat penilaian greenship

Presentase penerapan konsep Green Building


pada
Seles
bangunan terbangun
ai

3
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Fakultas Fisip Unpatti


Gedung fisip terletak di jl. Ir. M. Putuhena, Poka, Kota Ambon, Maluku.
bangunan gedung ini termasuk ke dalam kategori bangunan terbangun (existing
building) karena telah berdiri lebih dari 4 tahun. gedung yang memiliki 3 lantai ini
dibangun di atas tanah seluas 4.690 m² dan disahkan pendiriannya dengan keputusan
presiden Republik Indonesia yang pertama No. 66 Tahun 1963.

4.2 Syarat Kelayakan Bangunan


syarat kelayakan bangunan sebuah gedung harus memenuhi kelayakan sebelum
dilakukan proses penilaian. kelayakan ini ditetapkan didalam greenship untuk gedung
terbangun berdasarkan pada undang – undang maupun peraturan yang telah ditetapkan
oleh pemerintah yang harus dipenuhi tersebut antara lain:

4.2.1 Luas Daerah 2500 m²


gedung fakultas fisip memiliki luas daerah sebesar 4.690 m² yang telah melebihi
minimal luas daerah pada uji kelayakan sebesar 2500 m².

Gambar 4. 1 luasan daerah gedung fisip unpatti (sumber; google


earth)

4.2.2 Data Gedung Untuk Di Akses GBCI


Gedung fakultas fisip unpatti belum memenuhi dalam kriteria ini dikarenakan
penilaian gedung hanya dilakukan sebatas penelitian, tidak untuk dilakukan sertifikasi
Green Building secara resmi.

3
4.2.3 Kepemilikan AMDAL/URL
Hasil wawancara kepada pihak pengelola gedung Fisip Unpatti , bahwa
kepemilikan AMDAL untuk gedung Fisip Unpatti masi dipertanyakan dikarenakan
bangun fisip tersebut telah lama berdiri.

4.2.4 Sertifikasi Kesesuain Fungsi Oleh Pemerintah Daerah


Berdasarkan peraturan Daerah Kota Ambon No 24 Tahun 2012, tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Ambon tahun 2011-2031, pasal 17 butir C, Desa
Wayame – Teluk Ambon akan diperuntukan sebagai pusat pendidikan tinggi , ilmu
pengetahuan dan teknologi.

setelah melakukan penilaian kelayakan bangunan, maka diperoleh hasil uji


kelayakan seperti pada tabel berikut;

Tabel 4. 1 Matriks Kelayakan Bangunan

Kelayakan
Kriteria
Ya Tidak
Luas daerah/gedung 2500 m² 
Data gedung untuk di akses GBCI 
Kepemilikan AMDAL/LUR 
Sertifikasi kesesuain fungsi oleh pemerintah daerah sesuai

atau tidak

pada tabel 4.1 menjelaskan bahwa uji kelayakan bangunan terdapat 2 (dua) kriteria
prasyarat telah memenuhi uji standar kelayakan, dan 2 (dua) kriteria belum memenuhi.

3
4.3 Identifikasi Kesesuain Kriteria Dalam Greenship Untuk Bangunan
Fisip Unpatti
Identifikasi kesesuaian diperoleh dengan cara membandingkan hasil daftar
periksa (checklist) dengan kondisi green yang ada dalam greenship yang digunakan.

4.3.1 Kategori Tepat Guna Lahan (ASD)


dalam kategori tepat guna lahan, terdapat 8 kriteria.

4.3.1.1 Aksebilitas Masyarakat


Dalam kriteria aksebilitas masyarakat, terdapat 3 (tiga) tolak ukur.. Tujuan dari
kriteria ini adalah mendorong suatu pembangunan untuk berada di kawasan yang
memiliki jaringan fasilitas umum, sehingga memudahkan peran pengguna gedung
dalam mencapai akses fasilitas umum tanpa menggunakan kendaraan bermotor. Tolak
ukur pertama dalam kriteria ini yaitu memenuhi 5 (lima) jenis fasilitas umum dalam
jarak pencapaian 500 m dari tapak. Berikut adalah fasilitas yang ada disekitar gedung
Fakultas Fisip Unpatti.

Tabel 4. 2 Daftar Fasilitas Umum

No Nama Fasilitas Umum Jarak (m)


1 Gereja Katolik kampus unpatti 100 m
2 TK Pembina Poka 137 m
3 ATM BRI Kampus Unpatti Ambon 195 m
4 Kantor Kelurahan Tihu 279 m
5 Gereja Sidang Tuhan Jemaat Siloam 293 m
6 Masjid Wailela 389 m
7 SMP Negeri 7 492 m
8 Puskesmas Rumah Tiga 493 m
9 Kantor LPMP Maluku 499 m

3
Gambar 4. 2 Lokasi fasilitass umum sumber; google earth

= Gedung Fisip Unpatti

= Fasilitas Umum

Dengan demikian untuk tolak ukur pertama telah memenuhi syarat.

Tolak ukur kedua yaitu adanya halte atau stasiun transportasi umum dalam
jangkauan 300 m dari gerbang lokasi bangunan dengan perhitungan diluar jembatan
penyebrangan dan rump. Tolak ukur terpenuhi dengan adanya halte yang terletak di
pintu gerbang universitas pattimura. Tolak ukur ketiga yaitu adanya fasilitas pejalan
kaki yang aman, nyaman dan bebas dari perpotongan akses kendaraan bermotor untuk
menghubungkan minimal 3 (tiga) fasilitas umum di atas dan atau dengan stasiun
transportasi masal. Tolak ukur ini tidak terpenuhi.

4.3.1.2 Pengurangan Kendaraan Bermotor


Dalam kriteria pengurangan kendaraan bermotor, terdapat 1 (satu) tolak ukur,
yang bernilai 1 (satu) poin, yaitu adanya salah satu opsi berikut diterapkan pada area
gedung antara lain: car poling, feede bus, voucher kendaraan umum, atau diskriminasi
tarif parkir. tolak ukur ini tidak terpenuhi .

4.3.1.3 Sepeda
Adanya fasilita prasarana sepeda bertujuan untuk mendorong pemakaian sepeda
dan memberikan fasilitas yang memadai bagi para penggunanya. Dalam kriteria sepeda,
terdapat 2 (dua) tolak ukur. Tolak ukur ini tidak terpenuhi, karena tidak adanya parkir
sepeda pada area gedung fisip unpatti

3
4.3.1.4 Lansekap Pada Lahan
Tujuan dari kriteria lansekap pada lahan ini adalah sebagai upaya pemeliharaan
area hijau dalam tapak, meningkatkan kualitas iklim mikro dalam area gedung,
mengurangi erosi tanah dan beban sistem drainase serta menjaga keseimbangan air
tanah yang ada dalam area gedung. dalam kriteria lanskep pada lahan terdapat 3 (tiga)
tolak ukur.

Tolak ukur pertama dan kedua yaitu area lansekap berupa vegetasi (softscape)
yang bebas dari bangunan taman (hardscape) yang terletak di atas permukaan tanah
seluas minimal 30% luas total lahan. area ini ditetapkan berdasarkan peraturan menteri
PU No. 5/PRT/M/2008 mengenai ruang terbuka hijau (RTH) pasal 2.3.1 tentang
kriteria vegetasi untuk pekarangan.

Untuk gedung fisip unpatti, lansekap yang wajib tersedia didalam area adalah
minimal sebesar minimal 30% dari luas total lahan. Kondisi eksisting saat ini, area
vegetasi yang ada seluas 2.761 m² dari luasan total lahan 4.690 m² atau sebesar atau
sebesar 58%.

Tolak ukur ketiga yaitu penggunaan tanaman local yang berasal dari nursery
local dengan jarak 1000 km dan tanaman produktif. berdasarkan wawancara dengan
pihak pengelola gedung , sebagian besar tanaman disekitar gedung merupakan tanaman
produktif. Berikut ini adalah vegetasi yang ada pada area tapak.

Tabel 4. 3 Jenis Vegetasi di Area Gedung Fisip Unpatti


No Jenis Atau Nama Tanaman Nama Latin
1 Nangka Artocarpus Heterophyllia
2 Rambutan Nephelium Lappaceum
3 Manga Mangifera Indira
4 Glodolian Polaltbia Longifolia
5 Petai cina Lamtoro
6 Palem sadeng Saribus Rotundiofolus
7 Pucuk merah Syzygium Myrtifolium
8 Pohon beringin Ficus Benjamina
9 Jambu Syzygiun Aqueum

4
Untuk kriteria komposisi dan jenis vegetasi sudah memenuhi prasyarat dan
untuk luasan lansekap yang mencapai 58% juga sudah memenuhi.

4.3.1.5 Efek Pulau Panas


Tolak ukur dalam kriteria ini terdiri dari perhitungan albedo pada area atap dan
non atap dengan minimal nilai 0,3. kondisi eksiting pada gedung Fisip Unpatti,
menggunakan material atap berupa cor beton dan seng, sedangkan untuk area
perkerasan non atap berupa area taman, paving blok, dan cor beton.

Tabel 4. 4 Perhitungang Total Albedo

Material Luas (m²) 𝑎 𝑳×𝑎


Cor beton 1,845 0,35 645.75
seng 2,266 0,25 566.5
1. Atap  4,111 1212.25
Albedo1 𝑳×𝑎
= 0,30
𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑎𝑟𝑒𝑎
Taman 944 0,21 198.24
Cor beton 2,424 0,35 0.8484
2. Non Paving 42,4 0,7 29,68
Atap  987,814 228,41
Albedo2 𝑳×𝑎
= 0.21
𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑎𝑟𝑒𝑎

Dengan demikian albedo total untuk area perkerasan atap adalah 0.30 sedangkan
untuk area non atap adalah 0.21. untuk area atap telah memenuhi kriteria sedangkan
untuk area non atap belum memenuhi kriteria.

4.3.1.6 Manajemen Limpasan Air Hujan


Penggunaan beban volume limpasan air hujan ke jaringan drainase kota dari
lokasi bangunan 50% total volume hujan harian rata-rata yang dihutung brdasarkan
oerhitungan debit air pada bulan basa, yang dihitung menggunakan asumsi nilai itensitas
hujan kota ambon sebesar 50 mm/hari menjadi salah satu tolak ukur dalam kriteria ini.

4
Berdasarkan SNI 03-2453-2002 tetang tata cara perencenaan sumur resapan air
hujan untuk lahan pekarangan, maka rumus yang dipakai untuk menghitung volume air,
limpasan air hujan, yaitu:

𝑉𝑎𝑏 = 0,855 𝐶𝑡𝑎𝑑𝑎ℎ × 𝐴𝑡𝑎𝑑𝑎ℎ × 𝑅/1000

keterangan :

𝑉𝑎𝑏 = Volume andil banjir yang akan ditampung sumur resapan (m³)

𝐶𝑡𝑎𝑑𝑎ℎ = Koefesien limpasan dari bidang tadah (tanpa satuan)

𝐴𝑡𝑎𝑑𝑎ℎ = Luas bidang tanah (m²)

𝑅 = Tinggi hujan harian rata-rata (L/ m².hari) 50

Dengan asumsi bahwa volume yang terhitung hanya limpasan hujan untuk lokasi
gedung fisip unpatti saja, maka volume limpasan air hujan adalah sebagai berikut:

Tabel 4. 5 Perhitungan Volume Limpasan

Tata Guna Lahan Area (m²) Koefesien 𝑽𝒂𝒃 (𝒎)³


Cor beton 1,845 0,95 75
Atap
Seng 2,266 0.95 92
Cor Beton 2,424 0.95 98
Area non atap Taman (rumput) 944 0.21 8
Paving 42,4 0,7 1
𝑽𝒂𝒃 𝒕𝒐𝒕𝒂𝒍 275

Saat ini, air hujan yang turun di area gedung fisip unpatti masi mengalir secara
alami dengan adanya talang air dan langsung mengalir ke jaringan drainase. Belum
adanya usaha dan teknologi untuk mengurangi beban limpasan air hujan ke jaringan
drainase.

4.3.1.7 Manajemen Tapak


Terdapat 2 (dua) tolak ukur pada kriteria manajemen tapak, diantaranya :
memiliki dan menerapkan standar pengendalian terhadap hama penyakit dan gulma

4
tanaman dengan menggunakan bahan-bahan tidak beracun dan penyediaan lahan khusus
untuk penyediaan habitat satwa non peliharaan wajib tersedia minimal 5% dari
keseluruhan area tapak bangunan.

Untuk gedung fisip unpatti, kondisi eksisting saat ini, gedung tidak memiliki dan
menerapkan SPO terhadap hama penyakit gulma tanaman, dan tidak adanya area untuk
habitat satwa.

4.3.1.8 Lingkungan Bangunan


Terdapat 4 (empat ) tolak ukur, pertama melakukan peningkatan kualitas hidup
masyarakat sekitar gedung dengan melakukan salah satu dari tindakan berikut:
perbaikan sanitasi, penyediaan tempat beribadah, WC umum, kaki lima dan pelatihan
pengembangan masyarakat. Kondisi eksisting saat ini, adanya fasilitas umum di sekitar
lahan gedung fisip unpatti,

kedua, membuka akses pejalan kaki minimal 2 (dua) orientasi menuju bangunan
tetangga tanpa harus melalui area bangunan public. Tolak ukur ini terpenuhi, dimana
tersedia akses pejalan kaki menuju fakultas kedokteran unpatti dan tempat beribadah
(gereja).

Setelah di analisis dari hasil perhitungan dalam kategori tepat guna lahan (ASD),
beberapa kriteria memenuhi tolak ukur yang telah di tetapkan.

Tabel 4. 6 Ringkasan Kategori Tepat Guna Lahan (ASD)

MEMENUHI
NO KATEGORI
YA TIDAK
terdapat minimal 5 jenis fasilitas umum
dalam jarak pencapaian sejauh 500 m dari 
tapak
adanya halte atau stasiun transportasi umum

dalam jangkauan 300 m
ASD 1
adanya halte atau tempat tunggu permanen 

menyediakan fasilitas jalur pejalan kaki


didalam area gedung untuk menuju ke halte 
atau stasiun transportasi umum terdekat

4
menyediakan fasilitas pejalan kaki yang
aman dan nyaman, bebas dari perpotongan 
kendaraan bermotor
Adanya pengurangan pemakaian kendaraan

pribadi
ASD 2 adanya parkir sepeda yang aman 
apabila memenuhi butir 1 di atas dan

menyediakan shower khusus sepeda
Adanya area lansekap berupa vegetasi
(softscape) yang bebas dari bangunan 
taman
penambahan nilai satu point untuk setiap

ASD 3 penambahan 10% luas tapak
penggunaan 60% tanaman lokal yang

berasal dari nursery local
penggunaan tanaman produktif minimal

10%

menggunakan bahan yang nilai albedo rata-



rata minimal 0,3 untuk area atap
menggunakan green roof sebesar 50% dari
ASD 4 
luas atap
menggunakan bahan yang nilai albedo 0,3

pada area non atap
pengurangan beban volume air hujan dari
luas lahan ke jaringan drainase kota sebesar 
50 %
ASD 5
pengurangan beban volume air hujan dari
luas lahan ke jaringan drainase kota sebesar 
75 %
melakukan peningkatan hidup masyarakat
ASD 6 sekitar gedung dengan melakukam salah 
satu dari tindakan berikut: tempat ibadah

4
minimal 1 unit, wc umum 5 unit, kaki lima
dan pelatihan pengembangan masyarakat
minimal 1 program
membuka akses pejalan kaki minimal dua
orientasi, yaitu: bangunan tetangga(wajib) 
dan bangunan tetangga lain
utilitas umum, atau ruang terbuka hijau

privat untuk kepentingan umum
revitalisasi bangunan cagar budaya 

Menjelaskan kategori tepat guna lahan (ASD) pada kriteria kredit mendapatkan
perolehan nilai 7 (tujuh). kategori tepat guna lahan merupakan usaha perencanaan
pembangunan yang memperhatikan sarana dan prasarana dalam bentuk efesiensi
energy.

4.3.2 Kategori Efesiensi Dan Konservasi Energy (EEC)


Dalam kategori efesiensi dan konservasi energy, terdapat 7(tujuh) kriteria.

4.3.2.1 Pengoptimalan Efesiensi Energy Bangunan


Kriteria pengoptimalan dalam kategori ini memegang nilai yang paling tinggi.
Kaitannya dengan konsumsi energi yang besar dalam suatu gedung , maka dari itu
perlu adanya upaya untuk mendorong penghematan energi melalui langkah-langkah
efisiensi dan konservasi. Penggunaan energi dalam gedung bisa dilihat dari nilai Indeks
Konsumsi Energi (IKE). Data IKE ini dihitung berdasarkan besarnya konsumsi energi
(KwH) rata-rata yang ada dalam informasi rekening listrik bulanan (KwH) dibagi luas
lantai dalam gedung (m²) fisip unpatti memiliki data konsumsi energi bulanan sebagai
berikut:

4
Tabel 4. 7 IKE Gedung Fisip Unpatti

Konsumsi Energi Listrik


No Bulan IKE Bulanan (kWh/m²)
(Kwh)

1 Oktober 10,444 4.93

2 November 11,645 5.50

3 Desember 11,884 5.61

4 Januari 13,735 6.48

5 Febuari 12,484 5.89

6 Maret 13,444 6.34

7 April 6,390 3.02

8 Mei 13,575 6.41

9 Juni 11644 5.50

10 Juli 13,747 6.49

11 Agustus 10,267 4.85

12 September 9,724 4.59

Total 138.983 65.59


Rata-Rata 11.582 5.47

Berdasarkan data di atas, diketahui untuk satu tahun terakhir konsumsi energy
terbesar yaitu 6.49 kWh/m² di bulan juli sedangkan energy terkecil yaitu 3.02 kWh/m²
di bulan april. Setelah dihitung untuk satu tahun terakhir di peroleh nilai rata-rata IKE
sebesar 5.47 kWh/m²/bulan. Menurut pedoman pelaksanaan konservasi energy dan
pengawasan lingkungan depertemen pendidikan nasional, rata-rata nilai IKE bulanan
gedung fisip unpatti dari hasil perhitungan diatas masuk ke dalam kategori sangat
efesien (4.17 – 7,92 kWh/m²/bulan).

4
4.3.2.2 Pengujian, Komisioning Ulang, Atau Retro Komisioning
Terdapat 2 (dua) tolak ukur di antaranya pernah melakukan komisioning ulang
atau retro-komisioning pada peralatan utama Mechanical Ventilation And Air
Conditioning/MVAC (misalnya; chiller) dan sistem MVAC (misalnya; AHU, pompa,
colling tower) dalam kurun waktu 1 (satu) tahun sebelumnya.

Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak bagian perlengkapan gedung fisip


unpatti, gedung belum pernah melakukan retro – komisioning dalam satu tahun
belakangan ini.

4.3.2.3 Pendayagunaan Sistem Energi


Dalam kriteria ini terdapat 2 (dua) tolak ukur.

a. Control Pencahayaan

Tolak ukur pertama adalah melakukan penhematan dengan lampu yang


memiliki daya untuk pencahayaan lebih hemat 20% dari daya pencahayaan yang
tercantum dalam SNI 03 6197-2000 Tentang konservasi energy pada sistem
pencahayaan. Tolak ukur ke dua yaitu menggunakan minimal 50-80% ballast
frekuensi tinggi (elektronik) pada ruang kerja umum. Dalam hal ini tolak ukur
masi terpenuhi dikarenakan lampu yang digunakan dalam gedung menggunakan
lampu merk Philips dengan rata-rata daya pencahayaan 18 watt.

b. Ventilasi Mekanis Dan AC (Mechanical Ventilation And Air


Conditioner/MVAC)

Tolak ukur MVAC yaitu melakukan efisiensi peralatan yang memakai


sistem AC yang di operasikan dengan listrik, maka efesiensi minimumnya
menurut GBCI beserta usaha penghematannya adalah sebagai berikut:

4
Tabel 4. 8 Tolak ukur MVAC menurut GBCI

Setiap Usaha
Efesiensi
Penghematan
Sistem Ac Jenis Peralatan Minimum
Mendapat 2 Poin
(Kw/Tr)
Recip/screw chiller 0,881 0,3
Water cooled
Centrifugal chiller 0,656 0,3
Aircooled Recip/screw chiller 1,270 0,5
Split 1,436 0,2
Unitary
VRP 1,034 0,3
sumber; GBCI (2010)

Pembuktian tolak ukur ini dilakukan dengan melakukan site performance


test yang actual. Usaha penghematan pada sistem AC di atas belum diterapkan
pada gedung fisip unpatti sehingga tolak ukur ini tidak dapat di ukur.

c. Pengawasan Energy

Tolak ukur pertama dalam kriteria ini yaitu memasang kWh meter untuk
mengukur konsumsi listrik pada setiap kelompok beban dan sistem peralatan,
yang meliputi sistem tata udara, sistem tata cahaya dan kotak serta sistem beban
lainnya. kelompok beban yang di maksud adalah beban pemakaian listrik yang
berasal dari sistem peralatan seperti AC, lampu, pompa, stop kontak dan lainnya.
Tujuannya sebagai alat pemantauan penggunaan energy didalam gedung.
Dengan adanya sumber listrik, maka dapat diketahui pencatatan konsumsi listrik
pada setiap beban sehingga bisa menjadi dasar dalam menentukan manajemen
hemat energy yang baik.

Tolak ukur kedua yaitu adanya pencatatan rutin bulanan hasil pantau dan
koleksi pada KwH meter yang dilakukan selama minimum 6 (enam) bulan
terakhir.

Tolak ukur ketiga yaitu mengapresiasikan penggunaan energy dalam bentuk


Display Energy yang di tempatkan di area public atau menerapkan dukungan
teknologi untuk memantau dan mengontrol peralatan gedung melalui EMS
(Energy management system).

4
kondisi eksisting saat ini, didalam gedung fisip unpatti terdapat submeter
listrik. Berdasarkan wawancara dengan pihak bagian perlengkapan gedung,
sistem meter listrik yang digunakan menjadi satu kesatuan, antara sistem tata
udara, sistem tata cahaya dan kotak kontak, tolak ukur ini dapat dikaji. Tolak
ukur kedua tidak dapat dikaji. Begitu pula tolak ukur ketiga, pihak gedung tidak
menerapkan dukungan teknologi untuk memantau dan mengontrol peralatan
gedung.

d. Pelaksanaan dan Pemeliharaan

terdapat 3 (tiga) tolak ukur pada kriteria ini diantaranya: (1) panduan
pengoperasian dan pemeliharaan seluruh sistem AC, (2) panduan pengoperasian
dan pemeliharaan seluruh sistem transportasi dalam gedung, sistem distribusi
air bersih dan kotor (pompa) dan pembangkit listrik cadangan, dan (3) adanya
laporan bulanan selama 6 (enam) bulan terakhir untuk kegiatan pengoperasian
dan pemeliharaan sistem gedung secara tertib sesuai dengan format yang
tercantum dalam panduan pengoperasian dan pemeliharaan.

kondisi eksisting saat ini, berdasarkan wawancara dengan pihak bagian


perlengkapan gedung fisip unpatti, untuk ketiga tolak ukur di atas belum
diterapkan pada bangunan gedung fisip unpatti.

e. Energy Terbarukan Dalam Tapak

penggunaan energy terbarukan dimaksud sebagai sumber energy alternative


untuk mengurangi penggunaan energy listrik yang berasal dari bahan baku yang
tidak terbarukan sebagai energy fosil dan batu bara. Namun, dikarenankan
gedung fisip unpatti tidak memiliki sumber energy alternative lain selain PLN,
untuk kriteria ini tidak dapat dikaji.

f. Penurunan Emisi Energy

Tujuan kriteria penurunan emisi energy adalah sebagai bentuk pemahaman


bahwa semakin besar konsumsi energy, maka semakin besar pula pengaruh pada
perubahan iklim. Konsumsi energy dalam gedung dihitung berdasarkan jumlah
konsumsi listrik energy.

4
dengan mengetahui pengunaan daya listrik gedug, jumlah emisi CO₂ (EE)
dapat dihitung dengan mengalihkan penggunaan listrik dengan faktor emisi (EF)
wilayah Ambon, yaitu 0,8 kg CO₂-e/kWh sesuai amanat peraturan menteri
ESDM No.13 tahun 2012 tentang penghematan pemakaian energy listrik.

kondisi eksisting pengunaan listrik selama satu tahun terkhir pada tahun
2022 berdasarkan data rekening listrik adalah sebesar 15.610 kWh yang setarah
dengan menggunakan 12.488 CO₂-e/tahun.

Adapun penurunan emisi CO₂ gedung juga dapat dibuktikan dengan de tail
perhitungan sebagai berikut

Tabel 4. 9 Perhitungan Emisi Energy

Emisi
Rata-
Bulan Kwh Energi Selisih Emisi
Rata Kwh
(CO₂ Energi (%)
Kg)
Periode Oktober 10,444
ke-1 November 11,645
Desember 11,884
62432.67 49946.13
Januari 13,735
Febuari 12,484
Maret 13,444
April 6,390 1

Mei 13,575
Periode Juni 11644
65347.00 52277.6
ke-2 Juli 13,747
Agustus 10,267
September 9,724

Setelah dianalisis dari hasil perhitungan dalam kategori Efesiensi dan


Konservasi Energi (EEC) beberapa kriteria memenuhi tolak ukur yang telah ditetapkan,
sehingga poin yang diperoleh yaitu sebesar dengan rincian sebagai berikut:

5
Tabel 4. 10 Ringkasan Efesiensi Dan Konservasi Energy (EEC)

MEMENUHI
NO KATEGORI
YA TIDAK
IKE listrik standar dan lebih kecil sama dengan
120% IKE listrik gedung selama 6 bulan terakhir,

maka setiap 5% penurunan kan mendapat 1 poin
tambahan sampai maksimal 8 poin
IKE listrik gedung menjukan nilai dibawah IKE
listrik standar dalam 6 bulan terakhir, maka setiap
EEC 1 
3% penurunan akan mendapat 1 poin tambahan
sampai maksimal 16 poin
apabila IKE listrik gedung lebih dari 120% IKE
listrik standar acuan, maka setiap penurunan 10%

dalam kurun waktu 6 bulan terakhir mendapatkan
1 poin dengan maksimal 3 poin
pernah melakukan komisioning ulang dengan
sasaran peningkatan kinerja (KW/TR) pada

peralatan utama MVAC (mechanical Ventilation
and air conditioning) dalam kurun waktu 1 tahun
EEC 2
adanya komisioning berkelanjutan secara berkala

dalam maksimal 3 tahun
bila poin diatas terpenuhi maka ada tambahan poin

untuk testing, komisioning ulang.

melakukan penghematan konsumsi enegri pada



daya pencahayaan ruangan. Lebih hemat 20%
menggunakan minimum 50% ballast frekuensi
tinggi (eletronik) dan/atau LED pada ruang kerja 
EEC 3
umum
menggunakan minimum 80% ballast frekuensi
tinggi (eletronik) dan/atau LED pada ruang kerja 
umum

5
melakukan efeiensi peralatan yang memakai

sistem AC yang dioperasikan dengan listrik

Penyediaan KWH meter 


pencatatan bulanan hasil pantau data pada KWH 
meter
pengunaan energy dalam bentuk display energi

yang ditempatkan di area publik
EEC 4
menerapkan dukungan teknologi untuk monitoring
atau mengontrol peralatan gedung melalui 

teknologi EMS
melakukan audit energi ekternal (level 2) minimal 
sekali dalam 1 tahun terakhir
panduan operasional dan pemeliharaan seluruh 
sistem AC
penambahan adanya panduan pengoperasian dan 
EEC 5
pemeliharaan seluruh sistem peralatan lainnya
adanya laporan bulanan selama 6 bulan terakhir

untuk pemeliharaan sistem gedung
1. jika 0,25% dari maximum power demand 
dihasilkan oleh energi terbarukan
2. jika 0,5% dari maximum power demand 
dihasilkan oleh energi terbarukan
3. jika 1,0% dari maximum power demand 
EEC 6
dihasilkan oleh energi terbarukan
4. jika 1,5% dari maximum power demand 
dihasilkan oleh energi terbarukan
5. jika 2,0% dari maximum power demand 
dihasilkan oleh energi terbarukan
1. 0,25% penurunan CO2 dari original emission 

EEC 7 2. 0,5% penurunan co2 dari original emission 

3. 1,0% penurunan co2 dari original emission 

5
4.3.3 Konservasi Air (WAC)
Dalam kategori ini terdapat 8 (delapan) kriteria.

4.3.3.1 Sub-Meter Air


Pemasangan alat meteran air yang ditempatkan pada sistem area publik, area
komersil dan utilitas bangunan menjadi tolak ukur penilaian. Tujuan adalah sebagai alat
untuk memantau penggunaan air didalam gedung. Hal ini dilakukan sebagai upaya
dalam pencatatan dan pengontrolan penggunaan air agar tidak terjadi pemborosan
sehingga bisa dilakukan langkah – langkah penghematan air.

pada kondisi eksisting di gedung fisip unpatti, sumber air digunakan hanya
berasal dari satu sumber, yaitu air tanah (sumur dalam). Untuk ketersediaan sub-meter
air tidak ada, melainkan terpusat menjadi satu kesatuan.

4.3.3.2 Pengawasan Air


Tolak ukur dalam kriteria ini berniali 2 (dua) poin, yaitu adanya standar
prosedur operasi dan pelaksanaannya mengenai pemeliharaan dan pemeriksaan sistem
plambing secara berkala untuk mencegah terjadinya kebocoran dan pemborosan air
dengan menunjukan neraca air dalam 6 (enam) bulan terakhir.

Berdasarkan wawancara dengan pihak bagian perlengkapan, gedung fisip unpatti


tidak menunjukan neraca air yang di maksud sehingga untuk kriteria ini tidak dapat di
nilai.

4.3.3.3 Pengurangan Penggunaan Air


pada kriteria ini, sumber air bersih menjadi tolak ukur penilaian. Tujuannya
untuk meningkatkan penghematan air bersih dari sumber primer. Sumber air primer
yang digunakan saat ini keseluruhannya berasal dari sumber air tanah (sumur dalam).
Baik untuk kebutuhan plambing, penyiraman taman dan sumber air untuk hydran.

4.3.3.4 Kualitas Air


Apabila gedung dapat menunjukan bukti laboraturium 6 bulan terakhir dari air
sumber primer yang sesuai dengan kriteria air bersih. Berdasarkan hasil wawancara
dengan pihak perlengkapan gedung fisip unpatti . Gedung belum pernah melakukan uji
laboraturium mengenai kualitas air. Oleh karena itu, untuk kriteria ini, tidak memenuhi
kriteria.

5
4.3.3.5 Daur Ulang Air
Merujuk pada ketentuan Greenship apabila menggunakan sistem pendigin non
water cooled, maka tolak ukur ini menjadi tidak berlaku. Hal ini dikarenakan sistem
pendingin yang ada di gedung fisip unpatti menggunakan AC split tidak menggunakan
cooling tower.

Alternatif lain selain tolak ukur diatas yaitu 100% kebutuhan irigasi tidak
bersumber dari sumber air primer gedung (PDAM dan air tanah). Berdasarkan
ketentuan tersebut, gedung juga tidak memenuhi kriteria dikarenakan untuk kebutuhan
air irigasi, termasuk untuk kebutuhan penyiraman taman yang ada di tapak gedung
masih menggunakan air yang bersumber dari PDAM.

Tolak ukur kedua yaitu menggunakan air daur ulang dengan kapasitas yang
cukup untuk kebutuhan flushing WC dan tolak ukur ketiga adalah mempunyai sistem
daur ulang yang keluarannya setara dengan standar air berish sesuai Pemenkes No. 416
Tahun 1990 tentang syarat – syarat dan pengawasan kualitas air untuk memenuhi
kebutuhan air bersih.

pada kondisi eksisting di gedung fisip unpatti, penggunaan daur ulang air,
seperti air bekas kondensasi AC, air bekas wudhu ataupun air hujan belum diterapkan di
gedung, sehingga untuk tolak ukur ini tidak memenuhi kriteria.

4.3.3.6 Air Minum


Pada kriteria air minum terdapat 1 (satu) tolak ukur, yaitu menggunakan sistem
filtarasi di setiap dapur yang menghasilkan air minum yang sesuai dengan Pemenkes
No. 497 Tahun 2010 tentang persyaratan Kualitas Air Minum.

pada kondisi eksisting di gedung fisip unpatti, tolak ukur ini tidak memenuhi
kriteria.

4.3.3.7 Pengurangan Penggunaan Sumur Dalam


pada kriteria ini terdapat tolak ukur, yaitu konsumsi air yang menggunakan deep
well ≥ 20% konsumsi air secara keseluruhan.

Berdasarkan wawancara dengan pihak bagian perlengkapan gedung fisip unpatti


, gedung menggunakan deep well (sumur dalam) untuk semua kebutuhan yang
diperlukan.

5
4.3.3.8 Efesiensi Air Keren
pada kriteria ini terdapat satu tolak ukur terdapat 1 (satu) tolak, yaitu tersedianya
≥ 50% dari total unit keran air dengan fitur auto stop pada area public.

pada kondisi eksisting di Gedung Fisip Unpatti, keran air yang tersedia di
gedung seluruhnya tidak menggunakan fitur auto stop.

setelah diidentifikasi dari hasil perhitungan dalam kategori konservasi air


(WAC), hanya 1 (satu) kriteria memenuhi tolak ukur yang telah ditetapkan, dengan
rincian sebagai berikut :

Tabel 4. 11 Ringkasan Konservasi Air

MEMENUHI
NO KATEGORI
YA TIDAK
submeter konsumsi air pada sistem are publik, area
WAC 1 
komersil, dan utilitas bangunan

pelaksanaan dan pemeliharaan sistem plumbing


WAC 2 
secara berkala
gedung dengan konsumsi air 20% di atas SNI,

setiap penurunan 19% mendapat 1 poin
WAC 3 jika memenuhi poin 1, selanjutnya setiap usaha
penurunan konsumsi air sebesar 35 dari standar 
acuan SNI menapat 1 poin
menunjukan bukti laboraturium 6 bulan terakhir
WAC 4 
dari air sumber primer
menggunakan air daur ulang untuk kebutuhan

make up water cooling tower
100% irigasi tidak bersumber dari sumber air

primer (PDAM dan air tanah)
WAC 5 menggunakan air daur ulang dengan kapasitas

yang cukup untuk kebutuhan flushing WC
mempunyai sistem air daur ulang yang keluarnya
setara dengan standar air besrsih sesuai permenkes 
NO. 416 tahun 1990

5
menggunakan sistem filterasi yang menghasilkan
WAC 6 air minum yang sesuai dengan permenkes N0.492 
TAHUN 2010
konsumsi air yang menggunakan deep well
maksimum 20% dari konsumsi air secara 
keseluruhan
WAC 7
konsumsi air yang menggunakan deep well
maksimum 10% dari konsumsi air secara 
keseluruhan
50% dari total unit keran air pada area publik

menggunakan filter auto stop
WAC 8
80% dari total unit keran air pada area publik

menggunakan filter auto stop

4.3.4 Siklus Dan Sumber Daya Material (MRC)


Dalam kategori siklus dan sumber daya material, terdapat 5 (lima) kriteria.

4.3.4.1 Penggunaan Non ODS


Tolak ukur dalam kriteria ini menginstruksikan untuk tidak menggunakan bahan
perusak ozon pada seluruh sistem pendingin gedung. Untuk kondisi di dalam gedung
fisip unpatti, digunakan pendingin ruangan yaitu AC split denganberbagi merek
diantaranya Panasonic, Sharp.

Gambar 4. 3 spesifikasi ac yang digunakan di gedung fisip unpatti.

5
Sementara itu, jenis R-23 masuk kedalam kriteria ke dalam pengunaan AC yang
rama lingkungan , nilai ODP (Ozone Depleting Potential) untuk penggunaan AC R-32
sebesar 0%. Oleh karena itu tolak ukur ini memenuhi kriteria.

4.3.4.2 Pembelanjaan Material


Dalam kriteria ini terdapat 1 (satu) tolak ukur dengan berbagai alternative
penilaian, diantaranya : adanya dokumen – dokumen yang menjelaskan pembelanjaan
material sesuai dengan kebijakan yang telah di tetapkan oleh Greenship.

Berdasarkan wawancara dengan pihak bagian perlengkapan gedung fisip unpatti,


material yang digunakan adalah material local dengan beberapa bersertifikat SNI.
Gedung ini tidak menggunakan material daur ulang maupun material bekas. Namun
upaya yang baik ditunjukan dengan penggunaan lampu yang didominasi tidak
mengandung merkuri. Dikarenakan dokumen-dokumen yang dimaksud tidak lengkap
tersedia, maka untuk kriteria memenuhi keriteria dengan melakukan pembelanjaan
material yang bersertifikat SNI.

4.3.4.3 Manajemen Limbah


Dalam kriteria ini, terdapat 4 (empat) tolak ukur. Tolak ukur pertama yaitu
adanya Standar Prosedur Operasi, Pelatihan dan Laporan untuk mengumpulkan dan
memilah sampah berdasarkan jenis organic dan anorganik dalam 6 (enam) bulan
terakhir. Berdasarkan wawancara dengan pihak bagian perlengkapan gedung Fisip
unpatti, pengumpulan dan penilaian sampah berdasarkan jenisnya belum diterapkan
sehingga laporan yang di maksud tidak tersedia. untuk tempat pembuangan sampah di
sekitar gedung juga tidak dibedakan antara sampah organik dan anorganik.

Dikarenakan tolak ukur pertama tidak terpenuhi, maka untuk tolak ukur kedua
dan ke tiga yang berkaitan dengan tolak ukur pertama dalam kriteria ini tidak bisa
diukur/dinilai. Sedangkan untuk tolak ukur ke empat yaitu adanya upaya pengurangan
sampah kemasan yang terbuat dari Styrofoam dan non food grade plastic. juga tidak
dapat dipenuhi karena upaya tersebut belum diterapkan pada gedung.

4.3.4.4 Manajamen Limbah Beresiko


Dalam kriteria ini terdapat 1 (satu) tolak, yaitu adanya standar prosedur operasi.
Pelatihan laporan manajemen pengolahan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3).
Berdasarkan wawancara dengan pihak bagian peralengkapan gedung, baik standar

5
maupun laporan yang dikehendaki Greesnship tidak ada sehingga untuk kriteria ini.
Gedung fisip unpatti tidak memenuhi kriteria.

4.3.4.5 Manajemen Barang Bekas


Dalam kriteria ini terdapat 1 (satu) tolak ukur, yaitu adanya standar prosedur
operasi, dan laporan penyaluran barang bekas yang masih dapat dimanfaatkan kembali.
Berdasarkan wawancara dengan pihak bagian perlengkapan gedung fisip unpatti,
standard laporan yang dikehendaki Greenship tidak ada sehingga untuk kriteria ini
gedung tidak memperoleh poin.

Tabel 4. 12 Ringkasan Siklus Dan Sumber Material

MEMENUHI
NO KATEGORI
YA TIDAK
seluruh sistem pendingin ruangan menggunakan

bahan refrigrant yang memiliki ODP=0
MRC 1
menggunakan bahan pembersih yang memiliki

nilai ozonne depleting potential ODP kecil, <1
menggunakan material yang rama lingkungan 
adanya dokumen yang menjelaskan
pembelanjaan sesuai dengan prasyarat No 2, 
paling sedikit 3
adanya dokumen yang menjelaskan
MRC 2
pembelanjaan sesuai dengan prasyarat No 2, 
paling sedikit 5
adanya dokumen yang menjelaskan
pembelanjaan sesuai dengan prasyarat No 2, 
paling sedikit 7

standar proseur operasi pelatihan dan laporan


untuk mengumplukan dan memilih sampah
MRC 3 
berdasarkan jenis dalam 6 bulan terakhir untuk
sertifikasi perdana

5
melakukan pengolahan sampah organik secara

mandiri atau bekerja sama dengan badan resmi
pengolahan limbah anorganik
melakukan pengolahan sampah organik secara
mandiri atau bekerja sama dengan badan resmi

pengolahan limbah anorganik yang memiliki
prinsip 3R

adanya upaya pengurangan sampah kemasan 

adanya upaya penanganan sampah dari kegiatan


renovasi kepihak ketiga minimal 10% dari total

renovasi dalam 6 bulan terakhir untuk sertifikasi
perdana

adanya standar prosedur operasi, pelatihan dan


MRC 4 
laporan manajemen pengolahan limbah B3:
baterai, lampu, tinta print
adanya standar prosedur operasi dan laporan
MRC 5 penyaluran barang bekas yang masi dapat 
dimanfaatkan

4.3.5 Kenyamanan Dan Kesehatan Dalam Ruang


Dalam kategori kenyamanan dan kesehatan dalam ruang, Terdapat 8 (delapan)
kriteria.

4.3.5.1 Introduksi Udara di Luar Ruangan


Dalam kriteria ini terdapat 1 (satu) tolak ukur, yaitu desain ruangan menunjukan
adanya potensi introduksi udara luar minimal sesuai dengan SNI 03-6572-2001 atau
ASHARE 62.1-2007. Tujuan kriteria ini adalah untuk menjaga dan meningkatkan
kualitas udara dalam ruang dengan melakukan introduksi udara sesuai dengan
kebutuhan laju ventilasi untuk kesehatan para penghuni gedung.

5
Berdasarkan pengamatan di beberapa ruang kerja gedung fisip unpatti untuk
kebutuhan laju udara ventilasi minimum dalam kriteria introduksi udara luar dapat
dikatakan telah memenuhi kriteria.

4.3.5.2 Pengendalian Asap Rokok


Tolak ukur dalam kriteria ini yaitu memasang tanda dilarang merokok di seluruh
area gedung dan tidak menyediakan area khusus untuk merokok didalam gedung.

Gambar 4. 4 Tanda Larangan Merokok

Berdasarkan pengamatan dan wawancara yang dilakukan, pada gedung fisip


unpatti sudah menerapkan peraturan – peraturan tentang larangan merokok. Hal ini
dibuktikan dengan adanya rambu-rambu dilarang merokok dibeberapa ruangan kerja,
sedangkan ruangan kusus merokok di area dalam ruangan maupun diluar ruangan belum
tersedia.

4.3.5.3 Pemantauan CO² dan CO


pemantauan karbondioksida (CO²) dalam ruang ditandai dengan adanya instalasi
sensor gas karbondioksida pada ruangan-ruangan dengan kepadatan tinggi (sensor
diletakan 1,5 m diatas lantai dekat return air grille), sedangkan pemantauan kadar
monoksida (CO) dilakukan pada ruang parker tertutup.

kondisi eksisting saat ini tidak tersedia sensor karbondioksida pada area gedung
fisip unpatti dan tidak menyediakan fasilitas parkir tertutup.

4.3.5.4 Polusi Fisik Dan Kimiawi


Pengukuran dengan kriteria ini dilakukan dengan mengukur kualitas udara
dalam ruang yang apabila sudah sesuai dengan keputusan menteri kesehatan RI No.
1405/Menkes/SK/XI/2002 tentang persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja
Perkantoran dan Industri.

6
berdasarkan wawancara dengan pihak perlengkapan gedung fisip unpatti ,
gedung belum pernah melakukan uji kualitas udara terkait debu, pertukaran udara, dan
gas pencemar yang diisyaratkan dalam Greenship.

4.3.5.5 Polusi Biologis


Terdapat 2 (dua) tolok ukur dalam kriteria ini. Pertama, pembersihan filter, coil
pendingin dan alat bantu VAC (Ventilation and Air Conditioning) sesuai dengan jadwal
perawatan berkala. Tujuannya sebagai pencegahan terbentuknya lumut dan jamur
sebagai tempat berkembangnya mikroorganisme. Berdasarkan wawancara dengan pihak
bagian perlengkapan Gedung Fisip Unpatti, pembersihan filter, coil pendingin dan alat
bantu VAC pembersihan yang dilakukan tidak sesuai dengan jadwal yang di tentukan.

Tolok ukur kedua yaitu melakukan pengukuran jumlah bakteri dengan jumlah
maksimal kuman 700 koloni/m³ udara dan bebas kuman patogen pada ruangan. Untuk
tolok ukur ini tidak memenuhi kriteria karena gedung belum pernah melakukan
pengukuran.

4.3.5.6 Kenyamanan Visual


Kenyamanan visual dalam suatu ruangan dapat diketahui dengan mengetahui
kondisi pencahayaan. Oleh karena itu perlu dilakukan pengukuran pada beberapa titik
sampel di setiap lantai. Untuk kriteria ini tidak dapat dilakukan oleh peneliti karena
keterbatasan alat.

4.3.5.7 Tingkat Kebisingan


Tolak ukur dalam kriteria tingkat kebisingan ditetapkan dengan tingkat
kebisingan seuai dengan SNI 03-6386-2000. Untuk kriteria ini tidak dapat dilakukan
oleh peneliti karena keterbatasan alat.

4.3.5.8 Survey Pengguna Gedung


Mengadakan survey kenyamanan pengguna gedung terkait suhu udara, tingkat
pencahayaan ruang, tingkat kebisingan, kebersihan gedung dan keberadaan hama
dengan jumlah responden minimal sebanyak 30% dari total pengguna gedung.
berdasarkan wawancara dengan beberapa pengguna gedung fisip unpatti terkait suhu
udara, tingkat pencahayaan ruang, tingkat kebisingan, kebersihan gedung dan
keberadaan hama, para pengguna gedung mengatakan merasa nyaman selama berada di
dalam gedung.

6
setelah diidentifikasi dari hasil perhitungan dalam kategori kenyamanan dan
kesehatan dalam ruang (IHC), beberapa kriteria memenuhi tolak ukur yang telah
ditetapkan dengan rincian sebagai berikut:

Tabel 4. 13 Kenyamanan Dan Kesehatan Dalam Ruang (IHC)

MEMENUHI
NO KATEGORI
YA TIDAK
kualitas udara ruangan yang menunjukan adanya
IHC 1 
introduksi udara luar
IHC 2 dilarang merokok 
ruangan dengan kepadatan tinggi dilengkapai
IHC 3 
dengan instalasi sensor gas karbondioksida (CO2)
pengukuran kualitas udara dalam ruangan
dilakukan secara random dengan titik sempel pada 
lobi utama, ruang kerja atau ruang disewa tenant
Kadar debu total sesuai kemenkes No.

1405/Menkes/SK/XI/2002
Kadar volatile Organic Compound (VOC) sesuai
dengan SNI 19-0232-2005 tentang nilai ambang 

IHC 4 batas (NAB) Zat Kimia di Udara Tempat Kerja


Apabila memenuhi butir 1 dan 2; kadar 
formaldehida sesuai dengan SNI 19-0232-2005
pembersihan filter, coil pendingin dan alat bantu
VAC (ventilation and air conditioning) sesuai 
dengan jadwal perawatan berkala

Melakukan pengukuran jumlah bakteri dengan 


jumlah maksimal 700 koloni/m³
kondisi termal ruangan secara umum pada suhu
IHC 5 
24°c - 27°c dan kelembaban relatif 60%±5%
hasil pengukuran menunjukan tingkat pencahayaan
IHC 6 disetiap ruang kerja sesuai dengan SNI 03-6197- 
2000

6
hasil pengukuran menunjukan tingkat bunyi ruang
IHC 7 
kerja sesuai dengan SNI 03-6386-2000
mengadakan survey kenyamanan pengguna
IHC 8 
gedung

4.3.6 Manajemen Lingkungan Bangunan


Dalam kategori manajemen lingkungan bangunan, terdapat 5 (lima) kriteria.

1. Inovasi
2. Kebijakan pemilik proyek dan desain
3. Tim pemeliharaan dan operasional ramah lingkungan
4. Kontrak green
5. Operasional, pemeliharaan dan penelitian

setelah diidentifikasi, diperoleh hasil bahwa dari semua kriteria dan tolak ukur yang
sudah diterapkan, kondisi eksisting manajemen lingkungan bangunan pada gedung fisip
unpatti belum ada penerapannya. Pada sebagian kriteria bisa dilakukan kajian apabila
gedung akan di daftarkan untuk dinilai.

Tabel 4. 14 Ringkasan Manajemen Lingkungan Bangunan (BEM)

MEMENUHI
NO KATEGORI
YA TIDAK

aplikassi inovassi dengan meningkatkan kualitas



bangunan
BEM 1
aplikasi inovasi dengan melakukan pendekatan

manajemen

tersedianya dokument design intent dan owner's



BEM 2 project requirement

tersedianya dokumen AS BUILD DRAWING 

adanya satu struktur yang terintegrasi didalam struktur


BEM 3 operasonal dan pemeliharaan gedung yang 

bertugas menjaga tingkat stabilitasi green building

6
minimal terlibat seorang greenship profesional dalam
operational and maintenance bekerja penuh waktu 

(full time)
untuk bangunan komersial memiliki lease agreement
yang memuat greenship for existing bulding minimum

1 tolak ukur dalam tiap kategori ASD, EEC, WAC,
IHC, MRC, dan BEM
untuk bangunan yang dipakai sendiri, memiliki SOP
dan training yang mencangkup upaya-upaya untuk
memenuhi kriteria dalam GREENSHIP For Existing 
Building minimum 1 rating dalam tiap kategori
BEM 4 ASD,EEC,WAC,IHC, dan MRC.
adanya jadwal berkala minimum tiap 6 bulan dan
program pelatihan dalam pengoperasian dan

pemeliharaan untuk tapak, energi, air, material, dan
HSES (health Safety Enfironmental, and Security).
Adanya bukti pelaksanaan pelatihan tentang
pengoperasian dan pemeliharaan untuk tapak, energi,

ari. Material, dan program HSES berikut dengan
evaluasi dari pelatihan tersebut.

6
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Dari pengukuran dan analisis penilain kriteria green building berdasarkan
perangkat penilaian Greenship untuk Gedung Terbangun yang telah dilakukan pada
Gedung Fisip Unpatti Ambon diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Gedung Fisip Unpatti Ambon memenuhi dua syarat kelayakan bagunan


diantaranya: luas minimum daerah, sertifikasi kesesuaian fungsi oleh
pememerintah daerah.
2. Upaya penerapan konsep Green Building pada bangunan fisip unpatti
dilakukan peneliti dengan peninjauan langsung berdasarkan identifikasi
kesesuaian kriteria dalam greenship yang meliputi kategori tepat guna
lahan (ASD), kategori efisiensi dan konservasi energy (EEC), konservasi
air (WAC), siklus dan sumber daya material (MRC), kenyaman dan
kesehatan dalam ruang dan manajemen lingkungan bangunan sehingga
bersarkan penijauan langsung yang dilakukan peneliti yang memenuhi
kriteria dalam greenship diantaranya tepat guna lahan 12 tolak ukur
terpenuhi, evisiensi dan konservasi energy 8 tolak ukur terpenuhi,
konservasi air 2 tolak ukur terpenuhi, siklus material 2 tolak ukur
terpenuhi, kesehatan dan kenyamanan dalam ruang 6 tolak ukur
terpenuhi dan kesehatan dan kenyamanan dalam ruang tidak dapat
diukur.

5.2 Saran
Untuk mengembangkan hasil penelitian ini, berikut adalah beberapa saran
yang dapat dilakukan untuk kemajuan penelitian ini kedepannya:

1. Perlu adanya penelitian lebih lanjut sebagai penyempurnaan penelitian


pada kriteria yang belum dapat dievaluasi karena ketidaklengkapan data
primer maupun data sekunder.
2. Pada penelitian selanjutnya sebaiknya perlu dilakukan wawancara
kepada pihak Greenship–GBCI agar memahami kriteria Green Building
yang terterah pada Greenship dengan baik dan mudah.

6
DAFTAR PUSTAKA

Summary Greenship Rating Tools Untuk Bengunan Terbangun Versi 1.1

Aditya 2019. Evaluasi Konsep Green Building Pada Gedung Baru Fakultas Hukum
Universitas Sam Ratulangi Manado. Diakses Tanggal 12 Juni 2022

Oktavia Elok Haspari 2018. Analisis Penerapan Green Building Pada Bangunan
Pendidikan (Studi Kasus: Green School Bali). Diakses Tanggal 12 Juni 2022

Dedy Darmanto, I Putu Wiguma 2013. Penilaian Kriteria Green Building Pada Gedung
Rektorat ITS. Diakses Tanggal 12 Juni 2022

Annisa Fikriyah Tasya, Ary Deddy Putranto 2017. Konsep Green Building Pada
Bangunan Kantor (Studi Kasus; Spasio Office, Surabaya) Diakses Tanggal 13
Juni 2022

Boy Leonard 2021. Memahami Konsep Green Building, Manfaat Dan Penerapannya.
Diakses Tanggal 14 Juni 2022

Moh Sayifuddin 2019. Penilaian Kriteria Green Building Pada Bangunan Gedung
Auditorium Universitas Jember Menggunakan Perangkat Penilaian Greenship
Untuk Bangunan Baru Versi 1.2. Diakses Tanggal 13 Juni 2022

Nanda Firnando 2016. Penilaian Kriteria Green Building Pada Bangunan Rumah Sakit
Universitas Sumatra. Diakses Tanggal 13 Juni 2022

Peraturan Daerah Kota Ambon No 24 Tahun 2012. Tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah (RTRW) Kota Ambon Tahun 2011-2031. Diakses Tanggal 5 juli 2022

Peraturan Wali Kota Ambon Nomor 21 Tahun 2021. Tentang Rencana Detail Tata
Ruang Kawasan Pusat Kota Ambon Tahun 2021-2024. Diakses Tanggal 5 Juli
2022

Peraturan Menteri Energy Dan Sumber Daya Mineral Republic Indonesia. Tentang
Penghematan Pemakian Tenaga Listrik. Diakses Tanggal 12 Agustus 2022

Peraturan Daerah Kota Ambon Nomor 5 Tahun 2012. Tentang Pajak Penerangan Jalan.
Diakses Tanggal 13 Juli 2022

Anda mungkin juga menyukai