Bab 1 Revisi
Bab 1 Revisi
DESAIN PENELITIAN
OLEH
SULASTRI
F1051201039
Pontianak, 2023
Mengetahui,
Mahasiswa Dosen Pembimbing Akademik
Menyetujui,
Ketua Program Studi Pendidikan Fisika
Dimana refutation text itu sendiri adalah bahan bacaan yang disusun dengan
membandingkan dengan tajam (kontras) ide-ide yang salah dengan ide-ide yang benar
(Sutrisno L, 2007). Refutation text ini didesain untuk menyatakan miskonsepsi, kemudian
disanggah secara eksplisit kemudian diberikan sebuah penjelasan yang dapat diterima secara
ilmiah sebagai sebuah logika yang masuk akal (Broughton, 2010). Adapun Komponen dari
refutation text meliputi: (1) pernyataan mengenai miskonsepsi yang sering terjadi, (2)
menyanggah miskonsepsi tersebut, dan (3) menjelaskan konsep ilmiah sebagai penjelasan
yang benar. Ketika peserta didik membaca refutation text, peserta didik cenderung terlibat
dalam pemrosesan yang lebih dalam untuk menyelesaikan konflik antara konsep awal peserta
didik dengan pengetahuan baru (Kendeou, 2014). Pergabungan media pembelajaran dan
bahan ajar komik berbantuan refutation text sangatlah terbantu karena dimana komik memuat
gambaran dan refutation text sebagai penjelasan dalam media komik yang akan peneliti buat.
Komik memiliki beberapa kelebihan yang menjadikannya dapat berguna sebagai
bahan ajar yang menarik. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Widyawati mengenai
media komik untuk menigkatkan motivasi belajar dan karakter peserta didik menghasilkan
rata-rata gain sebesar 0,48 dan karakter sebesar 0,54 yang dikategorikan sedang. Penelitian
lain tentang efektivitas media komik kartun mendapatkan nilai hasil uji gain ternormalisasi
sebesar 0,076 dan tergolong tinggi. Media komik efektif digunakan untuk melihat hasil
belajar siswa sebesar 80%. Selain itu, komik merupakan bahan ajar yang masih jarang
digunakan untuk meremediasi miskonsepsi peserta didik khususnya pada pelajaran fisika.
Komik dipandang cocok dalam pembelajaran fisika yang dapat penyampaikan unsur visual
dan tak lepas dari fenomena-fenomena yang ada dalam kehidupan sehari-hari.
Berdasarkan observasi yang telah dilakukan di SMP Negeri 17 Pontianak dengan
melakukan wawancara dengan salah satu guru mata Pelajaran IPA, diperoleh informasi
bahwa guru belum pernah menggunakan komik dalam proses pembelajaran untuk mengatasi
miskonsepsi peserta didik. Guru mata pelajaran IPA di sekolah tersebut hanya mendapatkan
informasi melalui kegiatan pembelajaran di kelas (seperti penjelasan dari guru, membaca dan
meringkas pembelajaran, pemberian soal sebelum pembelajaran, kerja kelompok, praktikum
dan hasil ulangan pada peserta didik). Dari hasil ulangan pada materi suhu dan kalor peserta
didik kesulitan memahami materi dan soal ulangan, sehingga hasil ulangan yang diperoleh
dari materi suhu dan kalor sangatlah kurang memuaskan. Berdasarkan hal tersebut, diperlukan
adanya pengembangan media komik untuk mencari atau mengetahui sejauh mana
pemahaman konsep yang dimiliki oleh peserta didik, agar tidak terjadinya miskonsepsi
selanjutnya dan memotivasi peserta didik terhadap mata Pelajaran IPA yang disajikan
didalam komik dengan menarik.
Pada penelitian ini, peneliti memilih objek penelitian yaitu peserta didik sekolah
menengah pertama (SMP) pada materi Suhu dan Kalor. Pada materi Suhu dan Kalor peserta
didik dituntut untuk memahami konsep dan aplikasinya, sementara pada materi ini masih
banyak peserta didik yang mengalami miskonsepsi. Komik ini dibuat agar dapat mengubah
miskonsepsi siswa terhadap Suhu dan Kalor.
Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti memilih untuk menggunakan media
komik untuk mengungkapkan pemahaman konsep peserta didik. Adapun memilih media
komik dalam penelitian yang digunakan dimana komik memiliki kelebihan yaitu untuk
meningkatkan motivasi peserta didik dalam membaca buku yang berisi pembelajaran. Oleh
karena itu penelitian ini dapat memberi gambaran terkait pemahaman konsrp peserta diidk di
SMP Negeri 17 Pontianak. Hasil penelitian ini dapat menjadi acuan dalam meningkatkan
pemahaman konsep peserta didik serta menjadi media yang bermanfaat karena menumbuhkan
motivasi dan pemahaman konsep peserta didik.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah di uraikan di atas maka permasalahan
umum penelitian ini adalah “Apakah media komik dilengkapi refutation text layak diterapkan
untuk mengatasi miskonsepsi peserta didik pada materi suhu dan kalor di SMP Negeri 17
Pontianak”
Secara khusus rumusan masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah: Rumusan
masalah pada penelitian ini meliputi
1. Bagaimana peningkatan miskonsepsi peserta didik pada materi suhu dan kalor sebelum
dan sesudah menggunakan media pembelajaran media komik dilengkapi Refutation text
materi suhu dan kalor?
2. Bagaimana Bagaimana respon Guru dan Peserta didik terhadap media komik dilengkapi
Refutation text materi suhu dan kalor untuk mengatasi miskonsepsi bagi peserta didik?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan umum dalam penelitian ini adalah untuk mengatasi miskonsepsi pada peserta
didik menggunakan media komik dilengkapi refutation text pada materi suhu dan kalor di
SMP Negeri 17 Pontianak.
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah Tujuan dalam penelitian ini yaitu:
1. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh sebelum dan sesudah menggunaka media
komik dilengkapi refutation text untuk mengatasi miskonsepsi peserta didik,
2. Untuk mengetahui respon Guru dan peserta didik pada media pembelajaran komik
dilengkapi Refutation text untuk mengatasi miskonsepsi bagi peserta didik
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini memiliki manfaat, diantaranya sebagai berikut:
1. Bagi Sekolah
Penelitian ini dapat dijadikan sebagai media laternatif dalam pelaksanaan kegiatan
bagi pembelajaran di SMP Negeri 17 Pontianak.
2. Bagi guru
Penelitian dapat dijadikan sebagai bahan acuan kajian atau rujukan, bahan informasi,
serta dapat bermanfaat sebagai media alternatif pembelajaran.
3. Bagi peserta didik
Peserta didik memperoleh pembelajaran yang berbeda dari biasanya yaitu
pembelajaran menjadi lebih menarik dengan menggunakan komik. Sehingga peserta
didik akan lebih tertarik mengikuti pembelajaran IPA pada materi suhu dan kalor.
4. Bagi penelitian
Penelitian ini dapat digunakan untuk menambah pengetahuan dalam menerapkan
media pembelejaran komik untuk mengatasi miskonsepsi dalam proses pembelajaran.
F. Teminologi (Peristilahan)
1. Pengembangan
Pengembangan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesi adalah proses, cara, perbuatan
mengembangkan. Dengan demikian konsep pengembangan adalah rancangan
mengembangkan sesuatu yang sudah ada dalam rangka meningkatkan kualitas lebih maju
(KBBI, 2002). Adapun pengembangan yang dimaksud peneliti ini dimana peneliti
membuat komik dengan melibatkan refutation text untuk mengatasi miskonsepsi.
Model pengembangan yang saya gunaka dalam penelitian ini adalah pengembangan
ADDIE (Analysis, Design,Development, Implementation, dan Evalution). Menurut
(Cahyadi, 2019 ) langkah-langkah penelitian dan pengembangan ADDIE, yaitu (1)
Analysis (menganalisis), (2) Design (merancang), (3) Development (mengembangkan),
(4) Implementation (mengimplementasikan), (5) Evalution (mengevaluasi). Tujuan
utama dari ADDIE yaitu mengembangkan sebuah produk yang efektif dan efisien.
2. Media
Media pembelajaran adalah berbagai jenis alat, bahan, atau teknologi yang digunakan
dalam proses pembelajaran untuk membantu peserta didik memahami dan menguasai
materi pelajaran. Media pembelajaran bertujuan untuk memberikan dukungan dan
memfasilitasi proses belajar mengajar. Media ini dapat berupa alat fisik, seperti buku
teks, papan tulis, model, atau alat-alat audiovisual, serta teknologi digital, seperti
komputer, perangkat lunak pembelajaran, video, atau perangkat mobile.
Media pembelajaran memiliki beberapa fungsi, antara lain:
a. Meningkatkan pemahaman: Media pembelajaran membantu peserta didik
untuk lebih mudah memahami konsep dan materi pelajaran dengan
visualisasi yang jelas dan interaktif.
b. Memotivasi peserta didik: Media pembelajaran yang menarik dapat
meningkatkan motivasi peserta didik untuk belajar, karena mereka lebih
tertarik dan terlibat dalam proses pembelajaran.
c. Membantu pengajaran yang beragam: Guru dapat menggunakan berbagai
jenis media pembelajaran untuk memberikan variasi dalam pengajaran, yang
dapat membantu peserta didik dengan gaya belajar yang berbeda.
d. Meningkatkan retensi informasi: Visualisasi dan penggunaan media
interaktif dapat membantu peserta didik mengingat informasi dengan lebih
baik daripada hanya melalui ceramah.
e. Memfasilitasi pemecahan masalah: Media pembelajaran yang interaktif
dapat membantu speserta didik dalam memecahkan masalah dan
mengembangkan keterampilan analitis.
Media pembelajaran dapat digunakan dalam berbagai konteks pendidikan,
seperti di sekolah, perguruan tinggi, pelatihan kerja, atau dalam pembelajaran
mandiri. Penggunaan media pembelajaran yang tepat dapat memperkaya
pengalaman belajar peserta didik dan meningkatkan efektivitas pembelajaran.
3. Komik
Komik adalah media yang memadukan gambar dan ilustrasi untuk mendukung
penjelasan materi yang disajikan. Selain karena sifatnya yang menghibur, peserta didik
cenderung lebih tertarik membaca komik dibandingkan dengan membaca buku pelajaran.
Komik juga media yang dapat digunakan untuk mengatasi permasalahan dalam
memahami konsep pada materi. Media komik termasuk kedalam media grafis, dimana
media grafis itu sendiri merupakan suatu penyajian secara visual yang menggunakan titik-
titik, garis-garis, gambar-gambar, tulisan- tulisan, atau simbol visual. Komik memiliki
beberapa kelebihan yaitu menjadi bahan ajar yang menarik dan memotivasi peserta didik
dalam memahami konsep atau materi yang akan di ajarkan.
4. Refutation Text
Refutation text adalah bahan bacaan yang disusun dengan membandingkan dengan
tajam (kontras) ide-ide yang salah dengan ide-ide yang benar. Refutation text didesain
untuk menyatakan miskonsepsi, kemudian disanggah secara eksplisit kemudian diberikan
sebuah penjelasan yang dapat diterima secara ilmiah sebagai sebuah logika yang masuk
akal. refutation text hanya memiliki tiga komponen (Broughton, Sinatra, & Reynolds,
2010). Komponen dari refutation text: (1) pernyataan mengenai miskonsepsi yang sering
terjadi, (2) menyanggah miskonsepsi tersebut, dan (3) menjelaskan konsep ilmiah sebagai
penjelasan yang benar. Ketika peserta didik membaca refutation text, peserta didik
cenderung terlibat dalam proses yang lebih dalam untuk menyelesaikan konflik antara
konsep awal peserta didik dengan pengetahuan baru. Miskonsepsi
5. Miskonsepsi
Miskonsepsi atau salah konsep adalah suatu konsep yang tidak sesuai dengan
pengertian ilmiah atau pengertian yang diterima para pakar dalam bidang itu, bentuk
miskonsepsi dapat berupa konsep awal, kesalahan, hubungan yang tidak benar antara
konsep-konsep, pandangan indra manusia. Miskonsepsi mencakup pemahaman dan
pemikiran yang tidak berdasarkan pada informasi yang tepat. Berarti miskonsepsi dapat
dipandang sebagai suatu konsepsi yang melekat dan stabil dibenak peserta didik yang
menyimpang dari konsepsi yang dikemukakan oleh para ahli yang bisa menyesatkan
peserta didik dalam memahami fenomena alamiah dan melakukan eksplanasi ilmiah.
Dalam proses pembelajaran, peserta didik selalu diarahkan untuk bisa memahami
materi pembelajaran dengan sebaikbaiknya. Faktanya, selama proses pembelajaran
peserta didik tidak selalu menyerap informasi sepenuhnya, terlebih lagi pada mata
pelajaran Fisika yang memuat banyak konsep ilmiah. Sehingga adakalanya apa yang
dipahami peserta didik mengenai suatu konsep ilmiah sering kali berbeda dengan konsep
yang dianut oleh para ahli fisika pada umumnya. Ketidak sesuaian pemahaman konsep
tersebut seringkali disebut sebagai miskonsepsi atau konsep alternatif.
6. Kelayakan
Kelayakan yang dimaksud dalam enelitian ini yaitu kepantasan media pembelajran
komik di lengkapi refutation text untuk mengataasi miskonsepsi peserta didik pada materi
suhu dan kalor ditinjau dari hasil validasi segi materi dan segi produk serta hasil
pemahaman konsep peserta didik.
Pada segi materi terdapat apspek relevansi materi dan aspek manfaat menurut
(Sudrajat, 2008) sedangkan pada segi produk terdapat aspek tampilan menurut (Miyarso,
2004)Hasil pemahaman konsep peserta didik menjadi tolak ukut untuk mengetahui
presentase kelayakan produk pada uji terbatas maupun uji coba lapangan. Menurut
(meisnti, 2018) produk dapat dikatakan layak apabila memperoleh hasil interpretasi skor
kelayakan >60%.