Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN

WORKSHOP PELATIHAN PENCEGAHAN DAN PERAWATAN CEDERA


OLAHRAGA BAGI GURU PJOK ( PENDIDIKAN JASMANI OLAHRAGA DAN
KESEHATAN )

DISELENGGARAKAN OLEH MGMP PJOK MTs. KABUPATEN MAJALENGKA BEKERJASAMA DENGAN KEMENTERIAN
AGAMA KABUPATEN MAJALENGKA
25 s/d 27 MEI 2022

JUMLAH 32 JAM

DI SUSUN OLEH :

H. ENGKOS KOSWARA, S.Pd.


NIP. 198104142007101002

MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI 2 MAJALENGKA


Jl. JATIWANGI – MAJALENGKA N0. 87

KECAMATAN JATIWANGI - KABUPATEN MAJALENGKA


LEMBAR PENGESAHAN

Dengan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah SWT, setelah mempertimbangkan masukan
dari Pengawas Madrasah, Kepala Madrasah Tsanawiyah Negeri 2 Majalengka serta Tenaga Pendidik dan
Kependidikan di lingkungan MTs Negeri 2 Majalengka, Laporan Hasil Kegiatan “ Workshop Pelatihan
Pencegahan dan Perawatan Cedera Olahraga Bagi Guru Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan
( PJOK ) “ yang diselenggarakan oleh MGMP PJOK MTs. Kabupaten Majalengka bekerja sama dengan
Kemenyerian Agama kabupaten Majalengka, telah selesai disusun dan dapat dijadikan prasyarat dalam
penilaian angka kredit guru untuk tahun yang akan datang.
Selanjutnya laporan ini akan dievaluasi dan/atau ditinjau ulang sesuai dengan kebutuhan madrasah
dalam peningkatan kualitas profesi guru di MTs Negeri 2 Majalengka yang dapat digunakan sebagai dasar
dalam melakukan perubahan kualitas pendidikan di MTs Negeri 2 Majalengka.

Sukaraja, 6 Juli 2022


Mengetahui/ Mengesahkan :
Kepala Madrasah,

Drs. H. IIS ISLAHUL YAQIN


NIP.
KATA PENGANTAR

Profesi guru harus dihargai dan dikembangkan sebagai profesi yang bermartabat sebagaimana
diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Hal ini dikarenakan
guru merupakan tenaga profesional yang mempunyai fungsi, peran, dan kedudukan sangat penting dalam
mencapai Visi Kemdikbud 2025 yaitu Menciptakan Insan Indonesia Cerdas dan Kompetitif.
Guru yang profesional wajib melakukan kegiatan pengembangan keprofesian secara berkelanjutan.
Laporan ini disajikan untuk memberikan informasi tentang hasil kegiatan pengembangan diri guru yang
diselenggarakan oleh MGMP PJOK MTs. Kabupaten Majalengka bekerja sama dengan Kemenyerian
Agama kabupaten Majalengka, merupakan salah satu dokumen kelengkapan yang harus ada pada
persyaratan penilaian angka kredit guru.
Pada kesempatan ini, ucapan terima kasih disampaikan kepada berbagai pihak yang telah
memberikan bantuan secara maksimal dalam menyelesaikan laporan ini .
Mudah-mudahan laporan ini dapat menjadi tolok ukur ketercapaian pendidikan dan latihan yang
telah diikuti serta dapat menjadi sumber inspirasi bagi guru madrasah lain dalam peningkatan mutu
profesi guru dalam proses pembelajaran. Kritik dan saran yang
membangun sangat diharapkan untuk menyempurnakan laporan ini di masa mendatang.

Sukaraja, 6 Juli 2022

Guru Pembelajar,

ENGKOS KOSWARA, S.Pd.


NIP. 198104142007101002
DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan........................................................................................................i
Kata Pengantar...............................................................................................................ii
Daftar Isi........................................................................................................................iii
A. PENDAHULUAN....................................................................................................1
B. TUJUAN DIKLAT/WORKSHOP............................................................................2
C. MATERI DIKLAT/WORKSHOP............................................................................3
D. TINDAK LANJUT...................................................................................................5
E. DAMPAK TERHADAP PENINGKATAN KOMPETENSI GURU.......................5
F. PENUTUP.................................................................................................................6
Lampiran – Lampiran
LAPORAN
WORKSHOP PELATIHAN PENCEGAHAN DAN PERAWATAN CEDERA
OLAHRAGA BAGI GURU PJOK ( PENDIDIKAN JASMANI OLAHRAGA DAN
KESEHATAN )

A. PENDAHULUAN
Guru adalah bagian integral dari organisasi pembelajar di sekolah. Sebuah organisasi, termasuk
organisasi pembelajar di sekolah perlu dikembangkan agar mampu menghadapi perubahan dan
ketidakpastian yang merupakan ciri kehidupan modern. Salah satu karakter utama organisasi pembelajar
adalah senantiasa mencermati perubahan internal dan eksternal yang diikuti dengan upaya penyesuaian
diri dalam rangka mempertahankan eksistensinya. Syarat mutlak terciptanya organisasi pembelajar adalah
terwujudnya masyarakat pembelajar di tubuh organisasi tersebut. Hal ini mudah dipahami, mengingat
kinerja suatu organisasi adalah merupakan produk kinerja kolektif semua unsur di dalamnya, termasuk
manusia.
Dalam konteks sekolah, guru secara individu maupun secara bersama-sama dengan masyarakat
seprofesinya harus menjadi bagian dari organisasi pembelajar melalui keterlibatannya secara sadar dan
sukarela serta terus menerus dalam berbagai kegiatan belajar guna mengembangkan profesionalismenya.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Undang Undang Nomor 14
Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, dan Peraturan Pemerintah No 19 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 41), Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4496),sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2015 tentang Perubahan kedua Atas Peraturan Pemerintah
Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2015 nomor 45, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5670) mengamanatkan
guru sebagai tenaga profesional yang wajib melakukan kegiatan pengembangan keprofesian secara
berkelanjutan guna mendukung pengembangan profesionalisme guru pembelajar (PPGP). Pelaksanaan
program kegiatan pengembangan keprofesian berkelanjutan bagi guru pembelajar (PPGP) diharapkan
dapat meningkatkan kompetensi pedagogik, profesional, sosial dan kepribadian untuk memenuhi
kebutuhan dan tuntutan masa depan yang berkaitan dengan profesinya sebagai guru. Kegiatan
pengembangan keprofesian berkelanjutan bagi guru pembelajar (PPGP) dilaksanakan atas dasar profil
kinerja guru sebagai perwujudan hasil uji kompetensi guru dan penilaian kinerja guru serta didukung
dengan hasil evaluasi diri. Apabila profil guru masih berada di bawah standar kompetensi yang
dipersyaratkan dalam penilaian kinerja guru, maka guru diwajibkan untuk mengikuti program pemenuhan
standar kompetensi yang dipersyaratkan. Sementara itu, guru yang profilnya telah mencapai standar
kompetensi yang dipersyaratkan dalam penilaian kinerja guru, kegiatan pengembangan keprofesian
berkelanjutan bagi guru pembelajar (PPGP) diarahkan kepada pengembangan kompetensi lebih lanjut
supaya dapat memberikan pelayanan pendidikan yang berkualitas serta dalam rangka pengembangan
karirnya. Pelaksanaan kegiatan pengembangan keprofesian berkelanjutan sebagaimana yang diamanatkan
dalam Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 16
Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya, diharapkan dapat menciptakan guru
profesional, mampu menumbuhkembangkan minat dan bakat peserta didik sesuai dengan bidangnya
dalam menguasai ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. Guru sebagai pembelajar abad 21 harus mampu
mengikuti perkembangan ilmu dalam bidangnya dan dapat memberikan bekal pengetahuan, keterampilan
dan sikap yang sesuai dengan standar kompetensi yang harus dimiliki peserta didik.
Menurut Permenneg PAN dan RB Nomor 16 Tahun 2009,unsur kegiatan pengembangan
keprofesian berkelanjutanmeliputi kegiatan-kegiatan berikut.
a. Pengembangan Diri
Kegiatan pengembangan diri adalah upaya untuk meningkatkan profesionalisme diri agar memiliki
kompetensi yang sesuai dengan peraturan perundangundangan atau kebijakan pendidikan nasional
sertaperkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan/atau seni. Kegiatan tersebut dilakukan melalui
pendidikan dan pelatihan (diklat) fungsional, teknis dan/atau melalui kegiatan kolektif guru.

B. TUJUAN DIKLAT/WORKSHOP

Diklat Fungsional dan Teknis


Kegiatan diklat fungsional dan teknis, sesuai dengan amanat Peraturan Pemerintah Nomor 101
Tahun 2000 tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil pasal 8 (ayat 1) menyatakan
bahwa diklat dalam jabatan dilaksanakan untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap
Pegawai Negeri Sipil agar dapat melaksanakan tugas-tugas pemerintahan dan pembangunan dengan
sebaik-baiknya. Di dalam pasal yang sama (ayat 2), dinyatakan bahwa diklat dalam jabatan terdiri dari
diklat kepemimpinan, diklat fungsional, dan diklat teknis. Selanjutnya, pasal 11 (ayat1) menyatakan
bahwa diklat fungsional dan teknis dilaksanakan untuk mencapai persyaratan kompetensi yang sesuai
dengan jenis dan jenjang jabatan fungsional masing-masing jenis dan jenjang jabatan fungsional. Diklat
dapat dilaksanakan secara tatap muka maupun jarak jauh dengan korespondensi atau berbasis internet
(daring/dalam jaringan). Jenis diklat dapat berupa pelatihan, penataran, bimbingan teknis, bimbingan
karier, kursus, magang atau bentuk lain yang diakui oleh instansi yang berwenang. Sejalan dengan hal di
atas, Permendiknas Nomor 35 Tahun 2010 tentang Petunjuk Teknis Jabatan Fungsional Guru dan Angka
Kreditnya, menyatakan bahwa diklat fungsional adalah kegiatan guru dalam mengikuti pendidikan atau
pelatihan yang bertujuan untuk meningkatkan keprofesian guru yang bersangkutan dalam kurun waktu
tertentu. Diklat fungsional dan teknis harus dibuktikan dengan surat tugas, sertifikat/surat keterangan
dilengkapi struktur program, dan laporan deskripsi hasil pelatihan yang disahkan oleh kepala sekolah atau
atasannya.
C. MATERI DIKLAT/WORKSHOP
Materi Diklat yang disampaikan adalah sebagai berikut :

ALOKASI WAKTU /
NO MATERI NARASUMBER JAM PELATIHAN
TEORI PRAKTEK
1 Materi Umum
1.1. Kebijakan Kementerian Agama Dr. H. Saepulloh, M.Pd.I
Kabupaten Majalengka ( Kepala Seksi Penmad Kementerian 3
berkenaan dengan PKB agama Kab. Majalengka )
1.2 Peranan MGMP dalam Dr. H. Saepulloh, M.Pd.I
Meningkatkan Profesionalisme ( Kepala Seksi Penmad Kementerian 3
Seorang Guru agama Kab. Majalengka )
2 Materi Pokok
2.1. Peranan Pelatih / Guru PJOK Oo Rahmat Sutisna, M.Pd.
3
Dalam Masalah Cedera Olahraga ( Dosen PJOK Universitas Majalengka )
2.2. Mengatasi Potensi Cedera Oo Rahmat Sutisna, M.Pd.
Olahraga di Iklim Pana Dan Iklim ( Dosen PJOK Universitas Majalengka ) 3
Dingin
2.3. CPR ( Cardiopulmonary Oo Rahmat Sutisna, M.Pd.
3
Resuscitation ) ( Dosen PJOK Universitas Majalengka )
2.4. Massage Olahraga Tatang suryadin, M.Pd.
2 3
( Dosen PJOK Universitas Majalengka )
2.5. Identifikasi Cedera Strain & Tatang suryadin, M.Pd.
2 2
Sprain ( Dosen PJOK Universitas Majalengka )
2.6. Penanganan Cedera Olahraga Tatang suryadin, M.Pd.
2 2
dengan Metode RICE ( Dosen PJOK Universitas Majalengka )
2.7. Cedera Persendian dan Tatang suryadin, M.Pd.
2 2
Terapinya ( Dosen PJOK Universitas Majalengka )
Sub Total 23 9
Total 32
D. RINGKASAN MATERI
1. Peran Guru/pelatih dalam Masalah Cedera Olahraga
 Tugas Guru dalam Pembelajaran Penjas
 Dalam Penjas sebagaimana kita ketahui sasarannya adalah pengembangan domain
kognitif, afektif dan psikomotor
 Pembelajaran olahraga (pembelajaran Motorik) sasarannya pengenalan/penguasaan berbagai
kemampuan koordinasi gerak dasar, dalam rangka pembekalan agar lebih mudah dalam
mempelajari keterampilan gerak cabang olahraga yang lebih sulit
 Pelatihan jasmani untuk memelihara/meningkatkan derajat sehat dinamis yang adekuat
bagi siswa
 Yang kesemua itu berujung pada “Meningkatkan kualitas hidup siswa masa kini dan mutu
sumber daya manusia masa depan (atlet masa depan)”
 Paradigma pencegahan cedera olahraga
 Pencegahan cedera olahraga lebih murah dibandingkan dengan pengobatan dan perawatan
cederanya
 Cedera olahraga mengakibatkan menurunnya produktivitas pelaku olahraga
 Pengobatan cedera yang tidak sempurna menimbulkan cedera yang dan akhirnya
mengakibatkan cedera yang menetap dan cacat fisik yang berdampak pada ketidakseimbangan
psikis
 Urgensi Guru/Pelatih dalam Masalah Cedera Olahraga
 Guru/pelatih harus menyadari adanya potensi cedera dalam setiap aktivitas
pembelajaran/berlatihnya jika dilakukan sembarangan
 Terjadinya Cedera dalam proses pembelajaran/latihan menjadi bagian tanggung jawab
guru/pelatih
 Apabila terjadi cedera pada saat pembelajaran/latihan bisa berdampak pada menurunnya
kepercayaan pada guru/pelatih.
 Guru/pelatih dituntut memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam melakukan
pertolongan dan penanganan cedera pada saat pembelajaran/latihan.
 Ketepatan dalam penanganan cedera olahraga akan mempercepat proses pemulihan juga
menyelamatkan nyawa siswa/atlet
 Pembelajaran/latihan yang tidak aman sama saja dengan mengubur masa depan siswa/atlet

 Faktor yang menjadi pertimbangan untuk mencegah terjadinya Cedera Olahraga


 Sistematika/SOP olahraga (Latihan pendahuluan, Latihan Inti, Penutup)
 Sarana dan Perlengkapan. (kelayakan untuk berolahraga)
 Keterlatihan/kualitas siswa/atletnya (kebugaran, kemahiran dll)
 Tingkat Kesulitan suatu teknik gerakan
 Karakteristik olahraganya (full body contact, non body contact)
 Dosis latihan
 Usia pelaku OR (berkaitan dengan tumbuh kembang)
 Karakteristik atlet (hostile agresion)
 Peraturan permainan dan pengawasan ahli
 lanjutkan ……………………
 Parade gambar cedera olahraga

OLAHRAGA/LATIHAN
YANG TIDAK AMAN =
MEMBUNUH POTENSI
ATLET MASA DEPAN

2. Cedera Olahraga
 Apa itu Cedera Olahraga ?
 Cedera adalah terganggunya fungsi tubuh disebabkan oleh kekuatan berlebih yang mengenai
tubuh atau bagaian tubuh pada saat latihan, bertanding dan atau setelah berlatih atau bertanding.
 Bagian tubuh yang mengalami cedera
 Sistem musculoskeletal nervorum (otot, tulang, sendi dan sarap)
 Sistem Hemo-hidro-limpatik
 Sistem kardiorespiratori

 Macam cedera
Berdasarkan :
 Proses terjadinya cedera (langsung dan tidak langsung
 Macam penyebab (internal, eksternal dan terus menerus/syndrom over use)
 Macam bagian tubuh (luar tubuh dan dalam tubuh)
 Instensitas cedera (ringan dan berat)

 Jenis Cedera Olahraga


 Cedera Pada Jaringan Lunak (otot)
Strain (cedera yang terjadi pada otot dan tendon karena penggunaan berlebihan/over use,
peregangan berlebihan/over stress) jenisnya cronic strain dan acute strain

 Cedera Pada Jaringan Lunak (otot)


Sprain cedera pada ligamen akibat peregangan berlebihan (over stress) yang menyebabkan
keruksakan pada ligamen atau keruksakan pada tempat lekatnya pada tulang.
 Cedera Pada Jaringan Lunak (otot)
Ruptura musculus (robekan otot) rata2 cedera ini disebabkan kurang persiapan atau kurang sempurna
pada terapi/rehabilitasi, over stress, kurang lentuk, dan otot bekerja keras dalam suasana dingin

 Cedera Pada Jaringan Lunak (otot)


Cedera Over use tenoperiostitis, inflamasi otot (myiositis), inflamasi tendon (tendonitis), fibrositis
muscular (rematik otot), kejang /kram, hematoma
 Cedera Pada Persendian
Osteoarthitis (cedera pada tulang akibat peradangan)

Rhematodarthitis
Fraktur Patah tulang
Dislokasi

 Cedera Karena Faktor Cuaca


Blister/Lepuh (cedera karena suhu yang terlalu panas dan penguapan tidak terjadi secara maksimal)
Frostbite (Bekuan es di daerah pori-pori akibat suhu terlalu rendah)
Altitute Sickness (kondisi tubuh kekurangan oksigen dan menerima tekanan udara yang hebat saat
berada di ketinggian.
Heat Cramps Kejang otot akibat aktivitas fisik di daerah panas
Hipotermia/suhu tubuh dibawah normal Cedera yang apabila tubuh kita terlalu lelah/tidak mampu
membentuk energy

3. CPR (Cardiopulmonary Resuscitation)


 Apa itu CPR ?
 Teknik penyelamatan nyawa yang bermanfaat pada situasi darurat, dengan cara memberikan
nafas buatan.
 Teknik yang paling mudah dan tidak menimbulkan resiko untuk memberikan nafas buatan adalah
dari mulut ke mulut.
 Teknik ini merupakan tindakan darurat, sebelum ditangani secara medis.
 Teknik ini diterapkan pada kasus Atlet mengalami gangguan pernafasan, terkena pukulan,
serangan jantung, kasus tenggelam atau detak jantung korban terhenti.
 Teknik ini bisa diterapkan pada orang dewasa, anak-anak bahkan pada bayi.
 Langkah-langkah CPR
 Periksalah kesadaran korban. Jika korban roboh tetapi tetap sadar, CPR tidak dibutuhkan. Jika
korban tidak memberi respons, lakukan CPR walaupun tidak terlatih atau mahir
 Goyang bahu korban dengan pelan atau bertanya.
 Jika Jika tidak ada respons, mulailah prosedur CPR segera.
 Jika tidak pernah menerima pelatihan CPR formal atau tidak yakin lakukan CPR dengan tekanan
dada ideal (tanpa pemberian nafas) atau CPR konvensional.
 Mengamati situasi kegawat daruratan. Berdasarkan tempat kejadian dan kronologi kejadian.
 CPR dapat menyelamatkan nyawa seseorang, tetapi hanya boleh dianggap sebagai solusi
sementara menunggu tenaga medis datang dengan peralatan memadai.
 Usahakan tempat penanganan jauh dari benda-benda yang membahayakan.
 Jika ada orang lain. Satu orang menangani korban, yang lain hubungi bantuan (medis, masyarakat)
 Jika korban tidak merespons karena tidak dapat bernapas (misalnya karena tenggelam), disarankan
agar Anda segera memulai CPR selama satu menit, kemudian menelepon bantuan :
 Tekink ini beresiko menularkan penyakit (HIV, TBC dll)
 Jaga posisi korban agar terlentang. Untuk melakukan CPR penekanan dada, korban harus diposisikan
telentang, sebaiknya di atas permukaan stabil, dengan kepala menghadap ke atas
 Jika posisi tubuh korban miring atau tengkurap, balikkan punggungnya dengan pelan sambil
memegang kepala dan leher. (Cobalah memperhatikan apakah korban mengalami cedera signifikan
ketika jatuh dan pingsan, terkadang karena cedera tertentu korban tidak boleh dibalikan)
 berlututlah di dekat leher dan bahunya sehingga Anda dapat mengakses dada dan mulutnya
dengan lebih mudah
 Tempatkan telinga dekat mulut korban dengan wajah menghadap ke dada untuk mengamati
pernafasan korban
 Perhatikan rongga mulut korban. Jika ada benda atau lidah yang menghalangi jalan nafas betulkan
atau keluarkan
 Doronglah bagian tengah dada korban dengan cepat. Tempatkan satu tangan tepat di bagian tengah
dada korban, dan tangan Anda yang satunya ditempatkan di atas tangan pertama agar dorongan lebih
kuat. Tekan dada korban dengan cepat dan kuat—lakukan sekitar 100 penekanan per menit sampai
paramedis datang.
 Gunakan kekuatan dan berat badan bagian atas Anda, tidak hanya kekuatan lengan, untuk menekan
dada korban.
 Tekanan Anda harus dapat membuat dada korban turun hingga 5 cm. Dorong dengan keras dan
jangan khawatir Anda akan mematahkan rusuk korban—kasus itu jarang sekali terjadi.
 Penekanan dada membutuhkan usaha keras dan Anda mungkin harus bergantian dengan orang lain di
lokasi itu sebelum tenaga medis datang.
 Terus lakukan tindakan ini sampai korban merespons atau sampai tim medis datang dan mengambil
alih.
 Memberikan nafas buatan. Setelah kepala korban dimiringkan dan dagunya diangkat, pastikan
mulutnya bebas dari objek apa pun yang menghalangi saluran pernapasan. Kemudian, gunakan
satu tangan untuk menjepit hidung korban hingga tertutup dan tutup juga mulut korban dengan
mulut Anda. Kunci mulut korban dengan mulut Anda sehingga tidak ada udara yang keluar ketika
Anda berusaha memberi pernapasan buatan.
 Amati napas normal korban selama 5–10 detik. Lihat jika ada gerakan dada, dengarkan napasnya, dan
perhatikan apakah napas korban terasa di pipi atau telinga Anda.
 Perhatikan bahwa napas terengah tidak dianggap sebagai napas normal.Jika korban bernapas, Anda
tidak perlu memberi pernapasan buatan. Akan tetapi, jika korban masih tidak bernapas, lanjutkan
dengan CPR pernapasan mulut ke mulut.

4. Kinesio Taping
 Apa itu Kinesio Taping
 sebuah modalitas terapi yang berdasarkan pada pendekatan penyembuhan secara alami dengan
bantuan pemberian plester elastis.
 Kinesio taping dirancang untuk memfasilitasi proses penyembuhan alami tubuh dengan menyangga
dan menstabilkan otot dan sendi tanpa membatasi gerak sendi
 Terbuat dari bahan khusus yang elastis seperti katun katun dan acrylic adhesive
 Alat ini dikembangkan oleh Dr. Kenzo Kase, pada tahun 1979 dengan maksud dan tujuan utama
untuk mengurangi rasa sakit/nyeri dan meningkatkan penyembuhan jaringan lunak
 Kinesio Taping
 Metode terapi yang dapat dikombinasikan dengan metode terapi lain yaitu :
– Cryotherapy
– Hydrotherapy
– Manual Therapy
– Electro-stimulation
– Acupunture
– Intra Muscular Stimulation
 Tidak boleh dikombinasikan dengan “terapi panas” seperti : ultrasound, microwave diatermy,
short wave diathermy
 100 % catton dan elastic fibers
 Hipoallergenic
 Water resistant
 Tidak membatasi ROM (range of movement)
 3-5 hari pemakaian
 Ketebalan dan berat hampir sama dengan kulit
 Hanya bekerja pada axis longitudinal
 Tidak ada obat apapun di dalam taping
 Fungsi dan manfaat Kinesio Taping
 Mengurangi nyeri
 Meningkatkan awareness dan propioceptive
 Inhibisi otot (cedera akut) dan fasilitasi otot (cedera kronis)
 Memperlancar aliran kelenjar limfa (lymphatic drainage) mengurangi bengkak
 Koreksi mekanis pada sendi
 Cara Pemakaian Kinesio Taping
 Sebelum ditempel, pastikan kulit harus bersih dari minyak atau air.
 Pastikan memasang Kinesio Taping satu jam sebelum olahraga, mandi, atau aktivitas lain
yang menimbulkan keringat dan dekat dengan air.
 Hindari pemakaian yang terlalu ketat agar terhindar iritasi kulit.
 Setelah terpasang, Kinesio Taping harus terus diusap dengan tangan agar melekat dengan baik.
 Kinesio Taping dapat digunakan selama tiga hingga lima hari
 Terminologi dasar
 Jaringan target : Jaringan yang membutuhkan treatment
 Anchor : Permulaan dari pemasangan (aplikasi tanpa regangan)
 Ends : Bagian akhir dari pemasangan (aplikasi tanpa regangan)
 Base : Bagian tengah yang mendapatkan regangan diantara
 anchor dan base. Sering disebut “Therapeutic Zone”
 Proksimal : Bagian yang dekat dengan tubuh (origin)
 Distal : Bagian yang menjauhi tubuh (insertion)
 Origo : Tempat awal perlekatan otot (Punctum fixum : perlekatan otot yg diam)
 Insersio : Tempat akhir perlekatan otot (Punctum mobile : perlekatan otot yang bergerak)
 Konsep Inhibisi (rileksasi otot)
 Kondisi akut, muscle spasm, overuse
 Distal (insersio) ke proksimal (origo)
 - 25%
 Recoils menginhibisi otot
 Konsep Fasilitasi (menegangkan otot)
 Kondisi kronik, kelemahan otot, rehabilitasi
 Proksimal (origo) ke distal (insersio)
 - 35 %
 Recoils memfasilitasi otot
1. Pertolongan Pertama Strain dan Sprain(turun)
 Diagnosa Awal
 Langkah diagnosa awal perlu dilakukan untuk mengetahui cedera apa yang terjadi dan level cederanya
 Hal ini berkaitan dengan penanganan dan perawatan selanjutnya
 Manfaat Diagnosa Awal
 Mengetahui derajat cedera yang terjadi
 Melokalisir tempat cedera
 Meyakinkan kondisi atlet apakah sudah sehat dan normal atau belum
 Sistematika pelaksanaan pengujian tahanan pada strain
 Pada waktu konstraksi otot kita tahan
 Bila cedera pasien akan merasakan kesakitan di tempat yang cedera (kita mengetahui letak cedera)
 Melakukan palpasi pada bagian otot/tendon yang dicurigai mengalami cedera
 Bila kita tekan sedikit pada bagian cedera pasien akan merasakan nyeri
 Lakukan perabaan untuk mengetahui adanya robekan (robekan pada otot ditandai adanya cekungan
yang dalam)
 Metode tarikan untuk sprain
 Metode ini untuk mengetahui ligamen mana yang mengalami cedera dan level cederanya
 Caranya dengan menarik ligamen yang mengalami cedera, saat menarik ligamen yang cedera pasien
akan mengalami kesakitan
 Cara ini memang tidak terlalu akurat, akan tetapi bisa dijadikan referensi untuk pemeriksaan
selanjutnya
 Caranya hampir sama dengan pengujian strain (dilakukan palpasi dan perabaan)
 Pertolongan pertama pada Strain dan sprain
 Pada level (derajat) 1 atau ringan pasien diistirahatkan (olahraganya dihentikan) dan tidak memerlukan
pengobatan lebih lanjut
 Pada level (derajat) 2 atau sedang harus segera dilakukan RICE dan imobilisasi
 Pada level (derajat) 3 atau berat pasien segera lakukan RICE dan dirujuk ke RSU untuk dijahit bila
terjadi putus tendo/otot/ligament
 Ruptura Otot/Robekan Otot
 Merupakan robekan pada sebagian atau daerah yang luas pada kesatuan otot
 Biasanya sangat sulit diterapi
 Akibat dari kurang pemanasan (kurang persiapan), over stress, kelelahan, bekerja keras pada suhu
yang dingin
 Jenis Ruptura Otot
 Distraksi ruptura
 Biasanya terjadi pada olahraga yang dominan unsur power explosive (misal lompat jauh, smash)
 Kompresi Ruptura
 Biasanya terjadi karena benturan langsung pada otot (dan biasanya bisa lengsung diamati
dengan adanya pembekakan /hematoma /warna otot menjadi merah tua kebiruan.
 Macam-maca cedera pada otot dan tendon
 Tenoperiostitis : Cedera pada tendon dan otot akibat dari Strain berulang-ulang
 Implamasi Otot (Myositis)
 Implamasi tendon (Tendonitis) radang pada tendon
 Fibrositis Muscular
 Kram/kejang
 Hematoma
2. Cedera Pada Persendian dan Terapinya(turun)
 Cedera Persendian
 Osteoarthitis cedera pada tulang akibat peradangan.
Pada umumnya terjadi seiring dengan bertambahnya usia. Serta pengaruh manupose, obesitas,
penggunaan hak tinggi,

 Rhematodart peradangan sendi akibat sistem kekebalan tubuh yang menyerang jaringannya sendiri.
Radang sendi ini menimbulkan keluhan bengkak dan nyeri sendi, serta sendi terasa kaku

 Fraktur Patah tulang


fraktur (fraktura) atau patah tulang adalah kondisi ketika tulang menjadi patah, retak, atau pecah
sehingga mengubah bentuk tulang.
Penanganannya jika luka terbuka dilakukan bandaging, imobilitas dan setelah bentuk dan letaknya
segera lakukan pembinaan fisik yang didampingi tenaga ahli

 Dislokasi terjadi ketika posisi tulang bergeser atau keluar dari sendinya.
Dislokasi disebabkan karena sendi yang mengalami dampak tak terduga atau tidak seimbang. Sebagai
contoh saat seseorang jatuh atau mengalami pukulan yang keras pada area sendi.
Penanganannya dengan imobilisasi, manipulasi reposisi serta dilanjutkan pembinaan fisik didampingi
ahli
3. Metode RICE
 APA ITU RICE?
 Metode ini adalah mekanisme penanganan cedera yang biasanya untuk cedera pada jaringan lunak.
(Strain, Sprain dan Ruptura). Dan dilakukan sesegera mungkin setelah mengalami cedera.
 R = Rest
 I = Ice
 C = Compress
 E = Elevation
 Rest
 Pada tahap ini pasien diharapkan diistirahatkan bagian tubuh yang mengalami cedera.
 Jika terpaksa bagian tubuh yang lain boleh melakukan aktivitas seperti biasa.
 Bertujuan untuk mencegah terjadinya cedera berulang yang berujung pada semakin parahnya cedera.
 Tahap ini juga membantu agar proses penyembuhan lebih cepat
 ICE
 Memberikan efek dingin yang bertujuan untuk membantu menurunkan suhu disekitar jaringan yang
mengalami cedera.
 Efek dingin ini membuat penyempitan pembuluh darah sehingga tidak terjadi pembengkakan
yang parah. juga agar mengurangi rasa nyeri dan spasme otot.
 Pemberian efek dingin ini dilakukan sesegera mungkin selama 15-20 menit, secara berkala kurang lebih
3 jam sekali
 COMPRESSION
 Pemberian penekanan kepada jaringan yang mengalami cedera, tujuannya adalah agar mengatasi
pembekakan berkelanjutan. Dan pada kasus pendarahan dapat mengurangi/menghentikan pendarahan
 Tahap ini dianjurkan digabungkan dengan tahap ICE
 Penekanan ini bisa menggunakan Elastic Verban, deker dll
 Perlu diperhatikan penekanan tidak boleh terlalu ketat karena dapat menyebabkan gangguan sirkulasi
darah (cirinya : baal, kesemutan dan meningkatnya nyeri)
 Elevation
 Meninggikan bagian yang mengalami cedera melebihi ketinggian jantung sehingga dapat
membantu mendorong cairan keluar dari pembengkakan.
 Bagaian cedera ditinggikan sebagaimana mustinya dan dibuat senyaman mungkin kurang lebih 15-25
Cm diatas ketinggian jantung
 Dilakukan sampai pembengkakan menghilang

4. Massage Cedera Olahraga


 Massage
 Massage Olahraga
suatu manipulasi untuk meningkatkan mobilitas, melancarkan sirkulasi darah serta meningkatkan kinerja
tubuh sebelum melakukan aktivitas olahrga.
 Massage Cedera olahraga
Upaya/Bantuan dari seorang ahli kepada atlet/siswa yang mengalami cedera
 Massage cedera olahraga
 Mencegah cedera berulang/bertambah
 Membantu mempercepat kesembuhan dan pemulihan cedera
 Mengembalikan ruang gerak sendi (ROM) dan bisa beraktivitas kembali
 Dilakukan setelah masa akut terlewati (Kurang lebih 1 minggu)
 Setelah dilakukan massage cedera dilanjutkan pemulihan kelenturan dan kekuatan ototnya
 Titik yang biasa cedera
 Skeletal
 Otot (musculus)
 Ligamen
 Tendon

 Titik Stimulasi Lengan

 Stimulasi untuk Tungkai

 Titik Stimulasi Tungkai


E. TINDAK LANJUT
Upaya yang dilakukan setelah pelaksanaan kegiatan Workshop adalah sebagai berikut :
1. Menyampaikan laporan hasil diklat kepada kepala madrasah untuk bahan
pertimbangan pelaksanaan Pembelajaran Jarak jauh
2. Menerapkan hasil diklat pada proses pembelajaran Jarak Jauh
3. Menyusun Hasil Laporan Workshop Tahun Pelajaran 2021/2022

F. DAMPAK TERHADAP PENINGKATAN KOMPETENSI GURU


Setelah pelaksanaan diklat dampak yang terjadi terhadap guru adalah sebagai berikut :
1. Peningkatan pemahaman terhadap Profesi Guru
2. Meningkatnya motivasi kompetensi guru
3. Meningkatnya upaya yang bisa dilakukan dalam perbaikan strategi pembelajaran di
dalam kelas
4. Meningkatnya pemahaman pemenuhan angka kredit
5. Semangat perbaikan dalam peningkatan mutu profesi guru bertambah baik

G. PENUTUP
Demikian laporan kegiatan pelaksanaan Workshop Pelatihan Pencegahan dan
Perawatan Cedera Olahraga Bagi Guru Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan
( PJOK ) yang telah diikuti selama 3 (tiga) hari. Semoga dapat memberikan gambaran
umum dari kegiatan yang telah dilaksanakan dengan harapan membawa perubahan
peningkatan kualitas kompetensi sebagai tenaga pendidik di MTs Negeri 2 Majalengka.
Laporan ini tentu masih terdapat banyak kekurangan, untuk itu saran perbaikan
diperlukan untuk kesempurnaan laopran ini.
Terima kasih pada Kepala MTsN 2 Majalengka yang telah memberi ijin dan
kesempatan untuk mengikuti kegiatan ini.

Anda mungkin juga menyukai