Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH

STRATEGI PENGENTASAN KEMISKINAN DALAM


PERSPEKTIF EKONOMI POLITIK ISLAM
Makalah ini disusun dan diajukan untuk memenuhi tugas individu
pada Mata Kuliah Ekonomi Politik Islam

Dosen Pengasuh:
Satria Hibatal Azizy, M.Ec

Disusun Oleh:
Dayangku Ratu Faizha Nurwanda Sarros
(2110103011)

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARI’AH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM TAZKIA BOGOR
2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur Ke-hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat


dan hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini, yang
saya beri judul “Strategi Pengentasan Kemiskinan Islam dalam Perspektif
Ekonomi Politik Islam”. Dengan selesainya makalah ini, maka
terpenuhilah syarat yang diberikan untuk memenuhi tugas akhir membuat
makalah individu pada mata kuliah “Ekonomi Politik Islam” di Institut
Agama Islam Tazkia.

Saya sangat berharap bahwa makalah ini dapat membawa manfaat


kepada siapapun yang membacanya serta dapat menjadi pedoman dalam
penulisan makalah selanjutnya baik secara pribadi maupun khalayak
ramai.

Saya sampaikan terimakasih banyak kepada Bapak Satria Hibatal


Azizy, M.Ec. selaku dosen pengampu mata kuliah Ekonomi Politik Islam
yang telah berkenan memberikan tunjuk ajar serta bimbingannya sehingga
makalah ini dapat terselesaikan dengan baik.

Terakhir, saya meminta maaf sebesar-besarnya karena terdapat


beberapa kekurangan dan jauh dari kata sempurna dalam penyusunan
makalah ini. Saya berharap agar dapat dimaklumi apabila terdapat
kesalahan ejaan dan penulisan dalam makalah ini yang dirasa kurang
berkenan. Untuk itu, saya memohon masukan, saran, dan koreksi dari
bapak ataupun pembaca guna menghasilkan makalah yang lebih baik lagi
pada kesempatan berikutnya. Terima kasih.

Bogor, 15 Januari 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………ii
DAFTAR ISI…………………………………………………..iii
BAB I PENDAHULUAN……………………………………...1
1.1 Latar Belakang………………………………………1
1.2 Rumusan Masalah…………………………………...2
1.3 Tujuan Penulisan…………………………………….2
BAB II PEMBAHASAN……………………………………....3
2.1 Definisi Kemiskinan Pada Cakupan Pemerintahan…3
2.2 Kesalahan Paradigma Ekonomi Kapitalis..………….5
2.3 Pandangan Islam Terhadap Kemiskinan…...………..9
2.4 Faktor-faktor Kemiskinan…….…………………….11
2.5 Solusi Islam dan Kaitannya dengan Pemerintahan...14
2.6 Status dan Kedudukan Harta dalam Islam…………23
BAB III PENUTUP…………………………………………...26
3.1 Kesimpulan………………………………………....26
3.2 Saran………………………………………………..27
DAFTAR PUSTAKA………………………………...………28

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Banyak orang bilang bahwa kemiskinan akhir-akhir ini


terjadi karena kesenjangan sosial. Ada juga yang bilang
kesenjangan sosial kemudian dimanfaatkan oleh yang oknum-
oknum yang tidak bertanggung jawab. Kesenjangan sosial
diartikan dengan gap yang semakin runcing antara si kaya dan si
miskin.

Masalah sosial adalah fenomena yang selalu muncul dalam


kehidupan masyarakat. Kemiskinan adalah fenomena yang sangat
urgent bagi Negara Indonesia. Kemiskinan dapat dibedakan
menjadi tiga macam konsep kemiskinan: kemiskinan absolut,
kemiskinan relatif dan kemiskinan subyektif. Seseorang termasuk
golongan miskin absolut apabila hasil pendapatannya berada di
bawah garis kemiskinan, tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan
hidup minimum: pangan, sandang, kesehatan, papan, pendidikan.

Seseorang yang tergolong miskin relatif sebenarnya telah


hidup di atas garis kemiskinan namun masih berada di bawah
kemampuan masyarakat sekitarnya. Sedangkan miskin relatif
dirumuskan berdasarkan the idea of relative standard, yaitu dengan
memperhatikan dimensi tempat dan waktu. Asumsinya adalah
kemiskinan suatu daerah berbeda dengan daerah lainnya dan
kemiskinan pada waktu tertentu berbeda dengan waktu lainnya.

Sebagaimana yang kita ketahui, Islam adalah agama yang


paling sempurna, agama keselamatan, yang dari padanya telah
sempurna segala ketentuan yang menjadi rambu-rambu dalam
menjalani kehidupan. Bagi yang ingin selamat dunia akhirat maka

1
ia harus taat pada semua rambu dan tunduk pada segala ketentuan.
. Islam memberikan pesan-pesannya melalui dua pedoman, yaitu
Alquran dan Hadits.

Melalui keduanya kita dapat mengetahui bagaimana agama


(Islam) memandang dan memberikan solusi atas permasalahan
kemiskinan tersebut.

1.2 Rumusan Masalah


Dari Uraian di atas, dapat dirumuskan beberapa masalah,
adapun rumusan masalah dalam pembahasan ini adalah:

1. Apa Pengertian dari Kemiskinan?


2. Bagaimana Pandangan Islam Terhadap Kemiskinan?
3. Apa Saja Faktor-faktor dari Kemiskinan?
4. Bagaimana Solusi Islam dalam Mengentaskan Kemiskinan?
5. Bagaimana Status dan Kedudukan Harta dalam Islam?
6. Bagaimana strategi yang tepat untuk mengentas kemiskinan
pada kebijakan pemerintah?

1.3 Tujuan Penulisan

1. Mengetahui dan memahami arti penting dari Kemiskinan


2. Mengetahui sejauh mana Pandangan Islam Terhadap
Kemiskinan
3. Mengetahui dan memahami Faktor-faktor dari Kemiskinan
4. Mengetahui dan mencari Solusi Islam untuk Mengentaskan
Kemiskinan
5. Mengetahui Status dan Kedudukan Harta dalam Islam
6. Mengetahui dan menerapkan strategi yang tepat untuk
mengentas kemiskinan pada kebijakan pemerintah

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Kemiskinan Pada Cakupan Pemerintahan

Angka kemiskinan di Indonesia masih tinggi. Meskipun


benar terjadi penurunan angka kemiskinan dari 28,59 juta pada
September 2012 menjadi 28,07 juta pada Maret 2013 sebagaimana
yang diklaim pemerintah, namun pada faktanya dalam catatan BPS
angka ini masih cukup tinggi. Salah satu upaya yang telah
dilakukan pemerintah adalah dengan membuat desain untuk
mengurangi kemiskinan.

Dalam upaya menekan angka kemiskinan, sejak 2009


pemerintah telah mendesain sebuah program Masterplan
Percepatan dan Perluasan Pengurangan Kemiskinan Indonesia
(MP3KI). Program ini langsung menyasar masyarakat bawah yang
mengalami kemiskinan ekstrim di Indonesia. Sebagai program
andalan, MP3KI ini juga bertujuan untuk mengimbangi rencana
besar pembangunan ekonomi yang terintegrasi dalam Masterplan
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia
(MP3EI).

MP3KI tertuang dalam tiga program, pertama,


penanggulangan kemiskinan yang terbagi dalam 4 klaster. Klaster
I, berupa bantuan dan jaminan/perlindungan sosial, Klaster II
adalah pemberdayaan masyarakat, Klaster III tentang Koperasi,
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (KUMKM), dan Klaster IV
adalah program prorakyat. Kedua, transformasi perlindungan dan
bantuan sosial. Ketiga, pengembangan livelihood, pemberdayaan,
akses berusaha & kredit, dan pengembangan kawasan berbasis
potensi lokal.

3
Akan tetapi, jauh panggang dari api. Upaya untuk
mengentaskan kemiskinan ini selalu gagal untuk menurunkan
angka kemiskinan. Bukan sekedar karena buruknya program atau
kendala teknis, namun yang lebih mendasar adalah karena
bobroknya sistem ekonomi global yang menjadi dasar
terbentuknya berbagai program pengentasan kemiskinan di
Indonesia, bahkan di dunia sekalipun. Sistem ekonomi yang buruk
ini memberi andil besar dalam kegagalan penyelesaian persoalan
ekonomi saat ini, termasuk penyelesaian pengentasan kemiskinan.

Kemiskinan adalah ketidakmampuan individu dalam


memenuhi kebutuhan dasar minimal untuk hidup layak.
Kemiskinan merupakan sebuah kondisi yang berada di bawah garis
nilai standar kebutuhan minimum, baik untuk makanan dan non
makanan, yang disebut garis kemiskinan (poverty line) atau batas
kemiskinan (poverty threshold). Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia, kata "miskin" diartikan sebagai tidak berharta benda;
serba kekurangan (berpenghasilan rendah). Sedangkan fakir
diartikan sebagai orang yang sangat berkekurangan; atau sangat
miskin.

Dari bahasa aslinya (Arab) kata miskin terambil dari


kata sakana yang berarti diam atau tenang, sedang faqir dari kata
faqr yang pada mulanya berarti tulang punggung. Faqir adalah
orang yang patah tulang punggungnya, dalam arti bahwa beban
yang dipikulnya sedemikian berat sehingga "mematahkan" tulang
punggungnya.

Para pakar Islam berbeda pendapat dalam menetapkan


tolok ukur kemiskinan dan kefakiran. Sebagian mereka
berpendapat bahwa fakir adalah orang yang berpenghasilan
kurang dari setengah kebutuhan pokoknya, sedang miskin adalah
yang berpenghasilan di atas itu, namun tidak cukup untuk

4
menutupi kebutuhan pokoknya. Ada juga yang mendefinisikan
sebaliknya, sehingga menurut mereka keadaan si fakir relatif lebih
baik dari si miskin. Namun yang pasti, Al-Quran menjadikan
setiap orang yang memerlukan sesuatu sebagai fakir atau miskin
yang harus dibantu.

2.2 Kesalahan Paradigma Ekonomi Kapitalis


Dipahami bersama bahwa sistem ekonomi yang diterapkan
didunia saat ini, termasuk di Indonesia adalah sistem ekonomi
Kapitalisme-Liberalisme. Sistem ekonomi ini telah menempatkan
persoalan ekonomi dari sudut pandang materi belaka. Setidaknya
ada 3 kesalahan mendasar dalam konsep ekonomi kapitalis-liberal
dalam upaya pengentasan kemiskinan.

1. Pandangan terhadap problematika ekonomi

Kaum kapitalis memandang bahwa penyebab


munculnya problematika ekonomi adalah faktor kelangkaan
relatif (scarcity). Faktor kelangkaan relatif ini terjadi karena
adanya gap antara kebutuhan manusia yang tidak terbatas
dengan alat pemuas kebutuhan (barang dan jasa) yang sifatnya
terbatas. Karena alat pemuas kebutuhan yang ada tidak
mencukupi kebutuhan manusia, maka disitulah terjadi
kelangkaan.

Asumsi ini kemudian melahirkan sistem politik


ekonomi yang hanya bertumpu pada aspek produksi Akibatnya
aspek distribusi selalu diabaikan ketika mengukur sejahtera
atau tidak sebuah masyarakat. Sebuah masyarakat dinilai
berhasil melaksanakan pembangunan (sejahtera), bila
pertumbuhan ekonomi masyarakat tersebut cukup tinggi.

5
Biasanya diukur dengan GNP atau PDB. Jadi, yang
diukur adalah produktivitas masyarakat atau produktivitas
negara tersebut setiap tahun. Dengan tolok ukur ini, dapat
dibandingkan negara yang satu terhadap negara lainnya

Penggunaan tolok ukur semacam ini, cenderung


menjadikan kebijakan pembangunan negara terfokus pada
meningkatkan GNP semata-mata. Akibatnya pertumbuhan
ekonomi yang tampak dengan meningkatnya GNP ini pun,
sering diklaim oleh pemerintah suatu negara sebagai wujud
keberhasilannya dalam menjalankan kepemimpinan. Padahal
nilai GNP/kapita/tahun (income per kapita) ini, sama sekali
tidak dapat mencerminkan pemerataan dan kemakmuran
rakyat.

Sebab tolok ukur tersebut hanya menunjukkan nilai


rata-rata. Banyak terjadi, sebagian kecil orang di dalam suatu
negara, memiliki kekayaan yang melimpah, sedangkan
sebagian besar lainnya justru hidup dalam kemiskinan.
Menurut ekonom Indef, Enny Sri Hartati, 20% dari penduduk
Indonesia menguasai 48% PDB, sedangkan mayoritas yaitu
80% dari penduduk Indonesia hanya menguasai 52% PDB.

2. Konsep Kepemilikan

Dalam sistem ekonomi kapitalis, ide kebebasan


kepemilikan adalah hal yang sangat mendasar. Menurut ide ini,
setiap orang berhak memiliki dan sekaligus memanfaatkan
segala sesuatu sesuka hatinya. Dengan demikian setiap individu
berhak memiliki barang-barang yang termasuk dalam
kepemilikan umum (public property) seperti ladang-ladang
minyak, tambang-tambang besar, pelabuhan, jalan, barang-
barang yang menjadi hajat hidup orang banyak, dan lain-lain.

6
Dengan kata lain, sistem ini tidak mengenal
kepemilikan umum dan hanya mengenal kepemilikan individu
dan kepemilikan Negara.

Kebebasan kepemilikan ini membuat berlakunya


prinsip „survival of the fittest‟, siapa yang kuat dialah yang
menang. Akibatnya sudah dapat ditebak. Kekayaan
terkonsentrasi pada sebagian kecil orang. Dan fakta inilah yang
terjadi di Indonesia saat ini. Akibatnya pembangunan yang
bersandar pada paradigma ini, jelas akan menuai ketimpangan
sosial. Indonesia, misalnya, kekayaan yang tertanam di negeri
ini hanya dikuasai oleh segelintir orang bahkan pihak asing.

Keuntungan terbesar dari eksploitasi sumber daya alam


di negeri ini mereka kantongi dengan legalisasi dari pemerintah
melalui kebijakan-kebijakannya. Sumber daya alam yang
sejatinya milik umum (rakyat) digondol para kapitalis dengan
kekuatan kapital yang dimilikinya. Akan terjadi akumulasi
kekayaan yang melimpah-ruah pada segelintir orang, sementara
mayoritas masyarakat tidak dapat menikmati hasil
pembangunan.

Sebagai contoh, pada tahun 1993 saja ada 14


konglomerat terbesar di Indonesia (Salim Grup, Sinar Mas
Grup, dan lain-lain) menguasai aset senilai Rp. 47,2 trilyun
atau senilai 83% APBN Indonesia. Yang pasti dengan konsep
kebebasan kepemilikan ini akan muncul ketimpangan sosial
yang berujung pada kemiskinan dan kelaparan.

Stiglitz, mantan direktur Bank Dunia, memperkenalkan


problema utama AS sebagai “America‟s 1 Percent Problem”.
Bahwa hanya 1 (satu) persen warga Amerika yang menikmati
kue nasional secara berlebihan, sementara 99 persen rakyat

7
menderita. Sebelum krisis 2008, kelompok 1 persen menkmati
65 persen pendapatan nasional. Sebenarnya, bahkan sebelum
krisis pun (2008), meskipun PDB selalu meningkat, sebagian
besar warga AS merasa kehidupan mereka semakin tergerus.

Pendapatan mereka, kalau memperhitungkan angka


inflasi, dalam sepuluh tahun terakhir malah menurun.
Perbedaaan yang besar ini memang tidak sekali jadi. Namun,
tahun demi tahun, semakin meningkat. Dengan kata lain bisa
dikatakan ketika ekonomi mengalami liberalisasi, maka
kemiskinan makin merebak dan kesenjangan ekonomi semakin
lebar di tengah pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi

3. Peran Negara

Dalam perekonomian kapitalis, negara hanya berperan


sebagai fasilitator dan regulator, bukan sebagai pelaku pasar.
Negara akan memberlakukan kebijakan hanya untuk menjaga
agar pasar tetap eksis dalam perekonomian. Dengan kata lain,
untuk mencegah kegagalan pasar. Untuk itu negara
diperbolehkan memberi peluang bagi pelaku ekonomi swasta
(termasuk asing) untuk ikut berpartisipasi dalam pasar dengan
tujuan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

Negara, dalam hal ini pemerintah, akan lebih melihat


pada pertumbuhan ekonomi yang terukur dengan angka-angka
ketimbang melihat fakta riil yang ada dilapangan. Pemerintah
akan sangat memperhitungkan GNP untuk meraih predikat
“sejahtera”, meskipun untuk hal tersebut pemerintah harus
mengorbankan rakyatnya. Sebab yang menjadi target adalah
angka pertumbuhan ekonomi.

8
Karenanya pemerintah akan melakukan berbagai hal
untuk mengatrol nilai GNP-nya, meskipun kebijakannya akan
menguntungkan pemain asing dan menyengsarakan rakyatnya.
Salah satu kebijakan pemerintah yang sangat terasa
mengorbankan dan menyengsarakan rakyat adalah dicabutnya
subsidi terhadap barang-barang kebutuhan pokok rakyat. Dan
ternyata kebijakan ini dibuat untuk kepentingan asing.

2.3 Pandangan Islam Terhadap Kemiskinan


Dalam konteks penjelasan pandangan Islam tentang
kemiskinan ditemukan sekian banyak ayat-ayat Al-Quran yang
memuji kecukupan, bahkan Al-Quran menganjurkan untuk
memperoleh kelebihan. Islam pada hakikatnya mengajak untuk
kemajuan, prestasi, kompetensi sehat, dan yang pada intinya adalah
harus mampu memberi rahmat untuk alam semesta seperti yang
tertuang pada Q.S Al-Anbiya‟/21: 107 yang artinya “Dan tiadalah
Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi
semesta alam”
Pernyataan tentang misi Islam tersebut dibarengi dengan
ajaran yang lebih rinci mengenai kehidupan manusia sehari-hari,
baik manusia sebagai individu maupun masyarakat, sampai pada
Negara dann antar Negara atau dunia. Islam mengajarkan umatnya
untuk mendapatkan kesejahteraan di dunia dan akhirat, yang biasa
menjadi do‟a rutin bagi tiap-tiap umat.
Jelas sekali miskin, terbelakang, bodoh, dan semacamnya
tidaklah akan disebut baik atau berkualitas didalam hidupnya. Dan
ini semua tidak menjadi cita-cita islam secara doctrinal.

9
Ayat lain yang lebih pas dan sering dijadikan dalil untuk
berusaha memperoleh kesejahteraan ekonomi adalah Q.S. al-
Qashash/28: 77

Yang Artinya:
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah
kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu
melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat
baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik
kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat
kerusakan.”

Ayat ini mempunyai kandungan yang dalam sekali,


sehingga harus dimaknai setidaknya mencakup antara lain sebagai
berikut:
1. Masalah keduniaan, tercakup didalamnya berusaha untuk kaya,
mempunyai bobot yang besar didalam ajaran islam, tidak
sekedar suplemen sebagaimana anggapan umum selama ini
2. Bukan saja memberi pelajaran tentang keseimbangan mengenai
keakhiratan dan keduniaan. Namun sekaligus penuh muatan
etika agar didalam memperoleh harta itu tetap menjaga
perbuatan kebaikan terhadap orang atau menjaga hak-hak asasi
orang lain: tidak serakah, tidak dengan merampas hak orang
lain , tidak zalim, dan tidak merugikan orang lain.
3. Larangan Allah dari perbuatan yang mengakibatkan kerusakan
bumi (termasuk harus menjaga lingkungan).

10
4. Termasuk fundamental dalam Islam, yakni bahwa segala
perbuatan dan prestasi mempunyai konsekuensi diakhirat,
sehingga di dalam pengelolaan dan pemanfaatannya harus pula
mmepunyai tujuan akhir berupa akhirat tadi.
5. Perintah Allah untuk berbuat baik kepada orang lain sehingga
upaya memperoleh harta harus pula dibarengi dengan niat agar
ada manfaat bagi orang lain.
Jadi, ayat ini bukan penghambat terhadap kemajuan
keduniaan dan harta kekayaan; namun justru sebaliknya yakni
mendorong kemajuan keduniaan. Salah stau faktor kemajuan
keduniaan adalah kemajuan harta kekayaan. Disini jelaslah bahwa
semangat utuh ruh ajaran Islam untuk kehidupan didunia adalah
untuk menjadi umat yang maju, termasuk maju dibidang ekonomi,
dan mencakup bidang yang lain yang mendorong kearah kemajuan
ekonomi dan intinya terwujud kesejahteraan umat.
Kekayaan tersebut bukan untuk kemaksiatan, bukan untuk
kemudaratan, bukan untuk kerusakan bumi, namun kemaslahatan
dunia, yang berkonsekuensi juga kemaslahatan akhirat. Ini sebagai
nilai tambah dalam ajaran Islam.

2.4 Faktor-faktor Kemiskinan


Menurut Islam faktor-faktor kemiskinan diantaranya ialah
1. Q.S Al-Baqarah/2: 273 ( Tidak Berusaha )

Yang Artinya:
“(Berinfaklah) kepada orang-orang fakir yang terikat
(oleh jihad) di jalan Allah; mereka tidak dapat (berusaha) di

11
muka bumi; orang yang tidak tahu menyangka mereka orang
kaya karena memelihara diri dari minta-minta. Kamu kenal
mereka dengan melihat sifat-sifatnya, mereka tidak meminta
kepada orang secara mendesak. Dan apa saja harta yang baik
yang kamu nafkahkan (di jalan Allah), maka sesungguhnya
Allah Maha Mengetahui.”

2. Q.S Al-Hasyr/59: 8 ( Penindasan )

Yang Artinya:
“(Juga) bagi para fakir yang berhijrah yang diusir dari
kampong halaman dan dari harta benda mereka (karena)
mencari karunia dari Allah dan keridaan (Nya) dan mereka
menolong Allah dan Rasul-Nya. Mereka itulah orang-orang
yang benar.”

3. Q.S Al-An‟am/6: 42 ( Cobaan )

Yang Artinya:
“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus (rasul-rasul)
kepada umat-umat yang sebelum kamu, kemudian Kami siksa
mereka dengan (menimpakan) kesengsaraan dan kemelaratan,
supaya mereka bermohon (kepada Allah) dengan tunduk
merendahkan diri”.

12
4. Q.S Al-Baqarah/2: 61 ( Mengingkari Ayat Allah dan
Melampaui Batas)

Yang Artinya:
“Dan (ingatlah), ketika kamu berkata: “Hai Musa, kami
tidak bisa sabar (tahan) dengan satu macam makanan saja.
Sebab itu mohonkanlah untuk kami kepada Tuhanmu, agar Dia
mengeluarkan bagi kami dari apa yang ditumbuhkan bumi,
yaitu: sayur-mayur, ketimun, bawang putih, kacang adas dan
bawang merahnya”. Musa berkata: “Maukah kamu mengambil
sesuatu yang rendah sebagai pengganti yang lebih baik?
Pergilah kamu ke suatu kota, pasti kamu memperoleh apa yang
kamu minta”. Lalu ditimpakanlah kepada mereka nista dan
kehinaan, serta mereka mendapat kemurkaan dari Allah. Hal itu
(terjadi) karena mereka selalu mengingkari ayat-ayat Allah dan
membunuh para nabi yang memang tidak dibenarkan.
Demikian itu (terjadi) karena mereka selalu berbuat durhaka
dan melampaui batas.”

13
2.5 Solusi Islam dan Kaitannya dengan Pemerintah dalam
Mengentas Kemiskinan Masyarakat
Islam sebagai agama yang paripurna telah mengatur
kehidupan manusia tidak hanya pada aspek ibadah, tapi juga pada
aspek muamalah. Karenanya sistem Islam yang lengkap ini bisa
dijadikan acuan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan
ekonomi. Lebih dari itu, solusi yang ditawarkan Islam bersifat
komprehensif dan universal bagi siapapun.

Sebab solusi ini diberikan oleh Dzat yang menciptakan


dunia ini.
1. Pandangan terhadap problematika ekonomi
Pada faktanya kemiskinan yang dihadapi Indonesia
bukan hanya kemiskinan negara, tapi juga kemiskinan individu.
Logikanya, terpecahkannya masalah kemiskinan negara tetap
tidak bisa memecahkan masalah kemiskinan individu secara
pribadi-pribadi. Artinya kemiskinan tiap individu, tidak akan
bisa terpecahkan dengan meningkatkan GNP atau
meningkatkan jumlah produksi nasional. Sebab pengukuran ini
bersifat rata-rata dan tidak menggambarkan kondisi riil sebuah
masyarakat.
Kemiskinan individu hanya bisa terpecahkan dengan
cara mendistribusikan kekayaan kepada seluruh individu secara
pribadi-pribadi, sehingga terpenuhi seluruh kebutuhan primer
(basic needs) tiap individu secara menyeluruh, kemudian tiap
individu ini dibantu untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan
sekunder atau tersier mereka. Dengan terpecahkannya masalah
kemiskinan individu, maka kondisi ini akan mendorong rakyat
serta warga suatu negara untuk bekerja meningkatkan
pendapatan (income) perkapita masyarakat.

14
Oleh karena itu sebenarnya persoalan ekonomi yang
sangat mendasar adalah persoalan distribusi. Penyebab utama
tingginya angka kemiskinan adalah faktor distribusi kekayaan
yang ada ditengah-tengah masyarakat. Artinya distribusi ini
tidak bisa diserahkan begitu saja pada mekanisme pasar,
melainkan distribusi semacam ini membutuhkan peran negara
sebagai pelaku utama dalam perekonomian suatu bangsa. Dari
aspek mendasar inilah sistem Islam berbeda dengan sistem
Kapitalis dalam upaya mengentaskan kemiskinan.

2. Konsep Kepemilikan
Kepemilikan merupakan masalah penting dalam
kehidupan manusia, sebab kepemilikan merupakan bagian dari
kebutuhan hidup. Realita menunjukkan bahwa manusia tidak
dapat memenuhi setiap kebutuhan jasmaninya atau nalurinya
tanpa memiliki sarana pemuasnya. Itulah sebabnya manusia
akan berusaha untuk mendapatkan semua yang dibutuhkan dan
diperlukannya.
Inilah yang membuat manusia bersaing untuk
menguasai harta. Bahkan sebagian dari mereka berjuang mati-
matian demi menguasainya dan memperbanyak
kepemilikannya. Oleh karena itu, Islam mengatur penguasaan
manusia terhadap harta, serta mencegah perselisihan dan setiap
masalah yang mungkin terjadi sebagai akibat dari berebut
untuk memilikinya.
Berbeda dengan sistem Kapitalis, sistem Islam telah
membagi kepemilikan menjadi tiga kategori, yaitu:
kepemilikan individu (al-milkiyah al-fardhiyah), kepemilikan
umum (al-milkiyah al-âmmah), dan kepemilikan negara
(milkiyah ad-daulah). Dalam pandangan sistem Islam
kepemilikan umum adalah segala sesuatu dimana semua

15
manusia berserikat dalam kepemilikan sesuatu ini, sehingga
masing-masing dari mereka memiliki hak untuk
memanfaatkannya, sebab sesuatu itu tidak dikhususkan untuk
dimiliki individu tertentu, dan mencegah orang lain untuk
memanfaatkannya.
Jadi kepemilikan umum adalah fasilitas publik yang
sangat dibutuhkan oleh komunitas selamanya. Bahkan sebuah
komunitas akan tercerai-berai untuk mencarinya jika sesuatu
itu sangat sedikit atau habis. Maka barang tambang seperti
minyak bumi dan gas alam, hutan, sumber air dan sebagainya
merupakan barang-barang milik umum yang tidak boleh
dimiliki oleh seorang pun.
Karena tak seorang pun diperbolehkan memilikinya,
maka Islam memberikan kewenangan pada Negara untuk
mengelola dan memanfaatkannya untuk kepentingan umum,
misalkan untuk membangun jalan raya, rumah sakit dan
fasilitas umum yang lainnya. Dari pandangan ini, maka dalam
system Islam tidak akan dijumpai adanya korporasi raksasa
yang menguasai dan memperkaya diri dari tambang-tambang
milik umum.
Yang ada adalah lembaga Negara yang mengelola
sumber daya alam milik umum dan hasilnya dikembalikan
kepada rakyat untuk memenuhi kebutuhan dasarnya. Rakyat
akan mudah mengakses dan memenuhi kebutuhan pokoknya
karena gratis dan murah. Konsep inilah yang akan memperkecil
kesenjangan ekonomi di tengah masyarakat.

3. Peran Negara
Islam memandang peran Negara sangat dibutuhkan
untuk menghilangkan besarnya jurang kesenjangan di tengah
masyarakat. Negara memiliki mekanisme untuk mempersempit

16
kesenjangan ekonomi dengan cara memberikan harta milik
Negara (baik harta tetap maupun harta bergerak) kepada
individu-individu yang membutuhkan agar dengan harta
tersebut mereka dapat hidup layak, yakni dengan terpenuhinya
semua kebutuhan primernya dan terbuka akses untuk
mendapatkan kebutuhan-kebutuhan sekunder dan tersiernya.
Negara dalam pandangan Islam adalah pelaku utama
dibidang ekonomi. Namun bukan berarti bahwa swasta tidak
diberi kesempatan untuk berkiprah. Islam memperbolehkan
swasta untuk ikut berkontribusi dalam bidang ekonomi tetapi
bukan pada barang-barang yang menjadi kepemilikan umum
dan kepemilikan negara. Sebaliknya jika saat ini swasta yang
menguasai kepemilikan umum, maka Negara akan menarik
kembali kepemilikan umum tersebut untuk dikelola dan
dikembalikan hasilnya untuk kepentingan rakyat.
Dengan hasil dari kepemilikan umum yang sangat besar
ini, maka Negara tidak lagi membutuhkan dana dari luar.
Sehingga tidak lagi dibutuhkan investor asing untuk menarik
dana bagi pembangunan infrastruktur. Jadi jelaslah, bahwa
Negara memainkan peranan penting untuk mengentaskan
kemiskinan dari aspek ini.
Untuk itu Islam pun memberikan solusi yang lebih
mengarah ke umat islam terdahulu hingga sekarang seperti
yang diterangkan melalui beberapa dalil Al-Qur‟an yang tidak
diragukan lagi kebenarannya.
Berikut ini penanggulangan kemiskinan dengan
beberapa cara yang bisa di lakukan di antaranya ialah Wajib
dilakukan. Adapun yang wajib dilakukan di antaranya ialah:
a. zakat
Seperti yang terdapat dalam Q.S At-Taubah/9: 103

17
Yang Artinya:
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan
zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka, dan
mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu
(menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha
Mendengar lagi Maha Mengetahui.”
Zakat berarti pertumbuhan karena dengan
memberikan hak fakir miskin dan mustahiq zakat lainnya
yang terdapat dalam harta benda kita terjadilah suatu
sirkulasi uang dalam masyarakat yang mengakibatkan
berkembangnya fungsi uang dalam dikenal dengan militer
zakat. Penyaluran zakat dapat dilakukan secara langsunng
atau melalui instuisi amil zakat, baik berupa Badan Amil
Zakat (BAZ) yang dikelola oleh pemerintah maupun
Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang dikelola oleh swasta.

b. Infak wajib yang sifatnya insidental


Seperti yang terdapat dalam QS Al-Baqarah/2: 177

Yang Artinya:
“Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur
dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya
kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian,

18
malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan
harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim,
orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan
pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan
(memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan salat, dan
menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya
apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam
kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka
itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka
itulah orang-orang yang bertakwa.”

c. Menolong orang miskin sebagai ganti kewajiban


keagamaan, misalnya membayar fidyah
Seperti yang terdapat dalam QS Al-Baqarah/2: 184

Yang Artinya:
“(yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka
barang siapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam
perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya
berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-
hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat
menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar
fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. Barang
siapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan,
maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih
baik bagimu jika kamu mengetahui.”

19
d. Menolong orang miskin sebagai sanksi terhadap
pelanggaran hukum agama
Misalnya membayar kafarat dengan memberi
makan orang miskin QS Al-Maidah/5: 95

Yang Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
membunuh binatang buruan, ketika kamu sedang ihram.
Barang siapa di antara kamu membunuhnya dengan
sengaja, maka dendanya ialah mengganti dengan binatang
ternak seimbang dengan buruan yang dibunuhnya, menurut
putusan dua orang yang adil di antara kamu, sebagai had-ya
yang di bawa sampai ke Kakbah, atau (dendanya)
membayar kafarat dengan memberi makan orang-orang
miskin, atau berpuasa seimbang dengan makanan yang
dikeluarkan itu, supaya dia merasakan akibat yang buruk
dari perbuatannya. Allah telah memaafkan apa yang telah
lalu. Dan barang siapa yang kembali mengerjakannya,
niscaya Allah akan menyiksanya. Allah Maha Kuasa lagi
mempunyai (kekuasaan untuk) menyiksa.”
a) Di anjurkan
Yang bersifat anjuran untuk dilakukan adalah
sedekah, infak, hadiah, dan lain-lainnya. Tentu saja
semua hal di atas dilakukan bagi orang yang mampu
secara finansial. Namun, bagi yang tidak mampu pun
dalam hal itu dianjurkan juga, yaitu dengan

20
memberikan nasihat, spirit, dan motivasi kepada sesama
manusia. Infaq dan sedekah sendiri adalah pemenuhan
hak bagi orang miskin, akan tetapi hukumnya sunnah.
b) Distribusi Kekayaan
Mekanisme ekonomi yang ditempuh oleh sistem
ekonomi Islam dalam pendistribusian kekayaan diantara
manusia yang seadil-adilnya, diantaranya sebagai
berikut:
1) Membuka kesempatan seluas-luasnya bagi
keberlangsungannya sebab-sebab kepemilikan
dalam kepemilikan individu;
2) Memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi
berlansungnya pengembangan kepemilikn melalui
investasi;
3) Larangan menimbun harta benda walaupun telah
dikeluarkan zakatnya;
4) Mengatasi peredaran kekayaan di suatu daerah
tertentu saja dengan menggalakkan berbagai
kegiatann dan mendorong pusat-pusat pertumbuhan;
5) Larangan kegiatan monopoli, serta berbagai
penipuan yang dapay mendistorsi pasar;
6) Larangan judi, riba, korupsi, pemberian suap dan
hadiah kepada penguasa;
7) Pemanfaatan secara optimal hasil dari barang-
barang (SDA) milik umum (al-milkiyah al-amah)
yang dikelola Negara.

e. Peranan Pendapatan Nasional


Pendistribusian kekayaan dalam islam harus terarah
dengan baik seperti dalam pengukuran pendapatan nasional
yang efektif dan tepat. Kita membutuhkan informasi yang

21
cukup untuk mengukur kesejahteraan yang sesungguhnya,
adalah sangat penting untuk mengekspresikan kebutuhan
efektif atau kebutuhan dasar akan barang dan jasa sebagai
persentase total konsmsi. Hal itu perlu dilakukan karena,
kemampuan untuk menyediakan kebutuhan dasar sepeti
pangan, perumahan, pelayanan kesehatan, pendidikan, air
bersih, rekreasi, dan elayanna publik lainnya, sesungguhnya
bisa menjadi ukuran bagaimana tingkat kesejahteraan dari
suatu Negara.
Kendati GNP dikatakan dapat mengukur kinerja
kegiatan ekonomi yang terjadi dipasar, GNP tidak dapat
menjelaskan komposisi dan distribusi nyata dari output
perkapita. Semestinya, penghitungan pendapatan nasional
islami harus dapat mengenali penyebara alamiah dari
output perkapita tersebut, karena dari sinilah nilai-nilai
sosialdan ekonomi Islami bisa masuk. Jika penyebaran
pendapatan individu secara nasional bisa dideteksi secara
akurat maka akan dengan mudah dikenali seberapa besar
rakyat yang masih hidup di bawah garis kemiskianan.
Kita tahu GNP adalah ukuran moneter dan tidak
memasukkan transfer payment seperti sedekah. Namun
haruslah disadari, sedekah memiliki peran yang signifikan
di dalam masyarakat Islam. Tetapi, dibanding amal sedekah
yang sering dikeluarkan umat Islam kepada mereka yang
kurang beruntung, sesungguhnya lebih mudah
mengestimasi zakat, satu kewajiban pembayaran transfer
yang paling penting di suatu Negara. Kini sedang
diupayakan mengukur pendapatan zakat sebagai persentase
dari GNP.

22
Pengukuran ini sangan bermanfaat sebagai variable
kebijakan di dalam pengambilan keputusan di bidang sosial
dan ekonomi, sebagai bagian dari rancangan untuk
mengentaskan kemiskinan. Pendayagunaan peran zakat
untuk mengatasi masalah kemiskinan kini tengah menjadi
agenda suatu Negara.

2.6 Status dan Kedudukan Harta dalam Islam


Islam sebagai agama Allah, mengatur kehidupan manusia
baik kehidupan di dunia maupun akhirat, perekonomian adalah
bagian dari kehidupan manusia. Islam memberikan pesan-pesannya
melalui dua pedoman, yaitu Alquran dan Hadits . Melalui
keduanya kita dapat mengetahui bagaimana agama (Islam)
memandang kemiskinan dan memandang status harta di kalangan
si kaya dan si miskin.
Untuk itu, Kepemilikan mutlak harta pada Allah SWT dan
manusia hanya sebagai khalifah saja, adapun status harta di tangan
manusia adalah:
1. Sebagai Amanah
Manusia tidak mampu mengadakan benda dari tiada
sehingga manusia hanya diberi amanah untuk mengelola dan
memanfaatkannya sesuai dengan ketentuan sang pemilik, Allah
SWT. Selain itu, Islam berpendirian bahwa kekayaan dan harta
yang berada ditagan pribadi manusia adalah bukan saja berasal
dari Allah, tetapi milik Allah.
Hal tersebut antara lain diketahui dari surah Al-
Baqarah/2 : 29

Yang Artinya:

23
“Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di
bumi untuk kamu dan Dia berkehendak menuju langit, lalu
dijadikan-Nya tujuh langit. Dan Dia Maha Mengetahui
segala sesuatu.”

2. Sebagai Perhiasan hidup


Manusia memiliki kecenderungan untuk memliki,
menguasai, dan menikmati harta. Hal ini ditegaskan Al-quran,
surah Ali-Imran/3 : 14, sebagai perhiasan hidup, harta sering
menyebabkan keangkuhan, kesombongan, serta keserakahan.

Yang Artinya:

“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia


kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-
wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas,
perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah
ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allah-
lah tempat kembali yang baik (surga).”

3. Sebagai Ujian Keimanan


Bagaimana harta itu diperoleh dan untuk apa
penggunaannya. Hal ini terutama menyangkut soal cara
mendapatkan dan memanfaatkannya. Apakah sesuai dengan
ajaran islam atau tidak.

Yang Artinya:

24
“Dan ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu
itu hanyalah sebagai cobaan dan sesungguhnya di sisi
Allah-lah pahala yang besar.”

4. Sebagai Bekal Ibadah


Harta sebagai bekal ibadah, yakni untuk melaksanakan
perintahnya dan melaksanakan diantara sesama manusia,
melalui kegiatan zakat, infaq, dan shodaqah.

Yang Artinya:
“Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa
ringan atau pun merasa berat, dan berjihadlah dengan harta
dan dirimu di jalan Allah. Yang demikian itu adalah lebih
baik bagimu jika kamu mengetahui.”

25
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

1. Kemiskinan merupakan sebuah kondisi yang berada di bawah


garis nilai standar kebutuhan minimum, baik untuk makanan
dan non makanan, yang disebut garis kemiskinan (poverty line)
atau batas kemiskinan (poverty threshold).
2. Dalam konteks penjelasan pandangan Islam tentang
kemiskinan ditemukan sekian banyak ayat-ayat Al-Quran
yang memuji kecukupan, bahkan Al-Quran menganjurkan
untuk memperoleh kelebihan. Islam pada hakikatnya mengajak
untuk kemajuan, prestasi, kompetensi sehat, dan yang pada
intinya adalah harus mampu memberi rahmat untuk alam
semesta.
3. Kemiskinan menurut Islam disebabkan oleh beberapa faktor di
antaranya karena keterbatasan untuk berusaha (Q.S. Al-
Baqarah/2: 273), penindasan (QS Al-Hasyr/59: 8), cobaan
Tuhan (QS Al-An‟am/6: 42), dan pelanggaran terhadap hukum-
hukum Tuhan (QS Al-Baqarah/2: 61).
4. Islam pun memberikan solusi penanggulangan kemiskinan
dengan beberapa cara yang bisa di lakukan di antaranya ialah
seperti zakat, infaq, sedekah, dan lainnya. Selain itu juga,
pendistribusian kekayaan yang merata dan peranan pendapatan
nasional dalam mengukur kemiskinan suatu Negara haruslah
efektif dan tepat sasaran.
5. Islam sebagai agama Allah, mengatur kehidupan manusia baik
kehidupan di dunia maupun akhirat, perekonomian adalah
bagian dari kehidupan manusia. Islam memberikan pesan-
pesannya melalui dua pedoman, yaitu Alquran dan Hadits.

26
6. Kepemilikan mutlak harta pada Allah SWT dan manusia hanya
sebagai khalifah saja.

3.2 Saran
Penulis sadar dalam pembuatan makalah ini masih banyak
kesalahan kata, huruf, dan tanda baca, serta isi materi dan
kekurangan lainnya. Penulis sangat berharap masukan, saran serta
kritik terhadap makalah ini agar bisa dijadikan bahan pembelajaran
yang berguna bagi para pembaca.

27
DAFTAR PUSTAKA

Pranita, H. S., Mahanal, S., & Sapta Sari, M. (2017). Membangun Fondasi

Ekonomi Umat (meneropong prospek berkembangnya ekonomi


Islam. Jakarta: Rajawali Press

Nurchayati, N. (2016). Lembaga Keuangan Islam:Tinjauan Toritis dan


praktis.Yogyakarta: UII Press
Abidin, A. N., Susetyarini, R. E., & Mahmudati, N. (2015). Prinsip dasar
Ekonomi islam. Jakarta: Erlangga
Anas, A. (2016). Pengenalan ekskusif: Ekonomi Islam. Jakarta: Bumi
Aksara
Kosanke, R. M. (2019). Prinsip dasar Ekonomi islam. Jakarta: PT
Gramedia
Putri, S. E., Prayogo, H., & Wulandari, R. S. (2019). Pengenalan ekskusif:
Ekonomi Islam. Jakarta: Sinar Grafika)

28

Anda mungkin juga menyukai