Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN HASIL OBSERVASI KEPEMIMPINAN

SDIT KKOIRU UMMAH

DOSEN PENGAMPU : Dr. SAEFUL FALAH

Dibuat oleh: Muhammad Rajab


A.201801297

PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT UMMUL QURO AL ISLAMI-BOGOR

2022
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.....................................................................................................................................i

BAB I PENDAHULUAN...................................................................................................................1

A. Latar Belakang...................................................................................................................1

B. Rumusan Masalah..............................................................................................................2

C. Tujuan................................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN....................................................................................................................3

A. Pelaksanaan Observasi.......................................................................................................3

a. Gaya Kepemimpinan Kepala Sekolah...........................................................................3

b. Peran Kepemimpinan dalam dinamika kelompok.........................................................6

c. Peran Kepemimpinan dalam manajemen konflik..........................................................8

B. Deskripsi dalam observasi................................................................................................13

1. Gaya kepemimpinan kepala sekolah di SDIT Khoiru Ummah...................................13

2. Peran kepala sekolah dalam dinamika kelompok di SDIT Khoiru Ummah................13

3. Peran kepala sekolah dalam manajemen konflik di SDIT Khoiru Ummah.................13

C. Analisis hasil observasi....................................................................................................14

BAB III PENUTUP........................................................................................................................15

a. Kesimpulan......................................................................................................................15

b. Saran.................................................................................................................................15

DAFTAR PUSTAKA

i
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam kepemimpinan seseorang biansanya memiliki beberapa aspek yang
mana seorang pemimpin harus mempunyai jiwa sebagai berikukut:

1. Jujur

Jujur adalah keberanian untuk mengungkapkan sesuatu sesuai dengan


kondisi sebenarnya. Sifat jujur awalnya ditumbuhkan dengan memberikan
kepercayaan kepada anak, misalnya dalam mengelola waktu untuk Keperluan
pribadi dan keperluan kelompok. Kejujuran juga ditumbuhkan dalam komitmen
mengerjakan tugas dengan jerih payahnya sendiri serta kemampuan menahan
godaan untuk tidak melanggar hak/milik orang lain.

2. Integritas

Integritas adalah kemampuan untuk melaksanakan tugas yang diemban


secara total atau penuh dedikasi.

3. Adil

Sifat adil dapat ditumbuhkan dalam keseharian.yang mana seorang


pemimpin dapat dilihat berlaku adil apabila dia melakukan sesuatu sesuai
dengan keadaan yang ada dan tidak memihak seseorang apabila terjadi konflik.

4. Pemberani

Pemimpin harus pemberani dalam mengambil sebuah keputusan, tapi


dengan catatan telah di musyawarahkan terlebih dahulu dan telah meninjau baik
dan buruknya sebuah keputusan yang akan dikeluarkan.

5. Pembelajar

Seorang pemimpin harus dapat mempunyai jiwa ingin selalu belajar dan
selalu mengikuti zaman yang ada sehingga sesuatu yang dikelolanya tidak
tertinggal dari zaman itu sendiri.

1
6. Kerja Sama

Kemampuan bekerja sama dengan orang lain sekaligus melakukan


koordinasi tugas dengan teman satu tim merupakan salah satu bentuk
kepemimpinan. Seorang pemimpin yang baik, tentunya akan menggunakan
bahasa yang sopan dan tegas dalam menyampaikan perintah.

Observasi yang Saya lakukan di SDIT Khoiru Ummah yang ada di Kp.
Kalong jalan RT1/2 desa Kalong II Kec. Leuwisadeng Kab. Bogor, yang mana
objek dari penelitiaini adalah Kepemimpina Kepala sekolah SDIT Khoiru Ummah
yang bernama Aliyah Ahmad Fuad, S.Pd.I, dan observasi ini dilakukan untuk
mengetahui dan menganalisa gaya dan peran kepemimpinan kepala sekolah dalam
dinamika kelompok dan manajemen konflik.

B. Rumusan Masalah
1. Apa gaya Kepemimpinan Kepala Sekolah di SDIT Khoiru Ummah?

2. Apa peran Kepemimpinan dalam dinamika kelompok?

3. Apa peran Kepemimpinan dalam manajemen konflik?

C. Tujuan
1. Mengetahui gaya Kepemimpinan Kepala Sekolah di SDIT Khoiru Ummah?

2. Mengetahui peran Kepemimpinan dalam dinamika kelompok?

3. Mengetahui peran Kepemimpinan dalam manajemen konflik?

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pelaksanaan Observasi

a. Gaya Kepemimpinan Kepala Sekolah


1. Tipe Kepemimpinan Demokratis

Leader yang memberikan kebebasan pada anggotanya dalam


berpendapat, menyampaikan aspirasi, serta mengembangkan bakat dan
mempertimbangkan musyawarah untuk menetapkan suatu kebijakan kepada
bawahannya.

Pemimpin tipe ini dianggap paling ideal dan mengerti bawahan karena
mau menerima saran, melakukan upaya sinkronisasi antara tujuan organisasi
dengan pribadi serta berupaya mengoptimalkan potensi yang ada pada
bawahannya. Sehingga nantinya bawahannya bisa turut berkembang.

Tipe ini mengutamakan kerjasama tim dan akan terus mengembangkan


kapasitas kepemimpinan yang ada pada dirinya. Namun memiliki kelemahan
yaitu, lambat dalam pengambilan keputusan karena harus meminta saran atau
pertimbangan dari bawahan.

2. Tipe Kepemimpinan Otokratis

Kepemimpinan tipe otoriter atau otokratis berperan sebagai penguasa


tertinggi dan memiliki otoritas untuk mengambil keputusan tanpa adanya
pengaruh atau gangguan lain, seperti kritik. Berikut ciri-cirinya:

 Perintahnya dianggap selalu benar dan harus dituruti.

 Menganggap bawahan sebagai robot kerja semata.

 Enggan menerima saran, kritik maupun pendapat dari orang lain.

 Kekuasaannya terkesan hanya formalitas karena terlalu mengagungkan


jabatannya.

 Sering menggunakan tekanan terhadap bawahannya.

3
Kelebihan dari kepemimpinan tipe ini adalah sikap sigap serta mampu
mengambil keputusan dengan cepat terkait dengan pekerjaan ataupun kesalahan
yang dilakukan oleh bawahannya. Sehingga proses kerja bisa lebih mudah
diawasi.

Kelemahannya yaitu menimbulkan rasa tidak nyaman untuk bawahan


karena perlakuan dari leader. Memunculkan golongan yang tidak suka pada
pemimpin, pekerjaan yang dilakukan tidak secara ikhlas, melainkan karena
adanya tekanan dan paksaan dari pimpinan.Sehingga, pekerjaannya hanya
sampai pada apakah perintah sudah dilakukan dengan baik.

3. Pseode demokratis

Seorang pemimpin yang bersifat pseudo-demokratis sering memakai


“topeng”. Ia berpura-pura memperlihatkan sifat demokratis di dalam
kepemimpinannya, ia memberi hak dan kuasa kepada anggota untuk
menetapkan dan memutuskan sesuatu, tetapi sesungguhnya ia bekerja dengan
perhitungan. Ia mengatur siasat agar kekuasaannya terwujud kelak. Ia ingin
memberi kesan bahwa ia sungguh-sungguh memperhatikan pendapat dan saran
itu, tetapi sebenarnya ia licik sekali dan memanipulasi sedemikian rupa sehingga
pendapatnyalah yang harus disetujui dan diterima rapat.

Ia sebenarnya bersifat otokratis, tetapi dalam kepemimpinanya ia


member kesan demokratis. Kimball Wiles menyebut cara memimpin seperti itu
dengan istilah diplomatic manipulation atau manipulasi politik.

4. Tipe Kepemimpinan Paternalistik

Kepemimpinan tipe ini cenderung mendominasi. Biasanya pemimpin


tersebut akan menganggap bawahannya tidak tahu apa-apa atau kurang
berpengalaman. Sehingga, tidak memberikan kesempatan berkreasi maupun
mengambil keputusan sendiri bagi bawahannya.

Terkadang, pemimpin ini juga bersikap serta tahu dan berlebihan ketika
merasa sedang melindungi bawahannya. Namun, kelebihan dari tipe

4
kepemimpinan ini bisa tegas dalam mengambil keputusan. Selain itu, bawahan
akan merasa aman akan perlindungan yang diberikan.

Sementara, kekurangannya adalah bawahan tidak memiliki kesempatan


untuk berkembang dan bisa saja bersikap ketergantungan kepada pemimpin. Hal
ini karena mereka tidak mampu berpendapat ataupun mengambil keputusan.

5. Tipe Kepemimpinan Karismatik

Sebenarnya, alasan dibalik kepemimpinan tipe karismatik belum


ditemukan secara ilmiah. Namun, tipe kepemimpinan ini memang memiliki daya
tarik luar biasa sehingga tanpa adanya perintah atau apapun, bawahannya akan
menghormatinya.

Namun, diyakini bahwa seorang pemimpin bisa dikatakan karismatik


saat memiliki kepribadian baik atau kecakapan lain yang membuat setiap orang
menjadi kagum. Kelebihannya, pemimpin ini memiliki visi misi jelas serta bisa
memberikan dorongan kepada para bawahannya untuk bekerja lebih keras tanpa
adanya tekanan.

Karena adanya rasa hormat dan nyaman dari bawahannya, mereka akan
cenderung setia. Namun, hal tersebut juga bisa menimbulkan suatu kelemahan,
dimana, ketika pemimpin tersebut sudah mengambil keputusan, maka semua
bawahannya akan membenarkan sehingga sulit terkontrol.

6. Tipe Kepemimpinan Laissez Faire

Tipe laissez faire dinilai sebagai leader yang paling pasif. Dikatakan
begitu karena Ia membebaskan bawahannya untuk melakukan sesuatu asalkan
tujuan organisasi bisa tercapai. Ia menganggap bahwa anggota atau bawahannya
sudah paham tentang apa yang harus dilakukan.

Kelebihannya, para bawahan bisa bebas berkreasi dan mengambil


keputusan sesuai sudut pandang mereka. Namun, kekurangannya proses kerja
menjadi kurang memiliki kontrol dan minimnya pengawasan dari pimpinan.

pada apakah perintah sudah dilakukan dengan baik.

5
b. Peran Kepemimpinan dalam dinamika kelompok
Dalam menangani sebuah proyek yang akan dikerjakan, setiap
perusahaan biasanya akan membentuk tim yang akan menanganinya. Dalam tim
tersebut biasanya terdiri dari para karyawan yang memiliki beragam keahlian
yang dibutuhkan dalam pengerjaan proyek. Hal tersebut sengaja dilakukan agar
terjadi sinergi yang saling melengkapi dan diharapkan menghasilkan produk
yang lebih baik, daripada dikerjakan oleh satu orang atau satu bidang keahlian.

Dalam pembentukan sebuah tim biasnya melewati lima tahap agar dapat
berkembang menghadapi tantangan, mengatasi masalah, mencari solusi,
merencanakan kerja, dan menyampaikan hasilnya. Kelima tahapan tersebut
menurut Bruce Tuckman adalah :

Lima tahapan itu adalah fase pembentukan (forming), curah pendapat


(storming), tata tertib (norming), pelaksanaan (performing), dan pengistirahatan
(adjourning). Teori yang disampaikan Tuckman pada 1965 ini mau tidak mau
akan dilewati oleh suatu tim yang akan melakukan tugasnya.

1. Tahapan Pembentukan (forming)

Dala tahap ini tim akan bertemu dan mempelajari tentang peluang dan
tantangan, dan kemudian merumuskan tentang tujuan (goals) dan mulai
mengadakan pembagian tugas. Setiap anggota tim umumnya akan bekerja
secara independen, namun tetap dalam satu kelompok bersama. Pada fase ini
tugas utama fungsi adalah menyangkut orientasi. Para anggota akan berusaha
mengarahkan persepsinya pada tugas dan juga rekan-rekannya dalam tim, dan
mereka juga akan membahas batasan-batasan dari tugas, dan hal-hal yang
terkait. Untuk bisa menuju ke tahapan selanjutnya setiap anggota tim harus
meninggalkan kenyamanan individualnya karena topik yang akan dihadapinya
memiliki risiko konflik.

2. Sumbang Saran/Pendapat (storming)

Pada tahap ini para anggota bisa menyatakan pendapat tentang karakter
dan integritas dari anggota lain dan diharapkan untuk menyuarakan pendapatnya.
Jika mereka mendapati seseorang menghindari tanggung jawab atau berusaha
6
melakukan dominasi, maka anggota tim yang lainnya bisa mempertanyakan
tindakan tersebut kepada pimpinannya.

Ketidakcocokan dan konflik pribadi harus diatasi sebelum tim dapat


keluar dari fase ini. Dalam fase in terdapat kemungkinan anggota tim tidak bisa
melewati storming, bahkan mungkin kembali masuk ke fase ini ketika ada
tantangan baru atau perselisihan lagi. Beberapa tim dapat melewati tahap
storming, tetapi bagi tim yang tidak dapat melewatinya, maka waktu, intensitas
dan kerusakan yang terjadi pada tahap sebelumnya dapat bervariasi. Toleransi
dari setiap anggota dan perbedaan harus menjadi pokok perhatian. Tanpa
toleransi dan kesabaran tim akan gagal.

Pada tahap ini terdapat kemungkinan penurunan tingkat motivasi


anggota, namun perbedaan yang terjadi juga akan dapat membuat anggota lebih
kuat, lebih memiliki banyak keahlian, dan dapat bekerja lebih efektif sebagai tim.
Untuk itu pimpinan tim harus lebih terbuka, tetapi tetap harus mengarahkan
para anggotanya dalam mengambil keputusan dan berperilaku profesional.
Dalam tahap ini setiap anggota tim harus menyelesaikan perbedaan mereka,
sehingga masing-masing dapat terlibat dengan lebih menyenangkan.

3. Etika dan Tata Tertib (norming)

Penyelesaian perbedaan pendapat ataupun konflik, dapat berakibat pada


hubungan yang lebih akrab. Dengan demikian semangat kerjasama akan lebih
meningkat. Pada tahap ini semua anggota tim mengambil tanggungjawab dan
memiliki ambisi untuk bekerja demi keberhasilan tujuan tim. Mereka
menerima anggota lain apa adanya, dan berupaya untuk bekerjasama Namun
demikian terkadang ada salah satu anggota yang berniat menghindari konflik,
dengan cara tidak menyampaikan gagasan-gagasan yang controversial ke dalam
forum.

4. Pelaksanaan (performing)

Dengan adanya tata tertib dan peraturan yang telah dikembangkan, maka
akan lebih mudah bagi anggota kelompok untuk berkonsentrasi pada pencapaian

7
tujuan bersama. Ini akan berdampak pada keberhasilan tim dalamm mencapai
tujuannya. Pada fase ini, mereka masih termotivasi dan memahami tugasnya,
namun anggota tim kini telah kompeten, otonom dan mampu melakukan proses
pengambilan keputusan tanpa pengawasan. Perbedaan pendapat dimungkinkan
terjadi sepanjang disalurkan melalui mekanisme yang disepakati tim.

ada tahap ini, supervisor tim selalu berpartisipasi. Tim akan membuat
keputusan-keputusan yang diperlukan. Bahkan tim yang berkinerja paling
bagus akan bisa melakukan evaluasi dalam setiap tahapan yang telah dilaluinya,
dan bisa melakukan revisi. Misalnya perubahan dalam hal kepemimpinan dapat
membuat tim kembali ke fase storming, karena pemimpin baru tidak setuju
dengan tata tertib yang sudah disepakati dan adanya dinamika dari tim.

5. Penghentian Sementara (adjourning)

Tuckman pada tahun 1977 bersama dengan Mary menambahkan tahap


kelima dari empat tahap pembentukan tim, yakni penghentian sementara
(adjourning). Ini mencakup penyelesaian tugas dan mengistirahatkan tim, bisa
sementara sifatnya kalau tim masih akan diperlukan lagi.

c. Peran Kepemimpinan dalam manajemen konflik


1. tingkat konflik

Robbins (2003) menjelaskan konflik terjadi melalui lima tahap, yaitu


tahap oposisi atau ketidakcocokan potensial, tahap kognisi dan personalisasi,
tahap maksud, tahap perilaku dan tahap hasil.

TAHAP I TAHAP II TAHAP III TAHAP IV TAHAP V

Oposisi atau Kognisi dan Maksud Perilaku Hasil


ketidakcocoka npotensial Personalisasi
Maksud penanganan konflik
Kinerja Kelompok Meningkat
Kondisi Antesende n Konflik yang dipersepsikan Perilaku terbuka
Bersaing
Komunikasi Kerjasama Perilaku pihak
Konflik yang dirasakan Berkompromi Reaksi
Menghindari Kinerja Kelompok Menurun
Mengakomodasi

(Gambar 1. Proses Konflik dari Robbins, 2003)

8
 Tahap I: Oposisi atau KetidakcocokanPotensial
Langkah pertama dalam proses komunikasi adalah adanya kondisi yang
menciptakan kesempatan untuk munculnya konflik itu. Kondisi itu tidak perlu
langsung mengarah ke konflik, kondisi yang juga dapat dipandang sebagai
kasus atau sumber konflik telah dimampatkan ke dalam tiga kategori umum:
komunikasi, struktur dan variabel pribadi.
 Tahap II: Kognisi dan Personalisasi
Jika kondisi-kondisi yang disebut dalam Tahap I mempengaruhi secara
negatif sesuatu yang diperhatikan oleh satu pihak, maka potensi untuk oposisi
atau ketidakcocokan menjadi teraktualkan dalam tahap kedua. Kondisi
anteseden hanya dapat mendorong ke konflik bila satu pihak atau lebih
dipengaruhi oleh dan sadar akan adanya, konflik itu. Tahap II penting karena di
situlah persoalankonflik cenderung didefinisikan.
 Tahap III: Maksud
Maksud merupakan keputusan untuk bertindak dalam suatu cara tertentu.
Dapat diidentifikasikan lima maksud penanganan konflik: bersaing (tegas dan
tidak kooperatif), berkolaborasi (tegas dan kooperatif), menghindari (tidak tegas
dan tidak kooperatif), mengakomodasi (kooperatif dan tidak tegas) dan
berkompromi (tengah-tengah dalam hal ketegasan dan kekooperatifan).

 Tahap IV: Perilaku


Perilaku konflik ini biasanya secara terang-terangan berupaya untuk
melaksanakan maksud-maksud setiap pihak. Tetapi perilaku-perilaku ini
mempunyai suatu kualitas rangsangan yang terpisah dari maksud. Sebagai hasil
perhitungan atau tindakan yang tidak terampil, kadangkala perilaku terang-
terangan menyimpang dari maksud- maksud yang orsinil.
 Tahap V: Hasil
Jalinan aksi-reaksi antara pihak- pihak yang berkonflik menghasilkan
konsekuensi. Hasil ini dapat fungsional, dalam arti konflik itu menghasilkan
suatu perbaikan kinerja kelompok, atau disfungsional dalam arti merintangi
kinerja kelompok.

9
2. Penyebab konflik

 Konflik nilai
 Kurangnya komunikasi
 Kepemimpinan yang kurang efektif, pengambilan keputusan yang tidak
adil.
 Ketidakcocokan peran
 Produktivitas rendah
 Perubahan keseimbangan
 Konflik yang belum terpecahkan
 Kebutuhan untuk membagi sumber-sumber daya yang terbatas
 Perbedaan-perbedaan dalam berbagai tujuan
 Saling ketergantungan kegiatan-kegiatan kerja
 Kemenduaan organisasional
 Ketegangan dan saingan pribadi serta pertentangan-pertentangansocial
 Problem organisasi yangditimbulkan oleh bentuk resminya
 Perkembangan dan kemajuan teknologi
 Syarat-syarat kerja
 Organisasi atau instansi sebagai struktur sosial, ekonomi, hukum dan
teknik
3. Jenis Konflik

 konflik dalam diri individu,

 konflik antar individu,

 konflik antar anggota dalam satu kelompok,

 konflik antar kelompok,

 konflik antar bagian dalam organisasi dan konflik antar


organisasi.
4. Penyelesaian

Walaupun sifat konflik bervariasi, metode ini dapat digunakan


untuk sebagian besar konflik dasar.

10
 Langkah pertama adalah menjadwalkan pertemuan. Pihak-pihak
yang berkonflik harus sepakat atas dasar yang sama untuk
bertemu satu sama lain. Terkadang membuat mereka mengerti
untuk bertemu untuk menyelesaikan konflik adalah tugas
tersendiri. Pertemuan harus diatur, sebaiknya di tempat netral di
mana tidak ada pengaruh partai.

 Tetapkan aturan rapat. Aturan dasar ini harus mencakup rasa


hormat satu sama lain, di antara aturan lainnya. Juga, kedua belah
pihak harus saling mendengarkan dan mencoba memahami
pandangan mereka. Aturan harus masuk akal dan tidak adil bagi
siapa pun.

 Ketika kedua belah pihak bertemu satu sama lain, langkah


pertama adalah mereka harus menjelaskan masalah satu sama lain.
Masalah harus dijelaskan sebagai masalah dan kemudian resolusi
yang diharapkan. Mintalah peserta untuk menjelaskan sejelas
mungkin. Menghindari atau menyimpan sesuatu untuk diri
sendiri pada tahap ini tidak akan menguntungkan salah satu pihak
dalam menyelesaikan konflik. Mereka harus fokus pada
penyelesaian konflik daripada meningkatkannya; itulah sebabnya
mereka harus saling terbuka dan jujur satu sama lain.

 Saat diskusi berlanjut, kedua peserta harus mengulangi keinginan


mereka. Pengulangan membantu keduanya serta pendengar,
untuk mengkonfirmasi kebutuhan mereka. Ini juga tidak
meninggalkan ruang untuk ambiguitas. Meskipun mungkin
pengulangan, penting untuk mengulangi fakta sehingga
kebingunganatau keraguan, jika ada, di benak pihak lain akan
terhapus.

 Sekarang pekerjaan mediator dimulai di mana dia akan


menjelaskan masalah yang dihadapi kedua belah pihak seperti
yang dia pahami. Dia juga akan menjelaskan apa yang diminta

11
kedua belah pihak sebagai solusi dan perubahan, jika ada, akan
dikomunikasikan kepadanya pada tahap ini. Setelah mediator
menyimpulkan, dia memperoleh kesepakatan para pihak bahwa
apa yang dia katakan adalah benar, dan mereka menyetujuinya.

 Setelah masalah didefinisikan dengan benar dan kedua belah


pihak telah menyampaikan harapan mereka, pada langkah ini
dilakukan brainstorming untuk mencari solusi. Kedua belah pihak
diminta untuk mempresentasikan solusi mereka satu sama lain.
Di sini hanya saran dan opsi yang relevan yang dibahas daripada
saling menyalahkan atas konflik karena ini adalah langkah di
mana segala sesuatunya mungkin tidak terkendali, dan resolusi
konflik mungkin gagal.

 Saat membahas opsi, mengingat kedua belah pihak bersedia


menyelesaikan dan mengambil langkah penyelesaian konflik
dengan serius, setidaknya ada satu atau banyak opsi yang
disepakati keduanya. Tandai dan pisahkan opsi-opsi tersebut
untuk diskusi. Pilihan seperti itu harus dikumpulkan bersama.
Mungkin ada beberapa opsi yang ditolak oleh keduanya.
Tempatkan mereka dalam kategori kedua. Mungkin ada beberapa
solusi yang disepakati oleh satu pihak dan tidak disetujui oleh
pihak lain. Buat kategori ketiga untuk solusi semacam itu.

 Meringkas semua solusi yang diperoleh dari diskusi. Pada tahap


ini, mungkin ada banyak solusi yang disepakati oleh kedua belah
pihak. Sebaliknya, jika tidak ada solusi pada tahap ini, ulangi
semua langkah di atas untuk mendapatkan banyak kemungkinan
solusi.

 Peserta individuharus mengevaluasi setiap kemungkinan solusi


yang telah Anda isolasi. Pada tahap ini, berikan analisis lebih
lanjut dari semua kemungkinan solusi kepada individu yang
berpartisipasi dalam resolusi konflik.

12
 Kedua belah pihak yang hadir dalam konflik dan saling
bertentangan harus setuju satu sama lain. Jika ada sesuatu yang
keduanya tidak setuju satu sama lain, maka langkah-langkah yang
diperlukan harus diambil, atau pilihan harus dihindari sama sekali.
Mediator resolusi harus menjaga dari kedua belah pihak sepositif
mungkin.

 Ini adalah langkah terakhir di mana kedua belah pihak


menyetujui solusi. Ini bisa menjadi satu atau beberapa solusi.
Setelah resolusi disepakati, perlu ditegaskan kembali bahwa
mulai sekarang tidak boleh ada konflik, dan selain itu, jika ada
perselisihan lain, maka harus segera diselesaikan. Ketentuan
harus dibuat sedemikian rupa sehingga perselisihan dan konflik
di masa depan tidak akan muncul.

B. Deskripsi dalam observasi

1. Gaya kepemimpinan kepala sekolah di SDIT Khoiru Ummah


Dari wawancar yang dilakukan penulis menyimpulkan gaya
kepemimpinan kepala sekolah di SDIT Khoiru Ummah berupa demokratis
yang mana pengambilam keputusan suatu acara atau permasalahan
mengadakan rapat terlebih dahulu, dimana semua orang berhak
menyuarakan sebuah gagasan yang ada, dan setelah terkumpul semua
pendapat yang ada maka kepala sekolah membuat keputusan dari hasil yang
telah disetujui oleh peserta rapat.

2. Peran kepala sekolah dalam dinamika kelompok di SDIT


Khoiru Ummah
Di SDIT Khoiru Ummah kepala sekolah berperan sebagai pengawas dan
pembimbing para guru dan staff yang ada yang ada disana dengan
membagikan tupoksi yang sesuai dengan apa yang guru dan para staff bisa.

3. Peran kepala sekolah dalam manajemen konflik di SDIT


Khoiru Ummah
Disana perana kepala sekolah sebagai orang ketiga yang ikut campur
untuk menyelesaikan perkara yang ada baik dalam lingkup individu dengan

13
individu, individu dengan kelompok ataupun kelompok dengan kelompok.
Bahkan tidak hanya dalam lingkungan persekolahan saja.

C. Analisis hasil observasi.


Dalam teori kepemimpinan pendidikan Islam seorang pemimpin harus
memiliki sifat yang jujur , dapat dipercaya, dapat bertindak secara ‘adil,
pembelajar, cerdas dan bisa bekerjasama. Dalam observasi yang saya lakukan
dapat dilihat kepala sekolah di SDIT Khoiru Ummah bahwa kesesuaian
pemimpin atau kepala sekolah dalam bertindak sesuai dengan teori yang ada
dalam kepemimpinan pendidikan Islam.

14
BAB III
PENUTUP

a. Kesimpulan
Dari hasil observasi dapat disimpulkan bahwa seorang pemimpin harus
mempunyai sifat-sifat seperti jujur , dapat dipercaya, dapat bertindak secara ‘adil,
pembelajar, cerdas dan bisa bekerjasama. Dan juga peran dan pemimpin tidak
hanya lepas dari tugas yang dia dapat tapi dia harus bisa mengkoordinir setiap staff
yang ada dan harus dapat menjadi penengah bila terjadi sesuatu konflik.

b. Saran
Untuk seorang pemimpin biasakan untuk melihat semua staff yang ada
dimana seorang staff bisa bartindak semena-mena jika tidak ada pengawasan
dalam setiap kegiatan, dan harus bertindak tegas dengan orang-orang yang seperti
itu walaupun itu masih dalam keluarga.

1
DAFTAR ISI

Anisalyusro.blogspot.com
Dr. Zahna Rahman,M.Pd blogspot.com
Rakhmat, Jalaluddin. “Psikologi Komunikasi” edisi revisi. Remaja Rosdakarya.
Bandung, 1998.

Anda mungkin juga menyukai