Anda di halaman 1dari 2

Tuberkulosis merupakan salah satu dari sepuluh penyakit penyumbang angka

kematian tertinggi di dunia. Sebanyak 1,3 juta penduduk dunia meninggal karena

tuberkulosis dari 10,6 juta penderita pada tahun 2022. Indonesia menempati urutan kedua

penderita tuberkulosis terbanyak setelah India dengan jumlah 969.565 kasus (Kemenkes,

2022). Tuberkulosis dapat disembuhkan dengan pengobatan antimikrobial secara rutin selama

6 bulan. Pengobatan yang tuntas penting untuk mencegah resistensi dan risiko penularan

terhadap lingkungan khususnya keluarga.

Di Indonesia, pengobatan tuberkulosis merupakan salah satu program yang masuk

dalam 12 indikator utama Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga (PIS-PK)

yakni penderita tuberkulosis paru mendapatkan pengobatan. Untuk meningkatkan kepatuhan

pengobatan, pemerintah menyediakan program pengobatan tuberkulosis gratis dan

menggunakan metode DOTS (Directly Observed Treatment, Short-course) yang diterapkan

di seluruh Puskesmas di Indonesia. Namun pada kenyataannya, angka kesuksesan pengobatan

tuberkulosis di Indonesia mengalami penurunan dari tahun 2019-2022 dan ditemukan adanya

kasus TB-MDR sebanyak 2,8%. Di Puskesmas Cibalong (Tasikmalaya) juga ditemukan

adanya TB-MDR sebanyak 2 kasus. Banyak faktor yang menyebabkan hal tersebut dan

ketidakpatuhan pengobatan pasien tuberkulosis merupakan faktor yang paling sering dalam

kasus TB-MDR.

Ketidakpatuhan pengobatan tuberkulosis berhubungan dengan berbagai faktor baik

dari individu, kelompok sebaya, keluarga dan masyarakat. Kurang pengetahuan terhadap

penyebab, penularan dan lama pengobatan, merasa telah sembuh merupakan faktor dari

pasien. Rendahnya dukungan sosial, stigma dan efek samping pengobatan juga dapat menjadi

penyebab ketidakpatuhan (Gebreweld et al., 2018). Gugssa Boru, Shimels, & Bilal (2017)

menambahkan bahwa kurangnya makanan yang memadai, komunikasi yang buruk antara

penyedia layanan kesehatan dan pasien, kepercayaan dalam sistem penyembuhan tradisional,
tidak tersedianya layanan di fasilitas kesehatan terdekat, efek samping dan beban pil obat,

stigma dan diskriminasi juga menjadi faktor yang mempengaruhi kepatuhan pasien

tuberkulosis.

Perlu dilakukan intervensi dengan berbagai pendekatan untuk meningkatkan

kepatuhan pengobatan pada pasien tuberkulosis untuk mencegah adanya kegagalan

pengobatan yang dapat menimbulkan resistensi. Dari penjelasan di atas, penulis bermaksud

untuk melakukan review terhadap artikel penelitian terkait intervensi yang dapat

meningkatkan kepatuhan pengobatan pada pasien tuberkulosis.

Komponen PICO

P : Pasien dengan tuberkulosis paru

I : Perawatan/ pengobatan untuk meningkatkan kepatuhan

C : Tidak ada comparison

O : Meningkatnya kepatuhan pengobatan pada pasien tuberkulosis

Review Question

“Apakah intervensi yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kepatuhan pengobatan pada

pasien tuberkulosis di Puskesmas?”

Anda mungkin juga menyukai