Anda di halaman 1dari 5

Section 1

Pemberontakan yang dilakukan oleh rakyat Palestina kemudian menjadi keuntungan bagi
Israel untuk mengibarkan bendera perang. Perang tidak dapat dihindari lagi. Bahkan dalam
peperangan kali ini, Yiesra juga harus ikut turun ke medan perang

Yiesra: “Kenapa aku harus ikut berperang?”


Abram: “Kamu mau membantahku?!”
Yiesra: “Tapi kenapa ayah? Aku sudah mengikuti semua keinginanmu. Berlatih menembak
hingga masuk Mossad. Apa itu tidak cukup bagimu, ayah?”
Abram: “Sebagai anak, kau tidak berhak perhitungan! Kau hanya harus mengikuti
perintahku!”
Omar: “Turuti saja perintah ayahmu. Bukankah kau dikenal sebagai anak yang baik dan
penurut, Yiesra?”
Yiesra: “Aku tidak memiliki urusan denganmu!” (Menatap Omar dengan marah)
Omar: “Ah! Intelijen Mossad ini sangat menyeramkan” (Mengejek)
Abram: “Itu semua demi kebaikan mu”
Yiesra: “Kebaikanku atau kebaikan untuk jabatan ayah?”
Abram: “Yiesra!”
Yiesra: “Benar, semua perintah ayah untuk kebaikan jabatan ayah sendiri”
Omar: “Kenapa sangat sulit untukmu menuruti perintah ayahmu, Yiesra? Atau kau takut
melihat kekasihmu itu terbunuh? Kudengar dia berada di barisan paling depan untuk
pemberontakan yang dikabarkan akan terjadi esok hari”
Yiesra: “Diam kau!” (Menunjuk Omar dengan marah)
Abram: “Jadi karena laki-laki bajingan itu kamu tidak menurutiku?”
Yiesra: “Ini tidak ada hubungannya dengan Darwish! Dan Darwish bukan laki-laki bajingan!”
Omar: “Ah! Kau bahkan membelanya sampai seperti itu di depan ayahmu sendiri”
Yiesra: “Kau!-”
Abram: “Hentikan! Kau akan tetap turun ke medan perang!”

(Abram kemudian pergi meninggalkan Yiesra diikuti oleh Omar dengan senyum mengejek)

Section 2
Setelah pertengkaran Yiesra dan ayahnya berakhir dengan keputusan sepihak, Yiesra
mencoba menemui sahabatnya dengan sembunyi sembunyi

(Yiesra mengetuk pintu sambil memperhatikan sekitar. Fatma membuka pintu dengan siaga)

Fatma: “Yiesra!” (Terkejut)


Yiesra: “Bolehkah aku masuk?”
Fatma: (Terdiam sejenak, tidak segera menjawab) “Kamu mau apa kesini?”
Yiesra: “Aku tidak membawa teman dari mossad. Hanya aku sendiri. Aku ingin menemuimu
sebagai teman, bukan sebagai intelijen mossad”
Fatma: “Aku tahu kau datang bukan sebagai intelijen mossad. Seorang intelejen tidak
mungkin ke rumah orang Palestina di tengah suasana sepanas ini. Berbahaya untuk nyawa
mereka yang lebih berharga daripada nyawa-nyawa kami”
Yiesra: “Aku minta maaf” (Menundukkan kepala menyesal)
Fatma: “Kamu tidak perlu meminta maaf kecuali kamu yang melempar bomnya ke rumah-
rumah kami. Tidak hanya kata maaf, aku akan menuntut sujudmu di kakiku”
Yiesra: “Nyatanya aku memang bagian dari mereka”
Fatma: (menghela napas) “Mari berbicara di dalam”

(Mereka berdua memasuki rumah Fatma)

Fatma: “Ceritakan padaku mengapa kamu nekat kemari?”


Yiesra: “Ayah memaksaku lagi”
Fatma: “Apalagi kali ini?”
Yiesra: “Ayah memaksaku untuk ikut berperang”
Fatma: “Dan kau seperti biasanya, tidak mencoba membantah”
Yiesra: “Aku sudah melakukan nya”
Fatma: “Aku sangat mengenalmu, Yiesra. Kau adalah perempuan yang pintar, open-minded,
dan paling berani. Tapi tentu saja setiap orang memiliki kelemahan dan kelemahanmu
adalah membiarkan ayahmu menjajahmu”
Yiesra: “Aku hanya terlalu sayang padanya. Aku tidak ingin saling berhadapan dengan ayah
di medan perang”
Fatma: “Dan menurutmu, lebih baik berhadapan dengan Darwish bukan?”
Yiesra: “Jika dia tidak bisa bertahan sampai akhir, aku tidak akan perlu berhadapan
dengannya”
Fatma: “Darwish tidak selemah itu, Yiesra”
Yiesra: “Aku tahu, tapi akan lebih baik jika seperti itu. Aku tidak perlu memaksa diriku harus
menjadi israeli sejati dan menembaknya dengan tanganku sendiri”
Fatma: “Kau berniat menembaknya?”
(Yiesra diam, tidak menjawab. Kemudian Fatma menepuk pundak Yiesra dna memeluknya)
Fatma: “Aku mengasihi (kasihan pada) mu sahabat ku. Apa yang lebih menyakitkan
daripada berdiri di sisi yang berlawanan dengan orang yang kamu cintai”

(Scene di depan pintu rumah Fatma. Yiesra hendak berpamitan pulang)


Fatma: “Berhati-hatilah”
Yiesra: “Berjanjilah padaku untuk tetap hidup. Aku ingin melihat sahabat ku setelah semua
ini usai” (Sambil memberikan surat kepada Fatma)
Fatma: “Kehidupan ini bukan sepenuhnya milikku, Yiesra. Lagipula, kematian itu diluar
kuasaku”
Yiesra: “Aku akan membencimu jika kau meninggalkanku” (Mulai menangis)
Fatma: “Dan aku akan selalu menyayangimu sampai nafasku habis”
(Keduanya berpelukan)

Kedatangan Yiesra bertujuan menitipkan surat terakhir untuk Darwish sebelum Tuhan
menakdirkan keduanya untuk saling berhadapan sebagai musuh di medan perang.

Section 3
(Scene berganti, menampilkan Darwish yang sibuk dengan senjatanya. Kemudian teman-
temannya menghampiri nya)
Zayn: “Darwish”
(Merasa dipanggil, Darwish menoleh ke arah teman-temannya)
Darwish: “Tumben sekali kalian mendatangiku bersamaan?”
Malik: “Memangnya kita tidak boleh menghampiri teman kita?”
Darwish: “Aku tidak bilang begitu. Apa kalian sudah menyiapkan senjata kalian?”
Fatih: “Kau serius mau turun ke medan perang?”
Darwish: “Kenapa aku harus bergurau?”
Malik: “Bagaimana dengan Yiesra?”
Darwish: “Ada apa dengan Yiesra?”
Zayn: “Bagaimana jika Yiesra ikut berperang juga? Kau akan berhadapan dengan dia”
Darwish: “Aku tidak yakin, seharusnya tidak. Karena setahuku intelijen mossad tidak ikut
berperang”
Fatih: “Tapi aku dengar, akan ada pasukan kecil khusus perempuan di barisan zionis itu.
Kau tahu kan ayah Yiesra sangat tergila-gila dengan pujian, jika Yiesra ikut dalam barisan,
dia akan mendapatkan banyak pujian”
Zayn: “Benar, Ayahnya juga yang memaksa Yiesra masuk mossad”
Darwish: “Nyatanya dia tetap masuk mossad”
(Malik menghela napas kemudian memberikan surat kepada Darwish)
Darwish: “Apa ini?”
Malik: “Bacalah”

(Darwish menerima surat itu, membuka nya dan kemudian membacanya)

Untukmu, yang ku harap masih bisa kupanggil ‘Kekasihku’

Aku menulis surat ini dengan menanggalkan jabatan ku. Ini adalah kekasihmu, dan aku
harap masih begitu. Untuk terakhir kalinya, Izinkan aku memujamu dalam tulisan yang
gemetar ini. Kau adalah hati yang berani, mencintai negaramu sekaligus mencintai
musuhmu yang hina ini. Aku tahu, sejak awal semuanya memang tidak dibenarkan dan kita
lemah pada takdir.

Jika saja ada penebusan, maka sekali lagi aku akan mencintaimu. Aku akan berulang kali
mencintaimu sebagai kesalahanku, dan aku mengharapkanmu juga seperti itu padaku.
Pada akhirnya, kau menegaskan garis batas dimana kita seharusnya berdiri. Perang tidak
akan pernah mudah bahkan untuk kita berdua.

Semoga bukan dirimu yang kulihat untuk terakhir kalinya di medan perang. Aku akan
mencintaimu dan akan selalu.

Dari perempuan, yang kuharap masih bisa kau panggil ‘kekasihmu’

Fatih: “Kupikir dia tidak akan memutuskan ikut perang”


Darwish: “Baiklah kalau dia sudah memutuskan seperti itu”
Zayn: “Bagaimana jika dia..”
Darwish: “Dia tidak selemah itu. Bisa jadi kau yang kalah saat berhadapan dengannya”
Zayn: “Aku tidak meremehkan dia”
Malik: “Bagaimana jika kau sendiri yang berhadapan dengan dia?”
Zayn: “Tidak ada 2 raja dalam satu kerajaan. Salah satu dari kalian harus tunduk”
Darwish: “Negaraku tidak boleh tunduk pada negara sialan itu”
Fatih: “Maka kau harus membunuhnya, kalau kau tidak membunuhnya, maka dia yang akan
membunuhmu”
Malik: “Kau tahu Darwish, aku bangga dengan semangatmu untuk negara kita, tapi jika
negara kita kalah, maka semuanya sia-sia”
Darwish: “Mati di medan perang dan di jalan Allah itu terhitung mati syahid”
Fatih: “Tapi jika kau terbunuh karena mengalah dengan cintamu, sama saja negara kita
sudah kalah”
Darwish: “Tidak akan ada yang terbunuh dari 2 raja itu. Dan aku juga tidak akan mengalah”
(Ketiga temannya terdiam)
Darwish: “ayo kita makan dulu aku lapar”
(Mereka keluar frame)

Section 4
Peperangan pecah antara Israel dan Palestina. Semua rakyat Palestina berusaha berdiri
untuk negara mereka.

Pi¹: “Habisi mereka!”


Pi²: “Habisi semua yang terlihat didepan mata kalian!”
Rp¹: “Jangan lemah! Allah bersama kita!”
Rp²: “kita tidak boleh mundur, ini tanah air kita!”
Rp³: “pertahankan rumah kita!”
Rp⁴: “Allahu akbar! Allah bersama kita!”

Satu persatu rakyat Palestina berguguran, di saat tentara Israel menghabisi rakyat Palestina
yang melawan dengan beringas, Yiesra dan Darwish bertemu dan saling berhadapan sambil
mengacungkan senjata ke depan.
Yiesra: “Aku tidak menyangka, akhirnya kita bertemu lagi dalam keadaan seperti ini”
Darwish: “Kebetulan yang mengejutkan”
Yiesra: “Jadi kau akan mengalah?”
Darwish: “Kenapa aku harus mengalah?”
Yiesra: “Maka kau harus menembak ku”
(Darwish terdiam sejenak)
Darwish: “Kenapa bukan kamu dulu yang menembakku?”
Yiesra: “Aku akan melakukannya” (Yiesra menggertakkan giginya)
Darwish: “Silahkan, aku menunggu”
Yiesra: “Sialan kau Darwish!” (Yiesra mulai menangis)
Darwish: “Jangan menangis, Yiesra. Kau akan meleset menembakku jika sambil menangis”
Yiesra: “Kita..” (Yiesra menahan tangisnya dan kembali menggertakkan giginya) “Kita saling
berhadapan untuk negara kita masing-masing. Aku tidak sekejam ayahku, akan lebih adil
jika kita saling menembak.”
Darwish: “Aku khawatir tidak akan bisa menembakmu”
Yiesra: “Sesuai dugaan” (Yiesra terkekeh) “Palestina selalu lemah!”
Darwish: “Negara ku tidak selemah itu!” (Darwish menggeram)
Yiesra: “Tidak bisa menembakku bukankah itu artinya kau sama lemahnya seperti rakyat
Palestina yang lain?”
(Darwish segera menodongkan senjatanya ke arah Yiesra dan sebagai gerak reflek, Yiesra
ijut menodongkan senjatanya ke arah Darwish)

Darwish: “Dan inilah akhirnya, Sial.” (Terkekeh) “Aku merasa tanah airku diduduki lagi”

Keduanya dalam ancang-ancang menembak. Darwish menargetkan titik mendarat


pelurunya, begitu juga Yiesra. Dalam sepersekian detik / detik yang sama, keduanya saling
menembak. Terdengar desingan peluru meluncur menuju target. Suara tembakan itu
mengejutkan keduanya. Yiesra bisa merasakan peluru Darwish melewatinya, menggesek
sedikit telinganya. Sementara peluru Yiesra mendarat tepat di jantung Darwish. Dengan
cepat baju Darwish yang sudah kotor menjadi basah. Tepat di bagian dada sebelah kanan,
warna merah itu merembes membasahi bajunya. Dan ini adalah akhir, dari kisah cinta itu.
Mereka terpaksa diikat oleh peperangan antar negara yang sama-sama merasa berhak atas
Berhektar-hektar tanah milik Allah.

(Darwish tumbang, Yiesra yang terkejut segera jatuh terduduk dan menangis tergugu)

Anda mungkin juga menyukai