2
2
Drisa.
Sungguh ia tak pernah berpikir mempermalukan seseorang. Pikirnya karena di sana ada nama
Aswin—dan kebetulan ia berteman dengan Aswin—jadi Sarkara memperlihatkannya. Lalu
Aswin malah bilang Drisana Gauri adalah teman masa kecilnya dulu.
Apa seharusnya Sarkara tidak menyerahkan kertas ini? Tapi Drisa melemparnya. Menurut
Sarkara kalau dia melemparnya ya berarti dia mau seseorang mengantarkan pesan tersebut
atau, ya dia berpikir Aswin akan memungutnya.
Tadi waktu Sarkara bertanya pada perbuatan buruk apa yang Aswin lakukan sampai gadis itu
menulis dia benci dirinya sendiri, Aswin malah kebingungan. Katanya dia dan Drisa dulu
teman baik. Dia mengaku tak pernah menyakitinya dan mereka berpisah setelah lulus TK.
Aswin juga mengaku meskipun dia sudah lupa banyak hal masa kecilnya dengan Drisa,
setidaknya dia cukup ingat mereka berpisah baik-baik.
Sarkara berusaha abai, tapi setiap kali ia termenung, wajah melas Drisa yang menangis
membuatnya kepikiran.
Malam Sarkara tiba di rumah, Arsa, adiknya tengah duduk di ruang tamu bermain
handphone. Sarkara menjatuhkan diri di sofa lain, membuat Arsa menoleh sekilas.
“Makan angin.”
Sarkara berdecak. Selonjoran merilekskan diri ketika kembali ia iangn soal Drisana itu.
Tangannya merogoh saku, mengeluarkan kertas lecek yang sudah mulai robek akibat terlalu
sering diremas.
“Sa.”
“Hem?”
“Lo kenal?”
“Temen gue Opi naksir, Cuma enggak dinotice.”
“Yoi, Aswin.”
“Terus?”
“Kemaren gue nemu ini.” Sarkara menyerahkan kertas Drisa agar Arsa bisa membacanya.
“Tiba-tiba jatoh depan gue, jadi ya gue baca. Nemu namanya Aswin, yaudah gue kasih aja ke
orangnya.”
“Terus?”
“Maksud lo?!”
“Hah?!”
Sarkara tercengang. “Gue kira si Drisana sama Aswin ada masalah. Lagian surat cinta dari
mane disitu dia nulisnya benci diri sendiri.”
“Cewek-cewek jaman sekarang nulis perasaannya tuh kebalikan dari kenyataan. Quotes baper
sekarang kan gini semua juga.”
Tunggu.
Maksudnya dia membenci dirinya karena Aswin adalah sebuah pernyataan cinta? Jadi dia
menangis malu bukan karena ketahuan membenci Aswin melainkan ketahuan suka?
“Jadi gimana?”
“Enggak sudi.”
“Ya gimana lagi.” Sarkara menatap tulisan tangan Drisa sekali lagi. “Udahlah. Aswin juga
salah paham.”
“Awas loh, Kar. Anak ornag bunuh diri, tanggung jawab lo. Saksi gue.”
Sarkara melempar bantal ke wajah adiknya. Tapi diam-diam ia ngeri memikirkan Drisa
menghabiskan malam menangis gara-gara perbuatan bodohnya tadi.
Sial.
Kalau di kertas itu ada tulisan ‘jangan disampaikan’ atau ‘dibuang’ Sarkara akan
melemparnya ke tempat sampah, bukan pada Aswin.
**