Anda di halaman 1dari 10

PEDOMAN PELAYANAN

PRE CONSTRUCTION RISK ASSESMENT(PCRA)

Rumah Sakit Umum Daerah Petanang Lubuk Linggau


Jl. Soekarno Hatta KM 12,5 Kel. Petanang Ilir Kec. Lubuklinggau Utara I Kota Lubuk Linggau
Telepon : (0733) 3287458, Email : rsudpetanang.llg@gmail.com
BAB I
DEFINISI

Pre-Construction Risk Assesment (PCRA) adalah penilaian risiko yang


digunakan untuk menilai perkerjaan konstruksi dan renovasi bangunan.
Kontruksi/pembangunan baru di sebuah rumah sakit dapat berdampak pada setiap
orang di rumah sakit dan pasien dengan kerentanan tubuhnya dapat menderita
dampak terbesar. Kebisingan dan getaran yang terkait dengan kontruksi dapat
mempengaruhi tingkat kenyamanan pasien dan istirahat/tidur pasien dapat pula
terganggu. Debu konstruksi dan bau dapat mengubah kualitas udara yang dapat
menimbulkan ancaman khususnya bagi pasien dengan ganggungan pernapasan.
Proses pembangunan dan renovasi merupakan hal yang tidak terhindarkan dari
operasional rumah sakit.
Adapun proses yang ada pada PCRA renovasi bangunan adalah :
1. Pembangunan
Proses membuat struktur bangunan maupun prasarana yang sebelumnya tidakada
dalam pembangunan rumah sakit menjadi ada.
2. Renovasi
Proses perbaikan suatu struktur bangunan maupun prasarana yang sebelumnya
sudah ada dalam bangunan rumah sakit.
3. Sistem HVAC (Heating Ventilasi, Air Conditioning)/sistem tata udara sistem yang
mengondisikan lingkungan melalui pengendalian suhu, kelembaban, arah
pergerakan udara dan mutu udara.
4. Kelembaban nisbi
Parameter untuk menyatakan banyaknya uap di dalam udara berupa nisbah
antara tekanan uap yang maksimum yang mungkin di capai dalam suhu dan
tekanan udara saat itu.
5. ICRA (Infection Control Risk Assesment)
Proses untuk menentukan potensial terjadinya penularan infeksi yang dapat terjadi
dari udara dan air melalui kontaminasi geologis di fasilitas selama adanya kegiatan
pemeliharaan, pembongkaran atau perbaikan.
Pembangunan dan renovasi bangunan dapat mempertimbangkan :
a. Identifikasi hazard
b. Analisa resiko terkait hazard tersebut
BAB II
RUANG LINGKUP

Risiko dievaluasi dengan melakukan asesmen risiko pra-konstruksi, juga dikenal


sebagai PCRA (Pra-Contruction Risk Assessment). Asesmen risiko pra konstruksi secara
komprehensif dan proaktif digunakan untuk mengevaluasi risiko dan kemudian
mengembangkan rencana agar dapat meminimalkan dampak kontruksi, renovasi atau
penghancuran (demolish) sehingga pelayanan pasien tetap terjaga kualitas dan
keamanannya.
Asesmen Risiko Pra Kontruksi (PCRA) meliputi area-area sebagai berikut:
a) Kualitas udara
b) Pengendalian infeksi --> ICRA
c) Utilitas
d) Kebisingan
e) Getaran
f) Bahan berbahaya
g) Layanan darurat, seperti respon terhadap kode
h) Bahaya lain yang mempengaruhi perawatan, pengobatan, dan layanan.
Selain itu, rumah sakit memastikan bahwa kepatuhan kontraktor dipantau,
ditegakkan, dan didokumentasikan. Sebagai bagian dari penilaian risiko, risiko pasien
infeksi dari konstruksi dievaluasi melalui asesmen risiko pengendalian infeksi yang juga
dikenal sebagai ICRA (infection control risk assessment).
Pelaksanaan tidak lengkap atau tidak efektif dari PCRA dapat meningkatkan biaya
konstruksi untuk rumah sakit dan menempatkan pasien, anggota staf dan pengunjung
beresiko. Maka lebih baik untuk merencanakan kemungkinan apapun dan mengelola
proses dari awal sampai akhir telah diketahui bahwa renovasi, konstruksi, dan beberapa
kegiatan pemeliharaan & perbaikan memiliki potensi untuk mempengaruhi proses
perawatan pasien dalam lingkungan pelayanan.
BAB III

TATA LAKSANA

Langkah awal dari seluruh kegiatan adalah mengidentifikasi elemen penilaian yang
digunakan untuk menilai proses pre construction. Pada akhir proses penilaian risiko akan
menghasilkan rekomendasi mitigasi risiko (RMR). RMR ini akan ditinjau oleh individu atau
pihak yang menyelesaikan pekerjaan dan akan menjadi bagian dari dokumentasi proyek.
Penanggungjawab dari proses ini adalah :
1. Tim Pelaksana
2. Tim Pengawas
3. Tim Perencana
4. Tim Teknis Rumah Sakit
5. Tim PPK Rumah Sakit
6. Komite K3 (RS dan Tim Pelaksana)
7. Komite PPI
8. Instalasi Sanitasi dan Instalasi Pemeliharaan Sarana dan Prasarana
9. Unit Kerja yang terkena dampak proses konstruksi

A. Pelaksanaan Pembangunan atau Renovasi


1. Swakelola
a. Pelaksanaan pembangunan atau renovasi dilakukan sendiri oleh pihak rumah
sakit.
b. Pihak ketiga/vendor
Pelaksanaan pembangunan diserahkan kepada pihak lain diluar (pihak ketiga) tidak
dilakukan oleh rumah sakit.
2. Penanggungjawab proses pembangunan atau renovasi terdiri dari pihak rumah
sakit (Kepala Bagian Umum)
a. Menyusun perencanaan proses pengerjaan, termasuk menyusun gambarteknik
dan anggaran
b. Melakukan analisa dampak terhadap proses pelayanan bersama denganKomite
PPI dan K3RS
c. Melakukan koordinasi dengan pihak terkait (user) selama proses pengerjaan
d. Melakukan pengawasan terhadap pihak kontraktor terutama di bidang aspek
keselamatan
e. Mengawasi proses serah terima dari kontraktor ke user setelah pekerjaan
selesai
f. Melakukan dokumentasi proses konstruksi/ renovasi
3. Pihak kontraktor
a. Berkoordinasi dengan pihak rumah sakit dalam hal merenanakan pengerjaan
sehubungan dengan hasil analisa dampak serta melakukan antisipasi terhadap
kemungkinan dampak tersebut
b. Berkoordinasi dengan pihak rumah sakit sehubungan dengan pengadaan dan
penempatan material yang diperlukan untuk proses konstruksi dan renovasi
yang akan dilakukan.
c. Memastikan bahwa seluruh pekerja dan proses pengerjaan yang terjadi
mengikuti standar keselamatan dan pencegahan serta pengendalian infeksi yang
berlaku di rumah sakit
d. Mengawasi pengerjaan proyek dari hari ke hari
e. Memastikan bahwa proses pengerjaan berlansung sesuai dengan rencana
f. Melakukan koordinasi harian dengan pihak rumah sakit
g. Melakukan penyerahan hasil proyek kepada pihak rumah

B. Identifikasi Perencanaan Pembangunan atau Renovasi


1. Fasilitas yang akan dibangun
Pembangunan atau renovasi di luar gedung atau di dalam gedung dengan
menyebutkan unit atau area.
2. Fasilitas yang akan dibangun
Disebutkan dengan besaran ukuran misalkan m2
3. Material apa yang digunakan, contoh : semen, kayu, batu bata
4. Lama pekerjaan : hari, minggu, bulan atau tahunan
5. Unit terkait dalam pembuatan pembangunan atau renovasi
6. Izin-izin yang terkait dengan pembangunan atau renovasi, contohnya : IMB, izin
penggunaan air tanah dll
7. Hasil koordinasi atau notulen rapat dengan Komite K3 dan Komite PPI
7. Potensi kecelakaan kerja yang kemungkinan terjadi seperti : terjatuh, tertimpa,
terpotong, terlindas dll.

C. Penilaian Resiko Pembangunan atau Renovasi terhadap Pelayanan


Penilaian dampak :
1. Penilaian dampak dilakukan seobjektif mungkin dengan mengumpulkan
informasi sebelum menilai resiko dari suatu aktifitas.
2. Informasi tentang suatu aktifitas (durasi, frekwensi, lokasi dan siapa yang
melakukan)
3. Tindakan pengendalian resiko yang telah ada peralatan atau mesin yang
digunakan untuk melakukan aktifitas.
D. Langkah-langkah PCRA Renovasi/Pembangunan

Langkah 1. Meeting Koordinator Proyek


Adalah melakukan pertemuan dengan seluruh pihak terkait proyek
renovasi/pembangunan. Saat pertemuan ini dibahas mengenai proyek yang akan
dilaksanakan, mulai dari denah proyek, jadwal proyek, pekerja proyek dan jenis
proyek.

Langkah 2. Identifikasi Bahaya dan Penilaian Resiko


Selanjutnya tahap identifikasi bahaya di setiap kegiatan proyek, dari
peletakan batu pertama s/d serah terima hasil pekerjaan. Pada tahap ini diharapkan
kontraktor menyerahkan atau menjelaskan seluruh tahapan proses
pembangunan/renovasi. Kemudian Komite K3 melakukan identifikasi bahaya dan
penilaian resikonya.

Risiko yang sudah teridentifikasi harus ditentukan peringkatnya (grading) dengan


memperhatikan :

1. Tingkat peluang/frekwensi kejadian (likelihood)

TINGKAT RISIKO DESKRIPSI PELUANG/FREKUENSI

1 Sangat jarang/ rate (>5 tahun/kali)

2 Jarang/ unlikely (>2-5 tahun/kali)

3 Sedang (1-2 tahun/kali)

4 Sering/ likely (beberapa kali/tahun)

5 Sangat sering/ almost certain (tiap minggu/bulan)

2. Tingkat dampak yang dapat / sudah ditimbulkan (consequence)

Rating Tingkat Efek Terhadap Efek Terhadap Efek Pada Lingkungan


Konsekuensi Konsekuensi Manusia Perusahaan
5 Fatality Cacat tetap Perusahaan Menimbulkan kerusakan
atau dapat berhenti/tutup lingkungan yang sangat
mengakibatkan atau rugi mulai besar dan luas, bersifat
kematian dari Rp. 1 milyar permanen (berdampak
ke atas jangka panjang dan tidak
bisa direhabilitasi) serta
memberikan dampak
langsung terhadap
masyarakat luas.
4 Berat Epidemic, Menghentikan Menimbulkan kerusakan
Cidera yang proses di lingkungan yang sangat
berakibat hari beberapa/ besar dan luas, terus
hilang dan departemen atau menerus dalam jangka
berakibat cacat rugi kurang dari waktu yang panjang dapat
sebagian Rp. 1 milyar dan direhabilitasi ttapi
mulai dari memerlukan biaya yang
Rp.1.00.000.000 mahal.
3 Sedang Cidera yang Menghentikan Menimbulkan kerusakan
berakibat hari proses di suatu lingkungan yang besar
hilang (lost bagian/ (melebihi nilai baku mutu
time) tanpa departemen atau lingkungan/ ketentuan
berkibat cacat. rugi kurang dari lainnya) dan luas
Rp. 1.00.000.000 (menyebar sampai keluar
dan mulai dari lokasi/tempat kejadian)
Rp.1.000.000 namun tidak bersifat
permanen
2 Ringan Cidera ringan Menghentikan Menimbulkan kerusakan
mendapat P3K proses sebagian lingkungan di wilayah
atau kecil atau rugi setempat yang dapat
perawatan kurang dari Rp. segera ditangani dan
medis dan 1.000.000 dan tidak bersifat permanen
dapat bekerja mulai dari Rp.1
kembali di
waktu shiftnya
1 Nearmiss Hanya Tidak ada Tidak ada polusi yang
memerlukan pengaruh signifikan dan dapat
penanganan diabaikan
P3K

Langkah 3. Analisa Resiko


Analisa dilakukan dengan menentukan score risiko tersebut untuk menentukan
prioritas penanganan dan level manajemen yang harus bertanggungjawab untuk
mengelola/mengendalikan risiko/ tersebut termasuk dalam kategori biru/ hijau/ kuning/
merah.
1. Risiko atau insiden yang sudah dianalisis akan dievaluasi lebih lanjut sesuai skor
dan grading yang di dapat dalam analisis
2. Pemeringkatan memerlukan keterampilan dan pengetahuan yang sesuai, dan
meliputi proses berikut :
a. Menilai secara obyektif beratnya/ dampak/ akibat dan menentukan suatu
skor
b. Menilai secara obyektif kemungkinan/ peluang/ frekuensi suatu peristiwaterjadi
dan menentukan suatu skor
c. Mengalikan dua parameter untuk memberikan skor risiko
3. Penilaian resiko akan dilaksanakan sebagai berikut :
a. Resiko dinilai oleh Komite K3, yang akan mengidentifikasi bahaya, efek yang
mungkin terjadi dan pemeringkatan risiko
b. Risiko dinilai oleh unit/ bagian/ instalasi/ bagian/ instalasi/ bagian/ komite terkait
Setelah resiko ditetapkan, maka kemudian resiko akan dilakukan grading/
pemeringkatan untuk mendapatkan nilai tingkat peluang terjadi dan tingkat
dampaknya. Setelah di dapat, maka akan dikalikan dengan rumus berikut :

SKOR RISIKO = DAMPAK X PELUANG


4. Analisa Resiko
a. Resiko dinilai oleh Komite K3
b. Resiko dinilai oleh unit/ bagian/ instalasi/ bagian/ komite terkait
Setelah mendapatkan skor resiko, maka Komite K3 akan menganalisa resiko
tersebut dengan menggunakan Risk Grading Matriks.
Potencial Concequences
Frekuensi/
Nearmiss Ringan Sedang Berat Fatal
Likelyhood
1 2 3 4 5
Sangat Sering Moderate moderate High
Terjadi (Tiap
Minggu/ bulan)
5
Sering Terjadi Moderate Moderate High
(Beberapa
kali/ tahun)
4
Sedang Low Moderate High
(Sekali dalam
1-2 tahun)
3
Jarang Terjadi Low Low Moderate High
(Terjadi dalam
2-5 tahun
sekali)
2
Sangat Jarang Low Low Moderate High
Terjadi
(Terjadi >5
tahun sekali)
1

Keterangan :
Ekstrem : Harus selalu monitor (setiap akan ada pekerjaan terkait/ setiap hari)
Tinggi : Harus selalu di monitor (seminggu sekali)
Moderat : Secara periodik di monitor (Sebulan sekali) Low :
Sesekali di monitor (Setiap enam bulan sekali)

Langkah 4. Menentukan Jenis Pengendalian Resiko

Setelah resiko sudah teranalisa, maka tahap selanjtunya adalah


menentukan jenis
pengendalian resiko. Menurut Hierarki Pengendalian Bahaya ada lima jenis cara
pengendalian bahaya yaitu :
1. Eliminasi
2. Substitusi
3. Rekayasa
4. Administrasi
5. Alat Pelindung Diri (APD)
Langkah 5. Menentukan penanggungjawab dan tanggal penyelesaian
pengendalian resiko

Penanggungjawab merupakan orang yang ditunjuk untuk melaksanakan


langkah pengendalian resiko dan untuk tanggal penyelesaian adalah waktu yang
ditentukn untuk batas akhir pengerjaan langkah perbaikan sebelum pekerjaan
proyek dilaksanakan.

Langkah 6. Pengesahan PCRA


Pengesahan PCRA dilakukan setelah dokumen PCRA lengkap. Dokumen
PCRA sendiri terdiri dari :
1. Form PCRA
2. Dokumen PCRA
3. Form Inspeksi Proyek
Setelah dokumen tersebut lengkap, kemudian ditandatangani oleh PimpinanProyek,
Ketua Komite K3 dan Direktur Rumah Sakit.
BAB IV
DOKUMENTASI

Pencatatan penilaian kriteria resiko akibat dampak renovasi atau konstruksi


dengan menggunakan metode PCRA dilakukan oleh Instalasi Sarana dan Prasarana
Rumah Sakit (IPSRS) dan Komite Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit
(K3RS) bila terdapat proyek pemeliharaan, perbaikan, pembongkaran, konstruksi
maupun renovasi di rumah sakit.
Pelaporan pemantauan penilaian kriteria resiko akibat dampak renovasi atau
konstruksi dilakukan oleh Komite Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit
(K3RS) bekerja sama dengan Instalasi Sarana dan Prasarana Rumah Sakit (IPSRS) dan
dilaporkan ke Direktur.

Mengetahui dan Menyetujui


Direktur RSUD PETANANG

dr. Christantono Bekti Prasetyo, M.Kes


NIP. 197509272006041005

Anda mungkin juga menyukai