(Pertemuan V)
I. Pengantar
Secara garis besar, dalam setiap kehidupan masyarakat akan selalu terdapat sejumlah
kelompok manusia di dalamnya yang secara historis saling hidup bersama satu sama lain
selama rentang periode tertentu. Sudah menjadi suatu sifat alamiah kita sebagai manusia
untuk hidup bersama dan berdampingan dengan manusia lainnya setiap saat dan kapanpun
itu. Ini merupakan konsekuensi dari hakikat manusia sebagai mahluk sosial yang saling
membutuhkan satu sama lainnya.
Kelompok sosial secara alamiah akan selalu berkembang dari bentuknya maupun
aktivitasnya. Di dalam setiap kelompok sosial sudah pasti terdapat sejumlah anggota atau
individu yang memiliki peranan, tanggung jawab, hak, dan kewajibannya masing-masing.
Dalam realitanya pun, terapat aksi untuk saling pengaruh-mempengaruhi antar orang-orang
yang tergabung dalam kelompok tersebut. Baik antar individu, antar kelompok, maupun antar
individu atau kelompok.
Dalam kaitannya dengan kelompok sosial, sudah pasti di dalamnya terdapat semacam
nilai-nilai, pola perilaku, kebiasaan, adat, yang timbul seiring dengan perkembangan interaksi
sosial yang terjadi di dalam kelompok sosial tersebut. Seiring berjalannya waktu maka aspek-
aspek tersebut menjadi mengikat pihak-pihak di dalamnya dan akhirnya berubah menjadi
pandangan hidup atau budaya. Dalam sosiologi fenomena tersebut disa dikatakan sebagai
melembaga dan membudaya. Konsekuensinya, manakala melanggar budaya yang sudah
dilembagakan atau dibuat serta dianggap mengikat tersebut dilanggar oleh individu atau
kelompok di dialm kelompok sisoal itu, maka itu akan dianggap sebagai suatu perbuatan
menyimpang atau tidak sesuai dengan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat kelompok
sosial tersebut. Umumnya dalam rangka untuk membuat nilai-nilai tersebut yang sudah
membudaya mengikat, dibuatlah seperangkat kaidah/norma baik secara tertulis maupun tidak.
Nmaun umumnya, apalagi kalau dalam konteks negara, maka supaya kekuatan mengikatnya
lebih kuat dibuatlah aturan hukum tertulis.
Secara garis besar setiap lapisan masyarakat di dunia ini mempunyai ciri khas dalam
hal aspek sosial dan budaya tersendiri. Istilah sosial dan budaya ini muncul karena antara
aspek sosial maupun budaya saling berkaitan satu sama lain dan sulit dipisahkan. Sehingga
banyak orang menyebut istilah sosial budaya dalam kehidupan sehari-hari. Sebagaimana
yang telah dijelaskan pada modul atau pertemuan sebelumnya, maka budaya merupakan salah
satu aspek yang membentuk masayarakat itu sendiri. Artinya secara garis besar melaui proses
interaksi sosial yang terjadi dalam masyarakat, maka lambat laun budaya pun akan semakin
Nampak dan akhirnya terbentuk di masyarakat itu. Sehingga ketika budaya itu sudah
terbentuk, maka secara tak langsung hal itu akan menjadi suatu unsure dalam masyarakat
yang mempunyai kekuatan hukum mengikat. Dengan kata lain melalui proses interaksi sosial
yang terjadi, terjadi perubahan unsure sosial berupa perilaku dan hubungannya dengan
anggota masyarakat lainnya. Kemudian juga lambat laun berdampak pada aspek budaya dan
adat istiadat yang dianggap sebagai suatu nilai atau pandangan hidup tersendiri bagi
masyarakat bersangkutan. Di sinilah terjadi suatu proses yang disebut perubahan sosial
budaya.
Socio Cultural Change atau perubahan sosial budaya ialah perubahan yang terjadi
pada unsur-unsur sosial dan unsur-unsur budaya dalam kehidupan masyarakat yang bertujuan
untuk merubah tatanan/struktur masyarakat ke arah yang bersifat konstruktif atau destruktif.
Adanya perubahan sosial budaya ini tentu memiliki dampak yang sangat signifikan terhadap
proses pembangunan nasional dalam suatu negara, khususnya termasuk di Indonesia. Dalam
kaitannya dengan hal itu, maka tentu diperlukan peranan dan kontribusi dari seluruh elemen
masyarakat yang ada, termasuk pemerintah, agar proses pembangunan tersebut dapat berjalan
sesuai dengan konstitusi dan dasar negara yang ada. Dalam konteks Indonesia, artinya
bagaimana hal itu dapat sesuai dengan nilai dan esensi yang terkandung dalam Pancasila dan
UUD 1945.
Dalam kaitannya dengan penjelasan di atas, tentu masalah perubahan sosial budaya
diakibatkan melalui adanya program dan proses pembangunan nasional yang dilakukan suatu
negara. Melalui proses pembangunan nasional ini pula yang menimbulkan terjadinya
hubungan sekaligus hak serta kewajiban antara negara dengan warga negara. Karena dalam
hal ini terjadi hubungan timbal balik atau kontribusi baik dari pihak Negara/pemerintah
maupun warga Negara dalam mengisi proses pembangunan nasional tersebut sesuai bidang
keahlian serta tanggung jawab masing-masing yang dimanifestasikan dengan timbulnya hak
serta kewajiban sebagaimana yang dimaksud sebelumnya. Termasuk dalam hal ini juga
terjadi dalam konteks bangsa dan negara Indonesia. Artinya melalui pembangunan tersebut,
masyarakat, termasuk pemerintah, akan merasakan adanya perubahan dalam seluruh aspek
kehidupan yang meliputi aspek politik, ekonomi, dan budaya. Karena kesemuanya ini juga
merupakan bagian dari fenomena sosial kemasyarakatan. Terkait hal itu, maka sudah menjadi
kewajiban kita sebagai WNI untuk turut serta membantu atau berkontribusi dalam proses
pembangunan nasional NKRI sesuai keahlian yang kita miliki masing-masing demi
tercapainya tujuan dan cita-cita nasional.
III. Hak dan Kewajiban Warga Negara di Indonesia
Hak dan Kewajiban seluruh masyarakat indonesia secara normative dan praktek dapat
dibarakan sebagai berikut :1
Hak dan Kewajiban warga negara terkait masalah aspek kehidupan nasional
sebagaimana disebutkan di atas dapat dijabarkan sebagai berikut :
1. Hak :
a. Hak di Bidang Politik
b. Hak di Bidang Ekonomi
c. Hak di Bidang Sosial
2. Kewajiban :
a. Kewajiban Bela Negara
b. Kewajiban Bayar Pajak
c. Kewajiban Patuh Hukum dan Penguasa
1
Tim Dosen Kewarganegaraan, Pendidikan Kewarganegaraan, Teaching Learning Office, Universitas
Widyatama, 2010, hlm., 30-32
IV. Pemberdayaan Masyarakat Terkait Penyelenggaraan dan Perlindungan HAM
Penegakkan dan perlindungan HAM tentunya memerlukan kualitas SDM yang kuat
dan kompeten. Dalam kaitannya dengan hal itu perlu adanya pemberdayaan masyarakat. Hal
itu dapat dijabarkan sebagai berikut :
2
Franz Magnis-Suseno, Etika Politik : Prinsip-Prinsip Moral Dasar Kenegaraan Modern, PT GRAMEDIA,
Jakarta, 1987, hlm., 332
“Mengusahakan keadilan sosial dengan demikian berarti mengubah atau seperlunya
membongkar struktur-struktur ekonomis, politis, sosial, budaya, dan ideologis yang
menyebabkan segolongan orang tidak dapat memperoleh apa yang menjadi hak mereka atau
tidak mendapat bagian wajar dari harta kekayaan dan hasil pekerjaan masyarakat secara
keseluruhan.”3
Dari penjelasan di atas, jelas bahwa masalah keadilan sosial ini dalam konteks HAM
tentunya merupakan unsur yang sangat penting dalam proses penyelenggaraan kehidupan
berbangsa dan bernegara, khususnya Indonesia yang dilandasi Pancasila. Implementasi hal itu
tentu memerlukan kebijaksanaan dan pendekatan dari berbagai sisi atau sudut pandang agar
sesuai dengan apa yang menjadi cita-cita nasional dan tujuan nasional NKRI. Penerapan
HAM Pancasila ini, tentunya sebagaimana dijelaskan di atas, perlu diarahkan sedemikian
rupa sehingga dapat bersinergi dengan konsepsi keadilan sosial sebagaimana dimaksud dalam
rangka membentuk tatanan masyarakat yang ideal sesuai konstitusi UUD 1945.
Problematika HAM tentu sangat berkaitan erat dengan konsep moral. Artinya jika
berbicara moral di sini berarti kita membahas mengenai ukuran baik buruknya akan suatu
tindakan yang dilakukan individu atau kelompok. Dalam kaitannya dengan hal tersebut, jika
masalah itu dilihat dari perspektif khususnya persoalan kebijakan luar negeri RI, sebetulnya
masalah HAM yang berupa konep moral tersebut, tentu membawa dampak yang tidak kalah
pentingnya dalam membawa dan mempertahankan status RI sebagai suatu negara di pentas
dunia. Dalam hal ini, istlah yang sering digunakan ialah ‘nationale morale‘. Istilah tersebut
dapat dijelaskan sebagai berikut :
“While national morale is subjected to its ultimate test in war, it is important hwnever
a nation’s power is brought to bear on an international problem. It is important partly
because national morale influences the determination with which the government pursues its
foreign policy. Any segment of the population which feels itself permanently deprived of its
rights and of full participation in the life of the nation will tend to have a lower national
morale, to be less patriotic than those who do not suffer from such abilities.”4
Apa yang dijelaskan di atas jelas bahwa persoalan nilai, etika, maupun juga moral
pada khususnya tidak hanya berlaku secara domestik, namun juga dalam konteks hubungan
negara bersangkutan dengan Negara-negara lainnya di dunia dalam interaksi global.
3
Ibid., hlm. 332-333
4
Hans J. Morgenthau, Politics Among Nations : The Struggle For Power and Peace, Third Edition, Alfred A.
Knopf, New York, 1961, hlm., 135-136
VI. Ruang Lingkup Pembangunan Berdasarkan Konstitusi dan Dasar Negara NKRI
Secara garis besar, Peningkatan kuantitas dan kualitas elemen/unsur dalam kehidupan
masyarakat demi mencapai tatanan kehidupan sosial yang lebih baik secara
menyeluruh/common interest for mankind.
Tujuan pembangunan nasional pada dasarnya ialah dalam rangka menuju ke arah
perubahan yang lebih baik serta terarah berdasarkan rencana baik jangka pendek maupun
jangka panjang yang sudah terukur dan terencana secara baik dan sistematis. Dalam
kaitannya dnegan hal itu, ada 3 hal yang patut diperhatikan, yaitu :
Berdasarkan penjelasan di atas, agar dapat lebih mudah memahami esensi yang terkadung
sebagaimana dimaksud, maka ada baiknya jika dijabarkan melalui skema sebagai berikut :
Pembangunan
Pembangunan Nilai-Nilai Berdasarkan
Nasional Pancasila Hakikat Manusia
MonoPluralis
Pembangunan Pembangunan
Membangun
Diwujudkan dalam Meliputi
Manusia
Sosial, Politi, Jiwa/raga,
Indonesia
Hukum, Budaya, pribadi/sosial,
Seutuhnya
IPTEK dan rohani
V. Implementasi Pembangunan Nasional NKRI di Berbagai Bidang Sosial
1. Bidang Ekonomi :
a. Otonomi Daerah Sebagai Upaya Pembangunan Daerah Yang Seimbang
b. Stabilitas dan Pengelolaan Ekonomi Dalam Mencapai Kesejahteraan Sosial
2. Bidang HAM :
a. Amandemen UUD 1945
b. Pelaksanaan Jaminan dan Perlindungan HAM Secara Konsisten &
Konstitusional
3. Bidang Budaya :
a. Mewujudkan Manusia Indonesia Yang Adil, Berbudaya, dan Beradab
b. Tercapainya Persatuan Indonesia Sesuai Nilai Sosial dan Budaya Bangsa
4. Bidang Politik :
a. Pengembangan Sistem Politik Demokratis
b. Mewujudkan Negara Hukum Demokratis Modern dan Masyarakat Madani
c. Kedaulatan Rakyat, Partisipasi, Akuntabilitas, Equality
5. Bidang IPTEK :
a. Pengembangan IPTEK Demi Kesejahteraan Sosial
b. Pengembangan IPTEK Demi Persatuan Bangsa dan Negara
Penerapan nilai dan esensi pembangunan nasional sesuai cita-cita dan tujuan nasional
NKRI ini juga memiliki peranan penting terutama di dunia kampus. Karena kampus sebagai
suat civitas academica, dinilai sebagai suatu moral force serta gerakan perubahan terutama
bagi generasi muda dan penerung perjuangan bangsa dalam membantu mewujudkan
kehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih baik dan optimal. Hal ini tercermin dengan
berbagai kegiatan dan aktivitas mahasiswa baik di dalam maupun di luar kampus. Adanya
kegiatan organisasi, himpunan, serta relasi dengan LSM merupakan gambaran betapa
pentingnya gerakan mahasiswa atau dunia kampus dalam membantu meningkatkan
pembangunan nasional bangsa dan negara.
Salah satu bentuk partisipasi yang dapat dilakukan masyarakat ialah misal partisipasi
di bidang politik. Partisipasi Politik ialah fenomena sosial berupa individu atau sekelompok
manusia dalam masyarakat suatu negara yang terlibat dalam serangkaian kegiatan politik di
negara bersangkutan sebagai upaya membantu membangun tatanan sosial dan politik
masyarakat yang lebih baik dan secara berkelanjutan (sustainable development).
a. Kegiatan Organisasi
Dalam kaitannya dengan bentuk perilaku dan partisipasi politik yang dilakukan
masyarakat melalui PEMILU atau sebagai kader anggota partai politik, maka manusia
sebagai anggota masyarakat baik sebagai kelompok maupun individu harus dilihat dalam
konsep dimensi politis yang melekat padanya.
Secara garis besar, dimensi politis mempunyai dua sisi fundamental yang saling
melengkapi, sesuai dengan dua kemampuan fundamental manusia. Manusia ialah mahluk
yang tahu dan memiliki keinginan, yang di satu pihak juga memerlukan orientasi, kemudian
di lain pihak melalui orientasi itu mengambil keputusan berupa tindakan. Dua kemampuan
fundamental manusia ialah pengertian serta niat untuk bersikap. Struktur ganda itu,
mengetahui dan berkeinginan, dapat diamati dalam semua bidang kehidupan manusia. Hal ini
sebetulnya menitikberatkan dimensi masyarakat sebagai keseluruhan. Jadi yang merupakan
cirri khas pendekatan yang disebut politis ialah bahwa pendekatan itu terjadi dalam kerangka
acuan yang berorientasi pada masyarakat keseluruhan.5
5
Ibid., hlm., 19-20
mendirikan UMKM, tapi setidaknya dalam pola piker masyarakat harus mulai ditumbuhkan
jiwa-jiwa entrepreneurship. Hal tersebut akan turut membantu jua meningkatkan kualitas
SDM kita sebagai WNI. Karena melalui penanaman jiwa sebagai enteurprener ini maka kita
akan mampu membuka lapangan pekerjaan pada tahap tertentu di karir professional kita. Itu
nantinya akan membantu mempercepat pertumbuhan ekonomi melalui penambahan jumlah
lapangan pekerjaan.
VIII. Kesimpulan
1. Tujuan pembangunan nasional pada dasarnya ialah dalam rangka menuju ke arah
perubahan yang lebih baik serta terarah berdasarkan rencana baik jangka pendek
maupun jangka panjang yang sudah terukur dan terencana secara baik dan
sistematis. Dalam kaitannya dnegan hal itu, ada 3 hal yang patut diperhatikan,
yaitu :
B. Bidang HAM :
i. Amandemen UUD 1945
ii. Pelaksanaan Jaminan dan Perlindungan HAM Secara Konsisten &
Konstitusional
C. Bidang Budaya :
i. Mewujudkan Manusia Indonesia Yang Adil, Berbudaya, dan Beradab
ii. Tercapainya Persatuan Indonesia Sesuai Nilai Sosial dan Budaya Bangsa
D. Bidang Politik :
i. Pengembangan Sistem Politik Demokratis
ii. Mewujudkan Negara Hukum Demokratis Modern dan Masyarakat Madani
iii. Kedaulatan Rakyat, Partisipasi, Akuntabilitas, Equality
E. Bidang IPTEK :
i. Pengembangan IPTEK Demi Kesejahteraan Sosial
ii. Pengembangan IPTEK Demi Persatuan Bangsa dan Negara
Hans J. Morgenthau, Politics Among Nations : The Struggle For Power and Peace, Third
Edition, Alfred A. Knopf, New York, 1961