Anda di halaman 1dari 29

Bab II.

Sistem Jaringan Transportasi

BAB II
SISTEM JARINGAN TRANSPORTASI

2.1 Umum
Transportasi merupakan bagian yang sangat penting dalam menunjang
aktivitas hidup dan kehidupan dalam kegiatan sosial ekonomi, berbudaya
dan peran politik secara spesifik terselenggaranya proses transportasi sisi
kemudahan (accessibility) dan kecepatan bergerak (mobilitas) dari suatu
tempat ke tempat lain.
Sistem transportasi, seperti yang telah diuraikan sebelumnya bahwa
sistem ini bekerja atas dasar keterikatan dan keterkaitan antara
penumpang, barang, sarana dan prasarana yang berinteraksi dalam
rangka perpindahan orang atau barang yang tercakup dalam suatu
tatanan, baik secara alami maupun buatan.
Perpindahan/pergerakan manusia dan barang diwujudkan sebagai
pergerakan yang dapat berupa penggunaan: jalan, rel atau prasarana –
transportasi lainnya (media), dengan moda seperti: mobil, bus, truk,
kereta, atau kapal atau bentuk angkutan lainnya.
Fungsi utama transportasi adalah untuk menghubungkan manusia dan
tata guna lahan, dimana transportasi mempunyai 2 (dua) macam
kompetisi utilitas (pemenuhan kebutuhan), yakni berupa: utilitas ruang
(tempat) dan utilitas waktu. Sehingga perpindahan/pergerakan manusia
merupakan hal yang penting untuk dipikirkan khususnya di daerah
perkotaan, sedangkan angkutan barang sangat penting untuk menunjang
kehidupan perekonomian.
Sebagai faktor integrasi dan koordinasi pada masyarakat industri,
transportasi terlibat dalam pemindahan barang. Barang mempunyai nilai
rendah jika tidak mempunyai nilai utilitas, yaitu nilai pemenuhan
kebutuhan. Dalam ukuran ekonomi, berarti bahwa tersedianya barang di

Dasar-dasar Rekayasa Transportasi 33


Bab II. Sistem Jaringan Transportasi

tempat tertentu pada waktu tertentu, sesuai dengan kapan dan dimana
barang itu diperlukan. Kondisi yang sama untuk manusia, dimana
transportasi dapat digunakan untuk mencapai suatu tempat dan pada
waktu tertentu sesuai dengan kebutuhan orang tersebut.
Pada prinsipnya transportasi dijalankan melalui dua komponen: ruas
(link) dan simpang (node) atau terminal (angkutan darat, laut dan udara)
dalam suatu tatanan dan pengaturan yang efisien pada suatu sistem
transportasi.
Transportasi sering dilihat sepotong-potong, hingga seolah transportasi
dipersepsikan sebagai angkutan. Padahal sesuai dengan arti dan
fungsinya transportasi harus mementingkan perpindahan orang/barang
dan bukan pergerakan kendaraan.
Perpindahan/pergerakan manusia dan barang dapat terdiri dari satu atau
lebih macam alat angkut yang berbeda media dan modanya atau
merupakan gabungan antara jalan dan kereta, atau jalan dan transportasi
air atau kombinasi lainnya, melalui apa yang disebut sistem jaringan
transportasi yang dikenal dengan istilah Sistem Transportasi yang
Intermoda (STI).
Jalur-jalur transportasi dirancang untuk membentuk suatu jaringan
dengan fungsi pelayanan transportasi secara totalitas, dimana jaringan
merupakan kekuatan sistem transportasi sehingga perlu selalu
dikembangkan. Kebagusan pelayanan perlu diukur dengan ukuran-ukuran
yang jelas dijadikan pedoman pengembangan. Khusus jaringan
transportasi jalan yang meliputi: jaringan jalan, jaringan trayek (rute
pelayanan), jaringan terminal dan jaringan. Jadi pengertian jaringan bukan
sekedar kumpulan trayek/rute.
Guna mengefisienkan pergerakan yang terjadi di dalam jaringan
tersebut, maka sistem jaringan perlu didesain secara terhirarki sesuai
dengan besarnya arus lalu lintas yang melalui jaringan tersebut.

Dasar-dasar Rekayasa Transportasi 34


Bab II. Sistem Jaringan Transportasi

Konsep hirarki ini mengadopsi prinsip: aliran darah dalam tubuh


manusia, yang juga terdapat hirarki dalam mengalirkan darah ke seluruh
titik yang ada di dalam tubuh manusia.

2.2 Konsep Jaringan


Jaringan merupakan perwujudan dari pelayanan transportasi, dimana
jaringan dan dikembangkan sesuai kebutuhan dan kondisi fisik daerah.
Agar mudah diingat jaringan bisa diarahkan hingga membentuk pola-pola
yang mudah diingat penggunanya.
Pola dasar atau bentuk umum sistem jaringan jalan, terdapat setidaknya
3 (tiga) macam yakni: konsentris (radial), saling silang (grid/rectangular)
dan hexagonal serta beberapa pola pengembangannya dari pola radial
yang memiliki beberapa model kombinasi, seperti yang disajikan pada
Gambar 2.1.

a) Tipe Rectangular b) Tipe Radial (Star and c) Tipe Radial (Star and
Block Circullar)

d) Tipe Radial (Star and Grid) e) Tipe Hexagonal

Gambar 2.1 Beberapa tipe sistem jaringan jalan (sumber: Singh G. Singh J.S.,
1991)

Dasar-dasar Rekayasa Transportasi 35


Bab II. Sistem Jaringan Transportasi

Beberapa prinsip agar fungsi pelayanan transportasi melalui jaringan


dapat berjalan dan efektif, antara lain:
1. Pemahaman pengguna akan jaringan memudahkan mereka
menggunakan/memanfaatkan pelayanan transportasi, sehingga sistem
referensi penting bagi kemudahan pelayanan bagi pengguna.
2. Kekuatan jaringan adalah: handal (memiliki alternative rute),
pendek (melalui lintasan terpendek), luwes (memiliki banyak rute).
Jaringan yang baik memiliki sifat-sifat ini secara kuat.
3. Jaringan kemudian diselenggarakan secara terpadu, dimana masing-
masing rute/jalur saling tergantung dan mempengaruhi satu sama
lain.
4. Beberapa ukuran kekuatan jaringan antara lain: Travel Time (waktu
perjalanan), waktu untuk menempuh ruas sepanjang L atau melalui
rute, acceptable travel time, yakni waktu perjalanan yang diterima
masyarakat. Kecepatan (speed) merupakan kebalikan dari travel
time.
5. Tundaan adalah selisih antara travel time dan acceptable travel time,
dimana Tundaan Total adalah akumulasi tundaan dari semua
kendaraan pada suatu masa tertentu. Satuan tundaan (delay) adalah:
kendaraan - menit, kendaraan -jam.
6. Efisiensi jaringan bisa diukur dengan:
a) Kendaraan - km, untuk suatu volume transport tertentu bisa
dilaksanakan dengan kendaraan-km minimum.
b) Kendaraan - jam, untuk suatu volume transport bisa dilaksanakan
dengan kendaraan-jam minimum.

Pembagian keduanya mengindikasikan kecepatan (travel speed).

Dasar-dasar Rekayasa Transportasi 36


Bab II. Sistem Jaringan Transportasi

2.3 Jaringan Infrastruktur


Jaringan ini menggambarkan infrastruktur yang akan melayani jaringan
transportasi. Jaringan ini merepresentasikan komponen-komponennya,
yakni:
1. Link, yakni jalan, jalan rel, jalur pejalan kaki, sepeda dan lain
sebagainya.
2. Node, yakni titik-titik silang/perpotongan, misal: terminal, interchange,
transfer facilities.

Jaringan harus direncanakan seksama agar meminimalkan investasi


serta dikembangkan untuk selalu bisa mendukung kebutuhan
transportasi.
Pengembangannya lebih mementingkan pada kondisi infrastruktur,
misalnya: pembangunan, pemeliharaan, peningkatan dan sebagainya.
Sistem referensi penting dalam rangka manajemen pengembangan
infrastruktur.

2.4 Jaringan Antarmoda


Jaringan satu moda perlu disatukan dengan moda lain dalam rangka
memperbaiki MUTU PELAYANAN. Dalam perpindahan moda diperlukan
interchange (fasilitas pergantian moda) yang dilengkapi dengan interface
yang harmonis.
Pemaduan moda-moda dilakukan dengan motif agar efisien, agar ada
pilihan, meningkatkan keandalan pelayanan, agar lebih murah.
Diperlukan perencanaan standar pelayanan agar tiap moda yang
berkomplementer bisa saling harmonis. Konsep antarmoda mendorong
perkembangan tiap-tiap moda melalui prinsip saling ketergantungan.

Dasar-dasar Rekayasa Transportasi 37


Bab II. Sistem Jaringan Transportasi

2.5 Pelayanan Yang Mulus


Pelayan transport harus menjamin perjalanan bagi pengguna Asal ke
Tujuan. Kepastian merupakan nilai penting dari transport.
Nilai transport diukur dari: releabilitas, travel time/speed, time and
place of travel, lalu kualitas atas pelayanan.
Mengkoordinasikan pelayanan intramoda maupun antarmoda perlu
selalu diupayakan agar tercipta kesatuan pelayanan.
Perpindahan intra dan antarmoda harus dilakukan berbasis ruang dan
waktu dengan meminimalkan cost yang ditanggung pengguna.

2.6 Integrasi Transportasi


Pelayanan transportasi selalu dikembangkan terus-menerus agar
pelayanannya memuaskan penggunanya baik dalam uang maupun
waktu.
Integrasi bisa meliputi: jadual, waktu operasi, titik transfer, ticket, tarif
hingga pelayanan total.
Integrasi bisa meningkatkan daya tarik serta efisiensi masing-masing
moda, lebih dibanding jika sendiri-sendiri.
Integrasi menciptakan kerjasama antar operator yang mendorong
terciptanya efisiensi operasi yang tinggi.
Integrasi mencegah timbulnya persaingan tak sehat, persaingan moda,
yang keduanya merugikan pengguna.

2.7 Jaringan Jalan


1.1.1 Klasifikasi
Klasifikasi jalan ke dalam sistem operasional, fungsi atau geometri jalan
diperlukan bagi ahli jalan dan orang terlibat dalam masalah jalan untuk
berkomunikasi. Hal ini digunakan untuk disesuaikan dengan
penggunaannya, apakah untuk daerah antarkota atau perkotaan.

Dasar-dasar Rekayasa Transportasi 38


Bab II. Sistem Jaringan Transportasi

Klasifikasi ini bisa dalam tipe perancangan yang didasarkan pada


geometrik jalan yang biasanya digunakan untuk prosedur perancangan
dan penentuan lokasi.
Klasifikasi lainnya juga dihubungkan dengan tujuan tertentu.

1.1.2 Konsep Fungsi Klasifikasi Jalan


1.1.2.1 Hirarki Pergerakan dan Komponen
Sistem perancangan fungsi memberikan suatu seri pergerakan yang
berbeda. Ada 6 (enam) pergerakan, yaitu: pergerakan utama, transisi,
distribusi, koleksi, akses dan terminasi, dimana jenis pergerakan tersebut
ditunjukkan oleh Gambar 2.2.

Gambar 2.2 Hirarki Pergerakan Kendaraan di Jalan (Sumber: AASHTO, 1984

Masing-masing fasilitas direncanakan dengan standar yang tersendiri,


karena masing-masing mempunyai fungsi yang spesifik. Karena hirarki
pergerakan didasarkan pada total volume lalu lintas, maka lalu lintas
jalan bebas hambatan (free way) mempunyai hirarki yang paling tinggi,
disusul dengan jalan Arteri, Kolektor, Lokal dan Jalan Akses.
Yang perlu diperhatikan adalah: bahwa masing-masing jalan dapat
menampung volume dan menjalankan fungsinya, sehingga tidak
menyebabkan terganggunya fungsi jalan yang berada di atasnya.

Dasar-dasar Rekayasa Transportasi 39


Bab II. Sistem Jaringan Transportasi

1.1.2.2 Hubungan Fungsi Klasifikasi Jalan


Klasifikasi jalan yang dibuat sesuai dengan karakter pelayanannya, dan
menunjukkan bahwa masing-masing tidak memberikan pelayanan sendiri-
sendiri, melainkan merupakan suatu rangkaian tugas pelayanan dalam
suatu jaringan jalan.

Gambar 2.3 Jaringan Jalan Arteri, Kolektor dan Lokal (Sumber: AASHTO, 1984)

Gambar 2.4 Ilustrasi Skema Jaringan Jalan Antar Kota (Sumber: AASHTO, 1984)
Jadi, klasifikasi jalan tersebut juga disesuaikan dengan jenis pergerakan:
Gambar 2.3 dan Gambar 2.4, memperlihatkan adanya jalan Arteri,
Kolektor, Lokal dan Akses yang menyatakan fungsi hubungannya.

Dasar-dasar Rekayasa Transportasi 40


Bab II. Sistem Jaringan Transportasi

Gambar 2.5 Skema Jaringan Jalan Perkotaan (Sumber: AASHTO, 1984)

Gambar 2.5. menunjukkan gambaran yang lebih lengkap untuk klasifikasi


jaringan jalan.

Gb. 2.6 Klasifikasi Jalan sesuai Fungsinya sebagai Media Arus Lalu Lintas
dan Pelayanan Daerah (Sumber: AASHTO, 1984)

Dasar-dasar Rekayasa Transportasi 41


Bab II. Sistem Jaringan Transportasi

Gambar 2.6 diilustrasikan dengan skema, dimana untuk daerah perkotaan


ada beberapa pertimbangan yang harus diperhitungkan antara lain: jarak
antar simpang, dan yang lebih penting lagi adalah dalam menentukan
jaringan yang baik dan efisien.

KESIMPULAN
Hirarki pergerakan dan klasifikasi jalan sesuai dengan fungsi
pelayanannya dapat meng-optimal-kan tingkat pelayanan jalan. Oleh
karena itu, peranan jalan/ jaringan jalan, adalah: memberikan akses ke
rumah-rumah dan mobilitas pergerakan.
Akses memang perlu untuk suatu daerah, sedang mobilitas diberikan
untuk berbagai tingkat pelayanan yang diikuti oleh beberapa elemen
kualitatif, seperti misalnya: kenyamanan, kecepatan yang relatif bisa
tetap, tetapi yang mendasar sebetulnya adalah: faktor-faktor:
a. Kecepatan operasional dan
b. Waktu-Tempuh perjalanan

1.1.2.3 Keperluan dan Pengaturan Akses


Secara umum, fungsi jalan dapat digolongkan dalam 2 (dua) kelompok
besar, yakni:
• Traffic Function, sebagai media pergerakan lalu lintas dalam
mengakomodir kepentingan mobilitas.
• Land Function, sebagai tempat keluar masuk (akses) para pengguna
dari fasilitas atau land use (tata guna lahan) yang ada di sekitar ruas
jalan.

Catatan: Kedua peran tersebut saling bertolak belakang.

Dasar-dasar Rekayasa Transportasi 42


Bab II. Sistem Jaringan Transportasi

Gambar 2.7 Sistem Klasifikasi Peran Fungsional Jalan menurut Pergerakan dan
Akses
(Sumber: AASHTO, 1984)

Pada Gambar 2.7 terlihat tentang kedua peran tersebut, oleh karena itu
perlu adanya penyusunan hirarki jalan sesuai dengan proporsi fungsi
ruang jalan dalam mengakomodasi arus lalu lintas dan keperluan akses
dengan lingkungan sekitarnya.

Dasar-dasar Rekayasa Transportasi 43


Bab II. Sistem Jaringan Transportasi

Gambar 2.8 Karakteristik Pergerakan pada Masing-masing Kelas Jalan


(Sumber: AASHTO, 1984)

Dengan demikian pada Gambar 2.8., dapat dilihat 2 (dua) pertimbangan


dalam menentukan fungsi klasifikasi jalan dan jaringan jalan adalah:
akses dan mobilitas.

1.1.2.4 Karakteristik Pergerakan di setiap Kelas Jalan


Klasifikasi jaringan jalan juga sangat ditentukan oleh karakteristik
pergerakan yang menggunakan jaringan jalan tersebut.
Perjalanan jarak jauh/panjang yang sifat pergerakannya memerlukan
kecepatan tinggi perlu dipisahkan dengan perjalanan lokal jarak pendek
yang tipikal penggunanya akan memerlukan kemudahan dan
keselamatan dalam aksesnya ke lingkungan sekitarnya.
Pemisahan fungsi jalan sesuai dengan karakteristik pergerakan yang
menggunakannya diilustrasikan pada Gambar 2.9.

Dasar-dasar Rekayasa Transportasi 44


Bab II. Sistem Jaringan Transportasi

Gambar 2.9 Diagram Keterkaitan Antar Fungsi Jalan dengan Fungsi Kota yang
Dihubungkan (Sumber: PP RI No. 26 tahun 1985 tentang Jalan)

Secara umum berdasarkan beberapa penjelasan sebelumnya, jalan dapat


diklasifikasikan dengan beberapa kriteria berikut, yakni:
a. Akses jalan terhadap pola guna lahan di sekitarnya
b. Karakteristik pergerakan (jarak jauh dan dekat)
c. dan kecepatan operasi yang diperlukan dalam mengakomodir
karakteristik perjalanan yang melewatinya.

Seperti yang disajikan pada Tabel 2.1.

Dasar-dasar Rekayasa Transportasi 45


Bab II. Sistem Jaringan Transportasi

Tabel 2.1 Karakteristik Jalan Sesuai Fungsinya

Dasar-dasar Rekayasa Transportasi 46


Bab II. Sistem Jaringan Transportasi

2.8 Sistem Jaringan Jalan Indonesia


1.1.2.5 Undang Undang Republik Indonesia No. 13 Tahun 1980
Undang Undang Republik Indonesia No. 13 Tahun 1980 menyebutkan
bahwa Jalan adalah: suatu prasarana perhubungan darat dalam bentuk
apapun, meliputi bagian jalan termasuk bangunan pelengkap dan
perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas.
Bangunan pelengkap jalan adalah bangunan yang tidak bisa dipisahkan
dari jalan, antara lain: jembatan, ponton, lintas atas (overpass), lintas
bawah (underpass), tempat parkir, gorong-gorong, tembok penahan,
saluran air dan sebagainya.
Perlengkapan jalan adalah: rambu-rambu, marka jalan, pagar
pengaman lalu lintas, pagar DAMIJA dan lain-lain.

1.1.2.6 Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 1985


Merujuk kepada Undang Undang dan Peraturan Pemerintah tersebut,
maka jalan dapat diklasifikasikan berdasarkan peran dan wewenang
pembinaan-nya.

1.1.2.7 Klasifikasi Berdasar Perannya


Jalan dibagi menjadi:
a. Sistem Jaringan Jalan Primer
- Jalan Arteri Primer
- Jalan Kolektor Primer
- Jalan Lokal Primer

b. Sistem Jaringan Jalan Sekunder


- Jalan Arteri Sekunder
- Jalan Kolektor Sekunder
- Jalan Lokal Sekunder

Dasar-dasar Rekayasa Transportasi 47


Bab II. Sistem Jaringan Transportasi

1.1.2.8 Klasifikasi Berdasar Kewenangan Pembinaannya


Jalan dibagi menjadi:
• Jalan Nasional: Yaitu ruas jalan yang karena tingkat kepentingan
kewenangan pembinaannya berada pada Pemerintah Pusat. Ruas
Jalan yang termasuk ke dalam klasifikasi ini adalah:
- Jalan Arteri Primer
- Jalan Kolektor Primer yang menghubungkan antar ibukota propinsi
- Jalan lain yang memiliki nilai strategis terhadap kepentingan
nasional.
• Jalan Propinsi: Pembinaan kepada pemerintah daerah tingkat I.
termasuk klasifikasi ini adalah:
- Jalan Kolektor Primer, yang menghubungkan ibukota propinsi
dengan ibukota kabupaten/kotamadya.
- Jalan Kolektor Primer, yang menghubungkan antar ibukota
kabupaten/kotamadya.
- Jalan lainnya yang mempunyai nilai strategis ditinjau dari segi
kepentingan propinsi.
• Jalan Kotamadya/Kabupaten: Pembinaan kepada pemerintah
daerah tingkat II termasuk klasifikasi ini adalah:
- Jalan Kolektor Primer, yang tidak termasuk ke dalam baik jalan
nasional maupun jalan propinsi.
- Jalan Lokal Primer, yang menghubungkan antar ibukota
kabupaten/kotamadya.
- Jalan Sekunder, yang tidak masuk dalam jalan nasional dan
propinsi.
- Jalan lainnya yang mempunyai nilai strategis ditinjau dari segi
kepentingan kabupaten atau kotamadya.
- Jalan khusus yaitu jalan yang berdasarkan tingkat kepentingannya
bersifat khusus, maka kewenangan pembinaannya diserahkan
kepada instansi/badan hukum atau perseorangan yang
membangun dan mengelola jalan tersebut.

Dasar-dasar Rekayasa Transportasi 48


Bab II. Sistem Jaringan Transportasi

2.9 Jaringan Jalan Rel


Angkutan jalan rel merupakan salah satu moda angkutan darat yang
cukup efisien, karena kapasitas angkut (per kereta) yang cukup besar
dan pergerakannya yang tidak terganggu oleh arus lalu lintas kendaraan
di jalan raya.
Ada 2 (dua) tipe dasar angkutan jalan rel, yaitu:
• Sistem angkutan jalan rel perkotaan.
• Angkutan jalan rel antarkota.

2.8.1 Tipe Pelayanan Angkutan Jalan Rel


Pelayanan angkutan jalan rel ini diberikan kepada angkutan orang dan
angkutan barang. Kebutuhan angkutan penumpang merupakan fungsi
dari karakteristik pelayanan.
Atribut untuk angkutan penumpang adalah: keselamatan dan
keamanan, kecepatan, reliabilitas, kenyamanan dan biaya yang relatif
rendah, sedang untuk angkutan barang kenyamanan bukanlah menjadi
hal yang utama.
Untuk angkutan penumpang jalan rel ini dalam menentukan rute suatu
pelayanan didasarkan pada beberapa kriteria antara lain:

1. Ukuran pasar, diukur dengan jumlah populasi dari kota-kota yang


dilalui oleh rute dan total lalu lintas angkutan (barang atau jasa)
antara dua kota pada rute tersebut.
2. Karakteristik fisik, diukur dengan kilometer, kecepatan rata-rata
kereta yang ditetapkan, waktu tempuh perjalanan, dan lalu lintas
barangnya.
3. Arus penumpang, diukur dengan penumpang kilometer pertahun,
penumpang kilometer per kereta kilometer, dan jumlah kereta per
minggu.

Dasar-dasar Rekayasa Transportasi 49


Bab II. Sistem Jaringan Transportasi

Pelayanan angkutan kereta ini dapat dibagi menjadi angkutan kereta


antarkota dan angkutan kereta perkotaan.

Untuk angkutan penumpang perkotaan dikenal berbagai macam sistem


angkutan jalan rel perkotaan seperti:
• Rapid Rail Transit (RRT)
• Light Rail Transit (LRT)
• Personal Rail Transit (PRT) serta beberapa teknologi baru, misalnya
monorel dan aeronaovel.

RRT merupakan sistem dengan ROW (right of way) tersendiri dan


mempunyai teknologi yang cukup modern, LRT merupakan sistem yang
ROW-nya bisa dimiliki sendiri atau bersama dengan moda lainnya,
sedangkan PRT adalah sistem yang beroperasi pada jalur khususnya,
otomatis dan demand responsive. Jadi kereta ini bergerak bila ada
penumpang yang perlu.
Jalan rel ini dapat dibagi menjadi jalan umum dan jalan khusus.
Jalan rel pribadi (khusus), adalah jalan rel yang digunakan dan dipunyai
oleh badan tertentu, seperti: pabrik gula, pertambangan misalnya dan
jalan rel ini khusus melayani keperluan angkutan di pabrik gula atau
pertambangan itu sendiri.
Jalan rel umum, adalah jalan rel yang digunakan kereta untuk umum.

Dasar-dasar Rekayasa Transportasi 50


Bab II. Sistem Jaringan Transportasi

Gambar 2.10 Jaringan Jalan Rel Dalam Kota (JCTA, 1998)

Dasar-dasar Rekayasa Transportasi 51


Bab II. Sistem Jaringan Transportasi

Gambar 2.11 Jaringan Jalan Rel Antar Kota (JCTA, 1998)

Dasar-dasar Rekayasa Transportasi 52


Bab II. Sistem Jaringan Transportasi

2.8.2 Tipe Stasiun Kereta


Stasiun kereta secara umum mempunyai fungsi untuk memberikan
pelayanan dan pertukaran gerbong kereta dan biasanya mempunyai
beberapa fasilitas pelayanan untuk angkutan umum maupun pribadi.
Selain tugas di atas, stasiun kereta juga merupakan tempat bagi
penumpang atau barang untuk bertukar kereta atau moda, jadi sebagai
tempat bertukar angkutan.
Stasiun kereta yang kecil tidak selalu mempunyai fasilitas untuk
memutar lokomotif, ataupun untuk pertukaran gerbong.
Stasiun kota, yaitu tempat untuk berhenti kereta di suatu kota untuk
pelayanan naik-turun penumpang/barang saja, tidak mempunyai fasilitas
lainnya seperti untuk pertukaran gerbong dan sebagainya.
Dengan demikian maka stasiun kereta dapat berupa stasiun kereta yang
melayani angkutan kereta perkotaan dan angkutan antarkota
sekaligus.

2.8.3 Jaringan Jalan Rel


Jaringan jalan rel dapat dibagi menjadi jaringan jalan rel antar kota dan
jaringan jalan rel dalam kota.
Jaringan jalan rel dalam kota, terdiri dari link dan node, dimana node
merupakan stasiun kota yang termasuk dalam jaringan tersebut.
Jaringan jalan rel antarkota, juga terdiri dari link dan node adalah stasiun
kereta sebagai suatu terminal kereta pada suatu kota.

Gambar 2.10 dan Gambar 2.11 di atas menunjukkan contoh jaringan


jalan rel tersebut.

Dasar-dasar Rekayasa Transportasi 53


Bab II. Sistem Jaringan Transportasi

2.10 Jaringan Transportasi Udara


1.1.3 Umum
Transportasi udara umumnya dibagi ke dalam 3 golongan yakni:
• angkutan udara
• penerbangan umum, dan
• penerbangan untuk militer
Penggolongan lain, juga sering dilakukan yaitu penerbangan untuk:
swasta, militer dan umum.
Kategori penerbangan swasta dan umum selain penerbangan terjadwal
yang dilakukan perusahaan penerbangan (airlines), meliputi juga
penerbangan pribadi dan yang digunakan oleh industri swasta dan
komersial untuk mengirimkan barang ataupun alat-alat produksi.
Dalam kategori penerbangan umum juga termasuk kegiatan penerbangan
yang sifatnya non transport, misalnya untuk keperluan inspeksi
pertambangan, penelitian, pemadam kebakaran, dan lain-lain.

1.1.4 Aktivitas Bandara


Bandara (Bandar Udara) merupakan suatu fasilitas sebagai perantara
(interface) antara transportasi udara dan transportasi darat, yang secara
umum fungsinya sama dengan terminal, yakni sebagai:
• tempat pelayanan bagi keberangkatan/kedatangan pesawat,
• untuk bongkar/muat barang atau naik/turun penumpang,
• tempat pemindahan (interchange) antarmoda udara dengan moda
transportasi yang sama (transit) atau dengan moda yang lainnya,
• tempat klasifikasi barang/penumpang menurut jenis, tujuan
perjalanan, dan lain-lain,
• tempat untuk penyimpanan barang (storage) selama proses
pengurusan dokumen,
• sebagai tempat untuk pengisian bahan bakar, perawatan, dan
pemeriksaan kondisi pesawat sebelum dinyatakan layak untuk terbang.

Dasar-dasar Rekayasa Transportasi 54


Bab II. Sistem Jaringan Transportasi

Proses beberapa kegiatan yang ada di dalam bandara baik untuk


perjalanan penumpang, maupun barang, seperti yang disajikan pada
Gambar 2.12.

Gambar 1.12 Aktivitas di Bandara (Sumber: Paquette, 1972)

Dasar-dasar Rekayasa Transportasi 55


Bab II. Sistem Jaringan Transportasi

1.1.5 Tipe Bandara


Secara umum Bandara dapat digolongkan dalam beberapa tipe menurut
kriteria-kriteria yang disesuaikan dengan keperluan penggolongannya,
antara lain:
• Berdasarkan karakteristik fisiknya, bandara dapat digolongkan
menjadi: sea plane base, helipad, stol port (jarak take-off dan
landing yang pendek), dan bandara konvensional.
• Berdasarkan pengelolaan dan penggunaannya, bandara dapat
digolongkan menjadi dua, yakni bandara umum yang dikelola
pemerintah untuk penggunaan secara umum maupun militan atau
bandara swasta/pribadi yang dikelola/digunakan untuk kepentingan
pribadi/perusahaan swasta tertentu.
• Berdasarkan aktivitas rutinnya, bandara dapat digolongkan menurut
jenis pesawat terbang yang beroperasi (enplanement) serta menurut
karakteristik operasinya (operation).
• Berdasar fasilitas yang tersedia, bandara dapat dikategorikan menurut
jumlah runway yang tersedia alat navigasi yang tersedia, kapasitas
hanggar dan lain sebagainya.
• Berdasarkan tipe perjalanan yang dilayani, bandara dapat
digolongkan menjadi bandara internasional bandara domestik dan
gabungan internasional/domestik.

Di Indonesia, klasifikasi bandara sesuai dengan Keputusan Menteri


Perhubungan No. 36 Tahun 1993 didasarkan pada beberapa kriteria
berikut ini:
• Komponen jasa angkutan udara.
• Komponen pelayanan keselamatan dan keamanan penerbangan.
• Komponen daya tambang bandara (landasan pacu dan tempat parkir
pesawat).
• Komponen fasilitas keselamatan penerbangan (fasilitas elektronika
dan listrik yang menunjang operasi fasilitas keselamtan penerbangan).

Dasar-dasar Rekayasa Transportasi 56


Bab II. Sistem Jaringan Transportasi

• Komponen status dan fungsi bandara dalam konteks keterkaitannya


dengan lingkungan sekitarnya.

Dasar-dasar Rekayasa Transportasi 57


Bab II. Sistem Jaringan Transportasi

Gambar 2.13 Jaringan Penerbangan Dalam Negeri (Sumber: GIA website)

Dasar-dasar Rekayasa Transportasi 58


Bab II. Sistem Jaringan Transportasi

1.1.6 Jaringan Lalu Lintas Udara


Jaringan ini secara umum merupakan kumpulan dan rute-rute
penerbangan umum yang merangkum beberapa rute pelayanan
penerbangan (berjadwal tetap). Penetapan jaringan lalu lintas udara ini
penting untuk menetapkan beban baik bagi bandara dan jalur
penerbangan udara bagi penerbangan.
Jaringan lalu lintas udara dalam negeri terdiri dari rute-rute penerbangan
domestik yang dilayani oleh perusahaan penerbangan dalam negeri.
Sedangkan jaringan lalu lintas penerbangan internasional terdiri dari rute-
rute penerbangan antarnegara yang dilayani oleh berbagai maskapai
penerbangan.
Gambar 2.13 dan Gambar 2.14 di atas menyajikan contoh jaringan
penerbangan dalam negeri dan penerbangan internasional.

2.11 Jaringan Transportasi Air


1.1.7 Umum
Transportasi air merupakan sistem transportasi tertua di dunia,baik yang
jalurnya di sungai, laut, maupun di jalur buatan. Keuntungan dari
transportasi air ini terletak pada efisiensi-nya dilihat dari segi
penggunaan, energi relatif terhadap daya angkut-nya, sehingga dapat
dikatakan sistem transportasi air merupakan transportasi termurah, jika
dibandingkan dengan sistem yang lain. Kerugiannya, sarana transportasi
air tidak mampu bergerak dalam kecepatan tinggi, sehingga umumnya
transportasi air digunakan untuk transportasi barang.
Guna memperlancar arus lalu lintas barang antar daerah dan penyediaan
sarana angkutan laut, maka lalu lintas air dilakukan sesuai dengan jalur
atau rute yang ditetapkan menurut tipe pelayarannya.

1.1.8 Tipe Pelabuhan


Tipe pelabuhan digolongkan menurut beberapa kriteria sesuai dengan
tujuan penggolongannya, antara lain:

Dasar-dasar Rekayasa Transportasi 59


Bab II. Sistem Jaringan Transportasi

• Berdasar jenis lalu lintas perjalanan yang dilayani pelabuhan secara


terhirarki digolongkan sebagai pelabuhan samudera (gate way port),
pelabuhan pengumpul (collector port), pelabuhan antarpulau (inland
port), dan pelabuhan perintis (feeder port).
• Penggolongan ini juga terkait dengan tipe dan ukuran kapal yang
dilayani.
• Berdasarkan letak dan jenis perairan yang dilayari, pelabuhan dapat
digolongkan menjadi pelabuhan sungai, pelabuhan danau, pelabuhan
laut, dan pelabuhan samudera.

1.1.9 Jaringan Jalur Angkutan Air


Jaringan jalur angkutan laut dibentuk dari susunan rute angkutan air
baik yang sifat pelayanannya untuk dalam negeri maupun luar negeri.
Jaringan jalur pelayanan dalam negeri disusun oleh trayek-trayek
pelayaran tetap dan tidak tetap dalam negeri, sedangkan jaringan jalur
angkutan air internasional terdiri dari trayek tetap dan tidak tetap dari
pelayaran antar negara.
Gambar 2.15 dan Gambar 2.16 menyajikan representasi dari jaringan
jalur angkutan air.

Gambar 2.15 Jaringan Angkutan Laut Nasional (Sumber: Ditjen Perhubungan Laut,
1997)

Dasar-dasar Rekayasa Transportasi 60


Bab II. Sistem Jaringan Transportasi

Gambar 2.16 Jaringan Angkutan Laut Internasional


(Sumber: U.S. Maritime Administration, 1978)

Dasar-dasar Rekayasa Transportasi 61

Anda mungkin juga menyukai