Anda di halaman 1dari 10

ORGANISASI INTERNASIONAL: United Nations

Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO)

Muhammad Naufal Yasykur

ABSTRAK

United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization, atau Organisasi


Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO)
berdiri sebagai mercusuar kolaborasi global di bidang pendidikan, sains, budaya, dan
komunikasi. Esai ini menyelidiki peran beragam UNESCO dalam menjaga warisan
budaya, mendorong dialog antar budaya, dan memajukan pembangunan berkelanjutan di
seluruh dunia.

Dimulai dengan tinjauan sejarah, esai ini menelusuri evolusi UNESCO dari awal
berdirinya pada tahun 1945 hingga statusnya saat ini sebagai lembaga penting dalam
sistem PBB. Menekankan komitmennya untuk mempromosikan perdamaian melalui
pendidikan, inisiatif UNESCO dalam program literasi, pelatihan guru, dan pengembangan
kurikulum disorot sebagai komponen integral dari mandatnya.

Selain itu, esai ini mengkaji upaya UNESCO dalam melestarikan warisan budaya
berwujud dan tak berwujud, termasuk Situs Warisan Dunia UNESCO dan Konvensi
Perlindungan Warisan Budaya Takbenda. Melalui mekanisme ini, UNESCO tidak hanya
melindungi keanekaragaman budaya dunia namun juga menumbuhkan rasa identitas dan
rasa memiliki di antara masyarakat.

Selain itu, peran UNESCO dalam mempromosikan penelitian ilmiah, inovasi


teknologi, dan akses terhadap teknologi informasi dan komunikasi (TIK) juga dieksplorasi.
Mulai dari mengadvokasi akses terbuka terhadap pengetahuan ilmiah hingga memfasilitasi
program literasi digital, UNESCO berkontribusi dalam menjembatani kesenjangan digital
global dan memanfaatkan kekuatan teknologi untuk pembangunan berkelanjutan.

Selain itu, esai ini menganalisis upaya UNESCO dalam mendorong dialog antar
budaya dan mempromosikan diplomasi budaya sebagai alat untuk pencegahan konflik dan
pembangunan perdamaian. Dengan memfasilitasi pertukaran antar budaya yang beragam
dan mendorong saling pengertian, UNESCO memupuk budaya toleransi dan rasa hormat di
dunia yang semakin saling terhubung.

Kesimpulannya, esai ini menggaris bawahi pentingnya UNESCO sebagai katalis


bagi kerja sama global dan pembangunan berkelanjutan. Melalui pendekatan
komprehensifnya terhadap pendidikan, ilmu pengetahuan, budaya, dan komunikasi,
UNESCO memainkan peran penting dalam membentuk masa depan yang lebih inklusif,
damai, dan sejahtera bagi semua bangsa dan masyarakat.
ABSTRACT

The United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO)


stands as a beacon of global collaboration in the realms of education, science, culture, and
communication. This essay delves into the multifaceted role of UNESCO in safeguarding
cultural heritage, fostering intercultural dialogue, and advancing sustainable development
worldwide.

Beginning with a historical overview, the essay traces UNESCO's evolution from
its inception in 1945 to its current status as a pivotal agency within the United Nations
system. Emphasizing its commitment to promoting peace through education, UNESCO's
initiatives in literacy programs, teacher training, and curriculum development are
highlighted as integral components of its mandate.

Moreover, the essay examines UNESCO's efforts in preserving tangible and


intangible cultural heritage, including UNESCO World Heritage Sites and the Convention
for the Safeguarding of Intangible Cultural Heritage. Through these mechanisms,
UNESCO not only protects the world's cultural diversity but also fosters a sense of identity
and belonging among communities.

Furthermore, UNESCO's role in promoting scientific research, technological


innovation, and access to information and communication technologies (ICTs) is explored.
From advocating for open access to scientific knowledge to facilitating digital literacy
programs, UNESCO contributes to bridging the global digital divide and harnessing the
power of technology for sustainable development.

Additionally, the essay analyzes UNESCO's endeavors in fostering intercultural


dialogue and promoting cultural diplomacy as tools for conflict prevention and
peacebuilding. By facilitating exchanges between diverse cultures and promoting mutual
understanding, UNESCO cultivates a culture of tolerance and respect in an increasingly
interconnected world.

In conclusion, this essay underscores the significance of UNESCO as a catalyst for


global cooperation and sustainable development. Through its comprehensive approach to
education, science, culture, and communication, UNESCO plays a vital role in shaping a
more inclusive, peaceful, and prosperous future for all nations and peoples.

PENDAHULUAN

United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO)


merupakan organisasi internasional yang bergerak di bidang Pendidikan, Ilmu
Pengetahuan dan Kebudayaan yang berada dibawah United Nations (UN). UNESCO
mempunyai visi membangun perdamaian dunia melalui kerja sama internasional dalam
bidang Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Budaya. Program UNESCO berkontribusi
pada Sustainable Development Goals yang ditentukan dalam Agenda 2030, yang
diadopsi oleh Majelis Umum PBB pada tahun 2015.
Salah satu misi yang dijalankan UNESCO adalah berupaya mendorong identifikasi,
perlindungan, dan pelestarian warisan budaya dan alam di seluruh dunia yang dianggap
memiliki nilai luar biasa bagi kemanusiaan. Misi ini diwujudkan dalam sebuah perjanjian
internasional yaitu Convention concerning the Protection of the World Cultural and
Natural Heritage di Paris, Prancis pada tanggal 17 Oktober hingga 21 November tahun
1972.

Konvensi ini berasal dari 2 hal terpisah yang digabungkan: yang pertama berfokus
pada pelestarian situs budaya, yang kedua berfokus pada konservasi alam dan lainnya.
Konvensi ini juga membahas dan mendefinisikan secara rinci tentang hal yang berkaitan
dengan warisan dunia, terutama mengenai perlindungan nasional dan internasional
terhadap warisan budaya dan alam. Konvensi ini juga membentuk suatu badan yaitu “The
World Heritage Centre?” (WHC) yang bertugas sebagai sekretariat dan koordinator
UNESCO untuk segala urusan yang berhubungan dengan konvensi, seperti
menyelenggarakan sidang tahunan, memberikan saran dan masukan kepada negara yang
ingin mendaftarkan situs nya sebagai warisan dunia, dan bekerja sama dengan Badan
Penasehat UNESCO dalam mengawasi serta melaporkan situs warisan dunia yang dalam
status bahaya maupun situs yang memerlukan perawatan.

Hingga saat ini WHC beranggotakan 193 negara anggota dan terdapat 21 negara
anggota yang juga bertugas sebagai World Heritage Committee yang dipilih 4 tahun sekali.
Indonesia merupakan salah satu negara anggota UNESCO yang telah meratifikasi konvensi
tersebut sejak tahun 1989 dan turut berpartisipasi dalam mengimplementasikan hasil World
Heritage Convention, mendefinisikan penggunaan World Heritage Fund dan
mengalokasikan bantuan keuangan atas permintaan dari negara-negara anggota.6 Sejak
tahun 2004-2019 Indonesia telah memiliki 19 situs yang masih berada pada Tentative List
UNESCO. Selanjutnya juga terdapat 9 situs warisan dunia di Indonesia yang telah
diresmikan menjadi World Heritage Sites oleh UNESCO, salah satunya yaitu Ombilin
Coal Mining Heritage of Sawahlunto (OCMHS) yang baru saja ditetapkan pada tahun
2019.

Adapun keuntungan yang didapatkan Indonesia ketika situs budayanya menjadi


warisan dunia berdasarkan Financial Regulations for World Heritage Fund adalah:

(1) tiap negara mendapatkan dana untuk kepentingan studi mengenai perlindungan,
konservasi, presentasi, dan rehabilitasi warisan budaya dan alam sesuai dengan
ketentuan konvensi;
(2) tiap negara mendapatkan tenaga ahli terampil, teknisi agar
tujuan di nomor sebelumnya tercapai;
(3) mendapat pelatihan staf dan spesialis di
semua tingkatan di bidang identifikasi, perlindungan, konservasi, presentasi dan
rehabilitasi warisan budaya dan alam;
(4) mendapatkan peralatan yang dibutuhkan untuk
keperluan konservasi ataupun rehabilitasi warisan budaya dan alam;
(5) mendapat
pinjaman berbunga rendah atau tanpa bunga yang mungkin harus dibayar kembali
dalam jangka panjang; dan
(6) pemberian pinjaman dalam kasus luar biasa dan untuk
alasan khusus, subsidi yang tidak dapat dibayar kembali.
Selain itu manfaat yang didapatkan bagi masyarakat yaitu memperkaya
pengetahuan mengenai warisan budaya, meningkatkan jumlah wisatawan ke Provinsi
Sumatera Barat terutama Kota Sawahlunto agar mendorong industri kreatif masyarakat
berkembang dan yang terakhir agar menjadi daya tarik bagi akademisi kelas nasional
maupun internasional demi kegiatan riset maupun edukasi.

RUMUSAN MASALAH
1. Apa itu UNESCO?
2. Apa saja peran Indonesia dalam UNESCO?
3. Bagaimana kontribusi UNESCO dalam melestarikan kebudayaan dunia?

PEMBAHASAN
1. United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO)
UNESCO merupakan badan khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang
dituangkan dalam konstitusi yang ditandatangani 16 November 1945. Konstitusi yang
mulai berlaku pada tahun 1946 menyerukan peningkatan kolaborasi internasional di bidang
pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan. Kantor pusat permanen badan tersebut
berada di Paris, Prancis.

Tujuan awal UNESCO adalah membangun kembali sekolah, perpustakaan, dan


museum yang hancur di Eropa selama Perang Dunia II. Sejak saat itu, kegiatan-
kegiatannya terutama bersifat fasilitatif, yang bertujuan untuk membantu, mendukung, dan
melengkapi upaya nasional negara-negara anggota untuk menghilangkan buta huruf dan
memperluas pendidikan gratis. UNESCO juga berupaya mendorong pertukaran ide dan
pengetahuan secara bebas dengan menyelenggarakan konferensi.

Ketika banyak negara berkembang bergabung dengan PBB pada awal tahun 1950 -
an, UNESCO mulai mengeluarkan lebih banyak sumber daya untuk mengatasi
permasalahan mereka, termasuk kemiskinan, tingginya angka buta huruf, dan
keterbelakangan pembangunan. Selama tahun 1980-an UNESCO dikritik oleh Amerika
Serikat dan negara-negara lain karena dugaan pendekatan anti-Barat terhadap isu-isu
budaya dan perluasan anggarannya yang berkelanjutan. Masalah-masalah ini mendorong
Amerika Serikat untuk menarik diri dari organisasi tersebut pada tahun 1984, dan Inggris
serta Singapura menarik diri setahun kemudian.

Selain dukungannya terhadap program pendidikan dan sains, UNESCO juga


terlibat dalam upaya melindungi lingkungan alam dan warisan budaya bersama umat
manusia. Misalnya, pada tahun 1960-an UNESCO membantu mensponsori upaya
penyelamatan monumen Mesir kuno dari perairan Bendungan Tinggi Aswan, dan pada
tahun 1972 UNESCO mensponsori perjanjian internasional untuk menetapkan Daftar
Warisan Dunia yang berisi situs budaya dan kawasan alam yang akan mendapat
perlindungan pemerintah. Pada tahun 1980-an sebuah studi kontroversial yang dilakukan
oleh Komisi Internasional untuk Studi Masalah Komunikasi UNESCO, yang dipimpin oleh
negarawan Irlandia dan peraih Nobel Perdamaian Seán MacBride, mengusulkan Tatanan
Informasi dan Komunikasi Dunia Baru yang akan memperlakukan komunikasi dan
kebebasan informasi sebagai hak asasi manusia dan berupaya menghilangkan kesenjangan
dalam kemampuan komunikasi antara negara berkembang dan maju.
Setiap negara anggota mempunyai satu suara dalam Konferensi Umum UNESCO,
yang bertemu setiap dua tahun untuk menetapkan anggaran badan tersebut, program
kegiatannya, dan skala kontribusi yang diberikan oleh negara-negara anggota kepada
badan tersebut. Dewan Eksekutif yang beranggotakan 58 orang, yang dipilih melalui
General Conference, umumnya bertemu dua kali setiap tahun untuk memberikan nasihat
dan arahan terhadap pekerjaan badan tersebut. Sekretariat adalah tulang punggung badan
ini dan dipimpin oleh seorang direktur jenderal yang ditunjuk oleh General Conference
untuk masa jabatan enam tahun. Sekitar 200 komisi nasional, yang terdiri dari para ahli
lokal, bertindak sebagai badan penasehat pemerintah di negara bagiannya masing-masing.
Sebagian besar pekerjaan dilakukan dalam komisi dan komite khusus yang dibentuk
dengan partisipasi para ahli. Contoh yang menonjol adalah Komisi Oceanografi
Antarpemerintah, Komisi Kebudayaan dan Pembangunan Dunia, dan Komisi Etika
Pengetahuan Ilmiah dan Teknologi Dunia. Temuan komisi ini diterbitkan secara berkala
oleh UNESCO.

Struktur UNESCO terdiri dari:

1. General Conference: organ tertinggi/badan pengambil keputusan utama UNESCO,


berlangsung dua tahun sekali. GC terakhir (ke-41) pada 2021.
2. Executive Board: terdiri dari 58 negara anggota yang dipilih oleh General
Conference, untuk masa kerja selama empat tahun. Anggota EB bertemu dua kali
setahun, dan memiliki fungsi untuk mengkaji perkiraan anggaran dan program kerja
UNESCO sebelum diadopsi oleh General Conference, serta mengawasi pelaksanaan
program-program UNESCO.
3. Sekretariat: Sekretariat UNESCO, dikepalai oleh Direktur Jenderal, merupakan
organ yang menjalankan berbagai program UNESCO. DG UNESCO dinominasikan
oleh EB dan dipilih oleh GC UNESCO.
4. Jakarta Field Office: Kesepakatan antara Pemri dan UNESCO untuk pendirian
kantor UNESCO di Jakarta ditandatangani pada 1967. Sejak 2001, Kantor UNESCO
Jakarta menjadi Science Bureau for Asia and the Pacific and Cluster Office
Indonesia, Malaysia, dan Filipina, dan sejak tahun 2002, menjadi focal point untuk
Timor Leste.

Adapun Visi UNESCO yaitu: “…Since wars begin in the mind of men, it is in the
minds of men that the defenses of peace must be constructed…” Sedangkan Misi daripada
UNESCO yaitu mencipakan perdamaian dan keamanan melalui ilmu pengetahuan dengan
melaksanakan strategi, diantaranya:

a. Mempromosikan prinsip dan norma Universal yang berdasarkan pada Shared Value dan
kompetensi UNESCO dalam rangka melindungi dan mempertahankan Common Value.

b. Mempromosikan keberagaman dan kebersamaan dengan menjunjung tinggi hak azasi


manusia.

c. Melakukan pemberdayaan dan penguatan partisipasi masyarakat melalui pemerataan,


penyebaran peningkatan penggunaan ilmu pengetahuan.

Visi Misi diatas diciptakan dalam rangka mengarahkan UNESCO untuk dapat
bekerja dengan baik sebagaimana yang diharapkan. Selain itu, Visi Misi UNESCO juga
menjadi kekuatannya untuk menjalankan tugas-tugas yang akan dilaksanakan. Dengan Visi
dan Misi yang jelas, maka UNESCO akan lebih mudah diterima oleh masyarakat
internasional. UNESCO bekerja dalam rangka mencapai perdamaian dan keamanan
manusia, khususnya memenuhi hak manusia khususnya dalam bidang pendidikan, ilmu
pengetahuan, dan kebudayaan.

Tujuan utama dari pendirian UNESCO adalah dalam rangka menyumbangkan kontribusi
untuk mewujudkan perdamaian dan keamanan dunia dengan cara meningkatkan kerjasama
antar negara anggota UNESCO melalui kegiatan Pendidikan, Ilmu Pengetahuan,
Kebudayaan dan Komunikasi agar dapat menghargai Keadilan, Hak Asasi Manusia, dan
kemerdekaan masyarakat dunia tanpa melihat suku, jenis kelamin, bahasa dan agama.42
Adapun dalam situs resmi dari UNESCO dimuat secara khusus mengenai tujuan
dibentuknya organisasi tersebut, yaitu:

"To contribute to peace and security by promoting collaboration among the nation
through education, science and culture in order to further the universal respect for justice,
for the rule of law and for human rights and fundamental freedoms which are affirmed for
the peoples of the world, without distinction of race, sex, language or religion."

Tujuan yang lebih luas dan lebih nyata dari UNESCO adalah dalam rangka
mencerdaskan
masyarakat internasional. Bahwa, masyarakat internasional harus lebih peka terhadap isu-
isu yang selama ini dianggap tidak begitu penting khususnya dalam bidang kebudayaan.
UNESCO mendukung tujuan dari pembangunan milenium dalam MDGs, bahwa
masyarakat internasional juga harus turut mendukung tujuan tersebut.

Adapun Fungsi daripada UNESCO yaitu:

● Sebagai sebuah laboratorium untuk menciptakan ide, gagasan, maupun pandangan


● Sebagai sebuah wadah untuk menciptakan standarisasi berskala internasional
● Sebagai sebuah organisasi yang netral dan tidak memihak kemanapun
● Sebagai sebuah organisasi yang memiliki kapasitas atau capacity building
● Sebagai forum kerjasama internasional yang mampu menciptakan berbagai skema
kerjasama
● Sebagai sebuah forum dialog
● Sebagai sebuah organisasi yangmembantu negara di dunia untuk membangun sumber
daya manusianya
● Sebagai sebuah wadah dan rumah untuk penerbitan berskala internasional atau
International Publishing House
● Sebagai sebuah organisasi yang menciptakan aturan yang dikenal dengan “UNESCO
Prizes”

Selain itu, UNESCO dalam hal ini tentunya bertanggung jawab dalam menjamin
perlindungan dan pelestarian terhadap budaya-budaya setiap negara yang tidak hanya
karena berpotensi mengalami kepunahan, tetapi lebih dari itu yaitu untuk mempertahankan
peradaban dunia. UNESCO sebagai sebuah organisasi fungsional tentu harus berkomitmen
dalam menjalankan tugas tersebut. Dengan demikian, maka Visi dan Misi UNESCO dapat
terwujud dan berjalan sebagaimana yang diharapkan.

2. Peran Indonesia di UNESCO


Indonesia telah menjadi anggota UNESCO sejak 27 Mei 1950. Keanggotaan
Indonesia pada UNESCO mencerminkan amanat Konstitusi untuk turut “melaksanakan
ketertiban dunia". Melalui keanggotaan Indonesia di dalam UNESCO sejak tahun 1950,
Indonesia telah melaksanakan sejumlah peranan aktif dan mendukung ketercapaian misi
UNESCO untuk pembangunan budaya perdamaian, pengentasan kemiskinan,
pembangunan berkelanjutan, serta dialog lintas budaya melalui pendidikan, ilmu
pengetahuan, budaya, komunikasi dan informasi.

Sebagai salah satu negara anggota UNESCO, Indonesia telah secara aktif
melaksanakan aktivitas inskripsi untuk pengakuan internasional atas kekayaan budaya
yang dimilikinya. Per tahun 2022 ini, Indonesia tercatat memiliki berbagai warisan budaya
dan situs warisan dunia antara lain:

● 9 situs alam dan budaya Indonesia telah diakui sebagai UNESCO World Heritage –
terbanyak di Asia Tenggara
● 12 warisan budaya tak benda (WBTB) Indonesia diakui sebagai WBTB Dunia
● 19 cagar biosfer Indonesia dalam World Network of Biosphere Reserves.
● 7 geopark Indonesia telah masuk dalam Global Geopark Network
● 8 arsip/dokumen Indonesia masuk dalam Ingatan Kolektif Dunia (Memory of the
World)
● 4 kota di Indonesia yang masuk dalam Daftar UNESCO Creative Cities Network
(Ambon – Kota Musik, Bandung – Kota Kreatif, Jakarta – Kota Literasi,
Pekalongan – Kota Kerajinan)

Pemerintah Indonesia akan mengajukan diri menjadi bagian dari anggota Dewan
Eksekutif (Executive Board) UNESCO untuk periode 2023-2027. Sebelumnya Indonesia
merupakan salah satu anggota Dewan Eksekutif terpilih untuk periode 2017-2021.
Indonesia terus berkomitmen untuk meningkatkan kerja sama kebudayaan, pendidikan, dan
ilmu pengetahuan demi mencapai perdamaian dan pembangunan berkelanjutan.

3. Kontribusi UNESCO Dalam Melestarikan Kebudayaan Dunia

Sejak UNESCO berfungsi sebagai organisasi yang membidangi kebudayaan, maka


negara-negara anggota UNESCO berkewajiban untuk mengidentifikasi kebudayaan yang
sekiranya akan diajukan sebagai sebuah warisan budaya dunia. UNESCO dalam hal ini,
memiliki peranan penting untuk mewujudkan suatu kebudayaan tersebut sebagai sebuah
warisan budaya dunia. Tentu dengan kekuatan komite yang terbentuk dari hasil konvensi
warisan budaya dunia.

Pada tahun 2003, UNESCO mengadakan sebuah konvensi dalam rangka membahas
perlindungan warisan budaya tak benda (Convention For Safeguarding of The Intangible
Cultural Heritage) yang bertujuan untuk melindungi Warisan Budaya Tak Benda yang
sejalan dengan perjanjian internasional tentang HAM dan yang memenuhi persyaratan
saling menghormati antar masyarakat dan pembangunan berkelanjutan.

Setiap negara anggota berkewajiban dan bertanggung jawab untuk mengajukan


berkas nominasi kepada komite yang dibentuk oleh UNESCO. UNESCO kemudian
memiliki peran memeriksa, melakukan observasi dan penilaian, sekaligus memastikan
bahwa semua kriteria yang telah dibuat dapat diimplementasikan. Ketika suatu kebudayaan
baik itu yang berwujud benda maupun kebudayaan tak benda diterima dan diberikan
pengakuan sebagai sebuah warisan budaya dunia, maka peranan UNESCO selanjutnya
adalah memastikan bahwa kebudayaan tersebut berada dalam pengawasan oleh semua
pihak baik itu UNESCO maupun Pemerintah setempat, juga oleh masyarakat internasional.

Dapat disimpulkan bahwa peranan UNESCO dalam melestarikan kebudayaan dunia, yaitu:

1. Membentuk konvensi yang melahirkan komitmen untuk melindungi kebudayaan


dunia
2. Mampu membentuk aturan main yang mengatur warisan budaya dunia
3. Mampu menjadi ruang bagi negara-negara anggota untuk membahas dan berdialog
secara khusus mengenai kebudayaan
4. Menghasilkan suatu komite yang memberikan klasifikasi dan kriteria penilaian,
sekaligus melakukan penilaian
5. Menetapkan dan mengakui suatu kebudayaan sebagai sebuah warisan budaya dunia
6. Memberikan perlindungan, pengawasan, dan pelestarian terhadap warisan budaya
dunia.
7. Memastikan terjaminnya hak-hak dari warisan budaya dunia.
8. Memastikan bahwa suatu warisan budaya dunia tetap mendapatkan bantuan dalam
rangka pelestarian
9. Memastikan suatu warisan budaya dunia tidak mengalami kepunahan dan
kehancuran.
10. Memastikan suatu warisan budaya tetap mendapatkan support finansial baik itu dari
UNESCO, ataupun dari masyarakat Internasional
11. Memastikan suatu warisan budaya dunia bermanfaat bagi generasi saat ini maupun
generasi mendatang.

KESIMPULAN

UNESCO merupakan sebuah organisasi independen yang berada dibawah naungan


Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Organisasi UNESCO merupakan sebuah organisasi
fungsional, sebagaimana klasifikasi dari organisasi, yang keanggotaannya tidak terdiri dari
negara bangsa. Disebut sebagai sebuah organisasi independen karena terlepas dari
pengaruh negara manapun, dan pengelolannya bersifat mandiri, walaupun tetap
berdasarkan arahan dan prinsip dari PBB.

Tujuan awal UNESCO adalah membangun kembali sekolah, perpustakaan, dan


museum yang hancur di Eropa selama Perang Dunia II. Sejak saat itu, kegiatan-
kegiatannya terutama bersifat fasilitatif.

UNESCO memiliki peranan penting untuk mewujudkan suatu kebudayaan tersebut


sebagai sebuah warisan budaya dunia, Ketika suatu kebudayaan baik itu yang berwujud
benda maupun kebudayaan tak benda diterima dan diberikan pengakuan sebagai sebuah
warisan budaya dunia, maka peranan UNESCO selanjutnya adalah memastikan bahwa
kebudayaan tersebut berada dalam pengawasan oleh semua pihak baik itu UNESCO
maupun Pemerintah setempat, juga oleh masyarakat internasional.
Indonesia telah menjadi anggota UNESCO sejak 27 Mei 1950. Keanggotaan
Indonesia pada UNESCO mencerminkan amanat Konstitusi untuk turut “melaksanakan
ketertiban dunia". Melalui keanggotaan Indonesia di dalam UNESCO sejak tahun 1950,
Indonesia telah melaksanakan sejumlah peranan aktif dan mendukung ketercapaian misi
UNESCO untuk pembangunan budaya perdamaian, pengentasan kemiskinan,
pembangunan berkelanjutan, serta dialog lintas budaya melalui pendidikan, ilmu
pegetahuan, budaya, komunikasi dan informasi.

FOOTNOTE

DAFTAR PUSTAKA pleas

See the examples:


REFERENCES
[1] P. Delgadoa, C. Vargasb, R. Ackermanc, and L. Salmerón, “Don’t throw away your printed books: A meta-analysis on the effects
of reading media on reading comprehension,” Educ. Res. Rev., vol. 25, pp. 23–38, 2018, doi: 10.1016/j.edurev.2018.09.003.
[2] F. Reichert, D. Lange, and L. Chow, “Educational beliefs matter for classroom instruction: A comparative analysis of teachers’
beliefs about the aims of civic education,” Teach. Teach. Educ., vol. 98, pp. 1–13, 2020, doi: 10.1016/j.tate.2020.103248.
[3] J. Roick and T. Ringeisen, “Students’ math performance in higher education: examining the role of self-regulated learning and
self-efficacy,” Learn. Individ. Differ., vol. 65, pp. 148–158, 2018.
[4] G. Ocak and A. Yamaç, “Examination of the relationships between fifth graders’ self-regulated learning strategies, motivational
beliefs, attitudes, and achievement,” Educ. Sci. Theory Pract., vol. 13, no. 1, pp. 380–387, 2013.
[5] S. Li and J. Zheng, “The relationship between self-efficacy and self-regulated learning in one-to-one computing environment: The
mediated role of task values,” Asia-Pacific Educ. Res., vol. 27, no. 6, pp. 455–463, 2018, doi: 10.1007/s40299-018-0405-2.
[6] B. J. Zimmerman and A. R. Moylan, “Self-regulation: where metacognition and motivation intersect,” in D. J. Hacker, J.
Dunlosky, and A. C. Graesser, Eds., Handbook of Metacognition in Education, 2009, pp. 299–315.
[7] P. R. Pintrich, D. A. F. Smith, T. Duncan, and W. Mckeachie, A manual for the use of the motivated strategies for learning
questionnaire (MSLQ). Ann Arbor, Michigan, 1991.
[8] M. Pressley and C. B. McCormick, Advanced educational psychology for educators, researchers, and policymakers. New York,
USA: HarperCollins College Publishers, 1995.
[9] A. Bandura, Prentice-Hall series in social learning theory. Social foundations of thought and action: A social cognitive theory .
Prentice-Hall, Inc., 1985.
[10] A. L. Dent and A. C. Koenka, “The relation between self-regulated learning and academic achievement across childhood and
adolescence: a meta-analysis,” Educ. Psychol. Rev., vol. 28, no. 3, pp. 425–474, 2015, doi: 10.1007/s10648-015-9320-8.
[11] T. J. Cleary and A. Kitsantas, “Motivation and self-regulated learning influences on middle school mathematics achievement,”
School Psych. Rev., vol. 46, no. 1, pp. 88–107, 2017.
[12] P. R. Pintrich, “Chapter 14 - The Role of Goal Orientation in Self-Regulated Learning,” in in M. Boekaerts, P. Pintrich, M.
Zeidner, Eds., Handbook of Self-Regulation, San Diego, California: Academic Press, 2000, pp. 451–502.
[13] H. Vonkova and J. Hrabak, “The (in) comparability of ICT knowledge and skill self-assessments among upper secondary school
students: The use of the anchoring vignette method,” Comput. Educ., vol. 85, pp. 191–202, 2015, doi:
10.1016/j.compedu.2015.03.003.
[14] F. Baier, A.-T. Decker, T. Voss, T. Kleickmann, U. Klusmann, and M. Kunter, “What makes a good teacher? The relative
importance of mathematics teachers’ cognitive ability, personality, knowledge, beliefs, and motivation for instructional quality,”
Br. J. Educ. Psychol., vol. 89, no. 4, pp. 767–786, 2019, doi: 10.1111/bjep.12256.
[15] A. M. Flanagan, D. C. Cormier, and O. Bulut, “Achievement may be rooted in teacher expectations: examining the differential
influences of ethnicity, years of teaching, and classroom behaviour,” Soc. Psychol. Educ., vol. 23, pp. 1429–1448, 2020, doi:
10.1007/s11218-020-09590-y.
[16] F. M. van der Kleij, “Comparison of teacher and student perceptions of formative assessment feedback practices and association
with individual student characteristics,” Teach. Teach. Educ., vol. 85, no. 1, pp. 175–189, 2019.
[17] R. G. Brockett and R. Hiemstra, Self-direction in adult learning: Perspectives on theory, research, and practice. London and New
York: Routledge, 2020.
[18] R. Hiemstra and R. G. Brockett, “Reframing the Meaning of Self-Directed Learning: An Updated Modeltt,” in Adult Education
Research Conference Proceedings, 2012, pp. 155–161.
[19] S. Geng, K. M. Y. Law, and B. Niu, “Investigating self-directed learning and technology readiness in blending learning
environment,” Int. J. Educ. Technol. High. Educ., vol. 16, no. 17, pp. 1–22, 2019, doi: 10.1186/s41239-019-0147-0.
[20] J. R. Fraenkel, N. E. Wallen, and H. H. Hyun, How to design and evaluate research in education. New York, USA: McGraw-Hill,
2012.
[21] M. Honey and D. Marshall, “The impact of on-line muti-choice questions on undergraduate student nurses’ learning,” in
Proceedings of the 20th Annual Conference of the Australasian Society for Computers in Learning in Tertiary Education
(ASCILITE), 2003, pp. 236–243.
[22] R. A. Krueger and M. A. Casey, Focus groups: A practical guide for applied research. London: Sage Publications, Inc., 2015.
[23] J. W. Creswell and V. L. P. Clark, “Choosing a mixed methods design,” in Designing and Conducting Mixed Methods Research,
California: Sage Publications, Inc., 2011, pp. 53–106.
[24] E. H. Mahvelati, “Learners’ perceptions and performance under peer versus teacher corrective feedback conditions,” Stud. Educ.
Eval., vol. 70, 2021, doi: 10.1016/j.stueduc.2021.100995.
[25] K. Ismayilova and R. M.Klassen, “Research and teaching self-efficacy of university faculty: Relations with job satisfaction,” Int.
J. Educ. Res., vol. 98, pp. 55–66, 2019, doi: 10.1016/j.ijer.2019.08.012.

Anda mungkin juga menyukai