Anda di halaman 1dari 22

PERILAKU KONSUMEN ISLAM DALAM KOMSUMSI BARANG DAN JASA

DALAM EKONOMI MIKRO ISLM

MAKALAH

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Pada Mata Kuliah Ekonomi Mikro
Islam Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Islam Program Studi Akuntansi Syariah 1
Semester 3

Oleh : Kelompok 2

GHINA RAUDATUL JANNA


Nim 622022022010
NIRWANA
Nim 622022022
NURYANTI
Nim 622022022

Dosen Pembimbing :

RINI IDAYANTI , M.E.I

NIDN. 2010099101

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM INSTITUT AGAMA


ISLAM NEGERI (IAIN) BONE

2023
“PERILAKU KONSUMEN ISLAM DALAM KOMSUMSI

BARANG DAN JASA DALAM EKONOMI MIKRO ISLAM”

A. Latar Belakang

Kegiatan konsumsi harus dilakukan oleh semua makhluk hidup, termasuk manusia.

Istilah konsumsi berasal dari kegiatan dan upaya yang dilakukan orang untuk memenuhi

setiap kebutuhan mereka. Menurut perspektif ekonomi, kegiatan konsumsi melibatkan

pemanfaatan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan manusia untuk kebahagiaan dan

kemakmuran yang lebih besar dengan memenuhi berbagai kebutuhan. Namun halnya,

semakin pesatnya dan canggihnya teknologi yang seiring waktu berkembang membuat

masyarakat lebih mementingkan keinginan dari pada kebutuhan.

Dengan adanya belanja online yang lebih memudahkan konsumen dalam memilih

dan membeli barang yang sesuai keinginan serta memaraknya produk Produk branded yang

membuat konsumen mengeluarkan nilai nominal yang lebih besar untuk memuaskan

keinginannya. Sehingga banyak perilaku konsumen yang mengalami pergeseran dari yang

seharusnya membeli dan memanfaatkan barang dan jasa sesuai kebutuhan tetapi lebih

mementingkan keinginannya. Sedangkan dari sudut pandang Islam, manusia diizinkan

untuk memenuhi kebutuhan primer, sekunder dan tersier mereka dengan berpegang pada
konsep syariat islam. Cara mengkonsumsi dalam islam haruslah semata mata karena allah

yang tidak hanya mementingkan aspek material (duniawi) tetapi juga memperhatikan

aspek ukhrawi (akhirat) untuk mencapai kebahagiaan dan kemakmuran di akhirat (falah).

Dalam berkonsumsi, islam secara tegas telah melarang pemeluknya untuk memiliki

gaya hidup yang tabzir atau boros. Islam sangat menekankan gaya hidup yang proporsional.

Gaya hidup yang membawa perilaku konsumtif akan mengalami kerugian dalam diri

sendiri dan orang lain, hal ini sangat ditekankan dalam islam bahwasanya seorang muslim

haruslah menggunakan hartanya sebaik mungkin karena harta yang mereka miliki bukan
sepenuhnya milikny tetapi itu hanyalah titipan dari allah swt untuk digunakan sebai-
baiknya. Perilaku tabzir juga akan merugikan dalam hal kemampuan mengelola keuangan

karena membelanjakan apa yang tidak dibutuhkan sehingga tidak ada dana darurat ataupun

persiapan kedepannya untuk lebih berhati-hati ketika mengalami kesusahan ekonomi.

Pada masa sekarang, dimana akses informasi begitu dekat dan cepat sehingga

manusia merasa dunia dalam gengamannya. Apapun bisa dijangkau dengan benda yang

disebut smartphone, akibatnya apapun dapat dilihat dengan begitu dekat, sehingga muncul

suatu keinginan untuk memiliki barang tertentu yang notabene tidak mereka butuhkan.

Tanpa sadar mereka dengan akses yang mudah dapat memesan barang dan makanan dari

rumah. Tidak jarang bagi mereka yang tidak memiliki dana yang cukup, mereka rela untuk

meminjam uang dengan system bayar nanti atau biasa dikenal dengan PayLater atau bahwa

melakukan pinjaman online untuk memuaskan keinginannya. Inilah awal mula terjadinya

sikap tabzir yang secara ekonomis juga berakibat merugikan mereka. Maka dari itu perlu

menganalisis rasionalitas seorang muslim terhadap perilaku tabzir dalam konsumsi

persepektif ekonomi Islam.

B. Rumusan Masalah

1. BagaimanaPerilaku Konsumen Islam dalam kosumsi barang dan jasa dalam

ekonomi mikro islam ?

2. Bagaimana Perilaku Konsumsi dalam Ekonomi dalam kosumsi barang dan jasa
dalam ekonomi mikro islam?

3. Apa saja Prinsip-prinsip Konsumsi Islam?

4. Bagaimana Kepuasam Konsumen dalam Konsumsi Barang dan Jasa dalam

ekonomi mikro islam?

5. Bagaimana Rasionalitas Seorang Konsumen Muslim?

C. Teori Perilaku Konsumen Muslim dalam Konsumsi Barang dan Jasa dalam Ekonomi

Mikro Islam
1. Perilaku Konsumen Islam
Perilaku konsumen dalam pengertian lain adalah perilaku yang ditunjukkan

konsumen dalam mencari, menukar, menggunakan, menilai, mengatur barang atau

jasa yang dianggap mampu memuaskan kebutuhan mereka. Perilaku konsumen

juga berarti cara konsumen mengeluarkan sumber dayanya yang terbatas, seperti

uang, waktu, dan tenaga untuk mendapatkan barang atau jasa yang diinginkan demi

kepuasannya.1

Perilaku konsumen seorang muslim tidak hanya sekedar untuk memenuhi

kebutuhan jasmani, tetapi juga untuk memenuhi kebutuhan rohani. Sehingga dalam

perilaku konsumen seorang muslim senantiasa memperhatikan syariat Islam.

Misalnya, apakah barang dan jasa yang dikonsumsi halal atau haram, apa tujuan

seorang muslim melakukan aktivitas konsumsi, bagaimana etika dan moral seorang

muslim dalam berkonsumsi, bagaimana bentuk perilaku konsumsi seorang muslim

dikaitkan dengan keadaan lingkungannya. 2 Perilaku konsumsi islam terdapat

konsep maslahah dimana perilaku konsumen berdasarkan atas kebutuhan dan

prioritas. Menurut Hoetoro (2018) konsep utilitas dalam teori modern baru level al-

nafs al-ammarah (preferensi material) sedangkan utilitas islami menyempurnakan

hingga yang paling tinggi yaitu al-nafs al-muthmainah (keseimbangan duniawi dan

ukhrawi) oleh karena itu, utilitas islami memandu konsumen untuk memperoleh
nilai guna yang memberinya kepuasan hidup dunia dan akhirat (falah). Dengan

memiliki sikap zuhud seorang muslim akan mempunyai sikap qana’ah (Muflih,

2006). Menurut Hoetoro (2018) perilaku konsumsi yang islami ditunjukkan oleh :

a. Barang dan jasa yang dikonsumsi hanya yang halal (thoyyiban).

b. Pendapatan sebagai kendala anggaran diperoleh secara halal.

1
Suharyono ,” perilaku konsumen dalam perspektif ekonomi islam “, AL-INTAJ , vol. 4, no. 2, 2 september 2018 ,
h 310
2
Rahmat ilyas , “ etika konsumen dan kesejahteraan dalam perspektifekonomi islam “, mahasiswa program doktor
UIN sumatera utara, dosen jurusan syariah dan ekonomi islam STAIN syaikh abdurahman siddik bangka
belitung ,jurnal At- tawassuth , vol. 1, no. 1, 2016, h 162
c. Pemenuhan kebutuhan pokok (dharuriyat) didulukan daripada kebutuhan

sekunder (Hajiyat) dan tersier (tahsinat).

d. Tujuan konsumsi adalah untuk mendapatkan falah sehingga hasrat diri dan

kepentingan sosial melalui alokasi pendapatan yang tidak memboroskan

sumber daya.

e. Perilaku Konsumsi Dalam Ekonomi Islam3

2. Perilaku konsumsi orang yang beriman akan berbeda dalam mengkonsumsi

barang/jasa jika di bandingkan dengan orang yang lebih rendah tingkat keimanan

dan kepatutannya kepada Allah SWT. Orang yang mempunyai keimanan dan patuh

terhadap aturan-aturan yang telah digariskan didalam Al-Qur’an dan hadits

mengetahui batasan-batasan mana hal yang diperbolehkan dan mana yang tidak

boleh untuk di laksanakan. Jika kebutuhannya sudah dirasa cukup maka konsep

berbagi kepada sesama akan ikut serta dilaksanakan. Melihat lingkungan sekitar

yang masih banyak masyarakat yang mengalami kekurangan atas kebutuhan dan

memberikan bantuan dan bimbingan agar kedepannya bisa memenuhi

kebutuhannnya secara mandiri. Dengan kata lain tidak mengoptimalkan kebutuhan

dan keinginan pribadi.

Konsumsi berlebih-lebihan, yang merupakan ciri khas masyarakat yang tidak


mengenal Tuhan, dikutuk dalam islam dan disebut dengan israf (pemborosan) atau

tabzir (menghambur- hamburkan harta tanpa guna). Tabzir berarti menggunakan

harta dengan cara yang salah seperti untuk hal yang tidak dibenarkan atau

melanggar hukum terutama hukum Islam. Boros hampir sama dengan mubazir.

Mubazir adalah mengahambur- hamburkan uang tanpa ada kemaslahatan atau

tanpa mendapatkan ganjaran pahala. Masyarakat secara global dan khususnya di

Indonesia baik dari kalangan remaja, dewasa dan orang tua sekarang ini sangat

3
Moh. Afrida zubaidi , “ pengaruh perilaku konsumen muslim berdasarkan konsep syariah terhadap keputusan
pengunaan jasa go food ( studi pada mahasiswa ekonomi islam universitas brawijaya)” , 2019 ,h 4
rentan sekali melakukan tindakan konsumsi terhadap barang-barang haram seperti

Narkoba.

Sedangkan Islam menganjurkan pola konsumsi dan penggunaan harta secara wajar

dan berimbang yaitu pola konsumsi yang terletak diantara kekikiran dan

pemborosan atau dengan kata lain tidak mementingkan kesenangan semata tetapi

mampu memenuhi aspek duniawi dengan tetap memperhatikan aspek ukhrawi, agar

tercapainya kebahagiaan dunia dan akhirat (falah)4

3. Prinsip-Prinsip Konsumsi Islam

Prinsip-prinsip konsumsi dalam Islam yang dikemukakan di sini adalah prinsip-

prinsip konsumsi yang dikemukakan oleh Mannan (1997). Menurutnya bahwa

prinsip-prinsip konsumsi dalam Islam, yaitu:

• Pertama, Prinsip Keadilan. Islam memiliki berbagai ketentuan tentang

barang dan jasa yang boleh dikonsumsi dan yang tidak boleh dikonsumsi,

maka berkonsumsi tidak boleh menimbulkan kezaliman. Demi menjunjung

tinggi kepantasan atau kebaikan, seorang konsumen muslim yang bertaqwa

selalu memelihara hak-hak individu lain yang berhak menerima, serta

menghindarkan diri dari segala bentuk diskriminasi. Salah satu manifestasi

keadilan menurut al-Qur’an adalah kesejahteraan, karena keadilan akan


mengantarkan manusia kepada ketaqwaan dan ketaqwaan akan

menghasilkan kesejahteraan bagi manusia itu sendiri. Sebagaimana yang

disebutkan dalam QS. al-A’raaf (7) ayat 29:

ِّ ‫قُ ْل اَ َم َر َر ِّب ْي ِّب ْال ِّقسْطِّ َواَقِّ ْي ُم ْوا ُو ُج ْو َه ُك ْم ِّع ْندَ ُك ِّل َمس ِّْجد َّوادْع ُْوهُ ُم ْخل‬
ِّ ُ‫ِّصيْنَ لَه‬
َ‫الديْنَ ە َك َما َبدَاَ ُك ْم تَعُ ْود ُْون‬

Artinya :

4
Suharyono “ perilaku konsumen dalam perpektif ekonomi islam” AL-INTAJ, vol .4,no. 2,2 september 2018 ,h 312
“ Katakanlah, “Tuhanku menyuruhku berlaku adil. Hadapkanlah wajahmu

(kepada Allah) pada setiap salat, dan sembahlah Dia dengan

mengikhlaskan ibadah semata-mata hanya kepada-Nya. Kamu akan

dikembalikan kepada-Nya sebagaimana kamu diciptakan semula.”

• Kedua, Prinsip Kebersihan. Makanan harus baik dan halal untuk dimakan,

tidak kotor ataupun menjijikkan sehingga dapat merusak jasmani dan rohani

manusia. Dengan kata lain kehalalan merupakan salah satu batasan bagi

konsumen untuk memaksimalkan konsumsinya dalam kerangka ekonomi

Islam, sehingga pemanfaatan komoditas secara bebas tidak dapat dipenuhi.

Hal ini ditekankan untuk mengantisipasi adanya. keburukan yang

ditimbulkan dari barang tersebut. Disebutkan dalam QS. al-Ma’idah (5)

ayat 88, yaitu :

ْْٓ ‫ّٰللا الَّذ‬


َ‫ِي ا َ ْنت ُ ْم ِب ٖه ُمؤْ مِ نُ ْون‬ َ ‫ّٰللاُ َح ٰل اًل‬
َ ‫ط ِيباا َّۖواتَّقُوا ه‬ ‫َو ُكلُ ْوا مِ َّما َرزَ قَ ُك ُم ه‬

Artinya :

“Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah

rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman

kepada-Nya”
• Ketiga, Prinsip Kesederhanaan. Prinsip ini mengatur perilaku manusia baik

mengenai makan, minum, pakaian, atau kediaman agar tidak berlebihan.

Larangan bertindak mubazir dalam ajaran Islam menegaskan bahwa

konsumen dianjurkan untuk tidak boros dan tidak kikir, dapat

mengendalikan hawa nafsu, selalu merasa cukup (qana’ah), dermawan,

serta berperilaku mulia. Batasan ini mengandung asumsi bahwa setiap

individu pada dasarnya berhak mendapatkan kehidupan yang

menyenangkan dan melebihi dari keperluannya. Sedangkan dalam


memenuhi kebutuhan akan barang mewah, seseorang harus memerhatikan
keadaan masyarakat sekelilingnya. Disebutkan dalam QS. al-A’raaf (7) ayat

31, yaitu:

ࣖ َ‫ٰي َبنِ ْْٓي ٰادَ َم ُخذُ ْوا ِز ْينَت َ ُك ْم ِع ْندَ ُك ِل َمس ِْج ٍد َّو ُكلُ ْوا َوا ْش َرب ُْوا َو ََل تُس ِْرفُ ْو ۚا اِنَّهٗ ََل يُحِ بُّ ْال ُمس ِْرفِيْن‬

Artinya :

“Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap [memasuki]

masjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan.

Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebihlebihan”.

• Keempat, Prinsip Kemurahan Hati. Dengan menaati perintah Islam tidak

ada bahaya maupun dosa ketika memakan makanan dan meminum

minuman yang halal yang disediakan Allah karena kemurahan-Nya. Selama

konsumsi tersebut dimaksudkan untuk kelangsungan hidup dan kesehatan

yang lebih baik dengan tujuan menjamin persesuaian bagi setiap perintah

Allah, sebagaimana disebutkan dalam QS. al-Maidah (5) ayat 96, yaitu:

‫ص ْيدُ ْال َب ِّر َما د ُْمت ُ ْم ُح ُر ًما َواتَّقُوا‬


َ ‫علَ ْي ُك ْم‬
َ ‫َّارةِّ َۚو ُح ِّر َم‬
َ ‫سي‬ َ ‫ص ْيدُ ْال َب ْح ِّر َو‬
َّ ‫ط َعا ُمه َمت َاعًا لَّ ُك ْم َولِّل‬ َ ‫اُحِّ َّل لَ ُك ْم‬
ْ ‫ّللا الَّذ‬
َ‫ِّي اِّلَ ْي ِّه ت ُ ْحش َُر ْون‬ َٰ
Artinya:
“Dihalalkan bagimu binatang buruan laut dan makanan (yang berasal) dari

laut sebagai makanan yang lezat bagimu, dan bagi orang-orang yang dalam

perjalanan; dan diharamkan atasmu (menangkap) binatang buruan darat,

selama kamu dalam ihram. dan bertakwalah kepada Allah yang kepada-

Nyalah kamu akan dikumpulkan).

• Kelima, Prinsip moralitas. Manusia merupakan makhluk yang berkehendak

bebas (free will), namun kehendak bebas itu tidak berarti terlepas dari nilai

moral sebab-akibat. Konsumen konvensional menempatkan moralitas yang


dianut hanya pada prinsip-prinsip utilitas, persetujuan, dan konsensus.
Sedang dalam Islam, moral konsumen diformulasikan pada nilai-nilai

absolut ketuhanan.5

4. Kepuasan Konsumen Muslim dalam Konsumsi Barang dan Jasa

Teori kepuasan konsumen dalam mengkonsumsi barang atau jasa adalah teori

pokok dalam analisis mikro ekonomi. Kepuasan konsumsi merupakan bagian dari

teori perilaku konsumen. Seorang konsumen dalam mengonsumsi barang/jasa

sehingga memperoleh kepuasan selalu menggunakan kerangka rasionalitas.

Sehingga manusia rasioanal adalah manusia yang berusaha mencapai kepuasan

maksimum dalam kegiatan konsumsinya. Tujuan konsumsi dalam Islam adalah

memperoleh maslahah terbesar, sehingga ia dapat mencapai kebahagiaan di dunia

dan akhirat. Kaidah konsumsi dalam Islam, telah tegas dinyatakan dalam Al-Qur’an

dan Hadits Rasulullah, dijelaskan bahwa seorang muslim akan mencapai tingkat

konsumsi yang baik atau mencapai kepuasan maksimal dalam konsumsi, apabila

konsumsi yang dilakukan sesuai dengan ajaran Islam.6

5. Rasionalitas Seorang Konsumen Muslim

Berbeda dengan sistem ekonomi konvensional (umum), terkait dengan perilaku

konsumen rasional dalam ekonomi konvensional lebih mementingkan kepuasan

dari pada amalan, sedangkan perilaku konsumen muslim rasional mencapai


maksimum dalam mengkonsumsi sejumlah barang atau membelanjakan

pendapatannya untuk amalan sholeh sesuai perintah Allah. Amalan sholeh tersebut

bisa berupa zakat, infaq, dan shadaqah serta pengeluaran untuk saudaranya yang

membutuhkan. Pengeluaran ZIS dan untuk saudaranya inilah yang diyakini akan

memperoleh pahala, imbalan, dan berkah yang lebih besar dan akan memperoleh

pahala dunia dan akhirat. Pendapatan konsumen muslim tidak dibelanjakan

5
Syaparuddin “ EDUKASI EKONOMI ISLAM perilaku konsumen muslim “, (yokyakarta : trusmedia
publishing,2021) h 14-16
6
Lik syakhabyatin dan jubaedah ,” rasionalitas konsumen dalam perspektif islam” TSARWAH,Vol.1, no. 1, 2016,
h 64
semuanya tetapi sebagian diperuntukan pengeluaran ZIS. Selain itu Islam

mengajarkan agar pengeluaran disesuaikan dengan kebutuhan atau keperluan yang

memang diperlukan menurut prioritasnya dan dilarang untuk menghambur-

hamburkan atau membelanjakannya secara bebas.7

D. Hasil Reviuw Atau Ringkasan Berita Dan Artikel Mengenai Perilaku Konsumen

Muslim Dalam Konsumsi Barang Dan Jasa Dalam Ekonomi Mikro Islam

1. Berita “Perilaku Konsumsi dalam Membeli Barang Antara Keinginan atau

Kebutuhan”

Perilaku konsumsi adalah perilaku yang biasanya terjadi dikalangan

masyarakat-masyarakat pada umumnya. karena perilaku seseorang secara

individual yang terwujud dalam sikap dan ucapan ataupun gerakan. Selain sikap

yang mempengaruhi perilaku adalah norma-norma subjektif yaitu suatu keyakinan

kita mengenai apa yang orang lain inginkan terhadap apa yang kita perbuat. Jadi

dapat kita pahami bahwa perilaku merupakan suatu sikap yang muncul dalam diri

manusia untuk bertindak dalam melakukan sesuatu. Tindakan seseorang akan

berbeda-beda dalam menanggapi suatu peristiwa termasuk dalam bertindak untuk

mempergunakan atau suatu barang atau jasa. perilaku konsumsi ini hampir terjadi

pada semua lapisan masyarakat, secara umum konsumsi didefinisikan sebagai


penggunaan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan manusia. konsumsi

adalah setiap kegiatan memanfaatkan, menghabiskan kegunaan barang dan jasa

untuk memenuhi kebutuhan manusia atau masyarakat dalam upaya menjaga

kelangsungan hidup. konsumsi juga merupakan suatu perilaku ekonomi yang asasi

didalam kehidupan manusia.

Adapun fakta-fakta mengenai perilaku konsumsi antara lain ialah:

7
Lik syakhabyatin dan jubaedah , “ rasionalitas konsumen dalam perspektif islam “ TSARWAH ,vo. 1, no. 1 ,
2016 ,h 67
a. adanya pergeseran perilaku konsumen beralih ke belanja online kondisi

saat ini yang mengubah perilaku belanja konsumen menuntut brand

beradaptasi cepat agar masyarakat bisa bebas berbelanja namun tetap

aman dirumah. sehingga masyarakat kini lebih nyaman berbelanja online

tanpa harus keluar dari rumah.

b. Adapun fakta-fakta yang lainnya seperti konsumen berani untuk

bertransaksi dengan nilai nominal lebih besar sehingga pengeluaran lebih

banyak dan mementingkan keinginan yang begitu besar sehingga

terjadinya nafsu untuk berbelanja secara berlebihan degan nominal yang

begitu besar. tidak lepas dari itu ada juga fakta dari perilaku konsumtif

tentang konsumen temukan informasi dan rekomendasi produk diaplikasi

berbelanja sehingga konsumen mendapatkan atau menerima informasi

tentang brand-brand yang ada diaplikasi tersebut sehingga konsumen

berkeinginan besar membeli produk-produk branded yang belum pernah

ada sebelumnya dipasar-pasar maupun ditoko.

c. Dan yang terakhir ini sangat berpengaruh terhadap konsumen yaitu

dengan adanya Free Ongkir dan Diskon jadi Faktor Pendorong Utama

masyarakat berbelanja online, kemudahan dan potongan harga yang


disediakan oleh aplikasi online. konsumen dapat menentukan keputusan

dalam membeli sebuah produk antara kebutuhan atau keinginan. Adapun

empat hal berikut ini yang menjadi pertimbangan bagi konsumen yang

berbelanja diaplikasi saat mereka akan melakukan belanja online.

• Yang Pertama adanya gratis ongkir kirim sehingga memungkinkan

konsumen untuk membelinya dikarenakan ongkos kirim gratis ke

berbagai wilayah dimana saja,


• Yang Kedua adanya kupon diskon atau lagi diskon besar-besaran

sehingga membuat daya tarik konsumen lebih berkeinginan membeli

produknya yang mendapatkan potongan harga dari harga aslinya,

• Yang Ketiga ada ulasan pembeli lain yang membuat konsumen

makin percaya berbelanja diaplikasi ini dan mempercayakan toko

yang diaplikasi tersebut aman,

• dan yang terakhir adalah kebijakan pengembalian yang mudah

apabila barang yang dibeli mengalami kerusakan atau tidak sesuai

dengan apa yang dipesan maka hal ini bisa diselesaikan dengan

mengembalikkan barangnya ke toko online tersebut dengan

ketentuan-ketentuan dari toko online maupun daru aplikasi itu

tersendirinya.

Adapun dampak dari permasalahan diatas yaitu:

• dapat mengakibatkan konsumen lebih mementingkan keinginannya

daripada kebutuhannya sendiri. Hal ini sangat berpengaruh terhadap

pola konsumsinya yang dimana banyak kebutuhan-kebutuhan yang

lain tetapi lebih mementingkan suatu keinginan yang besar. misalnya


konsumen membutuhkan laptop namun yang konsumen pikirkan atau

yang konsumen beli adalah komputer gaming sehingga konsumen

membeli komputer gaming demi keinginannya yang terpuaskan. Hal

ini dapat disimpulkan bahwa konsumen lebih memilih keinginannya

daripada kebutuhannya, hal ini juga dapat berdampak ke konsumen

ataupun masyarakat lainnya seperti pengeluaran uang belanja yang

membludak, perilaku boros dan hedonisme yang mulai timbul dan

sulit untuk dikontrol, nafsu belanja yang sulit dikontrol, adanya


kecemburuan sosial lantaran melihat gaya hidup dan barang yang
dimiliki orang lain, sehingga menimbulkan keinginan untuk meniru

dan membelinya, mengurangi kesempatan menabung, cenderung

tidak mampu menyiapkan kebutuhan mendatang, tidak memiliki dana

darurat dan yang terakhir ialah sulit membedakan antara keinginan

dan kebutuhan.

2. Artikel “Rasionalitas Berbelanja Online Mahasiswa (Pada Mahasiswa Ekonomi

Syariah Universtas Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi)”

Jual beli online adalah jual beli yang dilakukan dengan sarana elektronik

sehingga penjual dan pembeli tidak perlu bertemu secara langsung atau tatap muka

untuk melakukan transaksi jual beli. Pembeli bisa memilih barang yang

diinginkan dan membayar sesuai harga yang tertera. Penjual kemudian

mengirimkan barang untuk diperdagangkan. Dengan adanya jual beli online,

penjual tidak perlu menyewa toko untuk berjualan penjual hanya perlu

memanfaatkan teknologi untuk menjangkau calon pembeli di seluruh dunia

sehingga promosi akan lebih efektif. Kelemahannya adalah pembeli harus lebih

selektif dan berhati-hati dalam bertransaksi agar terhindar dari tindakan.

Bertransaksi secara online diperbolehkan menurut Islam, asalkan sesuai dengan


rukun dan syarat yang telah ditetapkan. Dalam Islam, syarat-syarat jual beli yang

sah antara lain penjual dan pembeli senang, tidak ada paksaan dari kedua belah

pihak, dan barang yang diperjualbelikan harus mengandung manfaat dan kesucian

sebagaimana miliknya

Teori tindakan sosial Max Weber berorientasi pada motif dan tujuan pelaku.

Dengan menggunakan teori ini kita dapat memahami perilaku setiap individu

maupun kelompok bahwa masing-masing memiliki motif dan tujuan yang berbeda

terhadap sebuah tindakan yang dilakukan. Teori ini bisa digunakan untuk
memahami tipe-tipe perilaku tindakan setiap individu maupun kelompok.
Sebagaimana diungkapkan oleh Weber dengan memahami perilaku setiap

individu maupun kelompok, sama halnya kita telah menghargai dan memahami

alasan- mereka dalam melakukan suatu tindakan.

Terdapat 4 jenis aksi sosial yang dikemukakan Max Weber.

1. Tindakan Instrumental (Zwerk Rational) Ini adalah aksi yang memiliki

rasionalitas sangat tinggi, meliputi opsi yang sadar (masuk akal) yang

berhubungan dengan tujuan aksi serta alat yang digunakan untuk

mencapainya. Orang bertindak didasarkan pada tujuan yang diinginkannya,

dan memastikan satu opsi diantara tujuan yang saling bersaingan, kemudian

orang memperhitungkan perlengkapan yang bisa digunakan untuk

mewujudkan tujuan.

2. Tindakan Nilai (Werk Rational). Nilai didefinisikan sebagai sesuatu yang

dianggap baik atau benar dan diharapkan keberwujudannya sehingga ketika

individu bertindak berdasarkan suatu nilai maka tindakan itu adalah tindakan

yang didasarkan oleh rasionalitas nilai. Contoh tindakan berkata jujur karena

orang menganggap nilai kejujuran sebagai suatu yang baik benar dan

Diharapkan.

3. Tindakan Afektif (Affectual action). aksi sosial ini didominasi oleh


perasaan ataupun emosi tanpa refleksi intelektual ataupun perencanaan sadar.

tindakan seseorang yang didasarkan pada perasaan yang meluap- luap

semacam cinta, marah, khawatir ataupun gembira, serta secara otomatis

mengatakan perasaan itu tanpa refleksi.

4. Tindakan Tradisional (Traditional Action). seseorang memperlihatkan

perilaku tertentu karena kebiasaan yang diperoleh dari nenek moyang, tanpa

refleksi yang sadar atau perencanaan.

teori konvensional menunjukkan rasionalitas hanya berfokus pada utility atau


manfaat, dalam rasionalitas Islam selain memperhatikan beberapa manfaat
juga kehalalan produk. Pertama, manfaat material seperti murah; Kedua

manfaat fisik atau psikis seperti aman, sehat, dan nyaman ketiga manfaat

intelektual yaitu mendapatkan informasi pengetahuan, keempat manfaat

lingkungan yaitu eksternalitas positif; kelima manfaat inter-generation yaitu

manfaat yang memperhatikan kelestarian dan keturunan seorang muslim dan

juga memperhatikan berkah dalam setiap tindakannya.; keenam, kehalalan

barang dan jasa, tidak israf, serta ada ridha Allah didalamnya. tujuan seorang

muslim adalah mencapai falah, diambil dari aflaha-yuflihu yang berarti

kemenangan dan untuk mencapainya dengan memaksimalkan maslahah. Dari

sudut pandang konsumsi Islam, kebutuhan ditentukan oleh maslahah yang

akan memunculkan falah

Jika sumber hukum utama masih menimbulkan pertanyaan, para ulama

menempuh ijtihad, yaitu upaya mencari jawaban atas dasar landasan mengikuti

metode dan prinsip umum dalam ushul Al fiqh. Hasil dari ijtihad ulama bisa

hanya berupa opini ulama namun dapat meningkat menjadi fatwa yang

merupakan salah satu rujukan bagi muslim untuk bertindak dan berperilaku.

Salah satu fatwa yang dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) adalah

fatwa bunga bank yang termasuk dalam fatwa bunga nomor 1 MUI 2004.
Adapun sebagian dari sifat maṣlaḥah, antara lain:

1) Maslahah bersifat subjektif. setiap orang dapat menentukan apakah suatu

perbuatan maṣlaḥah atau tidak, hal itu berarti masing-masing orang

menjadi hakim bagi dirinya sendiri. Tetapi perlu diingat bahwa kriteria

maṣlaḥah ini ditetapkan oleh syari’ah dan sifatnya mengikat bagi semua

individu.

2) Maṣlaḥah individu akan konsisten dengan maṣlaḥah orang banyak. Inilah

yang dimaksudkan bahwa setiap muslim harus bermanfaat bagi


lingkungannya. Seorang muslim dapat dikatakan memaksimalkan

maslahah jika memenuhi indikator indikator berikut.:

• Berfaedah

• Berbelanja berdasarkan kebutuhan

• Memperhatikan intensitas waktu berbelanja

• Menghabiskan di jalan kebenaran.

• Hindari konsumsi barang-barang yang dilarang dalam agama(haram)

• Konsumsi secara moderat tidak boros dan tidak pelit

3. Artikel “Analisis Rasionalitas Terhadap Perilaku Tabzir Dalam Perspektif Ekonomi

Islam”

Menurut ekonomi konvensional, manusia disebut rasional ketika apabila mampu

memaksimalkan utility untuk konsumen dan keuntungan untuk produsen. Berbeda

dengan ekonomi konvensional, dalam ekonomi Islam, manusia ekonomi baik produsen

ataupun konsumen akan selalu memaksimalkan maslahah. Menurut ekonomi Islam,

konsep rasionalitas ekonomi lebih luas dibandingkan dengan konsep ekonomi

konvensional. Dalam Islam, rasionalitas ekonomi diarahkan sebagai dasar kaum muslim

untuk berperilaku dengan mempertimbangkan kepentingan diri, sosial dan pengabdian


kepada Allah SWT.Menurut Firmansyah (2021), rasionalitas ekonomi Islam memiliki

beberapa prinsip sebagai berikut:

1) The concepts of success

Konsep sukses dalam Islam diukur dengan nilai moral Islam, bukan dengan

jumlah kekayaan yang dimiliki

2) Time scale of consumer behavior

Seseorang muslim harus percaya adanya hari kiamat dan kehidupan akhirat.
Keyakinan ini membawa dampak mendasar pada perilaku konsumsi, yaitu:
a) Pilihan jenis konsumsi akan diorientasikan untuk kepentingan dunia dan

akhirat.

b) Probabilitas kuantitas jenis pilihan konsumsi cenderung lebih variatif dan

lebih banyak karena juga mencakup jenis konsumsi untuk kepentingan

akhirat.

3) Concept of wealth

Harta merupakan anugerah Allah dan bukan merupakan sesuatu yang dengan

sendirinya bersifat buruk sehingga harus dijauhi secara berlebihan. Harta

merupakan alat untuk mencapai tujuan hidup jika diusahakan dan dimanfaatkan

secara benar.

4) Concepts of goods

Harta benda/barang (goods) merupakan karunia Allah kepada manusia. Islam

telah menganjurkan untuk mengkonsumsi barang-barang yang termasuk dalam

kategori halal dan at-tayyibat (barang-barang yang baik dan suci). Sebaliknya,

barang-barang yang haram, seperti minuman keras, babi, bangkai, dan lain-lain

dilarang dalam Islam.

5) Ethics of comsumption
Islam memiliki seperangkat etika dan nilai yang harus dipedomani manusia dalam

berkonsumsi, seperti keadilan, kesederhanaan, kebersihan, tidak melakukan

kemubadziran dan tidak berlebih-lebihan (israf).

Setiap analisa ekonomi pada dasarnya berada pada asumsi mengenai perilaku para

pelaku ekonomi tersebut. Rasionalitas seperti yang telah dijelaskan diatas memiliki definisi

yang sangat longgar, artinya segala argumen yang dibangun selama memenuhi kaidah

logika yang ada dan dapat diterima oleh akal maka akan dianggap sebagai bagian dari

ekspresi rasional. Aksioma merupakan dasar kaidah-kaidah yang dapat diterima secara
universal dan tidak perlu diuji lagi kebenarannya, aksioma inilah yang menjadi acuan
dalam menguji rasionalitas dari suatu perilaku. Aksioma digali dari nilai-nilai suatu budaya

yang sifatnya universal. Cara pandang dan budaya yang akan membedakan penafisran pada

tataran operasional. Maka rasionalitas dalam Islam juga dibangun dari nilai-nilai dan

budaya Islam. Beberapa hal berikut merupakan kaidah aksioma yang belaku umum dan

universal sesuai dengan universalitas agama Islam, diantaranya:

1. Tujuan pelaku ekonomi adalah mendapatkan maslahah

2. Pelaku ekonomi selalu berusaha untuk tidak berbuat tabzir

3. Pelaku ekonomi selalu berusaha untuk meminimalisir risiko

4. Pelaku ekonomi dihadapkan pada situasi ketidakpastian

5. Pelaku ekonomi mengurangi risiko dengan melengkapi informasi

Sistem kapitalis merupakan sistem yang menerapkan segala sumber adalah milik pribadi,

tujuannya adalah mendapatkan laba sebanyak-banyaknya. Pada sisitem ini pemerintah

menyerahkan harga kepada pasar sehingga harga tidak dapat terkendali. Sistem ini

memiliki kelemahan diantaranya adalah ketidakmerataan, ketidakselarasan, maksimalisasi

profit, krisis moral, materialistis dan kesejahteraan dikesampingkan.

1. Sosialis

Sistem sosialis berbanding terbalik dengan sistem kapitalis. Pada sistem sosialis

yang ditekankan adalah pemerataan. Segala kebijakan diserahkan pada pemerintah,


selain itu pajak yang dibebankan pada rakyat juga tinggi.

2. Islam

Rasionalitas ekonomi syariah dapat dilihat pada asas-asas ekonomi syariah dan

dasar sistem yang digunakan. Jika dalam ekonomi konvensional menusia disebut

rasional secara ekonomi jika mereka selalu memaksimumkan utility untuk

konsumen dengan keuntungan untuk produsen, maka dalamekonomi Islam seorang

pelaku ekonomi, produsen, konsumen fakan berusaha untuk memaksimalkan


maslahah. Komitmen Islam pada persaudaraan dan keadilan menuntut semua

sumber daya yang tersedia bagi ummat manusia.

3. Konsep Tabzir

Tabzir berasal dari bahasa arab badzara – yubadziru – tabdziran yang artinya hal

yang berlebih-lebihan, membuang-buang harta atau pemborosan. Seseorang yang

menafkahkan hartanya dalam rangka kebaikan maka hal terebut bukan berarti

pemborosan. Tabzir yang dimaksud adalah menggunakan harta untuk maksiat dan

kesombongan

4. Tabzir dalam Kehidupan

Dalam sehari-hari kita mudah sekali melihat orang-orang berperilaku Tabzir, dan

boleh jadi kita termasuk dalam perilaku itu tanpa disadari. Misalnya dalam hal

sederhana seperti berpakaian, membelanjakan uang, makan, minum beragama dan

lain-lain.

5. Etika Rasionalitas dalam Konsumsi Islam

Rasionalitas dalam perilaku konsumen muslim harus berdasarkan aturan Islam,


diantaranya

sebagai berikut:

• Konsumen muslim dikatakan sebagai rasional ketika yang dibelanjakan

sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan, artinya proporsional. Tidak

terlalu pelit tidak juga terlalu pemurah.

• Konsumen muslim dikatakan rasional ketika dia membelanjakan barang-

barang yang tidak hanya bersifat duniawi, akan tetapi juga untuk

kepentingan dijalan Allah.


• Konsumen muslim dikatakan rasional ketika tingkat konsumsinya lebih

kecil dibandingkan dengan konsumen non muslim, karena konsumen

muslim dibatasi pada barang yang halal dan baik.

• Konsumen muslim dikatakan rasional apabila tidak menumpuk dan

menimbun harta kekayaan melalui tabungan dan belanja mewah. (Afirna,

2019).
E. Daftar pustaka

Lik syakhabyatin dan jubaedah ,” rasionalitas konsumen dalam perspektif islam”

TSARWAH,Vol.1, no. 1, 2016, h 64

Lik syakhabyatin dan jubaedah , “ rasionalitas konsumen dalam perspektif islam

“ TSARWAH ,vo. 1, no. 1 , 2016 ,h 67

Moh. Afrida zubaidi , “ pengaruh perilaku konsumen muslim berdasarkan konsep

syariah terhadap keputusan pengunaan jasa go food ( studi pada mahasiswa

ekonomi islam universitas brawijaya)” , 2019 ,h 4

Suharyono ,” perilaku konsumen dalam perspektif ekonomi islam “, AL-INTAJ , vol. 4,

no. 2, 2 september 2018 , h 310

Syaparuddin “ EDUKASI EKONOMI ISLAM perilaku konsumen muslim “, (yokyakarta

: trusmedia publishing,2021) h 14-16

Rahmat ilyas , “ etika konsumen dan kesejahteraan dalam perspektifekonomi islam “,

mahasiswa program doktor UIN sumatera utara, dosen jurusan syariah dan
ekonomi islam STAIN syaikh abdurahman siddik bangka belitung ,jurnal At-

tawassuth , vol. 1, no. 1, 2016, h 162


F. Dokumentasi

Anda mungkin juga menyukai