Anda di halaman 1dari 39

Isi bagian pendahuluan dalam pembuatan skripsi

Dalam sebuah proposal skripsi, bagian Pendahuluan dapat memuat unsur-unsur


berikut.

1.1 Latar Belakang Penelitian

Latar belakang penelitian mengungkapkan keingintahuan mahasiswa tentang


fenomena/gejala yang menarik untuk diteliti dengan menunjukkan signifikansi penelitian
bagi pengembangan pengetahuan ilmiah. Empat komponen latar belakang masalah
yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut:

1. Adanya gejala tentang permasalahan yang akan diteliti.


2. Relevansi dan intensitas pengaruh masalah yang diteliti terhadap aspek ilmu
sosial humaniora, budaya, politik, seni, agama) dengan segala akibat yang
ditimbulkannya.
3. Keserasian pendekatan metodologis yang digunakan.
4. Gambaran kegunaan hasil penelitian.

Dari pihak peneliti, pengungkapan bagian ini dapat didasarkan atas pertanyaan-
pertanyaan berikut:

1. Tentang topik yang diteliti, apa-apa saja informasi yang telah diketahui, baik
teoretis maupun faktual;
2. Berdasarkan informasi yang diperoleh, adakah ditemukan adanya
permasalahan;
3. Dari permasalahan yang dapat diidentifikasi, bagian mana yang menarik untuk
diteliti;
4. Apakah mungkin secara teknis masalah itu diteliti.

Latar belakang menunjukkan alasan-alasan dan hal-hal yang melatarbelakangi memilih suatu
topik penelitian skripsi yang akan dilakukannya. Permasalahan dan arti penting dilakukannya
penelitian disampaikan pada bagian ini.
Permasalahan dapat muncul dari kesenjangan antara hal yang ideal (das sollen) dengan
realitasnya (das sein) berdasar asumsi teoretis tertentu. Alur pemikiran latar
belakang diuraikan dalam pola piramida terbalik – dari umum ke khusus – dilengkapi dengan
data dan fakta pendukung. Selain itu menjelaskan kedudukan penelitian yang dilakukan dalam
kaitan penelitian-penelitian yang terdahulu (kajian empiris) secara sekilas yang sesuai dengan
ranah keilmuan dianjurkan untuk dicantumkan untuk mendukung urgensi penelitian.
Kebaharuan penelitian yang dilakukan teman-teman mahasiswa akan tergantung di bagian ini.
Cara Membuat Latar Belakang Penelitian

Latar belakang masalah penelitian (research background) adalah bagian pertama


yang sangat penting dalam menyusun tulisan ilmiah (skripsi). Latar belakang masalah
sendiri adalah informasi yang tersusun sistematis berkenaan dengan fenomena dan
masalah problematika yang menarik untuk diteliti. Masalah terjadi saat harapan ideal
akan sesuatu hal tidak sama dengan realita yang terjadi. Pada Latar Belakang
menjelaskan alasan mengapa masalah dalam penelitian ingin diteliti, pentingnya
permasalahan dan pendekatan yang digunakan untuk menyelesaikan masalah tersebut
baik dari sisi teoritis dan praktis.

Tujuan paling mendasar dari bagian Latar Belakang (research background) dalam
sebuah tulisan ilmiah (manuscript) adalah menarik perhatian pembaca sekaligus
menyediakan informasi dasar yang terkait dan relevan dengan studi atau riset yang
sedang dikerjakan. Membuat pernyataan dari pertanyaan pemandu riset (research
question) merupakan bagian terpenting dalam Latar Belakang, sedangkan tinjauan
pustaka (review of the literature) diusahakan singkat dan padat.

Kunci membuat latar belakang masalah penelitian yang baik yaitu seberapa
komprehensif kita merangkumkan penelitian kita. Tulisan yang baik adalah bahwa
dengan hanya membaca latar belakang masalah, orang langsung bisa memahami, apa
yang kita lakukan pada penelitian kita.

Secara umum, latar belakang harus memuat setidak-tidaknya 3 aspek, yaitu aspek

1. Aspek normatif adalah kondisi yang seharusnya atau yang ingin dicapai secara
ideal.
2. Aspek Empiris adalah kondisi yang sebenarnya terjadi di lapangan dan menjadi
sebuah pertanyaan, karena berbeda dengan kondisi ideal (sesuai aspek
normatif). Dengan demikian, pada aspek empiris akan tergambar gap atau
ketimpangan antara normatif dan empiris. Dengan demikian, permasalahan yang
diangkat dan dijadikan topik masalah penelitian tertera di bagian ini.
3. Aspek teoretis atau yuridis yaitu bagian yang mengungkapkan sebuah metode
yang dapat menyelesaikan permasalahan atau yang kita
sebut gap (ketidaksesuaian antara normatif dan empiris). Aspek normatif sering
dijadikan sebuah indikator dalam melakukan analisa data atau batasan penelitian
yang dilakukan.

Latar belakang sejauh menyangkut topik penulisan

1. Hal-ihwal yang sudah diketahui atau dipercaya umum tentang topik pembahasan
2. Hal-ihwal yang masih belum diketahui, atau masih menjadi kontroversi, atau
masih menimbulkan perdebatan, terkait topik pembahasan
3. Sejumlah temuan yang relevan menyangkut topik pembahasan
4. Seberapa penting dan signifikan topik ini dibahas kembali oleh tulisan ini

Pernyataan dari pertanyaan pemandu riset

Ada sejumlah cara yang dapat digunakan untuk menandai pertanyaan pemandu riset,
seperti:

 "Untuk menentukan apakah..."


 "Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk .”
 "Penelitian ini dilakukan untuk ..."
 "Penelitian ini berikhtiar untuk menjawab/menggugat/ memodifikasi hipotesis
yang menyatakan bahwa ..."

Pendekatan yang digunakan untuk menjawab pertanyaan pemandu riset

1. Apakah riset ini menggunakan pendekatan kualitatif


2. Apakah riset ini menggunakan pendekatan kuantitatif
3. Apakah riset ini menggunakan pendekatan campuran (kuali- kuanti)

Secara khusus, Latar belakang penelitian berisi :

1. Alasan rasional dan esensial yang membuat peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian berdasarkan fakta-fakta, data, referensi dan temuan penelitian
sebelumnya.
2. Gejala-gejala kesenjangan yang terdapat di lapangan sebagai dasar pemikiran
untuk memunculkan permasalahan dan bagaimana penelitian mengisi
ketimpangan yang ada berkaitan dengan topik yang diteliti.
3. Kompleksitas masalah jika masalah itu dibiarkan dan akan menimbulkan dampak
yang menyulitkan, menghambat, mengganggu bahkan mengancam.
4. Pendekatan untuk mengatasi masalah dari sisi kebijakan dan teoritis
5. Penjelasan singkat tentang kedudukan atau posisi masalah yang diteliti dalam
ruang lingkup bidang studi yang ditekuni peneliti.

Daftar rujukan (references) hampir selalu digunakan (dan ditemukan) pada bagian
Latar Belakang dan pembahasan.

Referensi yang dikutip dalam bagian Latar Belakang sebaiknya yang valid, tersedia
(available) dan bisa diakses baik oleh pembaca maupun Mitra Bestari (pakar yang
menelaah tulisan).

Biasanya, artikel-artikel yang dipublikasikan dalam jurnal-jurnal yang melibatkan mitra


bestari, atau jurnal-jurnal yang sudah terakreditasi, amat memerhatikan validitas serta
ketersediaan referensi yang digunakan si penulis. Artikel-artikel yang sudah dikirimkan
ke jurnal (submit) namun belum dinyatakan "diterima" oleh redaksi jurnal, bukan sumber
yang valid untuk dijadikan rujukan, karena belum tersedia untuk diakses.

Meskipun buku-buku ajar atau buku teks, tesis program magister maupun disertasi
program doktoral, prosiding seminar atau konferensi yang juga telah melewati proses
telaah ahli, merupakan sumber yang juga valid; namun biasanya sumber-sumber ini
lebih sulit diakses, atau memerlukan waktu yang lebih lama untuk bisa diakses, karena
pelbagai jenis restriksi dari institusi. Bagian 'Latar belakang' bukan tempat yang tepat
untuk mengevaluasi secara kritis berbagai pandangan atau karya yang dijadikan
referensi.

Hindari mengambil bahan rujukan dari komunikasi informal seperti chatting di media
sosial, atau hasil pengamatan dan laporan penelitian yang belum dipublikasikan. Sifat
temuan-temuan di situ belum kuat sebagai bukti dikarenakan belum dievaluasi (oleh
mitra bestari atau reviewer internal) dan belum bisa diakses.

Jumlah referensi yang digunakan harus dibatasi, tidak berlebihan atau sekadar "pamer"
dengan cara memilih referensi yang paling penting, paling valid, paling relevan, dan,
sejauh memungkinkan, paling baru.

Godaan terbesar ketika menuliskan bagian ini adalah "berlebih- lebihan." Perlu diingat
bahwa bagian Latar Belakang memang dimaksudkan untuk memperkenalkan pembaca
pada penelitian yang Anda kerjakan, bukan untuk meringkas dan mengevaluasi tinjauan
pustaka menyangkut topik yang didiskusikan. Akan lebih baik jika tinjauan-tinjauan lain
yang membahas topik penelitian disimpan dan ditampilkan pada bagian "hasil dan
pembahasan”, karena mereka bisa menjadi alat bantu pembanding dan penafsir yang
berguna untuk hasil-hasil temuan Anda.

Ketika menuliskan bagian Latar Belakang, cukupilah memberikan informasi yang


membuat calon pembaca tulisan Anda memahami mengapa Anda mengajukan
pertanyaan-pertanyaan pemandu riset seperti itu, dan mengapa hipotesis yang Anda
ajukan bisa dibilang cukup "masuk akal" serta "menantang untuk dibuktikan."

Sistem piramida terbalik dalam penyusunan latar belakang masalah

Apabila kita menganut sistem piramida terbalik dalam penyusunan latar belakang, maka
rangkaiannya sebagai berikut.

 Pada bagian awal latar belakang adalah gambaran umum tentang masalah yang
akan diangkat. Dengan model piramid terbalik buat gambaran umum tentang
masalah mulai dari hal global sampai mengerucut fokus pada masalah inti, objek
serta ruang lingkup yang akan diteliti.
 Pada bagian tengah unkapkan fakta, fenomena, data-data dan pendapat ahli
berkenaan dengan pentingnya masalah dan efek negatifnya jika tidak segera
diatasi dengan didukung juga teori dan penelitian terdahulu.
 Bagian akhir diisi dengan alternatif solusi yang bisa ditawarkan (teoritis dan
praktis) dan akhirnya muncullah judul.
Sistem piramida terbalik dalam penyusunan latar belakang tersebut sangat populer dan
dianggap relatif paling mudah untuk diterapkan. Biasanya, sistem penyusunan latar
belakang piramida terbalik digunakan oleh orang-orang yang akan melakukan
penelitian berjenis kualitatif karena pemikiran dari umum ke khusus.

Peneliti memilih novel Ngoyak Ombak Segara Kidul karya Margareth Widhy
Pratiwi karena ada beberapa faktor yang membuat tertarik untuk meneliti. Yang
pertama, novel Ngoyak Ombak Segara kidul belum pernah ditetiliti oleh peneliti lainnya
menurut keterangan Margareth Widhy Pratiwi. Kedua, tertarik terhadap cerita diadopsi
dari kisah nyata yang pernah terjadi di negara Indonesia khususnya Daerah Istimewa
Yogyakarta. Ketiga, cerita para tokohnya yang mengalami cedera fisik dan psikis akibat
peristiwa bencana alam yang terjadi di Yogyakarta serta konflik-konflik di antara para
tokoh.
Novel Ngoyak Ombak Segara Kidul menceritakan tentang becana alam gempa
bumi yang sangat besar dapat meluluhlantakan daerah Bantul dan sekitarnya yang
terjadi pada tahun 2006. Banyak korban jiwa yang berjatuhan dan banyak rumah-rumah
warga yang rata dengan tanah. Warga yang selamat banyak mengalami luka fisik
maupun psikis karena kaget dengan kejadian besar yang baru menimpanya. Penulis
menggambarkan keadaan para tokoh di dalam novel yang mengalami trauma setalah
bencana alam. Akan tetapi para tokoh yang dibangun dalam novel tersebut merupakan
rekaan atau fiksi namun penggambaran atau penempatan hampir mirip dengan
kejadian yang susungguhnya. Margareth Widhy Pratiwi menuturkan bahwa saat
menulis novel ini, beliau banyak belajar dari pribadi manusia dan memahami
perilakunya agar dapat menghidupkan karakter para tokoh dinovelnya.
Tahun 2010 Yogyakarta mengalami bencana alam kembali yaitu meletusnya
Gunung Merapi yang menewaskan banyak orang termasuk guru kunci yaitu Mbah
Marijan. Novel ini juga menceritakan kembali konflik yang pernah terjadi di antara para
tokoh. Konflik yang ditampilkan antara lain; konflik keluarga Aning dan konflik akibat
krisis moneter pada tahun 1998 di Indonesia. Banyak kerusuhan dan kerusakan di
mana-mana yang membuat banyak orang untuk keluar rumah dan tertekan dalam
kondisi tersebut. Jadi, cerita peristiwa dinovel Ngoyak Ombak Segara Kidul karya
Margareth Widhy Pratiwi adalah kenyataan dan sesuai dengan data yang ada, namun
untuk cerita yang diperankan oleh setiap tokohnya adalah rekaan atau fiksi.
Akibat dari peristiwa-peristiwa bencana alam dan konflik yang terjadi
mengakibatkan munculnya permasalahan di antara para tokoh novel Ngoyak Ombak
Segara Kidul karya Margareth Widhy Pratiwi. Permasalah yang timbul berdampak pada
kehidupan keseharian tokoh-tokoh. Salah satunya dampak dari peristiwa bencana alam
yang membuat beberapa tokoh mengalami gangguan psikis dan mengganngu
kehidupan kesehariannya yang sulit untuk kembali hidup normal. Dari beberapa
analisis, para tokoh menunjukan gejala-gejala trauma yang terlihat dari tingkah laku
para tokoh. Oleh sebab itu, perlu untuk diketahui sampai mana trauma yang dialami
para tokoh dan tindakan apa yang sudah dilakukan untuk mengobati trauma para tokoh.
Maka dari itu peneliti tertarik untuk lebih dalam mengkaji novel Ngoyak Ombak Segara
Kidul karya Margareth Widhy Pratiwi.
Peneliti menggunakan objek novel Ngoyak Ombak Segara Kidul karya
Margareth Widhy Pratiwi yang akan dianalisis menggunakan pendekatan psikologi
sastra. Pendekatan psikologi sastra berisikan aktivitas kejiwaan pengarang dalam
menulis sebuah karya sastra. Pendekatan psikologi sastra dianggap tepat dalam
menganalisi novel Ngoyak Ombak Segara Kidul karya Margareth Widhy Pratiwi. Karena
di dalam novel tersebut banyak memuat unsur psikologi para tokoh yang dibangun oleh
penulis dan menarik untuk dikaji. Para tokoh yang mengalami gangguan kejiwaan
(bukan diartikan sebagai gila) akibat peristiwa-peristiwa besar yang menimpanya.
Akibatnya terpendam dalam ingatan yang menimbulkan trauma-trauma yang dialami
para tokoh. Dan teori psikologi yang digunakan sebagai langkah dalam menganalisis
adalah teori psikoanalisis dari Sigmund Freud yang di dalamnya dijelaskan juga
mengenai unsur trauma kejiwaan. Dengan ini penelitian mengambil judul “Trauma
Kejiwaan Para Tokoh dalam Novel Ngoyak Ombak Segara Kidul karya Margareth
Widhy Pratiwi (Pendekatan Psikologi Sastra).

1.2 Rumusan Masalah

Identifikasi masalah adalah inti fenomena yang akan diteliti sebagai akibat adanya
kesenjangan antara teori dan kenyataan.

Rumusan masalah. adalah pertanyaan-pertanyaan penelitian yang dituangkan secara


tegas dan jelas dengan mengacu pada permasalahan yang akan diteliti. Disarankan
rumusan masalah dibuat dalam bentuk pertanyaan, dan memenuhi persyaratan
rumusan masalah ilmiah (feasible, jelas, dan menunjukkan hubungan antar
variabel atau menggambarkan variabel yang akan diteliti).

Cara mudah membuat Rumusan Masalah adalah dengan menggunakan alat bantu
pertanyaan dengan prinsip 5W + 1H (What, Who, Why, When, Where dan How), seperti
prinsip penulisan berita dalam dunia jurnalistik. Untuk mendapatkan esensi masalah,
bisa digunakan kata tanya "apa" atau "siapa". “Apa” menyangkut subjek benda (non-
manusia), sementara "siapa" menyangkut subjek manusia. Kata tanya “Apa" lebih
menjurus pada nama kejadian atau peristiwa, sementara "Siapa" lebih ke pelaku atau
orang yang terlibat dalam peristiwa (yang dimaksud atau dijadikan topik).

Tentang kata tanya "Why", atau "Mengapa", biasanya lebih digunakan dalam
rumusan masalah penelitian kuantitatif, untuk mencari hubungan kausal antara dua
atau lebih kejadian atau variabel. Bisa juga pertanyaan "Mengapa" diajukan dalam
rumusan masalah penelitian kualitatif, misalnya, penelitian yang menggunakan
pendekatan hermeneutika dan semiotika (untuk mencari makna dan
menginterpretasikan tanda-tanda), atau fenomenologi (untuk mencari dan menemukan
bentuk dasar dari fenomena), atau telusur genealogis-historis (seperti dilakukan para
sejarawan atau ahli arkeologi budaya).

Kata tanya “Where"atau "di mana"menempatkan penelitian pada tempat (locus)


yang tertentu, sementara "When" atau "kapan" pada aras waktu (timeline) tertentu.
Pembatasan ruang-waktu yang dibingkai dengan kata tanya di mana" dan "kapan"
menjadi penting dalam konteks merumuskan masalah, dikarenakan kemampuan
manusia, dalam hal ini si atau tim peneliti, yang serba terbatas dan fakta
ketidakmungkinan “menyelidiki segala sesuatu yang ada di muka bumi ini" dalam kurun
masa hidup individu yang pendek. Kata tanya "How" lebih mengarahkan peneliti pada
proses atau cara si subjek melakukan sesuatu, atau terlibat dalam suatu kejadian/
peristiwa, atau untuk membedakan sesuatu (menarik distingsi).

Prinsip berikutnya yang perlu dipahami dalam perumusan masalah adalah membuat
tegangan yang menarik rasa ingin tahu; antara yang universal dengan yang particular;
antara yang sudah diketahui dengan yang belum diketahui oleh para ahli atau khalayak
pembaca; antara prinsip-prinsip umum dengan fakta-fakta atau temuan-temuan khusus;
antara das sollen (kaidah-kaidah atau tataran ideal) dengan das sein (kenyataan atau
realitas yang ada). Rumusan masalah yang efektif baru terjadi ketika ketiga hal yang
tercakup dalam prinsip kedua ini mendapatkan perhatian yang secukupnya dari calon
penulis makalah.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti merumuskan masalah yang akan diteliti sebagai
berikut:
1. Bagaimanakah keterkaitan antarunsur struktural dalam novel Ngoyak Ombak
Segara Kidul karya Margareth Widhy Pratiwi yang meliputi tema, cerita, alur (plot),
tokoh, latar (setting), sudut pandang, dan bahasa?
2. Bagaimanakah wujud trauma kejiwaan para tokoh dalam novel Ngoyak Ombak
Segara Kidul karya Margareth Widhy Pratiwi?
3. Bagaimanakah cara mengatasi trauma kejiwaan dalam novel Ngoyak Ombak
Segara Kidul karya Margareth Widhy Pratiwi?

1.3 Tujuan Penelitian

Maksud penelitian mengungkapkan arah dan tujuan umum apa yang akan dicapai
dalam penelitian. Tujuan penelitian meng-ajukan indikator-indikator/aspek-aspek yang
hendak ditemukan dalam penelitian, terutama berkaitan dengan variabel-variabel yang
akan diteliti.

Tujuan penelitian. Tujuan penelitian adalah pernyataan singkat mengenai keinginan


yang ingin dicapai dari kegiatan penelitian yang dilakukan. Kemukakan pula tujuan
khusus yang dirumuskan ke dalam urutan yang secara spesifik mengacu pada
pertanyaan- pertanyaan penelitian. Penelitian dapat bertujuan untuk menjajaki,
menguraikan, menerangkan, membuktikan, atau menerapkan suatu gejala, konsep,
dugaan, ataupun membuat prototype. Jumlah butir tujuan penelitian minimal sama atau
dapat juga lebih dari jumlah butir pertanyaan dalam rumusan masalah.

Dalam suatu rancangan penelitian yang luaran akhirnya berupa makalah, skripsi, atau
artikel di jurnal ilmiah, penentuan tujuan penelitian yang jelas dan spesifik, disertai
rumusan masalah yang tepat- guna serta mengindahkan prinsip-prinsip 5W + 1H
maupun dalam tegangan antara universalitas dan partikularitas, merupakan sebuah
tolok-ukur yang sering digunakan untuk menentukan feasibility rancangan penelitian
tersebut.
Hendaknya calon peneliti memerhatikan dengan cermat apakah tujuan penelitian yang
ditetapkannya sudah bersesuaian dengan rumusan masalah yang disusunnya, jangan
sampai tujuan penelitian kualitatif diperinci dengan perumusan masalah kuantitatif atau
sebaliknya.

Ketika penelitian sudah mulai dikerjakan, baik tujuan penelitian maupun perumusan
masalah memang bisa mengalami dinamika (dalam arti: perubahan). Temuan-temuan
(baru) di lapangan, hasil wawancara dengan narasumber beserta penafsirannya,
kerangka teori yang dicari dan digunakan sebagai paradigma penelitian, triangulasi dari
beberapa metode riset, merupakan faktor-faktor yang dapat me-nyumbang pada
perubahan, baik dalam arti modifikasi maupun peng-gantian, tujuan penelitian serta
rumusan masalah.

Seperti dicatat Parker (2011: 102-103), ada dua dimensi yang bisa dibedakan ketika
melakukan penelitian kualitatif. Dimensi pertama menyoroti apakah analisis dilakukan
berdasarkan unit (pendekatan kategoris) atau berdasarkan teks sebagai keseluruhan
(pendekatan holistik). Dalam pendekatan holistik, teks dipandang dan diperlakukan
sebagai suatu keutuhan, sementara bagian-bagian yang menyusun teks ditafsirkan
dalam konteks dan hubungan dengan bagian-bagian narasi lainnya. Sementara itu,
dimensi kedua memberi tekanan pada fokus analisis, apakah pada isi atau pada
bentuk. Distingsi yang bisa ditarik antara isi dan bentuk biasanya merujuk pada cara
membaca teks secara sastrawi, tetapi sebenarnya tidak sesederhana itu. Salah satu
contoh pendekatan kualitatif yang membuka ruang untuk perubahan dalam perumusan
masalah ataupun tujuan penelitian adalah pendekatan naratif. (Pendekatan) Naratif
adalah suatu cara bertutur yang menceritakan satu atau lebih kejadian nyata yang tidak
secara logis saling mengandaikan atau mengaitkan, yang dalam prosesnya, topik
tuturan tersebut bisa berkembang atau berubah.

Dengan mewaspadai kemungkinan "perubahan” seperti ini, seperti ditawarkan oleh


pendekatan naratif dalam penelitian kualitatif, bukan berarti si peneliti dapat dengan
gampangnya mengubah-ubah tujuan penelitian dan rumusan masalah seiring
berjalannya penelitian. Hipotesis yang diajukan si peneliti dalam usulan penelitian
memang harus diuji kadar kebenarannya (verifiability). Namun, tentu saja ia pun harus
bersikap terbuka jika temuan-temuan di lapangan, termasuk hasil wawancara
terstruktur dengan narasumber, menunjukkan arah yang tidak mengonfirmasi hipotesis
yang diajukan. "Memaksakan" keberlakuan sebuah hipotesis agar mendukung
keyakinan awal prapenelitian (basic assumptions) merupakan musuh dari sikap terus
bertanya (inquiry attitude) yang bebas prasangka dari sosok seorang peneliti yang
ideal.

Tujuan Penelitian yang baik, dalam arti efektif dan bisa dikelola (manageable),
mengandaikan kombinasi dari empat faktor kunci berikut ini:

1. besar atau kecilnya kadar keingin-tahuan si atau tim peneliti;


2. kecermatan pengamatan awal terhadap fenomena yang mau diteliti;
3. kemampuan membaca dan memetakan isu-isu yang sedang banyak dibahas
dalam sebuah komunitas akademis tertentu;
4. kemampuan membuat fokus atau isu turunan dari isu-isu besar yang ditemukan
pada no.3

Suatu tujuan penelitian yang efektif, biasa disebut juga topic statements, tidak terlepas
dari tiga hal berikut ini.

1. Objektif atau imparsial. Artinya,tujuan penelitian tidak memihak salah satu agensi
atau subjek yang "memesan dan membiayai" penelitian.
2. Dirumuskan dengan bahasa yang jelas (tidak ambigu atau metaforis) dan
menggunakan kata kerja aktif transitif untuk mencirikan.
3. Biasanya menggunakan bingkai kerja (framework) pada riset yang dilakukan,
artinya, "masuk akal" untuk dikerjakan, baik dari segi pembiayaan, waktu
pengerjaan, orang-orang yang terlibat termasuk kompetensinya, bisa ditunjang
sarana dan fasilitas yang tersedia, terlihat ada manfaat atau kegunaan (entah
untuk sekelompok orang atau khalayak yang lebih luas). Istilah yang lazim
digunakan pada poin ini adalah "the feasibility of research".

Contoh tujuan penelitian yang efektif (properly framed research goals):

Berdasarkan rumusan masalah yang telah disebutkan, maka penelitian ini


memiliki tujuan sebagai berikut:
1. Untuk mendeskripsikan keterkaitan antarunsur struktural dalam novel Ngoyak
Ombak Segara Kidul karya Margareth Widhy Pratiwi yang meliputi tema, cerita,
alur (plot), tokoh, latar (setting), sudut pandang, dan bahasa.
2. Untuk mendeskripsikan wujud trauma kejiwaan para tokoh dalam novel Ngoyak
Ombak Segara Kidul karya Margareth Widhy Pratiwi.
3. Untuk mendeskripsikan cara mengatasi trauma kejiwaan dalam novel Ngoyak
Ombak Segara Kidul karya Margareth Widhy Pratiwi.

Berdasarkan contoh di atas, kita bisa melihat bahwa pendefinisian tujuan penelitian
secara jelas dan memadai merupakan hal yang teramat penting. Jika langkah awal
yang cukup detil ini dianggap sepele, apalagi diabaikan, bisa jadi penelitian yang
dilakukan tidak akan selesai pada waktunya (saking luasnya hal yang harus diamati,
dicatat, dan diteliti), atau hasilnya tidak cukup konkret untuk bisa ditindaklanjuti dengan
rencana aksi (action plans) yang lebih terukur. Berkonsultasilah dengan pembimbing
akademik atau pembimbing skripsi Anda, guna memperoleh rumusan tujuan penelitian
yang efektif dan berdaya-guna.

1.4 Manfaat Penelitian

Penjelasan tentang manfaat penelitian yang dilakukan, baik manfaat teoretis


maupun manfaat praktis dari hasil penelitian.
Manfaat penelitian berbeda dengan tujuan penelitian. Manfaat penelitian menunjukkan kepada
pembaca mengenai hasil yang akan disumbangkan dari penelitian secara akademis maupun
praktis. Kemukakan dengan jelas manfaat yang dapat dipetik dari penelitian skripsi itu.

Setelah dilakukan penelitian dan pembahasan diharapkan hasil penelitian ini


dapat berguna baik secara teoritis maupun praktis.
1. Manfaat teoretis
Penelitian ini secara teoritis bertujuan untuk memberikan pemahaman tentang
penelitian sastra yang dikaji menggunakan pendekatan psikologi sastra agar dapat
diterapkan dalam penelitian karya sastra lainnya yang menggunakan pendekatan
sejenis.
2. Manfaat praktis
Hasil penelitian ini dapat bermanfaat untuk meningkatkan kemampuan dan
pemahaman bagi pembaca dan bagi peneliti umum mengenai penggunaan teori-teori
sastra secara teknik analisis terhadap karya satra terutama teori psikologi sastra.

Landasan Teori
Bagian ini memuat teori, konsep dan proposisi yang relevan dengan variabel penelitian dan
berguna untuk membantu pemecahan masalah penelitian. Variabel dijelaskan ke dalam bentuk
model konseptual berupa skema diagram.

1. Pengertian Novel
Sebutan novel dalam bahasa Inggris novel dan inilah yang kemudian masuk ke
Indonesia berasal dari bahasa Italia novella (yang dalam bahasa Jermas novelle).
Secara harfiah novella berarti “sebuah barang baru yang kecil”, dan kemudian diartikan
sebagai cerita pendek dalam bentuk prosa (Abrams dalam Nurgiyantoro, 2015: 11-12).
Dewasa ini istilah novella dan novelle mengandung pengertian yang sama dengan
istilah Indonesia “novelet” (Inggris novelette), yang berarti sebuah karya prosa fiksi yang
panjangnya cukupan, tidak terlalu panjang, namun juga tidak terlalu pendek
(Nurgiyantoro, 2016: 12).
Kelebihan novel yang khas adalah kemampuannya menyampaikan
permasalahan yang kompleks secara penuh, mengreasikan sebuah dunia yang “jadi”.
Hal itu berarti membaca sebuah novel menjadi lebih mudah sekaligus lebih sulit
daripada membaca cerpen. Ia lebih mudah karena tidak menuntut kita memahami
masalah yang kompleks dalam bentuk (dan waktu) yang sedikit (Nurgiyantoro, 2015:
13).
Novel umumnya terdiri dari sejumlah bab yang masing-masing berisi cerita
yang berbeda. Hubungan antarbab, kadang-kadang, merupakan hubungan sebab
akibat, atau hubungan kronologi biasa saja, bab yang satu merupakan kelanjutan dari
bab-bab yang lain. Hubungan antarbab itu hanya dapat diketahui setelah kita membaca
semuanya. Jika membaca satu bab novel saja secara acak, kita tidak akan
mendapatkan cerita yang utuh, hanya bagaikan membaca sebuah pragmen. Keutuhan
cerita sebuah novel meliputi keseluruhan bab (Nugiyantoro, 2015: 17)
2. Pendekatan Struktural
Sebuah teks satra, fiksi atau puisi, menururt pandangan Kaum Strukturalisme
adalah sebuah totslitas yang dibangun secara keherensi oleh berbagai unsur
(pembangun)-nya. Di satu pihak, struktur karya sastra dapat diartikan sebagai
susunan, penegasan, dan gambaran semua bahan dan bagian yang menjadi
komponennya yang secara bersama membentuk kebulatan yang indah (Abrams, 1999:
102).
Struktur karya sastra juga menunjuk pada pengertian adanya hubungan
antarunsur (intrinsik) yang bersifat timbal-balik, saling menentukan, saling
memengaruhi, yang secara bersama membentuk satu kesatuan yang utuh. Secara
sendiri, terisolasi dari keseluruhannya, bahan, unsur, atau bagian-bagian tersebut tidak
penting, bahkan tidak ada artinya. Tiap bagian akan menjadi berarti dan penting setelah
ada dalam hubungannya dengan bagian-bagian yang lain serta bagaimana
sumbangannya terhadap keseluruhan wacana (Nurgiyantoro 2015: 57)
Setiap teks kesastraan memiliki sebuah struktur yang unik yang khas yang
menandai kehadirannya. Hal itulah yang membedakannya dengan teks-teks yang lain.
Struktur teks itu mengorganisasikan berbagai elemen untuk saling berhubungan antara
satu dan yang lain. Struktur itulah yang menyebabkan teks itu menjadi bermakna,
menjadi masuk akal, menjadi logis, menjadi dapat dipahami. Dalam hal ini struktur
dapat dipahami sebagai sistem aturan yang menyebabkan berbagai elemen itu
membentuk sebuah kesatuan yang “bersistem” sehingga menjadi bermakana
menurut Ryan danTyson (dalam Nurgiyantoro, 2015: 58).
Analisis struktural bertujuan memaparkan secermat mungkin fungsi dan
keterkaitan antarberbagai unsur karya sastra yang secara bersama menghasilkan
sebuah kemenyeluruhan. Analisis struktural tidak cukup dilakukan hanya sekedar
mendata unsur tertentu sebuah karya fiksi, misalnya peristiwa, plot, tokoh, latar, atau
lainnya. Namun, yang lebih penting adalah menunjukkan bagaimana hubungan
antarunsur itu dan sumbangan apa yang diberikan terhadap tujuan estetik dan makna
keseluruhan yang ingin dicapai (Nurgiyantoro, 2015: 60).
a. Tema
Stanton dan Kenny (dalam Nurgiyantoro, 2015: 114) mengemukakan bahwa
tema (theme) adalah makna yang dikandung oleh sebuh cerita. Namun, ada banyak
makna yang dikandung dan ditawarkan oleh cerita fiksi itu, maka masalahnya adalah:
makna khusus yang mana yang dapat dinyatakan sebagai tema itu.
Tema merupakan gagasan dasar umum yang menopang sebuah karya sastra
dan yang terkandung di dalam teks sebagai struktur semantis dan yang menyangkut
persamaan-persamaan atau perbedaan-perbedaan (Hartoko dan Rahmanto, 1986:
142). Baldic (dalam Nurgiyantoro, 2015: 115) mengemukakan bahwa tema adalah
gagasan abstrak utama yang terdapat dalam sebuah karya sastra atau yang secara
berulang-ulang dimunculkan baik secara iksplisit (yang banyak ditemukan) implisit lewat
pengulangan motif.
Tema adalah gagasan dasar umum yang menopang sebuah karya sastra
sebagai struktur semantis dan bersifat abastrak yang secara berulang-ulang
dimunculkan lewat motif-motif dan biasanya dilakukan secara implisit (Nurgiyantoro,
2015: 115)
Dengan demikian, untuk menemukan tema sebuah karya fiksi, ia haruslah
disimpulkan dari keseluruhan cerita, tidak hanya berdasarkan bagian-bagian tertentu
cerita. Tema sebagai makna utama sebuah karya fiksi tidak ( secara sengaja)
disembunyikan karena justru hal inilah yang ditawarkan kepada pembaca. Namun,
tema merupakan makna keseluruhan yang didukung cerita, dengan sendirinya ia akan
“tersembunyi” di balik cerita yang mendukung (Nurgiyantoro, 2015: 116).
b. Cerita
Foster mengartikan cerita sebagai sebuah narasi sebagai kejadian yang
sengaja disusun berdasarkan urutan waktu. Abrams mengemukakan cerita sebagai
sebuah urutan kejadian yang sederhana dalam waktu urutan. Kenny mengartikan
sebagai peristiwa-peristiwa yang terjadi berdasarkan urutan waktu yang disajikan dalam
sebuah karya fiksi. Makaryk juga mengemukakan bahwa cerita merupakan urutan
peristiwa secara temporal. Baldic mengemukakan bahwa cerita adalah pengisahan
urutan peristiwa (dalam Nurgiyantoro, 2015: 143)
Di dalam cerita peristiwa yang satu berlangsung sesudah terjadinya peristiwa
yang lain. Kaitan waktu dan urutan antarperistiwa yang dikisahkan haruslah jelas, yang
sesuai dengan pengertian-pengertian di atas, bersifat kronologis, di samping
sebagaimana yang dikemukakan Aristoteles, ia harus bersebab-akibat sehingga jelas
urutan awal, tengah, dan akhirnya (Nurgiyantoro, 2015: 144).
Cerita pada hakikatnya merupakan pembeberan dan atau pengurutan gagasan
lakuan dan atribut tersebut yang mempunyai urutan awal, tengah, dan akhir
(Nurgiyantoro, 2015: 145).
c. Alur (plot)
Untuk dapat disebut sebagai sebuah plot, hubungan antarperistiwa yang
dikisahkan itu haruslah bersebab akibat, tidak hanya sekadar berurutan secara
kronologis saja. Berbagai pengertian tentang plot yang dikemukakan orang pun, walau
bebrbeda dalam hal perumusan, biasanya mempergunakan kata-kata “kunci” peristiwa-
peristiwa yang berhubungan sebab akibat itu (Nurgiyantoro, 2015: 167).
Stanton misalnya, mengemukakan bahwa plot adalah cerita yang berisi urutan
kejadian, namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab akibat, peristiwa
yang satu disebabkan atau menyebabkan terjadinya peristiwa yang lain. Kenny
mengemukakan plot sebagai peristiwa-peristiwa yang ditampilkan dalam cerita yang
tidak bersifat sederhana karena pengarang menyusun peristiwa-peristiwa itu
berdasarkan kaitan sebab akibat (dalam Nurgiyantoro 2015: 167).
d. Tokoh
Istilah tokoh menunjuk pada orangnya, pelaku cerita, misalnya sebagai
jawaban terhadap pertanyaan: “Siapakah tokoh utama novel itu?”, atau “Ada berapa
orang jumlah tokoh novel itu?”, dan sebagainya. Watak, perwatakan, dak karakter,
menunjuk pada sifat dan sikap para tokoh seperti yang ditafsirkan oleh pembaca, lebih
menunjuk pada kualitas pribadi seorang tokoh. Penokohan dan karakterisasi sering
juga disamakan artinya dengan karakter dan perwatakan menunjuk pada penempatan
tokoh-tokoh tertentu dengan watak-watak tertentu dalam seuah cerita (Nurgiyantoro,
2015: 247)
Baldic (dalam Nurgiyantoro, 2015:247) menjelaskan bahwa tokoh adalah orang
yang menjadi pelaku dalam cerita fiksi atau drama, sedang penokohan
(characterization) adalah penghadiran tokoh dalam cerita fiksi atau drama dengan cara
langsung atau tidak langsung dan mengundang pembaca untuk menafsirkan kualitas
dirinya lewat kata dan tidakannya.
e. Latar (setting)
Latar atau setting yang disebut juga sebagai landas tumpu, menunjuk pada
pengertian tempat, hubungan waktu sejarah, dan lingkungan sosial tempat terjadinya
peristiwa-peristiwa yang diceritakan menurut Abrams (dalam Nurgiyantor, 2015: 302).
Latar memberikan pijakan cerita secara konkret dan jelas. Hal ini penting untuk
memberikan kesan realitis kepada pembaca, menciptakan suasana tertentu yang
seolah-olah sungguh-sungguh ada dan terjadi. Dengan demikian, pembaca merasa
difasilitasi dan dipermudah untuk “mengoperasikan” daya imajinasinya, di samping
dimungkinkan untuk berperan serta secara kritis sehubungan dengan pengetahuannya
tentang latar. Hal ini akan terjadi jika latar mampu mengangkat suasana setempat,
warna lokal, lengkap dengan karakteristiknya yang khas ke dalam cerita (Nurgiyantoro,
2015: 303).
f. Sudut Pandang
Sudut pandang pada hakikatnya merupakan strategi, teknik, siasat, yang
secara sengaja dipilih pengarang untuk mengemukakan gagasan dan cerita. Segala
sesuatu yang dikemukakan dalam cerita fiksi memang milik pengarang, yang antara
lain berupa pandangan hidup dan tafsirannya terhadap kehidupan (Nurgiyantoro, 2015:
338).
Baldic (dalam Nurgiyantoro, 2015: 338) mengemukakan bahwa sudut pandang
adalah posisi atau sudut mana yang menguntungkan untuk menyampaikan kepada
pembaca terhadap peristiwa dan cerita yang diamati dan dikisahkan.
Sudut pandang juga diartikan sebagai sesuatu yang menunjuk pada masalah
teknis, sarana untuk menyampaikan maksud yang lebih besar daripada sudut pandang
itu sendiri. Sudut pandang cerita itu sendiri secara garis besar dapat dibedakan ke
dalam dua macam: persona pertama, firs-person, gaya “aku”, dan persona ketiga, third-
person, gaya “dia”. Jadi, dari sudut pandang “aku” atau “dia”, dengan berbagai
variasinya, sebuah cerita dikisahkan (Nurgiyantoro, 2015: 339).
g. Bahasa
Bahasa merupakan sarana pengungkapan sastra. Jika sastra dikatakan ingin
menyampaikan sesuatu, mendialogkan sesuatu, sesuatu tersebut hanya dapat
dikomunikasikan lewat sarana bahasa. Bahasa dalam sastra mengemban fungsi
utamanya, yaitu fungsi komunikatif (Nurgiyantoro, 2015: 264).
3. Teori Psikologi Sastra
Psikologi sastra lahir sebagai salah satu jenis kajian sastra yang digunakan
untuk membaca dan menginterprestasikan karya sastra, pengarang karya sastra dan
pembacanya dengan menggunakan berbagai konsep dan kerangka teori yang ada
dalam psikologi (Wiyatmi, 2011: 6).
Walgito (dalam Wiyatmi, 2011: 7) mengemukakan bahwa psikologi merupakan
suatu ilmu yang meneliti serta mempelajari tentang perilaku atau aktivitas-aktivitas yang
dipandang sebagai manifestasi dari kehidupan psikis manusia. Dalam psikologi,
perilaku atau aktivitas yang ada pada individu atau organisme dianggap tidak muncul
dengan sendirinya, tetapi sebagai akibat dari adanya situmulus atau rangsang yang
mengenai individu atau organisme itu.
Dalam psikologi perilaku manusia dibedakan menjadi dua, yaitu perilaku yang
refleksif dan nonrefleksif. Perilaku yang refleksif terjadi secara spontan, misalnya
kedipan mata bila kena sinar, gerak lutut jika kena sentuhan palu, menarik jari jika
terkena api, dan sebagainya. Kondisisnya berbeda dengan perilaku nonreflektif yang
dikendalikan atau diatur oleh pusat kesadaran atau otak. Setelah stimulus diterima oleh
reseptor, kemudian diteruskan ke otak sebgai pusat syaraf, pusat kesadaran, baru
kemudian terjadi respon yang disebut proses psikologis. Perilaku atau aktivitas atas
dasar proses psikologis inilah yang disebut aktivitas psikologis atau perilaku psikologis
(dalam Wiyatmi,2011: 7-8)
Walgito (dalam Wiyatmi, 2011:8) juga membedakan berbadai cabang psikologi
menjadi psikologi umum dan psikologi khusus. Psikologi umum meneliti dan
pempelajari kegiatan-kegiatan atau aktivitas-aktivitas manusia yang tercermin dalam
perilaku pada umumnya, yang dewasa, yang normal, dan yang berkultur. Psikologi
khusus meneliti dan mempelajari segi-segi kekhususan dari aktivitas-aktivitas psikis
manusia. Sesuai dengan kekhususan kajiannya.
Di samping dibedakan berdasarkan ruang lingkup, berdasarkan teori yang
digunakannya juga dikenal berbagai jenis psikologi, yaitu (1) psikologi fungsional, (2)
psikologi behaviorisme, (3) psikologi gestalt, (4) psikoanalisis, (5) psikologi humanistik,
dan (6) psikologi kognitif (Walgito, 2004, 64-82).
Pengkajian sastra yang menggunakan pendekatan psikologi sastra inilah,
hubungan antara sastra dan psikologi terjadi. Peneliti atau kritikus sastra membaca dan
mengkaji karya sastra, pengarang yang menciptakannya, dan pembaca yang
mengalami berbagai proses kejiwaan ketika membaca dan menanggapi karya yang
dibacanya dengan menggunakan konsep-konsep yang terdapat dalam psikologi
(Wiyatmi, 2011: 18).
Analisis psikologi terhadap karya sastra, terutama fiksi dan drama tampaknya
memang tidak terlalu berlebihan karena baik sastra maupun psikologi sama-sama
membicarakan manusia. Bedanya, sastra membicarakan manusia yang diciptakan
(manusia imajiner) oleh pengarang, sedangkan psikologi membicarakan manusia yang
diciptakan Tuhan yang secara nyata hidup di alam nyata (Wiyatmi. 2011: 19).
Endraswara (dalam Minderop, 2011: 59) mengemukakan psikologi sastra adalah
sebuah interdisiplin antara psikologi dan sastra. Daya tarik psikologi sastra ialah pada
masalah manusia yang melukiskan potret jiwa. Tidak hanya jiwa sendiri yang muncul
dalam sastra, tetapi juga bisa mewakili jiwa orang lain. Setiap pengarang kerap
menambahkan pengalaman sendiri dalam karyanya dan pengalaman pengarang itu
sering pula dialami oleh orang lain.
Langkah pemahaman teori psikologi sastra dapat melalui tiga cara, pertama,
melalui pemahaman teori-teori psikologi kemudian dilakukan analisis terhadap suatu
karya sastra. Kedua, dengan terlebih dahulu menentukan sebuah karya sastra sebagai
objek penelitian, kemudian ditentukan teori-teori psikologi yang dianggap relevan untuk
digunakan. Ketiga, secara simultan menemukan teori dan objek penelitian (Endraswara,
2008: 89).
Penelitian ini peneliti menganut langkah pemahaman teori psikologis sastra
menurut Endraswara yang kedua yaitu dengan terlebih dahulu menentukan sebuah
karya sastra sebagai objek penelitian, kemudian ditentukan teori-teori psikologi yang
dianggap relevan untuk digunakan. Dalam novel Ngoyak Ombak Segara Kidul karya
Margareth Widhy Pratiwi, peneliti mengambil teori psikoanalisis Sigmund Freud.
Menurut Eagleton (dalam Endraswara, 2008: 194) psikoanalis bukan analisis sekedar
teori mengenai pikiran manusia, tetapi juga praktik untuk menyembuhkan mereka yang
mentalnya dianggap sakit atau terganggu. Sesuai dengan isi novel Ngoyak Ombak
Segara Kidul karya Margareth Widhy Pratiwi yang mengandung unsur trauma yang
dimiliki para tokoh akibat dari bencana alam dan konflik.
4. Psikoanalisis Sigmund Freud
Menurut Eagleton (dalam Edraswara, 2008: 194) psikoanalisis bukan sekedar
teori mengenai pikiran manusia, tetapi juga praktik untuk menyembuhkan mereka yang
mentalnya dianggap sakit atau terganggu. Penyembuhan demikian, bagi Freud tidak
dicapai hanya dengan menjelaskan pada pasien tentang kesalahan dalam dirinya dan
mengungkapkan padanya motivasi tak sadarnya. Ini memang bagian dari praktik
psikoanalisis, tetapi itu saja tidak akan menyembuhkan siapapun.
Psikoanalisis adalah istilah khusus dalam penelitian psikologi sastra. Penelitian
ini yang cukup khas dan tampak akademik, apalagi kesan percoban secara ilmiah juga
cukup jelas harus dilakukan. Freudlah yang secara langsung berbicara tentang proses
penciptaan seni sebagai akibat tekanan dan timbunan masalah di alam bawah sadar
yang kemudian disublimasikan ke dalam bentuk penciptaan karya seni. Psikologi yang
dikembangkan oleh Freud ini dinamakan psikologianalisis. Oleh sebab itu, teori
psikoanalisis ini yang banyak diterapkan di dalam pendekatan psikologi. Pendekatan
psikologi banyak bersadar kepada psikoanalisis yang dikembangkan Freud setelah
melakukan berbagai penelitian, bahwa manusia banyak dikuasai oleh alam batinnya
sendiri. Terdapat id, ego, dan super ego dalam diri manusia yang menyebabkan
manusia selalu berada dalam keadaan berperang dalam dirinya, resah, gelisah,
tertekan, dan lain-lain, apabila terdapat ketidakseimbangan ketiga unsur tersebut. Di
dalam pelaksanaan pendekatan psikologis dalam penelitian sastra hanya diambil
bagian-bagian yang berguna dan sesuai saja yang diambil dari psikoanalisis, terutama
yang terkait dengan pembahasan sifat dan perwatakan manusia (Endraswara, 2008:
196-197).
Freud (dalam Endraswara, 2008: 197) teori psikoanalisnya menggambarkan
bahwa pengarang di dalam mencipta, diserang oleh penyakit jiwa yang dinamakan
“neurosis”, bahkan kadang-kadang sampai kepada tahap “psikosi” seperti sakit saraf
dan mental yang membuatnya berada dalam kondisi sangat tertekan (tidak diartikan
gila), berkeluh kesah akibat ide dan gagasan yang menggelora yang menghendaki agar
disublimasikan atau disalurkan dalam bentuk penciptanya karya sastra. Oleh karena
karya sastra tidak dapat dilepaskan dari masalah penciptaannya diliputi oleh berbagai
macam masalah kejiwaan, maka untuk menggunakan pendekatan psikologi ini mesti
melalui dukungan psikologi. Pemikiran yang melandasi psikoanalisis adalah bahwa
manusia hampir dikuasai oleh batinnya. Sastra sebagai ekspresi batin. Maka,
pemahaman sastra dari sisi psikoanalisis akan berusaha memahami dunia batin.
Sampai saat ini, teori yang paling banyak diacu dalam pendekatan psikologis
adalah determinisme psikologi Freud (1856-1939). Menurutnya, semua gejala yang
bersifat mental bersifat tak sadar yang tertutup oleh alam kesadaran menurut
Schellenberg (dalam Endraswara, 2008: 199).
Realitanya Freud memang peletak dasar psikoanalisis yang telah mewarnai
sekian banyak penelitian psikologi sastra. Pendekatan psikoanalisis sangat substil
dalam hal menemukan berbagai hubungan antar penanda tekstual, sama sekali tidak
bersifat totaliter, dan justru memungkinkan suatu pembukaan, suatu kesiapan dan
kegesitan, dan memiliki dayat tarik serta pengaruh atas para kritikus sastra yang
kadang-kadang jauh dari teori psikoanalisis. Pendekatan ini menurut pemahaman saya
justru lebih terbuka. Peneliti dapat melayangkan gagasannya ke arah bermacam-
macam hal. Dunia batin yang abstrak ini patut dilacak sedikit demi sedikit lewat simbol-
simbol psikologis. Dari sini akan terungkap sumber penting yang menyebabkan
pertemuan sastra dan psikoanalisis. Hal ini sekaligus untuk mempertajam pemahaman
kita bahwa psikoanalisis adalah suatu metode interogras tentang psike manusia yang
sepenuhnya didasarkan pada tindakan mendengarkan kata-kata pasien (Endraswara,
2008: 199-200).
Cara yang dapat digunakan dalam menganalisis karya sastra sesuai dengan
pendekatan psikoanalisis adalah memberi interprestasi secara semiotik terhadap
wujud-wujud transformasi (simbolisasi, kondensasi, substitusi) dengan menganggapnya
sebagai tanda yang dapat berupa ikon, indeks, atau simbol. Penelitian psikoanalisis
dapat lebih luas lagi, berlaku dalam sastra-sastra lain yang tidak biasa. Sastra yang
tidak mengungkapkan ratap tangis, kesedihan, kegirangan pun dapat dibedah dengan
psikoanalisis (Endraswara. 2008: 203).
5. Pengertian dan Jenis Trauma
Shapiro (dalam Hatta, 2016: 18) menyatakan trauma merupakan pengalaman
hidup yang menganggu kasuseimbangan biokimia dari sistem informasi pengolahan
psikologi otak. Kasuseimbangan ini menghalang pemprosesan informasi untuk
meneruskan proses tersebut dalam mencapai suatu adaptif, sehingga persepsi, emosi,
keyakinan dan makna yang diperoleh dari pengalaman tersebut “terkunci” dalam sistem
saraf.
American Psychistrc Association (APA) dalam Diagnostic and Statiscal Manual
of Mental Disorder (DSM.IV-TR), menyatakan ledakan trauma merangkumi salah satu
atau dua daripada berikut, yaitu: (1) seseorang yang mengalami, menyaksikan atau
berhadapan dengan kejadian mengerikan yang menyebabkan kematian, cidera serius
atau mengancam fisik diri atau orang lain, (2) respon individu terhadap ketakutan, rasa
tidak ada harapan, horror (kanak-kanak mungkin mengalami kelaruan tingkah laku.
Cavanagh dalam Mental Health Channel mendefinisikan trauma adalah suatu peristiwa
yang luar biasa, yang menimbulkan luka atau perasaan sakit: namun juga sering
diartikan sebagai suatu luka atau perasaan “berat” akibat suatu kejadian “luar biasa”
yang menimpa seseorang, secara langsung maupun tidak langsung, baik luka fisik
maupun psikis atau kombinasi dari keduanya (Hatta, 2016: 18-19).
Trauma bisa saja melanda siapa saja yang mengalami suatu peristiwa yang
luar biasa seperti perang, terjadi perkosaan, kematian akibat kekerasan pada orang-
orang tercinta, dan juga bencana alam seperti gempa dan tsunami. Gangguan pasca
trauma bisa dialami segera setelah peristiwa traumatis terjadi, bisa juga dialami secara
tertunda sampai beberapa tahun sesudahnya. Lebih parah lagi, orang yang mengalami
gangguan pasca traumatic berada pada keadaan stress yang berkepanjangan, yang
dapat berakibat munculnya gangguan otak, berkurangnya kemapuan intelektual,
gangguan emosional, maupun gangguan kemampuan social (Hatta, 2016: 19).
Kasus trauma yang sering muncul pada korban, yiatu: (1) PTSR (Post-
Traumatic Stress Reaction) atau Reaksi Stres Pasca Peristiwa Traumatik), (2) PTSD
(Post Traumatic Stress Disorder) (Hatta, 2016: 39).
Peristiwa traumatis menurut Vikram (dalam Hatta, 2016: 22) adalah suatu
peristiwa yang menyebabkan ketakutan dalam kehidupan seseorang dan menimbulkan
stres yang negatif. Stres akibat trauma, jenis ini biasanya disebabkan oleh kejadian
atau beberapa seri kejadian yang tiba-tiba, tidak disangka, dan fatal, serta tidak
biasanya dialami oleh manusia. Kejadian ini sifatnya mengancam nyawa, sehingga
korbannya dapat menjadi syok, hilang kontrol atas dirinya dan sering mengurangi
kemampuan korbannya untuk menyesuaikan diri dan juga mengatasi stres.
Kriteria stres akibat trauma adalah: (1) Biasanya tiba-tiba dan tidak disangka,
(2) Tidak biasa dialami manusia (abnormal circumstances), (3) Menyebabkan
seseorang merasa tidak berdaya, tidak dapat tertolong dan hilang kontrol, dan (4) dapat
mengancam nyawa (Hatta, 2016: 9).
Webb (dalam Hatta, 2016: 20) menyatakan bahawa: (1) trauma dinyatakan
sebagai kesakitan yang dialami oleh seseorang yang dapat memberi karusakan kepada
fisik dan psikologi sehingga membawa kesusahan kepada kehidupan seperti
menurunnya tingkat produktifitas dan aktivitas keseharian, (2) trauma terjadi karena
peristiwa pahit pada fisik dan mental yang menyebabkan kerusakan serta merta kepada
tubuh atau kejutan pada otak, (3) trauma terjadi karena terdapat kebimbangan yang
melampau atau kebimbangan yang traumatik oleh kerusakan fisik dan psikis yang
dapat menyebabkan gangguan emosi yang dicetuskan oleh peristiwa pahit yang akut,
(4) trauma adalah peningkatan gejala tekanan (stress) yang menyebabkan gangguan
emosi kepada kanak-kanak atau pelajar sekolah, sehingga menyebabkan perubahan
tingkah laku, emosi dan pemikiran, (5) trauma juga dikatakan sebagai kecederaan
tubuh yang disebabkan oleh tegangan fisik dari luar seperti tembakan, kebakaran,
kemalangan, tikaman senjata tajam, luka akibat berkelahi, diperkosa, kelalaian
teknologi dan sebagainya.
Cavanagh (dalam Hatta, 2016: 31) mengelompokkan trauma berdasarkan
kejadian traumatik yaitu:
1. Trauma situasional adalah trauma yang disebabkan oleh situasi seperti bencana
alam, perang, kemalangan kenderaan, kebakaran, rompakan, perkosaan,
perceraian, kehilangan pekerjaan, ditinggal mati oleh orang yang dicintai, gagal
dalam perniagaan, tidak naik kelas bagi beberapa pelajar, dan sebagainya.
2. Trauma perkembangan adalah trauma dan stress yang terjadi pada setiap tahap
pekembangan, seperti penolakan dari teman sebaya, kelahiran yang tidak
diingini, peristiwa yang berhungan dengan kencan, bekeluarga, dan sebagainya.
3. Trauma intrapsikis adalah trauma yang disebabkan kejadian dalaman seseorang
yang memunculkan perasaan cemas yang sangat kuat seperti perasaan homo
seksual, benci kepada orang yang seharusnya di cintai, dan sebagainya.
4. Trauma eksistensial yaitu trauma yang diakibatkan karena kurang berhasil
dalam hidup.
Atkinson et al. (dalam Hatta, 2016: 43) menyatakan PTSD disebabkan oleh
trauma fisik atau trauma psikologi atau trauma karena keduanya, karena manusia
mengalami peritiwa seperti perkosaan, perang atau serangan pengganas, atau
bencana alam. Pada kanak-kanak kemungkinan mengalami trauma di karenakan
menyaksikan penderaan fisik, emosi dan seksual atau menyaksikan peristiwa yang
dianggap sebagai mengancam nyawa seperti serangan fisik, serangan seksual,
kemalangan, kecanduan narkoba, penyakit, komplikasi perobatan, atau pekerjaan
dalam pekerjaan yang dihadapkan kepada peperangan (seperti militer) atau bencana.
Charney (dalam Hatta, 2016: 48) menyatakan faktor yang dapat mengurangkan
resiko PTSD adalah: mencari dukungan dari orang lain, seperti rekan-rekan dan
keluarga, mencari dukungan group setelah peristiwa traumatik, perasaan yang baik
mengenai tindakan sendiri dalam menghadapi bahaya, mempunyai strategi
menghadapi, atau cara mendapatkan melalui acara yang buruk dan belajar daripada ia,
sebagian mampu untuk bertindak dan merespon setiap kasus walaupun perasaan
takut.
Baranowsky & Lauer (dalam Hatta, 2016: 48) menyatakan 3 langkah untuk
trauma healing bagi siapa saja yang telah mengalami satu peristiwa hebat yang telah
menggangu kehidupan, yang ditulis dengan menggunakan bahasa, Ia merupakan
panduan untuk membantu orang yang tidak hidup sepenuhnya, karena mereka dihantui
oleh pengalaman atau peristiwa traumatik. Rencana yang dapat memupuk pengawasan
lebih awal atas aktivitas semula orang. Yang lebih penting lagi, ia membantu mereka
menjadi hadir kembali dalam dunia mereka, dan hidup dengan keyakinan dan rasa
kesejahteraan.
Stradling (dalam Hatta, 2016: 63) mengatakan untuk pengawalan korban
trauma ada beberapa yang dapat dilakukan yaitu; Pertama, tingkatkan sensitivitas,
kenali gejala trauma pada orang-orang disekeliling, lakukan pendekatan dengan lembut
dan penuh kasih sayang, empati, bertindak hati-hati, tawarkan bantuan rujukan kepada
professional. Kedua, respon professional (psikolog, psikiater, dan kaunselor) untuk
membantu survivor trauma terkait: (1) Incident Stress Debriefing (CISD), (2)
menceritakan kembali peristiwa traumatik yang dialami secara berstruktur dalam waktu
24-72 jam pasca terjadinya peristiwa traumatik, (hal ini, masih diperdebatkan apakah
baik untuk digunakan / tidak), (3) kaunseling stress pasca trauma.
Novel Ngoyak Ombak Segara Kidul karya Margareth Widhy Pratiwi memberikan
beberapa contoh penanganan trauma akibat bencana alam antara lain; exposure in
reality, yaitu membantu menghadapi situasi yang sekarang sudah aman tetapi ingin
dihindari karena menyebabkan ketakutan yang sangat kuat (misal: kembali ke rumah
setelah terjadi perampokan di rumah). Ketakutan bertambah kuat jika kita berusaha
mengingat situasi tersebut dibanding berusaha melupakannya. Pengulangan situasi
disertai penyadaran yang berulang akan membantu menyadari situasi lampau yang
menakutkan tidak lagi berbahaya dan dapat diatasi menurut Anonim (dalam Hatta,
2016: 65).
Melakukan terapi bermain untuk anak-anak (play therapy) bertujuan untuk
penyembuhan trauma pada anak-anak yang menderita PTSD. Terapi bermain dipakai
untuk menerapi anak yang menderita PTSD. Terapis menggunakan cara permainan
untuk memulai topik yang tidak dapat dimulai secara langsung. Hal ini dapat membantu
anak lebih merasa nyaman dalam berproses dengan pengalaman traumatiknya
menurut Anonim (dalam Hatta, 2016: 66) .
Selanjutnya terapi menggunakan cara membuat kelompok grup atau dikenal
dengan support group therapy. Seluruh pesertanya merupakan penderita PTSD yang
mempunyai pengalaman serupa (misalnya korban bencana tsunami, korban gempa
bumi) dimana dalam proses terapi mereka saling menceritakan tentang pengalaman
traumatis mereka, kemudian mereka saling memberi penguatan satu sama lain Swalm
(dalam Hatta, 2016: 66).
Langkah terakhir untuk mengatasi trauma adalah membawa ke ahli jiwa
psikiater. Lise (dalam Hatta, 2016: 67) menyatakan penanganan PTSD dapat melalui
kognitif terapi atau terapi tingkah laku dengan psikiatri terlatih, psikologi, atau lain-lain
profesional dapat membantu perubahan emosi, pemikiran, dan tingkah laku yang
dikaitkan dengan PTSD dan dapat membantu menguruskan panik, kemarahan, dan
kebimbangan.
Trauma tidak muncul secara spontan, seperti sebagaian besar kasus lain yang
biasa berada dalam perwatan kami. Pengalaman traumatik adalah pengalaman yang
dalam jangka waktu pendek memaksa pikiran untuk melakukan peningkatan stimulus
melebihi yang bisa dilakukan dengan cara normal sehingga hasilnya adalah gangguan
terus-menerus pada distribusi energi pada pikiran (Freud, 2009: 301)
Freud (dalam Hatta, 2016: 59) menyatakan reaksi kecemasan (anxiety–
reaction) bila menimbulkan salah satu dari dua keadaan berikut: yaitu perkembangan
kecemasan yang merupakan ulangan dari pengalaman traumatis yang dialami pada
waktu lalu, terbatas pada sinyal yang kaseluruhan reaksinya dapat beradaptasi dengan
situasi bahaya yang baru entah dengan melarikan diri, melawan atau munculnya
pengalaman waktu lalu kepermukaan, sehingga kaseluruhan reaksi kelelahan dalam
perkembangan kecemasan yang kondisi efektifnya dilumpuhkan dan tidak dapat
disesuaikan dengan situasi saat itu.
Fakta-fakta menyatakan bahwa selalu dan di mana saja makna gejala-gejala
tidak disadari oleh penderita; berbagai analisis menunjukan gejala-gekala tersebut
berasal dari proses mental bawah sadar yang pada kondisi tertentu bisa disadari. Jadi,
anda bisa mengerti mengapa kita tidak bisa melepaskan sisi bawah sadar pikiran dalam
psikoanalisis dan harus terbiasa memperlakukannya sebagai sesuatu yang aktual dan
bisa disaksikan (Freud, 2009: 305)

Sumber Data dan Data Penelitian


Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini dibagi menjadi sumber data
primer dan sumber data sekunder. Sumber data primer adalah novel Ngoyak Ombak
Segara Kidul karya Margareth Widhy Pratiwi. Diterbitkan pada bulan Juli tahun 2019
oleh Buana Grafika, Yogyakarta. Sedangkan untuk sumber data sekunder adalah Ibu
Margareth Widhy Pratiwi selaku penulis novel Ngoyak Ombak Segara Kidul
berkomunikasi melalui aplikasi percakapan WhatsApp dikarenakan kondisi yang tidak
memungkinkan untuk berkunjung ke rumah beliau akibat pandemi Covid-19.
Data penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah teks novel Ngoyak
Ombak Segara Kidul yang di dalamnya memuat unsur intrinsik yang membangun isi
cerita dalam novel. Unsur intrinsik tersebut antara lain; tema, cerita, alur/plot, tokoh,
latar, sudut pandang, dan bahasa. Serta wujud trauma kejiwaan para tokoh dan cara
mengatasi trauma kejiwaan yang dialami para tokoh dalam novel Ngoyak Ombak
Segara Kidul karya Margareth Widhy Pratiwi.
Metode Penelitian dan Teknik Penelitian
Secara luas metode dianggap sebagai cara-cara, strategi untuk memahami
realitas, langkah-langkah sistematis untuk memecahkan rangkaian sebab akibat
berikutnya (Ratna, 2013: 34). Metode penelitian sastra adalah cara yang dipilih oleh
peneliti dengan mempertimbangkan bentuk, isi, dan sifat sastra sebagai subjek kajian
(Endraswara, 2013: 8).
1. Bentuk Penelitian
Bentuk penelitian yang digunakan merupakan penelitian kualitatif. Penelitian
kualitatif adalah penelitian yang berlandasan pada filsafat postpositivisme atau
enterpretif, digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah, di mana peneliti
adalah sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara trianggulasi
(gabungan observasi, wawancara, dokumentasi), data yang diperoleh cenderung data
kualitatif, analisis data bersifat induktif, dan hasil penelitian kualitatif bersifat untuk
memahami makna, memahami keunikan, mengkonstruksi fenomena, dan menemukan
hipotesis (Sugiyono, 2018: 9).
Bentuk penelitian sastra yang dimaksud adalah mencari untuk pencarian
pengetahuan dan pemberian makna secara teliti dan krisis terhadap permasalahan
sastra. Penelitian deskriptif kualitatif digunakan peneliti agar dapat mendeskripsikan
atau memaparkan objek kajian dalam karya sastra terutama kaitannya dengan novel
Ngoyak Ombak Segara Kidul karya Margareth Widhy Pratiwi. Bertujuan untuk
memperoleh informasi yang akurat dalam penelitian ini.

2. Teknik Pengumpulan data


Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode noninteraktif, yaitu
mengkaji dokumen dan arsip. Dan untuk memperoleh data, maka akan menggunakan
beberapa macam metode, yaitu:
a. Teknik Analisis Isi (content analisys)
Teknik content analysis atau kajian isi merupakan teknik yang digunakan untuk
menarik kesimpulan melalui usaha untuk menemukan karakteristik sebuah pesan, dan
dilakukan secara objektif dan sistematis (Moleong, 2010: 163). Dalam kajian ini
dokumen yang digunakan adalah novel Ngoyak Ombak Segara Kidul karya Margareth
Widhy Pratiwi.
Kajian isi memfokuskan pada analisis unsur-unsur struktural atau unsur intrinsik
dalam novel Ngoyak Ombak Segara Kidul karya Margareth Widhy Pratiwi. Kemudian
dilanjutkan dengan melakukan kajian isi untuk mengumpulkan data dari sumber data
dengan memanfaatkan buku referensi, skripsi, majalah, artikel, dan jurnal yang relevan
dengan penelitian ini.
b. Teknik Wawancara (interviu)
Teknik wawancara merupakan teknik yang dipakai untuk memperoleh informasi
melalui kegiatan interaksi sosial antara peneliti dengan yang diteliti. Wawancara juga
merupakan cara untuk memperoleh data dengan percakapan, yaitu antara
pewawancara dengan yang diwawancarai (Moleong, 2010: 186).
Wawancara dilakukan bertujuan untuk mengetahui tentang proses penulisan
serta menanyakan alasannya mengapa menulis novel Ngoyak Ombak Segara Kidul
yang ditanyakan langsung kepada saudari Margareth Widhy Pratiwi. Wawancara
dilakukan secara struktur dengan menyiapkan terlebih dahulu daftar pertanyaan
kemudian diserahkan ke saudari Margareth Widhy Pratiwi selaku penulisnya.
Pertanyaan dikirim dengan menggunakan aplikasi percakapan WhatsApp pada tanggal
20 Mei 2020 bertujuan untuk menggali dan menangkap informasi dari pengarang.
Akibat pandemi global Covid-19 berakibat pelaksanaan wawancara tidak bisa langsung
bertemu dengan beliau.
3. Teknik Analisis Data
Miles dan Huberman (dalam Sugiyono, 2018: 133) mengemukakan bahwa
aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung
secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh. Teknik analisis
data menggunakan analisis psikologi sastra yaitu analisis wujud trauma kejiwaan para
tokoh dan cara mengatasi trauma kejiwaan dalam novel Ngoyak Ombak Segara Kidul
karya Margareth Widhy Pratiwi dengan langkah-langkah sebagai berikut; (a) reduksi
data, (b) penyajian data, dan (c) penarikan kesimpulan.
a. Reduksi Data
Mereduksi data berarti merangkum, memilih dan memilah hal-hal yang pokok,
memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. Dengan demikian
data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas, dan
mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan
mencarinya bila diperlukan (Sugiyono, 2018: 135). Dalam penelitian ini peneliti terpusat
dan memlih novel Ngoyak Ombak Segara Kidul karya Margareth Widhy Pratiwi.
b. Penyajian Data
Miles dan Huberman (dalam Sugiyono, 2018: 137) menyatakan yang paling
sering digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks
yang bersifat naratif. Penyajian data dalam penelitian ini selain novel Ngoyak Ombak
Segara Kidul karya Margareth Widhy Pratiwi itu sendiri, juga menampilkan informasi
hasil wawancara dengan penulis novel dan buku-buku penunjang lainnya.
c. Penarikan Kesimpulan dan Verivikasi
Dan langkah terakhir adalah melakukan penarikan kesimpulan dan verifikasi.
Proses penarikan kesimpulan dan verifikasi dalam penelitian dimulai dengan melihat
keterkaitan unsur struktural novel Ngoyak Ombak Segara Kidul karya Margareth Widhy
Pratiwi. Kemudian menyimpulkan hasil analisis tentang trauma atau gangguan kejiwaan
yang terdapat dalam novel.

4. Validasi Data
Penelitian terhadap karya sastra yang dilakukan dalam penelitian ini
menggunakan trianggulas data. Ada empat macam teknik trianggulasi menurut Patton
yang diungkap Sutopo (2003:78), yaitu (1) trianggulasi data, (2) trianggulasi peneliiti, (3)
trianggulasi metode, dan (4) trianggulasi teori. Penelitian terhadap karya sastra yang
dilakukan dalam penelitian ini menggunakan trianggulasi data. Teknik trianggulasi
merupakan teknik yang didasari oleh pola pikir femenologi yang bersifat multiperspektif,
artinya untuk menarik simpulan yang mantap, diperlukan tidak hanya satu cara
pandang (Sutopo, 2003:78).
Data-data yang telah diperoleh dan terkumpul, selanjutnya perlu diuji
kebenarannya agar dapat diperoleh suatu data yang valid. Penelitian dengan objek
novel Ngoyak Ombak Segara Kidul karya Margareth Widhy Pratiwi ini menggunakan
teknik tianggulasi data.
Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan berfungsi untuk memberikan gambaran mengenai
langkah-langkah suatu penelitian. Adapun sistematika penulisan dalam penulisan ini,
antara lain:
BAB I PENDAHULUAN
Pendahuluan terdiri atas latar belakang masalah, batasan masalah, rumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, sumber data dan data, landasan teori,
metode dan teknik yang digunakan dalam penelitian serta sistematika penulisan.
BAB II PEMBAHASAN
Pembahasan berisi mengenai analisis struktural novel Ngoyak Ombak Segara
Kidul karya Margareth Widhy Pratiwi, yang terdiri dari tema, cerita, alur, tokoh, latar,
sudut pandang, bahasa, selanjutnya analisis mengenai bentuk trauma kejiwaan yang
dialami oleh para tokoh dalam novel Ngoyak Ombak Segara Kidul karya Margareth
Widhy Pratiwi dan cara mengatasi trauma kejiwaan para tokoh.
BAB III PENUTUP
Meliputi kesimpulan dan saran terkait penelitian mengenai Ngoyak Ombak
Segara Kidul karya Margareth Widhy Pratiwi.

DAFTAR PUSTAKA

DAFTRA PUSTAKA

Endraswara, Suwardi. 2013. Metode penelitian sastra. Yogyakarta: Caps.


_________________. 2016. Metode Penelitian Psikologi Sastra. Yogyakarta:
MedPress.

Fadli, Bagus Muhamad. 2016. Problem Kejiwaan Tokoh Utama dalam Novel Maryam
Karya Okky Madasari. Yogyakarta: Universita Negeri Yogyakarta.

Freud, Sigmund. 2009. Pengantar Umum Psikoanalisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Hatta, Kusmawati. 2016. Trauma dan Pemulihannya. Banda Aceh: Dakwah Ar-Raniry
Press.

Kartono, Kartini. 2009. Psikologi Abnormal dan Abnormalitas Seksual. Bandung:


Mandar Maju.

King, Laura.A. 1990. Psikologi Umum: Sebuah Pandangan Apresiatif. Jakarta: Salemba
Humanika.

Luxemburg, dkk. 1986. Pengantar Ilmu SastraI. Jakarta: PT Gramedia.


Maleong, Lexy J. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya Offset.
Minderop, Albertine. 2011. Psikologi Sastra: Karya sastra, Metode, Teori, dan Contoh
Kasus. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.

Nurgiyantoro, Burhan. 2015. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada University
Press.

Pratiwi, Margareth Widhy. 2019. Ngoyak Ombak Segara Kidul. Yogyakarta: Buana
Grafika.

Ratna, Nyoman Kutha. 2013. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.

Sugiyono. 2018. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.


Susanto, Dwi. 2016. Pengantar Kajian Sastra. Jakarta: PT Buku Seru.
Sutopo. 2003. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: Hanindita Graha Widya
Wardhani, Yuanita Kusuma. 2014. Trauma Kejiwaan Tokoh Utama Novel Dream Karya
Joannes Rhino. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.

Wiyatmi. 2011. Psikologi Sastra: Teori dan Aplikasinya. Yogyakarta: Kanwa Publisher.

Lampiran terdiri dari sinopsis novel Ngoyak Ombak Segara Kidul karya
Margareth Widhy Pratiwi, dan bukti mengenai hasil wawancara dengan pengarang.

LAMPIRAN
A. Sinopsis Novel Ngoyak Ombak Segara Kidul karya Margareth Widhy Pratiwi
Gempa dengan kekuatan 5,9 SR telah meluluhlantakan daerah Bantul tepatnya
di daerah Kali Opak dan Kali Oya pada hari sabtu, tanggal 27 Mei 2006. Gempa yang
telah menelan korban jiwa sebanyak 5.162 orang. Mengakibatkan para korbannya
mengalami kerugian besar. Tidak hanya rumah atau benda berharga yang rata dengan
tanah, tapi banyak dari mereka yang kehilangan keluarganya. Setelah terjadinya gempa
para korban takut untuk kembali pulang dan memilih tidur di tempat pengungsian yang
didirikan oleh para relawan. Agung dan ibunya yang bernama Bu Gemi adalah salah
satu korban gempa yang selamat. Meskipun Agung kehilangan sosok ayah dan adik
perempuannya yang tewas tertimbun rumahnya. Tidak membuat Agung terus berputus
asa dan bersedih meratapi nasibnya. Bu Gemi sosok ibu yang kuat dan selalu
memberikan dorongan semangat kepada Agung untuk membantu para korban lainnya.
Karena suami dan anak perempuan yang tidak selamat, menjadikan Bu Gemi ingin
membantu para korban yang membutuhkan bantuan.
Agung dan teman-teman mahasiswanya mendirikan komunitas Kembang Soka
yang merupakan tim relawan yang siap siaga memberikan bantuan. Setiap hari Agung
dan teman-temannya memberikan makanan dan pengobatan psikis para korban yang
ada dipengungsian. Astuti yang dirubah namanya menjadi Aning oleh Bu Gemi
merupakan salah satu anak kecil yang menjadi korban peristiwa alam tersebut. Aning
mengalami trauma yang berat akibat terjadinya gempa bumi tersebut. Dia kehilagan
sosok yang sangat disayangi yaitu neneknya. Mbah Ra gagal diselamatkan setelah 10
hari dirawat dirumah sakit Elisabeth Ganjuran. Agung menyelamatkan Aning saat ia
berada didekat kuburan neneknya dengan kondisi lemas. Agung membawanya ke
rumah sakit agar mendapat perawatan dari dokter. Setelah sembuh Aning dibawa ke
rumahnya dan dirawat oleh Bu Gemi agar sembuh dari traumanya. Tidak gampang
menyembuhkan jiwa anak kecil yang sudah mengalami banyak tekanan hidup. Tetapi
tidak membuat semangat Agung dan Bu Gemi menyerah untuk menyembuhkan anak
tersebut. Mereka sudah menganggap seperti keluarganya sendiri pengganti anak
perempuannya atau adiknya Agung yang menjadi korban gempa bumi tersebut.
Agung dan teman-teman mahasiswa Psikologi Sanata Dharma Jogyakarta yang
bergabung menjadi Komunitas Kembang Soka selain bertugas mengumpulkan bantuan
dari para donatur mereka juga mendampingi dan membantu penyembuhan para korban
yang mengalami trauma psikis. Salah satunya adalah Parti, beliau kehilangan ketiga
anaknya, suami, kedua orang tuanya, dan para pegawainya. Parti merasa hidupnya
yang paling sengsara daripada korban lainnya. Beliau kehilangan seluruh harta dan
orang-orang yang disayanginya. Parti dan keluarganya baru saja sukses menikmati
hasil usahanya. Karena bencana alam telah merebut semuanya, beliau belum bisa
menerimanya. Beliau sering marah-marah dan kadang menangis histeris jika mengingat
kejadian tersebut. Agung dan Bu Gemi membawanya pulang dan merawatnya hingga
sembuh. Dengan kesabarannya menyikapi perlakuan Parti, Bu Gemi terus
menuntunnya agar bisa tegar kembali. Dengan mengajukan bantuan modal dan
didukung oleh pemerintah desa. Masyarakat kembali bangkit bergotong-royong
membangun rumah makan Pandanwangi dekat segara kidul untuk mengembalikan
perekonimian setelah satu bulan berdiam diri di tempan pengungsian. Parti yang
dulunya adalah juragan batik sekarng beliau menjadi penjaga sekaligus chef di rumah
makan yang didirikan oleh Bu Gemi.
Empat tahun setelah kejadian adanya gempa bumi yang besar, Aning sudah
beranjak remaja. Tahun depan ia sudah mulai masuk SMA yang dibiayai oleh salah
satu donatur yang senang lihat kepintaran gadis tersebut. Agung selalu mengajak Aning
kemanapun dia pergi. Meskipun dia sudah menemukan kembali kebahagiaannya
setelah ditinggal Mbah Ra terkadang ia hampir celaka terseret ombak besar segara
kidul. Aning merasa bahwa neneknya memanggil dia di tengah laut dan ingin
mengampirinya. Aning sangat sayang terhadap Mbah Ra karena semenjak kecil ia
dibesarkan oleh neneknya sendiri. Agung dan Bu Gemi sangat menyayanginya. Akan
tetapi, mereka tetap mencari identitas Aning agar bisa kembali kekeluarganya yang
lebih berhak merawatnya.
Aning ditinggal oleh bapaknya saat berumur 3 tahun dan ditinggal ibunya saat
berumur 5 tahun. Aning merupakan anak kedua dari pasangan Panggih dan Mariyati.
Kakaknya yang bernama Wasis meninggal pada umur 5 tahun ketika itu Aning masih
berumur 3 tahun. Aning lahir dari keluarga yang kurang mampu. Bapaknya bekerja
menjadi tukang batu kala itu sebelum beralih menjadi nelayan. Pada tahun 1998
Indonesia mengalami krisis ekonomi atau krisis moneter. Panggih berangkat ke Jakarta
bersama Lik Tukiran mencari peruntungan setelah tidak lagi menjadi nelayan. Saat itu
keadaan Jakarta sedang panas-panasnya dan banyak pendemo yang rusuh. Lik
Tukiran memilih kembali ke kampung tapi Panggih tetap bertahan di Jakarta. Waktu itu
Panggiih menjadi kariyawan toko elektronik milik Mbah Handoko. Krisis moneter
membuat banyak orang pengangguran karena tidak ada pekerjaan. Banyak rampok-
rampok jalanan berkeliaran. Salah satu korban kekerasan perampok adalah toko Mbah
Handoko.
Karena banyak kekerasan di Jakarta Mbah Handoko dan istrinya menyuruh
Panggih ikut ke Singapura menemani anak Mbah Handoko. Candhra beserta anak, istri,
adik iparnya, dan Panggih berangkat ke Singapura meninggalkan keluarganya
termasuk anak-anak dan istri Panggih. Perasaan Mariyati sangat kacau karena tidak
menerima kabar sama sekali dari Panggih. Setelah kematian anak pertamanya,
Mariyati bertekad ingin pergi menjadi TKI. Aning saat itu dititipkan ke ibu kecilnya yaitu
Mbah Ra. Setelah 12 tahun lamanya Panggih akhirnya pulang ke Jakarta bersama
Candhra dan adik iparnya. Tidak sengaja Panggih bertemu Mariyati di bandara
Soekarno Hatta. Mereka berdua kaget dan sempat bertengkar dan pada akhirnya
mereka memutuskan untuk pergi ke rumah Mbah Handoko. Mariyati dan Panggih saling
bercerita dan memberikan penjelasan ditengahi oleh Mbah Handoko.
Setelah keadaan membaik Panggih dan Mariyati pulang ke Yogyakarta bertekad
mencari kuburan anak pertamanya, Mbah Ra, dan mencari keberadaan Aning. Dengan
dibantu oleh Candhra dan anaknya yang pulang ke Jakarta bersama istrinya. Candhra
dan Nonik sangat senang bisa membantu Panggih dan Mariyati. Namun saat mereka
pulang ke Yogyakarta keadaan gunung Merapi lagi erupsi besar. Panggih dan Mariyati
tetap mencari anaknya dengan berbagai cara sampai-sampai menemui orang pintar.
Candhra dan anaknya tetap setia menemani mereka karena mereka merasa ingin
membalas budi kebaikan Panggih yang telah menolong keluarganya. Bahkan mereka
mencari sampai ke pulau Sumatera. Tidak letih mereka mencari anak satu-satunya.
Saat keadaan gunung Merapi sedang tidak baik. Agung dan Komunitas
Kembang Soka kembali menjadi gerbang utama dalam membantu korban-korban
erupsi gunung Merapi. Mereka memberikan bantuan tenaga dan mengumpulkan bala
bantuan dari donatur. Bu Gemi tidak luput terus memberikan bantuan terhadap korban
erupsi gunung Merapi. Setelah keadaan mulai membaik dan para korban sudah bisa
kembali pulang. Agung juga kembali pulang ke rumahnya. Agung, Bu Gemi, Aning,
serta teman-temannya membersihkan Pandanwangi yang terletak di Pandansimo
karena sudah lama tutup. Parti memilih kembali berdagang menjual batik. Saat mereka
membersihkan warung. Aning terlihat terseret ombak lagi. Tim SAR yang melihatnya
bergegas pergi menyelamatkan Aning. Nonik yang melihat ramai-ramai bergegas
menyeret ayahnya dan Panggih untuk melihatnya. Saat sampai di sana Panggih
langsung kaget melihat sosok anak perempuan tersebut mirip dengan Astuti anaknya.
Aning segera dibawa lari ke rumah sakit disusul oleh Panggiih, Nonik, dan
Chandra. Panggih tidak lupa menelpon istrinya untuk ke rumah sakit. Akhirnya mereka
bertemu anaknya yang telah hilang selama 12 tahun. Agung kemudian keluar dari
ruangan dengan menangis dan mengatakan ke ibunya bahwa tugasnya menjaga Aning
telah selesai. Bu gemi memeluk Agung dan tersenyum bahagia.

Jenis penelitian
Bagian ini menjelaskan kategori jenis penelitian skripsi yang disusun, misalnya dari sisi
tujuannya penelitian dikenal 3 jenis, yakni penelitian eksploratif (penjajakan), naratif
(penjelasan), dan deskriptif (penggambaran). Dilihat dari segi data dan analisisnya
dikenal penelitian kualitatif dan kuantitatif.
Teknik pengumpulan data
Diuraikan secara rinci tentang teknik pengumpulan data seperti observasi, wawancara,
angket, dan studi dokumentasi yang disertai panduan observasi, panduan
wawancara, kuesioner, serta panduan dokumen yang berisi tentang data sekunder
yang diperlukan. Teknik pengumpulan data yang dicantumkan hanyalah teknik yang
memang benar-benar dilakukan dalam penelitian, tidak perlu keseluruhan teknik
dipaparkan.

Teknik Pengumpulan Data

Penelitian kualitatif merupakan proses pengumpulan data yang dilakukan dengan


metode wawancara dan observasi yang dideskripsikan berupa kata-kata atau kalimat
(Murtijo, 2005: 21). Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penulisan ini
adalah observasi, dokumen dan wawancara mendalam.

Observasi

Observasi merupakan pengumpulan data melalui pengamatan secara langsung


tentang objek yang akan diteliti. Menurut Nasution (1988) dalam buku Sugiyono (2012:
64) menyatakan observasi adalah dasar dari semua bidang ilmu pengetahuan. Melalui
observasi penulis dapat mengetahui secara langsung masalah yang terjadi dalam
kehidupan masyarakat baik mengenai perilaku maupun tindakan seseorang. Selain itu,
Marshall (1995) mengungkapkan bahwa observasi dapat mempelajari tentang perilaku
dan makna dari perilaku tersebut.

Observasi dalam penelitian ini menggunakan participant observation. Participant


observation merupakan pengumpulan data yang dilakukan dengan cara pengamatan
langsung di lapangan dan ikut serta terlibat kegiatan-kegiatan yang dilakukan objek
yang diteliti atau yang sedang diamati oleh si peneliti (Siregar, 2013: 20). Participant
observation dalam penelitian ini penulis tidak hanya melihat apa yang terjadi selama di
lapangan, akan tetapi penulis merasakan apa yang dirasakan oleh informan. Penulis
ikut melakukan apa yang dikerjakan oleh informan dalam melakukan aktivitas
kehidupan penduduk setempat. Untuk itu, penulis mengetahui sesuatu yang sedang
terjadi dalam masyarakat dan sedang dilakukan oleh masyarakat, sehingga merasakan
dan mendengarkan fenomena tersebut (Afrizal, 2014: 21).

Penelitian participant observation membuktikan penulis tidak bersifat pasif atau


hanya pengamat akan tetapi, bermain peran terhadap realitas yang terjadi. Tujuan dari
pada penggunaan participant observation dalam penelitian ini, untuk mengamati secara
langsung pengalaman dan kenyataan yang terjadi dengan perubahan mata
pencaharian penduduk lokal. Perubahan tersebut dilihat dari segi ekonomi serta
aktivitas lainnya. Selain itu, dapat mengamati secara langsung dan merasakan
perubahan dan cara yang dilakukan informan dalam kelangsungan kehidupan sehari-
hari, yang sesuai dengan tujuan penelitian. Dalam melakukan participant observation
penulis turut serta terlibat dalam kehidupan informan terhadap kelangsungan kehidupan
atau membiayai ekonomi keluarga.

Participant observation penulis mengamati dan terlibat aktivitas yang dilakukan oleh
penduduk lokal setiap hari dan bersifat siklus dalam mejalankan kehidupan sehari hari.
Aktivitas tersebut berupa dampak sosial dari pada perubahan mata pencaharian yang
dilakukan oleh penduduk lokal dalam mempertahankan kehidupan setelah penebangan
hutan ke perkebunan karet. Dalam melakukan participant observation, penulis ikut
melakukan pekerjaan dimana tempat tinggal penduduk lokal tersebut. Hal tersebut
bertujuan untuk melihat kebiasaan yang dilakukan penduduk lokal setempat dalam
kehidupannya sehari-hari, ini terkait dengan hubungan sosial dalam masyarakat.
Kemudian penulis mengetahui kinerja dan tindakan yang dilakukan setelah penutupan
penebangan hutan ke perkebunan karet. Participant observation pada penelitian ini,
penulis menempatkan diri sebagai pelaku dan objek yang diteliti. Melakukan pekerjaan
mulai dari pada ke kebun karet sampai aktivitas lainnya seperti ke bakau, nelayan dan
lain-lain. Alat yang digunakan oleh penulis adalah alat tulis (pena, pensil dan buka
catatan lapangan). Oleh sebab itu, melalui Participant observation penulis menemukan
data dengan adanya perubahan mata pencaharian masyarakat tersebut.

Dokumen

Metode dokumen merupakan pengumpulan data secara tertulis (Afrizal, 2014: 21).
Metode dokumen yaitu mencari data atau bahan mengenai hal-hal yang berupa
catatan, surat kabar, majalah, notulen rapat, agenda dan lain-lain. Dalam penelitian ini,
penulis menggunakan langkah-langkah sejarah dari perubahan yang terjadi dalam
masyarakat tersebut. Untuk itu, penulis melakukan penelusuran bahan dokumen
berupa catatan dari pada catatan pribadi masyarakat yang ada di daerah
penelitian. Selain itu, penulis mencari data di desa dan di kecamatan masalah
penelitian yang sesuai dengan tujuan penelitian.

Data di kecamatan dan di desa berupa surat menyurat, dokumen, atau laporan
penelitian mengenai geografis dan demografis penduduk lokal yang bertempat tinggal
di desa tersebut. Data ini dapat dijadikan sebagai data mengenai situasi dan kondisi
atau gambaran daerah. Dokumen ini bertujuan untuk melihat dampak sosial dengan
adanya perubahan mata pencaharian masyarakat Desa Putri Puyu terhadap kehidupan
ekonomi, politik atau lainnya. Oleh sebab itu, perlu adanya studi serta literatur yang
membahas dampak sosial dengan adanya perubahan mata pencaharian penduduk
dengan kondisi ekonomi dari awal muncul sehingga dapat dibandingkan dengan kondisi
pada saat sekarang ini. Oleh sebab itu, penulis mencari dokumen pribadi dari
masyarakat atau informan yang telah lama bertempat tinggal di daerah penelitian
tersebut, hasil dokumen diperoleh melalui dokumen. Dokumen tersebut didapatkan
melalui kantor desa dan dokumen masyarakat atau penduduk yang berada di Desa
Putri Puyu.
Selain itu, untuk mendukung data di lapangan dan pembuktian selama di lapangan,
penulis melakukan dokumentasi yang berupa foto-foto atau gambar yang terkait
peristiwa yang terjadi. Foto-foto diambil berdasarkan apa yang dilihat oleh penulis dan
hasil wawancara selama di lapangan yang dijadikan bahan

Analisis data yang lazim digunakan dalam penelitian kuantitatif menyajikan model-
model analisis statistik, baik untuk analisis univariat, bivariat, maupun multivariat. Dalam
penelitian dengan metode kualitatif, perlu diungkapkan langkah- langkah dalam
mengolah informasi, proses penafsiran, dan penyimpulan hasil penelitian.

Pada Penelitian Kualitatif bisa mengunakan teknik Analisis Data antara lain:

1. Analisis Data Kualitatif Model Borgan Biklen


2. Analisis Data Kualitatif Model Miles dan Huberman
3. Analisis Data Kualitatif Model Strauss dan Corbin (Grounded Theory)
4. Analisis Data Kualitatif Model Spradley (Etnografi)
5. Analisis Isi Kualitatif Model Philipp Mayring
6. Atau Lainnya.
7. Contoh Teknik Analisis Data
8. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif yang berorientasi kepada
kata-kata atau kalimat dan bukan angka yang akan dijadikan sebagai hasil
penelitian. Data yang diperoleh dikumpulkan berbagai macam cara dan proses
yang bersamaan sebelum ke lapangan dan ketika ke lapangan. Cara dalam
penelitian tersebut sesuai dengan metode dalam pengumpulan data yaitu
observasi terlibat, dokumen dan wawancara mendalam. Menurut Bogdan
menyatakan bahwa analisis data merupakan proses mencari dan menyusun
secara sistematis data yang didapatkan melalui hasil wawancara mendalam,
catatan lapangan dan cara-cara yang lain untuk mudah dipahami dan temuan
tersebut dapat dipahami oleh orang lain (Sugiyono, 2012: 88). Analisis data
dalam penelitian ini dilakukan pada saat pengumpulan data berlangsung dan
setelah selesai pengumpulan data pada periode tertentu. Artinya analisis
tersebut dilakukan pada saat wawancara, penulis sudah mulai melakukan
analisis terhadap jawaban yang diberikan informan. Ketika jawaban yang
diberikan informan belum memuaskan dan menjawab tujuan penelitian, penulis
melanjutkan pertanyaan lagi, sampai tahap data yang diperoleh menjadi kredibel.
Miles dan Heberman menyatakan aktivitas dalam analisis data dapat dilakukan
secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai data yang
didapatkan menjadi tuntas dan akhirnya data tersebut jenuh (Sugiyono, 2001:
337). Analisis data pada penelitian ini terdiri dari beberapa alur kegiatan yang
dilakukan secara bersama, menurut Miles dan Huberman yaitu data reduction,
data display dan conclusion drawing/verification (Sugiyono, 2012: 91; Afrizal,
2014: 178). Ketiga alur tersebut merupakan aktivitas yang berbentuk interaksi
dalam proses pengumpulan data ketika di lapangan sebagai proses siklus.
Dalam proses tersebut penulis bergerak dari arah pengumpulan data selama
proses pengumpulan data berlangsung dan menjalankan alur-alur dari pada
Miles & Heberman. Dengan demikian, penulis melakukan analisis data di
antaranya data reduction, data display dan conclusion drawing/verification. Hal
tersebut bertujuan untuk menemukan dan membangun pemahaman terhadap
alur kerja dan mendapatkan data secara akurat, tepat dan empirik. Dalam proses
tersebut dapat digambarkan pada Gambar 3.3.

Reduksi data (data reduction) merupakan merangkum, memilih hal-hal yang pokok,
memfokuskan hal-hal yang penting serta dicari dan tema yang pokok sekaligus
penyerderhanaan data yang muncul dari hasil lapangan. Reduksi data memberikan
gambaran yang lebih jelas dan memudahkan penulis dalam melakukan penelitian
selanjutnya. Ketika melakukan reduksi data bukan hal yang terpisah dengan analisis
data. Reduksi data penulis lakukan pengkodean terhadap data yang dihasilkan di
lapangan. Kode tersebut bertujuan untuk memilih mana data yang dibuang, mana pola-
pola yang dapat dijadikan sebagai hasil penelitian, meringkas terhadap cerita-cerita
yang berkembang dan mana data yang tidak menyangkut dari tujuan penelitian. Hal
tersebut merupakan pilihan ketika melakukan analisis data. Reduksi data merupakan
proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyerderhanaan, abstraksi dan
transformasi data kasar yang diperoleh ketika di lapangan kemudian dikelompokkan,
dibuang data yang rasa tidak perlu dan diambil kesimpulan akhir dari pada analisis
tersebut (Salim, 2006: 22). Ketika melakukan analisis tersebut, penulis melakukan
berulang kali yang bersifat siklus dari tahap pertama kemudian menuju tahap kedua
sehingga kembali pada tahap pertama dan begitu seterusnya. Pada analisis tahap
pertama penulis melakukan pengkodean. Dengan pengkodean tersebut penulis
membuka hasil catatan lapangan setelah melakukan wawancara. Kemudian penulis
memilih catatan lapangan tersebut mana yang dibuang dan diambil yang sesuai dengan
tujuan penelitian. Alur selanjutnya pada kegiatan analisis data adalah melakukan
penyajian data (data display). Penyajian data merupakan deskripsi kumpulan informasi
yang tersusun untuk melakukan penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan
(Salim, 2006:23). Penyajian data lazim digunakan pada penelitian kualitatif dalam
menganalisis data yang telah dapat ketika di lapangan. Menurut Miles dan Huberman
(1984) dalam buku Sugiyono (2011: 341) menyatakan “the most frequent form of
display data for qualitative research data in the past has been narrative tex” yang sering
digunakan dalam melakukan penelitian kualitatif adalah menggunakan teks yang
bersifat naratif. Artinya ketika mendapatkan hasil di lapangan data yang diperoleh
bersifat terpencar, tersusun kurang baik dan tidak menemukan hasil yang sesuai
dengan tujuan penelitian yang bersifat berlebihan. Oleh sebab itu, dengan
menggunakan cara kedua ini sehingga data tersebut menjadi baik dan teratur dengan
apa yang diharapkan oleh penulis. Penyajian data dapat dilakukan dengan
menggunakan tabel, grafik, phie chard, pictogram dan lain lain. Dengan demikian, cara
yang dilakukan oleh penulis untuk memudahkan dalam meraih data yang akurat dan
sesuai dengan tujuan penelitian. Tahap kedua ini, penulis melakukan kategorisasi data
atau pengelompokan data ke dalam klasifikasi-klasifikasi setelah data didapat di
lapangan dan setelah diberi kode terhadap data tersebut. Oleh sebab itu, kodifikasi data
dapat menentukan data yang paling penting dan tidak penting pada tahap pertama,
sehingga penulis membuat kategori-kategori dari data yang telah dikumpulkan. Alur
terakhir yang dilakukan dalam menganalisis data adalah menarik kesimpulan dan
vertifikasi (conclusion drawing and verifikasication) data yang telah dilalui pada tahap
pertama dan kedua. Pada tahap ini penulis telah mulai mencari makna dari setiap
gejala yang terjadi dan data yang diperoleh ketika di lapangan. Tahap kesimpulan
penulis mencatat keteraturan, pola-pola mengenai penjelasan, alur kausalitas, proposisi
dan konfigurasi. Persiet dalam penelitian ini ketika mengambil kesimpulan bersifat
longgar, terbuka dan skeptis, akan tetapi data dan kesimpulan tersebut sudah
disediakan. Selama di lapangan ketika melakukan penelitian berlangsung penulis
melakukan tahap kesimpulan secara terus-menerus. Kemudian data tersebut menjadi
benar benar data yang valid dan kokoh dalam setiap kesimpulan. Penarikan kesimpulan
selama di lapangan, penulis juga melakukan diverifikasi. Vertifikasi dilakukan penulis
secara singkat dan membuka kembali hasil catatan di lapangan yang dilakukan secara
terus-menerus. Selain itu, penulis melakukan tukar pemikiran dengan teman sejawat
yang dianggap bisa melakukan diskusi sesuai dengan permasalahan yang penulis
lakukan. Tahap ketiga ini penulis mencari hubungan antara kategori-kategori yang telah
dibuat oleh penulis sebelumnya dalam melakukan penelitian tersebut. Dengan
demikian, penulis mengilustrasikan dengan matrik atau diagram-diagram yang telah
dilakukan sebelumnya, sehingga data yang didapatkan tidak lagi bersifat narasi. Ketiga
langkah yang dianjurkan oleh Miles dan Huberman, penulis lakukan secara terus-
menerus selama di lapangan dan menulis dari hasil lapangan. Langkah ini dilakukan
juga sampai berakhirnya penulis di lapangan dan mendapatkan data sesuai dengan
tujuan dari pada penelitian. Dengan demikian, proses kategori tersebut menemukan
pola atau tema dalam mencari hubungan antara kategori yang telah ditemukan
Referensi
Pada telaah sitasi dan referensi, Harvard sebenarnya merupakan istilah umum
yang merujuk kepada semua jenis sitasi yang menggunakan pendekatan The Author-
Date. Sifat umum tersebut menjadikan gaya sitasi ini tidak memiliki panduan yang
dibuat secara khusus dan dijadikan acuan. Terdapat berbagai macam variasi tanda
baca dan format penulisan dari satu institusi ke institusi yang lain. Program Studi
Administasi Bisnis Fisip Unmul memiliki gaya selingkung sebagaimana dipaparkan
pada bagian ini.

Seorang peneliti harus mencantumkan referensi atau sitasi yang digunakan dalam
karya ilmiahnya. Pencantuman referensi dan ssitasi tersebut harus dilakukan apabila
terdapat kesamaan pemikiran peneliti dengan peneliti sebelumnya sehingga
menjadikan hasil penelitian terdahulu sebagai acuan penelitiannya.

Dalam kondisi tersebut, cara yang dapat dilakukan untuk menuliskan referensi atau
sitasi adalah dengan membuat kutipan langsung dan kutipan tidak langsung.

1. Kutipan langsung (quoting)

Merujuk kutipan langsung berarti mengutip tulisan dari sumber rujukan secara langsung
tanpa melakukan perubahan apapun.Kutipan yang kurang dari empat baris ketikan
ditulis diantara tanda kutip (”....”) sebagai bagian yang terpadu dalam teks
utama dan ditambahkan nama penulis, tahun terbit, dan nomor halaman sumber
rujukan.
2. Kutipan tidak langsung (paraphrasing)

Merujuk kutipan tidak langsung berarti mengutip tulisan dari sumber rujukan secara
tidak langsung dengan melakukan perubahan pada cara pengungkapannya dan bukan
pada isinya. Kutipan tidak langsung ditulis menyatu dengan teks utama dan tidak
menggunakan tanda kutip.
1. Ketentuan Umum

a. Sitasi di dalam teks hanya mengunakan nama belakang (surname)


penulis. Sitasi ditulis secara parenthesis sehingga referensi dalam teks menjadi:
([nama belakang penulis] [tahun publikasi], [nomor halaman]), contoh:
(Kusumaatmadja 1999,
b. Penulisan nama penulis di luar tanda kurung diperbolehkan, contoh:
“Kusumaatmadja (1999, 49) mengatakan…”.Tanda baca koma dan titik
digunakan setelah sitasi, contoh: “Menurut Kusumaatmadja (1999, 43), tidak satu
pun perusahaan…” atau “…mampu hidup (Kusumaatmadja 1999, 43)”.
c. c. Jika beberapa buku yang dijadikan sumber pustaka ditulis oleh satu orang
pengarang dan diterbitkan dalam tahun yang sama, penempatan urutannya
didasarkan pada urutan abjad pertama judul bukunya. Kriteria pembedanya
adalah tahun terbit dengan membubuhkan huruf a, b, c, dan seterusnya setelah
tahun terbit, tanpa jara

Contoh :

Hassan, Fuad. 1987a.


----------------. 1997b.

----------------. 1997c.

d. Referensi disusun menurut urutan abjad. Apabila sumber referensi tidak


memiliki nama penulis, maka judul referensi ditulis lebih dahulu dengan kata pertama
dari judul dijadikan sebagai acuan urutan abjad.

2. Contoh penulisan sitasi dan referensi

Daftar rujukan (reference list) atau daftar pustaka merupakan daftar yang berisi buku,
jurnal, makalah, artikel hasil penelitian (skripsi, tesis atau disertasi) serta sumber
lainnya yang dikutip secara langsung atau tidak langsung di dalam karya tulis. Pada
dasarnya unsur-unsur yang harus dicantumkan dalam daftar rujukan berturut- turut
meliputi (1) nama penulis (perorangan atau kelompok), (2) tahun penerbitan, (3)
judul, termasuk subjudul, (4) kota tempat penerbitan, dan (5) nama penerbit. Contoh-
contoh penulisan sitasi dan referensi berdasarkan jenis sumber pustaka dapat
dilihat di bawah ini.
https://sarifudin.com/020001

Anda mungkin juga menyukai