Anda di halaman 1dari 16

Nama: Annisa Aristawidya Bhanuwati

NIM: 11221120000035

Kelas: Ilmu Politik 1A

MENENTUKAN MASALAH DAN MENELUSURI JEJAK EJAAN

I. Menentukan Masalah

Isma Tantawi mengemukakan bahwa karya ilmiah adalah hasil dari karangan yang dibuat
oleh satu atau sekelompok orang melalui sebuah penelitian yang sistematik dan sederhana
berdasarkan fakta atau logika terhadap fakta yang ada pada objek. (dalam Bahasa Indonesia
Akademik, 2019: 1). Dalam proses penulisan karya tulis ilmiah, penulis harus menentukan,
mencari, mengidentifikasi, dan mengolah topik/masalah dari sebuah fenomena yang ada di dalam
kepalanya sebelum gagasan tersebut dituangkan ke dalam tulisannya dengan padu dan sistematik.
Hal ini bertujuan agar pembaca mengetahui kejelasan mengenai inti dari karya ilmiah tersebut.

Suatu pendekatan dapat dinyatakan sebagai pendekatan ilmiah jika mempunyai langkah-
langkah sebagai berikut:

1. Perumusan Masalah
Rumusan masalah memuat pertanyaan apa, mengapa, dan bagaimana yang akan
dijawab penulis melalui karya tulis ilmiahnya. Rumusan masalah sangat penting karena
ini adalah tumpuan dan arah dari seluruh alur pikir penulis.
2. Kajian Pustaka
Kajian pustaka adalah sekumpulan teori yang dijadikan sebagai panduan atau
referensi dalam melakukan penelitian. Tujuannya adalah sebagai dasar dalam
menjawab permasalahan dari suatu penelitian.
3. Perumusan Hipotesis
Hipotesis adalah teori sementara yang dibuat peneliti berdasarkan pada
permasalahan yang telah didalami, yang masih perlu diuji kebenarannya melalui
analisis data (di bawah kebenaran).
4. Analisis Data
Analisis data merupakan metode mengolah data menjadi suatu informasi yang telah
siap dipelajari sehingga dapat memberikan petunjuk untuk mengambil keputusan
terhadap masalah yang diteliti. (Murtamadji, 2012: 1)

Dalam menulis karya tulis ilmiah, yang menjadi fokus dari penulisannya adalah masalah
dan cara pemecahan masalah tersebut. Maka dari itu, tahap awal dari penulisan karya ilmiah adalah
peneliti harus melakukan persiapan atau perencanaan penulisan agar memudahkan dan
menyederhanakan pokok pembahasan. Patokan menulis tersebut bias dimulai dari beberapa
pertanyaan untuk membantu merangsang ide-ide pada waktu menulis. Hal ini dilakukan agar
menulis tidak terasa seperti dipaksa menulis karena telah melakukan persiapannya. Berikut adalah
beberapa pertanyaan yang dapat dijadikan persiapan dalam menulis karya tulis ilmiah.

1. Eksplorasi permaslahan atau isu yang menarik dan aktual untuk dibuat sebuah karya
ilmiah lalu sesuaikan dengan target pembaca tulisan. Buat poin-poin dari tujuan
penulisan dan gambaran permasalahan tersebut secara garis besarnya.
2. Membuat tujuan atau rencana kerja. Hal ini berhubungan dengan waktu pelaksanaan,
agenda survey, dan penelaahan.
3. Pikirkan mengenai ide-ide yang bisa menambah eksperimen dalam karya ilmiah
tersebut. Ide apa yang dapat membuat karya ilmiah itu dibaca banyak orang?
4. Hindari untuk terburu-buru mengevaluasi diri sendiri sebelum menulis. Ajukan
pertanyaan seolah anda adalah guru atau penguji karya ilmiah tersebut.
5. Mencoba berbicara dengan target pembaca tentang kesediaannya untuk ikut serta
dalam program yang diutarakan di dalam karya ilmiah. Apa saja pertanyaan-pertanyaan
yang mereka lontarkan?

Setelah melakukan beberapa proses persiapan sebelum menulis karya ilmiah, langkah
selanjutnya adalah menentukan masalah atau topik atau pokok pembicaraan dalam karya tulis
ilmiah dan penentuan judul yang didasari dari permasalahan yang telah ditetapkan. (Rameli Agam,
2015: 32-33)

A. Menentukan Masalah/Topik

Masalah dapat didefinisikan sebagai ungkapan mengenai keadaan yang belum sesuai
dengan apa yang diharapkan. Masalah dalam karya ilmiah dapat berupa beberapa pertanyaan yang
kemudian akan dijawab oleh peneliti melalui karya ilmiahnya. Namun, masalah/topik harus
memenuhi ketentuan-ketentuan seperti berikut ini.

a. Topik yang dipilih harus berhubungan dengan disiplin ilmu yang kita miliki, termasuk
juga ilmu pengembangnya. Seperti yang diungkapkan oleh Agus Pratomo Andi Widodo
dalam bukunya yang berudul Penulisan Karya Tulis Ilmiah.
“Seorang peneliti diwajibkan mempunyai dasar teori yang kuat. Landasan teori yang kuat
akan membantu peneliti mempertahankan hasil penelitiannya. Tapi teori itu tidak
menyimpang sesuai dengan disiplin ilmu yang dia teliti sehingga dapat dipertanggung
jawabkan.” (2018: 4)
b. Topik yang ditetapkan bersifat aktual, yaitu fenomena terbaru yang masih ramai
diperbincangkan agar dapat disambut dengan hangat oleh para pembaca.
c. Pilih topik yang sesuai dengan ilmu yang kita kuasai, agar dapat memudahkan proses
penelitian.
d. Topik yang dipilih harus memiliki sumber data utama (primer) dan tambahan (sekunder).
e. Pastikan topik yang dipilih belum ada yang menulisnya. Penulis/peneliti harus melakukan
pengecekan terlebih dahulu.
f. Topik yang dikaji harus dibatasi agar pembahasan dari aspek atau bagian-bagiannya tetap
relevan dan terarah. Hindari pemilihan pokok maslah yang dapat menyeret kepada
pengumpulan informasi yang beraneka ragam.

Agar lebih terarah jalannya kegiatan penulisan, diperlukan sebuah acuan formal tertulis
untuk merancanakan penelitian. Acuan formal ini umumnya diwujudkan dalam bentuk proposal
penelitian. Proposal penelitian adalah rancangan kegiatan yang berisi muatan akademis seperti
skripsi, tesis, atau disertasi. Maka dari itu, adanya proposal penelitian ini merupakan hal yang
sangat penting keberadaannya sebagai penunjang kemudahan dalam mengerjakan penelitian.

H. Dalman (2012: 27-28) mengungkapkan bahwa karya ilmiah merupakan suatu karya tulis
yang membahas mengenai satu permasalahan dalam suatu fenomena. Dalam menyelesaikan
permasalahan tersebut, peneliti harus mengkajinya melalui sebuah penelitian berdasarkan
penyelidikan, pengamatan, dan kolektif data dengan cermat. Karya ilmiah harus memiliki gagasan
ilmiah dan pemecahan masalahnya dengan metodologi pemikiran logis. Metode penelitian inilah
yang merupakan pengaplikasian dari metode keilmuan. Menurut Direktorat Tenaga Kependidikan
(2008: 6), metode-metode penelitian yang digunakan sebagai landasan pemecahan masalah
memiliki pengertian sebagai berikut.

a. Penelitian adalah usaha dalam menyelidiki suatu masalah spesifik dengan sistematik dan
terorganisasi serta membutuhkan hasil atau pemecahannya.
b. Suatu cara ilmiah yang dilakukan dalam sebuah penelitian untuk mendapatkan sejumlah
data dengan tujuan tertentu.
c. Cara ilmiah dilandasi dengan metode berpikir rasional dan empiris atau nyata berdasarkan
observasi, bukan spekulasi.
d. Penelitian dilakukan secara objektif, sistematik, tekun, kritis, dan logis, melalui proses
penyelidikan, pengkajian, dan pengujian.
e. Penelitian didefinisikan sebagai pemeriksaan atau penyelidikan ilmiah secara sistematik
dan terorganisasi berdasarkan data mengenai suatu masalah yang spesifik dan dilakukan
secara objektif, dengan tujuan mendapatkan jawaban dari masalah tersebut.

B. Pembatasan Masalah/Topik

Jika sudah menetapkan topik, penulis harus memastikan kembali apakah topik yang
diambil sudah cukup sempit untuk dibahas, atau masih mengambang dan umum. Maka dari itu,
penulis juga harus membatasi topik yang dipilih dengan teknik penarikan garis-garis cabang ke
bawahnya untuk mendapat subbagian yang lebih kecil. Contohnya, jika yang dipilih adalah
mengenai perhotelan, maka cabang dari pembahasan tersebut, misalnya konsep perhotelan, sumber
daya manusia, pengelolaan, atau pemasarannya. Dari konsep perhotelan dapat ditarik lagi
pembahasannya menjadi lebih kecil, seperti jenis hotel, sarana perhotelan, atau lansekapnya.
Kemudian, dari jenis hotel dapat diperkecil lagi menjadi penginapan, hotel berbintang, losmen,
atau motel. Jika yang ditetapkan adalah hotel berbintang, maka dapat dibuat menjadi lebih spesifik
misalnya seperti “mutu pelayanan”. Agar pembahasan tidak terlalu luas, peneliti dapat membatasi
topic dengan menetapkan tempat atau wilayah penelitian, contohnya “Mutu Pelayanan pada Hotel
Berbintang Lima di Jakarta Barat”. (Zaenal Arifin, 2008: 9-10)

Pembatasan topik ini juga digunakan dalam menentukan judul hasil penelitian. Pertanyaan-
pertanyaan mengenai permasalahan seperti apa, mengapa, kapan, di mana, dan bagaimana juga
membantu dalam proses penentuan judul. Tentu semua pertanyaan itu tidak digunakan dalam satu
judul. Penggunaan pertanyaan masalah dapat disesuaikan dengan kebutuhan penelitian. Contoh
dalam kasus ini ialah, “Kualitas Pelayanan Publik Bidang Administrasi Kependudukan di
Kecamatan Kebon Jeruk" yang cukup mencangkup pertanyaan-pertanyaan penelitian dalam
penyajian karya ilmiahnya.

C. Permasalahan dalam Merumuskan Masalah

Isaac dan Michael (1981) mengutarakan pendapatnya mengenai kesalahan-kesalahan yang


biasanya dilakukan para peneliti dalam kegiatan ini, yaitu:

1. Peneliti menghimpun data tanpa ada maksud penelitian yang jelas


2. Mendapat sejumlah data kemudian menetapkan masalah dengan informasi yang ada
3. Menguraikan masalah ke dalam bentuk yang sangat biasa dan ambigu hingga sulit
untuk menginterprestasikan hasil dan membuat kesimpulan dari kegiatan penelitian.
4. Peneliti mendapatkan isu tanpa mengulas hasil-hasil penelitian lebih dahulu dengan
bahasan yang serupa, sehingga masalah dalam penelitian tersebut tidak didukung oleh
kerangka teori yang baik.
5. Menetapkan masalah penelitian yang nantinya kurang dapat berkontribusi dalam
penyempurnaan teori atau penyelesaian isu tersebut. (Rowland Pasaribu, 2013: 24)

II. Menelusuri Jejak Ejaan

Prof. Dr. E. Zaenal Arifin menerangkan bahwa karya ilmiah memang sepatutnya
memenuhi kriteria yang logis, sistematik, dan lugas. Maka dari itu, penulis harus memperhatikan
kebahasaan karangannya agar komunikatif dan tidak bertele-tele. Karya ilmiah dapat disebut
sistematis bila bagian dengan bagian lainnya jelas dan saling berhubungan. Karya ilmiah juga
disebut lugas jika penguraiannya disajikan dengan bahasa yang langsung menunjukkan persoalan,
tidak berlebihan, dan menggunakan ejaan yang tepat. (2008: 70)

Ejaan adalah cara atau aturan untuk menuliskan dan membunyikan kata-kata dalam bentuk
huruf menurut ilmu yang telah ditetapkan. Dengan adanya ejaan, seluruh masyarakat diharapkan
dapat menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar menurut kaidah-kaidah yang ada.
Sehingga terbentuklah kata yang nyaman didengar dan digunakan dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam perkembangannya, Bahasa Indonesia telah mengalami beberapa kali perubahan
pemberlakuan ejaan. Di antaranya adalah Ejaan van Ophuijsen (1901-1947), Ejaan Soewandi atau
Ejaan Republik (1947-1972), Ejaan Melindo (1959), Ejaan Yang Disempurnakan (1972-2015),
dan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (2015-sekarang).

1. Ejaan van Ophuijsen

Ejaan van Ophuijsen ini ditetapkan pada tahun 1901 dan pada masa itu dikenal sebagai
Bahasa Melayu dalam huruf latin. Ejaan ini dirancang oleh Van Ophuijsen dan dibantu oleh
Eungku Nawawi Gelar Soetan Ma’moer dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim. Ejaan ini berlaku
selama 46 tahun. Hal-hal yang menjadi ciri utama dalam ejaan ini adalah:

1) Huruf j yang berbunyi seperti huruf y digunakan pada penulisan kata jang, sajang, dan
lainnya.
2) Fonem oe yang berbunyi seperti huruf u digunakan pada penulisan goeroe, raboe, itoe.
3) Tanda diakritik dan tanda trema (‘/’) digunakan untuk menyatakan bunyi sentak seperti
pada kata Ma’moer, ‘akal, atau ma’lum.

2. Ejaan Soewandi atau Ejaan Republik

Ejaan Soewandi diresmikan pada tahun 1947 dan menggantikan Ejaan van Ophuijsen yang
sebelumnya tengah berlaku. Ejaan ini dikenal oleh masyarakat sebagai Ejaan Republik karena
diresmikan belum lama setelah kemerdekaan Indonesia. Hal-hal yang diubah dalam pergantian
ejaan ini antara lain:

1) Fonem oe diganti dengan u, seperti pada guru, rabu, atau itu.


2) Bunyi sentak yang sebelumnya menggunakan tanda diakritik diganti menjadi huruf k,
seperti pada kata maklum, rakyat, atau pak.
3) Kata pengulangan boleh ditulis dengan angka 2, seperti pada anak2, kupu2, atau jalan2.
4) Awalan di- dan kata depan di keduanya ditulis serangkai dengan kata yang
mengikutinya. Seperti kata depan dirumah, didepan, atau dijalan, disamakan dengan
penulisan di- sebagai imbuhan seperti dilihat, dibelikan, dan sebagainya.

3. Ejaan Melindo
Melindo merupakan akronim dari Melayu-Indonesia yang ditetapkan pada tahun 1959
melalui Sidang Putusan Indonesia dan Melayu (Slametmulyana-Syeh Nasir bin Ismail sebagai
ketua) dan menghasilkan konsep ejaan bersama yang kemudian dikenal sebagai nama Melindo.
Namun, ejaan ini batal diberlakukan karena adanya kemelut dalam perkembangan politik pada
tahun-tahun berikutnya.

4. Ejaan Yang Disempurnakan (EYD)

Ejaan ini resmi ditetapkan pada tanggal 16 Agustus 1972 oleh Presiden Republik Indonesia
berdasarkan Putusan Presiden No.57 Tahun 1972. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
membentuk Panitia Pengembangan Bahasa Indonesia dan Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan melalui surat putusan tanggal 12 Oktober 1972 No. 156/P/1972 dengan Amar Halim
sebagai ketua, menyusun sebuah buku berjudul Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan yang memuat penjelasan lebih luas mengenai ejaan di Indonesia, yang kemudian
diedarkan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan sebagai patokan ejaan untuk masyarakat
pada saat itu. Setelah itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan menetapkan Pedoman Umum
Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah.

Namun, pada tahun 1987, kedua buku pedoman itu direvisi, dan edisi revisi diperkuat
dengan adanya Surat Putusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada tanggal 9 September
1987. (Mulyati, 2018: 13-16)

Jika ditabelkan, perbedaan antara Ejaan van Ophuijsen, Ejaan Soewandi, dan Ejaan Yang
Disempurnakan (EYD) akan menjadi seperti berikut.

Ejaan yang
No. Ejaan van Ophuijsen Ejaan Soewandi
Disempurnakan (EYD)
1. Oe u u
2. J j y
3. Tj tj c
4. Dj dj j
5. Nj Nj ny
6. ‘ ‘ k
5. Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI)

Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia mulai diresmikan pada tahun 2015,
menggantikan Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EYD) yang telah berlaku selama 43
tahun. Hal ini sudah disahkan dalam Peraturan Menteri dan Kebudayaan RI No. 50 Tahun 2015
tentang Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia.

Adanya perubahan ini dimaksudkan dengan tujuan agar Bahasa Indonesia dapat
beradaptasi beriringan dengan berbagai bidang ilmu yang juga berkembang luas dan bergerak
secara dinamis. Perubahan ini juga sebagai bentuk usaha memantapkan fungsi Bahasa Indonesia
sebagai kepribadian dan identitas bangsa yang bermartabat, demi meningkatkan kesejahteraan,
keamanan, kedamaian, dan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. (Isma Tantawi, 2019)

A. Ketentuan-Ketentuan dalam Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI)

Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia


(Mendikbud RI) No. 50 Tahun 2015 tanggal 26 November 2015 tentang Pedoman Umum Ejaan
Bahasa Indonesia (PUEBI) berisi sebagai berikut.

1. Pemakaian Huruf

Pemakaian huruf diantaranya adalah huruf abjad, huruf vokal, huruf konsonan, huruf
diftong, gabungan huruf konsonan, huruf kapital, huruf miring, dan huruf tebal.

a. Huruf Abjad

Huruf abjad dalam Bahasa Indonesia ada 26 huruf, yaitu:

Kapital Nonkapital Nama Pengucapan


A a a a
B b be b
C c ce cé
D d de dé
E e e é
F f ef èf
G g ge gé
H h ha ha
I i i i
J j je jé
K k ka ka
L l el èl
M m em èm
N n en èn
O o o o
P p pe pé
Q q ki ki
R r er èr
S s es ès
T t te té
U u u u
V v ve vé
W w we wé
X x eks èks
Y y ye yé
Z z zet zét

b. Huruf Vokal

Huruf-huruf yang melambangkan bunyi vokal dalam Bahasa Indonesia terdapat 5


huruf, yaitu a (seperti pada apa, dalam, dan sama), e (terdapat dua bunyi, yang pertama
seperti pada kata ember, dan bunyi kedua seperti pada elang), i (seperti pada kata sapi, ini,
atau api), o (seperti pada kata obat, kota, atau botol), dan u (seperti pada kata udang, umur,
atau sapu).

c. Huruf Konsonan

Huruf-huruf konsonan dalam Bahasa Indonesia terdiri atas 21 huruf. Yaitu b


(seperti pada beras atau sebab), c (seperti pada kata cantik, atau kaca), d (seperti pada kata
dapur atau adat), f (seperti pada kata fakir atau maaf), g (seperti pada kata gurau atau surga),
h (seperti pada kata harap atau padahal), j (seperti pada kata gajah atau saja), k (seperti
pada kata kakap atau semak), l (seperti pada kata lemak atau salam), m (seperti pada kata
taman atau malam), n (seperti pada kata nasi atau anak), p (seperti pada kata pasir atau
senyap), q (seperti pada kata qiraah atau iqra), r (seperti pada kata rambut atau ikrar), s
(seperti pada kata sapu atau asas), t (seperti pada kata tinta atau sekat), v (seperti pada kata
variasi atau molotov), x (seperti pada kata xenon), y (seperti pada kata yakin atau gayung)
dan z (seperti pada kata zebra atau lazim).

d. Huruf Diftong

Di dalam pedoman umum ejaan Bahasa Indonesia, terdapat 4 huruf diftong yang
dilambangkan dengan gabungan huruf vokal. Ke-4 huruf diftong itu adalah ai (seperti pada
kata pandai), au (seperti pada kata taufik atau harimau), ei (seperti pada kata survei), dan
oi (seperti pada kata boikot).

e. Gabungan Huruf Konsonan

Terdapat empat huruf yang merupakan gabungan dari huruf konsonan, yakni kh
(seperti pada kata khusus atau akhir), ng (seperti pada kata tangan atau senang), ny (seperti
pada kata nyenyak), dan sy (seperti pada kata syarat atau musyawarah).

f. Huruf Kapital
 Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama dalam sebuah kalimat. Misalnya:
Buku itu ada di rak paling atas.
Mengapa demikian?
Jangan sentuh sepatu itu!
 Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama orang dan julukan. Misalnya:
Annisa Aristawidya
Ir. Soekarno
Jenderal Ahmad Yani
Catatan: huruf capital tidak dipakai dalam penulisan huruf pertama yang
merupakan arti dari ‘anak dari’, seperti bin, binti, boru, dan van.
 Huruf kapital dipakai pada awal kalimat petikan langsung, atau sebuah dialog.
Misalnya:
Ibu berkata, “Nanti sore kamu pulang jam berapa?”
“Jangan pulang terlalu malam!” Ayah mengingatkan.
 Huruf kapital dipakai dalam sebagai huruf awal penulisan Tuhan, agama, kitab
suci, dan kata ganti Tuhan. Misalnya:
Allah
Islam
Alkitab
Weda
pada-Nya.
 Huruf kapital digunakan dalam unsur nama gelar, kehormatan, keturunan,
keagamaan, profesi, atau akademik yang diikuti nama orang. Misalnya:
Raden Ajeng Kartini
Kiai Haji Agus Salim
Imam Hambali
Jenderal Sudirman
Yang Mulia
Selamat pagi, Prof.
Terima kasih, Dok.
 Huruf kapital digunakan dalam unsur nama jabatan atau pangkat yang diikuti
nama orang. Misalnya:
Proklamator Republik Indonesia, Soekarno-Hatta.
Kepala Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia
Gubernur DKI Jakarta
 Huruf kapital sebagai huruf pertama nama Bahasa, bangsa, dan suku bangsa.
Misalnya:
bangsa Indonesia
suku Minang
bahasa Sansekerta
 Huruf kapital dipakai dalam nama tahun, bulan, hari, dan hari-hari besar atau
hari raya. Misalnya:
tahun Masehi
hari Natal
hari Kamis
 Huruf kapital dipakai dalam nama geografi. Misalnya:
Benua Australia
Pulau Sumatera
Sungai Bengawan Solo
 Huruf kapital digunakan dalam nama negara, lembaga, badan, organisasi, atau
dokumen. Misalnya:
Republik Indonesia
Dewan Perwakilan Rakyat
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2015
Ikatan Dokter Indonesia
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
 Huruf kapital dipakai dalam huruf pertama judul buku, karangan, artikel,
makalah, majalah, dan surat kabar. Misalnya:
Dia adalah agen surat kabar Sinar Pembangunan
Buku Terampil Berbahasa Indonesia
 Huruf kapital digunakan dalam singkatan nama gelar, pangkat, atau sapaan.
Misalnya:
S.H. yaitu sarjana hukum
M.A. yaitu master of arts
M. Hum. yaitu magister humaniora
K.H. yaitu kiai haji
Hj. yaitu hajah
 Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama petunjuk hubungan kekerabatan
seperti anda, bapak, ibu, kakak, adik, atau lainnya. Misalnya:
“Hati-hati, Nak!” kata Ibu.
“Kapan Ayah pulang, Bu?” tanya Adi murung. (Isma Tantawi, 2019: 55-64)
g. Penulisan Huruf Miring
 Huruf miring dalam cetakan biasanya digunakan dalam penulisan nama buku,
majalah, atau surat kabar yang dikutip dalam sebuah karangan. Contohnya:
Berita itu muncul dalam surat kabar Jawa Pos.
Novel Letters to Milena selalu menjadi novel kesukaan adikku.
Ayah membelikanku buku Terampil Berbahasa Indonesia untuk aku pelajari.
 Huruf miring untuk menuliskan kata asing atau kata ilmiah. Contohnya:
Politik devide et impera pada masa penjajahan.
Aku nggak suka makanan pedas.
Warning! Ada perbaikan jalan.
h. Huruf Tebal
 Huruf tebal digunakan untuk menuliskan bagian-bagian dalam sebuah karya
tulis. Contohnya:
HABIS GELAP TERBITLAH TERANG
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
DAFTAR ISI
DAFTAR PUSTAKA
 Huruf tebal digunakan dalam menulis lema dan sublema dalam sebuah entri
(biasanya terdapat dalam kamus). Contohnya:
kalah v 1 tidak menang ; 2 kalah atau merugi ; 3 tidak lulus ; 4 tidak menyamai
mengalah v mengaku kalah
mengalahkan v menjadikan kalah

2. Penulisan Kata
a. Kata dasar sebagai satu kesatuan yang ditulis berdiri sendiri. Namun, pada kata
turunan dan imbuhan, dituliskan serangkai dengan kata dasarnya. Contohnya:
beri tahukan, memberi tahu, bertanggung jawab, menandatangani, di sana, dilihat.
b. Kata gabungan yang mendapat imbuhan awal dan akhir, kata turunannya harus
dituliskan dengan serangkai. Contohnya:
menghancurleburkan, pemberitahuan, dianaktirikan, menngujicobakan.
c. Kata ulang pada tulisan resmi harus menggunakan tanda hubung, baik kata ulang
sempurna maupun tidak sempurna. Contoh:
Undang-undang, kupu-kupu, berlari-larian, bersantai-santai.
d. Gabungan kata yang lazim disebut sebagai kata majemuk harus dipisah. Contoh:
Ibu kota, kerja sama, sepak bola.
e. Gabungan kata yang sudah menjadi satu kata bila ditulis serangkai. Contoh:
Manakala, daripada, bilamana, barangkali.
f. Gabungan kata yang tidak bisa berdiri sendiri karena memiliki arti penuh jika
serangkai. Contoh: amoral, antarwarga, antarpulau.
g. Penulisan ku, kau, mu, dan nya ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya.
h. Kata di, ke, dari dipisah dari kata yang mengikutinya, kecuali berupa kata kerja
(untuk di) atau kata yang sudah padu seperti kepada dan daripada.
i. Partikel pun dipisah dari kata yang mendahuluinya, kecuali pada kata-kata yang
sudah padu. Seperti meskipun, andaipun, maupun, adapun, atau walaupun.
j. Partikel per dipisah dari bagian kalimat yang mendampinginya. Contoh:
Harga pita itu Rp15.000,00 per meter
Ia baca buku itu satu per satu
k. Angka digunakan saat menandai nomor rumah, jalan, atau bagian buku lainnya.
l. Penulisan angka dapat dilakukan dengan cara berikut.
 Abad ke-20
 Abad kedua puluh
 Usia Andri telah mencapai 30-an
m. Lambang bilangan yang yang terdiri atas satu atau dua kata ditulis dengan huruf
(seperti satu, seratus, atau dua belas), sedangkan bilangan yang terdiri atas tiga
kata ditulis dengan menggunakan angka (seperti 21, 87, dan lainnya). (Mulyati,
2015: 27-35)

3. Penggunaan Tanda Baca


a. Tanda Titik (.)
 Digunakan di setiap akhir kalimat.
 Digunakan dalam penulisan singkatan. Contoh: CV., KTP., atau DPR..
 Digunakan dalam penulisan singkatan gelar akademik dan nama orang.
Contoh: R.M Purwonagoro, H.O.S Cokroaminoto, Wakhid, S.Pd.
 Digunakan untuk angka yang menyatakan kuantitas. Contoh: 1.500 orang
yang terlibat, 60.000 pendaftar, dan lainnya.
b. Tanda Koma (,)
 Digunakan dalam unsur-unsur pembilangan. Contoh: jahe, kunyit, dan lada.
 Digunakan dalam kalimat majemuk setara. Contoh: Guru menerangkan
materi, siswa mendengarkan dengan seksama.
 Digunakan untuk memisahkan penghubung antarkalimat. Contoh: bahkan,
kemudian, atau tetapi.
 Digunakan di Antara nama orang dengan gelar akadmeiknya. Contoh: S.
Wakhid K, M.M.
 Digunakan dalam kalimat aposisi. Contohnya: Presiden Republik
Indonesia, Joko Widodo, turut menghadiri acara tersebut.
c. Titik Dua (:)
 Digunakan pada kalimat lengkap yang diberi perincian. Contoh: Sebagai
mahasiswa harus rajin belajar: membaca buku, berdiskusi, dan berevaluasi.
 Titik dua harus diganti dengan tanda titik pada kalimat yang belum lengkap.
d. Tanda Hubung (-)
 Digunakan sebagai penghubung kata ulang.
 Digunakan untuk memperjelas bagian-bagian ungkapan. Contoh: tiga-
puluh-dua pertiga (32/3) atau tiga puluh dua-pertiga (30 2/3).
 Digunakan untuk merangkaikan awalan ke- atau akhiran -an dengan angka.
 Digunakan sebagai penghubung antara huruf kapital pada singkatan dengan
huruf kecil atau nonkapital. Contoh: ber-SIM atau KTP-nya.
e. Tanda Pisah (–)
 Digunakan dalam penyisipan kata di dalam sebuah tulisan.
 Digunakan sebagai arti sampai dengan atau ke pada keterangan waktu atau
tempat. Contoh: Jurusan Jakarta – Jambi, kerja dari pukul 16.00 – 22.00.
(Aninditya Sri Nugraheni, 2017: 44-49)
DAFTAR PUSTAKA

Agam, Rameli. 2015. Menulis Karya Ilmiah. Yogyakarta : Familia.

Arifin, E. Zaenal. 2008. Dasar-Dasar Penulisan Karya Ilmiah. Jakarta : PT. Gramedia.

Dalman, H. 2012. Menulis Karya Ilmiah. Jakarta : PT. Rajagrafindo Persada.

Mulyati. 2017. Terampil Berbahasa Indonesia Untuk Perguruan Tinggi. Jakarta : Pranamedia
Group.

Murtamadji. 2012. Permasalahan Dalam Penulisan Karya Ilmiah. Yogyakarta : FIP UNY.

Nugraheni, Aninditya Sri. 2017. Bahasa Indonesia di Perguruan Tinggi Berbasis Pembelajaran
Aktif. Jakarta : Prenadamedia Group.

Pasaribu, Rowland. 2013. Masalah Penelitian. Depok : Universitas Gunadarma.

Tantawi, Isma. 2019. Terampil Berbahasa Indonesia (Untuk Perguruan Tinggi). Jakarta :
Pranamedia Group.

Tantawi, Isma. 2019. Bahasa Indonesia Akademik (Strategi Meneliti dan Menulis). Jakarta :
Pranamedia Group.

Widodo, Agus Pratomo Andi. 2018. Penulisan Karya Tulis Ilmiah. Sidoarjo : Nizamia Learning
Center.

Anda mungkin juga menyukai