Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta karunia-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Praktek Kerja Profesi Apoteker yang
dilaksanakan periode Agustus 2021 di Apotek Kimia Farma No. 1060 Bojongsoang
yang merupakan salah satu syarat untuk penilaian Praktek Kerja Profesi Apoteker
(PKPA) di Apotek Kimia Farma No. 1060 Bojongsoang.
Dalam menyelesaikan laporan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada ibu apt.
Gladdis Kamilah, S.Farm., M.Si. selaku dosen pembimbing yang telah memberikan
bimbingan, saran serta pengarahan selama penyusunan laporan ini. Pada kesempatan
ini, tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar- besarnya kepada:
1. Ibu Prof. Dr. apt. Afifah B. Sutjiatmo., MS. selaku Dekan Jurusan Farmasi
Fakultas Farmasi, Universitas Jenderal Achmad Yani.
2. Ibu Dr. apt. Sri Wahyuningsih, M.Si. selaku Kepala Program Studi Profesi
Apoteker, Fakultas Farmasi, Universitas Jenderal Achmad Yani.
3. Bapak apt. Oliv Fabia., S.Farm. selaku Kepala Business Manager
(BM) Kimia Farma Bandung.
4. Bapak apt. Febriyan Galan. S.Farm. selaku pembimbing PKPA di Apotek
Kimia Farma No. 1060 Bojongsoang.
5. Seluruh staf dan karyawan Apotek Kimia Farma No. 1060 Bojongsoang.
6. Seluruh staf pengajar dan karyawan Program Studi Profesi Apoteker Fakultas
Farmasi, Universitas Jenderal Achmad Yani.
7. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu
baik secara langsung maupun tidak langsung selama menyelesaikan
penulisan laporan ini.
Dalam penyusunan laporan ini tentunya masih banyak kesalahan dan kekurangan.
Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan masukan
berupa kritik dan saran yang bersifat membangun untuk di masa yang akan datang.
Semoga laporan ini dapat memberikan manfaat, bukan hanya bagi penulis melainkan
bagi pihak lain yang berkepentingan.
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
DAFTAR LAMPIRAN
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Apotek sebagai pihak yang bertanggung jawab dalam proses distribusi akhir dari sediaan
farmasi dan alat kesehatan memiliki dua fungsi utama, yaitu pengabdian kepada
masyarakat (non profit oriented) dan bisnis sebagai retailer (profit oriented), kedua
fungsi dari apotek tersebut tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lainnya,
apotek sebagai unit bisnis harus dikelola dengan baik untuk menjaga kelangsungan
hidupnya dengan menjaga arus kas dan biaya operasional tetap dalam tingkat yang aman.
Mengingat pentingnya peran Apotek tersebut, maka dibutuhkan apoteker yang kompeten
dan terampil serta memahami maupun menguasai aspek – aspek yang berhubungan
dengan pengelolaan apotek yang tepat, kemampuan institusi pendidikan yang
menciptakan sumber daya manusia calon apoteker yang berkualitas menjadi faktor yang
sangat krusial. Oleh sebab itu, Program Studi Profesi Apoteker Universitas Jenderal
Achmad Yani bekerja sama dengan PT. Kimia Farma Apotek menyelenggarakan Praktek
Kerja Profesi Apoteker (PKPA) yang berlangsung pada periode Agustus 2021. PKPA ini
diharapkan dapat memberikan pemahaman kepada calon apoteker mengenai peranan
apoteker di apotek, sebagai sarana pelatihan langsung secara bertanggung jawab untuk
menerapkan ilmu yang telah didapatkan dalam perkuliahan, serta mempelajari aspek –
aspek dan permasalahan yang timbul dalam pengelolaan suatu apotek
1
1.2 Tujuan PKPA
Tujuan dari Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Apotek Kimia Farma No. 1060
Bojongsoang meliputi:
1. Meningkatkan pemahaman calon apoteker tentang peran, fungsi, posisi dan tanggung
jawab apoteker dalam pelayanan kefarmasian di apotek.
2. Membekali calon apoteker agar memiliki wawasan, pengetahuan, keterampilan, dan
pengalaman praktis untuk melakukan pekerjaan kefarmasian di apotek.
3. Memberi kesempatan kepada calon apoteker untuk melihat dan mempelajari strategi
dan kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan dalam rangka pengembangan praktek
farmasi komunitas di apotek.
4. Mempersiapkan calon apoteker dalam memasuki dunia kerja sebagai tenaga farmasi
yang professional.
5. Memberi gambaran nyata tentang permasalahan pekerjaan kefarmasian di apotek.
2
BAB II
PELAKSANAAN PKPA
Apotek Kimia Farma No. 1060 Bojongsoang memberikan pelayanan kefarmasian selama
14 jam setiap hari dengan shift kerja karyawan apotek yaitu pagi (08.00-15.00 WIB)
dan sore (15.00-22.00 WIB). Pelayanan kefarmasian yang dilakukan meliputi pelayanan
resep tunai, pelayanan resep Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), pelayanan
informasi obat, dan pelayanan obat tanpa resep atau Upaya Pengobatan Diri Sendiri
(UPDS).
3
iii) Ruang Tunggu
Ruang tunggu apotek terletak pada sebelah kiri dari arah masuk pintu depan, di
dalam ruang tunggu terdapat pendingin ruangan untuk memberikan kenyamanan
pada pelanggan yang sedang menunggu penyiapan obat.
iv) Area Pelayanan
Area pelayanan terdiri dari tempat penerimaan resep, kasir dan tempat penyerahan
obat. Antara pelanggan dengan bagian dalam area pelayanan dibatasi oleh meja
dengan tinggi setara dada orang dewasa, kecuali pada bagianpenyerahan obat. Pada
bagian penyerahan obat, disediakan meja yang lebih rendah dengan kursi yang saling
berhadapan untuk apoteker memberikankonseling maupun tenaga teknis kefarmasian
memberikan informasi mengenaiobat kepada pasien.
v) Ruang Penyimpanan dan Peracikan Obat
Pada bagian dalam area pelayanan apotek terdapat lemari obat sebagai tempat
penyimpanan obat. Pada ruangan ini dilakukan proses pembacaan resep, penyiapan
obat, dan pembuatan etiket. Ruangan ini dilengkapi dengan lemari obat ethical, meja
serta kursi untuk menulis, etiket, kemasan, label, lembar copy resep, dan buku–buku
panduan.
Penempatan obat ethical di rak disusun berdasarkan abjad, kelas terapi, serta
bentuk sediaan. Hal ini dilakukan untuk mempermudah serta mempersingkat waktu
yang dibutuhkan saat pengambilan obat. Obat ethical dengan bentuk solid (tablet dan
kapsul dalam strip atau blister) disusun di rak yang dapat diputar sehingga dapat
menghemat tempat untuk meletakan obat. Untuk Obat yang tidak stabil pada suhu
ruangan, penyimpanannya diletakkan dalam lemari pendingin yang memiliki
pengatur dan catatan suhu, lemari pendingin tersebut terletak di ruang peracikan.
Obat-Obat golongan Narkotika dan Psikotropika disimpan terpisah pada lemari yang
tidak dapat digeser, dibaut pada dinding, terbuat dari kayu, memiliki duabagian, dan
masing-masing bagian memiliki kunci yang berbeda. Kunci lemariNarkotika tersebut
dipegang oleh apoteker dan seorang Tenaga Teknis Kefarmasian yang dikuasakan.
Area peracikan obat berada dalam satu ruangan dengan area penyimpanan obat. Di
dalam ruangan ini dilakukan penimbangan, peracikan, dan pengemasan obatracikan.
Area peracikan obat memiliki fasilitas untuk peracikan seperti timbangan, mortar dan
stamper, bahan baku, cangkang kapsul, kertas perkamendan lain-lain.
i) Perencanaan
Perencanaan adalah suatu proses kegiatan seleksi sediaan farmasi dan perbekalan
kesehatan untuk menentukan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan sesuai
dengan jumlah, jenis, dan waktu yang tepat agar menghindari terjadinya kekosongan
atau penumpukan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan. Dalam membuat
perencanaan pengadaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai perlu diperhatikan pola penyakit, pola konsumsi, budaya dan kemampuan
masyarakat (Permenkes, 2016). Perencanaan di Apotek Kimia Farma No. 1060
Bojongsoang berdasarkan :
a. Analisa Pareto
Analisa pareto adalah metode yang umum digunakan oleh Apotek Kimia Farma No.
1060 Bojongsoang dengan melihat jumlah penjualan sebelumnya pada periode waktu
tertentu. Penggolongannya berdasarkan peringkat nilai darinilai tertinggi hingga nilai
terendah. Pareto berisi daftar barang yang terjual yang memberikan konstribusi
terhadap omset yang disusun berurutan berdasarkan nilai jual dari yang tertinggi
sampai yang terendah dan disertai jumlah atau kuantitas barang yang terjual.
5
Klasifikasi berdasarkan pareto ABCsebagai berikut. Pareto A yaitu 15-20% dari item
barang menghasilkan 80% omset. Pareto B yaitu 20-25% item barang menghasilkan
15% omset dan paretoC yaitu 50-60% item barang menghasilkan 5% omset dari total
nilai jual.
b. Pola Penyakit
Merupakan perencanaan dengan melihat pola penyakit yang terjadi pada masyarakat
sekitar pada waktu tertentu sehingga kebutuhan pasien akan obat tersebut meningkat
lebih dari biasanya.
c. Pola Konsumsi
Merupakan pola perencanaan dengan melihat pemakaian obat yang banyak terjual
pada periode sebelumnya.
ii) Pengadaan
Pengadaan yang dilakukan di Apotek Kimia Farma No. 1060 Bojongsoang dilakukan
berdasarkan perencanaan yang telah dibuat sebelumnya agar menjamin tersedianya
jenis dan jumlah perbekalan farmasi yang dibutuhkan apotek. Untukmenjamin
kualitas Pelayanan Kefarmasian maka pengadaan Sediaan Farmasi harusmelalui jalur
resmi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan (Permenkes, 2016). Pengadaan
perbekalan farmasi yang utama dilakukan oleh BM. Pengadaan dilakukan secara
selektif, dimana barang yang akan diadakan yaitu barang dari distributor resmi yang
merupakan distributor nasional ataupun distributor lokal yang ditunjuk oleh
distributor nasional. Pengadaan perbekalan farmasi reguler di Apotek Kimia Farma
No. 1060 Bojongsoang terdiri dari :
a. Pengadaan rutin
1) Forecasting
Sistem forecasting dilakukan oleh BM setiap 2 minggu sekali denganberdasarkan
penjualan obat selama 3 bulan sebelumnya yang mengacu padajumlah minimal dan
jumlah maksimal barang yang harus tersedia atau disebut sistem minmax. Hasil
Minmax dari sistem akan diolah dibagian pengadaan. Bagian pengadaan akan
membuat surat pesanan (SP). SP Narkotik, Psikotropik dan Prekursor akan
dipesankan sendiri oleh apotek. SP akan dikirim ke Pedagang Besar Farmasi (PBF)
melalui email. PBF akanmemproses pesanan. PBF akan mengirimkan barang pesanan
ke apotek.
2) Auto Spreading
Merupakan salah satu cara pengadaan dengan cara melakukan perputaran atau
penyebaran barang dari satu apotek Kimia Farma ke apotek Kimia Farma yang lain,
dimana barang yang di Spreading tersebut adalah barang-barang yang masuk
kedalam kategori over stock (berlebih) atau yang pasif di suatu apotek untuk di
spreading ke apotek Kimia Farma yang lain. Perputaran atau penyebaran data ini
dilakukan dengan melihat history suatu produk pada apotek aktif atau pasif, jika pasif
maka pihak BM akan mencari apotek lain dimana barang tersebut berpeluang untuk
terjual (barang tersebut masuk ke pareto A atau B)
b. Pengadaan Non Rutin
1) Pengadaan Cito
Pengadaan cito Merupakan pengadaan barang sediaan yang diantarkan segera
mungkin karena barang tersebut sangat dibutuhkan pasien. Pesanan cito ini terjadi
dikarenakan terdapat barang atau obat yang sudah habis terjual, untuk pengadaan cito
terdapat syarat yaitu permintaan harus urgent dan dilakukan pembayaran diawal dan
dilakukan kurang dari jam 10.00 WIB. Apotek akan membuat pesanan ke bagian
6
pengadaan. Bagian pengadaan akan membuat SP sesuai pesanan. SP akan dikirim ke
PBF melalui email. PBF akan menyiapkan barang pesanan (lebih didahulukan). PBF
akan mengirimkan barang pesanan secepat mungkin ke apotek.
2) Sistem Dropping
Dropping adalah penyerahan obat atau perbekalan farmasi lainya yang dilakukan
antar apotek Kimia Farma lain dengan menggunakan BPBA. Pengadaan ini
dilakukan bila pasien memerlukan obat yang kurang atau tidak tersedia di satu apotek
Kimia Farma, namun ada di apotek Kimia Farma yang lain, dengan tujuan untuk
menghindari penolakan resep.
3) Pembelian Mendesak
Dilakukan apabila obat tidak tersedia di Apotek Kimia Farma No.1060 Bojongsoang
dan kita membeli obat selain di Apotek Kimia Farma, dan sebelumnya harus ada izin
dari BM. Pembelian mendesak ini untuk meningkatkan kepercayaan dan kepuasan
pasien terhadap pelayanan yang diberikan.
4) Pengadaan konsinyasi
Pengadaan ini merupakan bentuk kerjasama antara BM Apotek dengan suatu perusahaan
pemilik produk (Principal). Principal menitipkan barang beserta suatu perjanjian yang telah
disepakati dengan BM. Barang diletakkan di apotek dan setiap barang yang terjual akan
direkap hasil penjualannya. Setiap principal akan meminta pembayaran terhadap produknya
yang terjual berdasarkan struk penjualan ke BM. Misalnya alat kesehatan, obat-obat baru dan
suplemen.
5) Pengadaan Khusus
Pengadaan khusus dilakukan untuk pengadaan golongan obat narkotika, psikotropika, obat-
obat tertentu (OOT) dan prekursor. Pengadaan narkotika dan psikotropika harus dengan
Surat Pesanan (SP) khusus dan di tandatangani oleh Apoteker Penanggung jawab Apotek
(APA). Surat Pesanan obat golongan narkotika, digunakan SP model N.9 mencantumkan
nama, nomor Surat Izin Praktek, SIPA, Surat Izin Apotek (SIA) dan stempel apotek, untuk
satu SP hanya berlaku untuk satu jenis obat narkotika saja, selain itu pembeliannya hanya
boleh ke Distributor Kimia Farma yang bertindak sebagai distributor tunggal yang di tunjuk
pemerintah. Untuk pembelian obat golongan psikotropika menggunakan SP rangkap 2,
dilakukan dengan cara yang sama tetapi untuk satu SP boleh berisi beberapa jenis
psikotropika namun untuk satu PBF yang sama. Jika PBF berbeda, maka satu SP hanya berisi
satu jenis psikotropika dan pemesanannya dapat dilakukan ke PBF yang menyediakan obat
tersebut. Surat pesanan Psikotropika atau Prekursor Farmasi hanya dapat digunakan untuk 1
(satu) atau beberapa jenis Psikotropika atau Prekursor Farmasi. Pemesanan OOT dibuatkan
SP tersendiri sesuai dengan kebutuhan, dimana obat yang termasuk dalam kategori tersebut
adalah obat yang mengandung Tramadol, Triheksilfenidil, Dekstrometorfan, Klorpromazin,
Amitriptilin dan Haloperidol
Pengadaan obat BPJS di Apotek Kimia Farma No. 1060 Bojongsoang belum
menggunakan sistem E-Purchasing atau disebut dengan pembelian barang atau obat
melalui sistem katalog elektronik sesuai dengan Rencana Kebutuhan Obat (RKO),
tetapi masih menggunakan pengadaan secara manual dengan Form 2, dapat dilihat
pada Lampiran 3.
iii) Penerimaan
Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian jenis spesifikasi,
jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga yang tertera dalam surat pesanan dengan
kondisi fisik yang diterima (Permenkes, 2016). Penerimaan perbekalan farmasi di
7
Apotek Kimia Farma No. 1060 Bojongsoang dilakukan oleh petugas penerimaan
barang dengan memastikan alamat apotek tujuan dari barang yang datang, lalu
dilakukan pengecekan kesesuaian terhadap barang yang diterima dengan SP dan
faktur. Pengecekan dilakukan terhadap kesesuaian nama barang, jumlah barang,
tanggal kadaluwarsa, nomor batch, serta kondisi fisik barang. Jika barang tidak sesuai
dengan SP atau ada kerusakan fisik, maka dibuat nota pengembalian barangatau retur
dan mengembalikan barang tersebut ke PBF yang bersangkutan untuk ditukar dengan
barang yang sesuai. Apabila barang sesuai dengan pemesanan, faktur diberi stempel
apotek, tanggal dan ditandatangani oleh petugas penerimaan barang. Pada
penerimaan narkotika, psikotropika dan prekursor harus diterima danditandatangani
oleh APA. Faktur yang asli dikembalikan kepada PBF yang akan digunakan sebagai
bukti penagihan, sedangkan satu lembar salinan disimpan untukarsip di apotek dan
satu lembar salinan diserahkan ke BM. Petugas penerimaan barang mengisi buku
penerimaan barang yang memuat tanggal, nomor faktur, namaPBF, nama penerima,
tandatangan penerima dan pengirim barang. Terakhir petugas penerimaan barang
menginput faktur ke dalam sistem pos KF untuk mencetak bukti penerimaan barang.
iv) Penyimpanan
Penyimpanan di Apotek Kimia Farma No. 1060 Bojongsoang berdasarkan
Permenkes No. 73 Tahun 2016 yaitu Sistem penyimpanan dilakukan dengan
memperhatikan bentuk sediaan dan kelas terapi obat serta disusun secara alfabetis.
Selain itu, penyimpanan dilakukan berdasarkan golongan obat, Look Alike Sound
Alike (LASA) serta mempertimbangkan pengeluaran obat dengan memakai sistem
First Expire First Out (FEFO) dan First In First Out (FIFO). Penataan danpemisahan
perbekalan farmasi dilakukan berdasarkan bentuk sediaan dan disusun secara
alfabetis berdasarkan golongan, antara lain :
a. Sediaan padat yang termostabil digolongkan sesuai dengan farmakologinya antara
lain sistem pencernaan, sistem pernafasan, antidiabetes, hormon, saluran kemih,
kadiovaskular, antiinflamasi dan antipiretik.
b. Sediaan cair seperti sirup, suspensi, emulsi maupun drop disimpan pada lemari
terpisah dengan sediaan obat lainnya.
c. Sediaan steril seperti obat tetes mata, obat tetes telinga dan infus disimpan padalemari
yang sama, begitu juga dengan sediaan semisolid seperti salep, krim dangel.
d. Sediaan obat yang termolabil disimpan pada lemari pendingin suhu 2-8°C seperti
insulin, suppositoria, ovula dan vaksin.
e. Obat generik berlogo maupun obat produk PT. Kimia Farma disimpan pada lemari
tersendiri.
f. Obat golongan Narkotika dan Psikotropika disimpan tersendiri di lemari khusus
dengan dua pintu terbuat dari bahan yang kuat dengan dua buah kunci berbeda.
g. Obat bebas, obat bebas terbatas, suplemen makanan, kosmetik dan alat kesehatan,
dan lain-lain, disimpan di swalayan farmasi dan disesuaikan dengankegunaannya.
v) Pemusnahan dan Penarikan
Pemusnahan merupakan kegiatan memusnahkan fisik barang. Apotek Kimia Farma
No. 1060 Bojongsoang melakukan kegiatan pemusnahan pada obat kadaluwarsa atau
rusak dan yang tidak dapat dikembalikan ke PBF sesuai dengan jenis dan bentuk
sediaan. Pemusnahan obat dilakukan oleh apoteker dan disaksikan oleh tenaga
kefarmasian lain yang memiliki surat izin praktik atau surat izin kerja dan dilakukan
pelaporan kepada Dinas Kesehatan Kab/Kota, Balai POM, Dinas Kesehatan Provinsi,
dan pertinggal. Untuk Obat kadaluwarsa atau rusak yang mengandung Narkotika atau
8
Psikotropika dilakukan oleh apoteker dan disaksikan oleh Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota dan/atau Balai Besar/ Balai Pengawas Obatdan Makanan setempat,
Obat-obat tersebut dapat dimusnahkan dengan cara dihancurkan atau sesuai dengan
jenis dan bentuk sediaannya. Setelah obat dimusnahkan dibuat bukti pelaporan yang
disebut berita acara pemusnahan mengikuti Formulir 10 dalam Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2015 yang memuat sekurang-
kurangnya hari, tanggal dan tahun, nama APA, nama dan jumlah sediaan, nama
apotek serta nama saksi selama prosespemusnahan yang disertai alasan pemusnahan.
dibuat rangkap 4 (empat) dan tembusannya disampaikan kepada Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia, Badan POM, Dinas Kesehatan Provinsi, dan
pertinggal.
Pemusnahan juga dilakukan pada resep yang telah disimpan melebilhi jangka waktu5
(lima) tahun. Pemusnahan resep di Apotek Kimia Farma No. 1060 Bojongsoang,
dilakukan oleh apoteker disaksikan oleh sekurang-kurangnya petugas lain di apotek
dengan cara dibakar atau cara pemusnahan lain yang dibuktikan dengan berita acara
pemusnahan resep dan dilaporkan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
Penarikan sediaan farmasi yang tidak memenuhi standar atau ketentuan peraturan
perundang-undangan dilakukan oleh pemilik izin edar berdasarkan perintah
penarikan oleh BPOM (mandatory recall) atau berdasarkan inisiasi sukarela oleh
pemilik izin edar (voluntary recall) dengan tetap memberikan laporan kepada Kepala
BPOM. Penarikan Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai dilakukanterhadap
produk yang izin edarnya dicabut oleh Menteri.
vi) Pengendalian
Pengendalian dilakukan untuk mempertahankan jenis dan jumlah persediaan sesuai
kebutuhan pelayanan, melalui pengaturan sistem pesanan atau pengadaan,
penyimpanan dan pengeluaran. Hal ini bertujuan untuk menghindari terjadinya
kelebihan, kekurangan, kekosongan, kerusakan, kadaluwarsa, kehilangan serta
pengembalian pesanan (Permenkes, 2016). Pengendalian di Apotek Kimia Farma No.
1060 Bojongsoang meliputi:
a. Kartu Stok
Barang datang dan barang keluar harus dicatat di kartu stok meliputi tanggal, nomor
dokumen, nama obat, jumlah pemasukan, jumlah pengeluaran, sisa persediaan,
nomor batch, tanggal kadaluwarsa dan paraf yang mengisi kartu stok. Kartu stok
berperan sebagai kendali dan memudahkan proses perhitungan, dan pengecekan
terhadap jumlah obat. Contoh kartu stok dapat dilihat pada Lampiran 4.
b. Uji Petik
Uji Petik merupakan pencatatan stok barang di apotek. Tujuan dilakukannya uji petik
yaitu untuk menghitung stok fisik barang yang kemudian dibandingkan dengan stok
yang ada di sistem POS KF, memeriksan tanggal kadaluwarsa, memeriksa kemasan,
mencegah kehilangan sehingga meringankan pekerjaan kita saat stock opname. Uji
petik dilakukan setiap hari dengan pengambilan secara acak sebanyak 20 item yang
berbeda.
c. Stock Opname
Stock opname merupakan pemeriksaan jumlah dan kondisi fisik obat yang dicocokan
dengan data obat yang ada di sistem yang dilakukan secara berkala yaitu setiap tiga
bulan. Stok fisik dilakukan terhadap semua barang. Barang yang rusak, lewat tanggal
9
kadaluarsa dan berubah secara fisik dipisahkan. Hasil pendataan kemudian
dimasukkan ke dalam sistem dan dibuat berita acara stockopname fisik barang. Selain
pengendalian, tujuan dilakukan stock opname yaitu untuk mengetahui modal yang
berbentuk barang, untuk mengetahui adanya barang yang hilang, untuk mengetahui
tanggal kadaluarsa, dan untuk menghitung Harga Pokok Penjualan (HPP). HPP
adalah istilah akuntansi keuangan dan pajak yang menggambarkan biaya langsung
yang timbul dari barang yang diproduksi dan dijual dalam kegiatan bisnis.
vii) Pencatatan dan Pelaporan
Pencatatan dan pelaporan di Apotek Kimia Farma No. 1060 Bojongsoang
dilaksanakan berdasarkan pada ketentuan undang-undang yakni dilakukan
pencatatan dan pelaporan pada setiap proses pengelolaan sediaan farmasi, alat
kesehatan dan bahan medis habis pakai. Adapun pencatatan dan pelaporan lainn ya
yang sesuai dengan kebutuhan apotek meliputi:
a. Pencatatan
1) Pencatatan Arsip Resep
Pencatatan resep dilakukan setiap hari kemudian resep dikumpulkan dan dipisahkan
berdasarkan tanggal. Resep asli beserta struk harga obat disimpan sebagai arsip.
Untuk resep yang mengandung obat-obat golongan Narkotika dan Psikotropika di
rekap secara terpisah, yang akan digunakan untuk keperluan pembuatan laporan
penggunaan Narkotika dan Psikotropika.
2) Pencatatan Stok Barang
Pencatatan stok dilakukan dengan mencatat jumlah barang yang masuk dari dan
jumlah barang yang keluar dari hasil penjualan. Jumlah barang yang masukdan keluar
dicatat di kartu stok secara manual dengan menulis tanggal, nomor dokumen, nomor
bacth, expire date, barang yang masuk dan keluar dan paraf yang menulis.
3) Pencatatan Defecta
Defecta merupakan pencatatan keperluan barang yang habis atau hampir habisselama
pelayanan atau barang-barang yang stoknya dianggap kurang, sehinggaharus segera
dipesan agar dapat tersedia secepatnya sebelum stok habis agar meminimalkan
penolakan sediaan farmasi di apotek.
4) Pencatatan Barang Pending
Pencatatan ini diperuntukkan bagi barang yang sudah dibeli/dikeluarkan untuk
konsumen namun belum sempat di input ke sistem POS KF karena adanya gangguan
sistem atau karena faktur barang belum di input sehingga stok barang tersebut di
komputer belum diperbaharui dan masih menunjukkan stok kosong, yang akhirnya
menyebabkan data penjualan tertunda.
5) Pencatatan Penolakan Barang
Buku penolakan barang berisi catatan barang yang dibutuhkan oleh konsumen namun
belum tersedia di apotek.
6) Pencatatan Permintaan dan Penerimaan Barang
Permintaan barang dicatat dalam surat pesanan atau Bon Permintaan Barang Apotek
(BPBA) berupa kebutuhan barang apotek, yang kemudian diajukan atau dikirimkan
ke Unit BM Bandung. Barang yang diterima apotek kemudian dicatat di buku
penerimaan barang berdasarkan surat pesanan dan faktursebagai bukti penerimaan
barang apotek. Bukti penerimaan barang apotek beserta faktur dilaporkan ke unit BM
Bandung sebagai bukti bahwa apotek telah menerima barang sesuai surat pesanan
yang telah diajukan.
b. Pelaporan
10
Pelaporan yang terdapat di Apotek Kimia Farma No. 1060 Bojongsoang terdiridari
pelaporan internal dan eksternal. Pelaporan internal yang digunakan untukkebutuhan
manajemen apotek, pelaporan eksternal yang dibuat untuk memenuhi kewajiban
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.Pelaporan di apotek Kimia
Farma No. 1060 Bojongsoang antara lain sebagai berikut:
1) Pelaporan Internal
a. Bukti Setoran Kas (BSK) adalah hasil rekap penjualan tunai dari sistem POS
dalam 1 hari yang berisi jumlah penerimaan uang yang berasal dari penjualan.
Jumlah uang yang disetorkan apotek ke rekening BM. Contoh BSK dapat dilihat
pada Lampiran 5.
b. Laporan Ikhtisar Pendapatan Harian (LIPH) adalah omzet penjulan apotek selama
1 hari, meliputi rincian penjualan melalui pembayaran debit, kredit,uang tunai,
dalam LIPH juga terdapat rekap penjualan apotek berdasarkan resep, UPDS atau
HV dan selanjutnya dilaporkan ke BM. Contoh LIPH dapat dilihat pada Lampiran
6.
c. Laporan Realisasi Penggunaan Dana Kas Kecil (LRPDKK) adalah laporan
pengeluaran keuangan meliputi biaya operasional apotek dilaporkan seminggu
sekali. Modal diberikan dari BM untuk biaya operasional apotek. seperti biaya
pembelian BBM, pembelian plastik klip, kresek dan biaya- biaya lain yang
termasuk dalam pemeliharaan gedung. Laporan tersebut harus dilampirkan bukti
pengeluaran.
2) Pelaporan Eksternal
Pelaporan penggunaan obat Narkotika dan Psikotropika dengan aplikasi Sistem
Pelaporan Narkotika dan Psikotropika (SIPNAP). Apotek Kimia Farma No. 1060
Bojongsoang membuat laporan setiap bulan selambat-lambatnya pada tanggal 10.
Laporannya terdiri atas nama, bentuk sediaan, dan kekuatan obat, jumlah
persediaan awal dan akhir bulan, jumlah yang diterima serta jumlah yang
diserahkan. Dilakukan secara elektronik melalui website SIPNAP yaitu
sipnap.kemkes.go.id. Contoh pelaporan SIPNAP dapat dilihat pada Lampiran 7.
13
BAB III
TUGAS KHUSUS
3.1 Pendahuluan
Apotek merupakan suatu institusi yang di dalam pelaksanaanya mempunyai dua fungsi
yaitu sebagai unit pelayanan kesehatan (patient oriented) dan unit bisnis (profit
oriented). Dalam fungsinya sebagai unit pelayanan kesehatan, fungsi apotik adalah
menyediakan obat-obatan dan perbekalan farmasi yang dibutuhkan masyarakat untuk
mencapai derajat kesehatan yang optimal. Sedangkan fungsi apotek sebagai institusi
bisnis, apotek bertujuan untuk memperoleh keuntungan karena investasi yang ditanam
pada apotek dan operasional nya cukup besar. Pada saat ini kegiatan pelayanan
kefarmasian yang semula hanya berfokus pada pengelolaan obat sebagai komoditi
menjadi pelayanan yang berfokus pada pasien yang bertujuan untuk meningkatkan
kualitas hidup pasien. Peran apoteker diharapkan dapat menyeimbangkan antara aspek
kefarmasian dan aspek ekonomi demi kepentingan pasien.
3.2.2 Misi
Untuk memperoleh gambaran tentang pengertian kualitas pelayanan dapat di pahami
dari beberapa pendapat para ahli sebagai berikut:
i) Menyediakan obat, alat kesehatan, dan perbekalan farmasi yang bermutu, aman dan
lengkap untuk konsumen.
ii) Melaksanakan pelayanan kefarmasian yang cepat, tepat, ramah dan informatif
dalam penerapan konsep Pharmaceutical Care secara profesional.
iii) Menjadi unit bisnis kefarmasian yang kreatif, kompetitif dan terpercaya dalam
pengembangan bisnis dengan tetap memperhatikan nilai-nilai kemanusiaan dan
perundang-undangan.
14
3.3 Tujuan pendirian Apotek
i) Sebagai tempat pengabdian profesi apoteker, dalam hal ini apotek digunakan oleh
apoteker untuk dapat berperan dan memberikan sumbangsih nyata bagi masyarakat,
sehingga kehadiran profesi apoteker akan selalu dibutuhkan masyarakat.
ii) Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap obat, alat kesehatan, dan produk
kesehatan lain yang bermutu dan aman.
iii) Memberikan dan menyediakan informasi, edukasi, dan konsultasi kesehatan kepada
masyarakat sehingga dapat meningkatkan pengetahuan tentang kesehatan,
khususnya tentang obat dan cara pengobatan yang tepat.
iv) Membuka lapangan kerja untuk masyarakat, sehingga mengurangi jumlah
pengangguran.
v) Membantu semaksimal mungkin dalam menekan peredaran obat ilegal di pasaran
dengan cara mensosialisasikan kepada masyarakat tentang pentingnya membeli obat
di apotek.
15
3.4.1 Denah lokasi dan layout
16
Gambar 2 Layout Apotek Jember Farma
3.5.1 Kekuatan/Strength
i) Letak/lokasi Apotek yang strategis yaitu di Jalan Kalimantan no 86, jember, yang
dilalui kendaraan dan mudah dijangkau oleh kendaraan dari segala arah baik dengan
kendaraan pribadi dan kendaraan umum.
ii) Lokasi Apotek yang berdekatan Bank jatim, Bank mandiri, Bank BTPN,
universitas, Supermarket dan Pengadilan negeri.
iii) Apotek menerapkan konsep layanan patient oriented yang berbasis layanan
kefarmasian pharmaceutical care.
iv) Petugas Apotek yang kompeten, ramah, dan berintegritas terdiri dari tenaga yang
sudah berpengalaman dan tenaga-tenaga muda yang penuh inovasi dan kreatif.
iv) Apoteker yang selalu full time di Apotek, siap memberikan layanan dan konsultasi
seputar obat.
v) Berbasis komputerisasi
vi) Menggunakan system pembayaran debit
3.5.2 Kelemahan/weakness
i) Apotek yang baru didirikan belum mempunyai pelanggan yang loyal. Untuk
menutupi kelemahan tersebut maka perlu strategi agar menarik masyarakat untuk
datang ke Apotek, yaitu dengan membuat marka/tanda Apotek di pinggir jalan,
selain itu nama Apotek dibuat besar demikian juga dengan tulisan pada papan nama
tersebut, dan memakai neon box.
3.5.3 Peluang/Opportunity
i) Jumlah penduduk di sekitar lokasi Apotek merupakan perumahan yang cukup padat
baik elite maupun sederhana sehingga dapat menjadi sumber pelanggan Apotek
yang potensial.
18
ii) Penduduk dengan latar belakang sosial yang beragam sangat memungkinkan
menjadi pelanggan. Oleh karena itu Apotek dapat ditata agar bersih, nyaman dan
elegan, sehingga dapat menarik pelanggan dari semua golongan kelas sosial.
iii) Penduduk dengan tingkat pendidikan yang tinggi. Golongan masyarakat ini lebih
kritis dan lebih peduli dengan pola hidup sehat. Untuk menarik pelanggan dari
golongan ini, salah satu kegiatan Apotek yang dapat mengarahkan mereka
(khususnya), contohnya melalui program konsultasi obat melalui telepon,
penerbitan buletin kesehatan secara berkala, dll.
iv) Jumlah sarana medis di sekitar Apotek cukup banyak, yaitu : rumah bersalin, bidan,
praktek dokter gigi dan praktek dokter ahli penyakit dalam, sehingga diharapkan
pesien yang datang ke Apotek juga banyak.
v) Apotek bekerjasama dengan dokter umum dan spesialis yang bersedia praktek di
Apotek dimana dokter-dokter tersebut telah memiliki pelanggan yang loyal.
3.5.4 Ancaman/threts
i) Terdapat Apotek lain dalam radius 2 km yang juga memiliki dokter praktek.
ii) Terdapat swalayan modern seperti Indomaret dan alfamart dalam radius 2 km, yang
menyediakan juga obat-obatan bebas (OTC).
PSA APA
TTK
AA
Gambar 3 Struktur organisasi Apotek JEMBER FARMA
21
Jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan sebanyak 5 orang, dengan rincian sebagai berikut :
APA : 1 orang
TTK : 2 orang
PSA : 1 orang
Jam kerja : 08.00-21.00 WIB, dibagi menjadi 2 shift (masing-masing 6,5 jam), yaitu jam
08.00-14.30 WIB terdiri dari 1 apoteker, 1 asisten apoteker, dan jam 14.30-21.00 WIB
terdiri dari 1 apoteker, 1 asisten apoteker (hari minggu buka).
26
19 Telepon 1 1.000,000
Total Rp 21.500.000
No Perlengkapan peracikan obat Jumlah Harga
1 Mortir dan stamper 1 set 100,000
2 Timbangan manual 1 150,000
3 Timbangan analitik 1 1,000,000
4 Gelas ukur 10 mL, 25 mL, 4 200,000
dan 50 mL
5 Gelas kimia 100 mL, 250 4 200,000
mL, 500 mL
6 Bungkus puyer 500 100,000
7 Kapsul 500 100,000
8 Etiker biru & etiket putih 500 25,000
9 Plastik klip 1000 25,000
Total Rp 1.900.000
Perlengkapan administrasi 50,000
Buku pedoman 400,000
Biaya promosi apotek 150,000
TOTAL BIAYA PERLENGKAPAN APOTEK Rp 24.000.000
a. Modal tetap
Perlengkapan penunjang Rp 24.000.000,00
b. Modal Operasional
OTC Rp 19.000.000,00
OWA Rp 19.000.000,00
Obat keras Rp 19.000.000,00
Obat tradisional Rp 12.000.000,00
BMHP Rp 9.000.000,00
Narkotika, psikotropika, dan precursor Rp 19.000.000,00
Cadangan modal Rp 26.500.000,00
c. Biaya perizinan Rp 2.500.000,00
Total Modal Rp 150.000.000,00
ii) Rencana Anggaran dan Biaya
a. Biaya tetap rutin bulanan
1) Tenaga kerja (Gaji Pokok + Tunjungan Transportasi dan makanan)
APA (1 Orang) Rp 2.000.000,00
TTK (2 Orang) (Rp 800.000,00x2) Rp 1.600.000,00
Sewa Gedung Rp 2.000.000,00
Listrik dan air Rp 500.000,00
Biaya tak terduga Rp 250.000,00
Total Biaya Rutin Bulanan Rp 6.350.000,00
b. Biaya Rutin Tahun Pertama
1) Biaya Rutin Bulanan × 12 Rp 76.200.000,00
2) Tunjangan Hari Raya (1 Bulan Gaji) Rp 5.100.000,00
Total Biaya Tahunan Rp 81.300.000,00
iii) Rencana Anggaran dan Pendapatan selama 12 bulan
Resep pada tahun pertama pendirian apotek diproyeksikan masuk sebanyak 7
27
resep/hari dengan perkiraan harga rata-rata Rp 65.000,00/lembar
a. Pendapatan dalam 1tahun (1 bulan = 30 hari)
1) Resep
Rp 65.000,00/lembar × 8 × 30 × 12 = Rp 187.200.000,00
2) Obat Wajib Apotek
Rp 200.000,00 × 30 × 12 = Rp 72.000.000,00
3) Obat bebas dan bebas terbatas
Rp 150.000,00 × 30 × 12 = Rp 54.000.000,00
4) Obat tradisional
Rp 100.000,00 × 30 × 12 = Rp 36.000.000,00
5) Bahan Medis Habis Pakai
Rp 170.000,00 × 30 × 12 = Rp 61.200.000,00
Total pendapatan dalam 1 tahun sebesar Rp 410.400.000,00
b. Pengeluaran rutin tahun I
1) Pembelian obat resep
70% × Rp 187.200.000,00 = Rp 131.040.000,00
2) Pembelian obat wajib apotek
10% × Rp 72.000.000,00 = Rp 7.200.000,00
3) Pembelian obat bebas dan bebas terbatas
15% × Rp 54.000.000,00 = Rp 8.100.000,00
4) Pembelian obat tradisional
15% × Rp 36.000.000,00 = Rp 5.400.000,00
5) Pembelian bahan medis habis pakai
30% × Rp 61.200.000,00 = Rp 18.360.000,00
Total pembelian dalam 1 tahun (HPP) sebesar Rp 170.100.000,00
c. Laba rugi tahun I
1) Pemasukan tahun I Rp 410.400.000,00
2) Pengeluaran tahun I Rp 170.100.000,00
3) Biaya rutin sesudah pajak Rp 96.000.000,00
Laba bersih sebelum pajak Rp 144.300.000,00
Pajak (10%) Rp 14.430.000,00
Laba bersih sesudah pajak Rp 129.870.000,00
d. Analisis keuangan
1) PBP (Pay Back Period)
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑖𝑛𝑣𝑒𝑠𝑡𝑎𝑠𝑖
PBP = 𝐿𝑎𝑏𝑎 𝑏𝑒𝑟𝑠𝑖ℎ
𝑅𝑝 150.000.000,00
= Rp 129.870.000,00
= 1.15 tahun
Kesimpulan :
Pendirian apotek jember farma dapat layak untuk dilanjutkan karna dengan laba
bersih yang diperoleh sebesar Rp 120.870.000 dapat menutupi hutang selama 1.15
tahun pendirian apotek.
Rp 129.870.000,00
= 𝑋 100%
𝑅𝑝 150.000.000,00
= 86,58%
1
= Rp 170.100.000 𝑋 96.000.000,00
1−( )
Rp 410.400.000
= Rp 163.934.426,00
Kesimpulan
Dari penyusunan studi kelayakan pendirian Apotek dapat dilihat beberapa aspek
yang mempengaruhi pendirian Apotek Jember Farma.
1. Study kelayakan berguna untuk memberikan gambaran bagaimana cara
mendirikan apotek dengan baik, sehingga apotek dapat berkembang.
2. Melihat dari banyak aspek study kelayakan yang telah dilakukan seperti
aspek lokasi, aspek pasar, aspek ekonomi dan permodalan, aspek manajerial
dan aspek teknis maka Apotek Jember Farma yang akan didirikan terletak di Jl.
Kalimantan no 86 Kel. Karangrejo Kec. Sumbersari, Kota Jember layak untuk
didirikan
3. Makna dari study kelayakan untuk apoteker yaitu untuk menunjukkan dan
meningkatkan kemampuan apoteker dalam mendirikan dan mengelola apotek
sehingga apotek berjalan dengan baik.
29
30
LAMPIRAN 1
DENAH APOTEK KIMIA FARMA NO. 1060 BOJONGSOANG
Pintu Masuk/Keluar
Wall Gondola
Island Gondola
Lantai 1 Kursi Tunggu
Penyerahan Obat
Kasir
Penerimaan Resep
Lemari Obat
Lemari Es
Westafel
Meja Racik
Pintu
Lemari Obat
Penerimaan Resep
Penyerahan Obat
Penyimpanan Kursi Tunggu
TV
Lemari Es
Lantai 2
Toilet
34
LAMPIRAN 2
STRUKTUR ORGANISASI APOTEK KIMIA FARMA NO. 1060BOJONGSOANG
Apoteker
Pengelola
Apotek (APA)
Apoteker
Pendamping
35
LAMPIRAN 3
FORM 2
36
LAMPIRAN 4
KARTU STOK
37
LAMPIRAN 5
BUKTI SETORAN KAS (BSK)
38
LAMPIRAN 6
LAPORAN IKHTISAR PENDAPATAN HARIAN (LIPH)
39
LAMPIRAN 7
PELAPORAN SIPNAP
40
LAMPIRAN 8
ALUR PELAYANAN RESEP TUNAI
Pasien
Pembayaran dan
penyiapan obat,
peracikan untuk obat
racikan sesuai resep
dan pemberian etiket
Penyerahan obat
dan informasi obat
kepada pasien
41
LAMPIRAN 9
ALUR PENYERAHAN NON RESEP
Pasien datang
42
LAMPIRAN 10
ALUR PELAYANAN RESEP BPJ
Pasien membawa resep
berserta syarat terlampir
Obat disiapkan
43
DAFTAR PUSTAKA
33
LAPORAN AKHIR PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI
RUMAH SAKIT ANGKATAN UDARA dr. ESNAWAN ANTARIKSA
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas rahmat dan
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan akhir Praktik Kerja Profesi Apoteker
di Rumah Sakit Angkatan Udara dr. Esnawan Antariksa pada periode Oktober 2021.
Penulisan laporan ini merupakan salah satu persyaratan untuk mengikuti ujian profesi
Apoteker pada Program Studi Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Jenderal
Achmad Yani.
Dalam penyusunan laporan ini, banyak pihak yang telah memberi bantuan, dorongan
dan motivasi selama proses penyusunan laporan akhir ini. Oleh karena itu, dengan
ketulusan dan kerendahan hati penulis menyampaikan ucapan terimakasih yang
sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Kolonel Kes dr. M. Roikhan Harowi, Sp. THT-KL., M.Kes selaku kepala
Rumah Sakit Angkatan Udara dr. Esnawan Antariksa
2. Bapak Letnan Kolonel Kes apt. Siswandi, S.Si, M.Farm selaku Kepala Instalasi
Farmasi Rumah Sakit Angkatan Udara dr. Esnawan Antariksa
3. Ibu Prof. Dr. apt. Afifah B. Sutjiatmo, M.S selaku Dekan Fakultas Farmasi
Universitas Jenderal Achmad Yani.
4. Ibu Dr. apt. Sri Wahyuningsih, M.Si selaku Ketua Program Studi Profesi Apoteker
Universitas Jenderal Achmad Yani.
5. Ibu apt. Dra. Pudjiastuti K, MS selaku Koordinator Praktik Kerja Profesi Apoteker
Program Studi Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Jenderal Achmad
Yani.
6. Bapak apt. Syarifuddin, MARS. selaku pembimbing Praktik Kerja Profesi
Apoteker Universitas Jenderal Achmad Yani yang telah mengarahkan dan
memberi masukan selama masa Praktik Kerja Profesi Apoteker, Program Studi
Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Jenderal Achmad Yani.
7. Ibu apt. Dra. Lilik Sugiharti selaku pembimbing Praktik Kerja Profesi Apoteker
dari Rumah Sakit Angkatan Udara dr. Esnawan Antariksa yang telah mengarahkan
dan memberi masukan selama masa PKPA Program Studi Profesi Apoteker
Fakultas Farmasi Universitas Jenderal Achmad Yani di Rumah Sakit Angkatan
Udara dr. Esnawan Antariksa.
8. Seluruh Apoteker, Tenaga Teknis Kefarmasian dan segenap staf dan karyawan
Rumah Sakit Angkatan Udara dr. Esnawan Antariksa atas segala ilmu, bantuan,
kerjasama, dan perhatiannya.
9. Segenap staf pengajar dan karyawan Program Studi Profesi Apoteker Fakultas
Farmasi Universitas Jenderal Achmad Yani.
10. Kedua orang tua, adik dan keluarga tercinta yang senantiasa memberikan doa,
kasih sayang, motivasi, serta dukungannya baik moril maupun materil.
11. Seluruh rekan-rekan khususnya Moh. Wahfiudin yang telah membuat halaman di
laporan ini. Program Studi Profesi Apoteker Angkatan XXXI, Fakultas Farmasi,
Universitas Jenderal Achmad Yani yang selalu membantu dan
memberikan motivasi.
12. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas segala bantuannya
i
Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan karunia-Nya dan membalas semua amal
budi pekerti serta kebaikan pihak-pihak yang telah membantu dalam penyusunan
laporan ini. Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, penulis sangat menghargai kritik dan saran yang membangun agar penulisan
laporan ini dapat lebih baik lagi. Semoga laporan ini bermanfaat bagi penulis
khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Halaman
iv
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
III.1 Terapi Farmakologi Penyakit Stroke Iskemik ................................................ 25
III.2 Klasifikasi Derajat CKD Berdasarkan LFG ................................................... 26
III.3 Klasifikasi Berdasarkan Etiologi .................................................................... 26
III.4 Faktor-Faktor yang Berperan dalam Progresivitas CKD............................... 28
III.5 Rekomendasi Nutrisi Harian pada Pasien CKD Stadium 1-5......................... 35
III.6 Indikator Parameter Urinalisis ........................................................................ 36
III.7 Parameter BGA .............................................................................................. 37
III.8 Rekonsiliasi Obat saat Admisi ........................................................................ 45
III.9 Tanda-Tanda Vital di IGD .............................................................................. 46
III.10 Pemeriksaan Penunjang Laboratorium RS Harum ........................................ 46
III.11 Hasil CT-Scan ................................................................................................. 47
III.12 Hasil Thorax ................................................................................................... 47
III.13 Hasil EKG ...................................................................................................... 47
III.14 Penatalaksanaan saat di IGD .......................................................................... 47
III.15 Kesesuaian Indikasi saat di IGD..................................................................... 48
III.16 Kesesuaian Dosis saat di IGD......................................................................... 48
III.17 Interaksi Obat saat di IGD .............................................................................. 49
III.18 Drug Related Problems (DRPs) saat di IGD .................................................. 49
III.19 Rekonsiliasi Admisi IGD ke ICU ................................................................... 50
III.20 Subyektif saat di IC ........................................................................................ 51
III.21 Tanda-Tanda Vital saat Admisi IGD ke ICU ................................................. 51
III.22 Tanda-Tanda Vital selama Perawatan di ICU ................................................ 52
III.23 Pemeriksaan Penunjang saat di ICU............................................................... 52
III.24 Penatalaksanaan saat di ICU .......................................................................... 53
III.25 Terapi selama di ICU ...................................................................................... 53
III.26 Kesesuaian Indikasi saat di ICU ..................................................................... 54
III.27 Kesesuaian Dosis saat di ICU ......................................................................... 55
III.28 Interaksi Obat saat di ICU .............................................................................. 56
III.29 Drug Related Problems (DRPs) saat di ICU .................................................. 56
III.30 Rekonsiliasi Transfer ICU ke Cendrawasih .................................................... 58
III.31 Subyektif saat di Cendrawasih ....................................................................... 59
III.32 Tanda-Tanda Vital saat Admisi ICU ke Cendrawasih .................................... 59
III.33 Tanda-Tanda Vital selama Perawatan di Cendrawasih................................... 59
III.34 Pemeriksaan Penunjang saat di Cendrawasih ................................................. 60
III.35 Penatalaksanaan saat di Cendrawasih............................................................. 61
III.36 Terapi selama di Cendrawasih ........................................................................ 61
III.37 Kesesuaian Indikasi saat di Cendrawasih ....................................................... 61
III.38 Kesesuaian Dosis saat di Cendrawasih ........................................................... 62
III.39 Interaksi Obat saat di Cendrawasih ................................................................ 63
III.40 Drug Related Problems (DRPs) saat di Cendrawasih .................................... 64
III.41 Subyektif saat Pasien Akan Pulang ................................................................ 65
v
III.42 Subyektif saat Pasien Akan Pulang ................................................................ 65
III.43 Tanda-Tanda Vital saat Akan Pulang ............................................................. 65
III.44 Catatan Tindakan Rencana Rawat Jalan ......................................................... 66
III.45 Terapi Obat Bawa Pulang ............................................................................... 66
vi
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
II.1 Struktur organisasi RSAU dr. Esnawan Antariksa ......................................... 69
II.2 Struktur organisasi instalasi farmasi RSAU dr. Esnawan Antariksa .............. 70
II.3 Struktur organisasi tim komite farmasi dan terapi .......................................... 71
II.4 Alur pengadaan barang dan jasa ..................................................................... 72
II.5 Alur min dal bekkes........................................................................................ 73
II.6 Alur pelayanan resep unit rawat jalan regular ................................................ 74
II.7 Alur pelayanan resep unit rawat jalan BPJS ................................................... 75
II.8 Alur pelayanan pasien baru rawat inap ........................................................... 76
II.9 Alur pelayanan resep rawat inap ..................................................................... 77
II.10 Surat pesanan obat BPJS ................................................................................ 78
II.11 Surat pesanan obat regular .............................................................................. 79
II.12 Surat pesanan obat narkotika .......................................................................... 80
II.13 Surat pesanan obat psikotropika ..................................................................... 81
II.14 Surat pesanan obat prekursor .......................................................................... 82
II.15 Buku permintaan ke min dal bekkes ............................................................... 83
II.16 Blanko slip nota dinas .................................................................................... 84
II.17 Contoh rencana kebutuhan ............................................................................. 85
II.18 Buku penerimaan barang gudang ................................................................... 85
II.19 Buku pengeluaran barang gudang................................................................... 86
II.20 Blanko kartu stock .......................................................................................... 87
II.21 Label penandaan high alert dan LASA .......................................................... 88
II.22 Lemari penyimpanan high alert dan LASA.................................................... 88
II.23 Daftar obat high alert ..................................................................................... 89
II.24 Daftar obat LASA........................................................................................... 90
II.25 Daftar bahan berbahaya dan beracun .............................................................. 91
II.26 Trolley emergency .......................................................................................... 92
II.27 Emergency bag ............................................................................................... 93
II.28 Lemari narkotika dan psikotropika ................................................................. 94
II.29 Blanko lembar resep ....................................................................................... 95
II.30 Blanko salinan resep ....................................................................................... 96
II.31 Blanko lembar bukti kekurangan obat ............................................................ 97
II.32 Blanko lembar bukti pemberian informasi dan edukasi .................................. 98
II.33 Blanko lembar rekonsiliasi admisi .................................................................. 99
II.34 Blanko lembar catatan pemberian dan pemantauan obat (CPO)................... 100
II.35 Blanko lembar pemantauan terapi obat (PTO) ............................................. 101
II.36 Blanko catatan perkembangan pasien terintegrasi (CPPT) ........................... 102
II.37 Blanko lembar monitoring efek samping obat (MESO) ............................... 103
II.38 Blanko etiket obat oral (etiket putih) ............................................................ 104
II.39 Blanko etiket obat luar (etiket biru) .............................................................. 104
II.40 Blanko etiket obat cairan/infus ..................................................................... 104
II.41 Blanko obat PIVAS .......................................................................................104
II.42 Rekapitulasi laporan penggunaan narkotika ..................................................105
vii
II.43 Tampilan SIPNAP pelaporan narkotika.........................................................105
II.44 Rekapitulasi laporan penggunaan psikotropika .............................................106
II.45 Tampilan SIPNAP pelaporan psikotropika ....................................................106
II.46 Formulir pemeriksaan bag/trolley emergency ...............................................107
II.47 Formulir check list suhu lemari pendingin dan suhu,
kelembaban ruangan ......................................................................................107
III.1 Mekanisme kerusakan pada penyakit ginjal ................................................... 27
III.2 Tatalaksana pengobatan hipertensi pada pasien kondisi CKD ....................... 32
III.3 Tatalaksana pengobatan anemia pada pasien kondisi CKD ........................... 33
III.4 Tatalaksana pengobatan diabetes melitus pada pasien kondisi CKD ............. 34
III.5 Grafik tanda -tanda vital selama perawatan di ICU ....................................... 52
III.6 Grafik tanda-tanda vital selama perawatan di Cendrawasih........................... 60
viii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1 STRUKTUR ORGANISASI RSAU dr. ESNAWAN ANTARIKSA ............. .70
2 STRUKTUR INSTALASI FARMASI RSAU dr. ESNAWAN
ANTARIKSA ................................................................................................. 71
3 STRUKTUR ORGANISASI KOMITE FARMASI DAN TERAPI ............... 72
4 ALUR PENGADAAN BARANG DAN JASA .............................................. 73
5 ALUR PELAYANAN MIN DAL BEKKES.................................................. 74
6 ALUR PELAYANAN RESEP UNIT RAWAT JALAN REGULER ............ .75
7 ALUR PELAYANAN RESEP UNIT RAWAT JALAN BPJS ...................... 76
8 ALUR PELAYANAN PASIEN BARU RAWAT INAP ............................... 77
9 ALUR PELAYANAN RESEP UNIT RAWAT INAP ................................... 78
10 SURAT PESANAN OBAT BPJS .................................................................. 79
11 SURAT PESANAN OBAT REGULER......................................................... 80
12 SURAT PESANAN OBAT NARKOTIKA ................................................... 81
13 SURAT PESANAN OBAT PSIKOTROPIKA .............................................. 82
14 SURAT PESANAN OBAT PREKURSOR ................................................... 83
15 BUKU PERMINTAAN MIN DAL BEKKES ............................................... 84
16 NOTA DINAS ................................................................................................ 85
17 RENCANA KEBUTUHAN ........................................................................... 86
18 BUKU PENERIMAAN DAN PENGELUARAN BARANG ....................... 87
19 KARTU STOK .............................................................................................. 88
20 LABEL DAN LEMARI PENYIMPANAN OBAT HIGH ALERT
DAN LASA .................................................................................................... 89
21 DAFTAR OBAT HIGH ALERT.................................................................... 90
22 DAFTAR OBAT LASA ................................................................................. 91
23 DAFTAR BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN.................................. 92
24 TROLEY EMERGENCY .............................................................................. 93
25 EMERGENCY BAG ...................................................................................... 94
26 LEMARI NARKOTIKA DAN PSIKOTROPIKA ......................................... 95
27 LEMBAR RESEP .......................................................................................... 96
28 SALINAN RESEP.......................................................................................... 97
29 BUKTI PEMBERIAN INFORMASI DAN EDUKASI ................................. 98
30 LEMBAR REKONSILIASI ADMISI ............................................................ 99
31 LEMBAR CATATAN PEMBERIAN DAN PEMANTAUAN
OBAT (CPO) ................................................................................................ 100
32 LEMBAR PEMANTAUAN TERAPI OBAT (PTO) ................................... 100
33 LEMBAR CATATAN PERKEMBANGAN PASIEN
TERINTEGRASI (CPPT) ............................................................................ 101
34 LEMBAR MONITORING EFEK SAMPING OBAT ................................. 102
35 LEMBAR INFORMASI OBAT PULANG .................................................. 103
36 ETIKET OBAT ............................................................................................ 104
37 LAPORAN PENGGUNAAN NARKOTIKA ...............................................105
ix
38 LAPORAN PENGGUNAAN PSIKOTROPIKA ..........................................106
39 LAPORAN SUPERVISI APOTEKER .........................................................107
x
BAB I
PENDAHULUAN
1
untuk dapat merealisasikan paradigma pelayanan kefarmasian dari orientasi
produk (drug oriented) menjadi orientasi pasien (patient oriented). Untuk
itu wawasan, pengetahuan, keterampilan, kemampuan dan
kompetensi apoteker perlu ditingkatkan secara terus menerus agar
perubahan paradigma tersebut dapat diimplementasikan.
Dalam rangka mencapai hal tersebut, maka mahasiswa calon apoteker perlu
diberi pembekalan dalam bentuk Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di
rumah sakit, dengan adanya kegiatan tersebut diharapkan calon apoteker
dapat mempersiapkan diri dengan mencari pengalaman dan memperdalam
pengetahuan di lapangan khususnya rumah sakit sebelum menjalankan
tugas dan tanggung jawabnya sebagai apoteker di rumah sakit.
1.2. Tujuan Praktik Kerja Profesi Apoteker
Tujuan dilaksanakannya Praktik Kerja Profesi Apoteker di Rumah Sakit
adalah sebagai berikut:
2
BAB II
PELAKSANAAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER
Tujuan KFT di RS Angkatan Udara dr. Antariksa Esnawan adalah untuk memastikan
bahwa pasien mendapatkan pelayanan dengan kualitas terbaik dengan harga terjangkau
dengan cara mendeterminasi obat-obatan yang tersedia, mempertimbangkan harga obat
dan bagaiman obat tersebut digunakan. Sedangkan tugas KFT di Rumah Sakit
Angkatan Udara dr. Esnawan Antariksa adalah sebagai berikut:
1. Mengembangkan kebijakan tentang penggunaan Obat di Rumah Sakit
2. Melakukan seleksi dan evaluasi Obat yang akan masuk dalam formularium Rumah
Sakit
3. Mengembangkan standar terapi
4. Mengidentifikasi permasalahan dalam penggunaan Obat
5. Melakukan intervensi dalam meningkatkan penggunaan Obat yang rasional
6. Mengkoordinir penatalaksanaan Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD)
7. Mengkoordinir penatalaksanaan medication error
8. Menyebarluaskan informasi terkait kebijakan penggunaan Obat di rumah sakit.
2.2. Instalasi Farmasi RSAU dr. Esnawan Antariksa
4
Instalasi Farmasi adalah unit pelaksana fungsional yang menyelenggarakan seluruh
kegiatan pelayanan kefarmasian di rumah sakit. Instalasi farmasi rumah sakit di pimpin
oleh seorang apoteker dan dibantu oleh beberapa apoteker lainnya dan tenaga teknis
kefarmasian yang memenuhi persyaratan sesuai peraturan perundang-undangan yang
berlaku (Depkes, 2016). Instalasi Farmasi adalah unit pelaksana fungsional yang
menyelenggarakan seluruh kegiatan pelayanan kefarmasian di rumah sakit. Instalasi
farmasi rumah sakit di pimpin oleh seorang apoteker dan dibantu oleh beberapa
apoteker lainnya dan tenaga teknis kefarmasian yang memenuhi persyaratan sesuai
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Instalasi Farmasi RSAU dr. Esnawan
Antariksa mempunyai tugas pokok memberikan pelayanan kefarmasian pada pasien di
RSAU mulai dari pelayanan sediaan farmasi, alkes dan BMHP (Bahan Medis Habis
Pakai) hingga pelayanan farmasi klinik. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2016, tujuan dari Standar Pelayanan Kefarmasian
di Rumah Sakit adalah:
1. Meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian
2. Menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian dan
3. Melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan obat yang tidak rasional dalam
rangka keselamatan pasien (patient safety).
2.2.1 Tugas dan Fungsi Instalasi Farmasi RSAU dr. Esnawan Antariksa
Tugas Instalasi Farmasi RSAU dr. Esnawan Antariksa sesuai dengan peraturan
perundang undangan yaitu mengelola seluruh sediaan farmasi, alat kesehatan, dan
bahan medis habis pakai dengan sistem satu pintu meliputi pemilihan formularium,
perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pemusnahan dan
penarikan, pengendalian, pencatatan dan pelaporan mengenai perbekalan farmasi.
Sedangkan fungsi Instalasi Farmasi RSAU dr. Esnawan Antariksa yaitu sebagai sarana
penunjang yang penting bagi rumah sakit yang berada dibawah naungan kepala bidang
penunjang medik bersama dengan instalasi gizi, rekam medik, laboratorium, radio
diagnostik dan penunjang khusus. Instalasi farmasi RSAU dr. Esnawan Antariksa
dipimpin oleh seorang apoteker yang memiliki 2 tugas utama yaitu tugas yang bersifat
manajerial (pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan BMHP) dan pelayanan
farmasi klinis.
2.2.2 Struktur Organisasi Instalasi Farmasi RSAU dr. Esnawan Antariksa
Apoteker yang bertanggung jawab pada instalasi farmasi RSAU dr. Esnawan Antariksa
yaitu Letkol Kes Siswandi, S.Si, M.Farm, yang membawahi 4 kepala unit yaitu:
a. Kepala unit administrasi pengendalian bekal kesehatan oleh ibu Rina Astuti,
S.Farm, Apt (terdiri dari kepala urusan logistik dan kepala urusan administrasi).
b. Kepala unit depo rawat jalan oleh ibu apt. Dra. Lilik Sugiharti, S.Si. (terdiri dari
kepala urusan depo farmasi rawat jalan, kepala urusan depo farmasi IGD, kepala
urusan depo hemodialisa).
c. Kepala unit depo rawat inap oleh ibu apt. Nani Andriani, S.Si (terdiri dari kepala
urusan depo merak, kepala urusan depo garuda dan kepala urusan depo UBS/ICU).
d. Kepala unit Penunjang Farmasi oleh ibu Mayor Kes Ade Aryani, S.Si., Apt (terdiri
dari kepala urusan produksi dan kepala urusan pengendalian mutu).
5
Struktur organisasi Instalasi Farmasi RSAU dr. Esnawan Antariksa dapat dilihat
sebagaimana pada Lampiran 2 gambar II.2.
2.2.3 Sumber Daya Manusia Instalasi Farmasi RSAU dr. Esnawan Antariksa
Berdasarkan pekerjaan yang dilakukan, kualifikasi sumber daya manusia Instalasi
Farmasi RSAU dr. Esnawan Antariksa diklasifikasikan sebagai berikut:
Tenaga kefarmasian terdiri dari:
a. Apoteker: 12 orang
b. Tenaga Teknis Kefarmasian: 36 orang
Untuk pekerjaan penunjang terdiri dari:
a. Operator Komputer/Teknisi yang memahami kefarmasian: 1 orang
b. Tenaga Administrasi: 4 orang
c. Pekarya/Pembantu pelaksana: 6 orang
2.3. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai
Berdasarkan permenkes No. 72 tahun 2016 tentang standar pelayanan kefarmasian di
Rumah Sakit, pengelolaan perbekalan farmasi dilakukan sesuai ketentuan peraturan
perundang undangan yang berlaku meliputi pemilihan, perencanaan kebutuhan,
pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pemusnahan dan penarikan,
pengendalian dan administrasi. (Depkes RI, 2016).
2.3.1 Pemilihan
Pemilihan perbekalan farmasi di RSAU dr. Esnawan Antariksa dilakukan oleh KFT
(Komite Farmasi dan Terapi) untuk menetapkan jenis sediaan farmasi, alat kesehatan
(alkes) dan Bahan Medis Habis Pakai (BMHP) sesuai dengan kebutuhan RSAU dr.
Esnawan Antariksa yang mengacu pada Formularium Rumah Sakit yang ditetapkan
oleh Pimpinan Rumah Sakit sesuai dengan Formularium Nasional, standar
pengobatan/pedoman diagnosa dan terapi yang berdasarkan pada pola penyakit,
efektifitas dan keamanaan, mutu, harga, dan ketersediaan di pasaran.
Pemilihan adalah kegiatan untuk menetapkan jenis Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,
dan Bahan Medis Habis Pakai sesuai dengan kebutuhan. Pemilihan Sediaan Farmasi,
Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai ini berdasarkan formularium dan
standar pengobatan/pedoman diagnosa dan terapi, standar sediaan farmasi, alat
kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang telah ditetapkan, pola penyakit,
efektifitas dan keamanan, pengobatan berbasis bukti ilmiah, mutu obat, harga,
ketersediaan di pasaran. Formularium Rumah Sakit disusun mengacu kepada
Formularium Nasional. Formularium Rumah Sakit merupakan daftar Obat yang
disepakati staf medis, disusun oleh Komite/Tim Farmasi dan Terapi yang ditetapkan
oleh Pimpinan Rumah Sakit (Depkes RI, 2016).
2.3.2 Perencanaan
Perencanaan perbekalan farmasi di RSAU dr. Esnawan Antariksa dibuat setiap bulan
untuk alat kesehatan dan BMHP, sedangkan untuk obat dibuat tidak terjadwal dengan
kata lain defecta untuk obat dibuat untuk obat-obat fast moving serta obat dengan stok
minimum. Perencanaan berdasarkan pada metode konsumsi, yaitu perencanaan yang
didasarkan pada data pemakaian perbekalan farmasi periode sebelumnya dan
6
menggunakan metode epidemiologi yaitu perencanaan yang didasarkan pada data pola
penyakit dan harus sesuai dengan Formularium Rumah Sakit. Perencanaan kebutuhan
perbekalan farmasi mempertimbangkan sisa persediaan (stock), data pemakaian bulan
lalu, waktu tunggu pemesanan dan anggaran yang tersedia dapat dilihat pada lampiran
17 gambar II.17.
Perencanaan kebutuhan merupakan kegiatan untuk menentukan jumlah dan periode
pengadaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai sesuai dengan
hasil kegiatan pemilihan untuk menjamin terpenuhinya kriteria tepat jenis, tepat
jumlah, tepat waktu dan efisien. Perencanaan dilakukan untuk menghindari
kekosongan Obat dengan menggunakan metode yang dapat dipertanggungjawabkan
diantaranya metode konsumsi, metode epidemiologi, metode kombinasi konsumsi dan
epidemiologi serta metode anggaran (Depkes RI, 2016).
2.3.3 Pengadaan
Kegiatan pengadaan di RSAU dr Esnawan Antariksa dilakukan oleh tenaga
kefarmasian. Hal-hal yang dipertimbangkan dalam pelaksanaan kegiatan ini di RSAU
adalah semua sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai harus
mempunyai nomor izin edar (nomor regristasi oleh BPOM). Pada proses pengadaan di
RSAU hanya barang dengan expired date 2 tahun atau lebih yang diterima. Proses
pengadaan ini sesuai dengan kebutuhan dan sangat mungkin dilakukan lebih dari satu
kali perbulan. Pengadaan ini sesuai dengan kebutuhan dan sangat mungkin dilakukan
lebih dari satu kali perbulan. Alur pengadaan barang/jasa dapat dilihat pada Lampiran
4 gambar II.4. Surat pesanan obat BPJS (Lampiran 10 gambar II.10) dan obat regular
(Lampiran 11 gambar II.11).
Pengadaan dapat dilakukan melalui:
Pengadaan dapat dilakukan melalui:
a. Pembelian
Metode pengadaan ini dilakukan untuk barang-barang yang tidak tersedia dalam e-
katalog tanpa adanya seleksi atau pelelangan dengan dana yang digunakan harus
kurang dari 200 juta. Dokumennya berupa surat pesanan dan faktur, pembelanjaan
barang sesuai yang dibutuhkan langsung kepada pemasok. Pengadaan sediaan farmasi
cito atau emergency dapat dilakukan secara just in time.
b. Pengadaan melalui tender/lelang
menggunakan pihak ke-3, dan pengadaan pasien BPJS melalui e-catalog dana yang
digunakan lebih dari 200 juta untuk mendapatkan penawaran terbaik
c. Produksi Sediaan Farmasi
Produksi sediaan farmasi di rumah sakit mencakup kegiatan membuat, merubah
bentuk, dan pengemasan kembali sediaan farmasi steril dan/atau non steril untuk
memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan di rumah sakit. Produks sediaan farmasi di
RSAU dr. Esnawan Antariksa meliputi :
• Steril : rekonstitusi (antibiotik injeksi dan premixed KCl)
7
• Non steril : Pembuatan bedak kocok, pembuatan handsrub, repacking CaCO3
d. Sumbangan/Hibah/Dropping
Pengadaan dengan cara sumbangan/hibah di RSAU dr. Esnawan Antariksa yaitu
berupa APD, obat covid, vitamin, obat program pemerintah seperti obat TB, Malaria
dan Obat HIV. Pengadaan juga dapat melalui dropping yaitu pengadaan barang yang
dilakukan dengan cara pemberian barang (drop barang) seperti dari Puskes TNI AU,
Mabes TNI, Kementrian pertahanan, Departemen Kesehatan, Lembaga Farmasi
Angkatan Udara (LAFIAU). Hibah selain obat, bisa juga berupa alkes dan BMHP,
selain itu alat besar seperti MRI (dari Kementrian Pertahanan), Ventilator (dari
Departemen Kesehatan), dll.
Pengadaan merupakan kegiatan pembelian untuk merealisasikan perencanaa
kebutuhan. Pengadaan yang efektif harus menjamin ketersediaan, jumlah, dan waktu
yang tepat dengan harga terjangkau dan sesuai standar mutu (Depkes RI, 2016).
2.3.4 Penerimaan
Pada proses penerimaan, barang diterima di gudang pusat untuk dilakukan pemeriksaan
kesesuaian barang yang datang dengan surat pesanan dan faktur. Hal–hal yang
diperiksa meliputi kesesuaian daftar pesanan baik jenis dan jumlah pesanan, nama obat,
spesifikasi, nomor batch, tanggal kadaluarsa minimal 2 (dua) tahun, kecuali untuk obat
obatan, alat kesehatan dan BMHP tertentu seperti vaksin dan untuk barang yang telah
disepakati tanggal kadaluarsanya kurang dari 2 (dua) tahun, serta kondisi fisik barang.
Apabila barang yang diterima sudah sesuai, petugas gudang akan menandatangani
faktur dengan nama dan tanggal penerimaan yang jelas dan khusus untuk obat narkotik
dan psikotropika harus apoteker yang mempunyai SIPA (Surat Izin Praktik Apoteker)
yang menandatangani faktur tersebut.
Khusus untuk perbekalan farmasi yang bersifat termolabil, pemeriksaan juga dilakukan
dengan melihat kesesuaian penyimpanan perbekalan farmasi, misalnya dengan melihat
proses penyimpanan perbekalan farmasi tersebut selama proses distribusi dari
distributor ke gudang yaitu dengan menyimpan perbekalan farmasi tersebut di dalam
cool box. Apabila terdapat kemasan yang rusak atau ketidaksesuaian pesanan, maka
dapat dilakukan penggantian barang atau retur barang ke distributor. Semua perbekalan
farmasi yang telah diterima dan diperiksa disimpan dengan baik kemudian faktur
barang diinput ke komputer dan dicatat di buku penerimaan barang di Gudang Pusat
seperti terlihat pada lampiran 18 gambar II.18.
Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian jenis, spesifikasi, jumlah,
mutu, waktu penyerahan dan harga yang tertera dalam kontrak atau surat pesanan
dengan kondisi fisik yang diterima (Depkes RI, 2016).
2.3.5 Penyimpanan
Penyimpanan di gudang farmasi RSAU dr. Esnawan Antariksa dilakukan dengan
sistem penggolongan berdasarkan bentuk sediaan, golongan obat, kestabilan
perbekalan farmasi, jenis perbekalan farmasi BPJS/JKN, Non BPJS/Reguler, dan obat-
obat high alert dengan berdasarkan First In First Out (FIFO) dan First Expired First
Out (FEFO). Untuk bahan baku dan obat yang bersifat termostabil disimpan pada suhu
8
ruang, yaitu 15oC–30oC, sedangkan untuk bahan baku dan obat yang bersifat termolabil
disimpan pada suhu 2oC–8oC. Kelembaban ruangan penyimpanan harus memenuhi
syarat yaitu 45–55%.
Obat-obat narkotika dan psikotropika disimpan di dalam lemari khusus yang terpisah
dari penyimpanan obat lainnya. Narkotika dan psikotropika disimpan dalam lemari
berpintu ganda dengan kunci ganda seperti terlihat pada lampiran 26 gambar II.28.
Kunci lemari narkotika dipegang oleh Apoteker, atau petugas farmasi lain yang
ditunjuk.
Obat-obat high alert disimpan terpisah dan ditandai dengan lakban/list berwarna merah
dan diberi label High Alert pada tiap kemasan terkecil obat sedangkan obat-obat Look
A like Sound A like (LASA) contohnya azithromycin dan eritromycin. Penulisan nama
ditulis dengan tallman lettering (AZitromycin dan ERItromycin) untuk menghindari
kesalahan. Obat–obat LASA disimpan dengan meletakkan dua obat yang tergolong
LASA dengan diselingi oleh minimal dua jenis obat non LASA disusun secara alfabetis
dan diberi stiker LASA berwarna hijau dapat dilihat pada lampiran 20 gambar II.22.
Bahan berbahaya dan beracun (B3) ditempatkan di gudang B3 terpisah dari gedung
perawatan dan diberi tanda khusus bahan berbahaya. Di dalam gudang ini juga
dilengkapi dengan Material Safety Data Sheet (MSDS) yang berisi tentang uraian
umum bahan, sifat fisik dan kimiawi, cara penggunaan, penyimpanan hingga
pengelolaan bahan buangan.
Emergency trolley berisi barang-barang emergency yang terletak di IGD, UBS, HCU,
ICU, HD dan Poliklinik. Diluar trolley terdapat kertas yang bertuliskan tabel nama
obat, satuan (bentuk sediaan obat), jumlah, Expired Date (ED) dan keterangan.
Emergency trolley dikunci dengan kunci sekali pakai yang memiliki nomor seri segel
seperti terlihat pada lampiran 24 gambar II.26, setiap harinya petugas farmasi
mengecek emergency trolley untuk memastikan apakah emergency trolley masih
terkunci dan memeriksa Expired Date (ED) setiap satu bulan sekali, laporan
pengecekan emergency trolley disupervisi oleh seorang apoteker yang bertanggung
jawab dapat terlihat pada lampiran 40 gambar II.47 . Jika ada petugas medis yang
membuka emergency trolley dan menggunting nomor seri segel, lalu petugas
mengambil obat atau alkes yang dibutuhkan, kemudian petugas harus cepat mengganti
obat atau alkes yang diambil, maksimal pengisian obat atau alkes yang sudah diambil
selama 3 jam dan kembali disegel dengan nomor seri yang berbeda.
Setelah barang diterima di Instalasi Farmasi perlu dilakukan penyimpanan sebelum
dilakukan pendistribusian. Penyimpanan harus dapat menjamin kualitas dan keamanan
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai sesuai dengan
persyaratan kefarmasian. Persyaratan kefarmasian yang dimaksud meliputi persyaratan
stabilitas dan keamanan, sanitasi, cahaya, kelembaban, ventilasi, dan penggolongan
jenis Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai (Depkes RI,
2016)
9
2.3.6 Pendistribusian
Distribusi merupakan suatu rangkaian kegiatan dalam rangka
menyalurkan/menyerahkan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai dari tempat penyimpanan sampai kepada unit pelayanan/pasien dengan tetap
menjamin mutu, stabilitas, jenis, jumlah, dan ketepatan waktu. meliputi:
i) Sistem total floor stock
Sistem persediaan lengkap di ruangan (Sistem Total Floor Stock), dimana
pendistribusian perbekalan farmasi untuk persediaan di ruang rawat merupakan
tanggung jawab perawatan ruangan.
11
Pencatatan dan pelaporan terhadap kegiatan pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang meliputi perencanaan kebutuhan,
pengadaan, penerimaan, pendistribusian, pengendalian persediaan, pengembalian,
pemusnahan dan penarikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai. Pelaporan dibuat secara periodik yang dilakukan Instalasi Farmasi dalam
periode waktu tertentu (bulanan, triwulanan, semester atau pertahun).
12
2.4 Pelayanan Farmasi Klinik
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor No. 72 tahun 2016 tentang standar
pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit, pelayanan farmasi klinik dilakukan sesuai
ketentuan peraturan perundang undangan yang berlaku meliputi pengkajian dan
pelayanan resep, penelusuran riwayat penggunaan obat, rekonsiliasi Obat, pelayanan
informasi obat (PIO), konseling, visite, pemantauan terapi obat (PTO), monitoring efek
samping obat (MESO), evaluasi penggunaan obat (EPO), dispensing sediaan steril dan
pemantauan kadar obat dalam darah (PKOD) (Depkes RI, 2016).
2.4.1 Pengkajian dan Pelayanan Resep
Pengkajian Resep dilakukan untuk menganalisa adanya masalah terkait Obat, bila
ditemukan masalah terkait Obat harus dikonsultasikan kepada dokter penulis Resep.
Apoteker harus melakukan pengkajian Resep sesuai persyaratan administrasi,
persyaratan farmasetik, dan persyaratan klinis baik untuk pasien rawat inap maupun
rawat jalan (Depkes RI, 2016).
Pengkajian dan pelayanan resep di RSAU dr. Esnawan Antariksa dilakukan di setiap
satelit perawatan. Resep diterima, dilakukan pengkajian resep oleh apoteker yang
meliputi pengkajian administratif, farmasetik dan pengkajian klinik kemudian resep
diinput ke dalam sistem lalu dibuat etiket sesuai dengan resep setelah itu, obat
disiapkan oleh asisten apoteker dan diberi etiket, kemudian apoteker melakukan double
checker dengan orang yang berbeda, setelah obat selesai di cek, apoteker menyerahkan
obat disertai dengan pemberian informasi obat meliputi nama obat, indikasi, cara
penggunaan, lama penggunaan obat, cara penyimpanan, interaksi obat dan efek
samping. Namun sebelum melakukan pemberian informasi obat kepada pasien,
apoteker mengecek identitas pasien terlebih dahulu dengan menggunakan pertanyaan
terbuka.
2.4.2 Penelusuran Riwayat Penggunaan Obat
Penelusuran riwayat penggunaan Obat merupakan proses untuk mendapatkan
informasi mengenai seluruh obat/sediaan farmasi lain yang pernah dan sedang
digunakan, riwayat pengobatan dapat diperoleh dari wawancara atau data rekam
medik/pencatatan penggunaan obat pasien (Depkes RI, 2016).
Penelusuran riwayat penggunaan obat di RSAU dr. Esnawan Antariksa dilakukan
kepada semua pasien di RSAU dr. Esnawan Antariksa dengan melakukan wawancara
dengan pasien atau keluarga pasien dan atau melihat data rekam medik/pencatatan
penggunaan obat pasien. Contohnya dilakukan wawancara kepada pasien atau keluarga
pasien mengenai ada atau tidaknya alergi terhadap obat, riwayat penyakit yang diderita
atau penggunaan obat sebelum dirawat.
2.4.3 Rekonsiliasi Obat
Rekonsiliasi obat merupakan proses membandingkan instruksi pengobatan dengan
Obat yang telah didapat pasien. Rekonsiliasi dilakukan untuk mencegah terjadinya
kesalahan Obat (medication error) seperti Obat tidak diberikan, duplikasi, kesalahan
dosis atau interaksi Obat. Kesalahan Obat (medication error) rentan terjadi pada
13
pemindahan pasien dari satu Rumah Sakit ke Rumah Sakit lain, antar ruang perawatan
(Depkes RI, 2016).
Rekonsiliasi Obat yang dilakukan di RSAU dr. Esnawan Antariksa bertujuan untuk
mencegah terjadinya kesalahan obat (medication error). Rekonsiliasi dilakukan dengan
membandingkan instruksi pengobatan dengan obat yang telah didapat pasien. Contoh
untuk pasien rawat jalan atau rawat inap ditanyakan obat-obat yang rutin dikonsumsi
sehingga apoteker dapat berkomunikasi dengan dokter apakah obat tersebut dilanjutkan
dengan aturan pakai sama, dilanjutkan dengan perubahan aturan pakai, atau dihentikan.
Petugas farmasi dan pasien membuat serah terima obat dari pasien dengan bukti
formulir. Selanjutnya obat Rekonsiliasi akan disimpan di Depo Farmasi Rawat Inap.
Obat diserahkan kembali ke pasien saat akan pulang perawatan dengan bukti serah
terima apabila masih ada obat sisa di Depo Farmasi Rawat Inap, dapat dilihat pada
lampiran 30 gambar II.32.
2.4.4 Pelayanan Informasi Obat (PIO)
Pelayanan Informasi Obat (PIO) merupakan kegiatan penyediaan dan pemberian
informasi, rekomendasi Obat yang independen, akurat, tidak bias, terkini dan
komprehensif yang dilakukan oleh Apoteker kepada dokter, Apoteker, perawat, profesi
kesehatan lainnya serta pasien dan pihak lain di luar Rumah Sakit (Depkes RI, 2016).
Pelayanan Informasi Obat (PIO) yang dilakukan di RSAU dr. Esnawan Antariksa
dilakukan di setiap satelit perawatan. PIO dilakukan dengan memberikan informasi
mengenai obat kepada pasien atau keluarga pasien atau tenaga kesehatan lain (dokter,
apoteker, perawat, dan profesi kesehatan lain). Pelayanan informasi obat di RSAU dr.
Esnawan Antariksa yaitu berupa pembuatan leaflet yang berhubungan dengan obat,
kesehatan dan juga menuliskan interaksi obat yang kemungkinan terjadi pada pasien
dengan tujuan memberikan informasi kepada dokter untuk meminimalisir reaksi obat
yang tidak diinginkan (ROTD).
2.4.5 Konseling
Konseling adalah suatu aktivitas pemberian nasihat atau saran terkait terapi obat dari
Apoteker kepada pasien atau keluarganya yang bertujuan untuk mengoptimalkan hasil
terapi, meminimalkan risiko reaksi obat yang tidak dikehendaki (ROTD) dan
meningkatkan cost effectiveness yang pada akhirnya meningkatkan keamanan
penggunaan obat bagi pasien (Depkes RI, 2016).
Konseling yang dilakukan di RSAU dr. Esnawan Antariksa hanya terbatas untuk pasien
dengan penyakit HIV/AIDS dan TBC. Konseling dilakukan di ruang khusus agar
pasien lebih nyaman dan menjaga kerahasiaan mengenai penyakit dan pengobatan
pasien. Konseling di RSAU dr. Esnawan Antariksa masih terbatas pada pasien HIV
dan TBC karena keterbatasan apoteker yang ada di RSAU dr. Esnawan Antariksa,
namun kegiatan konseling akan ditingkatkan sehingga dapat menjangkau pasien yang
sesuai kriteria untuk konseling yaitu:
1. Pasien kondisi khusus (pediatri, geriatri, ibu hamil dan menyusui).
2. Pasien dengan terapi jangka panjang/penyakit kronis
14
3. Pasien yang menggunakan obat-obatan dengan instruksi khusus.
4. Pasien yang menggunakan obat dengan indeks terapi sempit.
5. Pasien yang menggunakan banyak obat (polifarmasi).
6. Pasien yang mempunyai riwayat kepatuhan rendah.
Bukti konseling dicatat dalam lembar pemberian informasi, dapat dilihat pada lampiran
29 gambar II.31.
2.4.6 Visite
Visite merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap yang dilakukan Apoteker
secara mandiri atau bersama tim tenaga kesehatan untuk mengamati kondisi klinis
pasien secara langsung, dan mengakaji masalah terkait obat, memantau terapi obat
yang tidak dikehendaki,meningkatkan terapi obat yang rasional, dan menyajikan
informasi obat kepada dokter, pasien serta profesional kesehatan lainnya (Depkes RI,
2016).
Visite di RSAU dr. Esnawan Antariksa dilakukan oleh apoteker secara mandiri kepada
seluruh pasien di rawat inap. Sebelum dilakukan visite, apoteker melihat rekam medik
pasien untuk mengetahui informasi yang dibutuhkan mengenai penyakit dan
pengobatan pasien, selanjutnya apoteker mengunjungi pasien dan menanyakan keluhan
serta perkembangan dari kondisi pasien dan efek dari obat yang diberikan.
2.4.7 Pemantauan Terapi Obat (PTO)
Pemantauan Terapi Obat (PTO) merupakan suatu proses yang mencakup kegiatan
untuk memastikan terapi obat yang aman, efektif dan rasional bagi pasien (Depkes RI,
2016).
Pemantauan Terapi Obat (PTO) di RSAU dr. Esnawan Antariksa ditulis di rekam
medik pasien dibagian Catatan Perkembangan Pengobatan Terintegrasi (CPPT) dengan
tinta biru dan ditulis di formulir PTO yang telah disediakan dengan format SOAP
(Subjektif, Objektif, Assessment dan Planning) agar dapat dilihat oleh dokter sehingga
meminimalisir masalah yang timbul mengenai obat (drugs related problem). Pada
pasien rawap inap, pemantauan terapi obat dilakukan melalui CPO (Catatan Pemberian
Obat) dan data rekam medik pasien bertujuan untuk memastikan terapi obat secara
tepat, aman, berkhasiat dan ekonomis bagi pasien sehingga meningkatkan efektivitas
terapi dan meminimalkan reaksi obat yang tidak diinginkan sehingga meningkatkan
kualitas hidup pasien. Tahapan PTO meliputi pengumpulan data pasien pada formulir
PTO, identifikasi masalah terkait obat, rekomendasi penyelesaian masalah terkait obat,
pemantauan, dan tindak lanjut. Formulir Pemantauan Terapi Obat (PTO) dapat dilihat
pada lampiran 32 gambar II.34.
2.4.8 Monitoring Efek Samping Obat (MESO)
Monitoring Efek Samping Obat (MESO) merupakan kegiatan pemantuan setiap respon
terhadap obat yang tidak dikehendaki, yang terjadi pada dosis lazim yang digunakan
pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosa dan terapi (Depkes RI, 2016)
15
Monitoring Efek Samping Obat di RSAU dr. Esnawan Antariksa dilakukan dengan
monitoring apakah terjadi efek yang tidak diinginkan yang disebabkan oleh
penggunaan obat di rumah sakit. Pemantauan efek pengobatan pasien dilakukan secara
kolaboratif (dokter, farmasi dan perawat) dan bila ditemukan efek yang tidak
diharapkan dicatat dalam rekam medis dan lembar MESO yang tersedia dan dilaporkan
ke Instalasi Farmasi. Kepala Instalasi Farmasi mengevaluasi laporan efek samping obat
dengan Algoritma Naranjo dan melaporkan kepada ketua KFT dengan tembusan Ketua
Komite Etik. Laporan MESO disampaikan ke Pusat Monitoring Efek Samping Produk
Terapeutik (MESPT)/Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Jika tidak terjadi
efek samping obat selama pasien dirawat, formulir MESO dilengkapi saat pasien
pulang oleh apoteker, formulir dapat dilihat pada lampiran 34 gambar II.36.
2.4.9 Evaluasi Penggunaan Obat (EPO)
Evaluasi Penggunaan Obat (EPO) merupakan program evaluasi penggunaan obat yang
terstruktur dan berkesinambungan secara kualitatif dan kuantitatif (Depkes RI, 2016).
Evaluasi penggunaan obat di RSAU dr. Esnawan Antariksa dilakukan oleh apoteker
berupa mengevaluasi penulisan resep dokter meliputi penulisan obat sesuai
Formularium Rumah Sakit dan obat antibiotik.
2.4.10 Dispensing Sediaan Steril
Dispensing sediaan steril harus dilakukan di Instalasi Farmasi dengan teknik aseptik
untuk menjamin sterilitas dan stabilitas produk dan melindungi petugas dari paparan
zat berbahaya serta menghindari terjadinya kesalahan pemberian obat (Depkes RI,
2016).
Kegiatan produksi steril dilakukan di ruang PIVAS (Pharmacy Intravena Admixture
Service). Kegiatan produksi steril meliputi penyiapan obat suntik secara aseptis. Selain
itu juga rekonstitusi dan pengenceran (Premixed KCl dan antibiotik). Sediaan steril
yang telah siap akan didistribusikan ke instalasi farmasi rawat inap. Sedangkan untuk
penyiapan nutrisi parenteral dan penanganan sediaan sitostatika belum dilakukan di
RSAU dr. Esnawan Antariksa karena tidak ada pasien kanker. Jika ditemukan pasien
dengan penyakit kanker maka RSAU akan merujuk pasien tersebut ke RS PPK 3
(Pemberi Pelayanan Kesehatan Tingkat 3).
2.4.11 Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD)
Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD) merupakan interpretasi hasil
pemeriksaan kadar obat tertentu atas permintaan dari dokter yang merawat karena
indeks terapi yang sempit atau atas usulan Apoteker kepada dokter. Pemantauan kadar
obat dalam darah (PKOD belum berjalan di RSAU dr Esnawan Antariksa karena belum
tersedianya alat untuk melakukan PKOD.
16
BAB III
TUGAS KHUSUS
PEMANTAUAN TERAPI OBAT
PADA PASIEN STROKE INFARK DAN CKD PRO HD
3.1 Pendahuluan
3.1.1 Latar Belakang
Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan No. 72 Tahun 2016 Tentang Standar
pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit Pasal 1, Rumah sakit adalah institusi pelayanan
kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna
yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Dalam
menyelenggarakan pelayanan kefarmasian, maka harus mengacu pada standar
pelayanan kefarmasian yaitu tolak ukur yang dipergunakan sebagai pedoman bagi
tenaga kefarmasian dalam menyelenggarakan pelayanan kefarmasian. Pelayanan
kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien
yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk
meningkatkan mutu kehidupan pasien.
National Kidney Foundation menyebutkan tekanan darah tinggi adalah penyebab
utama gagal ginjal kronik. Seiring waktu tekanan darah tinggi bisa merusak unit
penyaringan kecil di ginjal akibatnya ginjal bisa berhenti mengeluarkan limbah dan
cairan ekstra dari darah. Cairan tambahan di pembuluh darah dapat terbentuk dan
menaikkan tekanan darah lebih tinggi lagi. Di sisi lain hipertensi bisa menjadi
komplikasi gagal ginjal kronik. Ginjal yang telah terganggu fungsinya kurang mampu
membantu mengatur tekanan darah akibatnya tekanan darah meningkat (NKF, 2010).
Pengurangan tekanan darah adalah cara yang efisien untuk memperbaiki atau
memperlambat perkembangan kerusakan ginjal (Depkes RI, 2006).
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2016
tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit, Pemantauan terapi obat
(PTO) merupakan suatu proses yang mencakup kegiatan untuk memastikan terapi obat
yang aman, efektif, dan rasional bagi pasien dengan tujuan meningkatkan efektifitas
terapi dan meminimalkan risiko Reaksi Obat yang tidak Dikehendaki (ROTD).
Pemantauan terapi obat harus dilakukan secara berkesinambungan dan dievaluasi
secara teratur pada periode tertentu agar keberhasilan ataupun kegagalan terapi dapat
diketahui. Pasien yang mendapatkan terapi obat mempunyai risiko mengalami masalah
terkait obat. Kompleksitas penyakit dan penggunaan obat, serta respons pasien yang
sangat individual meningkatkan munculnya masalah terkait obat. Hal tersebut
menyebabkan perlunya dilakukan PTO dalam praktek profesi untuk mengoptimalkan
efek terapi dan meminimalkan efek yang tidak dikehendaki terutama pada kondisi
pasien dengan polidiagnosis dengan terapi polifarmasi.
17
3.1.2 Tujuan Pemantauan Terapi Obat
Tujuan PTO adalah meningkatkan efektivitas terapi dan meminimalkan risiko reaksi
obat yang tidak dikehendaki. Kegiatan tersebut meliputi:
1. Pengkajian pemilihan obat, dosis, cara pemberian obat, respon terapi, reaksi obat
yang tidak dikehendaki (ROTD).
2. pemberi rekomendasi penyelesaian masalah terkait obat
3. pemantauan efektivitas dan efek samping terapi obat.
2. Stroke iskemik
Stroke iskemik terjadi akibat penyumbatan (trombotik atau embolik) pembuluh darah
arteri otak. Penyumbatan pembuluh darah dapat mengganggu aliran darah ke bagian
tertentu di otak, sehingga terjadi defisit neurologis yang disebabkan oleh hilangnya
fungsi yang dikendalikan oleh bagian otak tersebut (Winkler et al, 2008).
3.2.3 Patofisiologi Stroke Iskemik
Aliran darah serebral normal rata-rata 50 ml/100 g per menit, dan ini dipertahankan
melalui tekanan darah (rata-rata tekanan arteri dari 50 sampai 150 mmHg) oleh proses
yang disebut autoregulasi cerebral. Pembuluh darah otak melebar dan menyempit
sebagai respon terhadap perubahan tekanan darah, tetapi proses ini dapat terganggu
oleh aterosklerosis, hipertensi kronis, dan cedera akut seperti stroke. Hipertensi kronis
dan tidak terkendali akan memicu kekakuan dinding pembuluh darah kecil yaitu
mikroangiopati. Hipertensi juga akan memicu munculnya timbunan plak pada
18
pembuluh darah besar. Timbunan plak akan menyempitkan lumen pembuluh darah.
Kemudian, ketika terjadi stres dapat mengakibatkan pecahnya plak, paparan kolagen,
agregasi platelet, dan pembentukan bekuan. Bekuan menyebabkan oklusi lokal
kemudian terjadi emboli sampai menuju pembuluh darah dalam otak. Hasil akhir dari
trombus dan emboli adalah oklusi arteri, penurunan aliran darah otak dan menyebabkan
iskemik (Fagan et al, 2014).
Ketika aliran darah lokal otak menurun dibawah 20 mL/ 100 g per menit, iskemia dapat
terjadi dan ketika pengurangan lebih lanjut dibawah 12 mL/ 100 g per menit bertahan,
kerusakan permanen otak terjadi yang disebut infark. Penurunan dalam penyediaan
nutrisi ke sel iskemik menyebabkan berkurangnya fosfat seperti Adenosine
Triphosphate (ATP) yang diperlukan untuk menjaga ketahanan membran. Selanjutnya,
kalsium ekstraseluler terakumulasi dan pada saat yang bersamaan, natrium dan air
tertahan menyebabkan sel mengembang dan lisis. Ketidakseimbangan elektrolit juga
menyebabkan depolarisasi sel dan masuknya kalsium ke dalam sel. Peningkatan
kalsium intraseluler mengakibatkan aktivasi lipase, protease, dan endonukleat dan
pelepasan asam lemak bebas dari membran fosfolipid. Depolarisasi neuron
mengakibatkan pengeluaran asam amino seperti glutamate dan aspartat yang
menyebabkan kerusakan saraf ketika dikeluarkan secara berlebihan. Akumulasi dari
asam lemak bebas, termasuk asam arachidonat menyebabkan pembentukan
prostaglandin, leukotrin dan radikal bebas. Meningkatnya produksi radikal bebas
menyebabkan terjadinya asidosis intraseluler. Peristiwa ini terjadi dalam waktu 2
sampai 3 jam dari onset iskemi dan berkontribusi pada kematian sel. Target untuk
intervensi dalam proses patofisiologis setelah iskemia serebral termasuk masuknya sel
– sel inflamasi aktif dan inisiasi apoptosis atau sel mati dapat mengganggu pemulihan
dan perbaikan jaringan otak (Fagan et al, 2014).
3.2.4 Etiologi Stroke Iskemik
Etiologi dari penyakit Stroke Iskemik adalah banyak pasien yang memiliki lebih dari
satu faktor resiko untuk perkembangan penyakit stroke iskemik Faktor risiko yang
dapat menimbulkan stroke iskemik dapat dibagi menjadi dua yaitu faktor risiko yang
dapat dimodifikasi dan faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi.
Faktor risiko yang dapat dimodifikasi yaitu: merokok, hipertensi, hiperlipidemia,
fibrilasi atrium, penyakit jantung iskemik, penyakit katup jantung, diabetes mellitus,
obesitas dan gaya hidup.
1. Merokok
Tingkat kematian penyakit stroke karena merokok di Amerika Serikat pertahunnya
diperkirakan sekitar 21.400 (tanpa ada penyesuaian untuk faktor resiko) dan 17.800
(setelah ada penyesuaian), ini menunjukkan bahwa rokok memberikan kontribusi
terjadinya stroke yang berakhir dengan kematian sekitar 12% sampai 14% (Goldstein
et al, 2011).
2. Hipetensi
19
Hipertensi merupakan faktor risiko terpenting untuk semua tipe stroke, baik stroke
iskemik maupun stroke perdarahan. Peningkatan risiko stroke terjadi seiring dengan
peningkatan tekanan darah. Walaupun tidak ada nilai pasti korelasi antara peningkatan
tekanan darah dengan risiko stroke, diperkirakan risiko stroke meningkat 1,6 kali setiap
peningkatan 10 mmHg tekanan darah sistolik, dan sekitar 50% kejadian stroke dapat
dicegah dengan pengendalian tekanan darah. Beberapa peneliti melaporkan bahwa
apabila hipertensi tidak diturunkan pada saat serangan stroke akut dapat
mengakibatkan edema otak, namun berdasarkan penelitian dari Chamorro
menunjukkan bahwa perbaikan sempurna pada stroke iskemik dipermudah oleh adanya
penurunan tekanan darah yang cukup ketika edema otak berkembang sehingga
menghasilkan tekanan perfusi serebral yang adekuat (Goldstein et al, 2011).
3. Hiperlipidemia
Hiperlipidemia dapat menyebabkan aterosklerosis. Aterosklerosis berperan dalam
menyebabkan penyakit jantung koroner dan stroke itu sendiri. Karena kolestrol tidak
dapat langsung larut dalam darah dan cenderung menempel di pembuluh darah,
akibatnya kolestrol membentuk bekuan dan plak yang menyumbat arteri dan akhirnya
memutuskan aliran darah ke jantung (menyebabkan serangan jantung) dan ke otak
(menyebabkan stroke) (Goldstein et al, 2011).
4. Penyakit jantung
Atrial fibrilasi (AF) merupakan gangguan irama yang banyak menyerang pria dewasa,
AF ditemukan pada 1–1,5% populasi dinegara– negara barat dan merupakan salah satu
faktor risiko independen stroke. AF dapat menyebabkan risiko stroke atau emboli
menjadi 5 kali lipat daripada pasien tanpa AF. Kejadian stroke yang didasari oleh AF
sering diikuti dengan peningkatan morbiditas, mortalitas, dan penurunan kemampuan
fungsi daripada stroke karena penyebab yang lain. Risiko stroke karena AF meningkat
jika disertai dengan beberapa faktor lain, yaitu jika disertai usia >65 tahun, hipertensi,
diabetes melitus, gagal jantung, atau riwayat stroke sebelumnya (Goldstein et al, 2011).
5. Diabetes mellitus
Orang dengan diabetes mellitus lebih rentan terhadap aterosklerosis dan peningkatan
prevalensi proaterogenik, terutama hipertensi dan lipid darah yang abnormal. Pada
tahun 2007 sekitar 17,9 juta atau 5,9% orang Amerika menderita diabetes. Berdasarkan
studi case control pada pasien stroke dan studi epidemiologi prospektif telah
menginformasikan bahwa diabetes dapat meningkatkan risiko stroke iskemik dengan
risiko relatif mulai dari 1,8 kali lipat menjadi hampir 6 kali lipat. Berdasarkan data dari
Center for Disease Control and Prevention 1997-2003 menunjukkan bahwa prevalensi
stroke berdasarkan usia sekitar 9% stroke terjadi pada pasien dengan penyakit diabetes
pada usia lebih dari 35 tahun (Goldstein et al, 2011).
6. Obesitas
Makan berlebihan dapat menyebabkan kegemukan (obesitas). Obesitas lebih cepat
terjadi dengan pola hidup pasif (kurang gerak dan olahraga).Jika makanan yang
dimakan banyak mengandung lemak jahat (seperti kolestrol), maka ini dapat
20
menyebabkan penimbunan lemak disepanjang pembuluh darah.Penyempitan
pembuluh darah ini menyebabkan aliran darah kurang lancar dan memicu terjadinya
aterosklerosis atau penyumbatan dalam pembuluh darah yang pada akhirnya beresiko
terserang stroke. Penyumbatan tersebut biasanya diakibatkan oleh plak-plak yang
menempel pada dinding pembuluh darah (Goldstein et al, 2011)
7. Gaya hidup
Gaya hidup seringkali dikaitkan sebagai pemicu berbagai penyakit yang menyerang,
baik pada usia produktif maupun usia lanjut. Salah satu contoh gaya hidup yaitu
berkaitan dengan pola makan. Generasi muda biasanya sering menerapkan pola makan
yang tidak sehat dengan seringnya mengkonsumsi makanan siap saji yang banyak
mengandung lemak dan kolesterol namun rendah sehat. Kemudian, seringnya
mengonsumsi makanan yang digoreng atau makanan dengan kadar gula tinggi dan
berbagai jenis makanan yang ditambah zat pewarna/penyedap/pemanis dan lain-lain.
Faktor gaya hidup lain yang dapat beresiko terkena stroke yaitu sedentary life style
atau kebiasaan hidup santai dan malas berolah raga. Hal ini dapat mengakibatkan
kurangnya kemampuan metabolisme tubuh dalam pembakaran zat-zat makanan yang
dikonsumsi. Sehingga, beresiko membentuk terjadinya tumpukan kadar lemak dan
kolestrol dalam darah yang beresiko membentuk ateroskelorosis (plak) yang dapat
menyumbat pembuluh darah yang dapat berakibat pada munculnya serangan jantung
dan stroke (Goldstein et al, 2011)
Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi yaitu: usia, jenis kelamin, ras, dan riwayat
keluarga (Fagan et al, 2014).
1. Usia
Beberapa penelitian membuktikan bahwa 2/3 serangan stroke terjadi pada usia diatas
65 tahun. Meskipun demikian, bukan berarti usia muda atau produktif akan terbebas
dari serangan stroke (Wiwit, 2010).
2. Jenis kelamin
Stroke menyerang laki-laki 19% lebih banyak dibandingkan perempuan. Hal ini
dikarenakan perempuan memiliki hormon esterogen yang berperan dalam
mempertahankan kekebalan tubuh sampai menopause dan sebagai proteksi atau
pelindung pada proses ateroskerosis. Namunsetelah perempuan tersebut mengalami
menopouse, besar risiko terkena stroke antara laki-laki dan perempuan menjadi sama
(Wiwit, 2010).
3. Riwayat keluarga
Dari sekian banyak kasus stroke yang terjadi, sebagian besar penderita stroke memiliki
faktor riwayat stroke dalam keluarganya. Keturunan dari penderita stroke diketahui
menyebabkan perubahan penanda aterosklerosis awal, yaitu proses terjadinya
timbunan zat lemak dibawah lapisan dinding pembuluh darah yang dapat memicu
terjadinya stroke. Beberapa penelitian lain yang telah dilakukan mengesankan bahwa
riwayat stroke dalam keluarga mencerminkan suatu hubungan antara faktor genetis
21
dengan tidak berfungsinya lapisan dinding pembuluh darah dalam arteri koronaria
(Wiwit, 2010).
4. Ras
Stroke lebih banyak menyerang dan menyebabkan kematian pada ras kulit hitam, Asia
dan Kepulauan Pasifik, serta Hispanik dibandingkan kulit putih. Menurut Price dan
Wilson (2006) bahwa orang Amerika keturunan Afrika memiliki angka resiko yang
lebih tinggi daripada orang Kaukasia. Dengan kata lain, orang berkulit hitam lebih
beresiko terkena stroke. Orang kulit hitam lebih banyak terkena hipertensi daripada
orang berkulit putih karena berkaitan dengan pola konsumsi garam (Wiwit, 2010).
3.2.5 Tanda dan Gejala Stroke
Tanda dan gejala neurologis yang timbul pada stroke tergantung berat ringannya
gangguan pembuluh darah dan lokasinya, diantaranya yaitu:
1. Kelumpuhan wajah atau anggota badan (biasanya hemiparesis) yang timbul
mendadak.
2. Gangguan sensibilitas pada satu atau lebih anggota badan (gangguan
hemisensorik).
3. Perubahan mendadak status mental (konvusi, delirium. Letargi, stupor, atau koma).
4. Afisia (bicara tidak lancar, kurangnya ucapan, atau kesulitan memahami ucapan).
5. Disartria (bicara pelo atau cadel)
6. Gangguan penglihatan (hemianopia atau monokuler) atau diplopia.
7. Ataksia (trunkal atau anggota badan).
8. Vertigo, mual dan muntah, atau nyeri kepala.
3.2.6 Manifestasi Klinik Stroke Iskemik
Manifestasi klinis yang terjadi antara lain mengalami kelemahan pada satu sisi tubuh,
ketidakmampuan untuk berbicara, kehilangan penglihatan, vertigo dan sakit kepala
mungkin terjadi. Gambaran klinis stroke iskemik tergantung pada area otak yang
mengalami iskemik (Sjahrir et al., 2011).
3.2.7 Terapi Stroke Iskemik
Terapi Stroke Iskemik terbagi menjadi 2 yaitu terapi non farmakologi dan terapi
farmakologi sebagai berikut:
22
b. Terapi pemeliharaan stroke
Terapi non farmakologi juga diperlukan pada pasien paska stroke. Pendekatan
interdisipliner untuk penanganan stroke yang mencakup rehabilitasi awal sangat efektif
dalam pengurangan kejadian stroke berulang pada pasien tertentu.Pembesaran karotid
dapat efektif dalam pengurangan risiko stroke berulang pada pasien komplikasi
berisiko tinggi selama endarterektomi. Selain itu modifikasi gaya hidup berisiko
terjadinya stroke dan faktor risiko juga penting untuk menghindari adanya kekambuhan
stroke. (Fagan et al, 2014).
ii) Terapi farmakologi
a. Terapi akut
American Stroke Association telah membuat dan menerbitkan panduan yang
membahas pengelolaan stroke iskemik akut. Secara umum, hanya dua agen
farmokologis yang direkomendasikan dengan rekomendasi kelas A adalah jaringan
intravena plasminogen activator (tPA) dalam waktu 3 jam sejak onset dan aspirin
dalam 48 jam sejak onset (Sukandar et al, 2013)
23
- Hitung trombosit ≤ 100.000/mm3
- Konsentrai glukosa darah > 50 mg/dl (2,7 mmol/I)
- Tidak ada kebutuhan untuk langkah agresif dalam menurunkan tekanan darah
hingga batas yang telah disebutkan di atas
2) Antikoagulan merupakan terapi untuk mencegah terjadinya trombus pada arteri.
Antikoagulan yang dapat digunakan adalah warfarin, heparin atau golongan LMWH
(Low Molecular Weight Heparin) (Sjahrir et al., 2011). Warfarin merupakan
pengobatan yang paling efektif untuk pencegahan stroke pada pasien dengan
fibrilasi atrial. Pada pasien dengan fibrilasi atrial dan sejarah stroke atau TIA, resiko
kekambuhan pasien merupakan salah satu resiko tertinggi yang diketahui. Secara
umum pemberian heparin, LMWH atau Heparinoid setelah stroke iskemik tidak
direkomendasikan karena pemberian antikoagulan (heparin, LMWH, atau
heparinoid) secara parenteral meningkatkan komplikasi perdarahan yang serius.
Penggunaan warfarin direkomendasikan baik untuk pencegahan pada pasien dengan
atrial fibrilasi. Penggunaan warfarin harus hati-hati karena dapat meningkatkan
risiko perdarahan. Pemberian antikoagulan rutin terhadap pasien stroke iskemik
akut dengan tujuan untuk memperbaiki outcome neurologic atau sebagai
pencegahan dini terjadinya stroke ulang tidak direkomendasi (PERDOSSI, 2011).
3) Antiplatelet merupakan untuk mencegah terjadinya trombus, The American Heart
Association / American Stroke Association (AHA/ASA) merekomendasikan
pemberian terapi antitrombotik digunakan sebagai terapi pencegahan stroke
iskemik sekunder, biasanya digunakan asetosal, clopidogrel, cilostastol dan
dipiridamol (Sjahrir et al, 2011).
4) Neuroprotektan merupakan golongan obat yang dapat bersifat neuroprotektif, yaitu
bisa menghambat proses sitotoksik yang merusak sel saraf dan sel glia. Obat yang
sering digunakan adalah sitikolin. Pada stroke iskemik akut, dalam batas waktu
tertentu sebagian besar jaringan neuron dapat dipulihkan. Pada mempertahankan
fungsi jaringan adalah sebagaimana tujuan dari apa yang disebut sebagai strategi
neuroprotektif. Cara kerja metode ini adalah menurunkan aktivitas metabolisme
dan tentu saja kebutuhan oksigen sel–sel neuron. Dengan demikian neuron
terlindungi dari kerusakan lebih lanjut akibat hipoksia berkepanjangan atau
eksitotoksisitas yang dapat terjadi akibat jenjang glutamat yang biasanya timbul
setelah cedera sel neuron. (Sjahrir et al., 2011).
5) Antihipertensi untuk menurunkan tekanan darah pada penderita stroke iskemik.
Golongan obat oral yang digunakan untuk pengendalian tekanan darah antara lain:
diuretika, penghambat angiotensin converting enzyme (ACE-Inhibitor),
penghambat reseptor angiotensin (angiotensin receptor blocker, ARB), dan
penghambat kanal kalsium (calcium channel blocker, CCB). Hipertensi pada stroke
iskemik, terapi yang diberikan secara parenteral biasanya dalah labetalol,
nikardipin, diltiazem, dan nitrogliserin (Sjahrir et al., 2011).
Tabel III.1 Terapi Farmakologi Penyakit Stroke Iskemik (Sukandar et al, 2013)
24
Penanganan Akut Alteplase 0.9 mg/kg iv Alteplase (dosis variasi)
(maksimum 90 kg) sampai 1 intraarteri hingga 6 jam setelah
jam pada pasien terpilih dalam onset pada pasien terpilih
onset 3 jam
Apirin 160-325 mg setiap hari
dimulai dalam 48 jam onset
Pencegahan Sekunder
Nonkardiomegali Aspirin 50-325 mg setiap hari
Clopidogrel 75 mg setiap hari Tiklopidin 250 mg dua kali
sehari
Aspirin 25 mg + pelepasan
lebih luas dipiridamol 200 mg
dua kali sehari
Kardiomegali (terutama Warfarin (INR=2,5)
fibrinasi atrial)
Semua Inhibitor ACE dan diuretic atau
ARB penurun tekanan darah
Statin
(140−U) x BB
KK = x Konstanta
(72 x cr)
Keterangan :
KK: Klirens kreatinin (bersihan kreatinin) dalam ml/menit
U: Umur dalam tahun BB : Berat badan dalam kilogram
Cr: Nilai kreatinin serum (darah) dalam mg/dL
Konstanta: Laki-laki = 1 Perempuan = 0,85
Klasifikasi atas dasar derajat penyakit dapat dilihat di tabel berikut (Eknoyan et al,
2013):
25
Tabel III.2 Klasifikasi Derajat CKD Berdasarkan LFG
Sedangkan klasifikasi atas dasar diagnosis etiologi dilihat di tabel berikut (Eknoyan et
al, 2013):
Tabel III.3 Klasifikasi Berdasarkan Etiologi
26
dengan adanya luka atau inflamasi. Akibat adanya kerusakan sel secara langsung dapat
menigkatkan hilangnya nefron secara progresif (Joy et al, 2008).
Gambar III.1 Mekanisme kerusakan pada penyakit ginjal (Sukandar et al, 2013)
3.2.11 Etiologi Chronic Kidney Disease (CKD)
Etiologi dari penyakit gagal ginjal kronik adalah banyak pasien yang memiliki lebih
dari satu faktor resiko untuk perkembangan penyakit gagal ginjal kronik. Menurut
(Dipiro et al, 2015), Faktor resiko gagal ginjal kronik dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu
faktor kerentanan, faktor inisiasi, dan faktor progresi. Faktor kerentanan pada GGK
belum terbukti secara langsung dapat menyebabkan kerusakan ginjal, namun dapat
berguna untuk mengidentifikasi populasi yang memiliki resiko tinggi terhadap GGK.
Diantaranya adalah lanjut usia, pendapatan rendah atau pendidikan, dan riwayat
keluarga GGK. Faktor inisiasi adalah kondisi yang secara langsung dapat
menyebabkan kerusakan ginjal dan dapat diubah dengan terapi farmakologi . Terdapat
tiga faktor inisiasi yang dapat menyebabkan GGK, meliputi diabetes melitus (44%),
hipertensi (22%) dan gangguan glomerular (8%). Faktor progresi merupakan faktor-
faktor yang dapat menyebabkan peningkatan laju penurunan fungsi ginjal pada pasien
yang sudah mengalami kerusakan ginjal, seperti proteinuria, hipertensi, diabetes
melitus, hiperlipidemia, dan obesitas (Dipiro et al, 2015). Menurut (Aisara et al, 2018),
penyakit ginjal kronis (PGK) merupakan penyakit multihit prosess dease, ketika
mengalami suatu gangguan fungsi ginjal, banyak faktor yang akan memperberat
perjalanan penyakit. Faktor tersebut dikenal sebagai faktor progresivitas PGK sebagai
berikut:
27
Tabel III.4 Faktor- Faktor yang Berperan dalam Progresivitas CKD
Tidak dapat dimodifikasi Dapat dimodifikasi
• Usia • Hipertensi
• Jenis kelamin (lai-laki lebih cepat) • Proteinurea
• Ras (ras Afrika-Amerika lebih cepat) • Albuminurea
• Genetik • Glikemia
• Hilangnya massa ginjal • Obesitas
• Dislipidemia
• Merokok
• Kadar asam urat
1. Hiperkalemia
Kalium merupakan salah satu kation intraseluler utama. Nilai normal konsentrasi
kalium dalam plasma adalah 3,5 – 5,0 mmol/L. Dikatakan hiperkalemia dimana jumlah
dari kalium lebih dari 5,0 mmol/L. Keseimbangan gradien konsentrasi kalium didalam
tubuh diatur oleh pompa Na+ / K+ -ATPase yang secara aktif mengangkut K+ kedalam
28
sel dan Na+ keluar dari sel dengan perbandingan 2 : 3. Hiperkalemia dapat terjadi
akibat adanya pelepasan K+ dari sel atau penurunan eksresi ginjal, karena adanya
gangguan sekresi atau berkurangnya pembebasan zat terlarut distal. Penurunan sekresi
K+ oleh sel utama disebabkan karena adanya gangguan pada reabsorbsi Na+ atau
peningkatan reabsorbsi Cl- (McPhee et al, 2010).
2. Anemia
Anemia merupakan akibat yang umum terjadi pada pasien CKD yang ditandai dengan
penurunan kadar haemoglobin dan kebanyakan terjadi pada pasien CKD stage 4 dan 5.
Gejala yang muncul berupa rasa lelah dan edema. Beberapa faktor yang dapat
menyebabkan kondisi anemia meliputi masa hidup sel darah merah yang singkat,
supresi sumsum, kekurangan zat besi ataupun folat karena asupan makanan yang
buruk, dan juga adanya peningkatan hilangnya cairan seperti perdarahan
gastrointestinal. Namun penyebab utama anemia adalah akibat kerusakan sel pertibular
yang menyebabkan sekresi eritropoietin yang tidak adekuat. Hormon ini dihasilkan
oleh ginjal, yang merupakan hormon pengatur utama proliferasi sel darah merah dan
diferensiasi sumsum tulang (McPhee et al, 2010).
3. Hiperurisemia
Hiperurisemia dapat disebabkan oleh adanya peningkatan produksi atau penurunan
ekrskresi dari asam urat atau kombinasi dari kedua proses tersebut. Ginjal akan
membersihkan asam urat dari plasma dan menjaga keseimbangan fisiologis. Asam urat
adalah hasil akhir pemecahan purin pada manusia. Secara normal, 2/3 sampai 3/4 asam
urat diekskresikan oleh ginjal dan sebagian besar dieliminasi melalui usus.
Hiperurisemia dapat disebabkan karena peningkatan produksi dan atau penurunan
ekskresi asam urat. Dikatakan hiperurisemia apabila konsentrasi asam urat plasma >
408 µmol/L (6,8 mg/dL) (Wortmann, 2010).
4. Hiperfosfatemia
Penyebab dari hiperfosfatemia adalah kadar atau jumlah PTH (Parathyroid Hormone)
dalam tubuh yang berlebihan, biasanya disebut sebagaihiperparatiroid. Hiperparatiroid
sekunder dan gangguan pada tulang berhubungan dengan metabolisme mineral yang
abnormal, seperti (1) GFR yang menurun akan menyebabkan penurunan eksresi fosfat
dan dengan demikian terjadi retensi fosfat, (2) Adanya fosfat akan merangsang
peningkatan sintesis PTH dan pertumbuhan massa kelenjar paratiroid, (3) Penurunan
kadar kalsium terionisasi, akibat berkurangnya produksi kalsitriol dan retensi fosfat
pada gagal ginjal (McPhee et al, 2010).
5. Proteinuria
Kondisi proteinuria pada penderita CKD sangat umum terjadi dan prevalensi dari
proteinuri meningkat dengan keadaan yang semakin parah pada GGK dengan
penurunan LFG mencapai < 45 ml/menit/1,73m2. Faktor pemicu dari proteinuria
meliputi gangguan pada glomerulus dan gagalnya reabsorbsi protein pada tubulus.
Kondisi proteinuria ( > 1 gram protein dalam 24 jam pengumpulan urin) biasanya dapat
mengindikasikan gangguan pada glomerulus. Protein yang sudah terfiltrasi secara
29
normal akan tereabsorbsi oleh tubulus proksimal, karena terjadi kerusakan pada
membran tubular menyebabkan kebocoran sehingga menyebabkan infiltrasi makrofag.
Makrofag akan menghasilkan mediator inflamasi, sehingga terjadi inflamasi pada
ginjal (McPhee et al, 2010).
7. Keseimbangan Na+
Pasien dengan gagal ginjal kronik biasanya sedikit banyak mengalami penurunan
ekskresi garam dan air oleh ginjal. Pada kondisi tersebut pasien akan cepat mengalami
deplesi cairan ekstraseluler (CES) yang memperburuk fungsi ginjal. Tanda dan gejala
dari kondisi hipernatremia adalah hipertensi, merasa haus, demam dan pusing (McPhee
et al, 2010).
8. Uremia
Berbagai macam zat seperti urea, kreatinin dan air biasanya diekskresikan oleh ginjal.
Saat fungsi ginjal terganggu akan terjadi penumpukan zat-zat terebut. Tingkat urea
dalam darah merupakan parameter utama yang digunakan untuk menunjukkan tingkat
akumulasi toksin urea pada darah. Kebanyakan kondisi tersebut terjadi pada GGK
tingkat lanjut (McPhee et al, 2010).
9. Keseimbangan Asam-Basa
Di dalam tubuh, pH arterial sistemik dipertahankan antara 7,35 – 7,45 dengan sistem
penyangga kimia ekstraseluler dan intraseluler secara bersamaan yang dilakukan oleh
sistem pernafasan dan ginjal. Gangguan keseimbangan asambasa yang paling umum
terjadi adalah asidosis metabolik atau alkalosis metabolik, asidosis respiratorik atau
alkalosis respiratorik (McPhee et al, 2010).
Penyebab dari asidosis metabolik dikarenakan berkurangnya fungsi ginjal untuk
menjaga keseimbangan asam-basa yang menyebabkan pH darah menjadi asam. Selain
itu, asidosis metabolik dapat terjadi karena peningkatan produksi asam endogen
(seperti laktat dan asam-keto), kehilangan bikarbonat, atau adanya akumulasi asam,
seperti pada gagal ginjal (McPhee et al, 2010).
3.2.15 Terapi penyakit Chronic Kidney Disease (CKD)
Tujuan utama penatalaksanaan terapi pada gagal ginjal kronik adalah untuk
memperlambat perkembangan dari gagal ginjal, sehingga akan meminimalkan
perkembangan atau tingkat keparahan komplikasi yang terkait. Untuk memperlambat
30
perkembangan CKD terdapat dua perlakuan, yaitu terapi non farmakologi dan terapi
farmakologis sebagai berikut:
a. Hipertensi
Tekanan darah yang terkontrol dapat mengurangi penurunan nilai LFG dan resiko
albuminuria pada pasien CKD. Target tekanan darah yang direkomendasikan adalah
140/90 mmHg atau kurang jika ekskresi albumin dalam urin kurang dari 30 mg/24 jam.
Jika ekskresi albumin dalam urin lebih besar dari 30mg/24 jam, target tekanan darah
yang harus dicapai adalah 130/80 mmHg atau kurang (Dipiro, 2015). Pengobatan lini
pertama diberikan terapi Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACEI) atau
Angiotensin II Receptor Blocker (ARB). Dapat juga ditambahkan dengan diuretik
tiazid (jika kreatinin klirens >30 ml/menit) atau diuretik loop (jika kreatinin klirens
<30 ml/menit), dan sebagai lini ketiga dapat diberikan tambahan obat golongan
Calcium Channel Blockers (CCB) atau Beta Blocker(Dipiro et al, 2015). Tatalaksana
dapat dilihat pada gambar III.2 (Sukandar et al, 2013)
b. Anemia
Dikatakan anemia apabila hemoglobin (Hb) kurang dari 13 g/dL untuk laki-laki dewasa
dan kurang dari 12 g/dL untuk perempuan dewasa (Dipiro et al, 2015). Terapi yang
dapat diberikan adalah Erythropoietic-stimulating agent (ESA) pada semua pasien
CKD dengan Hb antara 9 dan 10 g/dL. Pemberian suplemen zat besi sangat diperlukan
oleh pasien CKD untuk menambah persediaan zat besi yang berkurang karena adanya
kehilangan darah yang terus belanjut dan meningkatnya kebutuhan zat besi. Terapi
pemberian zat besi secara parenteral dapat meningkatkan respon terhadap terapi ESA
dan mengurangi dosis yang dibutuhkan untuk mencapai dan mempertahankan indeks
target. Tatalaksana dapat dilihat pada gambar III.3 (Dipiro et al, 2015).
31
Gambar III.2 Tatalaksana pengobatan hipertensi pada pasien kondisi CKD
(Sukandar et al, 2013)
32
cepat melalui ventilasi menggunakan CO2 dan oksigen tambahan untuk mencegah
hipoksia. Penanganan asidosis respiratorik maupun alkalosis respiratorik dilakukan
dengan memperbaiki pertukaran gas, hal ini dapat dilakukan dengan memberikan
hidroklorida doxapram yang memicu kemoreseptor pusat dan perifer untuk
merangsang ventilasi (O’ Callaghan, 2009).
Gambar III.3 Tatalaksana pengobatan anemia pada pasien CKD (PNI, 2010)
d. Diabetes mellitus
Diabetes melitus merupakan gangguan metabolisme yang ditandai dengan
hiperglikemia yang berhubungan dengan abnormalitas metabolisme karbohidrat,
lemak, dan protein yang disebabkan sekresi insulin atau penurunan sensitivitas insulin,
atau keduanya. Dikatakan diabetes melitus apabila kadar glukosa puasa ≥ 126 mg/dL
atau pada 2 jam setelah makan ≥ 200 mg/dL atau HbA1c ≥ 8 %. Terapi intensif pada
pasien dengan diabetes tipe 1 dan 2 dapat mengurangi komplikasi mikrovaskular,
termasuk nefropatik. Teapi intensif termasuk insulin atau obat oral dan melibatkan
33
pengukuran kadargula darah setidaknya tiga kali sehari. Kontrol optimal terhadap
hiperglikemia dan hipertensi dapat mengurangi laju penurunan GFR dan albuminuria,
dapat dilihat pada gambar III.4 (Sukandar et al, 2013).
Gambar III.4 Tatalaksana pengobatan diabetes mellitus pada pasien kondisi CKD
(Sukandar et al, 2013)
34
Tabel III.5 Rekomendasi Nutrisi Harian pada Pasien PGK Stadium 1-5
(Goldstein et al, 2011)
35
3.2.18 Data Labolatorium
Terdapat beberapa tes laboratorium yang dapat dilakukan untuk mendeteksi adanya
penyakit gangguan ginjal. Berikut adalah beberapa parameter pemeriksaan yang dapat
digunakan untuk mengetahui penyakit ginjal:
a. Urinalisis
Urinalisis merupakan tes yang sering dilakukan karena biayanya yang lebih murah dan
prosedurnya lebih mudah. Tes ini dapat digunakan untuk mengetahui fungsi
metabolisme didalam tubuh (Fischbach et al, 2009).
c. Kreatinin klirens
Kreatinin klirens dapat digunakan untuk memperkirakan LFG dan digunakan sebagai
pengukur kemampun ginjal untuk membersihkan kreatinin dari darah. Nilai normal
kreatinin klirens pada laki – laki adalah 82 – 125 mL/ menit, sedangkan nilai normal
pada perempuan adalah 75 – 115 mL/menit. Pada penderita gagal ginjal kronik nilai
kreatinin klirensnya mengalami penurunan (Fischbach et al, 2009)
d. Serum kreatinin.
Nilai normal serum kreatinin pada laki – laki adalah 0,6 – 1,2 mg/dL, sedangkan pada
wanita adalah 0,4 – 1,0 mg/dL (Fischbach et al, 2009).
e. BGA (Blood Gases Analysis)
BGA (Blood Gases Analysis) untuk mengetahui beberapa parameter diantaranya
adalah (Fischbach et al, 2009):
36
Tabel III.7 Parameter BGA
Tes BGA Nilai Normal
Ion H+ 35 – 45 mmol/L
pH darah 7,35 – 7,45
pO2 10,6 – 12,6 kPa
pCO2 4,7 – 6,0 kPa
Base Excess ± 2 mmol/L
f. Anion gap
Anion gap merupakan perbedaan antara kation terukur dengan anion terukur yang
terdapat dalam plasma. Berikut adalah nilai normal ion yang digunakan dalam
perhitungan anion gap:
Sodium (Na+ ) : 137 – 144 mmol/L
Pottasaium (K+ ) : 3,5 – 5,0 mmol/L
Klorida (Cl- ) : 95 – 107 mmol/L
Bikarbonat (HCO3 - ) : 20 – 28 mmol/L
(Fischbach et al, 2009).
3.3. Pelaksanaan Pemantauan Terapi Obat
3.3.1. Obat yang digunakan Selama Terapi Pengobatan Pasien
a. Amlodipin
Indikasi: Hipertensi, Profilaksis angina pectoris (DIH, 2012).
Mekanisme Kerja: menyebabkan relaksasi jantung dan otot polos dengan menghambat
saluran kalsium yang sensitive terhadap tegangan (voltage sensitive), sehingga
mengurangi masuknya kalsium ekstraseluler ke dalam sel. Relaksasi otot polos
vascular menyebabkan vasodilatasi dan berhubungan dengan reduksi tekanan darah.
(DIH, 2012).
Dosis: Hipertensi, dosis awal 5 mg sekali sehari, dosis maksimal 10 mg sekali sehari
Menurut JNC 7, 2,5 mg – 10 mg sekali sehari; Angina, dosis biasa 5 – 10 mg; angina
5 mg sekali sehari (DIH, 2012).
Kontra Indikasi: syok kardiogenik, angina tidak stabil, stenosis aorta yang signifikan,
menyusui (DIH, 2012).
Efek Samping: nyeri abdomen, mual, palpitasi, wajah memerah, edema, gangguan
tidur, sakit kepala, pusing, letih; Jarang terjadi:gangguan saluran cerna, mulut kering,
gangguan pengecapan, hipotensi, pingsan, nyeri dada, dispnea, rhinitis, perubahan
perasaan, tremor, paraestesia, gangguan kencing, impoten, ginekomastia, perubahan
berat badan, mialgia, gangguan penglihatan, tinitus, pruritus, ruam kulit (termasuk
adanya laporan eritema multiform), alopesia, purpura dan perubahan warna kulit;
Sangat jarang: gastritis, pankreatitis, hepatitis, jaundice, kolestasis, hiperplasia pada
gusi, infark miokard, aritmia, vaskulitis, batuk, hiperglikemia, trombositopenia,
angioedema dan urtikaria (DIH, 2012).
37
b. Asam folat
Indikasi: defisiensi asam folat seperti anemia megaloblastic dan sebagai suplemen
selama kehamilan (DIH, 2012).
Mekanisme Kerja: folat eksogen dibutuhkan untuk sintesis nucleoprotein dan
pemeliharaan eritropoiesis normal. Asam folat menstimulasi produksi sel darah merah,
sel darah putih dan platelet pada anemia megaloblastic (DIH, 2012)
Dosis: Anemia, 0,4 mg/hari; lansia dengan defisiensi vitamin B12 minimum 400
mcg/hari (0,4 mg), pencegahan potensi childbearing, 400 – 800 mcg/hari (DIH,2012)
Anemia megaloblastik dosis 5 mg, 1 kali sehari, selama 4 bulan. Dosis dapat
ditingkatkan menjadi 15 mg 1 kali sehari pada keadaan malabsorpsi. Selanjutnya dapat
diberikan dosis pemeliharaan yaitu 5 mg setiap 1-7 hari (MIMS, 2021)
Kontra Indikasi: jika terdapat hipersensitivitas terhadap asam folat, ditandai dengan
eritema, ruam, gatal, kelemahan umum, bronkospasme, dan anafilaksis (Drugs.com;
MIMS, 2018).
Efek Samping: Efek samping asam folat yang tidak diinginkan (adverse effect) meliputi
reaksi alergi, flushing, malaise, bronkospasme, mual, kehilangan nafsu makan,
kembung, sakit perut, rasa pahit atau tidak enak di mulut, kebingungan, kesulitan
berkonsentrasi, gangguan tidur, depresi dan dapat merasa bersemangat atau mudah
tersinggung (Drugs.com; MIMS, 2018).
c. Allopurinol
Indikasi: Profilaksis gout dan batu asam urat, kalsium oksalat di ginjal (MIMS, 2018)
Mekanisme Kerja: inhibitor xantin oksidase dan mempengaruhi perubahan hipoxantin
menjadi xantin yang kemudian akan menjadi asam urat (DIH, 2012)
Dosis: Dosis awal 100 -300 mg/hari. Kondisi sedang: 300 - 600 mg/hari. Kondisi berat:
700 - 900 mg/hari. Dosis tunggal maksimum 300 mg (MIMS,2018)
Kontra Indikasi: Hipersensitif terhadap Allopurinol (ISO, 2019)
Efek Samping: Efek samping yang mungkin terjadi dalam penggunaan obat adalah:
Hipersensitivitas. Gangguan kulit dan jaringan subkutan: pruritus, urtikaria, alopecia.
Gangguan gastrointestinal: Mual, muntah, diare, sakit perut, dispepsia, kehilangan
indera perasa, gastritis. Mengantuk dan sakit kepala (ISO, 2019)
d. CaCO3
Indikasi: pengobatan dan pencegahan defisiensi kalsium atau hiperfosfatemia (MIMS,
2018)
Mekanisme Kerja: Membantu mencegah atau mengurangi tingkat keropos tulang.
Kalsium dalam garam kalsium memoderasi kinerja saraf dan otot dan memungkinkan
fungsi jantung normal. Juga digunakan untuk mengobati hiperfosfatemia pada pasien
dengan insufisiensi ginjal lanjut dengan membentuk kompleks dengan makanan yang
mengandung fosfat untuk membentuk kalsium fosfat yang tidak larut, yang
diekskresikan dalam tinja. Hal ini karena Fosfat dapat mengikat kalsium yang ada
dalam tubuh sehingga bisa menyebabkan pengeroposan tulang (DIH, 2012)
Dosis: Kondisi:Asam lambung berlebih Dewasa: 0,5–3 gram, saat gejala muncul.
Dosis maksimal 8 gram per hari dengan durasi pengobatan sampai 2 minggu. Anak-
38
anak usia 2–5 tahun: 0,375–0,4 gram saat gejala muncul. Dosis maksimal 1,5 gram per
hari dengan durasi pengobatan sampai 2 minggu. Anak-anak usia 6–11 tahun: 0,75–
0,8 gram saat gejala muncul. Dosis maksimal 3 gram per hari dengan durasi pengobatan
sampai 2 minggu. Anak-anak usia ≥12 tahun: 0,5–3 gram saat gejala muncul. Dosis
maksimal 7,5 gram per hari dengan durasi pengobatan sampai 2 minggu.
Kondisi: Kekurangan kalsium (hipokalsemia) Dewasa: 0,5–4 gram per hari, terbagi
dalam 1–3 dosis. Anak-anak usia 2–4 tahun: 0,75 gram, 2 kali sehari. Anak-anak usia
≥4 tahun: 0,75 gram, 3 kali sehari. Kondisi: Kelebihan fosfor (hiperfosfatemia) pada
penderita gagal ginjal kronis dewasa: 3–7 gram per hari yang dibagi ke dalam beberapa
dosis (DIH, 2012)
Kontra indikasi: Hipersensitif terhadap CaCO3 (ISO, 2019)
Efek samping: Sakit kepala, hipofosfatemia, hiperkalsemia, Sembelit, efek pencahar,
rebound asam, mual, muntah, anoreksia, sakit perut, xerostomia, perut kembung (ISO,
2019)
e. Candesartan
Indikasi: Hipertensi untuk kasus alternative yang berguna untuk pasien yang harus
menghentikan ACE-Inhibitor akibat batuk persisten atau intoleransi dengan ACE-
Inhibitor. Obat ini digunakan untuk tatalaksana gagal jantung atau nefropati akibat
diabetes (DIH, 2012)
Mekanisme kerja: Antagonis Reseptor Angiotensin, Angotensin II bertindak sebagai
vasokonstriktor. Selain menyebabkan vasokonstriksi langsung, angiotensin II juga
merangsang pelepasan aldosteron yang menyerap kembali ion natrium dan air sehingga
tekanan darah naik. Candesartan berikatan dengan reseptor angiotensin I sehingga
mencegah angiotensin I mengikat reseptor dan mencegah terjadinya vasokontriksi dan
efek sekresi aldosterone dari angiotensin II (DIH, 2012)
Dosis : Hipertensi awal 16 mg sekali sehari; titrasi respon dalam 2 minggu, efek
antihipertensi diamati); 8 – 32 mg/ hari dalam 1 – 2 dosis terbagi, dosis maksimal 32
mg/hari. Gagal jantung awal 4 mg sekali sehari, gandakan dosis pada interval 2 minggu,
sesuai toleransi, dosis target 32 mg sekali sehari; Gunakan hati hati jika nilai GFR
kurang dari 15 mL/menit. (DIH, 2012)
Kontra Indikasi: Hipersensitif terhadap candesartan, pasien hamil dan menyusui (ISO,
2019)
Efek Samping: hipotensi, pusing, penurunan fungsi ginjal, hiperkalemia, dan reaksi
alergi seperti ruam kulit, urtikaria, dan pruritus (Drugs.com; ISO, 2019).
f. Cefixime
Indikasi: infeksi saluran kemih tanpa komplikasi, infeksi saluran nafas atas (otitis
media, faringitis, tonsillitis), infeksi saluran nafas bawah (bronkitis) (MIMS, 2018).
Mekanisme kerja: menghambat sintesis dinding sel bakteri. Dinding sel bakteri bekerja
melindungi bakteri dari pengaruh luar. Akibat dari dihambatnya dinding sel bakteri
maka, mikroba menjadi tidak tahan terhadap pengaruh luar sehingga mikroba
mengalami lisis dan mati (DIH, 2012)
Dosis: 20 – 30 mg/KgBB/hari dalam dua dosis terbagi selama 7 – 14 hari. Terapi
Gonore servisk/uretra tanpa komplikasi 400 mg dalam dosis tunggal. Penyesuaian
39
dosis pada gangguan ginjal : Clcr 21 – 60 mL/menit atau dengan hemodialisis ginjal
berikan 75% dari dosis standar, Clcr < 20 mL/menit 200 mg sekali sehari (BNF, 2019)
Kontra indikasi: Hipersensitif terhadap cefixime
Efek Samping : efek samping ringan seperti diare, dispepsia, flatus, dan nyeri perut
(Drugs.com; ISO, 2019).
g. Ceftriaxone
Indikasi: infeksi intraabdomen, pyelonephritis akut non komplikasi, psoriasis, infeksi
kulit dan jaringan lunak, pneumonia, profilaksis pada tindakan bedah, sifilis, otitis
media akut, gonorrhea, penyakit radang panggul, meningitis dan endocarditis (DIH,
2012)
Mekanisme kerja: menghambat sintesis dinding sel bakteri. Dinding sel bakteri bekerja
melindungi bakteri dari pengaruh luar. Akibat dari dihambatnya dinding sel bakteri
maka, mikroba menjadi tidak tahan terhadap pengaruh luar sehingga mikroba
mengalami lisis dan mati (DIH, 2012)
Dosis : 1-2 gram setiap 12-24 jam, penyesuaian dosis pada gangguan ginjal umumnya
tidak diperlukan. Catatan: disfungsi ginjal dan hati yang terjadi bersamaan dosis
maksimal 2 gram/hari. Tidak ada dosis penyesuaian yang diperlukan termasuk pasien
dengan hemodialisis intermiten, dialisis peritoneal, atau terapi pengganti ginjal
berkelanjutan (DIH, 2012), 1-2 gram i.v atay i.m sekali sehari atau dalam dosis terbagi
dua kali sehari, durasi dan dosis tergantung pada sifat dan tingkat keparahan infeksi,
total dosis harian tidak boleh melebihi 4 gram (Drugs.com)
Kontra indikasi: Hipersensitif terhadap ceftriaxone (ISO, 2019)
Efek samping : reaksi lokal pada area injeksi, eosinofilia, trombositosis, diare, dan
leukopenia (Drugs.com; ISO, 2019).
h. Cilostazol
Indikasi: Klaudikasio intermiten, Cilostazol juga digunakan untuk terapi preventif
stroke, pasca pemasangan Percutaneous Coronary Intervention (PCI), dan
pemasangan stent endovaskular pada penyakit arteri perifer (DIH, 2012)
Mekanisme kerja: bekerja menghambat enzim 3-phospodiesterase sehingga akan
meningkatkan siklik AMP intraseluler dan akibatnya adalah penghambatan agregasi
platelet (DIH, 2012)
Dosis: 100 mg dua kali sehari (DIH, 2012)
Kontra indikasi: Hipersensitivitas terhadap cilostazol atau komponen formulasi, gagal
jantung dengan tingkat keparahan apapun, gangguan hemostatik atau pendarahan aktif
(DIH, 2012)
Efek samping : ruam sakit kepala, diare, dan palpitasi (DIH, 2012)
i. Citicolin
Indikasi: keadaan akut (kehilangan kesadaran akibat trauma serebral). Keadaan kronik
(gangguan psikiatrik atau saraf akibat apopleksia, trauma kepala dan operasi otak),
memperbaiki sirkulasi darah ke otak termasuk stroke iskemik (MIMS, 2018).
Mekanisme kerja: sebagai neuroprotektan pada level neuronal adalah memperbaiki
membrane sel dengan cara menambah sintesis phosphatidylcholine yang merupakan
40
komponen utama membrane sel pada otak. Meningkatnya sintesis phosphatidylcholine
akan berpengaruh pada perbaikan fungsi membrane sel yang mengarah pada perbaikan
sel (DIH, 2012)
Dosis: oral 500 mg – 1 gram 1 – 2 kali sehari, i.v drip / i.v, i.m injeksi 100 – 500 mg,
1 – 2 kali sehari (MIMS, 2018).
Kontra indikasi: Hipersenstivitas terhadap citicoline (ISO, 2019)
Efek samping: Ruam, insomnnia, sakit kepala (ISO, 2019)
j. Clopidogrel
Indikasi: mencegah kejadian kejadian aterotrombosis pada pasien yang menderita
infark miokard, stroke iskemik, atau penyakit arteri perifer. Sindrom coroner akut
(MIMS, 2018).
Mekanisme kerja: clopidogrel memiliki efek anti agregasi dan menghambat
pembentukan trombus. Obat ini menghambat komponen P2Y12 dari reseptor ADP
pada permukaan trombosit secara irreversibek, sehingga mengurangi agregasi
trombosit (DIH, 2012).
Dosis: 75 mg sekali sehari (DIH, 2012)
Kontra indikasi: hipersensitivitas terhadap clopidogrel dan perdarahan patologis aktif,
misalnya pada ulkus peptikum atau perdarahan intracranial (DIH, 2012)
Efek samping : mual, muntah, nyeri perut, ruam kulit, gatal peningkatan risiko
perdarahan (DIH, 2012)
k. Emibion
Indikasi: anemia kekurangan zat besi, anemia megaloblastik, anemia pernisioasa
Dosis: 1 – 2 kapsul sehari
Kontra indikasi: Ulkus peptikuma aktif, hemokromatosis, anemia hemolitikum,
enteritis regional, dan kolitis ulseratif.
Efek samping: mual, muntah, diare, nyeri perut, anoreksia.
l. Furosemid
Indikasi: pasien dengan retensi cairan yang berat (edema), edema paru akut. Edema
pada sindrom nefrotik, insufisiensi renal kronik (MIMS, 2018)
Mekanisme kerja: menghambat reabsorbsi natrium dan klorida di lengkung henle dan
tubulus distal, mengganggu sistem kotranspor pengikat klorida, sehingga
menyebabkan peningkatan ekskresi air, natrium, klorida, magnesium dan kalsium
(DIH, 2012)
Dosis : Edema, gagal jantung: oral awal 20 – 80 mg/dosis, jika respon tidak memadai,
dapat diulangi dengan dosis yang sama atau meningkatkan dosis dengan peningkatan
20 – 40 mg/dosis dengan interval 6 – 8 jam; dapat dititrasi higga 600 mg/hari dengan
keadaan edema yang parah, interval dosis pemeliharaan biasa adalah sekali atau dua
kali sehari. i.v/i.m awal 20 – 40 mg/dosis, jika respon tidak memadai, dapat mengulang
dosis yang sama atau meningkatkan dosis sebanyak 20 mg/dosis dan mengelola 1 – 2
jam setelah dosis sebelumnya (dosis maksimal 200 mg/dosis). Pedoman ACC/AHA
2009 untuk gagal jantung merekomendasikan dosis tunggal maksimum 160 – 200 mg.
41
infus/i.v dosis bolus 20 – 40 mg selama 1 – 2 menit, diikuti dengan i.v terus menerus,
dosis infus 10 – 40 mg/jam (DIH, 2012)
Kontraindikasi: hipovolemia, hipersensitivitas terhadap furosemid, hiponatremia (ISO,
2019)
Efek samping : hipotensi, hiponatremia, hipokalemia, hipokalsemia, hiperurisemia
(ISO, 2019)
m. Gliquidone
Indikasi: Diabetes Melitus tipe II (MIMS, 2018)
Mekanisme kerja: Meningkatkan produksi dan sekresi insulin dari sel beta pankrease
(DIH, 2012)
Dosis: Awal 15 mg setiap hari sebelum sarapan, kisaran 45 – 60 mg setiap hari dalam
2 – 3 dosis terbagi, dosis tunggal maksimum 60 mg/hari (DIH, 2012)
Kontra indikasi: gangguan fungsi hati, ketoasidosis, porfiria (ISO, 2019)
Efek Samping : Hipoglikemik, peningkatan berat badan (ISO, 2019)
n. Mebo zalf
Indikasi: regenerasi kulit, mengurangi nyeri, luka bakar dan luka gores
Dosis: Oleskan Mebo salep secukupnya setiap 1-2 kali sehari pada bagian yang luka
Kontra indikasi: hipersensitif terhadap salah satu dari komposisi Mebo zalf
Efek samping : Gatal, kulit kering, kemerahan
o. Natrium bicarbonat
Indikasi: Asidosis metabolik, sebagai agen alkalinisasi untuk urin (Sukandar, et al,
2013)
Mekanisme kerja: Menyediakan ion bikarbonat yang menetralkan konsentrasi ion
hidrogen dan meningkatkan pH darah dan urin (Sukandar, et al, 2013)
Dosis:
Gagal ginjal kronis: Oral: Mulai bila HCO3- plasma <15 mEq/L Mulai dengan 20-36
mEq/hari dalam dosis terbagi, titrasi hingga kadar bikarbonat 18-20 mEq/L.
Asidosis tubulus ginjal: Oral: Distal: dewasa 0,5-2 mEq/kg/hari dalam 4-5 dosis
terbagi. Proksimal: Awal: 5-10 mEq/kg/hari; pemeliharaan: Tingkatkan sesuai
kebutuhan untuk mempertahankan bikarbonat serum dalam kisaran normal.
Alkalinisasi urin: Oral: Awal: 48 mEq (4 g), kemudian 12-24 mEq (1-2 g) setiap 4 jam;
dosis harus dititrasi ke pH urin yang diinginkan; dosis hingga 16 g/hari (200 mEq) pada
pasien <60 tahun dan 8 g (100 mEq) pada pasien >60 tahun (Sukandar, et al, 2013)
Asidosis metabolik : 325-2000 mg secara oral 1-4x sehari (drug.com)
Kontra Indikasi: alkalosis, hipernatremia, hipokalsemia (Sukandar, et al, 2013)
Efek Samping: perdarahan serebral, edema, perut kembung (dengan oral), distensi
lambung, edema paru (Sukandar, et al, 2013)
p. Nephrosteril 6%
Indikasi: Suplai asam amino pada gagal ginjal akut dan kronik misalnya dalam
kondisi malnutrisi (MIMS, 2018)
42
Dosis : gagal ginjal kronik 200 mL/hari diinfus melalui vena perifer dengan kecepatan
100 mL/jam (sekitar 25 tetes/menit) atau 400 mL/hari diinfus melalui vena sentral.
Gagal ginjal akut 600 mL/hari diinfus melalui vena sentral (MIMS, 2018)
q. Nicardipin
Indikasi: Pengobatan darurat pada krisis hipertensi akut (MIMS, 2018)
Mekanisme kerja: menyebabkan relaksasi jantung dan otot polos dengan menghambat
saluran kalsium yang sensitive terhadap tegangan (voltage sensitive), sehingga
mengurangi masuknya kalsium ekstraseluler ke dalam sel. Relaksasi otot polos
vascular menyebabkan vasodilatasi dan berhubungan dengan reduksi tekanan darah.
(DIH, 2012).
Dosis : Pengobatan darurat pada krisis hipertensi akut selama operasi:
Nicardipine HCl diencerkan dengan NaCl 0,9% atau glukosa 5% untuk mendapatkan
konsentrasi larutan nicardipine HCl 0,01-0,02% (0,1-1,2 mg/ml).
Larutan diberikan secara infus drip intravena dengan kecepatan infus awal 2-10 mcg/kg
BB/menit sampai nilai tekanan darah yang diinginkan tercapai dan selanjutnya dapat
disesuaikan dengan pemantauan untuk menjaga tekanan darah. Untuk penurunan
tekanan darah yang cepat, nicardipine HCl dapat diberikan dengan dosis lengkap 10-
30 mcg/kg BB/ menit dengan injeksi intravena (DIH, 2012)
Kontra Indikasi: hemostatis tidak lengkap setelah perdarahan intracranial, pasien
dengan peningkatan tekanan intrakranial pada stroke serebrum tahap akut, pasien
dengan riwayat medis hipersensitivitas terhadap nicardipine HCl (ISO, 2019)
Efek Samping: gangguan fungsi hati, takikardia, nyeri angina, peningkatan kreatinin
(ISO, 2019)
r. Paracetamol
Indikasi: Analgetik, Antipiretik (MIMS, 2018)
Mekanisme Kerja : menghambat sintesis prostalglandin di sistem saraf pusat dan
bekerja secara perifer untuk memblokir generasi impuls nyeri; menghasilkan
antipiresis dari penghambatan pusat pengatur panas hipotalamus.
Dosis : Oral/rektal: 325 – 650 mg setiap 4 – 6 jam atau 1000 mg 3 – 4 kali/hari, tidak
melebihi 4 gram/hari, i.v: < 50 Kg : 15 mg/Kg setiap 6 jam atau 12,5 mg/Kg setiap 4
jam; dosis tunggal maksimum 750 mg/dosis. Dosis harian maksimum 75 mg/Kg/hari.
250 Kg: 650 mg setiap 4 jam atau 1000 mg setiap 6 jam, dosis tunggal maksimum 1000
mg/dosis, dosis harian maksimum 4 gram/hari. Interval dosis pada gangguan ginjal:
oral Clcr 10 – 50 ml/menit berikan setiap 6 jam, Clcr < 10 ml/menit berikan setiap 8
jam, Hemodialisis intermiten atau dialysis peritoneal tidak perlu penyesuaian berikan
setiap 8 jam; i.v: Clcr ≤ 30 ml/menit pertimbangkan untuk mengurangi dosis harian
dan memperpajang interval dosis (DIH, 2012).
Kontra indikasi: Hipersensitivitas terhadap paracetamol, gangguan hati berat atau
penyakit hati aktif berat (DIH, 2012)
Efek samping: gangguan pada hepar, mual, nyeri perut, diare, konstipasi, dyspepsia
(Drugs.com).
43
s. Ranitidin
Indikasi: tukak lampung, tukak duodenum (MIMS, 2018)
Mekanisme kerja: memblok reseptor histamine pada sel parietal. Sehingga sel parietal
tidak dapat memproduksi asam lambung (DIH, 2012)
Dosis: oral, untuk tukak peptik ringan dan tukak duodenum 150 mg 2 kali sehari atau
300 mg pada malam hari atau sebelum tidur selama 4-8 minggu, sampai 6 minggu pada
dispepsia episodik kronis, dan sampai 8 minggu pada tukak akibat AINS (pada tukak
duodenum 300 mg dapat diberikan dua kali sehari selama 4 minggu untuk mencapai
laju penyembuhan yang lebih tinggi); Injeksi: 50 mg (2mL) tiap 6-8 jam (MIMS, 2018)
Kontra indikasi: porfiria akut atau hipersensitivitas terhadap ranitidin atau komponen
obat tersebut (ISO, 2019)
Efek samping: gastrointestinal seperti konstipasi, diare, dan nyeri perut, serta efek
samping muskuloskeletal berupa atralgia atau myalgia (ISO, 2019)
t. Sansulin/Glargine
Indikasi : Diabetes mellitus (Sukandar et al, 2013)
Mekanisme kerja: menurunkan kadar gula darah dengan menstimulasi pengambilan
glukosa perifer dan menghambat produksi glukosa hepatik (Sukandar et al, 2013)
Dosis : DM tipe 2 mulai 0,2 unit/Kg/hari (Medscape.com) DM tipe 2 Dosis awal U-
100 (100 u/ml): 0,2 unit/Kg (hingga 10 unit) subkutan sekali sehari (Drugs.com).
Kontra indikasi: hipersensitif terhadap insulin glargine (Sukandar et al, 2013)
Efek samping: hipoglikemik, reaksi alergi karena efek dari insulin (Sukandar et al,
2013)
u. Simvastatin
Indikasi: heperlipidemia (MIMS, 2018).
Mekanisme Kerja : obat golongan statin yang menghambat aktivitas enzim 3-hidroksi-
3-metilglutaril koenzim A reduktase (HMG CoA) di hati. Inhibisi enzim HMG CoA
ini akan menyebabkan penurunan kadar kolesterol total dan meningkatkan
pembentukan reseptor LDL di permukaan sel hepatosit sehingga terjadi peningkatan
transport LDL dari pembuluh darah ke sel hati (DIH, 2012).
Dosis : Hiperkolesterolemia, 10 mg sehari malam hari, disesuaikan dengan interval
tidak kurang dari 4 minggu; kisaran lazim 10-40 mg sekali sehari malam hari. Penyakit
jantung koroner, awalnya 20 mg sekali sehari malam hari (DIH, 2012).
Kontra Indikasi : pasien hamil, menyusui, penyakit hati (DIH, 2012).
Efek Samping : miopati, ruam kulit, sakit kepala, mual muntah (DIH, 2012).
3.3.2 Data Identitas Pasien
❑ Nama : Ny. SB
❑ No. RM : 207xxx
❑ Tempat/Tgl Lahir : Jakarta, 04-09-1949 (71 th)
❑ Berat badan : 55 kg
❑ Jenis Kelamin : Perempuan
❑ Tanggal Masuk : IGD Tgl: 13-03-2021 (pukul 20.55)
R. ICU Tgl: 14-03-2021 (pukul 12.55)
R. Cendrawasih Tgl: 18-03-2021 (pukul 17.00)
44
❑ Tanggal Keluar : 24-03-2021
❑ DPJP : dr. BAH, Sp.PD
❑ Dokter konsulen : dr. EP,Sp.KFR
dr. RA,Sp.S
❑ Apoteker Klinis : apt. NA,S.Si.
❑ Diagnosa Primer : Stroke infark
❑ Diagnosa sekunder : CKD pro HD, hipertensi, anemia & DM tipe 2
❑ Keluhan utama : penurunkan kesadaran
❑ Riwayat keluhan : pasien dengan riwayat jatuh lebih dari 2 tahun
yang lalu (pasien beraktifitas dengan bantuan
kursi roda)
❑ Prosedur terapi dan Tindakan : Hemodialisa dilakukan pada tanggal 14,17,20
dan 24 Maret 2021 dan transfusi darah pada
tanggal 24 maret 2021
b. Subjektif
Pasien berjenis kelamin perempuan berusia 71 tahun dengan berat badan 55 kg datang
ke RSAU dr. Esnawan Antariksa yang merupakan pasien rujukan dari RS Harum yang
mengalami keluhan utama penurunkan kesadaran dengan riwayat pasien pernah
mengalami jatuh lebih dari 2 tahun yang lalu (pasien beraktifitas dengan bantuan kursi
roda). Pasien memiliki diagnosa primer yaitu mengalami stroke infark. Sedangkan
diagnosa sekundernya mengalami CKD (Chronic Kidney Disease) pro HD, hipertensi,
anemia dan DM tipe 2
45
c. Objektif
1) Tanda Tanda Vital di IGD
Tabel III.9 Tanda-Tanda Vital di IGD
Indikator Nilai rujukan Sebelum diberangkatkan IGD
2) Pemeriksaan Penunjang
Tabel III.10 Pemeriksaan Penunjang Laboratorium RS Harum
Jenis Pemeriksaan Nilai rujukan Satuan Lab RS Harum
HEMATOLOGI
LED < 15 /jam 109
Hemoglobin 12,0 – 14,0 g/dL 10,5
Hematokrit 37 - 43 vol.% 33
Leukosit 5000 - 10000 mm3 13400
HITUNG JENIS
Basofil 0-1 % 0
Eosinofil 1–3 % 8
Batang 2–6 % 5
Segmen 50 – 70 % 70
Limfosit 20 – 40 % 12
Monosit 2–8 % 5
Thrombosit 150000 – 400000 mm3 348000
KIMIA DARAH
Glukosa sewaktu < 180 mg/dL 169
FAAL GINJAL
Ureum 15,0 – 45,0 mg/dL 192,9
Creatinin 0,70 – 1,40 mg/dL 14,28
ELEKTROLIT
Natrium 135 – 147 mEq/L 150
Kalium 3,50 – 5,00 mEq/L 5,74
Chlorida 97 - 108 mEq/L 108
PANEL REMATIK
CRP Kualitatif Negatif Positif 8
46
RAPID TEST
Antigen SARS-Cov-2 Negatif Negatif
PCR Cov-2-RNA Negatif Negatif
Sumber : Rekam Medis Pasien
d. Assessment
Tabel III.14 Penatalaksanaan saat di IGD
dr. Buyung, Sp.PD dr. Runi, Sp.S
Inf. Nephrosteril 6% ; frekuensi 1 kolf/24 jam Clopidogrel tab. 75 mg; frekuensi 75 mg/24 jam
→ NGT
Inj. Ceftriaxone ; frekuensi 1 x 3 gram
Inj. Citicoline 500 mg/4 ml; frekuensi 2 x 1 amp
Inj. Furosemid 10 mg/ml (1 ampul 2 ml) ; (500 mg)
frekuensi 2 x 1 amp (20 mg)
Pletaal tab. 100 mg; frekuensi 3 x 1 tab → NGT
Inj. Nicardipin 0,1 mcg/KgBB/Jam (BB ± 55
Kg) Inj. Ranitidin 25 mg/ml; frekuensi 2 x 1 amp (50
mg)
Monitor Jumlah Urine/24 jam (Lakukan Diet
Cairan)
Siapkan HD CITO
Sumber : Rekam Medis Pasien
47
Tabel III.15 Kesesuaian Indikasi saat di IGD
Nama Obat Indikasi (literatur) Indikasi (pasien) Keterangan
Inj Ceftriaxone Antibakteri Infeksi hal ini Sesuai
sebagaimana dilihat
dari hasil data lab
menunjukkan nilai
leukosit di atas batas
normal
Inj Citicolin Penurunan kesadaran, Penurunan kesadaran, Sesuai
mempercepat stroke iskemik
rehabilitasi anggota
gerak
Clopidogrel Mencegah Stroke iskemik Sesuai
aterotrombosis pada
jantung, stroke
Inj Furosemid Udem pada jantung, Udem hal ini Sesuai
paru, hati, pulmonari sebagaimana pada
akut dan udem otak pasien mengalami
kelebihan cairan
Nephrosteril 6% Suplai asam amino Pasien GGK Sesuai
pada GGA dan GGK
Pleetal (Cilostazol) terapi preventif stroke Stroke iskemik Sesuai
Inj Ranitidin tukak lambung dan Tidak ada indikasi Tidak sesuai
duodenal, atau keluhan pasien
dispepsia, GERD, terkait tukak lambung
kondisi dan duodenal,
hipersekresi, stress dispepsia, GERD,
ulcer kondisi
hipersekresi, stress
ulcer
Inj Nicardipin Pengobatan darurat Hipertensi Sesuai
pada krisis hipertensi
akut
Sumber : ISO, MIMS, DIH
48
Pleetal (Cilostazol) 100 mg dua kali sehari 3 x 100 mg Tidak Sesuai
Inj Ranitidin 50 mg (2mL)setiap 6-8 2 x 50 mg Tidak Sesuai
jam
Inj Nicardipin 2-10 mcg/kg BB/menit 0,1 mg/KgBB/Jam Tidak sesuai
Sumber : DIH, Drugs.com
Ceftri x x √ x x
Citi x x x x x
Clopi x x x √ x
Furo √ x x x x
Pleet x x √ x x
Rani x x x x x
Keterangan :
Ceftri = Ceftriaxone
Citi = Citicolin
Clopi = Clopidogrel
Furo = Furosemid
Pleet = Pleetal
Rani = Ranitidin
Sumber : Drugs.com, Medscape.com
e. Planning
49
penggunaan dosis yang
diberikan 0,1
mcg/KgBB/Jam
Obat Tanpa Indikasi Penggunaan ranitidine tidak Mohon dipertimbangkan
sesuai karena tidak ada penggunaan terapi injeksi
indikasi atau keluhan pasien ranitidine sesuai dengan
terkait tukak lambung dan keperluan.
duodenal, dyspepsia, GERD,
kondisi hipersekresi, stress
ulcer (Obat tanda indikasi)
Indikasi Tanpa Obat - -
Interaksi Obat Ceftriaxone x Furosemid penggunaan obat golongan
Jenis Interaksi : sefalosporin seperti seftriakson
Farmakodinamik dengan furosemid harus hati –
Level signifikan : Minor hati dan direkomendasikan
untuk monitoring fungsi ginjal
Ceftriaxone dapat dengan menghitung nilai laju
meningkatkan toksisitas filtrasi glomerulus terutama
furosemide dengan sinergis pada dosis tinggi, untuk
farmakodinamik. Signifikasi menghindari terjadinya
tidak diketahui. Peningkatan interaksi obat, disarankan
risiko nefrotoksik. untuk memberi jeda pemberian
(Medscape.com) furosemid 3 hingga 4 jam
sebelum obat golongan
sefalosporin (Bexter, 2008).
Clopidogrel x Cilostazol Cilostazol harus digunakan
Jenis Interaksi : dengan hati-hati dengan
Farmakodinamik adiktif antiplatelet lainnya, karena
Level signifikan : Moderat dapat terjadi peningkatan
penghambatan agregasi
Penggunaan clopidogrel dan trombosit. Pertimbangkan
cilostazol secara bersamaan penggunaan kombinasi kedua
akan meningkatkan risiko obat tersebut.
pendarahan, peningkatan
penghambatan fungsi
trombosit.
(Drugs.com)
ESO/ROTD - -
Pasien Tidak Menggunakan - -
Obat
50
yang sama
Furosemid inj. 10 mg/ml 2 x 1 amp Intra vena Lanjutkan dengan
cara penggunaan
yang sama
Nicardipin inj. 10 mg/10 ml 0,1 Intra vena Lanjutkan dengan
mcg/KgBB/jam cara penggunaan
yang sama dalam
kondisi darurat
Ranitidin inj 25 mg/ml 2 x 1 amp Intra vena Lanjutkan dengan
cara penggunaan
yang sama
Citicolin inj 500 mg 2 x 1 amp Intra vena Lanjutkan dengan
cara penggunaan
yang sama
Pleetal tab. 100 mg 3 x 1 tab Oral Lanjutkan dengan
cara penggunaan
yang sama
Clopidogrel tab 75 mg 75 mg/24 jam Oral Lanjutkan dengan
cara penggunaan
yang sama
Sumber : Rekam Medis Pasien
b. Subjective
c. Objective
51
Pernafasan 14 – 20 x/ menit 21x/menit 20 x/menit
SpO2 95-100 % 99% 99 %
Suhu 36 – 37 oC 36,7 36,0 oC
GCS 8 (E 4,V 1,M 3) 8 (E 4,V 1,M 3)
Sumber : Rekam Medis Pasien
140
120
100
80
60
40
20
0
14/03 15/03 16/03 17/03 18/03
2) Pemeriksaan penunjang
Tabel III.23 Pemeriksaan Penunjang Selama Perawatan di ICU
Indikator Nilai rujukan Satuan 14/03 15/03 16/03 17/03 18/03
52
TCO2 mmol/L 19,4 - - - -
SBC mmol/L 20,0 - - - -
A mmol/L 245,0 - - - -
A-a-Do2 mmol/L 1,8 - - - -
a/A mmol/L 1,0 - - - -
pO2/FiO2 mmol/L 611,6 - - - -
HEMATOLOGI
Hemoglobin 11,7 – 15,5 gr/dL - 10 - - 9,4
Leukosit 3600 – 11000 mm3 - 16000 - - 16200
Hematokrit 35 – 47 % - 29 - - 27
Trombosit 150000 – 440000 mm3 - 288000 - - 337000
KIMIA KLINIK
Kolesterol Total < 200 mg/dL - - 218 - -
Trigliserida < 200 mg/dL - - 269 - -
HDL >35 mg/dL - - 45 - -
LDL < 140 mg/dL - - 119 - -
Ureum 10 – 50 mg/dL - 153 194 - 106
Creatinin 0,5 – 1,1 mg/dL - 9,7 10,2 - 4,6
Asam Urat 2,3 – 6,1 mg/dL - - 10,0 - -
Elektrolit
Natrium 136 – 149 mmEq/L - 137 - - 136
Kalium 3,5 – 5,2 mmEq/L - 5,21 - - 5,0
Chlorida 95 – 105 mmEq/L - 108 - - 100
GDS < 200 mg/dL 169 164 221 128 202
HbA1c < 5,7 % - 6,3 - - -
IMUNOSEROLOGI
Hbs Ag Non-Reaktif NR - - - -
Anti HIV Non-Reaktif NR - - - -
Anti HCV Non-Reaktif NR - - - -
Sumber : Rekam Medis Pasien
d. Assessment
Tabel III.24 Penatalaksanaan saat di ICU
Tindakan
Tgl. 14 Maret 2021 : Hemodialisa I Tgl. 17 Maret 2021 : Hemodialisa II
Sumber : Rekam Medis Pasien
53
Simvastatin 20 mg / 24 jam - - - m m
Allopurinol 100 mg / 24 jam - - - p p
Pamol 500 mg 3 x 1 tab - - - - p, si, m
Topikal
Mebo zalf 2x - - - sr p, sr
Parenteral
Citicolin 500 mg 2x1 si, m si, m si, m si, m si, m
Ranitidin 25 mg/ml 2x1 si, m si, m si, m si, m si, m
Ceftriaxone 1 gram 3 gram/24 jam si Si si si si
Furosemid 10 mg/ml 2x1 si, m si, m si, m si, m si, m
Sansulin 1 x 10 u - m m m m
Cairan Intravena
Nephrosteril 6% / 24 jam p p p p p
Ket. : p = pagi; si = siang; sr = sore; m = malam; (-) = belum diberikan
Sumber : Rekam Medis Pasien
54
Inj Ranitidin tukak lambung dan Tidak ada indikasi Tidak Sesuai
duodenal, atau keluhan pasien
dispepsia, GERD, terkait tukak lambung
kondisi dan duodenal,
hipersekresi, stress dispepsia, GERD,
ulcer kondisi
hipersekresi, stress
ulcer
Sansulin DM DM tipe II Sesuai
Simvastatin Hiperlipidemia Hiperlipidemia Sesuai
Sumber : MIMS, ISO, DIH
55
Simvastatin 10-40 mg sekali 1 x 20 mg Sesuai
sehari malam hari
Catatan : Hasil Perhitungan Clcr = 5,49 mL/min.
Sumber : DIH, Drugs.com
Allo x x x x x x x x x x x
Amlo x x x x x x x x x x x
Cande x x x x x x x x x x x
Ceftri x x x x x √ x x x x x
Citi x x x x x x x x x x x
Clopi x x x x x x x x √ x x
Furo x x x √ x x x x x x x
Gliqui x x x x x x x x x x x
Pamol x x x x x x x x x x x
Pleet x x x x x √ x x x x x
Rani x x x x x x x x x x x
Sim x x x x x x x x x x x
Keterangan :
Allo = Allopurinol
Amlo = Amlodipin
Cande = Candesartan
Ceftri = Ceftriaxone
Citi = Citicolin
Clopi = Clopidogrel
Furo = Furosemid
Gliqui = Gliquidone
Pleet = Pleetal
Rani = Ranitidin
Sim = Simvastatin
Sumber : Drugs.com, Medscape.com
e. Planning
Tabel III.29 Drug Related Problems (DRPs) saat di ICU
Kategori Assessment Planning
Tepat Indikasi - -
Tepat Dosis Berdasarkan literatur dosis Mohon di pertimbangkan
pleetal (cilostazol) 100 mg penurunan dosis dengan
dua kali sehari, dalam penurunan interval waktu
56
penggunaan dosis yang pemberian menjadi 2 x 100
diberikan 3 x 100 mg (Dosis mg.
Berlebih)
Berdasarkan literatur, dosis Mohon dipertimbangkan
injeksi untuk ranitidine untuk dilakukan peningkatan
adalah 50 mg (2 mL) tiap 6- dosis menjadi 50 mg 6-8 jam.
8 jam. Dalam panggunaan
dosis yang diberikan 2x50
mg (Dosis terlalu rendah)
Obat Tanpa Indikasi Penggunaan injeksi Mohon dipertimbangkan
ranitidine tidak sesuai karena penggunaan terapi injeksi
tidak ada indikasi atau ranitidine sesuai dengan
keluhan pasien terkait tukak keperluan.
lambung dan duodenal,
dyspepsia, GERD, kondisi
hipersekresi, stress ulcer
(Obat tanda indikasi)
Indikasi Tanpa Obat - -
Interaksi Obat Ceftriaxone x Furosemid penggunaan obat golongan
Jenis Interaksi : sefalosporin seperti
Farmakodinamik seftriakson dengan furosemid
Level signifikan : Minor harus hati – hati dan
direkomendasikan untuk
Ceftriaxone dapat monitoring fungsi ginjal
meningkatkan toksisitas dengan menghitung nilai laju
furosemide dengan sinergis filtrasi glomerulus terutama
farmakodinamik. Signifikasi pada dosis tinggi, untuk
tidak diketahui. Peningkatan menghindari terjadinya
risiko nefrotoksik. interaksi obat, disarankan
(Medscape.com) untuk memberi jeda
pemberian furosemid 3 hingga
4 jam sebelum obat golongan
sefalosporin (Bexter, 2008).
Clopidogrel x Cilostazol Cilostazol harus digunakan
Jenis Interaksi : dengan hati-hati dengan
Farmakodinamik adiktif antiplatelet lainnya, karena
Level signifikan : Moderat dapat terjadi peningkatan
penghambatan agregasi
Penggunaan clopidogrel dan trombosit. Pertimbangkan
cilostazol secara bersamaan penggunaan kombinasi kedua
akan meningkatkan risiko obat tersebut.
pendarahan, peningkatan
penghambatan fungsi
trombosit.
(Drugs.com)
ESO/ROTD - -
Pasien Tidak Menggunakan - -
Obat
57
3.3.5 Penatalaksanaan Intruksi Medis di Cendrawasih
58
b. Subjective
c. Objective
1) Tanda tanda vital di cendrawasih
Tabel III.32 Tanda-tanda Vital Saat Transfer ICU ke Cendrawasih
Indikator Nilai rujukan Sebelum dipindahkan Cendrawasih
59
120
100
80
60
40
20
0
19/03 20/03 21/03 22/03 23/03 24/04
2) Pemeriksaan penunjang
Tabel III.34 Pemeriksaan Penunjang Selama Perawatan di Cendrawasih
Indikator Nilai rujukan Satuan 19/03 20/03 21/03 22/03 23/03 24/03
ANALISA GAS DARAH
pH 7,37 – 7,43 - - - 7,435 - -
PCO2 38 – 42 mmHg - - - 26,6 - -
O2 70 – 99 mmHg - - - 43,1 - -
BE mmol/L - - - -6,4 - -
BB mmol/L - - - -4,9 - -
HCO3 mmol/L - - - 18,0 - -
TCO2 mmol/L - - - 18,8 - -
SBC mmol/L - - - 20,2 - -
A mmol/L - - - 192,1 - -
A-a-Do2 mmol/L - - - 149 - -
a/A mmol/L - - - 0,2 - -
pO2/FiO2 mmol/L - - - 134,7 - -
HEMATOLOGI
Hemoglobin 11,7 – 15,5 gr/dL - - 8,2 - 6,5 8,7
Leukosit 3600 – 11000 mm3 - - 16000 - 15300 16100
Hematokrit 35 – 47 % - - 23 - 19 24
Trombosit 150000 – 440000 mm3 - - 295000 - 233000 306000
KIMIA KLINIK
Ureum 10 – 50 mg/dL - - 139 - 198 82
Creatinin 0,5 – 1,1 mg/dL - - 6,7 - 9,0 1,7
GDS < 200 mg/dL 206 187 119 156 115 109
Sumber : Rekam Medis Pasien
60
d. Assessment
Tabel III.35 Penatalaksanaan saat di Cendrawasih
Tindakan
Tgl. 20 Maret 2021 : Hemodialisa III Tgl. 24 Maret 2021 : Hemodialisa IV
Tgl. 24 Maret 2021 : Transfusi darah PRC golongan darah AB Rh + sebanyak 218 ml
Sumber : Rekam Medis Pasien
61
leukosit di atas batas
normal
Cefixime Antibakteri Infeksi Infeksi hal ini Sesuai
sebagaimana dilihat dari
hasil data lab
menunjukkan nilai
leukosit di atas batas
normal
Citicolin Penurunan kesadaran, Penurunan kesadaran, Sesuai
mempercepat stroke iskemik
rehabilitasi anggota
gerak
Clopidogrel Mencegah Stroke iskemik Sesuai
aterotrombosis pada
jantung, stroke
Emibion anemia kekurangan zat anemia Sesuai
besi, anemia
megaloblastik, anemia
pernisioasa
Inj Furosemid Udem pada jantung, Udem hal ini Sesuai
paru, hati, pulmonari sebagaimana paa data
akut dan udem otak subjektif menunjukkan
bahwa pasien
mengalami kelebihan
volume cairan
Asam folat anemia megaloblastik anemia Sesuai
Mebo zalf regenerasi kulit, Dekubitus pada bokong Sesuai
mengurangi nyeri,
luka bakar
Natrium Bikarbonat Asidosis metabolik DM tipe 2 Sesuai
(komplikasi DM)
Nephrosteril 6% Suplai Asam amino GGK Sesuai
pada GGA dan GGK
Pamol Analgetik, Antipiretik Demam Sesuai
Inj Ranitidin tukak lambung dan Tidak ada indikasi atau Tidak Sesuai
duodenal, keluhan pasien terkait
dispepsia, GERD, tukak lambung dan
kondisi duodenal,
hipersekresi, stress dispepsia, GERD,
ulcer kondisi
hipersekresi, stress ulcer
Sansulin DM DM tipe II Sesuai
Simvastatin Hiperlipidemia Hiperlipidemia Sesuai
Sumber : ISO, MIMS, DIH
62
Inj Ceftriaxone 1-2 gram, dosis max sehari 1 x 3 gram Sesuai
tidak lebih dari 4 gram
Cefixime Clcr < 20 mL/menit 2 x 200 mg Tidak Sesuai
Max 200 mg sekali sehari
63
NatBic x x x x x x x x x x x x x x
Pam x x x x x x x x x x x x x x
Ran x x x x x x x x x x x x x x
San x x x x x x x x x x x x x x
Sim x x x x x x x x x x x x x x
Keterangan :
Allo = Allopurinol
Amlo = Amlodipin
Ceftri = Ceftriaxone
Cefi = Cefixime
Citi = Citicolin
Clo = Clopidogrel
Emi = Emibion
Furo = Furosemid
Fol = Folac
NatBic = Natrium Bicarbonat
Pam = Pamol
Ran = Ranitidin
San = Sansulin
Sim = Simvastatin
Sumber : Medscape.com
e. Planning
64
hipersekresi, stress ulcer
(Obat tanda indikasi)
Indikasi Tanpa Obat - -
Interaksi Obat Ceftriaxone x Furosemid penggunaan obat golongan
Jenis Interaksi : sefalosporin seperti
Farmakodinamik seftriakson dengan furosemid
Level signifikan : Minor harus hati – hati dan
direkomendasikan untuk
Ceftriaxone dapat monitoring fungsi ginjal
meningkatkan toksisitas dengan menghitung nilai laju
furosemide dengan sinergis filtrasi glomerulus terutama
farmakodinamik. Signifikasi pada dosis tinggi, untuk
tidak diketahui. Peningkatan menghindari terjadinya
risiko nefrotoksik. interaksi obat, disarankan
(Medscape.com) untuk memberi jeda
pemberian furosemid 3 hingga
4 jam sebelum obat golongan
sefalosporin (Bexter, 2008).
ESO/ROTD - -
Pasien Tidak Menggunakan - -
Obat
b. Objective
Tabel III.42 Tanda-tanda vital saat akan pulang
Indikator Nilai rujukan Satuan 24/03
65
c. Assessment
Tabel III.43 Catatan Tindakan Rencana Rawat Jalan
Tindakan
Lakukan hemodialisa rutin 2 x dalam seminggu ( Rabu dan Sabtu )
Sumber : Rekam Medis Pasien
3.3 Kesimpulan
66
Dari hasil pemantauan terapi obat (PTO) pada pasien dengan diagnosa primer stroke
infark disertai beberapa diagnosa lainnya seperti CKD, hipertensi, DM tipe II, anemia,
dislipidemia serta gout arthritis di ruang rawat ICU-Cendrawasih RSAU dr. Esnawan
Antariksa didapatkan:
1. Potensi interaksi obat yang terjadi yaitu sebanyak 2 potensi interaksi, diantaranya
interaksi minor antara ceftriaxone dan furosemide, namun tidak signifikan dan
interaksi moderat antara clopidogrel dan cilostazol namun sudah teratasi dengan
pemberhentian penggunaan cilostazol.
2. Terjadi ketidak tepatan dosis sebayak 3 obat, diantaranya cefixime kapsul,
ranitidine injek, nicardipine injek dan cilostazol tablet. Penyesuaian dosis berupa
penurunan terhadap total dosis pemeliharaan sering diperlukan, jika dosis obat
diberikan terlalu rendah maka terapi penyembuhan yang diperlukan tidak tercapai.
Begitu pula pemberian dosis terlalu tinggi dibanding dengan dosis terapinya, hal
ini akan berbahaya karena dapat terjadi peningkatan risiko efek toksik.
3. Terdapat beberapa terapi obat yang belum tercapai sesuai target terapi, hal itu
ditunjukan melalui pemantauan penunjang labolatorium seperti data hematologi
terjadi penurunan secara terus menerus pada kadar hemoglobin, maka diberikan
tindakan tranfusi pada kondisi tersebut.
67
LAMPIRAN 1
STRUKTUR ORGANISASI RSAU dr. ESNAWAN ANTARIKSA
69
LAMPIRAN 2
STRUKTUR ORGANISASI INSTALASI FARMASI
RSAU dr. ESNAWAN ANTARIKSA
Supervisor
Letkol Kes. dr. Bambang P., Sp.An.
Gambar II.2 Struktur organisasi instalasi farmasi RSAU dr. Esnawan Antariksa
70
LAMPIRAN 3
STRUKTUR ORGANISASI KOMITE FARMASI DAN TERAPI
SEKRETARIS
Letnan Kolonel Kes. Siswandi, S.Si., M.Farm.,
Apt.
ANGGOTA ANGGOTA
ANGGOTA
dr. Aries Alpendri, Sp.U
Herina, S.Farm., Apt. dr. Buyung Arief H, Sp.PD
dr. Crispinus Adhi Suryo,
Nerry Miellana, S.Farm., Apt dr. Tjatur Budi W, Sp.P
Sp.An
Via Nurdiantini, S.Farm., Apt. Dra. Lilik Sugiarti, Apt.
Tri Murtini, S.Si., Apt.
I.G.A Ayu W. S., S.Farm., Apt. dr. Mariani Juanda, Sp.RM
dr. Dyah Kurniati, Sp.A
71
LAMPIRAN 4
ALUR PENGADAAN BARANG DAN JASA
PENGADAAN
DOKUMENTASI PENGADAAN
GUDANG/BEKKES UNIT/BAGIAN
72
LAMPIRAN 5
ALUR PELAYANAN KEFARMASIAN UNIT MIN DAL BEKKES
USER/UNIT USER,UNIT
Nota Dinas
(Permintaan Bekkes)
KAJANGKES
Buku
Permintaan Obat
ALKES, BEKKES (SEDIAAN
Diambil FARMASI BMHP)
Diantar
oleh unit ke unit
Mutasi
Nota Dinas
73
LAMPIRAN 6
ALUR PELAYANAN RESEP UNIT RAWAT JALAN (REGULER)
Pasien
Penerimaan Resep:
• Skrining/Pengkajian
• Riwayat Penggunaan Obat
Penyiapkan Obat:
Non Racikan dan Racikan
Pengemasan Obat
74
LAMPIRAN 7
ALUR PELAYANAN RESEP UNIT RAWAT JALAN BPJS
Penerimaan Resep:
1. Skrining Resep
2. Riwayat Penggunaan Obat Resep berpotensi
DRPs atau Substitusi
obat → Konfirmasi
Dokter penulis resep
Persiapkan Obat: Non Racikan
Dan Racikan
Hasil Konfirmasi
Catat di buku
Intervensi
Pengemasan Obat
75
LAMPIRAN 8
ALUR PELAYANAN PASIEN BARU RAWAT INAP
Pasien :
Pendafataran
1. Baru IGD
(Rekam Medik)
2. Lama
ADMISSION
InformasiRuangan
InformasiKelas
Informasi Biaya danDP
Informasi PindahKelas
Informasi Administasi
Pasien :
1. Baru Pendaftaran
2. Lama (Rekam Medik)
ADMISSION
InformasiRuangan
InformasiKelas
Informasi Biaya dan DP
Informasi PindahKelas
Informasi Administasi
Askes/jaminan/KJN/Swasta
76
Gambar II.8 Alur pelayanan pasien baru rawat inap melalui IGD dan poliklinik
77
LAMPIRAN 9
ALUR PELAYANAN RESEP UNIT RAWAT INAP
Perawat ruangan
DP ke Yanmas
mengantarkan resep ke satelit
farmasi
Petugas farmasi
menerima resep Cek SEP
Koordinasi dengan
perawat
Pengkajian resep oleh
Apoteker/TTK yang diberikan
wewenang
Koordinasi ke
DPJP
Double Check
78
LAMPIRAN 10
SURAT PESANAN OBAT BPJS
79
LAMPIRAN 11
SURAT PESANAN OBAT REGULER
80
LAMPIRAN 12
SURAT PESANAN NARKOTIKA
81
LAMPIRAN 13
SURAT PESANAN PSIKOTROPIKA
82
LAMPIRAN 14
SURAT PESANAN PREKURSOR
Obat mengandung Prekursor Farmasi tersebut akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan :
Nama PBF/Apotik/Rumah Sakit :
Alamat lengkap :
No. Izin :
No. Telp :
Pemesan
( )
No. SIPA :
83
LAMPIRAN 15
BUKU PERMINTAAN OBAT KE MIN DAL BEKKES
84
LAMPIRAN 16
SLIP NOTA DINAS
85
LAMPIRAN 17
RENCANA KEBUTUHAN
86
LAMPIRAN 18
BUKU PENERIMAAN DAN PENGELUARAN BARANG BEKKES
88
LAMPIRAN 20
LABEL PENANDAAN DAN LEMARI PENYIMPANAN
OBAT HIGH ALLERT DAN LASA
89
LAMPIRAN 21
DAFTAR OBAT HIGH ALLERT DI RSAU dr. ESNAWAN
ANTARIKSA
90
LAMPIRAN 22
DAFTAR OBAT LASA DI RSAU dr. ESNAWAN ANTARIKSA
91
LAMPIRAN 23
DAFTAR BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN
92
LAMPIRAN 24
TROLEY EMERGENCY
93
LAMPIRAN 25
EMERGENCY BAG
94
LAMPIRAN 26
LEMARI NARKOTIKA DAN PSIKOTROPIKA
95
LAMPIRAN 27
LEMBAR RESEP
96
LAMPIRAN 28
LEMBAR SALINAN RESEP
97
LAMPIRAN 29
LEMBAR BUKTI PEMBERIAN INFORMASI DAN EDUKASI
98
LAMPIRAN 30
LEMBAR REKONSILIASI OBAT SAAT ADMISI
99
LAMPIRAN 31
LEMBAR CATATAN PEMBERIAN DAN PEMANTAUAN OBAT
(CPO)
100
LAMPIRAN 32
LEMBAR PEMANTAUAN TERAPI OBAT (PTO)
101
LAMPIRAN 33
LEMBAR CATATAN PERKEMBANGAN PASIEN TERINTEGRASI
(CPPT)
102
LAMPIRAN 34
LEMBAR MONITORING EFEK SAMPING OBAT
103
LAMPIRAN 35
LEMBAR INFORMASI OBAT PULANG
104
LAMPIRAN 36
ETIKET OBAT
105
LAMPIRAN 37
LAPORAN PENGGUNAAN NARKOTIKA
106
LAMPIRAN 38
LAPORAN PENGGUNAAN PSIKOTROPIKA
107
LAMPIRAN 39
LAPORAN SUPERVISI APOTEKER
Gambar II.49 Formulir check list suhu lemari pendingin dan suhu, kelembaban ruangan
108
DAFTAR PUSTAKA
Aisara, S., Azmi, S., dan Yanni, M. (2018): Gambaran Klinis Penderita Penyakit Ginjal
Kronik yang Menjalani Hemodialisis di RSUP Dr. M. Djamil Padang. Jurnal
Kesehatan Andalas, (7)1.
Dipiro, J.T., Dipiro, C.V., Wells, B.G., dan Schwinghammer, T.L. (2015):
Pharmacotherapy Handbook. 9th edition. United States: McGraw-Hill Companies
Eknoyan, G., Lameire, N., Eckardt, K.U., Kasiske B.L., Wheeler, D.C., Abboud, O.I,
et al. (2013): National Kidney Foundation's Kidney Disease Improving Global
Outcomes. Clinical practice guideline for the evaluation and management of chronic
kidney disease, Kidney Internat Suppl 3(1).
Fagan, S.C and Hess, D.C. (2014): Stroke In: Dipiro, JT., Talbet, R., L., Yee, G., C.,
Matzke, G., R., Wells, B., G., dan Posy, L., M.(Eds), Pharmacotherapy: a
Patophysiologic Approach, 9th Edition. United State: Mc Graw Hill Companies.
Fouque, D and Mitch W.E, (2012): Dietary Approaches to Kidney Disease. In: Taal
MW, Chertow GM, Mars PA, Skorecki K, Yu AS and Brenner BM. Editors. Brenner
& Rector’s The Kidney. 9th ed. USA: Elsiver Saunders.
67
Goldstein, L.B., Adams, Robert., Alberts, M.J., Appel, L.J., Brass, L.M., Bushnell,
C.D., et al. (2011): Primary Prevention of Ischemic Stroke, Stroke, Philadelphia:
Elseiver Saunderz.
Ikatan Apoteker Indonesia. (2019): Informasi Spesialite Obat. Vol. 52. Jakarta: ISFI.
Joy, M.S., Kshirsagar, A., and Franceschini, N., (2008). Chronic Kidney Disease:
Progression-Modifying Therapies. In: DiPiro, T.J., Talbert, R.L., Yee, G.C., Matzke,
G.R., Wells, B.G. and Posey, L.M., Pharmacotherapy: A Pathophysiologic
Approach, 7th edition, New York: McGraw-Hill Companies.
National Kidney Foundation. (2010): About Chronic Kidney Disease: A Guide for
Patients and Their Families. In New York: National Kidney Foundation, Inc.
O’Callagan, C. (2007): Gagal Ginjal Kronik dan Renal Bone Disease. At a Glance:
Sistem Ginjal (2nd ed). Jakarta : Erlangga.
Risvandi, Janis., & Yonata, Ade. (2015): Hubungan Diabetes Melitus dengan
Kejadian Gagal Ginjal Kronik. Medical Journal Of Lampung University, 4(9).
Sukandar, E. Y., Andrajati, R, Sigit, J. I., Adnyana, I. K., Setiadi, A. P., dan
Kusnandar (2013): ISO Farmakoterapi. Jakarta: ISFI.
Winkler, S., dan Sutton, S.S. (2008): Stroke. In: Dipiro, J.T. A Pharmacotherapy
Priciple & Practice, 7th Ed. New York: The McGraw Hill.
Wiwit, S. (2010): Stroke dan Penanganannya. Yogyakarta: Kata Hati.
Wortmann, R.L. (2010). Gout and Hyperuricemia. In: Firestein GS, Budd RC, Harris
ED, Rudy S, Sergen JS, editors. Kelley‟s Textbook of Rheumatology. 8th ed.
Philadelphia: Saunders.
68