Anda di halaman 1dari 68

BAB III

TUGAS KHUSUS

MANAJEMEN FARMASI STUDY KELAYAKAN PENDIRIAN APOTEK


“JEMBER FARMA”

3.1 Pendahuluan
Apotek merupakan suatu institusi yang di dalam pelaksanaanya mempunyai dua fungsi
yaitu sebagai unit pelayanan kesehatan (patient oriented) dan unit bisnis (profit
oriented). Dalam fungsinya sebagai unit pelayanan kesehatan, fungsi apotik adalah
menyediakan obat-obatan dan perbekalan farmasi yang dibutuhkan masyarakat untuk
mencapai derajat kesehatan yang optimal. Sedangkan fungsi apotek sebagai institusi
bisnis, apotek bertujuan untuk memperoleh keuntungan karena investasi yang ditanam
pada apotek dan operasional nya cukup besar. Pada saat ini kegiatan pelayanan
kefarmasian yang semula hanya berfokus pada pengelolaan obat sebagai komoditi
menjadi pelayanan yang berfokus pada pasien yang bertujuan untuk meningkatkan
kualitas hidup pasien. Peran apoteker diharapkan dapat menyeimbangkan antara aspek
kefarmasian dan aspek ekonomi demi kepentingan pasien.

Kawasan Kelurahan krajan timur, Kecamatan Sumbersari, Kabupaten Jember Provinsi


Jawa timur, merupakan salah satu wilayah dengan pekembangan yang pesat. Wilayah
ini berada di pusat kota jember berdekatan dengan perguruan tinggi, dan Kawasan
perumahan yang sangat padat yaitu 102.636 ditambah lagi dengan banyaknya
pemukiman kost mahasiswa semakin meramaikan daerah ini. Kelurahan Karangrejo
dilengkapi dengan adanya Rumah sakit Jember klinik, Rumah sakit muhamadiyah Balai
Pengobatan, serta banyaknya Swalayan, warnet, rumah makan dan usaha perdagangan
lainnya yang berkembang pesat sehingga Apotek JEMBER FARMA mudah dijangkau
oleh masyarakat. Di Jl Kalimantan no 86, dikawasan tersebut tidak terdapat apotek yang
berdiri. Oleh karena itu Apotek JEMBER FARMA memang layak untuk dibangun di
lokasi yang strategis dan memiliki peluang bisnis yang cukup baik.

3.2 Visi dan Misi


3.2.1 Visi
Menjadi Apotek pilihan masyarakat yang pertama dan terdepan dalam pelayanan
kefarmasian untuk menjamin terselenggaranya pelayanan kesehatan bermutu, aman dan
profesional serta menjadi bisnis kefarmasian yang kompetitif dan terpercaya.

3.2.2 Misi
Untuk memperoleh gambaran tentang pengertian kualitas pelayanan dapat di pahami
dari beberapa pendapat para ahli sebagai berikut:
i) Menyediakan obat, alat kesehatan, dan perbekalan farmasi yang bermutu, aman dan
lengkap untuk konsumen.
ii) Melaksanakan pelayanan kefarmasian yang cepat, tepat, ramah dan informatif
dalam penerapan konsep Pharmaceutical Care secara profesional.
iii) Menjadi unit bisnis kefarmasian yang kreatif, kompetitif dan terpercaya dalam
pengembangan bisnis dengan tetap memperhatikan nilai-nilai kemanusiaan dan
perundang-undangan.

14
3.3 Tujuan pendirian Apotek
i) Sebagai tempat pengabdian profesi apoteker, dalam hal ini apotek digunakan oleh
apoteker untuk dapat berperan dan memberikan sumbangsih nyata bagi masyarakat,
sehingga kehadiran profesi apoteker akan selalu dibutuhkan masyarakat.
ii) Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap obat, alat kesehatan, dan produk
kesehatan lain yang bermutu dan aman.
iii) Memberikan dan menyediakan informasi, edukasi, dan konsultasi kesehatan kepada
masyarakat sehingga dapat meningkatkan pengetahuan tentang kesehatan,
khususnya tentang obat dan cara pengobatan yang tepat.
iv) Membuka lapangan kerja untuk masyarakat, sehingga mengurangi jumlah
pengangguran.
v) Membantu semaksimal mungkin dalam menekan peredaran obat ilegal di pasaran
dengan cara mensosialisasikan kepada masyarakat tentang pentingnya membeli obat
di apotek.

3.4 Nama dan aspek lokasi


Tempat Praktek : APOTEK “JEMBER FARMA”
Alamat : Jalan Kalimantan no 86, Kelurahan
Krajan timur, Kecamatan Sumbersari,
Kabupaten Jember, Jawa timur
APA : apt. Hasby Zaen Attoillah., S.Farm.
Alamat : Jalan mastrip timur no 86, Kelurahan
krajan timur, Kecamatan Sumbersari,
Kabupaten Jember
TTK : Maprilia Nur Nabilah, S.Farm. dan
Fiona, S.Farm.
Alamat : Jalan mastrip timur no 86, Kelurahan
krajan timur, Kecamatan Sumbersari,
Kabupaten Jember
Pemilik Sarana Apotek : Hasby zaen attoillah

15
3.4.1 Denah lokasi dan layout

Gambar 1 denah lokasi Apotek Jember Farma

16
Gambar 2 Layout Apotek Jember Farma

3.4.2 Data pendukung


i) Kota jember secara geografis Kabupaten Jember berada pada posisi 7059’6” sampai
8033’56” Lintang Selatan dan 113016’28” sampai 114003’42” Bujur Timur.
Wilayah Kabupaten Jember mencakup area seluas 3.293,34 Km2, dengan karakter
topografi dataran ngarai yang subur pada bagian tengah dan selatan dan dikelilingi
pegunungan yang memanjang batas barat dan timur. (Pemkab Jember 2016)
ii) Kepadatan penduduk
Apotek “JEMBER FARMA” berada di kecamatan Sumbersari dengan jumlah
penduduk 102.636 jiwa. Apotek “JEMBER FFARMA” terletak di jl Kalimantan no.
86 Kelurahan krajan timur kota jember.
iii) Tingkat Pendidikan, Sosial dan Ekonomi
Tingkat Pendidikan masyarakat di sekitar Apotek “JEMBER FARMA” relative
tinggi mengingat letak Apotek ini di sekitar lingkungan kampus, perkantoran,
sekolah, dan supermarket. Keadaan ekonomi masyarakat di sekitar secara relatif
cukup baik, karena dilihat dari pemukiman penduduk yang dirasa sudah cukup
maju.
iv) Pelayanan Kesehatan Lain
a. Praktek dr. Lutfiyani
b. Praktek dr Kadek sp. OG sp.GK
c. Praktek dr syaraf, Dr Supraptiningsih, Sp. S
d. Klinik Wirasakti Jember
e. Rumah Sakit Jember klinik
f. Rumah Sakit dr soebandi
g. Rumah Sakit Paru Jember
v) Apotek Kompetitor
a. Apotek Abiath
b. Apotek Grand 21
c. Apotek Hayu Farma
d. Apotek K24
vi) Fasilitas Umum dan Pusat Keramaian
a. Universitas Jember
b. Pengadilan Negeri
c. Museum Tembakau Jember
17
d. Bank BTPN KC Jember
e. Toko alat tulis
f. Bank Mandiri
g. Masjid Sunan kalijaga
h. Kantor Cabang Dinas Pendidikan wilayah kabupaten Jember
i. Bank Jatim
j. Toko computer
k. Supermarket
vii) Keamanan
Lokasi Apotek relatif aman dapat dilihat dari banyak tempat usaha seperti
supermarket modern yang buka 24 jam. Lokasi Apotek juga dekat dengan Pos jaga
polantas.
viii) Kemudahan Akses Transportasi
Lokasi Apotek memiliki akses Transportasi yang mudah, karena merupakanjalur
angkutan umum dan dekat dengan jalan utama jalan PB Sudirman.

3.5 Analisa peluang pemasaran


Berdasarkan hasil survey yang telah dilakukan, khususnya mengenai posisi lokasi serta
keberadaan kompetitor, maka dapat diterangkan beberapa hal penting. Hal tersebut
dapat dilihat dari beberapa aspek penting, yaitu aspek kekuatan, kelemahan, peluang dan
ancaman terhadap Apotek yang akan didirikan (analisa SWOT).

3.5.1 Kekuatan/Strength
i) Letak/lokasi Apotek yang strategis yaitu di Jalan Kalimantan no 86, jember, yang
dilalui kendaraan dan mudah dijangkau oleh kendaraan dari segala arah baik dengan
kendaraan pribadi dan kendaraan umum.
ii) Lokasi Apotek yang berdekatan Bank jatim, Bank mandiri, Bank BTPN,
universitas, Supermarket dan Pengadilan negeri.
iii) Apotek menerapkan konsep layanan patient oriented yang berbasis layanan
kefarmasian pharmaceutical care.
iv) Petugas Apotek yang kompeten, ramah, dan berintegritas terdiri dari tenaga yang
sudah berpengalaman dan tenaga-tenaga muda yang penuh inovasi dan kreatif.
iv) Apoteker yang selalu full time di Apotek, siap memberikan layanan dan konsultasi
seputar obat.
v) Berbasis komputerisasi
vi) Menggunakan system pembayaran debit

3.5.2 Kelemahan/weakness
i) Apotek yang baru didirikan belum mempunyai pelanggan yang loyal. Untuk
menutupi kelemahan tersebut maka perlu strategi agar menarik masyarakat untuk
datang ke Apotek, yaitu dengan membuat marka/tanda Apotek di pinggir jalan,
selain itu nama Apotek dibuat besar demikian juga dengan tulisan pada papan nama
tersebut, dan memakai neon box.

3.5.3 Peluang/Opportunity
i) Jumlah penduduk di sekitar lokasi Apotek merupakan perumahan yang cukup padat
baik elite maupun sederhana sehingga dapat menjadi sumber pelanggan Apotek
yang potensial.
18
ii) Penduduk dengan latar belakang sosial yang beragam sangat memungkinkan
menjadi pelanggan. Oleh karena itu Apotek dapat ditata agar bersih, nyaman dan
elegan, sehingga dapat menarik pelanggan dari semua golongan kelas sosial.
iii) Penduduk dengan tingkat pendidikan yang tinggi. Golongan masyarakat ini lebih
kritis dan lebih peduli dengan pola hidup sehat. Untuk menarik pelanggan dari
golongan ini, salah satu kegiatan Apotek yang dapat mengarahkan mereka
(khususnya), contohnya melalui program konsultasi obat melalui telepon,
penerbitan buletin kesehatan secara berkala, dll.
iv) Jumlah sarana medis di sekitar Apotek cukup banyak, yaitu : rumah bersalin, bidan,
praktek dokter gigi dan praktek dokter ahli penyakit dalam, sehingga diharapkan
pesien yang datang ke Apotek juga banyak.
v) Apotek bekerjasama dengan dokter umum dan spesialis yang bersedia praktek di
Apotek dimana dokter-dokter tersebut telah memiliki pelanggan yang loyal.

3.5.4 Ancaman/threts
i) Terdapat Apotek lain dalam radius 2 km yang juga memiliki dokter praktek.
ii) Terdapat swalayan modern seperti Indomaret dan alfamart dalam radius 2 km, yang
menyediakan juga obat-obatan bebas (OTC).

3.6 Aspek potensi pasar dan pemasaran


3.6.1 Analisis potensi dasar
i) Jumlah penduduk di wilayah pemukiman kuang lebih sebanyak 4.500 jiwa.
ii) Dalam radius 1 km terdapat fasilitas publik, sentra bisnis dan universitas.
iii) Karena jumlah penduduk banyak dan wilayah terus berkembang kebutuhan obat
yang diperlukan masyarakat selain resep, juga obat-obat bebas dan bebas terbatas.
iv) Tidak menutup kemungkinan konsumen dari luar daerah dapat menjadi pelanggan
karena fasilitas yang dimiliki apotek yang lengkap dan mengutamakan kepuasan
pelanggan.
v) Apotek ini menyediakan 2 praktek dokter, yakni praktek dokter umum dan spesialis.
vi) Distribusi produk dan pelayanan dapat diperoleh dengan cara datang langsung ke
Apotek dan dengan cara delivery service.

3.6.2 Strategi pemasaran


i) Menjamin bahwa seluruh proses terapi obat yang diberikan merupakan terapi obat
yang tepat, efektif, nyaman dan aman bagi pasien,
ii) Memberikan pelayanan kepada pasien atau masyarakat yang ingin melakukan
pegobatan mandiri,
iii) Memberikan informasi dan konsultasi obat,
iv) Melakukan monitoring obat dan evaluasi penggunaan obat,
v) Merancang SOP (standart operating procedure) dan standar organisasi kerja,
vi) Membuat website apotek sehingga bisa memaksimalkan pelayanan dan dapat
terakomodir dengan baik.
vii) Menjual produk di market place agar masyarakat menjangkau perluasan pasar.
viii) Memberikan pelayanan home pharmacy care sehingga dapat memaksimalkan
pengobatan.

3.7 Alat dan perbekalan Farmasi yang diperlukan


i) Luas bangunan 15x10 m terdiri atas:
19
a. Ruang tunggu, kasir, ruang kerja apoteker dan konsultasi obat, ruang pelayanan
resep, tempat penyimpanan obat, ruang peracikan, ruang pencucian alat dapur,
toilet dan tempat parkir.
b. Bangunan dilengkapi dengan telpon, computer, penerangan, televisi, sumber air,
alat pemadam kebakaran, ventilasi dan sanitasi yang mendukung, kipas angina
dan tempat sampah.
ii) Perlengkapan
Papan nama berukuran Panjang 100cm dan lebar 6cm dengan tulisan putih di atas
dasar biru tua, tinggi huruf minimal 7cm dengan tebal 7mm, dilengkapi dengan
neon box. Papan nama apotek diletakkan di depan bangunan yang merupakan
identitas apotek, berisi nama apotek dan APA dengan No. SIA dan No. SP/SIK
terpasang jelas.
a. Alat pembuatan, pengelolahan, dan peracikan adalah:
1) Gelas ukur
2) Labu Erlenmeyer
3) Beker glass
4) Literan plastik 1 dan 2 liter
5) Corong glass
6) Timbangan dananaktimbangan (g/mg)
7) Thermometer
8) Mortar dan stamper
9) Spatel logam/tanduk plastik atau porselen
10) Batang pengaduk
11) Penangas air
12) Kompor atau alat pemanas yang sesuai
13) Panic rak tempatpengeringan alat
14) Cawan poerselen
15) Spatula porselin botol timbang
b. Alat perbekalan farmasi :
1) Botol berbagai ukuran
2) Tensimeter
3) Alat ukur gula darah, kolesterol, asam urat (Easy touch 3 in 1)
4) Pot plastik berbagai ukuran
5) Lemari pendingin
6) Lemari dan rak untuk penyimpanan obat
7) Lemari untuk penyimpanan racun, narkotika, psikotropika dan bahan obat yang
berbahaya lainnya
c. Wadah pembungkus dan pengemas :
1) Etiket (biru dan putih)
2) Kertas puyer
3) Streples
4) Wadah pengemas, dan membungkus untuk penyerahan obat (tas plastik)
d. Alat administrasi :
1) blanko pesanan obat
2) blanko kartu stock obat
3) blanko salinan resep
4) blanko faktur dan blanko nota penjualan
5) buku defecta
20
6) buku ED
7) buku Farmakope
8) buku ISO atau MIMS
9) buku pembelian
10) buku penerimaan
11) buku pembukuan keuangan
12) buku pencatatan narkotik
13) buku pesanan obat narkotik
14) buku laporan obat narkotik
15) buku pencatan penyerahan resep
16) buku resep jika dokter akan beli obat
17) kwitansi
18) alat-alat tulis dan kertas
iii) Perbekalan farmasi yang diperlukan
a. Obat Keras (Obat dengan resep dan OWA)
b. Obat Bebas (OTC) dan bebas terbatas
c. Alat kesehatan : master, perban, termometer, sarung tangan, perban, alkes steril,
perbekalan rumah sakit.
d. Bahan baku
e. Perlengkapan bayi

3.8 Tenaga kerja


3.8.1 Strukur organisasi

PSA APA

TTK
AA
Gambar 3 Struktur organisasi Apotek JEMBER FARMA
21
Jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan sebanyak 5 orang, dengan rincian sebagai berikut :
APA : 1 orang
TTK : 2 orang
PSA : 1 orang

Jam kerja : 08.00-21.00 WIB, dibagi menjadi 2 shift (masing-masing 6,5 jam), yaitu jam
08.00-14.30 WIB terdiri dari 1 apoteker, 1 asisten apoteker, dan jam 14.30-21.00 WIB
terdiri dari 1 apoteker, 1 asisten apoteker (hari minggu buka).

3.8.2 Pengelola apotek


i) Apoteker pengelola Apotek
1) Memimpin seluruh kegiatan apotek
2) Menginformasikan customer aturan pemakaian obat, efeksamping, dosis, dan
monitoring
3) Memuat laporan penjualan
4) Memeriksa penjualan per shift, laporan kasir, laporan pembelian
5) Mengatur jadwal asisten apoteker/ juru racik/ kurir
6) Kontrol kinerja karyawan
7) Tanggung jawab semua operasional yang bersifat operasi ke Dinas Kesahatan
8) Mengontrol laporan sebelum diberikan ke PSA
9) APA bertanggungjawab atas kelancaran segala bidang dalam apotek serta
bertanggungjawab terhadap kelancaran hidup apotek yang dipimpinnya.
ii) Apoteker pendamping
a. Melaksanakan seluruh tugas dan kewajiban APA, bilamana APA berhalangan
selama jam kerja apotek.
b. Dalam melaksanakan segala tindakan, terutama dalam hal-hal penting yang
mendasar dan strategis, harus mendapat persetujuan dari APA.
c. Apoteker Pendamping bertanggungjawab penuh kepada APA dan melaksanakan
tugas dan fungsi sebagai apoteker pendamping sesuai dengan petunjuk dan atau
instruksi dari APA.
iii) Asisten Apoteker
a. Melaksanakan pekerjaan yang seusai dengan profesinya sebagai asisten apoteker,
yaitu meliputi :
1) Pelayanan kefarmasian (pelayanan obat bebas dan obat dengan resep) sesuai
petunjuk pimpinan apotek.
2) Mengerjakan pengubahan bentuk pembuatan sedían racikan dan meracik.
3) Menghubungi dokter yang bersangkutan apabila resep tidak dapat dibaca.
4) Menyusun, membendel dan menyimpan resep dengan baik.
5) Mencatat laporan penggunaan obat dan perbekalan farmasi (narkotik,
psikotropik, statistik resep dan OGB, OWA) dan waktu kadaluarsa.
6) Mendata kebutuhan obat dalam defekta dan membantu kelancaran kegiatan
pembelian.
7) Menerima barang pesanan, memeriksa dan menandatangani faktur, mencatat ke
dalam buku pembelian (komputer) dan menjaga agar daftar harga tetap up to
date.
8) Memelihara kebersihan, kerapihan serta keteraturan ruang pelayanan dan
peracikan obat.
22
9) Mengelompokkan dan menata obat sesuai abjadnya.
10) Bertanggung jawab atas selisih barang yang ada di stock
11) Melakukan kesesuaian jumlah barang yang masuk dengan yang di stock
b. Dalam keadaan tertentu dapat menggantikan tugas kasir, reseptir dan lain
sebagainya.
c. Bertanggungjawab kepada pimpinan apotek atas segala kebenaran tugas yang
diselesaikannya. Berwenang melaksanakan pelayanan kefarmasian sesuai
petunjuk dan atau instruksi pimpinan apotek.
iv) Kasir
a. Membantu AA dalam pengadaan dan penyiapan obat
b. Menghitung modal awal
c. Melayani customer sesuai Visi dan Misi Apotek.
d. Melakukan transaksi seperti menerima dan mengembalikan uang.
e. Bertanggungjawab langsung kepada pimpinan apotek dan melaksanakan tugas
sesuai instruksi dan petunjuk pimpinan apotek.

3.8.3 Standar Operation Procedure (SOP)


i) SOP pelayanan OTC
a. Pasien datang,
b. Menyapa pasien dengan ramah dan menanyakan kepada pasien obat apa yang
dibutuhkan,
c. Tanyakan lebih dahulu keluhan atau penyakit yang diderita pasien, kemudian
bantu pasien untuk mendapatkan obat yang tepat,
d. Menghitung harga dan minta persetujuan terhadap nominal harga,
e. Bila sudah terjadi persetujuan, ambilkan obat yang diminta pasien sesuai dengan
permintaan meliputi : nama obat dan jumlah obat,
f. Serahkan obat kepada pasien disertai dengan informasi tentang obat meliputi
dosis, frekuensi pemakaian sehari, waktu penggunaan obat, cara penggunaan dan
efek samping obat yang mungkin timbul setelah penggunaan obat, dan jika
diperlukan pengatasan pertama terhadap efek samping yang ditimbulkan.
ii) SOP Pelayanan OWA
a. Pasien datang.
b. Menyapa pasien dengan ramah dan menanyakan kepada pasien obat apa yang
dibutuhkan,
c. Tanyakan pada pasien apa keluhan yang dialaminya dan gejala penyakitnya,
d. Tanyakan pada pasien apakah sebelumnya pernah menggunakan obat tertentu
dan bagaimana hasilnya (kondisi membaik atau bertambah parah),
e. Bila pasien telah menggunakan obat sebelumnya dan hasilnya tidak memuaskan
maka pilihkan obat lain yang sesuai dengan kondisi pasien, begitu juga untuk
pasien yang sama sekali belum pernah minum obat,
f. Menghitung harga dan minta persetujuan terhadap nominal harga,
g. Setelah pasien setuju dengan harga obat, ambilkan obat diatas,
h. Serahkan obat kepada pasien disertai dengan informasi tentang obat meliputi :
dosis, frekuensi pemakaian sehari, waktu penggunaan obat, cara penggunaan dan
efek samping obat yang mungkin timbul setelah penggunaan obat dan dan jika
diperlukan pengatasan pertama terhadap efek samping yang ditimbulkan,
i. Catat nama pasien, alamat, dan nomor telepon pasien.
j. Buat catatan khusus tentang pasien yang nantinya sebagai patient data record.
23
iii) SOP Pelayanan Resep
a. Menerima resep pasien,
b. Lakukan skrining resep meliputi administrasi, farmasetika dan klinik,
c. Menghitung harga dan minta persetujuan terhadap nominal harga,
d. Pasien diberi nomor antrian,
e. Tulis nomor struk (print out) pada resep dan satukan resep dengan print out
f. Cocokkan nama, jumlah dan kekuatan obat dalam resep dengan print out,
g. Siapkan obat sesuai dengan resep,
h. Jika obat racikan maka patuhi SOP meracik,
i. Buat etiket dan cocokkan dengan resep,
j. Teliti kembali resep sebelum diserahkan pada pasien termasuk salinan resep dan
kuitansi (jika diminta oleh pasien),
k. Serahkan obat kepada pasien disertai dengan informasi tentang obat meliputi
dosis, frekuensi pemakaian sehari, waktu penggunaan obat, cara penggunaan dan
l. efek samping obat yang mungkin timbul setelah penggunaan obat dan jika
diperlukan pengatasan pertama terhadap efek samping yang ditimbulkan,
m. Catat nama pasien, alamat dan nomor telepon pasien.
n. Buat catatan khusus tentang pasien
iv) SOP Meracik Obat
a. Siapkan alat yang akan digunakan dan bersihkan meja untuk meracik
b. Buatlah instruksi meracik meliputi : no resep, nama pasian, jumlah dan cara
mencampur.
c. Siapkan etiket dan wadah obat sertakan bersam obat dan instruksinya untuk
diracik.
d. Cucilah tangan bila perlu gunakan sarung tangan, masker.
e. Siapkan bat sesuai resep dan cocokkan dengan yang tertera pada struknya
f. Jika ada bahan yang harus ditimbang makapersiapkan lebih dahulu.
g. Bacalah instruksi meracik dengan seksama dan lakukanlah hati-hati.
h. Pastikan hasil racikan sesuai dengan instruksinya.
i. Masukkan dalam wadah yang telah disediakan dan beri etiket, kemudian
serahkan pada petugas lain untuk diperiksa dan diserahkan.
j. Bersihkan peralatan dan meja meracik setelah selesai.
k. Cucilah tangan sampai bersih
v) SOP Penimbangan
a. Bersihkan timbangan,
b. Setarakan timbangan terlebih dahulu sebelum mulai menimbang
c. Ambil bahan‐bahan sesuai dengan permintaan resep,
d. Ambil anak timbangan sesuai berat yang diminta dan letakkan pada ring
timbangan sebelah kiri (timbangan dalam keadaan off),
e. Bahan baku yang dikehendaki diletakkan secukupnya pada piring timbangan
sebelah kanan,
f. Buka dan on kan timbangan kemudian dilihat apakah timbangnya sudah
seimbang atau belum,
g. Bahan ditambah atau dikurangi sampai diperoleh timbangan yang seimbang yang
ditunjukkan ole letak jarum pada posisi nol,
h. Ambil bahan yang sudah ditimbang kemudian diberi nama sesuai nama yang
tertera pada botol persediaan bahan,
i. Cek ulang anak timbangan apakah berat yang diminta sesuai dengan resep
24
kemudian dikembalikan ketempatnya,
j. Cek ulang apakah bahan yang diambi sudah sesuai dengan resep kemudian
dikembalikan ketempatnya
vi) SOP Konseling OTC
a. Menanyakan keluhan pasien dan mengapa menggunakan obat tersebut dan
sudahberapa lama pasien mengalami keluhan tersebut,
b. Menanyakan bagaiman kondisi pasien setelah menggunakan obat tersebut
c. Apabila obat yang diminta sesuai dengan kondisi pasien dan memberikan efek
seperti yang diharapkan maka obat boleh diberikan,
d. Apabila obat yang diminta tidak sesuai dengan kondisi pasien maka pasien
dipilihkan obat yang tepat untuk kondisinya,
e. Menanyakan tentang bagaiman pasien menggunakan obat tersebut, bila ada yang
kurang atau salah maka farmasi wajib membenarkan dan melengkapinya.

vii) SOP Konseling OWA


a. Menanyakan keluhan pasien sehingga pasien menggunakan obat tersebut dan
sudah berapa lama pasien mengalami gejala tersebut,
b. Cocokkan kondisi pasien dengan obat yang diminta, bila obat kurang sesuai
untuk pasein maka rekomendasikan obat yang tepat untuk pasien,
c. Menanyakan tentang bagaimana pasien menggunakan obat tersebut meliputi
dosis, frekuensi, durasi, dan cara penggunaan. Bila ada yang kurang atau salah
maka farmasis wajib membenarkan dan melengkapinya,
d. Menanyakan bagaimana kondisi pasien setelah menggunakan obat tersebut,
e. Apabila obat yang diminta sesuai dengan kondisi pasien dan memberikan efek
seperti yang diharapkan maka obat boleh diberikan,
f. Apabila kondisi pasien tidak membaik atau semakin memburuk makan
sebaiknya dirujuk ke dokter,
g. Informasikan kepada pasien bahwa pasien diperbolehkan konsultasi dengan
apoteker untuk berdiskusi tentang terapi yang dijalani pasien
viii) SOP Konseling Resep
a. Obat diserahkan pada pasien sekaligus dicocokkan dengan data pasien,
b. Mencocokkan obat dengan kondisi pasien dengan cara menanyakan pada pasien
tentang keluhan yang dialaminya,Memberitahukan pada pasien tentang obat
yang diberikan dan tujuan penggunaan obat tersebut,
c. Memberikan innformasi pada pasien tentang aturan penggunaan obat (dosis,
frekuensi, durasi, cara penggunaan),
d. Menanyakan kembali tentang semua informasi yang telah disampaikan untuk
memastikan bahwa pasien telah paham dan mengerti tentang aturan penggunaan
obat,
e. Memberitahukan pada pasien tentang ESO obat yang mungkin terjadi dan cara
penanganan yang mungkin bisa dilakukan oleh pasien terhadap efek samping
yang terjadi,
f. Menyarankan pasien untuk pergi ke dokter bila dirasa ESO cukup berat dan
mengganggu,
g. Informasikan pada pasien tentang hal apa saja yang perlu dihindari atau yang
perlu dilakukan untuk menunjang keberhasilan riset,
h. Catat nama pasien dan no telp pasein,
i. Buat catatan khusus tentang pasien sebagai.
25
ix) SOP Penerimaan dan Penyimpanan Barang
a. Saat barang datang dari PBF
b. Cek kesesuaian antara SP dengan faktur dan barangnya (kecocokan tentang
nama barang, bentuk, jumlah sediaan, no batch dan tanggal ED),
c. Cek kondisi barang (rusak, pecah, tersegel atau tidak),
d. Faktur ditandatangani oleh apoteker atau asisten apoteker dilengkapi dengan no.
SIK/SIA/NIP seta dibubuhi stempel apotek,
e. Faktur diambi 1 lembar untuk arsip apotek,
f. Serahkan faktur kepada bagian administrasi untuk diedit di komputer,
a. Cocokkan harga yang sudah ada di komputer dengan harga yang tertera pada
faktur baru, apakah ada kenaikan atau tidak,
b. Tandatangani faktur yang telah diedit di komputer,
c. Hargai barang‐barang/obat bebas dan letakkan sesuai dengan spesifikasinya.
d. Untuk obat keras langsung disimpan dalam almari sesuai dengan efek
farmakologinya atau berasarkan abjad,
e. Arsip faktur sesuai dengan nama PBF masing‐masing.

3.9 Aspek Keuangan Modal


3.9.1 Modal
i) Rincian Modal
Modal awal pembangunan Apotek dianggarkan sebesar Rp 150.000.000.00,-
Adapun anggaran untuk membeli perlengkapan membuka Apotek tercan tum dalam
table berikut.

No Daftar Perlengkapan Apotek Jumlah Harga


1 Papan nama Apotek 2 400,000
2 Papan nama APA 2 150,000
3 Stempel apotek 1 75,000
4 Termometer ruangan 1 75,000
5 Kipas Angin 1 200,000
6 TV 1 800,000
7 Alat pemadam kebakaran 3 1 250,000
kg
8 Kursi tunggu (panjang) 2 2.500,000
9 Kursi 3 1.500,000
10 Meja komputer (50 cm x 50 1 1.000,000
cm)
11 Meja racikan (1 m x 50 cm) 1 500,000
12 Komputer dan printer 1 set 7.500,000
13 Kulkas 2 pintu 1 1,500,000
14 Etalase kaca 3 1.500,000
15 Etalase kaca 2m x 1,4m x 40 2 1.600,000
cm
16 Lemari penyimpanan obat 1 150,000
narkotika
17 Rak obat 2 600,000
18 Dispenser dan Galon 1 set 200,000

26
19 Telepon 1 1.000,000
Total Rp 21.500.000
No Perlengkapan peracikan obat Jumlah Harga
1 Mortir dan stamper 1 set 100,000
2 Timbangan manual 1 150,000
3 Timbangan analitik 1 1,000,000
4 Gelas ukur 10 mL, 25 mL, 4 200,000
dan 50 mL
5 Gelas kimia 100 mL, 250 4 200,000
mL, 500 mL
6 Bungkus puyer 500 100,000
7 Kapsul 500 100,000
8 Etiker biru & etiket putih 500 25,000
9 Plastik klip 1000 25,000
Total Rp 1.900.000
Perlengkapan administrasi 50,000
Buku pedoman 400,000
Biaya promosi apotek 150,000
TOTAL BIAYA PERLENGKAPAN APOTEK Rp 24.000.000

a. Modal tetap
Perlengkapan penunjang Rp 24.000.000,00
b. Modal Operasional
OTC Rp 19.000.000,00
OWA Rp 19.000.000,00
Obat keras Rp 19.000.000,00
Obat tradisional Rp 12.000.000,00
BMHP Rp 9.000.000,00
Narkotika, psikotropika, dan precursor Rp 19.000.000,00
Cadangan modal Rp 26.500.000,00
c. Biaya perizinan Rp 2.500.000,00
Total Modal Rp 150.000.000,00
ii) Rencana Anggaran dan Biaya
a. Biaya tetap rutin bulanan
1) Tenaga kerja (Gaji Pokok + Tunjungan Transportasi dan makanan)
APA (1 Orang) Rp 2.000.000,00
TTK (2 Orang) (Rp 800.000,00x2) Rp 1.600.000,00
Sewa Gedung Rp 2.000.000,00
Listrik dan air Rp 500.000,00
Biaya tak terduga Rp 250.000,00
Total Biaya Rutin Bulanan Rp 6.350.000,00
b. Biaya Rutin Tahun Pertama
1) Biaya Rutin Bulanan × 12 Rp 76.200.000,00
2) Tunjangan Hari Raya (1 Bulan Gaji) Rp 5.100.000,00
Total Biaya Tahunan Rp 81.300.000,00
iii) Rencana Anggaran dan Pendapatan selama 12 bulan
Resep pada tahun pertama pendirian apotek diproyeksikan masuk sebanyak 7

27
resep/hari dengan perkiraan harga rata-rata Rp 65.000,00/lembar
a. Pendapatan dalam 1tahun (1 bulan = 30 hari)
1) Resep
Rp 65.000,00/lembar × 8 × 30 × 12 = Rp 187.200.000,00
2) Obat Wajib Apotek
Rp 200.000,00 × 30 × 12 = Rp 72.000.000,00
3) Obat bebas dan bebas terbatas
Rp 150.000,00 × 30 × 12 = Rp 54.000.000,00
4) Obat tradisional
Rp 100.000,00 × 30 × 12 = Rp 36.000.000,00
5) Bahan Medis Habis Pakai
Rp 170.000,00 × 30 × 12 = Rp 61.200.000,00
Total pendapatan dalam 1 tahun sebesar Rp 410.400.000,00
b. Pengeluaran rutin tahun I
1) Pembelian obat resep
70% × Rp 187.200.000,00 = Rp 131.040.000,00
2) Pembelian obat wajib apotek
10% × Rp 72.000.000,00 = Rp 7.200.000,00
3) Pembelian obat bebas dan bebas terbatas
15% × Rp 54.000.000,00 = Rp 8.100.000,00
4) Pembelian obat tradisional
15% × Rp 36.000.000,00 = Rp 5.400.000,00
5) Pembelian bahan medis habis pakai
30% × Rp 61.200.000,00 = Rp 18.360.000,00
Total pembelian dalam 1 tahun (HPP) sebesar Rp 170.100.000,00
c. Laba rugi tahun I
1) Pemasukan tahun I Rp 410.400.000,00
2) Pengeluaran tahun I Rp 170.100.000,00
3) Biaya rutin sesudah pajak Rp 96.000.000,00
Laba bersih sebelum pajak Rp 144.300.000,00
Pajak (10%) Rp 14.430.000,00
Laba bersih sesudah pajak Rp 129.870.000,00
d. Analisis keuangan
1) PBP (Pay Back Period)
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑖𝑛𝑣𝑒𝑠𝑡𝑎𝑠𝑖
PBP = 𝐿𝑎𝑏𝑎 𝑏𝑒𝑟𝑠𝑖ℎ

𝑅𝑝 150.000.000,00
= Rp 129.870.000,00

= 1.15 tahun

Kesimpulan :
Pendirian apotek jember farma dapat layak untuk dilanjutkan karna dengan laba
bersih yang diperoleh sebesar Rp 120.870.000 dapat menutupi hutang selama 1.15
tahun pendirian apotek.

2) ROI (Return on investment)


28
𝐿𝑎𝑏𝑎 𝑏𝑒𝑟𝑠𝑖ℎ
ROI = 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑖𝑛𝑣𝑒𝑠𝑡𝑎𝑠𝑖
𝑋 100%

Rp 129.870.000,00
= 𝑋 100%
𝑅𝑝 150.000.000,00

= 86,58%

3) BEP (Break Even Point)


1
BEP = 𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑣𝑎𝑟𝑖𝑎𝑏𝑒𝑙 𝑋 𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑇𝑒𝑡𝑎𝑝
1−( )
𝑝𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛

1
= Rp 170.100.000 𝑋 96.000.000,00
1−( )
Rp 410.400.000

= Rp 163.934.426,00

Kesimpulan

Dari penyusunan studi kelayakan pendirian Apotek dapat dilihat beberapa aspek
yang mempengaruhi pendirian Apotek Jember Farma.
1. Study kelayakan berguna untuk memberikan gambaran bagaimana cara
mendirikan apotek dengan baik, sehingga apotek dapat berkembang.
2. Melihat dari banyak aspek study kelayakan yang telah dilakukan seperti
aspek lokasi, aspek pasar, aspek ekonomi dan permodalan, aspek manajerial
dan aspek teknis maka Apotek Jember Farma yang akan didirikan terletak di Jl.
Kalimantan no 86 Kel. Karangrejo Kec. Sumbersari, Kota Jember layak untuk
didirikan
3. Makna dari study kelayakan untuk apoteker yaitu untuk menunjukkan dan
meningkatkan kemampuan apoteker dalam mendirikan dan mengelola apotek
sehingga apotek berjalan dengan baik.

29
30
BAB III
TUGAS KHUSUS
PEMANTAUAN TERAPI OBAT
PADA PASIEN STROKE INFARK DAN CKD PRO HD

3.1 Pendahuluan
3.1.1 Latar Belakang
Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan No. 72 Tahun 2016 Tentang Standar
pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit Pasal 1, Rumah sakit adalah institusi pelayanan
kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna
yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Dalam
menyelenggarakan pelayanan kefarmasian, maka harus mengacu pada standar
pelayanan kefarmasian yaitu tolak ukur yang dipergunakan sebagai pedoman bagi
tenaga kefarmasian dalam menyelenggarakan pelayanan kefarmasian. Pelayanan
kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien
yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk
meningkatkan mutu kehidupan pasien.
National Kidney Foundation menyebutkan tekanan darah tinggi adalah penyebab
utama gagal ginjal kronik. Seiring waktu tekanan darah tinggi bisa merusak unit
penyaringan kecil di ginjal akibatnya ginjal bisa berhenti mengeluarkan limbah dan
cairan ekstra dari darah. Cairan tambahan di pembuluh darah dapat terbentuk dan
menaikkan tekanan darah lebih tinggi lagi. Di sisi lain hipertensi bisa menjadi
komplikasi gagal ginjal kronik. Ginjal yang telah terganggu fungsinya kurang mampu
membantu mengatur tekanan darah akibatnya tekanan darah meningkat (NKF, 2010).
Pengurangan tekanan darah adalah cara yang efisien untuk memperbaiki atau
memperlambat perkembangan kerusakan ginjal (Depkes RI, 2006).
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2016
tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit, Pemantauan terapi obat
(PTO) merupakan suatu proses yang mencakup kegiatan untuk memastikan terapi obat
yang aman, efektif, dan rasional bagi pasien dengan tujuan meningkatkan efektifitas
terapi dan meminimalkan risiko Reaksi Obat yang tidak Dikehendaki (ROTD).
Pemantauan terapi obat harus dilakukan secara berkesinambungan dan dievaluasi
secara teratur pada periode tertentu agar keberhasilan ataupun kegagalan terapi dapat
diketahui. Pasien yang mendapatkan terapi obat mempunyai risiko mengalami masalah
terkait obat. Kompleksitas penyakit dan penggunaan obat, serta respons pasien yang
sangat individual meningkatkan munculnya masalah terkait obat. Hal tersebut
menyebabkan perlunya dilakukan PTO dalam praktek profesi untuk mengoptimalkan
efek terapi dan meminimalkan efek yang tidak dikehendaki terutama pada kondisi
pasien dengan polidiagnosis dengan terapi polifarmasi.

17
3.1.2 Tujuan Pemantauan Terapi Obat
Tujuan PTO adalah meningkatkan efektivitas terapi dan meminimalkan risiko reaksi
obat yang tidak dikehendaki. Kegiatan tersebut meliputi:
1. Pengkajian pemilihan obat, dosis, cara pemberian obat, respon terapi, reaksi obat
yang tidak dikehendaki (ROTD).
2. pemberi rekomendasi penyelesaian masalah terkait obat
3. pemantauan efektivitas dan efek samping terapi obat.

3.2. Tinjauan Pustaka


3.2.1 Stroke
Stroke adalah penurunan fungsi sistem syaraf utama secara tiba-tiba yang berlangsung
selama 24 jam dan diperkirakan berasal dari pembuluh darah. Serangan iskemia
sementara atau Transient ischemic attacks (TIAs) adalah penurunan fungsi iskemia
sistem syaraf utama iskemia menurun selama kurang dari 24 jam dan biasanya kurang
dari 30 menit (Sukandar et al, 2013).
3.2.2 Klasifikasi Stroke
Menurut (Fagan et al, 2014), Stroke dapat berupa stroke iskemik dan stroke hemoragik.
1. Stroke hemoragik
Stroke hemoragik adalah stroke perdarahan meliputi perdarahan subarachnoid,
perdarahan intrasebral, hematoma subdural. Perdarahan subarachnoid terjadi bila darah
memasuki area subarachnoid (tempat cairan serebrospinal) baik karena trauma,
pecahnya aneurisma intrakranial, maupun pecahnya arterivenosa yang cacat.
Sebaliknya, stroke iskemik terjadi bila pembuluh darah pecah dalam parenkim otak,
menyebabkan pembentukan hematoma. Jenis perdarahan ini sangat sering dikaitkan
dengan tekanan darah yang tidak terkontrol dan jarang antitrombotik. Hematoma
subdural menjelaskan terkumpulnya darah dibawah area dura (melapisi otak) dan
sering disebabkan oleh trauma. Stroke perdarahan lebih letal dua kali sampai enam kali
daripada stroke iskemik (Fagan et al, 2014).

2. Stroke iskemik
Stroke iskemik terjadi akibat penyumbatan (trombotik atau embolik) pembuluh darah
arteri otak. Penyumbatan pembuluh darah dapat mengganggu aliran darah ke bagian
tertentu di otak, sehingga terjadi defisit neurologis yang disebabkan oleh hilangnya
fungsi yang dikendalikan oleh bagian otak tersebut (Winkler et al, 2008).
3.2.3 Patofisiologi Stroke Iskemik
Aliran darah serebral normal rata-rata 50 ml/100 g per menit, dan ini dipertahankan
melalui tekanan darah (rata-rata tekanan arteri dari 50 sampai 150 mmHg) oleh proses
yang disebut autoregulasi cerebral. Pembuluh darah otak melebar dan menyempit
sebagai respon terhadap perubahan tekanan darah, tetapi proses ini dapat terganggu
oleh aterosklerosis, hipertensi kronis, dan cedera akut seperti stroke. Hipertensi kronis
dan tidak terkendali akan memicu kekakuan dinding pembuluh darah kecil yaitu
mikroangiopati. Hipertensi juga akan memicu munculnya timbunan plak pada

18
pembuluh darah besar. Timbunan plak akan menyempitkan lumen pembuluh darah.
Kemudian, ketika terjadi stres dapat mengakibatkan pecahnya plak, paparan kolagen,
agregasi platelet, dan pembentukan bekuan. Bekuan menyebabkan oklusi lokal
kemudian terjadi emboli sampai menuju pembuluh darah dalam otak. Hasil akhir dari
trombus dan emboli adalah oklusi arteri, penurunan aliran darah otak dan menyebabkan
iskemik (Fagan et al, 2014).

Ketika aliran darah lokal otak menurun dibawah 20 mL/ 100 g per menit, iskemia dapat
terjadi dan ketika pengurangan lebih lanjut dibawah 12 mL/ 100 g per menit bertahan,
kerusakan permanen otak terjadi yang disebut infark. Penurunan dalam penyediaan
nutrisi ke sel iskemik menyebabkan berkurangnya fosfat seperti Adenosine
Triphosphate (ATP) yang diperlukan untuk menjaga ketahanan membran. Selanjutnya,
kalsium ekstraseluler terakumulasi dan pada saat yang bersamaan, natrium dan air
tertahan menyebabkan sel mengembang dan lisis. Ketidakseimbangan elektrolit juga
menyebabkan depolarisasi sel dan masuknya kalsium ke dalam sel. Peningkatan
kalsium intraseluler mengakibatkan aktivasi lipase, protease, dan endonukleat dan
pelepasan asam lemak bebas dari membran fosfolipid. Depolarisasi neuron
mengakibatkan pengeluaran asam amino seperti glutamate dan aspartat yang
menyebabkan kerusakan saraf ketika dikeluarkan secara berlebihan. Akumulasi dari
asam lemak bebas, termasuk asam arachidonat menyebabkan pembentukan
prostaglandin, leukotrin dan radikal bebas. Meningkatnya produksi radikal bebas
menyebabkan terjadinya asidosis intraseluler. Peristiwa ini terjadi dalam waktu 2
sampai 3 jam dari onset iskemi dan berkontribusi pada kematian sel. Target untuk
intervensi dalam proses patofisiologis setelah iskemia serebral termasuk masuknya sel
– sel inflamasi aktif dan inisiasi apoptosis atau sel mati dapat mengganggu pemulihan
dan perbaikan jaringan otak (Fagan et al, 2014).
3.2.4 Etiologi Stroke Iskemik
Etiologi dari penyakit Stroke Iskemik adalah banyak pasien yang memiliki lebih dari
satu faktor resiko untuk perkembangan penyakit stroke iskemik Faktor risiko yang
dapat menimbulkan stroke iskemik dapat dibagi menjadi dua yaitu faktor risiko yang
dapat dimodifikasi dan faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi.
Faktor risiko yang dapat dimodifikasi yaitu: merokok, hipertensi, hiperlipidemia,
fibrilasi atrium, penyakit jantung iskemik, penyakit katup jantung, diabetes mellitus,
obesitas dan gaya hidup.

1. Merokok
Tingkat kematian penyakit stroke karena merokok di Amerika Serikat pertahunnya
diperkirakan sekitar 21.400 (tanpa ada penyesuaian untuk faktor resiko) dan 17.800
(setelah ada penyesuaian), ini menunjukkan bahwa rokok memberikan kontribusi
terjadinya stroke yang berakhir dengan kematian sekitar 12% sampai 14% (Goldstein
et al, 2011).

2. Hipetensi

19
Hipertensi merupakan faktor risiko terpenting untuk semua tipe stroke, baik stroke
iskemik maupun stroke perdarahan. Peningkatan risiko stroke terjadi seiring dengan
peningkatan tekanan darah. Walaupun tidak ada nilai pasti korelasi antara peningkatan
tekanan darah dengan risiko stroke, diperkirakan risiko stroke meningkat 1,6 kali setiap
peningkatan 10 mmHg tekanan darah sistolik, dan sekitar 50% kejadian stroke dapat
dicegah dengan pengendalian tekanan darah. Beberapa peneliti melaporkan bahwa
apabila hipertensi tidak diturunkan pada saat serangan stroke akut dapat
mengakibatkan edema otak, namun berdasarkan penelitian dari Chamorro
menunjukkan bahwa perbaikan sempurna pada stroke iskemik dipermudah oleh adanya
penurunan tekanan darah yang cukup ketika edema otak berkembang sehingga
menghasilkan tekanan perfusi serebral yang adekuat (Goldstein et al, 2011).

3. Hiperlipidemia
Hiperlipidemia dapat menyebabkan aterosklerosis. Aterosklerosis berperan dalam
menyebabkan penyakit jantung koroner dan stroke itu sendiri. Karena kolestrol tidak
dapat langsung larut dalam darah dan cenderung menempel di pembuluh darah,
akibatnya kolestrol membentuk bekuan dan plak yang menyumbat arteri dan akhirnya
memutuskan aliran darah ke jantung (menyebabkan serangan jantung) dan ke otak
(menyebabkan stroke) (Goldstein et al, 2011).

4. Penyakit jantung
Atrial fibrilasi (AF) merupakan gangguan irama yang banyak menyerang pria dewasa,
AF ditemukan pada 1–1,5% populasi dinegara– negara barat dan merupakan salah satu
faktor risiko independen stroke. AF dapat menyebabkan risiko stroke atau emboli
menjadi 5 kali lipat daripada pasien tanpa AF. Kejadian stroke yang didasari oleh AF
sering diikuti dengan peningkatan morbiditas, mortalitas, dan penurunan kemampuan
fungsi daripada stroke karena penyebab yang lain. Risiko stroke karena AF meningkat
jika disertai dengan beberapa faktor lain, yaitu jika disertai usia >65 tahun, hipertensi,
diabetes melitus, gagal jantung, atau riwayat stroke sebelumnya (Goldstein et al, 2011).

5. Diabetes mellitus
Orang dengan diabetes mellitus lebih rentan terhadap aterosklerosis dan peningkatan
prevalensi proaterogenik, terutama hipertensi dan lipid darah yang abnormal. Pada
tahun 2007 sekitar 17,9 juta atau 5,9% orang Amerika menderita diabetes. Berdasarkan
studi case control pada pasien stroke dan studi epidemiologi prospektif telah
menginformasikan bahwa diabetes dapat meningkatkan risiko stroke iskemik dengan
risiko relatif mulai dari 1,8 kali lipat menjadi hampir 6 kali lipat. Berdasarkan data dari
Center for Disease Control and Prevention 1997-2003 menunjukkan bahwa prevalensi
stroke berdasarkan usia sekitar 9% stroke terjadi pada pasien dengan penyakit diabetes
pada usia lebih dari 35 tahun (Goldstein et al, 2011).

6. Obesitas
Makan berlebihan dapat menyebabkan kegemukan (obesitas). Obesitas lebih cepat
terjadi dengan pola hidup pasif (kurang gerak dan olahraga).Jika makanan yang
dimakan banyak mengandung lemak jahat (seperti kolestrol), maka ini dapat

20
menyebabkan penimbunan lemak disepanjang pembuluh darah.Penyempitan
pembuluh darah ini menyebabkan aliran darah kurang lancar dan memicu terjadinya
aterosklerosis atau penyumbatan dalam pembuluh darah yang pada akhirnya beresiko
terserang stroke. Penyumbatan tersebut biasanya diakibatkan oleh plak-plak yang
menempel pada dinding pembuluh darah (Goldstein et al, 2011)
7. Gaya hidup
Gaya hidup seringkali dikaitkan sebagai pemicu berbagai penyakit yang menyerang,
baik pada usia produktif maupun usia lanjut. Salah satu contoh gaya hidup yaitu
berkaitan dengan pola makan. Generasi muda biasanya sering menerapkan pola makan
yang tidak sehat dengan seringnya mengkonsumsi makanan siap saji yang banyak
mengandung lemak dan kolesterol namun rendah sehat. Kemudian, seringnya
mengonsumsi makanan yang digoreng atau makanan dengan kadar gula tinggi dan
berbagai jenis makanan yang ditambah zat pewarna/penyedap/pemanis dan lain-lain.
Faktor gaya hidup lain yang dapat beresiko terkena stroke yaitu sedentary life style
atau kebiasaan hidup santai dan malas berolah raga. Hal ini dapat mengakibatkan
kurangnya kemampuan metabolisme tubuh dalam pembakaran zat-zat makanan yang
dikonsumsi. Sehingga, beresiko membentuk terjadinya tumpukan kadar lemak dan
kolestrol dalam darah yang beresiko membentuk ateroskelorosis (plak) yang dapat
menyumbat pembuluh darah yang dapat berakibat pada munculnya serangan jantung
dan stroke (Goldstein et al, 2011)

Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi yaitu: usia, jenis kelamin, ras, dan riwayat
keluarga (Fagan et al, 2014).

1. Usia
Beberapa penelitian membuktikan bahwa 2/3 serangan stroke terjadi pada usia diatas
65 tahun. Meskipun demikian, bukan berarti usia muda atau produktif akan terbebas
dari serangan stroke (Wiwit, 2010).

2. Jenis kelamin
Stroke menyerang laki-laki 19% lebih banyak dibandingkan perempuan. Hal ini
dikarenakan perempuan memiliki hormon esterogen yang berperan dalam
mempertahankan kekebalan tubuh sampai menopause dan sebagai proteksi atau
pelindung pada proses ateroskerosis. Namunsetelah perempuan tersebut mengalami
menopouse, besar risiko terkena stroke antara laki-laki dan perempuan menjadi sama
(Wiwit, 2010).
3. Riwayat keluarga
Dari sekian banyak kasus stroke yang terjadi, sebagian besar penderita stroke memiliki
faktor riwayat stroke dalam keluarganya. Keturunan dari penderita stroke diketahui
menyebabkan perubahan penanda aterosklerosis awal, yaitu proses terjadinya
timbunan zat lemak dibawah lapisan dinding pembuluh darah yang dapat memicu
terjadinya stroke. Beberapa penelitian lain yang telah dilakukan mengesankan bahwa
riwayat stroke dalam keluarga mencerminkan suatu hubungan antara faktor genetis

21
dengan tidak berfungsinya lapisan dinding pembuluh darah dalam arteri koronaria
(Wiwit, 2010).

4. Ras
Stroke lebih banyak menyerang dan menyebabkan kematian pada ras kulit hitam, Asia
dan Kepulauan Pasifik, serta Hispanik dibandingkan kulit putih. Menurut Price dan
Wilson (2006) bahwa orang Amerika keturunan Afrika memiliki angka resiko yang
lebih tinggi daripada orang Kaukasia. Dengan kata lain, orang berkulit hitam lebih
beresiko terkena stroke. Orang kulit hitam lebih banyak terkena hipertensi daripada
orang berkulit putih karena berkaitan dengan pola konsumsi garam (Wiwit, 2010).
3.2.5 Tanda dan Gejala Stroke
Tanda dan gejala neurologis yang timbul pada stroke tergantung berat ringannya
gangguan pembuluh darah dan lokasinya, diantaranya yaitu:
1. Kelumpuhan wajah atau anggota badan (biasanya hemiparesis) yang timbul
mendadak.
2. Gangguan sensibilitas pada satu atau lebih anggota badan (gangguan
hemisensorik).
3. Perubahan mendadak status mental (konvusi, delirium. Letargi, stupor, atau koma).
4. Afisia (bicara tidak lancar, kurangnya ucapan, atau kesulitan memahami ucapan).
5. Disartria (bicara pelo atau cadel)
6. Gangguan penglihatan (hemianopia atau monokuler) atau diplopia.
7. Ataksia (trunkal atau anggota badan).
8. Vertigo, mual dan muntah, atau nyeri kepala.
3.2.6 Manifestasi Klinik Stroke Iskemik
Manifestasi klinis yang terjadi antara lain mengalami kelemahan pada satu sisi tubuh,
ketidakmampuan untuk berbicara, kehilangan penglihatan, vertigo dan sakit kepala
mungkin terjadi. Gambaran klinis stroke iskemik tergantung pada area otak yang
mengalami iskemik (Sjahrir et al., 2011).
3.2.7 Terapi Stroke Iskemik
Terapi Stroke Iskemik terbagi menjadi 2 yaitu terapi non farmakologi dan terapi
farmakologi sebagai berikut:

i) Terapi non farmakologi


a. Terapi akut
Intervensi pada pasien stroke iskemik akut yaitu dilakukan bedah. Dalam beberapa
kasus edema iskemik serebral karena infark yang besar, dilakukan kraniektomi untuk
mengurangi beberapa tekanan yang meningkat telah dicoba.Dalam kasus
pembengkakan signifikan yang terkait dengan infark serebral, dekompresi bedah bisa
menyelamatkan nyawa pasien. Namun penggunaan pendekatan terorganisir
multidisiplin untuk perawatan stroke yang mencakup rehabilitasi awal telah terbukti
sangat efektif dalam mengurangi cacat utama karena stroke iskemik (Fagan et al,
2014).

22
b. Terapi pemeliharaan stroke
Terapi non farmakologi juga diperlukan pada pasien paska stroke. Pendekatan
interdisipliner untuk penanganan stroke yang mencakup rehabilitasi awal sangat efektif
dalam pengurangan kejadian stroke berulang pada pasien tertentu.Pembesaran karotid
dapat efektif dalam pengurangan risiko stroke berulang pada pasien komplikasi
berisiko tinggi selama endarterektomi. Selain itu modifikasi gaya hidup berisiko
terjadinya stroke dan faktor risiko juga penting untuk menghindari adanya kekambuhan
stroke. (Fagan et al, 2014).
ii) Terapi farmakologi

a. Terapi akut
American Stroke Association telah membuat dan menerbitkan panduan yang
membahas pengelolaan stroke iskemik akut. Secara umum, hanya dua agen
farmokologis yang direkomendasikan dengan rekomendasi kelas A adalah jaringan
intravena plasminogen activator (tPA) dalam waktu 3 jam sejak onset dan aspirin
dalam 48 jam sejak onset (Sukandar et al, 2013)

b. Terapi pemeliharaan stroke


Berdasarkan patofisiologi terjadinya stroke iskemik, ada beberapa jenis terapi yang
diberikan yaitu:
1) Trombolisis dan revaskularisasi untuk melisis trombus dan menghilangkan
hambatan aliran darah ke otak. Trombolisis adalah melisis trombus dengan
menggunakan t-PA (tissue plasminogen activator) intravena, t-PA merupakan
katalisator konversi plasminogen menjadi plasmin sehingga meningkatkan
kecepatan melisis fibrin yang menyumbat pembuluh darah otak pada saat terjadi
stroke iskemik. Terapi ini diberikan untuk mengurangi kecacatan utama stroke
iskemik (Fagan et al, 2014). Menurut (Gofir, 2011), karakteristik pasien stroke yang
mungkin sesuai untuk terapi tissue plasminogen aktivator intravena adalah:
- Usia ≥ 18 tahun
- Diagnosis stroke iskemik menyebabkan deficit neurologis yang secara klinis jelas
- Tidak ada stroke atau trauma kepala dalam 3 bulan sebelumnya
- Tidak ada pembedahan mayor dalam 14 hari sebelumnya
- Tidak ada riwayat perdarahan intracranial
- Tekanan darah sistolik ≤ 185 mmHg
- Tekanan darah diastolik ≤ 110 mmHg
- Tidak ada gejala yang hilang dengan cepat atau gejala stroke yang ringan
- Tidak ada gejala yang memungkinkan munculnya dugaan perdarahan subarakhnoid
- Tidak ada perdarahan gastrointestinal atau perdarahan traktus urinarius dalam 21
bulan sebelumnya
- Tidak ada fungsi arteri pada lokasi yang non–compressible dalam 7 hari sebelumnya
- Waktu protrombin 15 detik atau international normalized ratio ≤ 1,7 tanpa
penggunaanobat antikoagulan
- Waktu partial-protrombin dalam rentang normal, jika heparin diberikan selama 48
jamsebelumnya

23
- Hitung trombosit ≤ 100.000/mm3
- Konsentrai glukosa darah > 50 mg/dl (2,7 mmol/I)
- Tidak ada kebutuhan untuk langkah agresif dalam menurunkan tekanan darah
hingga batas yang telah disebutkan di atas
2) Antikoagulan merupakan terapi untuk mencegah terjadinya trombus pada arteri.
Antikoagulan yang dapat digunakan adalah warfarin, heparin atau golongan LMWH
(Low Molecular Weight Heparin) (Sjahrir et al., 2011). Warfarin merupakan
pengobatan yang paling efektif untuk pencegahan stroke pada pasien dengan
fibrilasi atrial. Pada pasien dengan fibrilasi atrial dan sejarah stroke atau TIA, resiko
kekambuhan pasien merupakan salah satu resiko tertinggi yang diketahui. Secara
umum pemberian heparin, LMWH atau Heparinoid setelah stroke iskemik tidak
direkomendasikan karena pemberian antikoagulan (heparin, LMWH, atau
heparinoid) secara parenteral meningkatkan komplikasi perdarahan yang serius.
Penggunaan warfarin direkomendasikan baik untuk pencegahan pada pasien dengan
atrial fibrilasi. Penggunaan warfarin harus hati-hati karena dapat meningkatkan
risiko perdarahan. Pemberian antikoagulan rutin terhadap pasien stroke iskemik
akut dengan tujuan untuk memperbaiki outcome neurologic atau sebagai
pencegahan dini terjadinya stroke ulang tidak direkomendasi (PERDOSSI, 2011).
3) Antiplatelet merupakan untuk mencegah terjadinya trombus, The American Heart
Association / American Stroke Association (AHA/ASA) merekomendasikan
pemberian terapi antitrombotik digunakan sebagai terapi pencegahan stroke
iskemik sekunder, biasanya digunakan asetosal, clopidogrel, cilostastol dan
dipiridamol (Sjahrir et al, 2011).
4) Neuroprotektan merupakan golongan obat yang dapat bersifat neuroprotektif, yaitu
bisa menghambat proses sitotoksik yang merusak sel saraf dan sel glia. Obat yang
sering digunakan adalah sitikolin. Pada stroke iskemik akut, dalam batas waktu
tertentu sebagian besar jaringan neuron dapat dipulihkan. Pada mempertahankan
fungsi jaringan adalah sebagaimana tujuan dari apa yang disebut sebagai strategi
neuroprotektif. Cara kerja metode ini adalah menurunkan aktivitas metabolisme
dan tentu saja kebutuhan oksigen sel–sel neuron. Dengan demikian neuron
terlindungi dari kerusakan lebih lanjut akibat hipoksia berkepanjangan atau
eksitotoksisitas yang dapat terjadi akibat jenjang glutamat yang biasanya timbul
setelah cedera sel neuron. (Sjahrir et al., 2011).
5) Antihipertensi untuk menurunkan tekanan darah pada penderita stroke iskemik.
Golongan obat oral yang digunakan untuk pengendalian tekanan darah antara lain:
diuretika, penghambat angiotensin converting enzyme (ACE-Inhibitor),
penghambat reseptor angiotensin (angiotensin receptor blocker, ARB), dan
penghambat kanal kalsium (calcium channel blocker, CCB). Hipertensi pada stroke
iskemik, terapi yang diberikan secara parenteral biasanya dalah labetalol,
nikardipin, diltiazem, dan nitrogliserin (Sjahrir et al., 2011).
Tabel III.1 Terapi Farmakologi Penyakit Stroke Iskemik (Sukandar et al, 2013)

Senyawa Primer Alternatif

24
Penanganan Akut Alteplase 0.9 mg/kg iv Alteplase (dosis variasi)
(maksimum 90 kg) sampai 1 intraarteri hingga 6 jam setelah
jam pada pasien terpilih dalam onset pada pasien terpilih
onset 3 jam
Apirin 160-325 mg setiap hari
dimulai dalam 48 jam onset
Pencegahan Sekunder
Nonkardiomegali Aspirin 50-325 mg setiap hari
Clopidogrel 75 mg setiap hari Tiklopidin 250 mg dua kali
sehari
Aspirin 25 mg + pelepasan
lebih luas dipiridamol 200 mg
dua kali sehari
Kardiomegali (terutama Warfarin (INR=2,5)
fibrinasi atrial)
Semua Inhibitor ACE dan diuretic atau
ARB penurun tekanan darah
Statin

3.2.8 Chronic Kidney Disease (CKD)


Chronic Kidney Disease (CKD) atau penyakit gagal ginjal kronis merupakan salah satu
penyakit yang menyerang organ ginjal dimana keadaan organ ginjal menurun secara
progresif, kronik, maupun metetap dan berlangsung. Kriteria yang terdapat pada
penyakit ginjal kronik ini adalah timbulnya kerusakan ginjal lebih dari 3 bulan dengan
kata lain terjadinya kelainan struktural maupun fungsional (Risvandi et al, 2015).

3.2.9 Klasifikasi Chronic Kidney Disease (CKD)


Klasifikasi penyakit ginjal kronik didasarkan atas dua hal yaitu atas dasar derajat atau
stage penyakit dan dasar diagnosis etiologi. Klasifikasi atas dasar derajat penyakit
dibuat atas dasar laju filtrasi glomelurus (LFG) yang dihitung dengan menggunakan
rumus Cockroft-Gault sebagai berikut:

(140−U) x BB
KK = x Konstanta
(72 x cr)

Keterangan :
KK: Klirens kreatinin (bersihan kreatinin) dalam ml/menit
U: Umur dalam tahun BB : Berat badan dalam kilogram
Cr: Nilai kreatinin serum (darah) dalam mg/dL
Konstanta: Laki-laki = 1 Perempuan = 0,85

Klasifikasi atas dasar derajat penyakit dapat dilihat di tabel berikut (Eknoyan et al,
2013):

25
Tabel III.2 Klasifikasi Derajat CKD Berdasarkan LFG

Sedangkan klasifikasi atas dasar diagnosis etiologi dilihat di tabel berikut (Eknoyan et
al, 2013):
Tabel III.3 Klasifikasi Berdasarkan Etiologi

3.2.10 Patofisiologi Chronic Kidney Disease (CKD)


Terjadinya gagal ginjal kronik diawali dengan adanya kerusakan pada unit fungsional
pada ginjal yaitu nefron yang disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya diabetes
melitus, hipertensi, glomerulonefritis dan lain lain. Hilangnya masa nefron disebabkan
karena adanya paparan terhadap faktor resiko yang dapat menyebabkan hipertrofi
nefron untuk mengkompensasi hilangnya fungsi ginjal dan massa nefron. Hipertrofi
nefron ini mungkin akan adaptif pada awalnya, namun seiring berjalannya waktu
hipertrofi nefron dapat berkembang menjadi hipertensi intraglomerular yang
diperantarai adanya angiotensin II. Angiotensin II merupakan agen vasokonstriktor
yang kuat pada arteriol aferen dan eferen yang meningkatkan tekanan dalam kapiler
glomerulus dan meningkatkan fraksi filtrasi. Proteinuria merupakan protein yang telah
difiltrasi oleh glomerulus, namun tidak mengalami reabsorbsi pada tubulus, sehingga
diekskresikan dalam urin oleh saluran kemih bagian bawah. Hal ini berhubungan

26
dengan adanya luka atau inflamasi. Akibat adanya kerusakan sel secara langsung dapat
menigkatkan hilangnya nefron secara progresif (Joy et al, 2008).

Gambar III.1 Mekanisme kerusakan pada penyakit ginjal (Sukandar et al, 2013)
3.2.11 Etiologi Chronic Kidney Disease (CKD)
Etiologi dari penyakit gagal ginjal kronik adalah banyak pasien yang memiliki lebih
dari satu faktor resiko untuk perkembangan penyakit gagal ginjal kronik. Menurut
(Dipiro et al, 2015), Faktor resiko gagal ginjal kronik dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu
faktor kerentanan, faktor inisiasi, dan faktor progresi. Faktor kerentanan pada GGK
belum terbukti secara langsung dapat menyebabkan kerusakan ginjal, namun dapat
berguna untuk mengidentifikasi populasi yang memiliki resiko tinggi terhadap GGK.
Diantaranya adalah lanjut usia, pendapatan rendah atau pendidikan, dan riwayat
keluarga GGK. Faktor inisiasi adalah kondisi yang secara langsung dapat
menyebabkan kerusakan ginjal dan dapat diubah dengan terapi farmakologi . Terdapat
tiga faktor inisiasi yang dapat menyebabkan GGK, meliputi diabetes melitus (44%),
hipertensi (22%) dan gangguan glomerular (8%). Faktor progresi merupakan faktor-
faktor yang dapat menyebabkan peningkatan laju penurunan fungsi ginjal pada pasien
yang sudah mengalami kerusakan ginjal, seperti proteinuria, hipertensi, diabetes
melitus, hiperlipidemia, dan obesitas (Dipiro et al, 2015). Menurut (Aisara et al, 2018),
penyakit ginjal kronis (PGK) merupakan penyakit multihit prosess dease, ketika
mengalami suatu gangguan fungsi ginjal, banyak faktor yang akan memperberat
perjalanan penyakit. Faktor tersebut dikenal sebagai faktor progresivitas PGK sebagai
berikut:

27
Tabel III.4 Faktor- Faktor yang Berperan dalam Progresivitas CKD
Tidak dapat dimodifikasi Dapat dimodifikasi
• Usia • Hipertensi
• Jenis kelamin (lai-laki lebih cepat) • Proteinurea
• Ras (ras Afrika-Amerika lebih cepat) • Albuminurea
• Genetik • Glikemia
• Hilangnya massa ginjal • Obesitas
• Dislipidemia
• Merokok
• Kadar asam urat

3.2.12 Penyebab Chronic Kidney Disease (CKD)


Menurut (Aisara et al, 2018), penyakit gagal ginjal kronik (PGK) disebabkan oleh
bermacam macam hal diantaranya :
1. Glomeronefritis, akibat infeksi (endocarditis, bacterial, hepatitis C, hepatitis B,
HIV) atau yang bersifat kronis
2. Diabetes mellitus menyebabkan nefrofati diabetik
3. Hipertensi, penyakit nefrosklerosis
4. Uropati obstruktif (batu saluran kemih, tumor dan lain lain )
5. Lupus erimetosus sistemik, penyakit ginjal polikistik
6. Penggunaan obat obatan (obat antiinflamasi non-steroid, antibiotik, siklosporin,
takrolimus)

3.2.13 Pencegahan Chronic Kidney Disease (CKD)


Pencegahan terjadinya kerusakan ginjal yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Pencegahan primer bertujuan untuk menghilangkan atau mengurangi pemaparan
terhadap faktor-faktor yang dapat menyebabkan penyakit ginjal (pencegahan
paparan infeksi, konseling genetik, pencegahan obesitas, dan lain lain).
2. Pencegahan sekunder dilakukan dengan menjaga agar progresifitas CKD tidak terus
berlanjut dengan penanganan yang tepat pada setiap stadium CKD.
3. Pencegahan tersier difokuskan pada penundaan komplikasi jangka panjang,
disabilitas atau kecacatan akibat CKD melalui terapi penggantian ginjal (dialisis
atau transplantasi ginjal).
3.2.14 Manifestasi Klinik Chronic Kidney Disease (CKD)
Manifestasi klinik pada penderita gagal ginjal kronik sangat bervariasi tergantung dari
kondisi ginjal penderita, yaitu meliputi:

1. Hiperkalemia
Kalium merupakan salah satu kation intraseluler utama. Nilai normal konsentrasi
kalium dalam plasma adalah 3,5 – 5,0 mmol/L. Dikatakan hiperkalemia dimana jumlah
dari kalium lebih dari 5,0 mmol/L. Keseimbangan gradien konsentrasi kalium didalam
tubuh diatur oleh pompa Na+ / K+ -ATPase yang secara aktif mengangkut K+ kedalam

28
sel dan Na+ keluar dari sel dengan perbandingan 2 : 3. Hiperkalemia dapat terjadi
akibat adanya pelepasan K+ dari sel atau penurunan eksresi ginjal, karena adanya
gangguan sekresi atau berkurangnya pembebasan zat terlarut distal. Penurunan sekresi
K+ oleh sel utama disebabkan karena adanya gangguan pada reabsorbsi Na+ atau
peningkatan reabsorbsi Cl- (McPhee et al, 2010).

2. Anemia
Anemia merupakan akibat yang umum terjadi pada pasien CKD yang ditandai dengan
penurunan kadar haemoglobin dan kebanyakan terjadi pada pasien CKD stage 4 dan 5.
Gejala yang muncul berupa rasa lelah dan edema. Beberapa faktor yang dapat
menyebabkan kondisi anemia meliputi masa hidup sel darah merah yang singkat,
supresi sumsum, kekurangan zat besi ataupun folat karena asupan makanan yang
buruk, dan juga adanya peningkatan hilangnya cairan seperti perdarahan
gastrointestinal. Namun penyebab utama anemia adalah akibat kerusakan sel pertibular
yang menyebabkan sekresi eritropoietin yang tidak adekuat. Hormon ini dihasilkan
oleh ginjal, yang merupakan hormon pengatur utama proliferasi sel darah merah dan
diferensiasi sumsum tulang (McPhee et al, 2010).

3. Hiperurisemia
Hiperurisemia dapat disebabkan oleh adanya peningkatan produksi atau penurunan
ekrskresi dari asam urat atau kombinasi dari kedua proses tersebut. Ginjal akan
membersihkan asam urat dari plasma dan menjaga keseimbangan fisiologis. Asam urat
adalah hasil akhir pemecahan purin pada manusia. Secara normal, 2/3 sampai 3/4 asam
urat diekskresikan oleh ginjal dan sebagian besar dieliminasi melalui usus.
Hiperurisemia dapat disebabkan karena peningkatan produksi dan atau penurunan
ekskresi asam urat. Dikatakan hiperurisemia apabila konsentrasi asam urat plasma >
408 µmol/L (6,8 mg/dL) (Wortmann, 2010).

4. Hiperfosfatemia
Penyebab dari hiperfosfatemia adalah kadar atau jumlah PTH (Parathyroid Hormone)
dalam tubuh yang berlebihan, biasanya disebut sebagaihiperparatiroid. Hiperparatiroid
sekunder dan gangguan pada tulang berhubungan dengan metabolisme mineral yang
abnormal, seperti (1) GFR yang menurun akan menyebabkan penurunan eksresi fosfat
dan dengan demikian terjadi retensi fosfat, (2) Adanya fosfat akan merangsang
peningkatan sintesis PTH dan pertumbuhan massa kelenjar paratiroid, (3) Penurunan
kadar kalsium terionisasi, akibat berkurangnya produksi kalsitriol dan retensi fosfat
pada gagal ginjal (McPhee et al, 2010).

5. Proteinuria
Kondisi proteinuria pada penderita CKD sangat umum terjadi dan prevalensi dari
proteinuri meningkat dengan keadaan yang semakin parah pada GGK dengan
penurunan LFG mencapai < 45 ml/menit/1,73m2. Faktor pemicu dari proteinuria
meliputi gangguan pada glomerulus dan gagalnya reabsorbsi protein pada tubulus.
Kondisi proteinuria ( > 1 gram protein dalam 24 jam pengumpulan urin) biasanya dapat
mengindikasikan gangguan pada glomerulus. Protein yang sudah terfiltrasi secara

29
normal akan tereabsorbsi oleh tubulus proksimal, karena terjadi kerusakan pada
membran tubular menyebabkan kebocoran sehingga menyebabkan infiltrasi makrofag.
Makrofag akan menghasilkan mediator inflamasi, sehingga terjadi inflamasi pada
ginjal (McPhee et al, 2010).

6. Hipertensi dan kelebihan cairan


Kebanyakan pasien GGK akan mengalami hipertensi dan ini mungkin salah satu
penyebab atau akibat (atau kombinasi keduanya) dari penyakit ginjal. Selanjutnya,
meningkatnya tekanan darah dapat memperburuk kerusakan ginjal dan menyebabkan
meningkatnya tingkat keparahan dari GGK. Kerusakan berat pada ginjal akan
menyebabkan retensi natrium yang dapat menyebabkan perubahan pada kemampuan
pelebaran peredaran darah yang akhirnya dapat menyebabkan hipertensi. Keadaan
hipertensi ini biasanya sering disebut “sensitif garam”, karena dapat memperburuk
hipertensi dengan adanya asupan garam (McPhee et al, 2010).

7. Keseimbangan Na+
Pasien dengan gagal ginjal kronik biasanya sedikit banyak mengalami penurunan
ekskresi garam dan air oleh ginjal. Pada kondisi tersebut pasien akan cepat mengalami
deplesi cairan ekstraseluler (CES) yang memperburuk fungsi ginjal. Tanda dan gejala
dari kondisi hipernatremia adalah hipertensi, merasa haus, demam dan pusing (McPhee
et al, 2010).

8. Uremia
Berbagai macam zat seperti urea, kreatinin dan air biasanya diekskresikan oleh ginjal.
Saat fungsi ginjal terganggu akan terjadi penumpukan zat-zat terebut. Tingkat urea
dalam darah merupakan parameter utama yang digunakan untuk menunjukkan tingkat
akumulasi toksin urea pada darah. Kebanyakan kondisi tersebut terjadi pada GGK
tingkat lanjut (McPhee et al, 2010).

9. Keseimbangan Asam-Basa
Di dalam tubuh, pH arterial sistemik dipertahankan antara 7,35 – 7,45 dengan sistem
penyangga kimia ekstraseluler dan intraseluler secara bersamaan yang dilakukan oleh
sistem pernafasan dan ginjal. Gangguan keseimbangan asambasa yang paling umum
terjadi adalah asidosis metabolik atau alkalosis metabolik, asidosis respiratorik atau
alkalosis respiratorik (McPhee et al, 2010).
Penyebab dari asidosis metabolik dikarenakan berkurangnya fungsi ginjal untuk
menjaga keseimbangan asam-basa yang menyebabkan pH darah menjadi asam. Selain
itu, asidosis metabolik dapat terjadi karena peningkatan produksi asam endogen
(seperti laktat dan asam-keto), kehilangan bikarbonat, atau adanya akumulasi asam,
seperti pada gagal ginjal (McPhee et al, 2010).
3.2.15 Terapi penyakit Chronic Kidney Disease (CKD)
Tujuan utama penatalaksanaan terapi pada gagal ginjal kronik adalah untuk
memperlambat perkembangan dari gagal ginjal, sehingga akan meminimalkan
perkembangan atau tingkat keparahan komplikasi yang terkait. Untuk memperlambat

30
perkembangan CKD terdapat dua perlakuan, yaitu terapi non farmakologi dan terapi
farmakologis sebagai berikut:

i) Terapi non farmakologi


Pada terapi non-farmakologis biasanya dilakukan diet rendah protein. Menurut NKF
K/DOQI telah dianjurkan asupan diet protein 0,6-0,8 gram/kgBB/hari pada pasien
CKD dengan nilai LFG < 25 mL/menit/1,73 m2. Namun, setelah adanya pengamatan,
dapat disimpulkan bahwa perlakuan diet rendah protein pada pasien CKD
menunjukkan manfaat yang relatif kecil. Karena diet rendah protein dapat
menyebabkan malnutrisi pada pasien dengan GGK stadium lanjut dan (Joy et al, 2008),
Asupan kalori 30-35 kal/kg BB/ hari, supan karbohidrat 50-60% dari total kalori,
asupan lemak 30-40% dari total kalori, asupan garam 2-3 gram, melakukan
hemodialisa, dialysis peritoneal dan transplantasi ginjal (Dipiro et al, 2015).

ii) Terapi farmakologi


Penatalaksanaan pada pasien CKD secara farmakologi tergantung pada komplikasi
yang terkait pada pasien, yaitu sebagai berikut :

a. Hipertensi
Tekanan darah yang terkontrol dapat mengurangi penurunan nilai LFG dan resiko
albuminuria pada pasien CKD. Target tekanan darah yang direkomendasikan adalah
140/90 mmHg atau kurang jika ekskresi albumin dalam urin kurang dari 30 mg/24 jam.
Jika ekskresi albumin dalam urin lebih besar dari 30mg/24 jam, target tekanan darah
yang harus dicapai adalah 130/80 mmHg atau kurang (Dipiro, 2015). Pengobatan lini
pertama diberikan terapi Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACEI) atau
Angiotensin II Receptor Blocker (ARB). Dapat juga ditambahkan dengan diuretik
tiazid (jika kreatinin klirens >30 ml/menit) atau diuretik loop (jika kreatinin klirens
<30 ml/menit), dan sebagai lini ketiga dapat diberikan tambahan obat golongan
Calcium Channel Blockers (CCB) atau Beta Blocker(Dipiro et al, 2015). Tatalaksana
dapat dilihat pada gambar III.2 (Sukandar et al, 2013)

b. Anemia
Dikatakan anemia apabila hemoglobin (Hb) kurang dari 13 g/dL untuk laki-laki dewasa
dan kurang dari 12 g/dL untuk perempuan dewasa (Dipiro et al, 2015). Terapi yang
dapat diberikan adalah Erythropoietic-stimulating agent (ESA) pada semua pasien
CKD dengan Hb antara 9 dan 10 g/dL. Pemberian suplemen zat besi sangat diperlukan
oleh pasien CKD untuk menambah persediaan zat besi yang berkurang karena adanya
kehilangan darah yang terus belanjut dan meningkatnya kebutuhan zat besi. Terapi
pemberian zat besi secara parenteral dapat meningkatkan respon terhadap terapi ESA
dan mengurangi dosis yang dibutuhkan untuk mencapai dan mempertahankan indeks
target. Tatalaksana dapat dilihat pada gambar III.3 (Dipiro et al, 2015).

31
Gambar III.2 Tatalaksana pengobatan hipertensi pada pasien kondisi CKD
(Sukandar et al, 2013)

c. Gangguan keseimbangan asam basa


Gangguan keseimbangan asam basa dibagi menjadi 4, yaitu asidosis metabolik,
alkalosis metabolik, asidosis respiratorik dan alkalosis respiratorik. Penatalaksanaan
utama pada penderita gangguan keseimbangan asam basa adalah menstabilkan kondisi
dan diikuti dengan memperbaiki penyebab yang mendasari. Terapi tambahan diberikan
tergantung pada keparahan dari gejala. Penanganan secara farmakologi pada keadaan
asidosis metabolik dapat diberikan natrium sitrat, kalium sitrat, kalium bikarbonat, dan
natrium bikarbonat (Dipiro et al, 2015). Keadaan alkalosis metabolik dapat dilakukan
peningkatan pemberian klorida yang akan meningkatkan sekresi bikarbonat distal
diiringi dengan pemberian terapi untuk hipokalemia dan pH dapat dikoreksi dengan

32
cepat melalui ventilasi menggunakan CO2 dan oksigen tambahan untuk mencegah
hipoksia. Penanganan asidosis respiratorik maupun alkalosis respiratorik dilakukan
dengan memperbaiki pertukaran gas, hal ini dapat dilakukan dengan memberikan
hidroklorida doxapram yang memicu kemoreseptor pusat dan perifer untuk
merangsang ventilasi (O’ Callaghan, 2009).

Gambar III.3 Tatalaksana pengobatan anemia pada pasien CKD (PNI, 2010)
d. Diabetes mellitus
Diabetes melitus merupakan gangguan metabolisme yang ditandai dengan
hiperglikemia yang berhubungan dengan abnormalitas metabolisme karbohidrat,
lemak, dan protein yang disebabkan sekresi insulin atau penurunan sensitivitas insulin,
atau keduanya. Dikatakan diabetes melitus apabila kadar glukosa puasa ≥ 126 mg/dL
atau pada 2 jam setelah makan ≥ 200 mg/dL atau HbA1c ≥ 8 %. Terapi intensif pada
pasien dengan diabetes tipe 1 dan 2 dapat mengurangi komplikasi mikrovaskular,
termasuk nefropatik. Teapi intensif termasuk insulin atau obat oral dan melibatkan

33
pengukuran kadargula darah setidaknya tiga kali sehari. Kontrol optimal terhadap
hiperglikemia dan hipertensi dapat mengurangi laju penurunan GFR dan albuminuria,
dapat dilihat pada gambar III.4 (Sukandar et al, 2013).

Gambar III.4 Tatalaksana pengobatan diabetes mellitus pada pasien kondisi CKD
(Sukandar et al, 2013)

iii) Terapi nutrisi pada pasien CKD


Tujuan terapi diet pada pasien dengan penyakit ginjal kronik adalah untuk menurunkan
akumulasi sisa nitrogen, membatasi gangguan metabolik karena uremia, mencegah
malnutrisi, dan memperlambat progresi dari penyakit ginjal kronik. Diet rendah protein
memperbaiki gejala uremia karena menurunkan kadar toksin uremik, yang sebagian
besar dihasilkan dari metabolisme protein (Fouque et al, 2012).

34
Tabel III.5 Rekomendasi Nutrisi Harian pada Pasien PGK Stadium 1-5
(Goldstein et al, 2011)

35
3.2.18 Data Labolatorium
Terdapat beberapa tes laboratorium yang dapat dilakukan untuk mendeteksi adanya
penyakit gangguan ginjal. Berikut adalah beberapa parameter pemeriksaan yang dapat
digunakan untuk mengetahui penyakit ginjal:
a. Urinalisis
Urinalisis merupakan tes yang sering dilakukan karena biayanya yang lebih murah dan
prosedurnya lebih mudah. Tes ini dapat digunakan untuk mengetahui fungsi
metabolisme didalam tubuh (Fischbach et al, 2009).

Tabel III.6 Indikator Parameter Urinalisis


Parameter yang diamati Normal
Warna Urin Kuning pucat sampai kuning
Penampilan Urin Jernih
Berat Jenis 1005 – 1025
pH Urin 4,5 – 8,0
Protein Urine Laki-laki dewasa : 1-14 mg/dL
Perempuan dewasa : 3-10 mg/dL
Anak usia <10 tahun : 1-10 mg/dL

b. BUN (Blood Urea Nitrogen).


Urea merupakan produk akhir dari metabolisme protein. Tes BUN digunakan untuk
mengukur fungsi glomerular dalam produksi dan ekskresi urea. Nilai normal pada
orang dewasa adalah 6 – 20 mg/dL, pasien usia > 60 tahun 8 – 23 mg/dL, dan untuk
anak-anak adalah 5-18 mg/dL. Jika terjadi peningkatan angka BUN maka dapat
diasumsikan terdapat penurunan fungsi ginjal (Fischbach et al, 2009).

c. Kreatinin klirens
Kreatinin klirens dapat digunakan untuk memperkirakan LFG dan digunakan sebagai
pengukur kemampun ginjal untuk membersihkan kreatinin dari darah. Nilai normal
kreatinin klirens pada laki – laki adalah 82 – 125 mL/ menit, sedangkan nilai normal
pada perempuan adalah 75 – 115 mL/menit. Pada penderita gagal ginjal kronik nilai
kreatinin klirensnya mengalami penurunan (Fischbach et al, 2009)
d. Serum kreatinin.
Nilai normal serum kreatinin pada laki – laki adalah 0,6 – 1,2 mg/dL, sedangkan pada
wanita adalah 0,4 – 1,0 mg/dL (Fischbach et al, 2009).
e. BGA (Blood Gases Analysis)
BGA (Blood Gases Analysis) untuk mengetahui beberapa parameter diantaranya
adalah (Fischbach et al, 2009):

36
Tabel III.7 Parameter BGA
Tes BGA Nilai Normal
Ion H+ 35 – 45 mmol/L
pH darah 7,35 – 7,45
pO2 10,6 – 12,6 kPa
pCO2 4,7 – 6,0 kPa
Base Excess ± 2 mmol/L

f. Anion gap
Anion gap merupakan perbedaan antara kation terukur dengan anion terukur yang
terdapat dalam plasma. Berikut adalah nilai normal ion yang digunakan dalam
perhitungan anion gap:
Sodium (Na+ ) : 137 – 144 mmol/L
Pottasaium (K+ ) : 3,5 – 5,0 mmol/L
Klorida (Cl- ) : 95 – 107 mmol/L
Bikarbonat (HCO3 - ) : 20 – 28 mmol/L
(Fischbach et al, 2009).
3.3. Pelaksanaan Pemantauan Terapi Obat
3.3.1. Obat yang digunakan Selama Terapi Pengobatan Pasien

a. Amlodipin
Indikasi: Hipertensi, Profilaksis angina pectoris (DIH, 2012).
Mekanisme Kerja: menyebabkan relaksasi jantung dan otot polos dengan menghambat
saluran kalsium yang sensitive terhadap tegangan (voltage sensitive), sehingga
mengurangi masuknya kalsium ekstraseluler ke dalam sel. Relaksasi otot polos
vascular menyebabkan vasodilatasi dan berhubungan dengan reduksi tekanan darah.
(DIH, 2012).
Dosis: Hipertensi, dosis awal 5 mg sekali sehari, dosis maksimal 10 mg sekali sehari
Menurut JNC 7, 2,5 mg – 10 mg sekali sehari; Angina, dosis biasa 5 – 10 mg; angina
5 mg sekali sehari (DIH, 2012).
Kontra Indikasi: syok kardiogenik, angina tidak stabil, stenosis aorta yang signifikan,
menyusui (DIH, 2012).
Efek Samping: nyeri abdomen, mual, palpitasi, wajah memerah, edema, gangguan
tidur, sakit kepala, pusing, letih; Jarang terjadi:gangguan saluran cerna, mulut kering,
gangguan pengecapan, hipotensi, pingsan, nyeri dada, dispnea, rhinitis, perubahan
perasaan, tremor, paraestesia, gangguan kencing, impoten, ginekomastia, perubahan
berat badan, mialgia, gangguan penglihatan, tinitus, pruritus, ruam kulit (termasuk
adanya laporan eritema multiform), alopesia, purpura dan perubahan warna kulit;
Sangat jarang: gastritis, pankreatitis, hepatitis, jaundice, kolestasis, hiperplasia pada
gusi, infark miokard, aritmia, vaskulitis, batuk, hiperglikemia, trombositopenia,
angioedema dan urtikaria (DIH, 2012).

37
b. Asam folat
Indikasi: defisiensi asam folat seperti anemia megaloblastic dan sebagai suplemen
selama kehamilan (DIH, 2012).
Mekanisme Kerja: folat eksogen dibutuhkan untuk sintesis nucleoprotein dan
pemeliharaan eritropoiesis normal. Asam folat menstimulasi produksi sel darah merah,
sel darah putih dan platelet pada anemia megaloblastic (DIH, 2012)
Dosis: Anemia, 0,4 mg/hari; lansia dengan defisiensi vitamin B12 minimum 400
mcg/hari (0,4 mg), pencegahan potensi childbearing, 400 – 800 mcg/hari (DIH,2012)
Anemia megaloblastik dosis 5 mg, 1 kali sehari, selama 4 bulan. Dosis dapat
ditingkatkan menjadi 15 mg 1 kali sehari pada keadaan malabsorpsi. Selanjutnya dapat
diberikan dosis pemeliharaan yaitu 5 mg setiap 1-7 hari (MIMS, 2021)
Kontra Indikasi: jika terdapat hipersensitivitas terhadap asam folat, ditandai dengan
eritema, ruam, gatal, kelemahan umum, bronkospasme, dan anafilaksis (Drugs.com;
MIMS, 2018).
Efek Samping: Efek samping asam folat yang tidak diinginkan (adverse effect) meliputi
reaksi alergi, flushing, malaise, bronkospasme, mual, kehilangan nafsu makan,
kembung, sakit perut, rasa pahit atau tidak enak di mulut, kebingungan, kesulitan
berkonsentrasi, gangguan tidur, depresi dan dapat merasa bersemangat atau mudah
tersinggung (Drugs.com; MIMS, 2018).

c. Allopurinol
Indikasi: Profilaksis gout dan batu asam urat, kalsium oksalat di ginjal (MIMS, 2018)
Mekanisme Kerja: inhibitor xantin oksidase dan mempengaruhi perubahan hipoxantin
menjadi xantin yang kemudian akan menjadi asam urat (DIH, 2012)
Dosis: Dosis awal 100 -300 mg/hari. Kondisi sedang: 300 - 600 mg/hari. Kondisi berat:
700 - 900 mg/hari. Dosis tunggal maksimum 300 mg (MIMS,2018)
Kontra Indikasi: Hipersensitif terhadap Allopurinol (ISO, 2019)
Efek Samping: Efek samping yang mungkin terjadi dalam penggunaan obat adalah:
Hipersensitivitas. Gangguan kulit dan jaringan subkutan: pruritus, urtikaria, alopecia.
Gangguan gastrointestinal: Mual, muntah, diare, sakit perut, dispepsia, kehilangan
indera perasa, gastritis. Mengantuk dan sakit kepala (ISO, 2019)

d. CaCO3
Indikasi: pengobatan dan pencegahan defisiensi kalsium atau hiperfosfatemia (MIMS,
2018)
Mekanisme Kerja: Membantu mencegah atau mengurangi tingkat keropos tulang.
Kalsium dalam garam kalsium memoderasi kinerja saraf dan otot dan memungkinkan
fungsi jantung normal. Juga digunakan untuk mengobati hiperfosfatemia pada pasien
dengan insufisiensi ginjal lanjut dengan membentuk kompleks dengan makanan yang
mengandung fosfat untuk membentuk kalsium fosfat yang tidak larut, yang
diekskresikan dalam tinja. Hal ini karena Fosfat dapat mengikat kalsium yang ada
dalam tubuh sehingga bisa menyebabkan pengeroposan tulang (DIH, 2012)
Dosis: Kondisi:Asam lambung berlebih Dewasa: 0,5–3 gram, saat gejala muncul.
Dosis maksimal 8 gram per hari dengan durasi pengobatan sampai 2 minggu. Anak-

38
anak usia 2–5 tahun: 0,375–0,4 gram saat gejala muncul. Dosis maksimal 1,5 gram per
hari dengan durasi pengobatan sampai 2 minggu. Anak-anak usia 6–11 tahun: 0,75–
0,8 gram saat gejala muncul. Dosis maksimal 3 gram per hari dengan durasi pengobatan
sampai 2 minggu. Anak-anak usia ≥12 tahun: 0,5–3 gram saat gejala muncul. Dosis
maksimal 7,5 gram per hari dengan durasi pengobatan sampai 2 minggu.
Kondisi: Kekurangan kalsium (hipokalsemia) Dewasa: 0,5–4 gram per hari, terbagi
dalam 1–3 dosis. Anak-anak usia 2–4 tahun: 0,75 gram, 2 kali sehari. Anak-anak usia
≥4 tahun: 0,75 gram, 3 kali sehari. Kondisi: Kelebihan fosfor (hiperfosfatemia) pada
penderita gagal ginjal kronis dewasa: 3–7 gram per hari yang dibagi ke dalam beberapa
dosis (DIH, 2012)
Kontra indikasi: Hipersensitif terhadap CaCO3 (ISO, 2019)
Efek samping: Sakit kepala, hipofosfatemia, hiperkalsemia, Sembelit, efek pencahar,
rebound asam, mual, muntah, anoreksia, sakit perut, xerostomia, perut kembung (ISO,
2019)

e. Candesartan
Indikasi: Hipertensi untuk kasus alternative yang berguna untuk pasien yang harus
menghentikan ACE-Inhibitor akibat batuk persisten atau intoleransi dengan ACE-
Inhibitor. Obat ini digunakan untuk tatalaksana gagal jantung atau nefropati akibat
diabetes (DIH, 2012)
Mekanisme kerja: Antagonis Reseptor Angiotensin, Angotensin II bertindak sebagai
vasokonstriktor. Selain menyebabkan vasokonstriksi langsung, angiotensin II juga
merangsang pelepasan aldosteron yang menyerap kembali ion natrium dan air sehingga
tekanan darah naik. Candesartan berikatan dengan reseptor angiotensin I sehingga
mencegah angiotensin I mengikat reseptor dan mencegah terjadinya vasokontriksi dan
efek sekresi aldosterone dari angiotensin II (DIH, 2012)
Dosis : Hipertensi awal 16 mg sekali sehari; titrasi respon dalam 2 minggu, efek
antihipertensi diamati); 8 – 32 mg/ hari dalam 1 – 2 dosis terbagi, dosis maksimal 32
mg/hari. Gagal jantung awal 4 mg sekali sehari, gandakan dosis pada interval 2 minggu,
sesuai toleransi, dosis target 32 mg sekali sehari; Gunakan hati hati jika nilai GFR
kurang dari 15 mL/menit. (DIH, 2012)
Kontra Indikasi: Hipersensitif terhadap candesartan, pasien hamil dan menyusui (ISO,
2019)
Efek Samping: hipotensi, pusing, penurunan fungsi ginjal, hiperkalemia, dan reaksi
alergi seperti ruam kulit, urtikaria, dan pruritus (Drugs.com; ISO, 2019).

f. Cefixime
Indikasi: infeksi saluran kemih tanpa komplikasi, infeksi saluran nafas atas (otitis
media, faringitis, tonsillitis), infeksi saluran nafas bawah (bronkitis) (MIMS, 2018).
Mekanisme kerja: menghambat sintesis dinding sel bakteri. Dinding sel bakteri bekerja
melindungi bakteri dari pengaruh luar. Akibat dari dihambatnya dinding sel bakteri
maka, mikroba menjadi tidak tahan terhadap pengaruh luar sehingga mikroba
mengalami lisis dan mati (DIH, 2012)
Dosis: 20 – 30 mg/KgBB/hari dalam dua dosis terbagi selama 7 – 14 hari. Terapi
Gonore servisk/uretra tanpa komplikasi 400 mg dalam dosis tunggal. Penyesuaian

39
dosis pada gangguan ginjal : Clcr 21 – 60 mL/menit atau dengan hemodialisis ginjal
berikan 75% dari dosis standar, Clcr < 20 mL/menit 200 mg sekali sehari (BNF, 2019)
Kontra indikasi: Hipersensitif terhadap cefixime
Efek Samping : efek samping ringan seperti diare, dispepsia, flatus, dan nyeri perut
(Drugs.com; ISO, 2019).

g. Ceftriaxone
Indikasi: infeksi intraabdomen, pyelonephritis akut non komplikasi, psoriasis, infeksi
kulit dan jaringan lunak, pneumonia, profilaksis pada tindakan bedah, sifilis, otitis
media akut, gonorrhea, penyakit radang panggul, meningitis dan endocarditis (DIH,
2012)
Mekanisme kerja: menghambat sintesis dinding sel bakteri. Dinding sel bakteri bekerja
melindungi bakteri dari pengaruh luar. Akibat dari dihambatnya dinding sel bakteri
maka, mikroba menjadi tidak tahan terhadap pengaruh luar sehingga mikroba
mengalami lisis dan mati (DIH, 2012)
Dosis : 1-2 gram setiap 12-24 jam, penyesuaian dosis pada gangguan ginjal umumnya
tidak diperlukan. Catatan: disfungsi ginjal dan hati yang terjadi bersamaan dosis
maksimal 2 gram/hari. Tidak ada dosis penyesuaian yang diperlukan termasuk pasien
dengan hemodialisis intermiten, dialisis peritoneal, atau terapi pengganti ginjal
berkelanjutan (DIH, 2012), 1-2 gram i.v atay i.m sekali sehari atau dalam dosis terbagi
dua kali sehari, durasi dan dosis tergantung pada sifat dan tingkat keparahan infeksi,
total dosis harian tidak boleh melebihi 4 gram (Drugs.com)
Kontra indikasi: Hipersensitif terhadap ceftriaxone (ISO, 2019)
Efek samping : reaksi lokal pada area injeksi, eosinofilia, trombositosis, diare, dan
leukopenia (Drugs.com; ISO, 2019).

h. Cilostazol
Indikasi: Klaudikasio intermiten, Cilostazol juga digunakan untuk terapi preventif
stroke, pasca pemasangan Percutaneous Coronary Intervention (PCI), dan
pemasangan stent endovaskular pada penyakit arteri perifer (DIH, 2012)
Mekanisme kerja: bekerja menghambat enzim 3-phospodiesterase sehingga akan
meningkatkan siklik AMP intraseluler dan akibatnya adalah penghambatan agregasi
platelet (DIH, 2012)
Dosis: 100 mg dua kali sehari (DIH, 2012)
Kontra indikasi: Hipersensitivitas terhadap cilostazol atau komponen formulasi, gagal
jantung dengan tingkat keparahan apapun, gangguan hemostatik atau pendarahan aktif
(DIH, 2012)
Efek samping : ruam sakit kepala, diare, dan palpitasi (DIH, 2012)

i. Citicolin
Indikasi: keadaan akut (kehilangan kesadaran akibat trauma serebral). Keadaan kronik
(gangguan psikiatrik atau saraf akibat apopleksia, trauma kepala dan operasi otak),
memperbaiki sirkulasi darah ke otak termasuk stroke iskemik (MIMS, 2018).
Mekanisme kerja: sebagai neuroprotektan pada level neuronal adalah memperbaiki
membrane sel dengan cara menambah sintesis phosphatidylcholine yang merupakan

40
komponen utama membrane sel pada otak. Meningkatnya sintesis phosphatidylcholine
akan berpengaruh pada perbaikan fungsi membrane sel yang mengarah pada perbaikan
sel (DIH, 2012)
Dosis: oral 500 mg – 1 gram 1 – 2 kali sehari, i.v drip / i.v, i.m injeksi 100 – 500 mg,
1 – 2 kali sehari (MIMS, 2018).
Kontra indikasi: Hipersenstivitas terhadap citicoline (ISO, 2019)
Efek samping: Ruam, insomnnia, sakit kepala (ISO, 2019)

j. Clopidogrel
Indikasi: mencegah kejadian kejadian aterotrombosis pada pasien yang menderita
infark miokard, stroke iskemik, atau penyakit arteri perifer. Sindrom coroner akut
(MIMS, 2018).
Mekanisme kerja: clopidogrel memiliki efek anti agregasi dan menghambat
pembentukan trombus. Obat ini menghambat komponen P2Y12 dari reseptor ADP
pada permukaan trombosit secara irreversibek, sehingga mengurangi agregasi
trombosit (DIH, 2012).
Dosis: 75 mg sekali sehari (DIH, 2012)
Kontra indikasi: hipersensitivitas terhadap clopidogrel dan perdarahan patologis aktif,
misalnya pada ulkus peptikum atau perdarahan intracranial (DIH, 2012)
Efek samping : mual, muntah, nyeri perut, ruam kulit, gatal peningkatan risiko
perdarahan (DIH, 2012)

k. Emibion
Indikasi: anemia kekurangan zat besi, anemia megaloblastik, anemia pernisioasa
Dosis: 1 – 2 kapsul sehari
Kontra indikasi: Ulkus peptikuma aktif, hemokromatosis, anemia hemolitikum,
enteritis regional, dan kolitis ulseratif.
Efek samping: mual, muntah, diare, nyeri perut, anoreksia.

l. Furosemid
Indikasi: pasien dengan retensi cairan yang berat (edema), edema paru akut. Edema
pada sindrom nefrotik, insufisiensi renal kronik (MIMS, 2018)
Mekanisme kerja: menghambat reabsorbsi natrium dan klorida di lengkung henle dan
tubulus distal, mengganggu sistem kotranspor pengikat klorida, sehingga
menyebabkan peningkatan ekskresi air, natrium, klorida, magnesium dan kalsium
(DIH, 2012)
Dosis : Edema, gagal jantung: oral awal 20 – 80 mg/dosis, jika respon tidak memadai,
dapat diulangi dengan dosis yang sama atau meningkatkan dosis dengan peningkatan
20 – 40 mg/dosis dengan interval 6 – 8 jam; dapat dititrasi higga 600 mg/hari dengan
keadaan edema yang parah, interval dosis pemeliharaan biasa adalah sekali atau dua
kali sehari. i.v/i.m awal 20 – 40 mg/dosis, jika respon tidak memadai, dapat mengulang
dosis yang sama atau meningkatkan dosis sebanyak 20 mg/dosis dan mengelola 1 – 2
jam setelah dosis sebelumnya (dosis maksimal 200 mg/dosis). Pedoman ACC/AHA
2009 untuk gagal jantung merekomendasikan dosis tunggal maksimum 160 – 200 mg.

41
infus/i.v dosis bolus 20 – 40 mg selama 1 – 2 menit, diikuti dengan i.v terus menerus,
dosis infus 10 – 40 mg/jam (DIH, 2012)
Kontraindikasi: hipovolemia, hipersensitivitas terhadap furosemid, hiponatremia (ISO,
2019)
Efek samping : hipotensi, hiponatremia, hipokalemia, hipokalsemia, hiperurisemia
(ISO, 2019)

m. Gliquidone
Indikasi: Diabetes Melitus tipe II (MIMS, 2018)
Mekanisme kerja: Meningkatkan produksi dan sekresi insulin dari sel beta pankrease
(DIH, 2012)
Dosis: Awal 15 mg setiap hari sebelum sarapan, kisaran 45 – 60 mg setiap hari dalam
2 – 3 dosis terbagi, dosis tunggal maksimum 60 mg/hari (DIH, 2012)
Kontra indikasi: gangguan fungsi hati, ketoasidosis, porfiria (ISO, 2019)
Efek Samping : Hipoglikemik, peningkatan berat badan (ISO, 2019)

n. Mebo zalf
Indikasi: regenerasi kulit, mengurangi nyeri, luka bakar dan luka gores
Dosis: Oleskan Mebo salep secukupnya setiap 1-2 kali sehari pada bagian yang luka
Kontra indikasi: hipersensitif terhadap salah satu dari komposisi Mebo zalf
Efek samping : Gatal, kulit kering, kemerahan

o. Natrium bicarbonat
Indikasi: Asidosis metabolik, sebagai agen alkalinisasi untuk urin (Sukandar, et al,
2013)
Mekanisme kerja: Menyediakan ion bikarbonat yang menetralkan konsentrasi ion
hidrogen dan meningkatkan pH darah dan urin (Sukandar, et al, 2013)
Dosis:
Gagal ginjal kronis: Oral: Mulai bila HCO3- plasma <15 mEq/L Mulai dengan 20-36
mEq/hari dalam dosis terbagi, titrasi hingga kadar bikarbonat 18-20 mEq/L.
Asidosis tubulus ginjal: Oral: Distal: dewasa 0,5-2 mEq/kg/hari dalam 4-5 dosis
terbagi. Proksimal: Awal: 5-10 mEq/kg/hari; pemeliharaan: Tingkatkan sesuai
kebutuhan untuk mempertahankan bikarbonat serum dalam kisaran normal.
Alkalinisasi urin: Oral: Awal: 48 mEq (4 g), kemudian 12-24 mEq (1-2 g) setiap 4 jam;
dosis harus dititrasi ke pH urin yang diinginkan; dosis hingga 16 g/hari (200 mEq) pada
pasien <60 tahun dan 8 g (100 mEq) pada pasien >60 tahun (Sukandar, et al, 2013)
Asidosis metabolik : 325-2000 mg secara oral 1-4x sehari (drug.com)
Kontra Indikasi: alkalosis, hipernatremia, hipokalsemia (Sukandar, et al, 2013)
Efek Samping: perdarahan serebral, edema, perut kembung (dengan oral), distensi
lambung, edema paru (Sukandar, et al, 2013)

p. Nephrosteril 6%
Indikasi: Suplai asam amino pada gagal ginjal akut dan kronik misalnya dalam
kondisi malnutrisi (MIMS, 2018)

42
Dosis : gagal ginjal kronik 200 mL/hari diinfus melalui vena perifer dengan kecepatan
100 mL/jam (sekitar 25 tetes/menit) atau 400 mL/hari diinfus melalui vena sentral.
Gagal ginjal akut 600 mL/hari diinfus melalui vena sentral (MIMS, 2018)

q. Nicardipin
Indikasi: Pengobatan darurat pada krisis hipertensi akut (MIMS, 2018)
Mekanisme kerja: menyebabkan relaksasi jantung dan otot polos dengan menghambat
saluran kalsium yang sensitive terhadap tegangan (voltage sensitive), sehingga
mengurangi masuknya kalsium ekstraseluler ke dalam sel. Relaksasi otot polos
vascular menyebabkan vasodilatasi dan berhubungan dengan reduksi tekanan darah.
(DIH, 2012).
Dosis : Pengobatan darurat pada krisis hipertensi akut selama operasi:
Nicardipine HCl diencerkan dengan NaCl 0,9% atau glukosa 5% untuk mendapatkan
konsentrasi larutan nicardipine HCl 0,01-0,02% (0,1-1,2 mg/ml).
Larutan diberikan secara infus drip intravena dengan kecepatan infus awal 2-10 mcg/kg
BB/menit sampai nilai tekanan darah yang diinginkan tercapai dan selanjutnya dapat
disesuaikan dengan pemantauan untuk menjaga tekanan darah. Untuk penurunan
tekanan darah yang cepat, nicardipine HCl dapat diberikan dengan dosis lengkap 10-
30 mcg/kg BB/ menit dengan injeksi intravena (DIH, 2012)
Kontra Indikasi: hemostatis tidak lengkap setelah perdarahan intracranial, pasien
dengan peningkatan tekanan intrakranial pada stroke serebrum tahap akut, pasien
dengan riwayat medis hipersensitivitas terhadap nicardipine HCl (ISO, 2019)
Efek Samping: gangguan fungsi hati, takikardia, nyeri angina, peningkatan kreatinin
(ISO, 2019)

r. Paracetamol
Indikasi: Analgetik, Antipiretik (MIMS, 2018)
Mekanisme Kerja : menghambat sintesis prostalglandin di sistem saraf pusat dan
bekerja secara perifer untuk memblokir generasi impuls nyeri; menghasilkan
antipiresis dari penghambatan pusat pengatur panas hipotalamus.
Dosis : Oral/rektal: 325 – 650 mg setiap 4 – 6 jam atau 1000 mg 3 – 4 kali/hari, tidak
melebihi 4 gram/hari, i.v: < 50 Kg : 15 mg/Kg setiap 6 jam atau 12,5 mg/Kg setiap 4
jam; dosis tunggal maksimum 750 mg/dosis. Dosis harian maksimum 75 mg/Kg/hari.
250 Kg: 650 mg setiap 4 jam atau 1000 mg setiap 6 jam, dosis tunggal maksimum 1000
mg/dosis, dosis harian maksimum 4 gram/hari. Interval dosis pada gangguan ginjal:
oral Clcr 10 – 50 ml/menit berikan setiap 6 jam, Clcr < 10 ml/menit berikan setiap 8
jam, Hemodialisis intermiten atau dialysis peritoneal tidak perlu penyesuaian berikan
setiap 8 jam; i.v: Clcr ≤ 30 ml/menit pertimbangkan untuk mengurangi dosis harian
dan memperpajang interval dosis (DIH, 2012).
Kontra indikasi: Hipersensitivitas terhadap paracetamol, gangguan hati berat atau
penyakit hati aktif berat (DIH, 2012)
Efek samping: gangguan pada hepar, mual, nyeri perut, diare, konstipasi, dyspepsia
(Drugs.com).

43
s. Ranitidin
Indikasi: tukak lampung, tukak duodenum (MIMS, 2018)
Mekanisme kerja: memblok reseptor histamine pada sel parietal. Sehingga sel parietal
tidak dapat memproduksi asam lambung (DIH, 2012)
Dosis: oral, untuk tukak peptik ringan dan tukak duodenum 150 mg 2 kali sehari atau
300 mg pada malam hari atau sebelum tidur selama 4-8 minggu, sampai 6 minggu pada
dispepsia episodik kronis, dan sampai 8 minggu pada tukak akibat AINS (pada tukak
duodenum 300 mg dapat diberikan dua kali sehari selama 4 minggu untuk mencapai
laju penyembuhan yang lebih tinggi); Injeksi: 50 mg (2mL) tiap 6-8 jam (MIMS, 2018)
Kontra indikasi: porfiria akut atau hipersensitivitas terhadap ranitidin atau komponen
obat tersebut (ISO, 2019)
Efek samping: gastrointestinal seperti konstipasi, diare, dan nyeri perut, serta efek
samping muskuloskeletal berupa atralgia atau myalgia (ISO, 2019)
t. Sansulin/Glargine
Indikasi : Diabetes mellitus (Sukandar et al, 2013)
Mekanisme kerja: menurunkan kadar gula darah dengan menstimulasi pengambilan
glukosa perifer dan menghambat produksi glukosa hepatik (Sukandar et al, 2013)
Dosis : DM tipe 2 mulai 0,2 unit/Kg/hari (Medscape.com) DM tipe 2 Dosis awal U-
100 (100 u/ml): 0,2 unit/Kg (hingga 10 unit) subkutan sekali sehari (Drugs.com).
Kontra indikasi: hipersensitif terhadap insulin glargine (Sukandar et al, 2013)
Efek samping: hipoglikemik, reaksi alergi karena efek dari insulin (Sukandar et al,
2013)

u. Simvastatin
Indikasi: heperlipidemia (MIMS, 2018).
Mekanisme Kerja : obat golongan statin yang menghambat aktivitas enzim 3-hidroksi-
3-metilglutaril koenzim A reduktase (HMG CoA) di hati. Inhibisi enzim HMG CoA
ini akan menyebabkan penurunan kadar kolesterol total dan meningkatkan
pembentukan reseptor LDL di permukaan sel hepatosit sehingga terjadi peningkatan
transport LDL dari pembuluh darah ke sel hati (DIH, 2012).
Dosis : Hiperkolesterolemia, 10 mg sehari malam hari, disesuaikan dengan interval
tidak kurang dari 4 minggu; kisaran lazim 10-40 mg sekali sehari malam hari. Penyakit
jantung koroner, awalnya 20 mg sekali sehari malam hari (DIH, 2012).
Kontra Indikasi : pasien hamil, menyusui, penyakit hati (DIH, 2012).
Efek Samping : miopati, ruam kulit, sakit kepala, mual muntah (DIH, 2012).
3.3.2 Data Identitas Pasien
❑ Nama : Ny. SB
❑ No. RM : 207xxx
❑ Tempat/Tgl Lahir : Jakarta, 04-09-1949 (71 th)
❑ Berat badan : 55 kg
❑ Jenis Kelamin : Perempuan
❑ Tanggal Masuk : IGD Tgl: 13-03-2021 (pukul 20.55)
R. ICU Tgl: 14-03-2021 (pukul 12.55)
R. Cendrawasih Tgl: 18-03-2021 (pukul 17.00)

44
❑ Tanggal Keluar : 24-03-2021
❑ DPJP : dr. BAH, Sp.PD
❑ Dokter konsulen : dr. EP,Sp.KFR
dr. RA,Sp.S
❑ Apoteker Klinis : apt. NA,S.Si.
❑ Diagnosa Primer : Stroke infark
❑ Diagnosa sekunder : CKD pro HD, hipertensi, anemia & DM tipe 2
❑ Keluhan utama : penurunkan kesadaran
❑ Riwayat keluhan : pasien dengan riwayat jatuh lebih dari 2 tahun
yang lalu (pasien beraktifitas dengan bantuan
kursi roda)
❑ Prosedur terapi dan Tindakan : Hemodialisa dilakukan pada tanggal 14,17,20
dan 24 Maret 2021 dan transfusi darah pada
tanggal 24 maret 2021

3.3.3 Penatalaksanaan Intruksi Medis di IGD


a. Rekonsiliasi obat saat admisi

Tabel III.8 Rekonsiliasi Obat saat Admisi

Nama Obat Dosis Frekuensi Cara Pemberian Tindakan


Ringer 20 tpm @ 10 cc/6 Jam IV Diganti dengan
Lactat Nephrosteril 6% i.v
1 Kolf/Hari
Clopidogrel 75 mg Ekstra Oral Lanjutkan dengan
aturan pakai 75
mg/24 jam oral
Aspilet 80 mg Ekstra Oral Stop
Amlodipin 10 mg 1 x 1 tab Oral Lanjut aturan pakai
sama
Candesartan 8 mg 1 x 1 tab Oral Lanjut aturan pakai
sama
Gliquidone 30 mg 1 x 1 tab Oral Lanjut aturan pakai
sama
Sumber : Rekam Medis Pasien

b. Subjektif
Pasien berjenis kelamin perempuan berusia 71 tahun dengan berat badan 55 kg datang
ke RSAU dr. Esnawan Antariksa yang merupakan pasien rujukan dari RS Harum yang
mengalami keluhan utama penurunkan kesadaran dengan riwayat pasien pernah
mengalami jatuh lebih dari 2 tahun yang lalu (pasien beraktifitas dengan bantuan kursi
roda). Pasien memiliki diagnosa primer yaitu mengalami stroke infark. Sedangkan
diagnosa sekundernya mengalami CKD (Chronic Kidney Disease) pro HD, hipertensi,
anemia dan DM tipe 2

45
c. Objektif
1) Tanda Tanda Vital di IGD
Tabel III.9 Tanda-Tanda Vital di IGD
Indikator Nilai rujukan Sebelum diberangkatkan IGD

TD < 140/90 mmHg 107/60 mmHg 181/89 mmHg


Nadi 60 – 100 x/ menit 88x/menit 89 x/menit
Pernafasan 14 – 20 x/ menit 20x/menit 21 x/menit
SpO2 95-100 % 99% 99 %
Suhu 36 – 37 oC 36,2 36,7 oC
GCS 7(E 4,V 1,M 2)
Sumber : Rekam Medis Pasien

2) Pemeriksaan Penunjang
Tabel III.10 Pemeriksaan Penunjang Laboratorium RS Harum
Jenis Pemeriksaan Nilai rujukan Satuan Lab RS Harum

HEMATOLOGI
LED < 15 /jam 109
Hemoglobin 12,0 – 14,0 g/dL 10,5
Hematokrit 37 - 43 vol.% 33
Leukosit 5000 - 10000 mm3 13400
HITUNG JENIS
Basofil 0-1 % 0
Eosinofil 1–3 % 8
Batang 2–6 % 5
Segmen 50 – 70 % 70
Limfosit 20 – 40 % 12
Monosit 2–8 % 5
Thrombosit 150000 – 400000 mm3 348000
KIMIA DARAH
Glukosa sewaktu < 180 mg/dL 169
FAAL GINJAL
Ureum 15,0 – 45,0 mg/dL 192,9
Creatinin 0,70 – 1,40 mg/dL 14,28
ELEKTROLIT
Natrium 135 – 147 mEq/L 150
Kalium 3,50 – 5,00 mEq/L 5,74
Chlorida 97 - 108 mEq/L 108
PANEL REMATIK
CRP Kualitatif Negatif Positif 8

46
RAPID TEST
Antigen SARS-Cov-2 Negatif Negatif
PCR Cov-2-RNA Negatif Negatif
Sumber : Rekam Medis Pasien

Tabel III.11 Hasil CT-Scan


Hasil
Ventrikel, sisterna dan sulci lebar
tampak lesi hipodens kecil basal
ganglia kanan, kiri. Pons dan
Cerebellum baik.
Sumber : Rekam Medis Pasien

Tabel III.12 Hasil Thorax


Hasil
Cardiomegaly ringan, Tidak tampak infitrat paru, Sinus dan Diaphragma baik
Sumber : Rekam Medis Pasien

Tabel III.13 Hasil EKG


Hasil
Normal
Sumber : Rekam Medis Pasien

d. Assessment
Tabel III.14 Penatalaksanaan saat di IGD
dr. Buyung, Sp.PD dr. Runi, Sp.S
Inf. Nephrosteril 6% ; frekuensi 1 kolf/24 jam Clopidogrel tab. 75 mg; frekuensi 75 mg/24 jam
→ NGT
Inj. Ceftriaxone ; frekuensi 1 x 3 gram
Inj. Citicoline 500 mg/4 ml; frekuensi 2 x 1 amp
Inj. Furosemid 10 mg/ml (1 ampul 2 ml) ; (500 mg)
frekuensi 2 x 1 amp (20 mg)
Pletaal tab. 100 mg; frekuensi 3 x 1 tab → NGT
Inj. Nicardipin 0,1 mcg/KgBB/Jam (BB ± 55
Kg) Inj. Ranitidin 25 mg/ml; frekuensi 2 x 1 amp (50
mg)
Monitor Jumlah Urine/24 jam (Lakukan Diet
Cairan)

Siapkan HD CITO
Sumber : Rekam Medis Pasien

47
Tabel III.15 Kesesuaian Indikasi saat di IGD
Nama Obat Indikasi (literatur) Indikasi (pasien) Keterangan
Inj Ceftriaxone Antibakteri Infeksi hal ini Sesuai
sebagaimana dilihat
dari hasil data lab
menunjukkan nilai
leukosit di atas batas
normal
Inj Citicolin Penurunan kesadaran, Penurunan kesadaran, Sesuai
mempercepat stroke iskemik
rehabilitasi anggota
gerak
Clopidogrel Mencegah Stroke iskemik Sesuai
aterotrombosis pada
jantung, stroke
Inj Furosemid Udem pada jantung, Udem hal ini Sesuai
paru, hati, pulmonari sebagaimana pada
akut dan udem otak pasien mengalami
kelebihan cairan
Nephrosteril 6% Suplai asam amino Pasien GGK Sesuai
pada GGA dan GGK
Pleetal (Cilostazol) terapi preventif stroke Stroke iskemik Sesuai
Inj Ranitidin tukak lambung dan Tidak ada indikasi Tidak sesuai
duodenal, atau keluhan pasien
dispepsia, GERD, terkait tukak lambung
kondisi dan duodenal,
hipersekresi, stress dispepsia, GERD,
ulcer kondisi
hipersekresi, stress
ulcer
Inj Nicardipin Pengobatan darurat Hipertensi Sesuai
pada krisis hipertensi
akut
Sumber : ISO, MIMS, DIH

Tabel III.16 Kesesuaian Dosis saat di IGD


Nama Obat Dosis (literatur) Dosis (pasien) Keterangan
Inj Ceftriaxone 1-2 gram, dosis max 1 x 3 gram Sesuai
sehari tidak lebih dari 4
gram
Inj Citicolin 100 – 500 mg, 1 – 2 kali 2 x 500 mg Sesuai
sehari
Clopidogrel 75 mg sekali sehari 1 x 75 mg Sesuai
Inj Furosemid 20 – 40 mg/dosis, dosis 2 x 20 mg Sesuai
maksimal 200 mg/dosis
Nephrosteril 6% 200 mL/hari diinfus 250 ml/hari Sesuai
melalui vena perifer atau
400 mL/hari diinfus
melalui vena sentral

48
Pleetal (Cilostazol) 100 mg dua kali sehari 3 x 100 mg Tidak Sesuai
Inj Ranitidin 50 mg (2mL)setiap 6-8 2 x 50 mg Tidak Sesuai
jam
Inj Nicardipin 2-10 mcg/kg BB/menit 0,1 mg/KgBB/Jam Tidak sesuai
Sumber : DIH, Drugs.com

Tabel III.17 Interaksi Obat saat di IGD


OBAT Cef Citi Clo Furo Pleet Rani
tri pi

Ceftri x x √ x x
Citi x x x x x
Clopi x x x √ x
Furo √ x x x x
Pleet x x √ x x
Rani x x x x x
Keterangan :
Ceftri = Ceftriaxone
Citi = Citicolin
Clopi = Clopidogrel
Furo = Furosemid
Pleet = Pleetal
Rani = Ranitidin
Sumber : Drugs.com, Medscape.com

e. Planning

Tabel III.18 Drug Related Problems (DRPs) saat di IGD


Kategori Assessment Planning
Tepat Indikasi - -
Tepat Dosis Berdasarkan literatur, dosis Mohon di pertimbangkan
pleetal (cilostazol) 100 mg penurunan dosis dengan
dua kali sehari, dalam penurunan interval waktu
penggunaan dosis yang pemberian menjadi 2 x 100 mg.
diberikan 3 x 100 mg (Dosis
Berlebih)
Berdasarkan literatur dosis Mohon di pertimbangkan
untuk injeksi ranitidine untuk dilakukan peningkatan
adalah 50 mg (2mL) tiap 6-8 dosis menjadi 50 mg tiap 6-8
jam dalam penggunaan dosis jam
yang diberikan adalah 2x50
mg (Dosis terlalu rendah)
Berdasarkan literatur, dosis Mohon di pertimbangkan
untuk injeksi nicardipin untuk dilakukan peningkatan
adalah 2-10 mcg/kg dosis menjadi 2-10 mcg/kg
BB/menit. Dalam BB/menit.

49
penggunaan dosis yang
diberikan 0,1
mcg/KgBB/Jam
Obat Tanpa Indikasi Penggunaan ranitidine tidak Mohon dipertimbangkan
sesuai karena tidak ada penggunaan terapi injeksi
indikasi atau keluhan pasien ranitidine sesuai dengan
terkait tukak lambung dan keperluan.
duodenal, dyspepsia, GERD,
kondisi hipersekresi, stress
ulcer (Obat tanda indikasi)
Indikasi Tanpa Obat - -
Interaksi Obat Ceftriaxone x Furosemid penggunaan obat golongan
Jenis Interaksi : sefalosporin seperti seftriakson
Farmakodinamik dengan furosemid harus hati –
Level signifikan : Minor hati dan direkomendasikan
untuk monitoring fungsi ginjal
Ceftriaxone dapat dengan menghitung nilai laju
meningkatkan toksisitas filtrasi glomerulus terutama
furosemide dengan sinergis pada dosis tinggi, untuk
farmakodinamik. Signifikasi menghindari terjadinya
tidak diketahui. Peningkatan interaksi obat, disarankan
risiko nefrotoksik. untuk memberi jeda pemberian
(Medscape.com) furosemid 3 hingga 4 jam
sebelum obat golongan
sefalosporin (Bexter, 2008).
Clopidogrel x Cilostazol Cilostazol harus digunakan
Jenis Interaksi : dengan hati-hati dengan
Farmakodinamik adiktif antiplatelet lainnya, karena
Level signifikan : Moderat dapat terjadi peningkatan
penghambatan agregasi
Penggunaan clopidogrel dan trombosit. Pertimbangkan
cilostazol secara bersamaan penggunaan kombinasi kedua
akan meningkatkan risiko obat tersebut.
pendarahan, peningkatan
penghambatan fungsi
trombosit.
(Drugs.com)
ESO/ROTD - -
Pasien Tidak Menggunakan - -
Obat

3.3.4 Penatalaksanaan Intruksi Medis di ICU


a. Rekonsiliasi admisi IGD ke ICU

Tabel III.19 Rekonsiliasi Admisi IGD ke ICU


Nama Obat Dosis Frekuensi Cara Pemberian Tindakan
Nephrosteril 6% 1 Kolf/24 jam Intra vena Lanjutkan dengan
cara penggunaan
yang sama
Ceftriaxone inj. 1 gram 3 gram / 24 jam Intra vena Lanjutkan dengan
cara penggunaan

50
yang sama
Furosemid inj. 10 mg/ml 2 x 1 amp Intra vena Lanjutkan dengan
cara penggunaan
yang sama
Nicardipin inj. 10 mg/10 ml 0,1 Intra vena Lanjutkan dengan
mcg/KgBB/jam cara penggunaan
yang sama dalam
kondisi darurat
Ranitidin inj 25 mg/ml 2 x 1 amp Intra vena Lanjutkan dengan
cara penggunaan
yang sama
Citicolin inj 500 mg 2 x 1 amp Intra vena Lanjutkan dengan
cara penggunaan
yang sama
Pleetal tab. 100 mg 3 x 1 tab Oral Lanjutkan dengan
cara penggunaan
yang sama
Clopidogrel tab 75 mg 75 mg/24 jam Oral Lanjutkan dengan
cara penggunaan
yang sama
Sumber : Rekam Medis Pasien

b. Subjective

Tabel III.20 Subyektif saat di ICU


Keluhan 14/3/21 15/3/21 16/3/21 17/3/21 18/3/21
Kesadaran √ √ √ √ √
(Samnolen) (Samnolen) (Samnolen) (Samnolen) (Samnolen)
Afasia - - - √ √
Kelebihan Volume √ √ √ √ √
Cairan
Dekubitus pada - - - - -
bokong
BAB cair - - √ - -
Kelemahan Kedua √ √ √ √ √
Anggota Gerak
Demam - - √ - √
Sumber : Rekam Medis Pasien

c. Objective

1) Tanda-tanda Vital di ICU

Tabel III.21 Tanda-tanda Vital Admisi IGD ke ICU


Indikator Nilai rujukan Sebelum dipindahkan ICU

TD < 140/90 mmHg 181/92 mmHg 180/90 mmHg


Nadi 60 – 100 x/ menit 89x/menit 97 x/menit

51
Pernafasan 14 – 20 x/ menit 21x/menit 20 x/menit
SpO2 95-100 % 99% 99 %
Suhu 36 – 37 oC 36,7 36,0 oC
GCS 8 (E 4,V 1,M 3) 8 (E 4,V 1,M 3)
Sumber : Rekam Medis Pasien

Tabel III.22 Tanda-tanda Vital Selama Perawatan di ICU


Indikator Nilai rujukan Satuan 14/03 15/03 16/03 17/03 18/03

TD < 140/90 mmHg 180/91 148/29 135/68 114/62 151/71


Nadi 60 – 100 x/menit 103 112 122 113 119
Pernafasan 14 – 20 x/menit 20 23 22 22 25
SpO2 95-100 % 98 98 97 97 97
Suhu 36 – 37 oC
36,5 36,3 36,4 36,4 37,7
GCS 8 8 8 8 8

140
120
100
80
60
40
20
0
14/03 15/03 16/03 17/03 18/03

TD RR HR SpO2 Suhu GCS

Gambar III.5 Grafik tanda-tanda vital selama perawatan di ICU


Sumber : Rekam Medis Pasien

2) Pemeriksaan penunjang
Tabel III.23 Pemeriksaan Penunjang Selama Perawatan di ICU
Indikator Nilai rujukan Satuan 14/03 15/03 16/03 17/03 18/03

ANALISA GAS DARAH


pH 7,37 – 7,43 7,377 - - - -
PCO2 38 – 42 mmHg 31,0 - - - -
O2 70 - 99 mmHg 243,2 - - - -
BE mmol/L -7,0 - - - -
BB mmol/L -5,3 - - - -
HCO3 mmol/L 18,4 - - - -

52
TCO2 mmol/L 19,4 - - - -
SBC mmol/L 20,0 - - - -
A mmol/L 245,0 - - - -
A-a-Do2 mmol/L 1,8 - - - -
a/A mmol/L 1,0 - - - -
pO2/FiO2 mmol/L 611,6 - - - -
HEMATOLOGI
Hemoglobin 11,7 – 15,5 gr/dL - 10 - - 9,4
Leukosit 3600 – 11000 mm3 - 16000 - - 16200
Hematokrit 35 – 47 % - 29 - - 27
Trombosit 150000 – 440000 mm3 - 288000 - - 337000
KIMIA KLINIK
Kolesterol Total < 200 mg/dL - - 218 - -
Trigliserida < 200 mg/dL - - 269 - -
HDL >35 mg/dL - - 45 - -
LDL < 140 mg/dL - - 119 - -
Ureum 10 – 50 mg/dL - 153 194 - 106
Creatinin 0,5 – 1,1 mg/dL - 9,7 10,2 - 4,6
Asam Urat 2,3 – 6,1 mg/dL - - 10,0 - -
Elektrolit
Natrium 136 – 149 mmEq/L - 137 - - 136
Kalium 3,5 – 5,2 mmEq/L - 5,21 - - 5,0
Chlorida 95 – 105 mmEq/L - 108 - - 100
GDS < 200 mg/dL 169 164 221 128 202
HbA1c < 5,7 % - 6,3 - - -
IMUNOSEROLOGI
Hbs Ag Non-Reaktif NR - - - -
Anti HIV Non-Reaktif NR - - - -
Anti HCV Non-Reaktif NR - - - -
Sumber : Rekam Medis Pasien

d. Assessment
Tabel III.24 Penatalaksanaan saat di ICU
Tindakan
Tgl. 14 Maret 2021 : Hemodialisa I Tgl. 17 Maret 2021 : Hemodialisa II
Sumber : Rekam Medis Pasien

Tabel III.25 Terapi Selama Perawatan di ICU


Nama Obat Frekuensi 14/03 15/03 16/03 17/03 18/03
Oral
Clopidogrel 75 mg / 24 jam si TUNDA p p
Pleetal 100 mg / 8 jam si sr, p sr, p STOP
Amlodipin 10 mg / 24 jam si Sr sr sr sr
Candesartan 8 mg / 24 jam si p p STOP
Gliquidone 30 mg / 24 jam si STOP

53
Simvastatin 20 mg / 24 jam - - - m m
Allopurinol 100 mg / 24 jam - - - p p
Pamol 500 mg 3 x 1 tab - - - - p, si, m
Topikal
Mebo zalf 2x - - - sr p, sr
Parenteral
Citicolin 500 mg 2x1 si, m si, m si, m si, m si, m
Ranitidin 25 mg/ml 2x1 si, m si, m si, m si, m si, m
Ceftriaxone 1 gram 3 gram/24 jam si Si si si si
Furosemid 10 mg/ml 2x1 si, m si, m si, m si, m si, m
Sansulin 1 x 10 u - m m m m
Cairan Intravena
Nephrosteril 6% / 24 jam p p p p p
Ket. : p = pagi; si = siang; sr = sore; m = malam; (-) = belum diberikan
Sumber : Rekam Medis Pasien

Tabel III. 26 Kesesuaian Indikasi saat di ICU


Nama Obat Indikasi (literatur) Indikasi (pasien) Keterangan
Allopurinol Gout, Pengendapan Asam urat tinggi Sesuai
asam urat
Amlodipin Hipertensi, Propilaksis Hipertensi Sesuai
angina
Candesartan Hipertensi Hipertensi Sesuai
Inj Ceftriaxone Antibakteri Infeksi hal ini Sesuai
sebagaimana dilihat
dari hasil data lab
menunjukkan nilai
leukosit di atas batas
normal
Inj Citicolin Penurunan kesadaran, Penurunan kesadaran, Sesuai
mempercepat stroke iskemik
rehabilitasi anggota
gerak
Clopidogrel Mencegah Stroke iskemik Sesuai
aterotrombosis pada
jantung, stroke
Inj Furosemid Udem pada jantung, Udem, hal ini Sesuai
paru, hati, pulmonari sebagaimana paa data
akut dan udem otak subjektif
menunjukkan bahwa
pasien mengalami
kelebihan volume
cairan
Gliquidone DM tipe II DM tipe II Sesuai
Mebo regenerasi kulit, Dekubitus pada Sesuai
mengurangi nyeri, bokong
luka bakar
Nephrosteril 6% Suplai Asam amino GGK Sesuai
pada GGA dan GGK
Pamol Analgetik, Antipiretik Demam Sesuai
Pleetal (Cilostazol) terapi preventif stroke Stroke iskemik Sesuai

54
Inj Ranitidin tukak lambung dan Tidak ada indikasi Tidak Sesuai
duodenal, atau keluhan pasien
dispepsia, GERD, terkait tukak lambung
kondisi dan duodenal,
hipersekresi, stress dispepsia, GERD,
ulcer kondisi
hipersekresi, stress
ulcer
Sansulin DM DM tipe II Sesuai
Simvastatin Hiperlipidemia Hiperlipidemia Sesuai
Sumber : MIMS, ISO, DIH

Tabel III.27 Kesesuaian Dosis saat di ICU


Nama Obat Dosis (literatur) Dosis (pasien) Keterangan
Allopurinol 100 – 300 mg sekali 1x 100 mg Sesuai
sehari
Amlodipin 2,5 – 10 mg sekali 1 x 10 mg Sesuai
sehari
Candesartan 8 – 32 mg/ hari dalam 1 x 8 mg Sesuai
1 – 2 dosis terbagi,
dosis maksimal 32
mg/hari
Inj Ceftriaxone 1-2 gram, dosis max 1 x 3 gram Sesuai
sehari tidak lebih dari
4 gram
Inj Citicolin 100 – 500 mg, 1 – 2 2 x 500 mg Sesuai
kali sehari
Clopidogrel 75 mg sekali sehari 1 x 75 mg Sesuai
Inj Furosemid 20 – 40 mg/dosis, 2 x 20 mg Sesuai
dosis maksimal 200
mg/dosis
Gliquidone 15 mg untuk dosis 1 x 30 mg Sesuai
awal. 45 – 60 mg
setiap hari dalam 2 –
3 dosis terbagi, dosis
tunggal maksimum
60 mg/hari
Mebo zalf Oleskan sehari 2x Sehari 2 x Sesuai
Nephrosteril 6% 200 mL/hari diinfus 250 ml/hari Sesuai
melalui vena perifer
atau 400 mL/hari
diinfus melalui vena
sentral
Pamol 325 – 650 mg setiap 3 x 500 mg Sesuai
8 jam
Pleetal (Cilostazol) 100 mg dua kali 3 x 100 mg Tidak Sesuai
sehari
Inj Ranitidin 50 mg (2 mL) setiap 2 x 50 mg Tidak Sesuai
6-8 jam
Sansulin U-100 0,2 unit/Kg (hingga 1 x 10 u Sesuai
10 unit) sehari sekali

55
Simvastatin 10-40 mg sekali 1 x 20 mg Sesuai
sehari malam hari
Catatan : Hasil Perhitungan Clcr = 5,49 mL/min.
Sumber : DIH, Drugs.com

Tabel III.28 Interaksi Obat saat di ICU


OBAT Allo Amlo Can Cef Citi Clo Furo Gli Pa Pleet Rani Si
de tri pi qui mol m

Allo x x x x x x x x x x x
Amlo x x x x x x x x x x x
Cande x x x x x x x x x x x
Ceftri x x x x x √ x x x x x
Citi x x x x x x x x x x x
Clopi x x x x x x x x √ x x
Furo x x x √ x x x x x x x
Gliqui x x x x x x x x x x x
Pamol x x x x x x x x x x x
Pleet x x x x x √ x x x x x
Rani x x x x x x x x x x x
Sim x x x x x x x x x x x
Keterangan :
Allo = Allopurinol
Amlo = Amlodipin
Cande = Candesartan
Ceftri = Ceftriaxone
Citi = Citicolin
Clopi = Clopidogrel
Furo = Furosemid
Gliqui = Gliquidone
Pleet = Pleetal
Rani = Ranitidin
Sim = Simvastatin
Sumber : Drugs.com, Medscape.com

e. Planning
Tabel III.29 Drug Related Problems (DRPs) saat di ICU
Kategori Assessment Planning
Tepat Indikasi - -
Tepat Dosis Berdasarkan literatur dosis Mohon di pertimbangkan
pleetal (cilostazol) 100 mg penurunan dosis dengan
dua kali sehari, dalam penurunan interval waktu

56
penggunaan dosis yang pemberian menjadi 2 x 100
diberikan 3 x 100 mg (Dosis mg.
Berlebih)
Berdasarkan literatur, dosis Mohon dipertimbangkan
injeksi untuk ranitidine untuk dilakukan peningkatan
adalah 50 mg (2 mL) tiap 6- dosis menjadi 50 mg 6-8 jam.
8 jam. Dalam panggunaan
dosis yang diberikan 2x50
mg (Dosis terlalu rendah)
Obat Tanpa Indikasi Penggunaan injeksi Mohon dipertimbangkan
ranitidine tidak sesuai karena penggunaan terapi injeksi
tidak ada indikasi atau ranitidine sesuai dengan
keluhan pasien terkait tukak keperluan.
lambung dan duodenal,
dyspepsia, GERD, kondisi
hipersekresi, stress ulcer
(Obat tanda indikasi)
Indikasi Tanpa Obat - -
Interaksi Obat Ceftriaxone x Furosemid penggunaan obat golongan
Jenis Interaksi : sefalosporin seperti
Farmakodinamik seftriakson dengan furosemid
Level signifikan : Minor harus hati – hati dan
direkomendasikan untuk
Ceftriaxone dapat monitoring fungsi ginjal
meningkatkan toksisitas dengan menghitung nilai laju
furosemide dengan sinergis filtrasi glomerulus terutama
farmakodinamik. Signifikasi pada dosis tinggi, untuk
tidak diketahui. Peningkatan menghindari terjadinya
risiko nefrotoksik. interaksi obat, disarankan
(Medscape.com) untuk memberi jeda
pemberian furosemid 3 hingga
4 jam sebelum obat golongan
sefalosporin (Bexter, 2008).
Clopidogrel x Cilostazol Cilostazol harus digunakan
Jenis Interaksi : dengan hati-hati dengan
Farmakodinamik adiktif antiplatelet lainnya, karena
Level signifikan : Moderat dapat terjadi peningkatan
penghambatan agregasi
Penggunaan clopidogrel dan trombosit. Pertimbangkan
cilostazol secara bersamaan penggunaan kombinasi kedua
akan meningkatkan risiko obat tersebut.
pendarahan, peningkatan
penghambatan fungsi
trombosit.
(Drugs.com)
ESO/ROTD - -
Pasien Tidak Menggunakan - -
Obat

57
3.3.5 Penatalaksanaan Intruksi Medis di Cendrawasih

a. Rekonsiliasi transfer ICU ke Cendrawasih


Tabel III.30 Rekonsiliasi Transfer ICU ke Cendrawasih
Nama Obat Dosis Frekuensi Cara Pemberian Tindakan
Nephrosteril 6% 1 Kolf/24 jam Intra vena Lanjutkan dengan
cara penggunaan
yang sama
Ceftriaxone inj. 1 gram 3 gram / 24 jam Intra vena Lanjutkan dengan
cara penggunaan
yang sama
Furosemid inj. 10 mg/ml 2 x 1 amp Intra vena Lanjutkan dengan
cara penggunaan
yang sama
Sansulin 1 x 10 u Subkutan Lanjutkan dengan
cara penggunaan
yang sama
Ranitidin inj 25 mg/ml 2 x 1 amp Intra vena Lanjutkan dengan
cara penggunaan
yang sama
Citicolin inj 500 mg 2 x 1 amp Intra vena Tgl. 19 Maret 21
ganti dengan
sediaan oral
Amlodipin 10 mg 1 x 1 tab Oral Lanjutkan dengan
cara penggunaan
yang sama
Simvastatin 20 mg 1 x 1 tab Oral Lanjutkan dengan
cara penggunaan
yang sama
Allopurinol 100 mg 1 x 1 tab Oral Lanjutkan dengan
cara penggunaan
yang sama
Clopidogrel tab 75 mg 75 mg/24 jam Oral Lanjutkan dengan
cara penggunaan
yang sama
Mebo Zalf 2x1 Topikal Lanjutkan dengan
cara penggunaan
Candesartan 8 mg 1 x 1 tab Oral Stop
Pleetal 100 mg 3 x 1 tab Oral Stop
Gliquidone 30 mg 1 x 1 tab Oral Stop
Pamol tab 500 mg 3 x 1 tab Oral Lanjutkan dengan
cara penggunaan
bila perlu
Sumber : Rekam Medis Pasien

58
b. Subjective

Tabel III.31 Subyektif saat di Cendrawasih


Keluhan 19/3/21 20/3/21 21/3/21 22/3/21 23/3/21 24/3/21
Kesadaran √ √ √ √ √ √
(Samnolen) (Compos (Compos (Compos (Compos (Compos
Mentis) Mentis) Mentis) Mentis) Mentis)
Afasia √ √ √ √ √ √
Kelebihan Volume √ √ √ √ √ √
Cairan
Dekubitus pada √ √ √ √ √ √
bokong
BAB cair - - √ - - -
Kelemahan Kedua √ √ √ √ √ √
Anggota Gerak
Demam - - - - - -
Sumber : Rekam Medis Pasien

c. Objective
1) Tanda tanda vital di cendrawasih
Tabel III.32 Tanda-tanda Vital Saat Transfer ICU ke Cendrawasih
Indikator Nilai rujukan Sebelum dipindahkan Cendrawasih

TD < 140/90 mmHg 155/79 mmHg 156/77 mmHg


Nadi 60 – 100 x/ menit 124 x/menit 111 x/menit
Pernafasan 14 – 20 x/ menit 24 x/menit 26 x/menit
SpO2 95-100 % 96 % 96 %
Suhu 36 – 37 oC 36,5OC 38OC
GCS 8 9
Sumber : Rekam Medis Pasien

Tabel III.33 Tanda-tanda Vital Selama Perawatan di Cendrawasih


Indikator Nilai rujukan Satuan 19/03 20/03 21/03 22/03 23/03 24/03

TD < 140/90 mmHg 168/75 160/75 140/66 152/74 134/61 155/79


Nadi 60 – 100 x/menit 99 84 86 98 100 94
Pernafasan 14 – 20 x/menit 26 25 25 23 20 20
SpO2 95-100 % 98 98 99 97 97 97
Suhu 36 – 37 oC
37 36 36 36 36,7 36,3
GCS 9 14 14 15 15 15

59
120
100
80
60
40
20
0
19/03 20/03 21/03 22/03 23/03 24/04

TD HR RR SpO2 Suhu GCS

Gambar III.6 Grafik tanda-tanda vital selama di cendrawasih

2) Pemeriksaan penunjang
Tabel III.34 Pemeriksaan Penunjang Selama Perawatan di Cendrawasih
Indikator Nilai rujukan Satuan 19/03 20/03 21/03 22/03 23/03 24/03
ANALISA GAS DARAH
pH 7,37 – 7,43 - - - 7,435 - -
PCO2 38 – 42 mmHg - - - 26,6 - -
O2 70 – 99 mmHg - - - 43,1 - -
BE mmol/L - - - -6,4 - -
BB mmol/L - - - -4,9 - -
HCO3 mmol/L - - - 18,0 - -
TCO2 mmol/L - - - 18,8 - -
SBC mmol/L - - - 20,2 - -
A mmol/L - - - 192,1 - -
A-a-Do2 mmol/L - - - 149 - -
a/A mmol/L - - - 0,2 - -
pO2/FiO2 mmol/L - - - 134,7 - -
HEMATOLOGI
Hemoglobin 11,7 – 15,5 gr/dL - - 8,2 - 6,5 8,7
Leukosit 3600 – 11000 mm3 - - 16000 - 15300 16100
Hematokrit 35 – 47 % - - 23 - 19 24
Trombosit 150000 – 440000 mm3 - - 295000 - 233000 306000
KIMIA KLINIK
Ureum 10 – 50 mg/dL - - 139 - 198 82
Creatinin 0,5 – 1,1 mg/dL - - 6,7 - 9,0 1,7
GDS < 200 mg/dL 206 187 119 156 115 109
Sumber : Rekam Medis Pasien

60
d. Assessment
Tabel III.35 Penatalaksanaan saat di Cendrawasih
Tindakan
Tgl. 20 Maret 2021 : Hemodialisa III Tgl. 24 Maret 2021 : Hemodialisa IV
Tgl. 24 Maret 2021 : Transfusi darah PRC golongan darah AB Rh + sebanyak 218 ml
Sumber : Rekam Medis Pasien

Tabel III.36 Terapi Selama Perawatan di Cendrawasih


Nama Obat Frekuensi 19/03 20/03 21/03 22/03 23/03 24/03
Oral
Clopidogrel 75 mg / 24 jam p p p p p p
Amlodipin 10 mg / 24 jam sr sr sr sr sr sr
Simvastatin 20 mg / 24 jam m m M m m m
Allopurinol 100 mg / 24 jam p p p p p p
Pamol 500 mg 3 x 1 tab p, si, m p, si, m p, si, m p, si, m p, si, m p, si, m
Citicolin 500 mg / 12 jam p, sr p, sr p, sr p, sr p, sr p, sr
Folac 400 mcg / 8 jam si, m p, si, m p, si, m p, si, m p, si, m p, si, m
Natrium Bikarbonat 500 mg / 8 jam si, m p, si, m p, si, m p, si, m p, si, m p, si, m
CaCO3 500 mg / 8 jam si, m p, si, m p, si, m p, si, m p, si, m p, si, m
Emibion / 24 jam - p p p p p
Cefixime 200 mg / 12 jam - - sr p, sr p, sr p, sr
Topikal
Mebo zalf 2x p, sr p, sr p, sr sr p, sr p, sr
Parenteral
Ranitidin 25 mg/ml 2x1 si, m si, m si, m si, m si, m si, m
Ceftriaxone 1 gram 3/24 jam si si STOP
Furosemid 10 mg/ml 2x1 si, m si, m si, m si, m si, m si, m
Sansulin 1 x 10 u m m m m m m
Cairan Intravena
Nephrosteril 6% / 24 jam p p p p p p
Ket. : p = pagi; si = siang; sr = sore; m = malam; (-) = belum diberikan
Sumber : Rekam Medis Pasien

Tabel III.37 Kesesuaian Indikasi saat di Cendrawasih


Nama Obat Indikasi (literatur) Indikasi (pasien) Keterangan
Allopurinol Gout, pengendapan Asam urat tinggi Sesuai
asam urat
Amlodipin Hipertensi, Propilaksis Hipertensi Sesuai
angina
CaCO3 pengobatan dan defisiensi kalsium, Sesuai
pencegahan defisiensi hiperfosfatemia
kalsium atau (CKD)
hiperfosfatemia
(gangguan ginjal)
Inj Ceftriaxone Antibakteri Infeksi Infeksi hal ini Sesuai
sebagaimana dilihat dari
hasil data lab
menunjukkan nilai

61
leukosit di atas batas
normal
Cefixime Antibakteri Infeksi Infeksi hal ini Sesuai
sebagaimana dilihat dari
hasil data lab
menunjukkan nilai
leukosit di atas batas
normal
Citicolin Penurunan kesadaran, Penurunan kesadaran, Sesuai
mempercepat stroke iskemik
rehabilitasi anggota
gerak
Clopidogrel Mencegah Stroke iskemik Sesuai
aterotrombosis pada
jantung, stroke
Emibion anemia kekurangan zat anemia Sesuai
besi, anemia
megaloblastik, anemia
pernisioasa
Inj Furosemid Udem pada jantung, Udem hal ini Sesuai
paru, hati, pulmonari sebagaimana paa data
akut dan udem otak subjektif menunjukkan
bahwa pasien
mengalami kelebihan
volume cairan
Asam folat anemia megaloblastik anemia Sesuai
Mebo zalf regenerasi kulit, Dekubitus pada bokong Sesuai
mengurangi nyeri,
luka bakar
Natrium Bikarbonat Asidosis metabolik DM tipe 2 Sesuai
(komplikasi DM)
Nephrosteril 6% Suplai Asam amino GGK Sesuai
pada GGA dan GGK
Pamol Analgetik, Antipiretik Demam Sesuai
Inj Ranitidin tukak lambung dan Tidak ada indikasi atau Tidak Sesuai
duodenal, keluhan pasien terkait
dispepsia, GERD, tukak lambung dan
kondisi duodenal,
hipersekresi, stress dispepsia, GERD,
ulcer kondisi
hipersekresi, stress ulcer
Sansulin DM DM tipe II Sesuai
Simvastatin Hiperlipidemia Hiperlipidemia Sesuai
Sumber : ISO, MIMS, DIH

Tabel III.38 Kesesuaian Dosis saat di Cendrawasih


Nama Obat Dosis (literatur) Dosis (pasien) Keterangan
Allopurinol 100 – 300 mg sekali sehari 1x 100 mg Sesuai
Amlodipin 2,5 – 10 mg sekali sehari 1 x 10 mg Sesuai
CaCO3 3-7 gram per hari 3 x 500 mg Tidak Sesuai

62
Inj Ceftriaxone 1-2 gram, dosis max sehari 1 x 3 gram Sesuai
tidak lebih dari 4 gram
Cefixime Clcr < 20 mL/menit 2 x 200 mg Tidak Sesuai
Max 200 mg sekali sehari

Citicolin 500 mg – 1 gr, 1 – 2 kali 2 x 500 mg Sesuai


sehari
Clopidogrel 75 mg sekali sehari 1 x 75 mg Sesuai
Emibion 1 – 2 kapsul sehari 1 x 1 kaps Sesuai
Inj Furosemid 20 – 40 mg/dosis, dosis 2 x 20 mg Sesuai
maksimal 200 mg/dosis
Asam Folat Anemia 1 mg/hari; Anemia 3 x 400 mcg Sesuai
megaloblastic dosis 5 mg, 1
kali sehari, selama 4 bulan
Mebo zalf Oleskan sehari 2 x Sehari 2 x Sesuai
Natrium Bikarbonat Asidosis metabolik : 325-2000 3 x 500 mg Sesuai
mg secara oral 1-4x sehari
(drug.com)
Nephrosteril 6% 200 mL/hari diinfus melalui 250 ml/hari Sesuai
vena perifer atau 400 mL/hari
diinfus melalui vena sentral
Pamol 325 – 650 mg setiap 8 jam 3 x 500 mg Sesuai
Inj Ranitidin 50 mg (2 mL) setiap 6-8 jam 2 x 50 mg Tidak Sesuai
Sansulin U-100 0,2 unit/Kg (hingga 10 unit) 1 x 10 u Sesuai
sehari sekali
Simvastatin 10-40 mg sekali sehari malam 1 x 20 mg Sesuai
hari
Catatan : Hasil perhitungan Clcr = 7,72 mL/min
Sumber : DIH, Drugs.com, Medscape.com

Tabel III.39 Interaksi Obat saat di Cendrawasih


OBAT All Am Ca Ce Ce Cit Cl E Fu Fol Nat Pa Ra Sa Si
o lo C ftri fi i o mi ro Bic m n n m
O3
Allo x x x x x x x x x x x x x x
Amlo x x x x x x x x x x x x x x
CaCO3 x x x x x x x x x x x x x x
Ceftri x x x x x x x √ x x x x x x
Cefi x x x x x x x x x x x x x x
Citi x x x x x x x x x x x x x x
Clo x x x x x x x x x x x x x x
Emi x x x x x x x x x x x x x x
Furo x x x √ x x x x x x x x x x
Fol x x x x x x x x x x x x x x

63
NatBic x x x x x x x x x x x x x x
Pam x x x x x x x x x x x x x x
Ran x x x x x x x x x x x x x x
San x x x x x x x x x x x x x x
Sim x x x x x x x x x x x x x x
Keterangan :
Allo = Allopurinol
Amlo = Amlodipin
Ceftri = Ceftriaxone
Cefi = Cefixime
Citi = Citicolin
Clo = Clopidogrel
Emi = Emibion
Furo = Furosemid
Fol = Folac
NatBic = Natrium Bicarbonat
Pam = Pamol
Ran = Ranitidin
San = Sansulin
Sim = Simvastatin
Sumber : Medscape.com

e. Planning

Tabel III.40 Drug Related Problems (DRPs) saat di Cendrawasih


Kategori Assessment Planning
Tepat Indikasi - -
Tepat Dosis Berdasarkan literatur, dosis Mohon di pertimbangkan
injeksi untuk ranitidine untuk dilakukan peningkatan
adalah 50 mg (2 mL) tiap 6- dosis menjadi 50 mg (2 mL)
8 jam. Dalam panggunaan tiap 6-8 jam.
dosis yang diberikan 2x50
mg (Dosis terlalu rendah)
Berdasarkan literatur, dosis Mohon di pertimbangkan
cefixim Clcr < 20 mL/menit penurunan dosis menjadi 200
Max 200 mg sekali sehari, mg sekali sehari
dalam penggunannya 2 x
200 mg sehari (dosis
berlebih)

Obat Tanpa Indikasi Penggunaan injeksi Mohon dipertimbangkan


ranitidine tidak sesuai penggunaan terapi injeksi
karena tidak ada indikasi ranitidine sesuai dengan
atau keluhan pasien terkait keperluan.
tukak lambung dan
duodenal, dyspepsia,
GERD, kondisi

64
hipersekresi, stress ulcer
(Obat tanda indikasi)
Indikasi Tanpa Obat - -
Interaksi Obat Ceftriaxone x Furosemid penggunaan obat golongan
Jenis Interaksi : sefalosporin seperti
Farmakodinamik seftriakson dengan furosemid
Level signifikan : Minor harus hati – hati dan
direkomendasikan untuk
Ceftriaxone dapat monitoring fungsi ginjal
meningkatkan toksisitas dengan menghitung nilai laju
furosemide dengan sinergis filtrasi glomerulus terutama
farmakodinamik. Signifikasi pada dosis tinggi, untuk
tidak diketahui. Peningkatan menghindari terjadinya
risiko nefrotoksik. interaksi obat, disarankan
(Medscape.com) untuk memberi jeda
pemberian furosemid 3 hingga
4 jam sebelum obat golongan
sefalosporin (Bexter, 2008).
ESO/ROTD - -
Pasien Tidak Menggunakan - -
Obat

3.3.6 Penatalaksanaan Intruksi Medis Pasien Pulang


a. Subjective

Tabel III.41 Subyektif saat akan pulang


Keluhan 24/3/21
Kesadaran √ (Compos Mentis)
Afasia √
Kelebihan Volume Cairan √
Dekubitus pada bokong √
BAB cair -
Kelemahan Kedua √
Anggota Gerak
Demam -
Sumber : Rekam Medis Pasien

b. Objective
Tabel III.42 Tanda-tanda vital saat akan pulang
Indikator Nilai rujukan Satuan 24/03

TD < 140/90 mmHg 155/79


Nadi 60 – 100 x/menit 90
Pernafasan 14 – 20 x/menit 20
SpO2 95-100 % 97
Suhu 36 – 37 oC
36
GCS 15
Sumber : Rekam Medis Pasien

65
c. Assessment
Tabel III.43 Catatan Tindakan Rencana Rawat Jalan
Tindakan
Lakukan hemodialisa rutin 2 x dalam seminggu ( Rabu dan Sabtu )
Sumber : Rekam Medis Pasien

Tabel III.44 Terapi Obat Bawa Pulang


Nama Obat Frekuensi
Amlodipin 10 mg / 24 jam
Allopurinol 100 mg / 24 jam
Clopidogrel 75 mg / 24 jam
CaCO3 500 mg 3x1
Emibion tab 1x1
Folac 0,4 mg 3x1
Natrium Bicarbonat 500 mg 3x1
Mebo zalf ue
Pamol 500 mg prn
Sansulin 1 x 10 u
Simvastatin 20 mg / 24 jam
Sumber : Rekam Medis Pasien

3.3 Kesimpulan

66
Dari hasil pemantauan terapi obat (PTO) pada pasien dengan diagnosa primer stroke
infark disertai beberapa diagnosa lainnya seperti CKD, hipertensi, DM tipe II, anemia,
dislipidemia serta gout arthritis di ruang rawat ICU-Cendrawasih RSAU dr. Esnawan
Antariksa didapatkan:
1. Potensi interaksi obat yang terjadi yaitu sebanyak 2 potensi interaksi, diantaranya
interaksi minor antara ceftriaxone dan furosemide, namun tidak signifikan dan
interaksi moderat antara clopidogrel dan cilostazol namun sudah teratasi dengan
pemberhentian penggunaan cilostazol.
2. Terjadi ketidak tepatan dosis sebayak 3 obat, diantaranya cefixime kapsul,
ranitidine injek, nicardipine injek dan cilostazol tablet. Penyesuaian dosis berupa
penurunan terhadap total dosis pemeliharaan sering diperlukan, jika dosis obat
diberikan terlalu rendah maka terapi penyembuhan yang diperlukan tidak tercapai.
Begitu pula pemberian dosis terlalu tinggi dibanding dengan dosis terapinya, hal
ini akan berbahaya karena dapat terjadi peningkatan risiko efek toksik.
3. Terdapat beberapa terapi obat yang belum tercapai sesuai target terapi, hal itu
ditunjukan melalui pemantauan penunjang labolatorium seperti data hematologi
terjadi penurunan secara terus menerus pada kadar hemoglobin, maka diberikan
tindakan tranfusi pada kondisi tersebut.

67

Anda mungkin juga menyukai