Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PENDAHULUAN

ASFIKSIA PADA NEONATUS


DI RSU HAJI SURABAYA

Disusun guna Memenuhi Persyaratan Ketuntasan


Stase Asuhan Kebidanan Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal
Program Studi Pendidikan Profesi Bidan

Disusun oleh:
Nama : Wi’am Salehoddin
NIM : 2315901064

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI BIDAN


STIKES NGUDIA HUSADA MADURA
TAHUN 2024
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Asfiksia secara umum merupakan suatu keadaan bayi baru lahir yang gagal

bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir, sehingga dapat menurunkan

oksigen (O2) dan mungkin meningkatkan karbondioksida (CO2), Adanya gangguan

pertukaran gas atau pengangkutan O2 dari ibu ke janin ini dapat menimbulkan akibat

buruk dalam kehidupan lebih lanjut (Proverawati, 2018).

Laporan dari World Health Organitation (WHO) menyebutkan bahwa asfiksia

menempati urutan ke-3, yaitu sebanyak 68%, sebagai penyebab kematian anak

diseluruh dunia. Diperkirakan 1 juta anak yang bertahan setelah mengalami asfiksia

saat lahir, kini hidup dengan morbiditas (angka kesakitan) jangka panjang seperti

cerebral palsy, retardasi mental dan gangguan belajar (Saifuddin, 2019).

World Health Organitation (WHO) mendefinisikan asfiksia neonatorum

sebagai kegagalan bernapas secara spontan dan teratur segera setelah lahir. Asfiksia

menyebabkan bayi terlihat lemah, mengalami penurunan denyut jantung secara cepat,

tubuh menjadi biru atau pucat dan refleks-refleks melemah sampai menghilang

(Ningrum, 2019).

Asfiksia neonatorum keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernafas

spontan dan teratur dalam 1 menit setelah lahir. Biasanya terjadi pada bayi yang

dilahirkan dari ibu dengan kelahiran kurang bulan, dan kelahiran lewat waktu. Secara

umum banyak faktor yang dapat menimbulkan kejadian asfiksia pada bayi baru lahir,

baik itu faktor dari ibu seperti: primi tua, riwayat obstetrik jelek, grande multipara,

masa gestasi, anemia dan penyakit ibu, ketuban pecah dini, partus lama, panggul

sempit, infeksi intrauterin, faktor dari janin yaitu gawat Remove Watermark
Wondershare PDFelement 4 janin, kehamilan ganda, letak sungsang, letak lintang,

berat lahir, dan faktor dari plasenta (Rahmawati, 2016).

Asfiksia dapat menyebabkan kerusakan organ berat dan berakibat fatal pada

bayi baru lahir. Radistribusi sirkulasi yang ditemukan pada pasien hipoksia dan

iskimia akut telah memberikan gambaran yang jelas mengapa terjadi disfungsi

berbagai organ tubuh pada bayi asfiksia. Gangguan fungsi berbagai organ pada bayi

asfiksia tergantung pada lamanya asfiksia terjadi dan kecepatan penanganan

(Opitasari, 2018).

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis merumuskan masalah dalam

penelitian sebagai berikut ‘’ Asuhan Kebidanan Pada Neonatus dengan asfiksia Di

RSUD Haji Surabaya”.

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Mahasiswa mampu menjelaskan dan mengimplementasikan asuhan kebidanan

pada pelayanan Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal sesuai dengan standar

pelayanan kebidanan serta mendokumentasikan hasil asuhannya dalam bentuk SOAP.

2. Tujuan khusus

Mahasiswa mampu :

a. Menjelaskan mengenai teori dan konsep dasar asuhan kebidanan

Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal

b. Mengintegrasikan teori dan manajemen asuhan kebidanan serta

mengimplementasikan pada kasus yang di hadapi.

D. Manfaat Penulisan

1). Bagi Institusi Pendidikan


Hasil penulisan ini data dijadikan acuan untuk pengembangan keilmuan

dimasa yang akan datang terutama pada pelayanan kebidanan.

2). Bagi Penulis

Penulisan yang dilakukan diharapkan dapat menambah pengetahuan dan

pemahaman mengenai asuhan kebidanan pada pasien dengan diagnose Asfiksia pada

neonatus.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas secara

spontan dan teratur. Bayi dengan riwayat gawat janin sebelum lahir, umumnya akan

mengalami asfiksia pada saat dilahirkan. Masalah ini erat hubungannya dengan

gangguan kesehatan ibu hamil, kelainan tali pusat atau masalah yang mempengaruhi

kesejahteraan bayi selama atau sesudah persalinan (Prawirohardjo, 2005).

Asfiksia neonatorum ialah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas

secara spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam

uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan,

persalinan, atau segera setelah bayi lahir. Akibat-akibat asfiksia akan bertambah buruk

apabila penanganan bayi tidak dilakukan secara sempurna. Tindakan yang akan

dikerjakan pada bayi bertujuan mempertahankan kelangsungan hidupnya dan membatasi

gejala-gejala lanjut yang mungkin timbul (Depkes RI, 2005).

B. Etiologi

Beberapa kondisi tertentu pada ibu hamil dapat menyebabkan gangguan sirkulasi

darah uteroplasenter sehingga pasokan oksigen ke bayi menjadi berkurang. Hipoksia

bayi di dalam rahim ditunjukkan dengan gawat janin yang dapat berlanjut menjadi

asfiksia bayi baru lahir.

Beberapa faktor tertentu diketahui dapat menjadi penyebab terjadinya asfiksia

pada bayi baru lahir, diantaranya adalah faktor ibu, tali pusat dan bayi berikut ini:
1. Faktor ibu

a. Preeklampsia dan eklampsia

b. Pendarahan abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta)

c. Partus lama atau partus macet

d. Demam selama persalinan Infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV)

e. Kehamilan Lewat Waktu (sesudah 42 minggu kehamilan)

2. Faktor Tali Pusat

a. Lilitan tali pusat

b. Tali pusat pendek

c. Simpul tali pusat

d. Prolapsus tali pusat

3. Faktor Bayi

a. Bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan)

b. Persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ekstraksi

vakum, ekstraksi forsep)

c. Kelainan bawaan (kongenital)

d. Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan)

Penolong persalinan harus mengetahui faktor-faktor resiko yang berpotensi untuk

menimbulkan asfiksia. Apabila ditemukan adanya faktor risiko tersebut maka hal itu

harus dibicarakan dengan ibu dan keluarganya tentang kemungkinan perlunya tindakan

resusitasi. Akan tetapi, adakalanya faktor risiko menjadi sulit dikenali atau

(sepengetahuan penolong) tidak dijumpai tetapi asfiksia tetap terjadi. Oleh karena itu,

penolong harus selalu siap melakukan resusitasi bayi pada setiap pertolongan persalinan.
C. Tanda dan Gejala

1. Pada Kehamilan

Denyut jantung janin lebih cepat dari 160 x/mnt atau kurang dari 100 x/mnt,

halus dan ireguler serta adanya pengeluaran mekonium.

a. Jika DJJ normal dan ada mekonium : janin mulai asfiksia

b. Jika DJJ 160 x/mnt ke atas dan ada mekonium : janin sedang asfiksia

c. Jika DJJ 100 x/mnt ke bawah dan ada mekonium : janin dalam gawat

2. Pada bayi setelah lahir

a. Bayi pucat dan kebiru-biruan

b. Usaha bernafas minimal atau tidak ada

c. Hipoksia

d. Asidosis metabolik atau respiratori

e. Perubahan fungsi jantung

f. Kegagalan sistem multiorgan

g. Kalau sudah mengalami perdarahan di otak maka ada gejala neurologik :

kejang, nistagmus, dan menangis kurang baik/ tidak menangis.

h. Bayi tidak bernapas atau napas megap-megap, denyut jantung kurang dari 100

x/menit, kulit sianosis, pucat, tonus otot menurun, tidak ada respon terhadap

refleks rangsangan.

o Appnoe primer : Pernafasan cepat, denyut nadi menurun dan tonus

neuromuscular menurun

o Appnoe sekunder : Apabila asfiksia berlanjut , bagi menunjukan pernafasan

megap–megap yang dalam, denyut jantung terus menerus, bayi terlihat lemah

(pasif), pernafasan makin lama makin lemah.


TANDA-TANDA STADIUM I STADIUM II STADIUM III

Tingkat kesadaran Sangat waspada Lesu (letargia) Pinsan (stupor),

koma

Tonus otot Normal Hipotonik Flasid

Postur Normal Fleksi Disorientasi

Refleks Hyperaktif Hyperaktif Tidak ada

tendo/klenus

Mioklonus Ada Ada Tidak ada

Refleks morrow Kuat Lemah Tidak ada

Pupil Midriasis Miosis Tidak sama,

refleks cahaya

jelek

Kejang-kejang Tidak ada Lazim Deserebrasi

EEG Normal aktifitasèVoltas Supresi ledakan

e rendah kejang- sampai

kejang isoelektrik

Lamanya 24 jam jika ada 24 jam sampai Beberapa hari

kemajuan 14 hari sampai

beberapa

minggu

Hasil akhir Baik Bervariasi Kematian,

defisit berat

Penilaian menurut score APGAR merupakan tes sederhana untuk memutuskan

apakah seorang bayi yang baru lahir membutuhkan pertolongan. Tes ini dapat dilakukan

dengan mengamati bayi segera setelah lahir (dalam menit pertama), dan setelah 5 menit.
Lakukan hal ini dengan cepat, karena jika nilainya rendah, berarti tersebut membutuhkan

tindakan.

Observasi dan periksa :

 A = “Appearance” (penampakan) perhatikan warna tubuh bayi.

 P = “Pulse” (denyut). Dengarkan denyut jantung bayi dengan stetoskop atau palpasi

denyut jantung dengan jari.

 G = “Grimace” (seringai). Gosok berulang-ulang dasar tumit ke dua tumit kaki bayi

dengan jari. Perhaitkan reaksi pada mukanya. Atau perhatikan reaksinya ketika

lender pada mukanya. Atau perhatikan reaksinya ketika lender dari mulut dan

tenggorokannya dihisap.

 A = “Activity”. Perhatikan cara bayi yang baru lahir menggerakkan kaki dan

tangannya atau tarik salah satu tangan/kakinya. Perhatikan bagaimana kedua tangan

dan kakinya bergerak sebagai reaksi terhadap rangsangan tersebut.

 R = “Repiration” (pernapasan). Perhatikan dada dan abdomen bayi. Perhatikan

pernapasannya.

TANDA 0 1 2 JUMLAH

NILAI

Frekwensi Tidak ada Kurang dari Lebih dari

jantung 100 x/menit 100 x/menit

Usaha bernafas Tidak ada Lambat, Menangis

tidak teratur kuat

Tonus otot Lumpuh / Ekstremitas Gerakan

lemas fleksi sedikit aktif

Refleks Tidak ada Gerakan Menangis

respon sedikit batuk


Warna Biru / Tubuh: Tubuh dan

pucat kemerahan, ekstremitas

ekstremitas: kemerahan

biru

 Apgar Skor : 7-10; bayi dianggap sehat dan tidak memerlukan tindakan istimewa

 Apgar Skor 4-6; (Asfiksia Neonatorum sedang); pada pemeriksaan fisik akan terlihat

frekwensi jantung lebih dari 100 X / menit, tonus otot kurang baik atau baik,

sianosis, reflek iritabilitas tidak ada

 Apgar Skor 0-3 (Asfiksia Neonatorum berat); pada pemeriksaan fisik ditemukan

frekwensi jantung kurang dari 100 X / menit, tonus otot buruk, sianosis berat dan

kadang-kadang pucat, reflek iritabilitas tidak ada.

Bila terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan O2 selama kehamilan /

persalinan, akan terjadi asfiksia. Keadaan ini akan mempengaruhi fungsi sel tubuh dan

bila tidak teratasi akan menyebabkan kematian. Kerusakan dan gangguan ini dapat

reversible atau tidak tergantung dari berat badan dan lamanya asfiksia. Asfiksia ringan

yang terjadi dimulai dengan suatu periode appnoe, disertai penurunan frekuensi jantung.

Selanjutnya bayi akan menunjukan usaha nafas, yang kemudian diikuti pernafasan

teratur. Pada asfiksia sedang dan berat usaha nafas tidak tampak sehingga bayi berada

dalam periode appnoe yang kedua, dan ditemukan pula bradikardi dan penurunan

tekanan darah. Disamping perubahan klinis juga terjadi gangguan metabolisme dan

keseimbangan asam dan basa pada neonatus.

Pada tingkat awal menimbulkan asidosis respiratorik, bila gangguan berlanjut

terjadi metabolisme anaerob yang berupa glikolisis glikogen tubuh, sehingga glikogen

tubuh pada hati dan jantung berkurang. Hilangnya glikogen yang terjadi pada

kardiovaskuler menyebabkan gangguan fungsi jantung. Pada paru terjadi pengisian udara
alveoli yang tidak adekuat sehingga menyebabkan resistensi pembuluh darah paru.

Sedangkan di otak terjadi kerusakan sel otak yang dapat menimbulkan kematian atau

gejala sisa pada kehidupan bayi selanjutnya.

D. Pathway

E. Komplikasi

1. Edema otak & Perdarahan otak

Pada penderita asfiksia dengan gangguan fungsi jantung yang telah berlarut

sehingga terjadi renjatan neonatus, sehingga aliran darah ke otak pun akan menurun,

keadaaan ini akan menyebabkan hipoksia dan iskemik otak yang berakibat

terjadinya edema otak, hal ini juga dapat menimbulkan perdarahan otak.

2. Anuria atau oliguria


Disfungsi ventrikel jantung dapat pula terjadi pada penderita asfiksia,

keadaan ini dikenal istilah disfungsi miokardium pada saat terjadinya, yang disertai

dengan perubahan sirkulasi. Pada keadaan ini curah jantung akan lebih banyak

mengalir ke organ seperti mesentrium dan ginjal. Hal inilah yang menyebabkan

terjadinya hipoksemia pada pembuluh darah mesentrium dan ginjal yang

menyebabkan pengeluaran urine sedikit.

3. Kejang

Pada bayi yang mengalami asfiksia akan mengalami gangguan pertukaran

gas dan transport O2 sehingga penderita kekurangan persediaan O2 dan kesulitan

pengeluaran CO2 hal ini dapat menyebabkan kejang pada anak tersebut karena

perfusi jaringan tak efektif.

4. Koma

Apabila pada pasien asfiksia berat segera tidak ditangani akan menyebabkan

koma karena beberapa hal diantaranya hipoksemia dan perdarahan pada otak.

F. Pemeriksaan Fisik

1. Breathing/B1
a. Inspeksi
 Bentuk dada (barrel atau cembung)
 Kesimetrisan
 Adanya insisi
 Selang dada atau penyimpangan lain.
 Pada klien dengan asfiksia akan mengalami usaha bernapas yang
lambat sehingga gerakan cuping hidung mudah terlihat.
 Terkadang pernapsannya tak teratur bahkan henti napas.
b. Palpasi
Palpasi dilakukan untuk mengetahui perkembangan paru yang adekuat.
Bayi dengan penyakit congenital/bawaan perkembangan paru tidak baik
atau hipoplasia. Sering terjadi di paru bagian kiri.
c. Perkusi
Suara perkusi di area dada kiri terdengar lebih redup dan pekak.
d. Auskultasi
Suara napas menurun sampai menghilang. Bunyi napas tak teratur bahkan
lambat.
2. Blood/B2
a. Inspeksi
Pada saat dilakukan inspeksi, perlu diperhatikan letak ictus cordis
normal yang berada pada ICS 5 pada linea medio calviculaus kiri selebar 1
cm. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui ada/tidaknya pergeseran
jantung.
b. Palpasi
Palpasi dilakukan dengan menghitung denyut jantung (heart rate) dan
harus memperhatikan kedalaman dan teratur atau tidaknya denyut jantung.
Selain itu, perlu juga memperhatikan adanya thrill (getaran ictus cordis).
Memeriksa nadi lengan dengan meletakkan telunjuk dan jari tengah anda di
bagian dalam siku bayi di sisi yang paling dekat dengan tubuh.
c. Perkusi
Tindakan perkusi dilakukan untuk menentukan batas jantung (area
yang bersuara pekak). Hal ini untuk menentukan adanya pergeseran jantung
karena desakan diafragma bila terjadi kasus hernia diafragmatika.
d. Auskultasi
Auskultasi dilakukan dengan menentukan bunyi jantung I dan II
tunggal atau gallop, bunyi jantung III merupakan gejala payah jantung,
murmur yang menunjukkan adanya peningkatan arus turbulensi darah.
Penderita asfiksia neonatal denyut jantung kurang dari 100/menit atau tidak
terdengar sama sekali.

3. Brain/B3
Ketika melakukan inspeksi, tingkat kesadaran perlu dikaji dengan skala
GCS. Fungsi sensorik seperti pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan
dan pengecapan. Penderita asfiksia berat tidak akan menunjukkan respon GCS
4. Bladder/B4
Pengukuran volume input/output urine dilakukan dalam hubungannya
dengan intake cairan. Oleh karena itu perlu ditinjau adanya oliguria atau tidak
karena dapat menjadi pertanda awal adanya syok
5. Bowel/B5
 Ketika inspeksi dilihat bentuk abdomen yang membuncit/datar
 Tepi perut menonjol/tidak
 Umbilicus menonjol/tidak
 Ada benjolan massa/tidak
 Pada klien biasanya didapatkan indikasi mual, muntah, penurunan nafsu
makan, penurunan berat badan.
6. Bone/B6
Hal yang perlu diperhatikan adalah:
 Adanya edema peritibial
 Pemeriksaan capillary refill time
 Feel pada kedua ekstremitas untuk mengetahui tingkat perfusi perifer.
 Selanjutnya dilakukan pemeriksaan kekuatan otot untuk dibandingkan
antara bagian kiri dan kanan.

G. Pemeriksaan Penunjang

1. Foto polos dada

2. USG kepala

3. Laboratorium : darah rutin, analisa gas darah, serum elektrolit

4. PH tali pusat : tingkat 7,20 sampai 7,24 menunjukkan status parasidosis, tingkat

rendah menunjukkan asfiksia bermakna.

5. Hemoglobin/ hematokrit (HB/ Ht) : kadar Hb 15-20 gr dan Ht 43%-61%.

6. Tes combs langsung pada daerah tali pusat. Menentukan adanya kompleks antigen-

antibodi pada membran sel darah merah, menunjukkan kondisi hemolitik.


H. Penatalaksanaan Medis

1. Resusitasi

a. Tahapan resusitasi tidak melihat nilai apgar (lihat bagan)

b. Terapi medikamentosa :

2. Epinefrin

Indikasi :
a. Denyut jantung bayi < 60 x/m setelah paling tidak 30 detik dilakukan ventilasi

adekuat dan pemijatan dada.

b. Asistolik.

Dosis :

0,1-0,3 ml/kg BB dalam larutan 1 : 10.000 (0,01 mg-0,03 mg/kg BB) Cara : i.v

atau endotrakeal. Dapat diulang setiap 3-5 menit bila perlu.

3. Volume ekspander

Indikasi :

a. Bayi baru lahir yang dilakukan resusitasi mengalami hipovolemia dan tidak ada

respon dengan resusitasi.

b. Hipovolemia kemungkinan akibat adanya perdarahan atau syok. Klinis ditandai

adanya pucat, perfusi buruk, nadi kecil/lemah, dan pada resusitasi tidak

memberikan respon yang adekuat.

Jenis cairan :

o Larutan kristaloid yang isotonis (NaCl 0,9%, Ringer Laktat)

o Transfusi darah golongan O negatif jika diduga kehilangan darah banyak.

Dosis :

Dosis awal 10 ml/kg BB i.v pelan selama 5-10 menit. Dapat diulang sampai

menunjukkan respon klinis.

4. Bikarbonat

Indikasi :

a. Asidosis metabolik, bayi-bayi baru lahir yang mendapatkan resusitasi. Diberikan

bila ventilasi dan sirkulasi sudah baik.

b. Penggunaan bikarbonat pada keadaan asidosis metabolik dan hiperkalemia harus

disertai dengan pemeriksaan analisa gas darah dan kimiawi.


Dosis : 1-2 mEq/kg BB atau 2 ml/Kg BB (4,2%) atau 1 ml/kg bb (8,4%)

Cara :

o Diencerkan dengan aquabides atau dekstrose 5% sama banyak diberikan

secara intravena dengan kecepatan minimal 2 menit.

Efek samping :

o Pada keadaan hiperosmolaritas dan kandungan CO 2 dari bikarbonat merusak

fungsi miokardium dan otak.

5. Nalokson

Nalokson hidrochlorida adalah antagonis narkotik yang tidak menyebabkan depresi

pernafasan. Sebelum diberikan nalakson ventilasi harus adekuat dan stabil.

Indikasi :

o Depresi pernafasan pada bayi baru lahir yang ibunya menggunakan narkotik 4

jam sebelum persalinan.

o Jangan diberikan pada bayi baru lahir yang ibunya baru dicurigai sebagai

pemakai obat narkotika sebab akan menyebabkan tanda with drawltiba-tiba pada

sebagian bayi.

Dosis : 0,1 mg/kg BB (0,4 mg/ml atau 1 mg/ml)

Cara : Intravena, endotrakeal atau bila perpusi baik diberikan i.m atau s.c

6. Suportif

a. Jaga kehangatan.

b. Jaga saluran napas agar tetap bersih dan terbuka.

c. Koreksi gangguan metabolik (cairan, glukosa darah dan elektrolit)

Dokumentasi SOÁP
SOAP merupakan urutan yang dapat membantu mengorganisasi fikiran dan

memberi asuhan yang menyeluruh. SOAP adalah catatan yang bersifat sederhana, jelas,

logis, dan tertulis. Seorang bidan hendak menggunakan SOAP setiap kali mengkaji

pasien. Selama masa antefartum bidan dapat menulis satu catatan SOAP untuk setiap kali

kunjungan, sementara dalama masa itrapartum bidan boleh menulis lebih dari satu catatan

untuk satu pasien dalam satu hari. Bidan juga harus memiliki catatan SOAP terdahulu bila

seseorang klien untuk mengevaluasi merawat kondisinya yang sekarang. Sebagai peserta

didik, bidan akan mendapat lebih banyak pengalaman dan urutan SOAP akan terjadi

secara alamiah (Wafda, 2019). Telah dibahas sebelumnya bahwa alur berfikir saat

menghadapi pasien melipui 7 langkah. Agar orang lain dapat mengetahui apa yang

dilakukan oleh orang seorang bidan melalui proses berfikir sistemas dan kritis, maka hasil

asuhan di dokumentasikan dalam bentuk SOAP yaitu:

a. Subjektif

Sabjektif adalah pendokumentasian yang termasuk subjektif yaitu

menggambarkan hasil pengumpulan data klien melalu anmnesa sebagai langkah satu

menurut varney.

b. Objektif

Pendokumentasian yang termasuk objektif yaitu menggambarkan

pendokumentasian hasil pemeriksaan fisik pasien, hasil laboratorium, juaga hasil tes

diagnostik lain yang di rumuskan dalam data fokus untuk mendukung asuhan sebagai

langkah satu varney.

c. Assesmen

Pendokumentasian yang termasuk assesmen yaitu menggambarkan

pendokumentasian hasil analisis dan interpretasi data subjektif dan objektif dalam
suatu identifikasi, baik itu diagnosis atau masalah, antisipasi diagnosis atau masalah

konvensial Selain itu, juga memuat identifikasi mengenai perlunya tindakan segera

oleh bidan atau dokter, konsultasi atau kolaborast, atau rujukan sebagai langkah

IIIII,IV menurut varey.

d. Pleaning

Pendokumentasian pleaning menggambarkan pendokumentasian dari tindakan

1 dan evaluasi perencanaan berdasarkan assesmen sebagai langkah 5,6,7 menurut

varney Beberapa alasan penggunaan metode SOAP dalam pendokumentasian adalah

karena pembuatan grafik metode SOAP merupakan perkembangan sistematis yang

mengorganisasi penemuan serta pendapat seorang bidan menjadi suatu rencana.

Selain itu, metode ini juga merupakan intisari dari proses pelaksanaan kebidanan

untuk tujuan mengadakan pendokumentasian asuhan (wafda, 2019).

BAB III
TINJAUAN KASUS
PENGKAJIAN
Hari : Sabtu , 23/03/2024
Jam : 15:00 WIB

IDENTITAS :

Nama Ibu : Ny. ”I”/ Tn. T Nama Bayi : By.Ny.”I”


Umur : 38/ 49 Tahun Umur : 1 hari
Kebangsaan : Indonesia Kebangsaan : Indonesia
Agama : Islam Agama : Islam
Pendidikan : SMA/SD Pendidikan :-
Pekerjaan : IRT/wiraswasta Pekerjaan :-
Alamat : Bulak jaya 4/87

(Sabtu, 23/03/2024, Jam 07.00)


I. DATA SUBJEKTIF
1. Keluhan Utama
Sesak
2. Riwayat Penyakit sekarang
Bayi lahir SC tanggal 22 – 03 – 2024 jam 08.46 laki – laki , usia 34 - 35 minggu,
tunggal,ketuban (+) hijau kental, SC atas indikasi PPI,Preeklampsia,Obesitas gr I, usia
usia lebih dari 35 tahun, dan oligohidramnion. BB/PB 2.150 gr/46 cm. A-S : 6,8.
3. Riwayat
a. Pra Natal :
Anak ke :3
Umur Kehamilan (masa gestasi) : 34 – 35 Minggu
b. Intra Natal :
Diagnose Ibu : G4P2012 34/35 Minggu GIH/H,Letjur,Preskep,PPI,PE,
Obes gr I, usia ≥ 35 tahun
Tanggal persalinan : 22/03/2024 Jam 08.46
Jenis persalinan : SC
Penolong persalinan : Dokter
Ketuban pecah : tidak
Warna ketuban : hijau , kental
Tali pusat : segar
Plasenta : komplit
c. Post Natal :
Kondisi bayi : lemah
BB/PB : 2,150gr/46 cm
Komplikasi : Asfiksia , BBLR, NLP
4. Kebutuhan Fisik
a. Nutrisi
- Pola nutrisi diberikan sufor sesuai advice dokter yaitu 8x5cc/sd
b. Eliminiasi
Sudah BAB mekonium, sudah BAK +34 spontan. Tidak ada keluhan
c. Istirahat (tidur)
Istirahat ± 12 jam
d. Personal Hygiene
- Memandikan bayi 2x sehari pagi dan sore

II. DATA OBJEKTIF


1. Keadaan Umum : lemah
Gerak /Tangis : lemah/ merintih
Tanda – Tanda Vital
SPO2 : 97% Nadi : 122x/menit

Suhu : 36,7 ◦ C Respirasi : 48x/menit


BB/PB : 2.150gr/46 cm LK/LD : 33/28 cm
A–S : 6.8 Ballard Skor : 32

2. Kulit : kemerahan
3. THT : tidak ada kelainan
4. Mulut : bersih
5. Leher : tidak ada pembesaran kelenjar tyroid, tidak ada
pembesaran kelenjar getah bening dan tidak ada
benjolan abnormal.
6. Dada : terdapat retraksi dada
7. Paru : terdengar bunyi ronkhi
8. Jantung : ttidak ada bunyi mur – mur
9. Abdomen : supel tidak kembung, tali pusat segar
10. Genetalia : bersih tidak ada kelainan, terdapat penis dan skrotum
11. Anus : normal , lubang (+)
12. Ekstremitas : lengkap , normal
13. Reflek :
-Reflek Morro : lemah
-Reflek Rootirg : lemah
-Reflek Sucking :lemah,
-Reflek Grasp : lemah
-Reflek Swallowing : lemah
-Reflek Breathing : Ada, terdapat gerakan seperti menghirup dan
mengeluarkan nafas
14. Pengeluaran air kemih : Ada
15. Pengeluaran Mekonium :-

16. Pemeriksaan Penunjang Laboratorium


Darah Lengkap
HB 14,6 g/dL
Leukosit 9,190/mm3
Hematocrit 42,2 %
Trombosit 273,000/mm3
Imuno – serologi
CRP Kuantitatif 0.6 mg/L

III. ANALISA DATA


By.Ny “I” Usia 1 Hari dengan NPL , BBLR, Asfiksia

(Sabtu, 23/03/2024 , Jam 08.01 WIB)


I. PENATALAKSANAAN
Pukul Penatalaksanaan Rasionalisasi Evaluasi
07.00 Menghangatkan bayi Agar bayi tetap hangat Sudah
dilakukan
07.02 Melakukan pemeriksaan TTV Untuk memantau Sudah
pada bayi perkembangan kondisi bayi dilakukan
N : 130x/menit
S : 36,8C
RR: 40x/menit
SPO2: 97%
07.05 Memberikan tindakan sesuai Agar bayi mendapati Sudah
advice dokter kondisi yang stabil dan dilakukan
-Memberikan O2 CPAP tindakan sesuai dengan yang
-Inf.D10 100 ml dialami bayi
-Ca Glukonas 1 ml/24 jam
-AA 6% 30 ml/24 jam
-Ampi sulb 125 mg/IV
07.08 Mengobservasi keadaan bayi Untuk menjaga kestabilan Sudah
dengan : kondisi bayi dilakukan
- Monitor pola nafas
- Monitor saturasi oksigen

07.10 Melakukan pendokumentasian Untuk mencatat temuan dan Sudah


tindakan/ obat yang dilakukan
diberikan pada bayi

CATATAN PERKEMBANGAN

Nama Pasien :
Ruang : Bayi
By.Ny.I No. RM : 975490
Umur : Tanggal : 23/03/2024 Nama dan Paraf :
2 hari Jam : 15.00
Tanggal/jam : Catatan Perkembangan
23/03/2024 (SOAP)
Jam 15.00 S = Hipotermi

O=
- Keadaan umum:
tangis lemah, gerak lemah, sesak, retraksi
dada (+)

- TTV
SPO2 : 97%
RR : 48x/menit
Nadi : 122x/menit
Suhu : 35,7 oC

A=
By.Ny.I usia 2 Hari dengan NPL, BBLR,
Asfiksia

P=
1. menghangatkan bayi.Sudah dilakukan
2. melanjutkan terapi sesuai dengan advice
dokter yaitu :
- pemberian ASI melalui sonde 8x 5 ml
3. menjaga bayi tetap dalam keadaan stabil
dengan :
- Monitor pola nafas
- Monitor saturasi oksigen

Tanggal/jam : S= -
23/03/2024
Jam 18.00 O=
- Keadaan umum:
tangis lemah, gerak lemah, sesak, retraksi
dada (+)
- TTV
SPO2 : 98%
RR : 48x/menit
Nadi : 124x/menit
Suhu : 37 oC

A=
By.Ny.I usia 2 Hari dengan NPL, BBLR,
Asfiksia

P=
4. menghangatkan bayi.Sudah dilakukan
5. melanjutkan terapi sesuai dengan advice
dokter yaitu :
- pemberian ASI melalui sonde 8x 5 ml
6. menjaga bayi tetap dalam keadaan stabil
dengan :
- Monitor pola nafas
- Monitor saturasi oksigen

Tanggal/jam : S= -
23/03/2024
Jam 21.00 O=
- Keadaan umum:
tangis lemah, gerak lemah, sesak, retraksi
dada (+)
- TTV
SPO2 : 96%
RR : 44x/menit
Nadi : 125x/menit
Suhu : 36,7 oC

A=
By.Ny.I usia 2 Hari dengan NPL, BBLR,
Asfiksia

P=
7. menghangatkan bayi.Sudah dilakukan
8. melanjutkan terapi sesuai dengan advice
dokter yaitu :
- pemberian ASI melalui sonde 8x 5 ml
9. menjaga bayi tetap dalam keadaan stabil
dengan :
- Monitor pola nafas
- Monitor saturasi oksigen

Surabaya, 23 Maret 2024


Praktikan

Wi’am Salehoddin
NIM.2315901064

Mengetahui,
Pembimbing Prodi Pembimbing Klinik

(Siti Rochimatul Lailiyah, S.SiT.,M.Kes) (…………………………….)


NIDN. 0723118401 NIP.
BAB IV
PEMBAHASAN

Berdsarkan hasil anamnesa yang sudah dilakukan pada bayi. Ny.I di dapatkantanda –
tanda bayi seperti keadaan umum lemah, terdapat retraksi dada dan juga terdapat sesak hal ini
merujuk pada diagnose asfiksia. Asfiksia bisa saja terjadi dari berbagai faktor termasuk faktor
berat badan bayi yang kurang.
Asfiksia paling sering terjadi pada periode segera setelah lahir dan menimbulkan
sebuah kebutuhan resusitasi dan intervensi segera untuk meminimalkan mortalitas dan
morbiditas. Asfiksia neonatorum adalah keadaan dimana bayi tidak dapat bernapas secara
spontan dan teratur segera setelah lahir. Keadaan ini disebabkan oleh karena hipolisis janin
dalam kandungan yang terjadi pada saat kehamilan, persalinan atau segera setelah bayi lahir
(Maryunani, 2018).
Diagnosis asfiksia yang akurat memerlukan penilaian kadar gas dan asam darah.
Klasifikasi klinis asfiksia didasarkan pada asidosis metabolik untuk memastikan bahwa
asfiksia telah terjadi dan didapatkan ensefalopati neonatus serta komplikasi sistem organ
lainnya untuk mengetahui derajat asfiksia. Asfiksia dapat disebabkan oleh karena faktor ibu,
bayi dan tali pusat atau plasenta (Irwanto, 2017).
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Maya Dian
Rakhmawatie yang berjudul Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Asfiksia
Neonatorum. Sampel ibu yang melahirkan bayi yang tidak prematur sebesar 89,9%, bayi
prematur dalam garis batas sebesar 1,4%, dan bayi prematur sedang sebesar 8,7%. Hasil uji
regresi logistik menunjukkan OR 53,737 berarti resiko terjadinya asfiksia neonatorum pada
ibu yang melahirkan bayi dengan berat lahir rendah (BBLR), berat bayi lahir sangat rendah
(BBLSR) dan berat bayi lahir extra rendah (BBLER) sebesar 53,7 kali lebih besar
dibandingkan dengan ibu yang melahirkan bayi dengan berat badan normal hasil (Maryunani,
2018).
Neonatus yang mengalami asfiksia harus segera mendapatkan pertolongan resusitasi
berdasarkan evaluasi apgar dalam satu menit pertama dan lima menit kedua. Prosedur
penilaian skor APGAR adalah nilai APGAR pada menit pertama dengan cepat dan simultan,
jumlahkan hasilnya. Lakukan tindakan dengan cepat dan tepat sesuai dengan hasilnya. Apgar
perlu dinilai pada 1 menit dan 5 menit. Apabila nilai Apgar kurang dari 7 penilaian nilai
tambahan masih diperlukan yaitu tiap 5 menit sampai 20 menit atau sampai dua kali penilaian
menunjukkan nilai 8 dan lebih (Depkes RI, 2008).
Hasil penelitian menunjukan ada perbedaan saturasi oksigen BBLR sebelum dan
sesudah penggunaan nesting. Artinya adanya pengaruh nesting terhadap perubahan saturasi
oksigen BBLR. Hasil penelitian menunjukan terjadi peningkatan saturasi oksigen pada BBLR
setelah 30 menit penggunaan nesting. Hasil penelitian juga menunjukan rerata saturasi
oksigen 95% setelah penggunaan nesting dari sebelumnya hanya 92%. Hasil ini menunjukan
bahwa penggunaan nesting efektif untuk meningkatkan saturasi oksigen. Mesipun ada
peningkatan, namun saturasi oksigen pada bayi baru lahir perlu dipertahankan pada kisaran
90 – 92 %.
Hasil penelitian ini didukung oleh Zen (2017), menjelaskan bahwa ada pengaruh
nesting terhadap peningkatan saturasi oksigen pada bayi prematur dengan p value = 0,000.
Hasil penelitian lainnya oleh Rahmawaty, Prawesti & Fatimah (2017), menjelaskan bahwa
ada pengaruh yang bermakna nesting terhadap saturasi oksigen dengan p value = 0,000. Hasil
penelitian serupa juga dilakukan oleh Bayuningsih (2011), menjelaskan bahwa terdapat
perbedaan bermakna saturasi oksigen sebelum dan sesudah penggunaan nesting pada bayi
prematur dengan p value = 0,001. Berdasarkan beberapa hasil penelitian sejenis, penulis
menyimpulkan bahwa terdapat pengaruh nesting terhadap perubahan saturasi oksigen pada
bayi BBLR. Adanya peningkatan saturasi oksigen pada BBLR dikarenakan saat penggunaan
nesting, bayi dalam keadaan nyaman karena bersikap fleksi sehingga mengurangsi stres dan
menurunkan metabolisme. Hal ini didukung oleh Nair, Gipta & Jatana (2003), menjelaskan
bahwa posisi terbaik pada bayi prematur adalah melakukan posisi fleksi karena akan
menurunkan metabolisme dalam tubuh bayi sehingga meningkatkan saturasi oksigen.
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Setelah melakukan pengkajian asuhan kebidanan pada By.Ny.I dengan asfiksia
penulis dapat mengambil kesimpulan :
1. Dengan manajement asuhan kebidanan dapat meningkatkan keterampilan dan sikap
yang harus dilakukan bidan dalam memberikan asuhan secara tepat,cermat,
menyeluruh pada pelayanan neonatal dengan asfiksia.
2. By.Ny.I dengan diagnose asfiksia sudah diberikan asuhan bayi baru lahir dengan
menajaga kehangatan, memfasilitasi ABC dan sudah diberikan terapi farmakologis
yang sesuai seperti inj.dionicol, Inj.glukonas.
3. Diberikan konseling perawatan bayi post Asfiksia non farmakologis seperti
memberikan bayi perawatan dengan nesting untuk menjaga suhu, staurasi oksigen
tetap baik.

B. Saran
1. Bagi tenaga kesehatan
Bagi tenaga kesehatan dapat memberikan asuhan kebidanan pelayanan dan
penyuluhan kepada masyarakat sesuai dengan standar yang telah ditetapkan untuk
menambah wawasan mengenai asfiksia.
2. Bagi Tempat penelitian
Diharapkan tetap menjaga pelayanan yang sudah berlangsung sesuai dengan
standar operasional prosedur (SOP) yang sudah berlaku dan di barengi dengan
konseling terapi non farmakologis untuk menambah pengetahuan dan juga
memudahkan untuk dilakukan namun masih sesuai anjuran yang di tetapkan.
DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI. 2005. Pelatihan Manajemen Asfiksia Bayi Baru Lahir untuk Bidan. Jakarta.

IBI. 2006. 50 Tahun IBI Menyongsong Masa Depan. Jakarta: Pengurus IBI Pusat.

Johnson, M., Meriden M.,Sue M. 2000. Nursing Outcome Classification (NOC). St. Louis
Baltimore: Mosby.

Kartiningsih. 2009. Hubungan antara Faktor Ibu dengan Kejadian Asfiksia Neonatorum di
RSU Pandan Arang Kabupaten Boyolali. Solo: Stikes

Mc Closkey, JC., Gloria MB. 2000. Nursing Intervention Classification (NIC). St. Louis
Baltimore: Mosby.

NANDA. 2011. Nursing Diagnosis: Definition and Classification. Philadelphia: NANDA


International

Prawirohardjo. S. 2005. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.

Anda mungkin juga menyukai