Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH SISTEM

INFORMASI KESEHATAN
D
I
S
U
S
U
N
OLEH :
NAMA : FITRI NELLIZA
NIM : 1801032161

DOSEN : Dian Zuiatna, SST, M.Kes

PROGRAM STUDI D4 KEBIDANAN


FAKULTAS FARMASI DAN KESEHATAN
INSTITUT KESEHATAN HELVETIA
MEDAN
2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Aplikasi SIKDA Generik adalah aplikasi sistem informasi kesehatan
daerah yang berlaku secara nasional yang menghubungkan secara online dan
terintegrasi seluruh puskesmas, rumah sakit, dan sarana kesehatan lainnya, baik
itu milik pemerintah maupun swasta, dinas kesehatan kabupaten/kota, dinas
kesehatan provinsi, dan Kementerian Kesehatan. Aplikasi SIKDA Generik
dikembangkan dalam rangka meningkatkan pelayanan kesehatan di fasilitas
pelayanan kesehatan serta meningkatkan ketersediaan dan kualitas data dan
informasi manajemen kesehatan melalui pemanfaatan teknologi informasi
komunikasi.
Pemanfaatan teknologi informasi komunikasi di lingkungan Kementerian
Kesehatan sudah dimulai sejak dekade delapan puluhan. Pada masa itu
Departemen Kesehatan RI melalui Pusat Data Kesehatan (PUSDAKES)
memanfaatkan teknologi informasi dengan sistem Electronic Data Processing
(EDP) namun hal ini baru diterapkan di tingkat pusat. komitmen bersama antar
pemimpin birokrasi bidang kesehatan untuk mendayagunakan teknologi informasi
dan komunikasi dalam pengambilan keputusan dan kebijakan, baik di
kabupaten/kota, provinsi, dan pusat, namun karena berbagai kendala dan
hambatan termasuk kurangnya dana dan tidak adanya payung hukum (PP)
membuat SIK kurang optimal dan belum berdayaguna.
Pada era sembilan puluhan Departemen Kesehatan telah mengembangkan
Sistem Informasi Puskesmas (SP2TP), Sistem Informasi Rumah Sakit, Sistem
Surveilans Penyakit bahkan Sistem Informasi Penelitian & Pengembangan
Kesehatan. Namun masing-masing sistem tersebut belum terintegrasi dengan baik
dan sempurna.
Pada tahun 2002 Menteri Kesehatan mengeluarkan Keputusan Menteri
Kesehatan No.511 tentang “Kebijakan dan Strategi Sistem Informasi Kesehatan
Nasional (SIKNAS)” dan Kepmenkes No.932 tentang Petunjuk Pelaksanaan
Pengembangan Sistem Informasi Daerah (SIKDA)”. Sistem Informasi Kesehatan
Daerah (SIKDA) di Kabupaten/kota adalah sebagai bagian sub sistem SIKDA
yang ada di provinsi, sedangkan SIKDA yang ada di provinsi adalah bagian sub
sistem Informasi Kesehatan Nasional (SIKNAS).
SIKDA seharusnya bertujuan untuk mendukung SIKNAS, namun dengan
terjadinya desentralisasi sektor kesehatan ternyata mempunyai dampak negatif.
Terjadi kemunduran dalam pelaksanaan sistem informasi kesehatan secara
nasional, seperti menurunnya kelengkapan dan ketepatan waktu penyampaian data
SP2TP/SIMPUS, SP2RS dan profil kesehatan. Dengan desentralisasi,
pengembangan sistem informasi kesehatan daerah merupakan tanggung jawab
pemerintah daerah. Namun belum adanya kebijakan tentang standar pelayanan
bidang kesehatan (termasuk mengenai data dan informasi) mengakibatkan
persepsi masing-masing pemerintah daerah berbeda-beda. Hal ini menyebabkan
sistem informasi kesehatan yang dibangun tidak standar juga. Variabel maupun
format input/output yang berbeda, sistem dan aplikasi yang dibangun tidak dapat
saling berkomunikasi.
Selain di daerah, di lingkungan Kementerian Kesehatan pun belum
tersusun satu sistem informasi yang standar sehingga masing-masing program
membangun sistem informasinya masing-masing dengan sumber data dari
kabupaten/kota/provinsi.
Akibat keadaan di atas, data yang dihasilkan dari masing-masing daerah
tidak seragam, ada yang tidak lengkap dan ada data variabel yang sama dalam
sistem informasi satu program kesehatan berbeda dengan di sistem informasi
program kesehatan lainnya. Maka validitas dan akurasi data diragukan, apalagi
jika verifikasi data tidak terlaksana. Ditambah dengan lambatnya pengiriman data,
baik ke Dinas Kesehatan maupun ke Kementerian Kesehatan, mengakibatkan
informasi yang diterima sudah tidak up to date lagi dan proses pengolahan dan
analisis data terhambat. Pada akhirnya para pengambil keputusan/ pemangku
kepentingan mengambil keputusan dan kebijakan kesehatan tidak berdasarkan
data yang akurat.
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1. Sistem Informasi Kesehatan Daerah


Sistem kesehatan di Indonesia dapat dikelompokkan dalam beberapa
tingkat sebagai berikut:
1. Tingkat Kabupaten/Kota, dimana terdapat puskesmas dan pelayanan
kesehatan dasar lainnya, dinas kesehatan kabupaten/kota, instalasi farmasi
kabupaten/ kota, rumah sakit kabupaten/kota, serta pelayanan kesehatan
rujukan primer lainnya.
2. Tingkat Provinsi, dimana terdapat dinas kesehatan provinsi, rumah sakit
provinsi, dan pelayanan kesehatan rujukan sekunder lainnya.
3. Tingkat Pusat, dimana terdapat Departemen Kesehatan, Rumah Sakit Pusat,
dan Pelayanan kesehatan rujukan tersier lainnya.
Pada saat ini di Indonesia terdapat 3 (tiga) model pengelolaan SIK, yaitu :
1) Pengelolaan SIK manual, dimana pengelolaan informasi di fasilitas
pelayanan kesehatan dilakukan secara manual atau paper based melalui proses
pencatatan pada buku register, kartu, formulir-formulir khusus, mulai dari
proses pendaftaran sampai dengan pembuatan laporan. Hal ini terjadi oleh
karena adanya keterbatasan infrastruktur, dana, dan lokasi tempat pelayanan
kesehatan itu berada. Pengelolaan secara manual selain tidak efisien juga
menghambat dalam proses pengambilan keputusan manajemen dan proses
pelaporan.
2) Pengelolaan SIK komputerisasi offline, pada jenis ini pengelolaan informasi
di pelayanan kesehatan sebagian besar/seluruhnya sudah dilakukan dengan
menggunakan perangkat komputer, baik itu dengan menggunakan aplikasi
Sistem Informasi Manajemen (SIM) maupun dengan aplikasi perkantoran
elektronik biasa, namun masih belum didukung oleh jaringan internet online
ke dinas kesehatan kabupaten/kota dan provinsi/bank data kesehatan nasional.
3) Pengelolaan SIK komputerisasi online, pada jenis ini pengelolaan informasi
di pelayanan kesehatan sebagian besar/seluruhnya sudah dilakukan dengan
menggunakan perangkat komputer, dengan menggunakan aplikasi Sistem
Informasi Manajemen dan sudah terhubung secara online melalui jaringan
internet ke dinas kesehatan kabupaten/kota dan provinsi/bank data kesehatan
nasional untuk memudahkan dalam komunikasi dan sinkronisasi data.
Dalam proses pengelolaan data/informasi kesehatan di Indonesia, standar-
standar yang dibutuhkan, baik standar proses pengelolaan informasi kesehatan
maupun teknologi yang digunakan, belum memadai. Akses dan sumber daya
kesehatan juga tidak merata, lebih banyak dimiliki oleh daerah-daerah tertentu,
terutama di pulau Jawa. Akibatnya setiap institusi kesehatan mulai dari
puskesmas, rumah sakit, hingga ke dinas kesehatan kabupaten/kota dan provinsi
menerapkan sistem informasi menurut kebutuhan masing-masing. Hal ini
menjadikan sistem yang digunakan berbeda-beda dan sulit untuk disatukan. Selain
itu, kepemilikan dan keamanan data yang dipertukarkan menjadi penghalang
untuk menyediakan data yang bisa diakses oleh pihak yang membutuhkan.
Penyebab sulitnya mewujudkan pertukaran data kesehatan di Indonesia yaitu:
Penggunaan platform perangkat keras dan perangkat lunak yang berbeda-beda di
setiap daerah. Arsitektur dan bentuk penyimpanan data yang berbeda –beda
Kultur kepemilikan data yang kuat dan possessive Kekhawatiran akan masalah
keamanan data.

2.2. Konsep SIKDA Generik


Ketersediaan informasi kesehatan sangat diperlukan dalam
penyelenggaraan upaya kesehatan yang efektif dan efisien. Berdasarkan UU No.
36 tahun 2009 tentang Kesehatan, dijelaskan mengenai tanggung jawab
pemerintah dalam ketersediaan akses terhadap informasi, edukasi & fasilitas
pelayanan kesehatan untuk meningkatkan dan memelihara derajat kesehatan yang
setinggi-tingginya. Informasi kesehatan ini dapat diperoleh melalui Sistem
Informasi Kesehatan atau SIK.
Dengan berlakunya sistem otonomi daerah, maka pengelolaan SIK
merupakan tanggung jawab dan wewenang masing-masing pemerintah daerah.
Pemerintah pusat/Kementerian Kesehatan, bertanggung jawab dalam
pengembangan sistem informasi kesehatan skala nasional dan fasilitasi
pengembangan sistem informasi kesehatan daerah. Pemerintah daerah
provinsi/dinas kesehatan provinsi, bertanggung jawab dalam pengelolaan sistem
informasi kesehatan skala provinsi. Pemerintah daerah kabupaten/kota / dinas
kesehatan kab/kota, bertanggung jawab dalam pengelolaan sistem informasi
kesehatan skala kabupaten/kota. Dampak dari otonomi daerah tersebut, setiap
pemerintah daerah melakukan pengelolaan dan pengembangan SIK berbasis
teknologi informasi yang berbeda-beda sesuai dengan kemampuan masing-
masing. Sehingga saat ini terdapat berbagai jenis SIK yang berbeda-beda di tiap
daerah, baik itu berbeda dari sisi sistem operasi, bahasa pemrograman maupun
data basenya. Secara umum dapat disimpulkan bahwa :
1. SIK di Indonesia belum terintegrasi satu dengan lainnya. Informasi kesehatan
masih terfragmentasi dan belum mampu mendukung penetapan kebijakan
serta kebutuhan pemangku kebijakan.
2. Menindaklanjuti permasalahan tersebut maka Pemerintah wajib
mengembangkan sistem informasi kesehatan yang dapat mengintegrasikan dan
memfasilitasi proses pengumpulan dan pengolahan data, serta komunikasi
data antar pelaksana pelayanan kesehatan mulai dari fasilitas pelayanan
kesehatan sampai dengan tingkat pusat, sehingga dapat meningkatkan kualitas
informasi yang diperoleh. Pada saat bersamaan juga memperbaiki proses
pengolahan informasi yang terjadi di daerah, yang pada akhirnya dapat
mendukung pemerintah dalam penguatan sistem kesehatan di Indonesia.
SIKDA Generik merupakan Sistem Informasi Kesehatan Daerah yang
dirancang untuk dapat memenuhi berbagai persyaratan minimum yang dibutuhkan
dalam pengelolaan informasi kesehatan daerah, dari proses pengumpulan,
pencatatan, pengolahan, sampai dengan diseminasi informasi kesehatan. SIKDA
Generik dirancang untuk menjadi standar bagi pemerintah daerah dalam
pengelolaan informasi kesehatan di wilayahnya. SIKDA Generik hadir melalui
proses inventarisasi berbagai SIKDA elektronik yang saat ini berjalan dan
digunakan di daerah, memilih yang terbaik, kemudian dianalisis sehingga
dihasilkan satu set deskripsi kebutuhan SIKDA Generik, yang mewakili
kebutuhan seluruh komponen dalam sistem kesehatan Indonesia dan disesuaikan
dengan standar yang diatur dalam Pedoman Nasional SIK.
Langkah selanjutnya dari pengembangan SIKDA Generik ini adalah
mendistribusikan aplikasi SIKDA Generik kepada pemerintah daerah yang belum
memiliki/ menggunakan. Untuk pemerintah daerah yang telah memiliki/
menggunakan SIKDA elektronik dapat tetap menggunakannya dengan beberapa
penyesuaian terhadap Pedoman Nasional SIK atau beralih ke SIKDA Generik.
Keterangan :
1. Fasilitas/institusi kesehatan yang masih manual/paper based, data dientri di
computer entry station SIKDA Generik yang ada di kantor dinas kesehatan
kab/kota. Data yang dientri bisa berbentuk data individual maupun agregat.
Khusus untuk data puskesmas, data dientri melalui Sub Sistem SIM
Puskesmas pada SIKDA Generik sehingga data yang diinput adalah data
pasien secara individual.
2. Puskesmas yang telah memiliki perangkat komputer tetapi belum
menggunakan aplikasi SIMPUS dapat menggunakan aplikasi SIKDA Generik,
yang terhubung ke data base lokal di puskesmas tersebut atau langsung
terhubung ke data base SIKDA Generik di Server SIKDA Generik yang
ditempatkan di Kantor Dinkes kab/Kota melalui jaringan internet online.
3. Puskesmas, rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya yang sudah
menggunakan komputer ataupun aplikasi sistem informasi manajemen lainnya,
dapat melakukan eksport/sinkronisasi/migrasi file data base secara online
melalui internet melalui Sub Sistem Komunikasi Data pada SIKDA Generik.
4. Setiap pemangku kepentingan dapat mengakses informasi kesehatan pada
SIKDA Generik melalui Sub Sistem Executive Information Dashboard, yang
berisi indikator-indikator kesehatan kab/kota yang merupakan rangkuman dari
data-data puskesmas, rumah sakit, dan instalasi farmasi kab/kota.
Laporan/informasi disajikan secara ringkas dalam bentuk grafik, tabel, maupun
statistik, dengan berbagai kriteria yang dapat ditentukan sesuai keinginan
pengguna.

Komunikasi data
Sesuai dengan tujuan dikembangkannya SIKDA Generik, yaitu untuk
membangun suatu data base kesehatan Indonesia yang komprehensif, SIKDA
Generik harus mampu menghimpun, mengolah dan mendistribusikan semua data
kesehatan dari berbagai pelaksana kesehatan di Indonesia, baik pelaksana
kesehatan yang telah memiliki sistem informasi elektronik maupun masih paper
based. Dengan berbagai sistem pengelolaan informasi yang berbeda-beda, maka
SIKDA Generik dituntut untuk dapat berkomunikasi secara interaktif, memiliki
kemampuan interoperabilitas yang tinggi, sehingga dapat berkomunikasi dan
melakukan pertukaran data kesehatan dengan sistem lainnya yang sudah berjalan.
Kemampuan interoperabilitas adalah kemampuan sistem untuk saling tukar
menukar data atau informasi dan saling dapat mempergunakan data atau
informasi tersebut. Interoperabilitas bukan berarti penentuan atau penyamaan
penggunaan platform perangkat keras, atau perangkat lunak semisal operating
system tertentu, bukan pula berarti penentuan atau penyeragaman data base.
Namun berupa penyamaan format pertukaran data yang digunakan, misalnya
dengan menggunakan format data dalam bentuk data base SQL, Access, Excell,
maupun dalam format XML.

Format Data
Ada beberapa bentuk format standar yang dapat digunakan untuk melakukan
pertukaran data, yang umum digunakan adalah XML. XML atau eXtensible
Markup Language merupakan format data yang sering digunakan dalam dunia
world wide web. XML terdiri atas sekumpulan tag yang terdiri dari data. Satu set
data dalam XML dimulai dengan tag pembuka dan diakhiri dengan tag penutup.
XML adalah sebuah format dokumen yang mampu menjelaskan struktur dan
semantik (makna) dari data yang dikandung oleh dokumen tersebut. Berbeda
dengan HTML yang lebih berorientasi pada tampilan (appearance), XML lebih
fokus pada substansi data, sehingga lebih cocok digunakan sebagai media
pertukaran data. Kelebihan XML dibandingkan format teks biasa adalah struktur
data yang ditransfer tidak “hilang”, demikian juga deskripsi tentang semantik
datanya. Dengan karakteristik demikian XML telah menjadi standar de-facto bagi
pertukaran data antar aplikasi komputer. Spesifikasi format telah distandarkan
untuk menjadi referensi yang sama bagi tiap aplikasi komputer yang memerlukan.

Konten Data
Selain format data, konten data yang dipertukarkan juga harus seragam, misalnya
dalam penulisan kode dan penamaan variabel data dan definisi operasionalnya,
sehingga pada saat proses import dan eksport data, semua data dapat
tersinkronisasi dengan baik dan lengkap serta sesuai dengan yang diinginkan.
Misalnya dalam proses sinkronisasi data individu pasien puskesmas, mulai dari
penomoran rekam medik pasien, kode jenis kunjungan, nama poliklinik, kode dan
penamaan penyakit, kode obat dan atributnya, sampai dengan jenis tenaga
kesehatan yang menangani pasien tersebut, harus mengikuti aturan yang telah
ditetapkan. Contoh variabel data dan aturan penomoran/penulisan seperti yang
ditunjukan pada tabel berikut:
2.3. Desain Sistem
Berdasarkan ruang lingkup Sistem Kesehatan Daerah, maka SIKDA
Generik dirancang mengikuti komponen pelaksana kesehatan yang ada
didalamnya yaitu Puskesmas, Dinas Kesehatan Kab/Kota dan Provinsi. Sehingga
SIKDA Generik terbagi menjadi beberapa sub sistem sebagai berikut :
1. Sistem Informasi Manajemen Puskesmas (SIM Puskesmas)
2. Sistem Informasi Manajemen Dinas Kesehatan (SIM Dinkes)
3. Sistem Informasi Eksekutif
4. Sistem Komunikasi Data
1. Sistem Informasi Manajemen Puskesmas (SIM Puskesmas)
Aplikasi SIM Puskesmas digunakan di puskesmas dalam kegiatan pencatatan
berbagai kegiatan pelayanan, baik itu kegiatan dalam gedung maupun kegiatan
luar gedung, dan dapat dilakukan koneksi data base secara oline melalui
jaringan internet ke Server SIKDA Generik di dinas kesehatan, maupun ke data
base lokal yang ada di puskesmas.
Kegiatan puskesmas yang mampu ditangani oleh SIM Puskesmas adalah :
1. Pengelolaan informasi riwayat medis pasien per individu
2. Pengelolaan informasi kunjungan pasien ke puskesmas.
3. Pengelolaan informasi kegiatan pelayanan kesehatan dalam gedung,
meliputi:
a. Pelayanan rawat jalan (poliklinik umum, gigi, KIA, imunisasi, dll)
b. Pelayanan UGD
c. Pelayanan rawat inap
4. Pengelolaan informasi pemakaian dan permintaan obat/farmasi di
puskesmas, pos obat desa, pos UKK.
5. Pengelolaan informasi tenaga kesehatan puskesmas
6. Pengelolaan informasi sarana dan peralatan (inventaris) puskesmas
7. Pengelolaan informasi kegiatan luar gedung yang meliputi
a. Kegiatan puskesmas pembantu, puskesmas keliling, bidan desa, posyandu,
polindes, poskesdes, poskestren.
b. Pengelolaan informasi pembiayaan kesehatan masyarakat dan keuangan
puskesmas
c. Pengelolaan informasi gizi masyarakat
d. Pengelolaan informasi surveilans (pengendalian penyakit)
e. Pengelolaan informasi promosi kesehatan
f. Pengelolaan informasi kesehatan lingkungan
8. Pengelolaan pelaporan internal dan ekternal puskesmas
2. Sistem Informasi Manajemen Dinas Kesehatan (SIM Dinkes)
Aplikasi ini berfungsi untuk menangani pencatatan dan pengelolaan data yang
berasal dari:
1. Pengelolaan data puskesmas, berfungsi untuk mencatat dan mengelola data
manual dari puskesmas yang ada dalam wilayah kerja dinkes kabupaten/kota,
yang bersifat agregat.
2. Pengelolaan data rumah sakit tingkat kabupaten/ kota, berfungsi untuk
mengentri data manual yang berasal dari rumah sakit, baik pemerintah
maupun swasta, yang berada dalam wilayah kerja dinkes kabupaten/kota
yang bersifat agregat.
3. Pengelolaan data rumah sakit tingkat provinsi, berfungsi untuk mengentri
data manual yang berasal dari rumah sakit, baik pemerintah maupun swasta,
yang berada dalam wilayah kerja dinkes provinsi yang bersifat agregat.
4. Pengelolaan data apotek/instalasi farmasi, berfungsi untuk mencatat dan
mengelola data manual yang berasal dari apotek/instalasi farmasi baik
pemerintah maupun swasta, yang berada dalam wilayah kerja dinkes
kabupaten/kota, yang bersifat agregat.
5. Pengelolaan data penunjang, berfungsi untuk mencatat dan mengelola data
manual, yang bersifat agregat, yang berasal dari laboratorium/ radiologi/
fasilitas penunjang lainnya, baik itu milik pemerintah maupun swasta yang
berada dalam wilayah kerja dinkes kabupaten/kota.
6. Pengelolaan data kesehatan lainnya, yang berfungsi untuk mencatat dan
mengelola data kesehatan yang berasal dari fasilitas kesehatan selain
puskesmas, rumah sakit, apotek/instalasi farmasi, dan laboratorium
penunjang, yang berada dalam wilayah kerja dinas kesehatan, misalnya dari
lembaga lintas sektor (institusi non kesehatan), praktik dokter dan klinik,
lembaga survei, dan organisasi kesehatan lainnya, yang berada dalam wilayah
kerja dinas kesehatan.
7. Pengelolaan data SDM, yang berfungsi untuk mencatat dan mengelola data
SDM kesehatan di kabupaten/kota/provinsi.
8. Pengelolaan data aset, berfungsi untuk mencatat dan mengelola data aset
pada dinkes kabupaten/
kota dan dinkes Provinsi.
3. Sistem Informasi Eksekutif
Sistem Informasi Eksekutif, berfungsi untuk menampilkan profil kesehatan
daerah, yang di dalamnya berisi indikator kesehatan daerah yang merupakan
rangkuman dari data-data puskesmas, rumah sakit, dan gudang farmasi
kabupaten/kota. Informasi disajikan secara ringkas dalam bentuk grafik, tabel,
maupun statistik, yang dapat diakses oleh jajaran pimpinan misalnya bupati,
gubernur, kepala dinas kesehatan, dan pemangku kepentingan lainnya.
4. Sistem Komunikasi Data Kesehatan
Sistem Komunikasi Data Kesehatan, berfungsi untuk menangani proses
sinkronisasi/ migrasi data yang berbentuk soft copy yang berasal dari dinas
kesehatan kabupaten/kota, puskesmas, rumah sakit, laboratorium,
apotek/farmasi, dan institusi kesehatan lainnya yang telah menggunakan
perangkat komputer, aplikasi sistem informasi manajemen dan telah terhubung
secara online melalui jaringan internet ke data base SIKDA Generik dalam
proses pengelolaan data.
Jenis data yang dikomunikasikan adalah sebagai berikut :
1. Data umum fasilitas pelayanan kesehatan
2. Data pasien baru
3. Data kunjungan pasien di fasilitas pelayanan kesehatan
4. Data morbiditas
5. Data pengelolaan obat dan alat kesehatan
6. Data pengelolaan sarana dan prasarana fasilitas pelayanan kesehatan
7. Data pengelolaan tenaga kesehatan dan non kesehatan
8. Data statistik daerah.
2.4. Tahap pelaksanaan SIKDA Generik
SIKDA Generik mulai dipikirkan pengembangannya pada saat dirasakan
adanya kebutuhan suatu sistem yang memenuhi kebutuhan pengelolaan data dan
informasi yang standar, dapat terintegrasi secara nasional dan dapat diterapkan di
wilayah dengan sumber daya yang terbatas. Hal ini terealisasi dengan adanya
bantuan teknis dari GIZ (The Deutsche Gesellschaft für Internationale
Zusammenarbeit) untuk Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan.
Pengembangan SIKDA Generik mulai terlihat hasilnya dengan selesainya modul
SIM Puskesmas berupa prototype testing di Pusdatin dan prototype testing untuk
puskesmas per tanggal 31 Agustus 2011. Sesuai dengan rencana, per 30
September 2011 akan selesai. Modul Bank Data dan SIM Dinkes (uji coba). Bank
data di Pusdatin (uji coba), di Dinkes dengan menjalankan prototype puskesmas)
dan per 30 oktober 2011 diharapkan Modul Konektivitas (Sistem Komunikasi
Data) selesai. dan membuat “Connectathon”, dimulai dengan 3 – 5 sistem yang
sudah jadi. (Connectathon untuk menguji dan memilih vendor).
Integrasi dengan aplikasi-aplikasi di rumah sakit, instalasi farmasi/apotek
dan fasilitas penunjang lain akan mulai dilaksanakan tahun 2012 Dalam
penerapan SIKDA Generik ada beberapa hal yang harus ada dan dipersiapkan
yaitu pelatihan, pendampingan, dan perubahan budaya kerja. Dari ketiga hal
tersebut, dua yang pertama yaitu pelatihan dan pendampingan sudah diakomodir
oleh Pusdatin Kemenkes dan sudah disiapkan anggarannya. Sedangkan yang
nomor tiga yaitu kesiapan dan kemauan para pengguna sendiri, merupakan
tantangan tersendiri bagi terlaksananya penerapan SIKDA Generik, akan tetapi ini
pun pasti bisa diintervensi mungkin dengan berbagai cara seperti pelatihan,
workshop dan pendampingan dalam pengelolaan dan pemanfaatan data, publikasi
pemanfaatan data, pemberian penghargaan dan publikasi bagi daerah dengan
pengelolaan SIKDA terbaik.
Tantangan dalam penerapan SIKDA Generik
Di Indonesia terdapat 138 kabupaten/kota (kondisi tahun 2009/2010) yang
termasuk daerah bermasalah kesehatan (DBK) dan/atau daerah terpencil,
perbatasan dan kepulauan (DTPK) yang pada umumnya merupakan daerah yang
masih kurang dalam ketersediaan infrastrukur dan SDM. Hal ini menjadi suatu
tantangan dan perlu persiapan dan perencanaan khusus dalam penerapan SIKDA
Generik di daerah-daerah tersebut. Oleh karena itu untuk penerapan SIKDA
Generik dan pengembangan SIK secara umum, telah diupayakan penyediaan
sebagian kebutuhan dana dari Global Fund. Persiapan dan perencanaan tersebut
digunakan untuk:
1. Pengadaan hardware, pengiriman dan instalasi (USD 952,531 – 1.10 dana GF)
2. Sub-contract penerapan di lapangan (USD 2,331,000 – 1.09 dana GF)
1 vendor 1 wilayah atau 1 vendor untuk semua Vendor harus
mempunyai:
1 tim di setiap kabupaten
Training classroom (ruang pelatihan)
Rotasi Pendampingan rutin (1 hari kunjungan ke puskesmas setiap
minggu)
3. Manajemen proyek SIKDA (oleh Pusdatin)
Vendor Performance Contract Manajemen
Perlu dipikirkan pula adanya kabupaten/kota atau puskesmas yang sudah
menerapkan SIK komputerisasi online dan telah memiliki bank data yang telah
terisi data. Untuk daerah tersebut harus terus diberikan dorongan dan monitoring,
serta disediakan koneksi agar data yang ada dapat masuk ke bank data nasional
Untuk program kesehatan yang selama ini telah memiliki sistem informasi
yang terpisah-pisah, perlu dilakukan advokasi agar sejalan dengan penerapan
SIKDA Generik, sistem informasi program-program yang terpisah mulai diakhiri.
Dengan demikian akan mengurangi fragmentasi.
Dalam pengembangan aplikasi biasanya menggunakan jasa pihak ketiga
(vendor), Mengingat SIK dikembangkan menuju ke sistem komputerisasi online,
perlu adanya jaminan interoperabilitas dan konektivitas dari aplikasi yang
dikembangkan. Oleh karena itu perlu dilakukan kegiatan semacam connectathon.
Connectathon adalah kegiatan untuk menguji interoperabilitas dan konektivitas
dari suatu sistem teknologi informasi, mengikuti spesifikasi yang telah ditentukan
oleh IHE (Integrating the Healthcare Enterprise, inisiatif bersama dari
profesional kesehatan dan industri untuk meningkatkan metode sistem komputer
dalam berbagi informasi kesehatan) a joint initiative of healthcare professionals
and industry to improve the way computer systems in healthcare share
information.

2.5. Sistem Informasi Kesehatan Daerah (SIKDA) Kabupaten Purworejo


Sistem Informasi Manajemen (SIM) merupakan komponen penting dalam
berbagai bentuk organisasi, baik pada skala kecil maupun organisasi besar dengan
berbagai komplek-sitasnya. Melalui pengelolaan SIM secara baik, mulai dari
perencanaan, implementasi hingga evaluasi, maka or-ganisasi dapat melihat status
kelembagaannya dari sudut pandang internal maupun eksternal dengan segala
perma-salahannya. SIM yang baik akan sangat membantu setiap tingkatan
pengambilan keputusan untuk menentukan kebi-jakan terbaik yang berdasar
kepada data dan informasi yang dibangun secara tepat, akurat, benar, dan lengkap.
Meskipun SIM tidak identik dengan komputerisasi, namun perkembangan
Teknologi Informasi dan Komunikasi de-wasa ini memberi konstribusi yang
signifikan bagi imple-mentasi SIM secara lebih profesional. Karena itu implemen-
tasi Teknologi Informasi dan Komunikasi dalam SIM men-jadi salah satu solusi
paling bijak yang dapat diambil. Ada beberapa isu penting yang mendorong
penggunaan Teknologi Informasi dan Komunikasi dalam SIKDA, antara lain :
1. Pengambilan keputusan yang tidak dilandasi dengan informasi,
2. Informasi yang tersedia tidak relevan,
3. Informasi yang ada tidak dimanfaatkan oleh mana-jemen,
4. Informasi yang tidak tepat waktu,
5. Terlalu banyak informasi,
6. Informasi yang tersedia tidak akurat,
7. Adanya duplikasi data,
8. Pemanfaatan data yang tidak fleksibel
Dengan implementasi SIKDA berbasis Teknologi Informasi, maka informasi
menjadi aset organisasi yang sangat ber-harga karena melalui SIKDA organisasi
dapat menguasai informasi internal dan eksternal sebagai salah satu keung-gulan
kompetitif. Informasi yang dihasilkan akan menentu-kan kelancaran dan kualitas
kerja serta dapat digunakan sebagai ukuran kinerja organisasi.

2.6. Sistem Informasi Kesehatan Daerah


Sistem Informasi Kesehatan Daerah (SIKDA) sebenarnya sudah mulai dikembangkan
sejak dekade 80-an di be-berapa institusi kesehatan seperti Puskesmas di Indonesia, termasuk
Dinas Kesehatan Kabupaten Purworejo, melalui pendekatan manajemen dan perkantoran.
Mengingat Teknologi yang berkembang pada waktu itu, maka pendekatan yang digunakan adalah
manual administrative sampai tahun 1990. Kemudian mulai tahun 1990 - 2000 dengan mengikuti
perkembangan teknologi informasi SIKDA, Dinas Kesehatan Kabupaten Purworejo ikut
berkembang dengan excel data base.
Pada tahun 2000 dikembangkan aplikasi untuk menunjang manajemen kesehatan dengan
sistem single user di dinas kesehatan kabupaten dan Puskesmas. Setelah sistem sin-gle user
diterapkan, muncul masalah yaitu beban entri data tertumpu pada 1 orang petugas, yang terjadi
pada tahun 2000 sampai dengan 2001. Hal ini karena SDM yang menangani SIKDA belum cukup
mempunyai pengetahuan dan keterampilan yang memadai untuk menjalankannya.
Setelah dilakukan evaluasi keseluruhan langkah selanjutnya adalah melakukan perbaikan-
perbaikan agar informasi yang dihasilkan sesuai dengan yang diharapkan, dengan dilakukan
komitmen bersama guna mengatasi permasalahan yang muncul, maka pada tahun 2002
dikembangkan aplikasi multi user berbasis web di dinas kesehatan dan setiap Puskesmas dengan
dilengkapi sarana Local Area Network (LAN). Untuk akses pengiriman data dari Puskesmas ke

dinas kesehatan dengan memanfaatkan fasilitas telepon yaitu setelah entri data
selesai data dikirim dengan dial-up, namun muncul masalah baru dimana ada 10
Puskesmas tidak mempunyai fasilitas jaringan telepon sehingga untuk pelaporan
menggunakan disket. Hal ini menyebabkan munculnya masalah data tidak
lengkap dan tidak tepat waktu.
Guna mengatasi permasalahan baru tersebut sejak tahun 2004 sampai 2010
dikembangkan jaringan intranet jajaran kesehatan dengan memanfaatkan
teknologi wireless LAN, sedangkan sekarang sebagian memanfaatkan teknologi
speedy (internet). Sedangkan untuk mengatasi permasalahan SDM dilakukan
pelatihan dan bimbingan teknis.
2.7. Spesifikasi Sistem
Sistem Informasi Kesehatan Daerah (SIKDA) dibagi dalam 3 sub sistem,
dan beberapa modul dibawah sub sistem. Beberapa sub sistem mempengaruhi
sub sistem lainnya, sehingga proses yang berjalan tergantung dari entri dan
pengolahan data dari sub sistem sebelumnya. Namun demikian dimungkinkan
diambil kebijakan by pass system untuk kondisi tertentu guna menjamin SIKDA
tetap berjalan meskipun terjadi gangguan yang tidak diinginkan pada salah satu
sub sistem.
Sistem pengelolaan user dilakukan secara bertingkat den-gan pembagian
group user sesuai dengan person dalam sistem, sehingga dapat diantisipasi
overlapping fungsi setiap user. Sistem manajemen user secara bertingkat akan
menentukan tanggung jawab terhadap suatu entri data dan distribusinya,
sehingga hanya user yang benar-benar memiliki hak yang mampu mengakses
data dan informasi secara proporsional. Interaksi user secara langsung terha-dap
data juga dibatasi, sehingga end user tidak akan bisa memanipulasi data base.
Adapun secara lengkap rancang bangun Sistem Informasi Kesehatan Daerah di
Dinas Kesehatan Kabupaten Pur-worejo seperti diagram dibawah ini :

2.8. Diagram Sistem Informasi Kesehatan Daerah Dinas Kesehatan


Kabupaten Purworejo.
Pengembangan SIKDA saat ini akan difokuskan pada inter-grasi Sistem
Informasi Manajemen Pasien (SIM-Pasien), Sistem Informasi Manajemen
Program (SPTP), Sistem In-formasi Manajemen Obat (SIMO) dan Sistem
Informasi Manajemen Kepegawaian (SIMKA).
a. SIMPUS untuk manajemen pasien :
1. Master file yang terdiri dari sub menu file Puskesmas, file tujuan, file
penyakit, file tindakan UGD, file tindakan keperawatan, file pemeriksaan
penunjang, file tarif kelas dan file tarif visit.
2. Menu Utama, yang terdiri dari sub menu transaksi untuk pelayanan pasien
yang terdiri dari pelayanan: loket, rawat jalan, rawat inap, ruang obat,
laporan dan menu utama untuk kembali.
a. Sub menu loket merupakan tampilan untuk petugas loket mendaftar
pasien yang berkunjung, terdiri dari :
 Tambah untuk mendaftar pasien baru pertama kali terdaftar di salah
satu puskesmas.
 Cari data untuk mencari pasien lama atau pasien yang pernah terdaftar
di Puskesmas.
b. Sub menu rawat jalan digunakan untuk mencatat dan mengolah data
tindakan yang dilakukan terhadap pasien di unit-unit pelayanan, antara lain
poli umum, poli KIA, poli gigi, dan poli lainnya, terdiri dari :
 Daftar tunggu merupakan fasilitas untuk melihat pasien yang
menunggu diobati oleh poli-poli tersebut.
 Cari data merupakan fasilitas untuk mencari data pasien yang telah
selesai diobati, berdasarkan nomor dan tanggal transaksi serta nama
pasien.
c. Sub menu rawat inap merupakan fasilatas untuk mencatat dan mengolah
tindakan yang dilakukan terhadap pasien rawat inap. Termasuk pemakaian
obat saat perawatan, konsultasi dokter yang dilakukan. Di menu ini juga
ada fasilitas untuk perpindahan ruang/kelas. Fasilitas rawat inap ini terdiri
dari daftar tunggu dan cari data yang fungsinya sama seperti pada sub
menu rawat jalan.
d. Sub menu rawat jalan maupun rawat inap mempunyai sub sistem layanan
penunjang seperti :
 Laboratorium digunakan untuk mencatat dan mengolah data tindakan
laboratorium yang dilakukan terhadap pasien dan mencatat biaya
tindakan laboratorium tersebut.
 Tindakan UGD digunakan untuk mencatat dan mengolah data tindakan
terhadap pasien yang masuk ke Puskesmas melalui Unit Gawat
Darurat.
 Tindakan Keperawatan digunakan untuk mencatat dan mengolah data
tindakan keperawatan terhadap pasien dan mencatat biaya tindakan
yang dilakukan tersebut.
 Pemeriksaan Penunjang untuk mencatat dan mengolah data hasil
pemeriksaan penunjang seperti EKG, rontgen atau fisioterapi untuk
keperluan perawatan/pengobatan dan mencatat biaya pemeriksaan
tersebut.
3. Sub menu laporan merupakan memperoleh laporan dari hasil entri data,
terdiri dari laporan :
 Kunjungan rawat jalan merupakan laporan jumlah kunjungan pasien
rawat jalan per poli (BPU, BPG, KIA dll), per status pasien (Askes, JPS,
bayar) berdasarkan wilayah tempat tinggal (desa/kelurahan dan dalam
serta luar wilayah kerja puskesmas)
 Tindakan UGD digunakan untuk mencatat dan mengolah data tindakan
terhadap pasien yang masuk ke Puskesmas melalui Unit Gawat Darurat.
 Tindakan Keperawatan digunakan untuk mencatat dan mengolah data
tindakan keperawatan terhadap pasien dan mencatat biaya tindakan yang
dilakukan tersebut.
 Pemeriksaan Penunjang untuk mencatat dan mengolah data hasil
pemeriksaan penunjang seperti EKG, rontgen atau fisioterapi untuk
keperluan perawatan/pengobatan dan mencatat biaya pemeriksaan
tersebut.
4. Sub menu laporan merupakan memperoleh laporan dari hasil entri data,
terdiri dari laporan :
 Kunjungan rawat jalan merupakan laporan jumlah kunjungan pasien
rawat jalan per poli (BPU, BPG, KIA dll), per status pasien (Askes, JPS,
bayar) berdasarkan wilayah tempat tinggal (desa/kelurahan dan dalam
serta luar wilayah kerja puskesmas) dengan rentang waktu tanggal.
 Kunjungan rawat inap sama seperti kunjungan rawat jalan.
 Kesakitan rawat jalan merupakan laporan data kesakitan LB1 untuk
rawat jalan dengan rentang waktu tanggal.
 Kesakitan rawat inap merupakan laporan data kesakitan LB1 untuk
rawat inap dengan rentang waktu tanggal.
 Rincian rawat jalan merupakan laporan pendapatan retribusi dan
tindakan berdasarkan perda yang berlaku dengan rentang waktu tanggal.
 Rincian rawat inap sama seperti rincian rawat jalan namun untuk
kunjungan rawat inap.
 Penyebaran penyakit rawat jalan merupakan pemetaan untuk
mengetahui penyebaran penyakit per kecamatan sampai dengan
desa/kelurahan dengan rentang waktu tanggal.
 Penyebaran penyakit rawat inap merupakan pemetaan untuk mengetahui
penyebaran penyakit per kecamatan sampai dengan desa/kelurahan
dengan rentang waktu tanggal.
 10 besar penyakit rawat jalan merupakan fasilatas laporan untuk
mengetahui 10 besar penyakit rawat jalan dengan rentang waktu tanggal.
 10 besar penyakit rawat jalan merupakan fasilatas laporan untuk
mengetahui 10 besar penyakit rawat jalan dengan rentang waktu tanggal.
Laporan mingguan wabah (W2).
5. Menu utama.
b. SIMPUS untuk manajemen program :
Merupakan fasilitas untuk mencatat dan mengolah data hasil kegiatan program
Puskesmas yang terdiri dari :
1. Menu Utama, yang terdiri dari sub menu data gizi, P2M, imunisasi, KIA,
reproduksi, promkes, data dasar,
identitas puskesmas dan data kematian.
2. Sub menu laporan merupakan tampilan untuk menampilkan laporan bulanan
masing-masing program dan Profil kesehatan.
c. SIMO untuk manajemen obat :
Menu Utama, yang terdiri dari sub menu transaksi yang terdiri dari: input
obat baru, transaksi obat masuk, transaksi obat keluar serta transaksi obat
rusak.
Sub menu pelaporan yang terdiri dari: LPLPO Puskesmas, Pengeluaran
Obat Harian, Daftar Obat Masuk, Daftar Obat Keluar dan Daftar Obat
Rusak.
d. SIMKA untuk manajemen kepegawaian :
Merupakan fasilitas untuk mencatat dan mengolah data pegawai Puskesmas
yang terintegrasi dengan SIM pelayanan pasien, yaitu : Menu Utama, yang
terdiri dari sub menu input data pegawai dan daftar data pegawai.
SPESIFIKASI TEKNIS
SIMPUS merupakan aplikasi yang tidak berdiri sendiri,
melainkan aplikasi terintegrasi. Apliklasi tersebut dapat beroperasi dalam
jariangan online/offline dengan platform dasar web base system (berbasis web),
dengan spesifikasi teknis :
 Perangkat lunak ini dapat dioperasikan pada sistem operasi MS Windows 95,
98, 2000 sampai versi terakhir.
 Merupakan aplikasi perangkat lunak berbasis web yang dibangun dengan
menggunakan bahasa pemrograman Active Server Page (ASP) atau PHP.
Dengan data base MY SQL atau SQL Server.
 Client Server: penggolongan aplikasi kedalam sisi client (user interface)
dan sisi server (business process) secara terpisah, untuk memudahkan
manajemen aplikasi dan pemeliharaan aplikasi.
 Multi User: dapat dijalankan secara bersama-sama secara simultan sehingga
lebih mempercepat proses transaksi.
 Untuk menjamin keamanan sistem akan dilakukan metode dalam
menggunakan perangkat keras dan perangkat lunak, yaitu setiap user
memilki identitas dan kata kunci.
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Dalam pembangunan sebuah aplikasi, yang perlu diperhati-kan bukan
hanya sistem serta bisnis proses (prosedur) saja yang dijalankan sesuai dengan
ketentuan yang berlaku, na-mun proses komunikasi dan koordinasi dalam sistem
juga perlu diperhatikan sehingga terjadi sinkronisasi antara keten-tuan yang
berlaku, kebijakan yang diterapkan serta aktifitas yang dijalankan sehingga perlu
kepemimpinan dan komitmen yang kuat disemua jenjang. Melalui pembangunan
SIKDA yang handal, pimpinan mampu memantau pekerjaan bawa-han secara
lebih cepat dan detail, sehingga setiap keputusan yang diambil melalui proses
yang tepat dan data yang benar akurat dan lengkap.

Anda mungkin juga menyukai