Anda di halaman 1dari 9

GAMBARAN INTENSITAS PENCAHAYAAN DAN KELELAHAN MATA PADA

OPERATOR BAGIAN INSPEKSI PT X

NAME

ABSTRAK
Pemakaian fasilitas kerja yang tidak ergonomis akan menyebabkan perasaan tidak nyaman,
konsentrasi menurun, mengantuk dan lain sebagainya, hal ini dapat terjadi pada operator
bagian inspeksi PT X dalam kualitas penerangan ruang kerja. Adapun bila kondisi tersebut
berlangsung lama dan secara terus menerus selama masa kerja akibat yang di timbulkan akan
lebih jauh dapat menyebabkan gangguan penglihatan. Tujuan penelitian ini mengetahui
gambaran intensitas pencahayaan dan kelelahan mata pada operator bagian inspeksi PT X.
Jenis penelitian ini observasional yang bersifat deskriptif kuantitatif, yaitu data yang
diperoleh dari sampel populasi penelitian dianalisis sesuai dengan metode statistik yang
digunakan. Penelitian deskriptif di maksudkan untuk mendapatkan gambaran mengenai
intensitas pencahayaan dan kelelahan mata. Populasi penelitian ini adalah operator bagian
inspeksi PT X yang berjumlah 64 orang dan semua dijadikan sampel jenuh. Hasil penelitian
menunjukan intensitas pencahayaan ruang A dan B standar SNI dan terdapat 9 operator
(14.1%) mengalami kelelahan mata. Perusahaan diharapkan untuk meningkatkan intensitas
pencahayaan didalam ruang A dan B agar sesuai dengan standar intensitas pencahayaan
menurut SNI 03-6197-2000 tahun 2011 sebesar 300 lux.

Kata Kunci: Intensitas Pencahayaan, Kelelahan Mata, Operator.

ABSTRACT
Using work facilities that are not ergonomic will cause feelings of discomfort, decreased
concentration, drowsiness and so on, this can happen to PT X inspection section operators
regarding the quality of work space lighting. However, if this condition persists for a long
time and continuously during the working period, the consequences can further cause visual
impairment. The aim of this research is to determine the description of lighting intensity and
eye fatigue in inspection section operators at PT Descriptive research is intended to get an
idea of lighting intensity and eye fatigue. The population of this study was the inspection
section operators of PT The research results showed that the lighting intensity in rooms A
and B was SNI standard and there were 9 operators (14.1%) experiencing eye fatigue.
Companies are expected to increase the lighting intensity in class A and B rooms to comply
with the lighting intensity standards according to SNI 03-6197-2000 of 2011 of 300 lux.

Keywords: Lighting Intensity, Eye Fatigue, Operator.


PENDAHULUAN
Ergonomi adalah suatu ilmu yang mempelajari tentang hubungan kenyamanan dan
efektivitas sebuah alat kerja dengan manusia sebagai pemakainya. Dengan penerapan
ergonomi maka akan tercipta lingkungan yang aman, sehat, dan nyaman sehingga
kegiatan menjadi lebih produktif dan efesien. Pencahayaan merupakan sumber terbaik bagi
bangunan, tidak terkecuali untuk tempat perusahaan. Intensitas pencahayaan yang baik
akan berdampak pada kenyamanan proses bekerja di lokasi kerja. Desain penerangan di
ruang kerja seharusnya disesuaikan dengan keadaan bangunan dan tata letaknya. Secara
umum di Indonesia belum dilakukan analisa fenomena dasar penerangan untuk fasilitas
bekerja di beberapa perusahaan, sehingga pekerja juga mempunyai peluang untuk menderita
kelelahan mata dan dapat mengganggu kesehatan terutama kesehatan penglihatan operator
inspeksi. Berdasarkan survei pendahuluan yang dilakukan di PY X diketahui bahwa kondisi
penerangan di ruang A dan B kurang terang dengan menggunakan penerangan buatan,
jumlah lampu yang digunakan hanya ada satu lampu. Intensitas penerangannya tidak
merata, secara teori kondisi ini dapat menyebabkan kelelahan mata pada operator bagian
inspeksi di PT X. Tujuan penelitian untuk mengetahui gambaran intensitas pencahayaan
dan kelelahan mata pada operator bagian inspeksi di PT X.

METODOLOGI PENELITIAN
Kerangka konsep pada penelitian ini dibatasi intensitas pencahayaan dan kelelahan
mata. Variabel penelitian berdasarkan kerangka konsep penelitian adalah intensitas
pencahayaan ruangan dan kelelahan mata pada operator bagian inspeksi di PT X. Penelitian
ini termasuk kedalam jenis penelitian Observasional yang bersifat deskriptif kuantitatif, yaitu
data yang diperoleh dari sampel populasi penelitian dianalisis sesuai dengan metode statistic
yang digunakan. Penelitian deskriptif dalam penelitian ini dimaksudkan untuk mendapatkan
gambaran dan keterangan-keterangan mengenai intensitas pencahayaan dan kelelahan mata
pada operator bagian inspeksi di PT X.
Pendekatan waktu pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Cross Sectional yaitu dimana metode dengan cara pendekatan, observasi atau
pengumpulan data sekaligus pada suatu saat (point time approach) yang artinya dimana
subjek penelitian hanya diobservasi sekali saja (Notoatmodjo, 2012). Populasi penelitian
ini dibatasi yaitu
pada operator bagian inspeksi ruang A dan B di PT X yang berjumlah 64 orang. Dalam
penelitian ini sampel yang diteliti adalah operator bagian inspeksi ruang A dan B di PT X,
yang diambil secara total sampling yaitu, menjadikan seluruh populasi yang ada untuk
menjadi sampel dalam penelitian ini (Sugiyono, 2013). Instrument yang digunakan dalam
penelitian berupa alat ukur intensitas pencahayaan yaitu lux meter yang digunakan untuk
mengukur pencahayaan di ruang kerja dan kuesioner yang berisikan item pertanyaan
mengenai kelelahan mata.
Pada penelitian ini dilakukan uji konten atau validitas isi artinya peneliti
menanyakan langsung kepada pakar terkait item pertanyaan mengenai gejala kelelahan
mata yaitu kepada dua pakar ahli. Dalam penelitian ini uji konten dilakukan terhadap dua
ahli dalam bidangnya. Cara pengambilan data dilakukan dengan cara mengukur
intensitas
pencahayaan di ruang operator bagian inspeksi di PT X dengan menggunakan alat ukur
berupa lux meter. Pengumpulan data dilakukan dengan cara membagikan lembar
kuesioner pada responden. Analisa data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
menggunakan analisa univariat, untuk memperoleh gambaran distribusi frekuensi dari
variabel yang diteliti. Variabel yang di deskripsikan adalah intensitas penyacahayaan
terhadap kelelahan mata dengan intensitas pencahayaan sebelum dan sesudah dilakukan
pengukuran. Rumus distribusi frekuensi adalah sebagai berikut :
P=
Keterangan :
P : Presentase untuk setiap kategori
f : Jumlah setiap kategori
N : Jumlah total responden

HASIL PENELITIAN
Tabel 1 27 tahun berjumlah 26 responden (40.6%).
Karakteristik Responden
Berdasarkan Usia Pada Operator Tabel 2
Bagian Inspeksi PT X Karakteristik Responden Berdasarkan
No Usia Jumlah Persentase Jenis Kelamin Pada Operator Bagian
1 30 Tahun 18 28.1% Inspeksi PT X
2 31 Tahun 8 12.5% No Jenis Jumlah Persentasi
3 32 Tahun 4 6.3% kelamin
4 26 Tahun 2 3.1% 1 Laki-laki 26 40.6%
2 Perempuan 38 59.4%
5 27 Tahun 26 40.7%
6 28 Tahun 3 4.7% Total 64 100.0%
Sumber : Hasil penelitian
7 29 Tahun 3 4.7%
Total 64 100.0% Tabel 2 menjelaskan bahwa karakteristik
Sumber : Hasil penelitian
responden berdasarkan jenis kelamin,
Tabel 1 menjelaskan bahwa karakteristik
paling banyak adalah perempuan
responden, paling banyak adalah berusia
berjumlah 38 responden (59.4%).

Tabel 3
Hasil Pengukuran Intensitas Pencahayaan Ruang A Bagian Inspeksi PT X
Rata-rata Tingkat Pencahayaan Total Rata-
Kondisi pengukuran Lantai Dinding rata
Tanpa penerangan 16.60 lux 23.94 lux 20.27087 lux
Dengan penerangan 22.38 lux 33.62 lux 27.99842 lux
Sumber : Hasil Penelitian
Dari tabel 3, nilai rata-rata intensitas pencahayaan ruang A tanpa penerangan buatan
(lampu) yaitu 20.27087 lux. Intensitas pencahayaan rata-rata dengan menggunakan
penerangan buatan (lampu) yaitu 27.99842 lux. Intensitas pencahayaan tersebut tidak
memenuhi standar, karena menurut SNI 03-6197- 2000 tahun 2011, standar intensitas
pencahayaan ruangan sebesar 300 lux.
Tabel 4
Selisih Intensitas Pencahayaan Dengan Penerangan dan Tanpa Penerangan
Ruang A Bagian Inspeksi PT X
Tahun 2017
Kategori Rata-rata Intensitas Pencahayaan
Pengukuran Selisih
Dengan penerangan Tanpa Penerangan
Lantai 22.38 lux 16.60 lux 5.78 lux
Dinding 33.62 lux 22.38 lux 11.24 lux
Sumber : Hasil Penelitian
Hasil pengukuran intensitas (Ø) ?
pencahayaan lantai dengan penerangan:
22.38 lux tanpa penerangan: 16.60 lux,
maka selisihnya: 5.78 lux. Pengukuran
intensitas pencahayaan dinding dengan
penerangan: 33.62 lux tanpa
penerangan: 22.38 lux, maka selisihnya
: 11.24 lux.
Dalam ruang A ada dua titik Lampu yang dibutuhkan dalam ruang
lampu, jumlah lampu dalam satu titik A untuk memenuhi standar yang telah
ada satu lampu. Panjang ruangan 7 di tetapkan adalah 16406 lumen atau
meter, lebar 6 meter. Target kuat 218 watt dengan menggunakan lampu
penerangan yang harus ada di dalam TL (Tubular Lamp) atau lampu
ruangan adalah 300 lux. LLF (Light tabung. Menurut E-Journal Teknik
Loss Factor) atau bisa di sebut faktor Elektro tahun 2015, jumlah lampu
cahaya rugi yang dihasilkan dalam pada suatu ruangan:
sebuah ruangan nilainya sebesar 0.7
sampai 0.8, sedangkan CU (Coeffesien
Of Utilization) atau faktor N=
pemanfaatannya sebesar 0.48%, dapat
diketahui pada lampu 1 lumen nilainya
Dimana :
sama dengan 75 watt.
Berikut perhitungannya : = I×P
N = 2 Titik lampu didalam ruangan = Jumlah titik lampu
ϵ = 300 Lux E = Target kuat penerangan
L =7 yang akan dicapai (Lux)
W =6 = Flux cahaya (Lumen)
LLF = 0.7 – 0,8 = 0.8
Cu = 48 % (0,48) P = Daya (Watt)
1 lumen = 75 watt I = 75 Lumen
A = Luas ruangan (meter)
N = 1 Lampu pada titik
Perhitungan untuk menentukan
Ditanyakan : Total nilai pencahayaan
jumlah titik lampu didalam ruang
Auntuk mencapai 218 watt dengan Maka jumlah lampu yang dibutuhkan
menggunakan lampu TL (Tubular adalah :
Lamp), maka kebutuhan jumlah lampu
adalah sebagai berikut:
Tahap pertama dilakukan
perhitungan luas ruangan, yaitu :
A =P×L
=7×6
= 42 m2 Berdasarkan hasil perhitungan tersebut
Tahap kedua perhitungan flux untuk jumlah lampu yang dibutuhkan
cahaya lampu (lumen), yaitu : dalam ruang A sebanyak 3 lampu TL
= I×P (Tubular Lamp).
= 75 × 140 watt
= 10500 lumen
Tabel 7
Distribusi Frekuensi Kejadian Kelelahan Mata Pada Operator Ruang A dan B
Bagian Inspeksi PT X
No Kejadian kelelahan mata Jumlah Presentase
1 Mengalami 9 14.1 %
2 Tidak mengalami 55 85.9 %
Total 64 100 %
Sumber : Hasil Penelitian
Dari tabel 7 tersebut, menunjukan bahwa dari 64 operator yang menjadi responden dalam
penelitian ini sejumlah 9 orang (14.1 %) mengalami kelelahan mata dan 55 orang (85.9%)
tidak mengalami kelelahan mata.

Tabel 8
Distribusi Frekuensi Keluhan Kelelahan Mata Pada Operator Ruang A dan B
Bagian Inspeksi PT X
Tidak
Mengalami
No Keluhan Mengalami Total
N % N %
1 Mata Terasa Berat 3 53.1% 3 46.9% 6
4 0 4
2 Mata Terasa Panas 4 6.3% 6 93.8% 6
0 4
3 Sakit disekitar mata 1 17.2% 5 82.8% 6
1 3 4
4 Penglihatan menjadi kabur 7 10.9% 5 89.1% 6
7 4
5 Penglihatan berbayang 9 14.1% 5 85.9% 6
5 4
6 Penglihatan sulit 2 40.6% 3 59.4% 6
difokuskan 6 8 4
7 Bahu terasa nyeri 1 23.4% 4 76.6% 6
5 9 4
8 Leher terasa nyeri 1 26.6% 4 73.4% 6
7 7 4
9 Sakit kepala 2 43.8% 3 56.3% 6
8 6 4
Sumber : Hasil Penelitian

Tabel 8 menunjukan bahwa distribusi keluhan kelelahan mata pada operator ruang A dan B dari 64
responden keluhan yang paling banyak di alami adalah mata terasa berat berjumlah 34 responden
(53.1%), sedangkan keluhan yang paling sedikit di alami oleh responden adalah mata terasa panas
berjumlah 4 responden (6.3%).

PEMBAHASAN kotor ruangan maka kualitas


pencahayaan akan semakin
1. Gambaran Intensitas Pencahayaan
menurun, dan semakin bersih
Ruang A dan B Bagian Inspeksi di
ruangan maka kualitas pencahayaan
PT X
akan semakin baik.
Gambaran hasil
Penelitian ini sejalan dengan
pengukuran intensitas pencahayaan
Irnawaty yang melakukan penelitian
ruang A dengan kondisi pengukuran
mengenai intensitas pencahayaan
saat lampu dimatikan memiliki
ruangan sekolah dasar di Makassar
intensitas pencahayaan 16.18429 lux,
pada tahun 2016, menunjukan
sedangkan kondisi pengukuran saat
bahwa sebagian besar intensitas
lampu di nyalakan memiliki
pencahayaan ruangan Sekolah
intensitas pencahayaan 22.86592 lux.
Dasar di Kota Makassar berada di
Ruang B dengan kondisi pengukuran
bawah standar pencahayaan rata-
saat lampu di matikan memiliki
rata SNI ruangan. Sebanyak 87,9%
intensitas pencahayaan 53.5125 lux,
dibawah nilai standar pencahayaan
sedangkan kondisi pengukuran saat
rata-rata SNI untuk ruangan dan
lampu di nyalakan memiliki
hanya sebanyak 12,1% yang diatas
intensitas pencahayaan 62.5525 lux.
nilai standar SNI.
Menurut SNI 03-6197-2000 tahun
Menurut Darma setiawan dan
2011 seharusya untuk standar
Puspa kesuma (1991:20), lampu
pencahayaan ruangan memiliki
yang dipakai dalam ruangan
intensitas pencahayaan sebesar 300
sebaiknya lampu dengan warna
lux, ruang A dan B menunjukan
cahaya putih netral yang cahayanya
bahwa intensitas pencahayaan kedua
dapat menyatu dengan baik dengan
ruangan tersebut tidak memenuhi
cahaya alami. Jenis lampu yang
standar SNI 03-6197- 2000 tahun
disarankan untuk ruangan dengan
2011. Hal ini disebabkan karena
tinggi sampai dengan 3 meter
beberapa fakor yaitu, terdapat salah
adalah lampu TL (Tubular Lamp)
satu lampu yang tidak menyala,
atau lampu neon. Maka untuk
sumber cahaya alami yang
ruangan A diperlukan 3 titik lampu
seharusnya masuk melalui jendela
TL (Tubular Lamp) dengan
terhalang oleh ruang lain, keadaan
kapasitas 140 watt dan untuk ruang
ruangan yang kurang bersih, karena
B diperlukan 2 titik lampu TL
kebersihan ruangan mempengaruhi
(Tubular Lamp) dengan kapasitas
intensitas pencahayaan. Sesuai
140 watt.
dengan penelitian Nursalin, semakin
2. Gambaran Kelelahan Mata berlebih dari sistem penglihatan yang
Pada Ruang Operator A dan B berada dalam kondisi yang kurang
Bagian Inspeksi di PT X sempurna untuk memperoleh
Karakteristik responden juga sangat ketajaman penglihatan. Timbulnya
mempengaruhi kelelahan mata, di kelelahan mata dipengaruhi oleh
antaranya adalah usia. Pada usia beberapa faktor, faktor pekerjaan dan
remaja dan dewasa, akomodasi mata faktor lingkungan. Faktor pekerjaan
sangat kuat maka dalam kondisi dapat berupa kelainan refraksi, usia,
pencahayaan yang redup akan perilaku yang beresiko, faktor
berusaha untuk melihat dengan detail, keturunan dan faktor pekerja.
dalam kondisi tersebut akan Sedangkan faktor lingkungan yang
menyebabkan kelelahan mata mempengaruhi adalah intensitas
(Guyton, 1991). pencahayaan, kualitas iluminasi, atau
Kelelahan mata pada operator ukuran objek (Affandi, 2005).
ruang A dan B Bagian Inspeksi PT X Hasil penelitian ini memiliki
dari 64 responden, 9 orang (14.1%) kesamaan dengan penelitian yang
di antaranya mengalami kelelahan dilakukan oleh Febrian Supriati
mata dan 55 orang (85.9%) tidak mengenai faktor-faktor yang berkaitan
mengalami kelelahan mata. Gejala- dengan kelelahan mata pada tahun
gejala kelelahan mata antara lain 2012. Rata-rata intensitas pencahayaan
mata terasa berat, mata terasa panas, ruangan masih di bawah standar yang
sakit disekitar mata, penglihatan telah di tetapkan. Kondisi pencahayaan
menjadi kabur, penglihatan yang redup maupun yang menimbulkan
berbayang, penglihatan sulit silau akan dapat menyebabkan
difokuskan, bahu terasa nyeri, leher terjadinya keluhan seperti mata terasa
terasa nyeri, dan sakit kepala. Hasil berat (mengantuk) sebagai gejala
penelitian tentang keluhan kelelahan umum adanya kelelahan mata,
mata pada operator inspeksi ruang A sedangkan keluhan terasa tegang pada
dan B tertinggi diantaranya keluhan bagian leher dan bahu merupakan
mata terasa berat sebanyak 34 dampak akomodasi mata yang
responden (53.1%), keluhan sakit berlebihan untuk menyesuaikan dengan
kepala sebanyak 28 responden kondisi pencahayaan yang ada.
(43.8%), dan keluhan penglihatan
sulit di fokuskan sebanyak 26
responden (40.6%).
Kelelahan mata merupakan
gejala yang di akibatkan oleh upaya

KESIMPULAN
1. Intensitas pencahayaan ruang A menggunakan penerangan (lampu) sebesar 27.99842
lux dan tanpa penerangan sebesar 20.27087 lux. Intensitas pencahayaan ruang B
menggunakan penerangan (lampu) sebesar 74.34536 lux dan tanpa penerangan sebesar
65.00034 lux, hasil dari perhitungan menunjukan intensitas pencahayaan ruang A dan
B bagian Inspeksi di PT X tidak sesuai dengan standar yang telah di tetapkan dalam SNI
03-6197-2000 tahun 2011. Standar intensitas pencahayaan ruang an sebesar 300 lux.
Hasil perhitungan, ruang A membutuhkan kapasitas lampu sebesar dengan lampu
sebanyak 3 titik di dalam ruangan, dan ruang B membutuhkan kapasitas lampu
sebesar yang menjadi 140 watt dengan lampu sebanyak 2 titik di dalam ruangan, tetapi
untuk perhitungan jarak antar lampu tidak di perhitungkan.
2. Kejadian kelelahan mata pada operator ruang A dan B bagian Inspeksi PT X dari 64
responden, hanya 9 pekerja (14.1%) yang dapat dinyatakan mengalami kelelahan mata
dengan keluhan tertinggi yaitu mata terasa berat atau mengantuk sebanyak 34
responden (53.1%).

SARAN
Perusahaan diharapkan untuk menambah intensitas pencahayaan berupa
penambahan cahaya buatan yaitu lampu dengan kapasitas 140 watt dengan lampu
sebanyak 3 titik di dalam ruangan A, dan ruangan B yang membutuhkan kapasitas lampu
sebesar 140 watt dengan lampu sebanyak 2 titik didalam ruangan dan penambahan
jendela sebagai jalan masuknya pencahayaan alami (matahari).

DAFTAR PUSTAKA
Affandi, Edi.S. 2005. Sindrom Penglihatan Komputer (Computer Vision Syndrome).
Majalah Kedokteran Indonesia, Volume: 55, Nomor: 3.
Arikunto, S. 2013. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka
Cipta.
Budiman & Indriani. 2012. Desain Pencahayaan Pada Ruang Kelas SMA Negeri 9
Surabaya. Dalam Jurnal Dimensi Interior, Volume: 10, Nomor: 1, ISSN: 1692-
3532.
Darmasetiawan & Puspakesuma. 1991. Teknik Pencahayaan dan Tata Letak Lampu.
Jilid : Pengetahuan Dasar. Jakarta : Grasindo
Departemen Kesehatan RI. 2008. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
1201/MENKES/SK/VIII/2008.
Deshelia & Ani. 2017. Evaluasi Intensitas Pencahayaan Pada Perpustakaan Di
lingkungan Universitas Sriwijaya. Dalam Journal Of Industrial Hygiene And
Occupational Health, Volume: 2, Nomor: 1. ISSN
Firmansyah. 2010. Pengaruh Intensitas Penerangan Terhadap Kelelahan Mata Pada
Tenaga Kerja.
Gabriel J.F. 2001. Fisika Lingkungan, Jakarta: Hipokrates.
Guyton, AC. 1991. Fisiologi Kedokteran
II. Diterjemahkan oleh Adji Dharma. Jakarta : EGC Buku Kedokteran
Ilyas S. 2008. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor.1405 Tahun 2002.
Manurung. 2009. Desain Pencahayaan Arsitektural. Yogyakarta. C.V : Andi.
Mardiana. 2015. Unnes Journal Of Public Health.
Nurhani. 2011. Optimasi Sistem Pencahayaan Dengan Memanfaatkan Cahaya Alami.
Dalam Jurnal Ilmiah Foristek, Volume: 1, Nomor: 1.
Notoatmodjo, S. 2012. Metode Penelitian Keehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Nurmianto, Dalam Jurnal Libria. 2016. Pengukuran Intensitas Penerangan. Jakarta:
Prenada Media.
Pearce, EC. 2009. Anatomi Dan Fisiologi Untuk Paramedis. Alih Bahasa: Handoyono
SM. Jakarta: PT Gramedia: 314-324.
Prabu. 2009. Sistem Dan Standar Pencahayaan Ruang.
Purnama, ED. 2017. Optimasi Desain Pencahayaan Ruang Kelas SMA Santa Maria,
Surabaya. Dalam Jurnal Dimensi Interior, Volume: 9, Nomor: 2.
Semuel, JK. 2015. Desain Instalasi Penerangan Pada Bangunan Multi Fungsi. Dalam E-
Journal Teknik Elektro, ISSN : 2301-8402.
Soewarno. 1992. Penerangan Tempat Kerja. Jakarta: Pusat Pelayanan Ergonomi.
Subrianto. 2011. Mengoptimalkan Pencahayaan Dan Sirkulasi Udara Untuk Menambah
Kenyamanan Dan Kesegaran Rumah Tinggal. Dalam Jurnal Sipil, Volume: 5,
Nomor 2.
Sugiyono. 2013. Statistik Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Anda mungkin juga menyukai