Anda di halaman 1dari 6

MEKANISME PENYELENGGARAN PENDIDIKAN INKLUSIF:

MONITORING DAN EVALUASI

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 12
1. SARI SARUMAHA [201434213]
2. PAUJIAH NASUTION [201434190]

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUSLIM NUSANTARA AL-WASHLIYAH
MEDAN
2024

Mekanisme penyelenggaraan pendidikan inklusif merujuk pada serangkaian langkah dan


strategi yang dirancang untuk menyediakan lingkungan pembelajaran yang inklusif bagi semua
siswa, termasuk mereka yang memiliki kebutuhan pendidikan khusus atau berkebutuhan khusus.
Tujuan utama dari mekanisme ini adalah untuk memastikan bahwa setiap siswa, tanpa terkecuali,
memiliki akses dan kesempatan yang sama untuk mendapatkan pendidikan yang berkualitas.
Mekanisme penyelenggaraan pendidikan inklusif melibatkan penyesuaian dalam metode
pengajaran, penilaian, dan lingkungan pembelajaran agar dapat memenuhi kebutuhan siswa
secara individual. Hal ini juga mencakup pelatihan bagi guru dan staf sekolah untuk memahami
dan mendukung keberagaman dalam kelas serta mempromosikan kolaborasi antara orang tua,
siswa, guru, dan tenaga pendidik lainnya. Dengan menerapkan mekanisme penyelenggaraan
pendidikan inklusif yang baik, diharapkan semua siswa dapat merasa diterima, dihargai, dan
didukung dalam proses pembelajaran mereka, sehingga mereka dapat mencapai potensi
maksimal mereka tanpa hambatan.

A. Kriteria Calon Sekolah Penyelenggara Pendidikan Inklusif


Menurut Suparno dkk (2007:2-23) sekolah penyelenggara pendidikan inklusi harus
memenuhi beberapa persyaratan yang sudah ditentukan, antara lain, keberadaan siswa
berkebutuhan khusus, konsisten terhadap pendidikan inklus, manajemen sekolah, sarana
dan prasarana serta ketenagaan. Adapun kriteria calon sekolah penyelenggara pendidikan
inklusif yaitu:
1. Kesiapan sekolah untuk menyelenggarakan program pendidikan inklusif (kepala
sekolah, komite sekolah, guru, peserta didik, dan orang tua).
2. Terdapat anak berkebutuhan khusus di lingkungan sekolah.
3. Tersedia guru pendidikan khusus (GPK) dari PLB (guru tetap sekolah atau guru yang
diperbantukan dari lembaga lain).
4. Komitmen terhadap penuntasan wajib belajar.
5. Memiliki jaringan kerjasama dengan lembaga lain yang relevan.
6. Tersedia sarana penunjang yang mudah diakses oleh semua anak.
7. Pihak sekolah telah memperoleh sosialisasi tentang pendidikan inklusif.
8. Sekolah tersebut telah terakreditasi.
9. Memenuhi prosedur administrasi yang ditentukan

B. Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif


Pendidikan Inklusif sangat diperlukan adanya di setiap wilayah di Indonesia.
Sesuai dengan Permendiknas RI No. 70 Tahun 2009 tentang pendidikan inklusif Pasal 6,
yaitu :
1. Pemerintah kabupaten/kota menjamin terselenggaranya pendidikan inklusif sesuai
dengan kebutuhan peserta didik.
2. Pemerintah kabupaten/kota menjamin tersedianya sumber daya pendidikan inklusif
pada satuan pendidikan yang ditunjuk.
3. Pemerintah dan pemerintah provinsi membantu tersedianya sumber daya pendidikan
inklusif.
Dalam rangka penyelenggaraan pendidikan inklusi, perlu dialokasikan dana
khusus, yang antara lain untuk keperluan:
1. Kegiatan identifikasi input siswa
2. Modifikasi kurikulum
3. Insentif bagi tenaga kependidikan yang terlibat
4. Pengadaan sarana-prasarana
5. Pemberdayaan peran serta masyarakat, dan
6. Pelaksanaan kegiatan belajar-mengajar.
Pada tahap perintisan sekolah inklusi, diperlukan dana bantuan sebagai stimulasi,
baik dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Namun untuk penyelenggaraan
program selanjutnya, diusahakan agar sekolah bersama – sama orang tua siswa dan
masyarakat (Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah), serta pemerintah daerah dapat
menanggulanginya.
C. Prosedur Pengusulan Sekolah Inklusif
1. Persiapan
Sekolah reguler, maupun lembaga swadaya masyararakat yang ingin
menyelenggarakan pendidikan inklusi perlu mempersiapkan diri sebaik - baiknya.
Kegiatan maupun hal - hal yang perlu dipersiapkan, antara lain:
a. Pembentukan tim, tujuan pembentukan tim adalah untuk mempersiapkan hal - hal
yang terkait dengan penyelenggaraan pendidikan inklusi;
b. Penyusunan proposal, proposal disusun oleh tim yang telah terbentuk. Format dan
isi proposal disusun secara singkat dan jelas;
c. Pengajuan perijinan, mekanisme pengajuan perijinan mengikuti ketentuan yang
berlaku dan ditetapkan Dinas Pendidikan Propinsi setempat (rambu-rambu
penulisan proposal terlampir).

2. Pelaksanaana.
a. Sekolah membuat proposal penyelenggaraan pendidikan inklusi
b. Proposal diajukan kepada Dinas Pendidikan Propinsi setelah memperoleh
rekomendasi dari Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota.
c. Tim Verifikasi Dinas Pendidikan Propinsi mengkaji propsal yang telah diajukan
oleh fihak sekolah.
d. Tim Verifikasi Propinsi terdiri dari unsur, Dinas Pendidikan Propinsi, Perguruan
tinggi, Organisasi profesi.
e. Tim Verifikasi mengadakan studi kelayakan kepada sekolah yang telah
mengadakan permohonan,
f. Dinas Pendidikan Propinsi menerbitkan surat penetapan penyelenggaraan
pendidikan inklusi, bagi sekolah yang dinyatakan memenuhi persyaratan yang
telah ditatapkan oleh tim verifikasi.

A. Pengertian Monitoring
Monitoring merupakan pengawasan yang berarti proses pengamatan, pemeriksaan,
pengendalian dan pengoreksian dari seluruh kegiatan organisasi. Monitoring adalah suatu
proses pemantauan untuk mendapatkan informasi tentang pelaksanaan manajemen
sekolah. Fokus monitoring adalah pemantauaan pada pelaksanaan manejemen sekolah,
bukan pada hasilnya. Tepatnya, fokus monitoring adalah pada komponen proses
menejemen sekolah, baik menyangkut proses pengambilan keputusan, pengelolaan
kelembagaan, pengelolaan program, maupun pengelolaan proses belajar mengajar.
Monitoring melibatkan perhitungan atas apa yang kita lakukan, Monitoring melibatkan
pengamatan atas kualitas dari layanan yang kita berikan. Hasil monitoring dapat
digunakan untuk memberi masukan (umpan balik) bagi perbaikan pelaksanaan
manejemen sekolah. Pengertian monitoring (pengawasan) menurut para ahli:

1. George R. Tery (2006:395) mengartikan pengawasan adalah mendeterminasi apa


yang telah dilaksanakan, maksudnya mengevaluasi prestasi kerja dan apabila perlu,
menerapkan tidankan - tindakan korektif sehingga hasil pekerjaan sesuai dengan
rencana yang telah ditetapkan.
2. Tabrani Rusyani (1997) menyatakan pengawasan adalah pengendalian yang
dilakukan dengan melaksanakan pemeriksaan, penilaian kemampuan, meningkatkan
dan menyempurnakan, baik manajemen maupun bidang operasionalnya.
3. Oxfam (1995) Monitoring adalah mekanisme yang sudah menyatu untuk memeriksa
yang sudah untuk memeriksan bahwa semua berjalan untuk direncanakan dan
memberi kesempatan agar penyesuaian dapat dilakukan secara metodologis.

B. Tujuan Pembinaan Dan Monitoring


Tujuan pembinaan secara umum adalah melatih atau mendidik individu maupun
kelompok, dengan tindakan dan kegiatan - kegiatan yang mendukung tercapainya tujuan
yang diinginkan. Sedangkan tujuan monitoring sendiri adalah:
1. Mengkaji apakah kegiatan - kegiatan yang dilaksanakan telah sesuai dengan rencana.
2. Mengidentifikasi masalah yang timbul agar langsung dapat diatasi.
3. Melakukan penilaian apakah pola kerja dan manajemen yang digunakan sudah tepat
untuk mencapai tujuan kegiatan.
4. Mengetahui kaitan antara kegiatan dengan tujuan untuk memperoleh ukuran kemajuan.
5. Menyesuaikan kegiatan dengan lingkungan yang berubah, tanpa menyimpang dari tujuan.

C. Jenis-jenis Monitoring
1. Pengawasan Ekstern dan Intern
a. Pengawasan Ekstern
Pengawasan ektern atau pengawasan dari luar, yakni pengawasan yang menjadi
subyek pengawas adalah pihak luar dari organisasi obyek yang diawasi.
b. Pengawasan Intern
Pengawasan intern merupakan pengawasan yang dilakukan dari dalam organisasi
yang bersangkutan.
2. Pengawasan Preventif, Represif dan Umuma.
a. Pengawasan Preventif
Pengawasan Preventif adalah pengawasan yang dilakukan sebelum pelaksanaan,
yakni pengawasan yang dilakukan terhadap sesuatu yang bersifat rencana.
b. Pengawasan Represif
Pengawasan Represif merupakan pengawasan yang dilakukan setelah pekerjaan
atau kegiatan dilaksanakan.
c. Pengawasan umum
Pengawasan umum adalah pengawasan terhadap seluruh aspek pelaksanaan tugas
pokok organisasi.

3. Pengawasan Langsung dan Pengawasan Tidak Langsung


a. Pengawasan Langsung
Pengawasan Langsung adalah pengawasan yang dilakukan dengan cara
mendatangi dan melakukan pemeriksaan di tempat (on the spot) terhadap obyek
yang diawasi.
b. Pengawasan tidak langsung
Pengawasan Tidak Langsung merupakan pengawasan yang dilakukan tanpa
mendatangi tempat pelaksanaan pekerjaan atau obyek yang diawasi atau
pengawasan yang dilakukan dari jarak jauh yaitu dari belakang meja.

4. Pengawasan Formal dan Informal


a. Pengawasan Formal
Pengawasan Formal adalah pengawasan yang dilakukan oleh instansi/pejabat
yang berwenang (resmi) baik yang berifat intern dan ekstern.
b. Pengawasan Informal
Pengawasan Informal yakni pengawasan yang dilakukan oleh masyarakat atau
social control, misalnya surat pengaduan masyarakat melalui media massa atau
melalui badan perwakilan rakyat.

D. Bentuk Monitoring Dalam Sekolah


Kegiatan monitoring dimaksudkan untuk mengawal pelaksanaan penyelenggaraan
program pendidikan inklusif. Materi monitoring meliputi aspek, manajemen, proses
pendidikan, dan pengembangan sekolah. Hasil monitoring dipergunakan sebagai bahan
pertimbangan dalam peningkatan mutu layanan pendidikan inklusif, sebagai bahan untuk
penyusunan program, penyempurnaan strategi pelaksanaan program dan
memformulasikan kebijakan di masa yang akan datang dalam upaya peningkatan mutu
pendidikan inklusif.
Dengan adanya monitoring yang berkelanjutan tersebut, tentunya akan ditemukan
problem - problem apa yang muncul pada pelaksanaannya. Problem tersebut yang
menjadi bahan evaluasi dan pemecahan bersama. Monitoring secara intensif dan
berkelanjutan ini dirasa perlu mengingat pada kenyataannya tidak semua sekolah inklusi
mendapat perhatian ekstra dari pemerintah. Masih banyak sekolah inklusi yang belum
mendapatkan modul dan pedoman, seperti alatidentifikasi ABK, mengingat sekolah
inklusi pun memiliki karakteristik khusus dalam hal alat, pengembangan kurikulum,
pengadaaan dan pengelolaan sarana prasarana, pembinaan tenaga kependidikan, kegiatan
belajar mengajar, manajemen sekolah, dan pemberdayaan masyarakat. Tentunya, dalam
hal ini pemerintah bertanggung jawab pada pemerataan perhatian terhadap sekolah
inklusi.

E. Evaluasi
Evaluasi pelaksanaan pendidikan inklusif adalah evaluasi terhadap layanan
pendidikan dan kinerja satuan pendidikan dalam rangka pelaksanaan pendidikan inklusif
yang memenuhi standar nasional pendidikan sebagai bagian dari proses pengendalian,
penjaminan, penetapan, dan peningkatan mutu pendidikan secara berkelanjutan. Evaluasi
dilaksanakan dengan prinsip: integratif, objektif, komprehensif, efisiensi, berkala, dan
berkelanjutan. Evaluasi pelaksanaan pendidikan inklusif di satuan pendidikan merupakan
efektivitas satuan pendidikan dalam mengembangkan kompetensi peserta didik
berkebutuhan khusus sebagai hasil pengukuran terhadap peningkatan kemampuan
literasi, numerasi, dan karakter Evaluasi kegiatan pelaksanaan pendidikan inklusif dapat
menggunakan Model CIPP (context, input, process, product) yang mencakup sebagai
berikut.

 Context evaluation (Evaluasi Konteks) terhadap pelaksanaan pendidikan inklusif


meliputi unsur penilaian terhadap latar belakang, tujuan pendidikan inklusif, kerja
sama terhadap instansi lain, dan penerimaan peserta didik.
 Input evaluation (Evaluasi input) terhadap penyelenggaraan pendidikan inklusif
meliputi sarana prasarana, kurikulum, dan sumber daya manusia.
 Process evaluation (Evaluasi proses) terhadap penyelenggaraan pendidikan
inklusif meliputi pembelajaran, pelayanan peserta didik berkebutuhan khusus,
pembiayaan, dan monitoring.
 Product evaluation (Evaluasi produk) terhadap penyelenggaraan pendidikan
inklusif dengan melakukan penilaian terhadap dampak prestasi peserta didik dan
hambatan penyelenggaraannya.
Setelah melakukan evaluasi pelaksanaan pendidikan inklusif kemudian dilakukan
tindak lanjut untuk memaksimalkan pelayanan pada peserta didik berkebutuhan
khusus.

Anda mungkin juga menyukai